Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KARYA DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA SIGNIFIFIKANSI DAN

KOMUNIKASI BERDASARKAN TEORI SAUSSURE DAN PEIRCE

MAKALAH
Diajukan sebagai Ujian Tengah Semester I
Mata Kuliah SR4201 Semiotika I Tahun Akademik 2018/2019

Disusun oleh:
Laras Luthfiyah Salim
19016215

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS


SEKOLAH BISNIS MANAJEMEN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Analisis Karya dengan Pendekatan
Semiotika Signifikansi dan Komunikasi Berdasarkan Teori Saussure dan Peirce” dengan baik.
Laporan penelitian ini dibuat dalam rangka memenuhi UTS I SR42901 Semiotika I Tahun
Akademik 2018/2019.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan penelitian ini tidak dapat selesai tanpa
bantuan dari pihak luar yang telah membantu kami. Maka dari itu, kami menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Bandung, Maret 2019

Laras Luthfiyah Salim

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Penulisan


1. Memahami pendekatan semiotika menurut Ferdinand de Saussure dan C.S. Peirce.
2. Mengidentifikasi tiga buah karya visual berdasarkan pendekatan semiotika Ferdinand
de Saussure dan C.S. Peirce.
3. Menganalisa tiga buah karya visual secara kritis dan analitis menggunakan
pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure dan C.S. Peirce.
1.2. Teori Dasar
Ilmu semiotika adalah ilmu yang mendalami kajian tentang fenomena komunikasi
yang sangat luas yang dapat dijelaskan melalui teori umum tentang tanda. Bentuk dari
kajian yang dapat dibahas dengan pendekatan semiotika sendiri adakah oral, visual,
taktikal, tertulis, dan objek. Mata kuliah Semiotika I berfokus pada semiotika visual.
Tanda merupakan suatu unsur yang pasti terdapat dalam suatu objek yang terlihat
secara kasat mata maupun dari segala bentuk yang dapat memberi rangsangan panca
indera kita. Tanda memiliki makna yaitu segala sesuatu yang memiliki makna atau
pengertian budaya tertentu. Setiap tanda harus ada konsep yang abstrak di baliknya. Tanda
dapat berupa 2 dimensi atau 3 dimensi. Tanda memberikan kesan yang kita terjemahkan
dan interpretasikan berdasarkan penalaran kita masing-masing. Dalam komunikasi,
dibutuhkan sender dan receiver yang berperilaku sebagai komunikator. Komunikasi baru
berhasil bila ada suatu tanda, tanpa bahasa atau kata komunikasi dapat berlangsung tetapi
dengan peraga (body sign/body language).
Ilmu semiotika yang dipelajari pada mata kuliah ini dibagi menjadi dua, yaitu
pendekatan Ferdinand de Saussure dan pendekatan C.S. Peirce. Saussure mengkaji
semiotika secara dyadic atau keduaan. Berikut skema kajian bahasa Saussure:
Gambar 1. Kajian Bahasa de Saussure
Kajian bahasa Saussure awalnya dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal.
Internal mengkaji apa yang ada di dalam suatu tatanan bahasa seperti grammar,
vocabulary, dan lainnya. Eksternal mengkaji sesuatu yang ada di luar bahasa itu. Eksternal
dibagi menjadi dua lagi, yaiitu substansi dan sosial, institusi, dialek. Substansi mengkaji
mengenai arti dari bahasa tersebut yang memiliki kesalaan makna maupun penggunaan
kata yang berbeda. Sedangkan, sosial, institusi, dialek mengkaji perbedaan penggunaan
bahasa yang sering digunakan oleh kaum atau seseorang dari daerah tertentu yang
menunjukkan khas atau ciri khusus daerah tersebut. Slang atau bahasa non-formal juga
menjadi bahasan kajian ini.
Internal dibagi menjadi sinkronik dan diakronik. Sinkronik merupakan kajian
yang ada penekanan pada struktur, hubungan sesuatu yang harus kasat mata. Sedangkan,
diakronik mengkaji perubahan sejarah atau didasarkan oleh unsur waktu seperti
perkembangan, pergeseran, perubahan, atau transformasi.
Sinkronik dibagi lagi menjadi Langue dan Parole. Langue mengkaji struktur yang
berkaitan dengan sistem sosial, konveksi sosial yang bersifat statis. Yang dimaksud
struktur adalah elemen-elemen dari tanda dan relasi di antara elemen-elemen tanda
tersebut. Sedangkan Parole mengkaji sistem yang digunakan untuk tindak sehari-hari,
terdapat kebebasan untuk kombinasi dan bersifat dinamis.
Langue dikaji lebih dalam berdasarkan Value atau nilai yang merupakan
kemampuan sebuah tanda untuk menyampaikan suatu gagasan tertentu. Value terbagi
menjadi Syntagmatic dan Paradigmatic. Syntagmatic memiliki artian yaitu suatu
sequence bahasa yang harus diikuti, urutan kata dalam kalimat, masing-masing tanda
sesuai aturannya. Sedangkan, Paradigmatic adalah sesuatu yang tidak hadir tapi bisa
hadir dalam pikiran kita (absent).
Kajian saussure mengenai tanda dibagi menjadi 2, yaitu Signifier dan Signified.
Signifier merupakan bentuk material yang menandakan suatu objek, sedangkan Signified
merupakan konstruksi mental atau makna yang diberikan objek tersebut. Kedua hal
tersebut membentuk suatu Sign.
Pendekatan semiotika yang kedua adalah Semiotika Komunikasi oleh C.S. Peirce.
Konsep Semiotika milik Peirce memiliki ciri khas triadic, yaitu ketigaan. Pada dasarnya,
pemahaman semiotika Peirce terbagi menjadi Interpretant, Representament, dan Object.

