LAPORAN PENELITIAN
Disusun Oleh
YOGYAKARTA
2018
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL
PENELITIAN
Menyatakan bahwa seluruh hasil Tugas Penelitian ini adalah hasil karya
sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa ada beberapa bagian dari karya
ini
adalah bukan hasil karya sendiri, maka saya siap menanggung resiko dan
konsekuensi apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, Desember 2018
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pengaruh Konsentrasi Limbah Terhadap Penyerapan Logam
Timbal (Pb) Dengan Kulit Petai Sebagai Biosorben
LAPORAN PENELITIAN
Oleh :
Mengetahui
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Penelitian sesuai
rencana dan tepat pada waktunya. Tugas Penelitian ini dilakukan dalam rangka
memenuhi tugas wajib di Program Studi Teknik Kimia Universitas Islam
Indonesia.
Selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah
memberikan bimbingan yang membangun kepada penulis demi tercapainya
penulisan yang baik sehingga laporan ini dapat terselesaikan, maka ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang setia memberikan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan Tugas Penelitian
2. Bapak Dr. Suharno Rusdi selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Universitas Islam Indonesia
3. Ibu Ajeng Yulianti Dwi Lestari,S.T.,M.T. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan petunjuk serta syarat sampai terselesainya
laporan Tugas Penelitian ini.
4. Teman-teman Tim Penelitian Biosorben Kulit Petai yang telah memberikan
dorongan spiritual dan moral.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran
yang membangun untuk melengkapi laporan ini. Akhir kata, penulis berharap
laporan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
3.4.3. Uji Karakteristik .....................................................................................................23
3.4.4. Rancangan Percobaan .............................................................................................23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................................25
4.1. Karakteristik FTIR ..........................................................................................................25
4.1.1. Karakteristik FTIR Kulit Petai Sebelum Adsorpsi .................................................25
4.1.2. Karakteristik FTIR Kulit Petai Sesudah Adsorpsi ..................................................31
4.2. Kapasitas Adsorpsi .........................................................................................................37
4.3. Isoterm Adsorpsi.............................................................................................................39
4.3.1. Kapasitas Adsorpsi Berdasarkan Model Isoterm ....................................................40
4.3.2. Grafik Isoterm Adsorpsi Eksperimen dan Model pada Adsorben B ......................40
4.3.3. Grafik Isoterm Adsorpsi Eksperimen dan Model pada Adsorben C ......................42
4.4. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya ......................................44
BAB V PENUTUP ........................................................................................................................45
5.1. Kesimpulan .....................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................46
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
viii
ABSTRAK
Selama beberapa dekade terakhir, adsorpsi mengambil peranan penting
pada proses pemurnian dan pemisahan pada skala industri. Karbon aktif adalah
salah satu adsorben yang paling banyak digunakan dalam industri. Karbon aktif
secara komersial menjadi adsorben yang paling umum digunakan untuk
menghilangkan polutan organik dan anorganik dari udara dan air sungai.
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah membuat kulit petai
menjadi karbon aktif. Karbon aktif yang dihasilkan kemudian dinilai karakterisasi
fisiknya dengan menggunakan FTIR dan SEM. Aplikasi karbon aktif akan
dikerjakan dengan menggunakan proses adsorpsi batch dengan variasi logam Pb
yang kemudian akan diplotkan dengan menggunakan model isotermal adsorpsi
dan instrumentasi AAS.
1
ABSTARCT
Over the past few decades, adsorption has played an important role in
the process of purification and separation on an industrial scale. Activated
carbon is one of the most widely used adsorbents in the industry. Commercial
activated carbon is the most commonly used adsorbent for removing organic and
inorganic pollutants from air and river water.
Because of the increasing demand for activated carbon, it is considered
necessary to sort new precursors as new activated carbon sources that have
effective production values equivalent to commercially available activated
carbon. In this study, petai skin is planned to be used as a precursor for active
carbon preparation using chemical activation methods. Petai skin is agricultural
waste that has not been used well in the community. So, we aim to utilize unused
petai skin as raw material for making porous activated carbon.
