FARMAKOLOGI
Laboratorium Farmakologi
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HAMZANWADI
SELONG
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
Nama Mahasiswa:
NIM :
Laboratorium Farmakologi
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HAMZANWADI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................4
PUSTAKA...............................................................................................................27
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil'alamin
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga dapat disusun Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi
Program Studi Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Hamzanwadi dengan
berpedoman pada Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi, Farmakokinetika dan
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dan Universitas Ahmad
Dahlan yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa Program Studi Farmasi
Universitas Hamzanwadi.
Selong, 2017
Penyusun
PRAKTIKUM I
PENGENALAN ALAT-ALAT LABORATORIUM
Tujuan
Tujuan dari pengenalan alat-alat laboratorium ini adalah untuk mengetahui nama
alat-alat yang akan digunakan selama praktikum farmakologi dan mengetahui
fungsinya serta mengetahui cara penggunaan beberapa alat-alat di laboratorium.
A. Teori
Pengenalan alat-alat yang akan dipergunakan dalam laboratorium sangat penting
guna kelancaran percobaan yang dilaksanakan diantaranya adalah menghindari
kecelakaan kerja dan gagalnya percobaan. Alat-alat laboratorium biasanya dapat
rusak atau bahkan berbahaya jika tidak sesuai dengan prosedur pemakaian .Oleh
karena itu, pemahaman fungsi dan cara kerja peralatan serta bahan harus mutlak
dikuasai oleh praktikan sebelum melakukan praktikum di laboratorium kimia.
Pada dasarnya setiap alat memiliki nama yang menunjukkan kegunaan alat
tersebut, prinsip kerja atau proses yang berlangsung ketika alat digunakan. Beberapa
kegunaan alat dapat dikenali berdasarkan namanya. Penamaan alat-alat yang
berfungsi mengukur biasanya diakhiri dengan kata meter seperti thermometer,
hygrometer, spektrofotometer, dll. Alat-alat pengukur yang disertai dengan informasi
tertulis, biasanya diberi tambahan graph seperti thermograph, barograph
(Moningka, 2008).
B. Alat :
Alat-alat yang tedapat di laboratorium farmakologi
C. Cara kerja :
A. Pendahuluan
Duras
Waktu Onset Keterangan
Nomor Cara i
Hewan pemberian Reflek balik badan
Pemberian
Hilang Kembali
PERCOBAAN III
METABOLISME OBAT
A. Pendahuluan
Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi. Walaupun diantara
keduanya juga sering dibedakan. Sebagian ahli mengatakan bahwa istilah
metabolisme hanya diperuntukkan bagi perubahan-perubahan biokiiawi/kimiawi yang
dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa endogen sedang biotransformasi peristiwa
yang sama bagi senyawa eksogen atau xenobiotika.
Pengetahuan tentang metabolisme obat menempati posisi penting dalam
evaluasi keamanan dan kemanfaatan suatu obat. Selain untuk mengetahui bagaimana
obat dimetabolisir dan dideaktivasi, juga untuk mengenal jalur dan kecepatan
distribusi serta eliminasi obat dan metabolitnya. Reaksireaksi yang terjadi antara
selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi dua yaitu reaksi fase I yang meliputi
reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis, serta reaksi fase II atau reaksi
konjugasi. Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses tersebut sebagian
besar terjadi di dalam sel-sel hepar. dan sisinya terjadi di dalam organ lain seperti
saluran cerna, paru, ginjal, dan darah. Mikroflora gastrointestinal lebih berperan
dalam reduksi daripada oksidasi dan hidrolisis daripada konjugasi. Tempat terjadinya
reaksi-reaksi oksidasi sebagian besar di dalam retikulum endoplasmatik sel. Namun
proses tersebut juga bisa dikatalisir oleh enzim-enzim yang berada dalam sitosol,
kecuali reaksi glukuronidasi.
Banyak obat-obat yang mengalami deaktivasi dengan reaksi konjugasi, yaitu
suatu biosintesa dengan penempelan senyawa endogen [asam glukuronat, gugus
sulfat, metal dan asetil). Jika molekul obat sangat larut lipid dan tidak mempunyai
gugus aktif untuk konjugasi, maka berbagai biotransformasi (oksidasi, reduksi dan
hidolisis) akan terjadi lebih dahulu. Dalam konjugasi dalam asam glukuronat [reaksi
fase II yang paling lazim), koenzim antara (UDPGA) bereaksi dengan obat dengan
glukuronida ke atom O pada alkohol, phenol, atau asam karbosilat, atau atom S pada
senyawa tiol, atau senyawa N pada senyawa-senyawa amina dan sulfonamide.
Enzim-enzim mikrosom hepar, mukosa usus dan jaringan lain berperan dalam
oksigenasi xenobiotika dan senyawa-senyawa endogen (asam-asam lemak, kolesterol,
dan hormon-hormon steroid). Dalam hidroksilasi, satu atom O akan berikatan dengan
atom-atom C, N. dan S dari molekul obat, Reaksi ini dikatalisis oleh sekelompok
enzim retikulum endoplasmik hepar (Mixed Function Oxidases System = MFO) yang
melibatkan sitokrom P450, dan reduktase NADPH sitokrom -C.