Gambar 2. Konsep Semiotika Peirce

Representament (Sign) merupakan kualitas atau gambar maupun bentuk konkrit


yang merepresentasikan hal lain lewat sesuatu. Object merupakan sesuatu yang
merepresentasikan kenyataan, yang benar adanya dan nampak. Interpretant adalah arti
dari tanda yang diberikan menurut nalar orang itu sendiri.
Representament dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Qualisign, Sinsign, dan Legisign.
Qualisign merupakan firstness, atau perawalan yang terlihat dari suatu objek yang belum
memiliki relasi terhadap apapun. Sinsign (Token) adalah suatu tanda tunggal yang
dikaitkan dengan pengalaman pribadi. Legisign (Type) adalah tanda yang menurut
konvensi sosial atau hukum yang ada di kalangan umum.
Object dibagi menjadi tiga tahap juga, yaitu Icon, Index, dan Symbol. Icon adalah
sebuah tanda yang hubungan dengan obyeknya adalah hubungan kesamaan (sameness),
keserupaan, copy, imitasi, tiruan. Icon bisa berubah menjadi symbol jika ada konvensi
(kesepakatan sosial). Indeks adalah sebuah tanda yang hubungan dengan referensinya
bukan hubungan meng-copy tapi hubungan kausal (sebab-akibat) atau menunjuk pada
sesuatu. Indeks bisa menjadi simbol ketika mengindikasikan suatu arah dan ada konvensi.
Simbol merupakan hubungan tanda dengan obyeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan
sosial, tidak kausal dan tidak tiruan.
Terakhir, Interpretant juga dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Rheme, Dicent, dan
Argument. Rheme merupakan interpretasi awal secara spontan. Dicent merupakan
interpretasi yang dikaitkan dengan hal lain berdasarkan pengalaman. Sedangkan,
Argument merupakan interpretasi yang berdasarkan konvensi sosial. Logika argumen dari
triokotomi Peirce dibagi menjadi deduksi yaitu dari konsep umum ke khusus, induksi
yaitu dari konsep khusus ke umum, dan abduksi yang tidak runut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Analisis Karya Visual I