The method carried out in this study is to make the skin become
activated carbon. The activated carbon produced was then assessed for physical
characterization using FTIR and SEM. The activated carbon application will be
carried out using a batch adsorption process with a variation of Pb metal which
will then be plotted using an AAS isothermal adsorption and instrumentation
model.
Key words: activated carbon, petai skin, Pb waste, adsorption
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk dunia yang sangat cepat dan perkembangan
industri yang makin pesat menyebabkan makin banyak bahan buangan yang
bersifat racun yang dibuang ke lingkungan. Bahan – bahan buangan ini yang
nantinya menjadi limbah dan mencemari lingkungan dalam jumlah yang sulit
dikontrol secara tepat. Di Indonesia, sumber pencemar dapat berasal dari
limbah rumah tangga, perusahaan – perusahaan, pertambangan, dan industri
lainnya. Zat – zat pencemar lebih didominasi oleh bahan buangan logam berat
salah satunya adalah timbal (Pb).
Keberadaan timbal di lingkungan umumnya berasal dari polusi
kendaraan bermotor, tambang timah, pabrik plastik, pabrik cat, percetakan,
peleburan timah. Logam Pb diperairan merupakan suatu masalah yang perlu
mendapat perhatian khusus, karena logam berat ini dapat berpengaruh buruk
terhadap seluruh organisme yang ada diperairan dan dapat terakumulasi dalam
rantai makanan.
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu –
batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada
umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam
air. Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam
bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis
senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut
dalam pelarut organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal
tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel.
Karena timbal merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi
(penguraian) dan tidak dapat dihancurkan.
Selama beberapa dekade terakhir, adsorpsi mengambil peranan penting
pada proses pemurnian dan pemisahan pada skala industri. Karbon aktif
adalah salah satu adsorben yang paling banyak digunakan dalam industri.
Karbon aktif adalah karbon yang berstruktur sangat mikro yang memiliki
3
porositas yang tinggi. Karbon aktif secara komersial menjadi adsorben yang
paling umum digunakan untuk menghilangkan polutan organik dan anorganik
dari udara dan air sungai. Semua material yang bernilai ekonomi rendah tetapi
memiliki kandungan karbon tinggi serta kandungan anorganik rendah dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk produksi karbon aktif (Bansal dkk.,
1988). Tingginya kapasitas adsorpsi karbon aktif berkaitan dengan sifat-sifat
seperti luas permukaan, volume pori dan distribusi ukuran pori. Karakteristik
unik tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan dan metode
aktivasinya. Survei literatur menunjukkan bahwa ada banyak upaya untuk
mensintesis karbon aktif dari limbah pertanian seperti batok kelapa (Azevedo
dkk., 2007;. Hu dan Srinivasan, 2001), kayu (Gomez-Serrano dkk., 2005;.
Klijanienko dkk., 2008; Zuo dkk., 2009), tangkai kapas (Deng dkk., 2010),
kulit almond (Bansode dkk., 2003), sekam padi (Fierro dkk., 2010; Guo dan
Rockstraw, 2007), biji kurma (Girgis dan EI-Hendawy, 2002), kulit kacang
(Lua dkk., 2005; Yang dan Lua, 2006), biji zaitun (Stavropoulos dan
Zabaniotou, 2005), batu aprikot (Youssef dkk., 2005), dan tebu gula tebu
(Cronje dkk., 2011; Valix dkk., 2004).
Salah satu alternatif lain dalam pengolahan limbah yang mengandung
logam berat adalah penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben.
Prosesnya kemudian disebut sebagai biosorption. Biosorption menunjukkan
kemampuan biomass untuk mengikat logam berat dari dalam larutan melalui
langkah-langkah metabolisme atau kimia-fisika (Ashraf dkk., 2010), dan
termasuk penghilangan racun dari bahan-bahan yang berbahaya (Igwe dan
Abia, 2006). Proses pengolahan ini dapat dilakukan di tempat, sehingga tidak
diperlukan proses pemindahan limbah. Keuntungan lain dalam pemakaian
biosorben adalah bahan baku yang melimpah, murah, proses pengolahan
limbah yang efisien, minimalisasi lumpur yang terbentuk, serta tidak adanya
nutrisi tambahan dan proses regenerasi (Ashraf dkk., 2010). Oleh karena itu,
penggunaan biosorption dalam pengolahan limbah cair termasuk proses baru
yang terbukti cukup menjanjikan (Prasad dan Abdullah, 2009).