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi
enzim (menaikkan kecepatan sintesis enzim). Kenaikan akativitas enzim metabolisme
ini menyebabkan lebih cepatnya metabolisme dan yang pada umumnya merupakan
proses deaktivasi obat sehingga mengurangi kadarnya di dalam plasma dan
memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan durasi efek
farmakologinya berkurang. Sekobarbital, penobarbital. alobarbital, dan fenobarbital
menaikkan kadar sitokrom P450, serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi
metabolisme seperti detilasi fenasetin, dimetiliasi aminopirin, 4-hidroksilasi bifenil
dan hidroksilasi heksobarbital.
Pengaruh induksi dan penghambatan enzim terhadap efek farmakologik dan
toksisitas cukup besar sehingga perlu diperhatikan oleh para praktisi. Sebagi contoh
pemberian fenobarbital bersama-sama dengan warfarin akan mengurangi efek
antikoagulasinya. Demikian pula pemberian simetidina suatu antagonis reseptor H2,
akan menghambat aktivasi sitokrom P450 dalam memetabolisme obat-obat lain.
Induksi enzim menunjukkan variasi yang besar antar spesies, dan bahkan antar
keturunan dalam satu spesies. Selain itu variasi juga terjadi antara jaringan yang satu
dengan jaringan yang lain dalam tubuh binatang. Pengetahuan tentang pengaruh
induktor dan inhibitor enzim terhadap laju metabolisme akan sangat membantu dalam
memperkirakan perubahan-perubahan yang terjadi pada efek farmakodinamiknya.
B. Cara Percobaan
Alat : jarum suntik oral (ujung tumpul), jarum suntik dan Stopwatch
2. Induksi enzim
4. Lima menit setelah diberi parasetamol seluruh hewan uji disuntik '
asam asetat 1 % vlv (dosis 50 mg/kg BB) secara intra peritoneal.
Pengamatan :
Dihitung jumlah geliat mencit tiap 5 menit selama 1 jam setelah diberi
asam asetat. Persen proteksi terhadap asam asetat dihitung berdasarkan
percobaan kontrol obat (lihat percobaan analgetika di halaman lain) C.
C. Hasil Percobaan
A. Pendahuluan
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dapat mengurangi rasa sakit atau
nyeri. Secara umum analgetika dibagi menjadi 2 golongan yaitu analgetika non
narkotika atau integumental analgesics (misalnya asetosal dan parasetamol) dan
analgetika narkotika atau visceral analgesics (misalnya morfin).
B. Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat Bahan : Larutan CMC Na dalam air 1 %, supensi asetosal
1 % dalam CMC Na 1 % atau suspensi parasetamol dalam CMC Na 1 %,
larutan steril asam asetat 1 % dan hewan uji yang berupa mencit, umur
4060 hari dengan berat 20-30 gram. Alat : Spuit injeksi oral ( 0,1-1 ml),
jarum oral, beker glass 1-2 liter dan Stopwatch
b. Cara Percobaan
c. Pengumpulan data
dimana :
d. Analisis Hasil
A. Pendahuluan
B. Cara Percobaan
c. Cara Kerja :
1. Mencit ditimbang (n= 10) dan dibagi menjadi 2 kelompok [kontrol dan
perlakuan] masing-masing 5 ekor. Sebelum pemberian obat hewan
tersebut diletakkan diatas rotarod selama 5 menit untuk adaptasi.
3. Pada menit-menit ke 15, 60, dan 120, mencit dletakkan diatas rotarod
selama 2 menit.
A. Pendahuluan
Uji toksikologi dibagi manjadi 2 golongan yaitu uji ketoksikan tak khas dan
uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah ketoksikologi yang dirancang
untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka
ragam jenis hewan uji. Termasuk uji ini adalah uji ketoksikan akut, subkronis, dan
kronis. Sementara yang dimaksud dengan uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi
yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik suatu senyawa atas
fungsi organ atau kelenjar tertentu pada hewan uji. Termasuk dalam uji ini yaitu uji
potensiasi, uji reproduksi, uji kemutagenikan (perubahan gen), uji kekarsinogenikan,
uji kulit dan mata serta uji perilaku.
Ketoksikan akut adalah derajad efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam
waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Berarti uji ketoksikan akut
adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan atau dipinjamkan dalam dosis
tunggal pada hewan uji tertentu dan masa pengamatanyya selama 24 jam.
Tujuan utama uji ketoksikan akut ialah menetapkan potensi ketoksikan akut
yakni kisaran dosis dosis letal atau dosis toksik suatu obat pada suatu jenis hewan uji
atau lebih. Selain itu, uji ini ditujukan untuk menilai berbagai gejala klinis yang khas
dan mekanisme yang merantai terjadinya kematian hewan uji. Dalam uji ini, data
yang dikumpulkan berupa tolok ukur kuantitatif (kisaran dosis letal/ toksik) dan tolok
ukur kualitatif (gejala klinis, wujud dan mekanisme efek toksik). Tolok ukur
kuantitatif yang paling sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal atau
toksik adalah letal dose (LD50) yaitu dosis tunggal suatu senyawa seara statistik dapat
menyebabkan kematian 50% hewan uji. Ada tiga metode yang paling sering
digunakan untuk menghitung harga LD50 yakni metode grafik Lithfield & Wilcoxom,
metode kertas grafik probit logaritma Miller dan tainter dan metode Thomson-weil.
Manfaat uji ketoksikan akut untuk mengevaluasi batas aman atau indeks
terapi (LD50 / ED50) suatu obat. Selain itu pengetahuan tentang potensi ketoksikan
akut dapat digunakan untuk merancang uji ketoksikan kronis dan subkronis, maupun
untuk memperkirakan dosis awal atau dosis terapi penelitian yang lain (LD50 / ED50).