Gambar 1: Karya Visual Advertisement Nescafe


Karya diatas merupakan sebuah bentu advertisement/ikan, naku j.
Secara garis besar, karya visual tersebut menunjukkan sebuah jam weker dengan bentuk
menyerupai gelas dengan dominasi visual berwarna merah.
Melalui pendekatan Semiotika Signifikansi menurut Ferdinand de Saussure yang terbagi
menjadi Signifier dan Signified, Signifier yang terdapat pada karya visual diatas adalah adanya
jam weker dengan bentuk yang seolah-olah merupakan gelas berisi kopi panas, ditandai dengan
warna kopi yang familiar dan adanya kepulan asap. Warna yang menonjol pada karya visual di
atas adalah warna merah pekat yang dipotret jelas. Signified yang tergambar dari karya visual di
atas adalah maskulinitas, strong/kuat, dan tepat waktu. Sign yang ditunjukan adalah penawaran
makna bahwa kopi Nescafe menggambarkan maskulinitas, strong/kuat, dan punctuality/tepat
waktu.
Menurut pendekatan Semiotika Komunikasi Peirce, Representament yang dapat diambil
dari karya visual di atas dari mulai Qualisign yakni terdapat nuansa warna merah yang sangat
dominan pada postingan. Pada Sinsign, terdapat tanda seperti jam weker dan gelas yang berwarna
merah dapat mengarah ke sebuah pemaknaan (merah) berani / (merah) kuat. Legisign yang dapat
disimpulkan pada karya visual tersebut ialah merah melambangkan keberanian.
Berdasarkan Object, Icon merupakan gambaran tidak sempurna yang berusaha
menggambarkan dengan tidak dapat menampakkan kejadian sesungguhnya. Dalam karya visual
ini, berusaha menggambarkan jam weker dan hubungannya dengan kopi dan warna merah. Index
pada karya visual tersebut ialah menandakan hubungan kausal antara kopi dan jam weker. Yang
artinya efek dari Nescafe adalah seperti jam weker, dapat membuat orang terjaga.
Terakhir, berdasarkan dari Interpretant, Rheme yang muncul di awal adalah suasana
yang tegas dan berani, dimana objek digambarkan dengan jelas dan opacity full.. Dicent yang
tergambarkan adalah berdasarkan penglihatan dan observasi foto, yakni dengan meminum
Nescafe memiliki efek sama dengan menggunakan jam weker. Argument yang terdapat pada
karya visual tersebut adalah peringatan agar tidak mengkonsumsi Nescafe apabila tidak
menginginkan efek yang sama dengan menggunakan jam weker (terjaga).

2.2. Analisis Karya Visual II

Gambar II. Advertising “Safe At Home” Foundation


Karya visual merupakan bagian advertisement campaign oleh Safe At Home Foundation.
Sesuai dengan pendekatan Semiotika Signifikansi, dalam iklan di atas yang menjadi
Signifier (penanda) kunci adalah adanya kejadian yang terbentuk pada otak anak dalam
iklan tersebut. Signified adalah kekerasan, ketakutan dan trauma. Signifier dan signified
menyatu menciptakan sebuah sign bahwa melakukan kekerasan dalam rumah tangga di
depan anak dapat menyababkan trauma sriues.
Menurut pendekatan Semiotika Komunikasi Peirce, Representament yang dapat diambil
dari karya visual di atas dari mulai Qualisign yang terdapat pada karya visual II yakni
adanya seorang anak yang menunduk dengan baju berwarna pucat, lalu di kepalanya
(dengan kondisi tanpa tempurung kepala) memperlihatkan bentuk yang menyerupai
seorang lelaki sedang melakukan kekerasan terhadap seorang wanita. Pada Sinsign, dapat
dilihat bahwa keadaan anak tersebut yang menunduk memiliki hubungan dengan
kekerasan yang ia lihat langsung. Legisign pada karya visual tersebut adalah adanya
tulisan “once they see it, it stays with them.” Yang menegaskan bahwa kekerasan yang
anak itu lihat langsung, tetap membekas dalam ingatannya.
Berdasarkan Object, Icon merupakan gambaran tidak sempurna yang berusaha
menggambarkan dengan tidak dapat menampakkan kejadian sesungguhnya. Dalam karya
visual ini, terdapat icon seorang anak yang sedang menunduk lalu di kepalanya (dengan
kondisi tanpa tempurung kepala) memperlihatkan bentuk yang menyerupai seorang lelaki
sedang melakukan kekerasan terhadap seorang wanita. Index pada karya visual tersebut
ialah menandakan hubungan kausal antara tundukan anak tersebut dengan kekerasan yang
ia fikirkan di kepalanya. Simbol pada karya visual ini menandakan adanya kejadian
kekerasan yang membuat trauma bagi anak tersebut.
Terakhir, berdasarkan dari Interpretant, Rheme yang muncul di awal adalah ekspresi
anak yang menunduk tidak terlihat sehingga memungkinkan ditafsirkan dalam
pemaknaan yang berbeda – beda. Dicent (tanda yang sesuai dengan fakta dan
kenyataannya) dalam karya visual ini adalah kondisi anak di bawah umu yang mengalami
gangguan mental akibat menyaksikan kekerasan di lingukngan terdekat memang terjadi
pada kenyataannya. Itulah mengapa campaign ini ada. Argument yang dimuat dalam
karya visual II yakni sekali melihat kejadian tersebut, akan berbekas dalam ingatannya
selamanya.
2.3. Analisis Karya Visual III