Limbah adalah buangan atua bahan sisa yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan proses produksi (Soenarno,2011). Limbah kulit petai termasuk
4
dalam limbah organic yang berasal dari rumah tangga. Senyawa yang
terkandung di dalam kulit petai antara lainnya adalah senyawa fenol dan
senyawa flavonoid. Keduanya merupakan antioksidan alami yang bisa
menangkal radikal bebas. Senyawa fenol yang miliki gugus fungsi –OH inilah
yang mampu menyerap logam-logam berat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Logam Timbal (Pb)
6
Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui
beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui
kulit. Di dalam tubuh makhluk hidup logam diabsorpsi oleh darah berikatan
dengan protein darah kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ detoksifikasi (hati)
dan ekskresi (ginjal). Akibat yang ditimbulkan oleh toksisitas logam dapat
mengakibatkan kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa
gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolism).
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga
disebut dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah,
mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga biasa digunakan
untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam
yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan
oksidasi +2 (Sunarya, 2007). Timbal merupakan salah satu logam berat yang
sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat
menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya
tidak berubah (Brass & Strauss, 1981). Pb dapat mencemari udara, air, tanah,
tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat
melalui makanan dari tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia seperti padi,
teh dan sayur-sayuran. Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah
maupun sebagai dampak dari aktivitas manusia. Logam ini masuk ke perairan
melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Selain itu, proses
korofikasi dari batuan mineral juga merupakan salahsatu jalur masuknya
sumber Pb ke perairan (Palar, 1994).
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-
51/Menlh/10/1995 menetapkan baku mutu limbah cair untuk industri
pelapisan logam bahwa kadar maksimum logam timbal (Pb) dalam limbah
cair adalah 0,03 mg/L. Dari hasil penelitian kadar logam timbal (Pb) yang
telah dilakukan, industri di Indonesia menghasil limbah cair yang
mengandung kadar logam timbal (Pb) di atas ambang batas. Seperti pada
Sungai Babon Kecamatan Genuk Semarang mengandung logam timbal (Pb)
0,073 mg/L (Putri, Mursid, Nikie, 2016) dan pada Sungai Belawan
7
Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan mengandung logam timbal (Pb)
yang cukup tinggi yaitu 0,241 mg/L (Rahmad, Yunasfi, Dalimunthe,2014)
2.2.Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan
adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau suatu akibat
dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-
molekul gas, uap atau cairan (Oscik, 1982). Sedangkan Alberty dan Daniel
8
(1987) mendefinisikan adsorpsi sebagai fenomena yang terjadi pada
permukaan. Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah
molekul, ion atau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi
menyangkut akumulasi atau pemusatan substansi adsorbat pada adsorben dan
dalam hal ini dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap
disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat. Kebanyakan
adsorben adalah bahan - bahan yang memiliki pori karena berlangsung
terutama pada dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu didalam
adsorben.
1. Sifat-sifat kimia dan fisika dari adsorben (ukuran pori, luas permukaan, dan
komposisi kimia).
2. Sifat-sifat kimia dan fisika dari adsorbat, (ukuran dan molaritas molekul ,
komposisi kimia).
3. pH, tekanan dan temperatur.
4. Konsentrasi adsorben.
5. Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben.
1. Bahan Penyerap
Bahan yang digunakan untuk menyerap mempunyai kemampuan berbeda-
beda, tergantung dari bahan asal dan juga metode aktivasi yang digunakan
2. Ukuran Butir
9
Semakin kecil ukuran butir, maka semakin besar permukaan sehingga dapat
menyerap kontaminan makin banyak. Ukuran partikel yang baik untuk proses
penjerapan antara -100/+200 mesh.
3. Derajat Keasaman (pH Larutan)
Pada pH rendah, ion H akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan
diserap, sehingga efisiensi penyerapan turun. Proses penyerapan akan
berjalan baik bila pH larutan tinggi. Derajat keasaman mempengaruhi
adsorpsi karena pH menentukan tingkat ionisasi larutan, pH yang baik
berkisar antara 8-9. Senyawa asam organik dapat diadsorpsi pada pH rendah
dan sebaliknya basa organik dapat diadsorpsi dengan pH tinggi
4. Waktu Serap
Waktu serap yang lama akan memungkinkan proses difusi dan penempelan
molekul zat terlarut yang terserap berlangsung dengan baik
5. Konsentrasi
Pada konsentrasi larutan rendah, jumlah bahan diserap sedikit, sedang pada
konsentrasi tinggi jumlah bahan yang diserap semakin banyak. Hal ini
disebabkan karena kemungkinan frekuensi tumbukan antara partikel semakin
besar
1. Physisorption (adsorpsi fisika) terjadi karena gaya Van der Walls dimana
ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar
daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut
akan diadsorpsi oleh permukaan media. Adsorpsi ini memiliki gaya Van der
Walls yang kekuatannya relatif kecil.
2. Chemisorption (adsorpsi kimia) terjadi ketika terbetuknya ikatan kimia antara
substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Contoh, Ion
Exchange Adsorbat. Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak
zat teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel
dan jumlah dari adsorben.
Beberapa biomassa yang sangat berpotensi sebagai penyerap logam
berat umumnya berasal dari limbah pertanian. Menurut Sulistyawati, 2008,
tongkol jagung dan kulit petai dapat digunakan sebagai adsorben logam berat
10
Pb(II). Pektin dari kulit buah jeruk dapat dimanfaatkan sebagai adsorben ion
logam tembaga (Ina dkk., 2013). Kulit jengkol dapat digunakan sebagai
penyerap ion logam Cd(II) dan Zn(II) (Isnaini dkk., 2013). Kulit batang bakau
digunakan sebagai penyerap ion Cu(II) dan Ni(II) (Rozaini dkk., 2010). Arang
aktif dari kulit buah coklat (Theobroma cacao l.) berfungsi sebagai adsorben
logam berat Cd(II) dalam pelarut air (Masitoh dan Sianita, 2013). Hasil-hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa limbah pertanian yang mengandung
gugus-gugus fungsional dapat diolah lebih lanjut sebagai adsorben yang dapat
digunakan untuk menyerap logam berat dari perairan.
2.3.Instrumentasi
Untuk mengetahui morfologi senyawa padatan dan komposisi unsur
yang terdapat dalam suatu senyawa dapat digunakan alat Scanning Electron
Microscope (SEM), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Atomic
Absoption Spectroscopy (AAS)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah suatu tipe mikroskop
elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan
menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola scan
raster. Elektron berinteraksi dengan atom-atom yang membuat sampel
menghasilkan sinyal yang memberi informasi mengenai permukaan topografi
sampel, komposisi dan sifat-sifat lainnya seperti konduktivitass listrik.
1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah
melepas elektron misal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan
negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada
molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan
terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan
molekul udara menjadi sangat penting.
12
Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan
spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi
sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar
pengukuran sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara
matematika Fourier Transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan
spekrum yang identik pada spektroskopi inframerah
1. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan
menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800 0C.
2. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga
menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan
diteruskan.
3. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk
membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.
4. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah
cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara
bersesuaian.
13
5. Detektor, Merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat
akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah
termokopel dan balometer.
Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut.
Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan
dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus.
Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin, yaitu cermin diam dan
cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali
menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar,
sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber.
Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai
pada detektor dan berfluktasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua
cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling
melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar
yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang
disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR
dengan bantuan computer berdasarkan operasi matematika. (Tahid, 1994).