Gambar III. Advertising Kopiko


Karya visual di atas merupakan karya visual advertising Kopiko dengan tagline Perfect
Blend.
Menggunakan metode Semiotika Signifikansi, Signifier yang terdapat pada karya visual
di atas adalah sepasang lelaki dan perempuan yang melakukan gerakan dansa. Signified pada
karya visual di atas ditarik dari tagline yang membahas mengenai kesempurnaan perpaduan.
Signifier dan signified menyatu menciptakan sebuah sign bahwa kesempurnaan perpaduan antara
dua hal yang bertolak belakang (digambarkan dengan lelaki berwarna hitam dan perempuan
berwarna putih) dapat menjadi indah.
Menurut pendekatan Semiotika Komunikasi Peirce, Representament yang dapat diambil
dari karya visual di atas dari mulai Qualisign yang terdapat pada karya visual II yakni adanya
sepasang bentuk lelaki dan perempuan yang melakukan gerakan dansa. Pada Sinsign, dapat
dilihat bahwa kedua bentuk tersebut kontras satu dengan lainnya. Legisign pada karya visual
tersebut adalah adanya tagline “Perfect Blend.” yang menegaskan bahwa karya visual II berbicara
tentang perpaduan.
Berdasarkan Object, Icon merupakan gambaran tidak sempurna yang berusaha
menggambarkan dengan tidak dapat menampakkan kejadian sesungguhnya. Dalam karya visual
ini, terdapat icon sepasang bentuk lelaki dan perempuan yang melakukan gerakan dansa. Index
pada karya visual tersebut ialah menandakan hubungan kausal antara perpaduan dengan profile
yang kontras berbeda juga dapat menimbulkan perpaduan yang pas dan sempurna. Simbol pada
karya visual ini menandakan bahwa Kopiko memiliki produk dengan perpaduan yang sempurna.
Terakhir, berdasarkan dari Interpretant, Rheme yang muncul di awal adalah ekspresi
yang tidak terlihat sehingga memungkinkan ditafsirkan dalam pemaknaan yang berbeda – beda.
Dicent (tanda yang sesuai dengan fakta dan kenyataannya) dalam karya visual ini adalah adanya
perpaduan kopi dan susu yang pada kenyataannya. Itulah mengapa campaign ini ada. Argument
yang dimuat dalam karya visual II yakni meyakinkan konsumen bahwa Kopiko adalah minuman
yang layak dibeli karena memiliki perpaduan rasa yang pas.
BAB IV
Daftar Pustaka

Darmodiharjo, D., 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.


Griset, P. & Mahan, S. (2003). Terrorism in perspective. Thousand Oaks: Sage Publications.

Anda mungkin juga menyukai