Spektrometri atomik adalah metode pengukuran spektrum yang berkaitan
dengan serapan dan emisi atom. Bila suatu molekul mempunyai bentuk
spektra pita, maka suatu atom mempunyai spektra garis. Atom-atom yang
terlibat dalam metode pengukuran spektrometri atomik haruslah atom-atom
bebas yang garis spektranya dapat diamati. Pengamatan garis spektra yang
spesifik ini dapat digunakan untuk analisis unsur baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Absorbsi (serapan) atom adalah suatu proses penyerapan bagian
sinar oleh atom-atom bebas pada panjang gelombang tertentu dari atom itu
sendiri sehingga konsentrasi suatu logam dapat ditentukan. Karena absorbansi
sebanding dengan konsentrasi suatu analit, maka metode ini dapat digunakan
untuk sistem pengukuran atau analisis kuantitatif. Spektrometri Serapan Atom
(SSA) dalam kimia analitik dapat diartikan sebagai suatu teknik untuk
menentukan konsentrasi unsue logam tertentu dalam suatu cuplikan. Teknik
pengukuran ini dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi lebih dari 62
jenis unsur logam. Teknik Spektrometri Serapan Atom (SSA) dikembangkan
14
oleh suatu tim peneliti kimia Australia pada tahun 1950-an, yang dipimpin
oleh Alan Walsh, di CSIRO (Commonwealth Science and Industry Research
Organization) bagian kimia fisik di Melbourne, Australia.
Prinsip Dasar SSA :
1. Cuplikan atau larutan cuplikan dibakar dalam suatu nyala atau dipanaskan
dalam suatu tabung khusus (misal tungku api).
2. Dalam setiap atom tersebut ada sejumlah tingkat energi diskrit yang
ditempati oleh elektron. Tingkat energy biasanay dimulai dengan E0 bila
berada pada keadaan dasar (grouns state level) sampai E1, E2 sampai E3.
2.4.Isoterm Adsorpsi
2.4.1. Langmuir
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi
dengan menggunakan model sederhana berupa padatan yang
mengadsorpsi gas pada permukaannya. Model ini mendefinisikan bahwa
kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal
(monolayer) adsorbat di permukaan adsorben (Handayani, 2009).
15
Perumusan model adsorpsi Langmuir adalah
𝑋𝑚 𝑎. 𝑐
=
𝑚 1 + 𝑏. 𝑐
𝑚𝑐 1 𝑏
= + ( ).𝐶
𝑋𝑚 𝑎 𝑎
Dengan membuat kurva m.c / Xm terhadap C akan diperoleh persamaan
linear dengan intersep 1/a dan kemiringan (b/a), sehingga nilai a dan b
dapat dihitung, dari besar kecilnya nilai a dan b menunjukkan daya
adsorbsi.
2.4.2. Freundlich
Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben
merupakan hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain
penghilangan warna larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu
apung (charcoal) dan proses pemisahan dengan menggunakan teknik
kromatografi. Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan
dijelaskan oleh H. Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat
terlarut per gram adsorben dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam
larutan. Dari konsep tersebut dapat diturunkan persamaan sebagai
berikut:
𝑋𝑚
= 𝑘. 𝐶 1/𝑛
𝑚
𝑋𝑚 1
𝐿𝑜𝑔 ( ) = 𝑙𝑜𝑔𝑘 + . 𝑙𝑜𝑔𝐶
𝑚 𝑛
dimana:
16
terhadap log C akan diperoleh persamaan linear dengan intersep log k dan
kemiringan 1/n, sehingga nilai k dan n dapat dihitung (Handayani, 2009).
2.4.3. Temkin
Isoterm adsorpsi menurut Temkin dapat ditentukan melalui persamaan
berikut
1
𝜃= 𝑙𝑛(𝑘𝑎𝑑𝑠 . 𝐶)
𝑓
𝐶 1
= +𝐶
𝜃 𝐾
1 (−∆𝐺𝑎𝑑𝑠 )
𝐾= 𝑒𝑥𝑝
𝐶𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑡 (𝑅𝑇)
dengan Csolvent adalah konsentrasi molar pelarut, untuk air adalah 55,5
M; R adalah tetapan gas ideal = 8.314 J/mol.K dan T adalah suhu
termodinamik dalam Kelvin (Wahyuningrum, 2007).
2.4.4. Dubinin-Radushkevich
Persamaan Dubinin-Radushkevich adalah persamaan yang
dikembangkan khusus untuk menggambarkan adsorpsi fisik pada karbon
berpori mikro (Cal, 1995). Dalam persamaan ini, parameter n pada
17
persamaan Dubinin-Astakhov ditetapkan memiliki nilai 2 sehingga
persamaan Dubinin-Raduskevich dinyatakan dalam bentuk:
𝐴
𝑊 = 𝑊0 𝑒𝑥𝑝 [− . 𝑛]
𝑏. 𝐸0
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Proses Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap utama, yaitu persiapan penelitian,
penelitian dan tahap analisa. Persiapan penelitian meliputi persiapan bahan
baku dan pengecekan kelengkapan alat eksperimen. Penelitian utama terdiri
atas empat tahap, yaitu tahap preparasi adsorben, tahap karakterisasi, tahap
aplikasi, serta tahap uji. Adsorben dibuat dari kulit petai. Adsorben yang akan
diteliti pada subjek ini adalah: kulit petai murni dan kulit petai yang sudah
dimodifikasi. Keseluruhan dari jenis adsorben ini akan dikarakterisasi dalam
hal morfologinya dengan SEM dan karakterisasi ikatan kimianya dengan
FTIR. Tahap aplikasi adsorben akan digunakan untuk menjerab limbah cair
tekstil berupa, Pb2+ pada berbagai macam konsentrasi dan dianalisis
kemampuan adsorpsinya. Tahap uji dilakukan dengan menguji kandungan
lignin pada adsorben tersebut dan menguji kandungan limbah dengan
menggunakan AAS.
3.3.1. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit petai
yang didapatkan dari pasar masyarakat sekitar Kaliurang yang akan
melalui proses karbonasi terlebih dahulu, Limbah logam berat sintetis
akan memerlukan garam PbSO4
19
Gambar 6. Kulit Petai
3.3.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan kaca,
oven, set alat uji karakteristik yang meliputi FTIR, SEM dan AAS.
Rincian Alat yang Digunakan dalam Penelitian:
- Screening: Memisahkan bahan berukuran 20 mesh dengan bahan
yang oversize.
Gambar 7. Screening
- Kertas Saring: Memisahkan efluen adsorben dari filtrat limbah
20
- Oven: Mengeringkan bahan dan membuat karbon aktif
Gambar 9. Oven
- Peralatan Kaca: Membuat limbah sintetis
21
Gambar 11. FTIR
22
3.4.2. Proses Pembuatan Karbon Aktif
Pembuatan karbon aktif dari kulit petai ini dilakukan dengan
memodifikasi kulit petai. Pertama dilakukan proses delignifikasi basa
dengan cara membuat campuran 1 gram serbuk kulit petai dan 5 gram
larutan NaOH 1%. Campuran tersebut diaduk selama 4 jam pada suhu
50ºC dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Kemudian campuran
difilter dan filtratnya dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan
oven 50ºC sampai kering.
Selanjutnya dilakukan proses delignifikasi asam dengan cara
membuat campuran 1 ram serbuk kulit petai dan 5 gram larutan HCl
1%. Campuran tersebut diaduk selama 4 jam pada suhu 50ºC dengan
kecepatan pengadukan 150 rpm. Kemudian campuran difilter dan
filtratnya dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan oven 50ºC
sampai kering
23
9 B 1 gram PbSO4 400 ppm 30 menit
10 B 1 gram PbSO4 500 ppm 30 menit
11 C 1 gram PbSO4 100 ppm 30 menit
12 C 1 gram PbSO4 200 ppm 30 menit
13 C 1 gram PbSO4 300 ppm 30 menit
14 C 1 gram PbSO4 400 ppm 30 menit
15 C 1 gram PbSO4 500 ppm 30 menit
Keterangan: A = kulit petai murni
B = delignifikasi basa
C = delignifikasi asam
24
BAB IV
Sebelum Adsorpsi
6.00E+01
5.00E+01
% Transmitance
4.00E+01
3.00E+01
2.00E+01
1.00E+01
0.00E+00
0.00E+00 1.00E+03 2.00E+03 3.00E+03 4.00E+03 5.00E+03
Axis Title
25
Dari uji spektroskopi FTIR dengan sampel kulit petai murni didapatkan
spektrum inframerah seperti yang tampak pada gambar 14
50
45
%Transmittance
1539,56
40
419,85
1448,29
1341,64
1228,52
2922,66
1102,63
1615,41
35
1033,08
3399,68
30
Gambar 14. Spektra FT-IR Kulit Petai Murni sebelum Adsorpsi (A)
26
apapun yang berfungsi untuk merubah struktur dari sampel tersebut.
Pada spektrum tersebut terdapat pita dengan panjang gelombang
3398,68 cm-1 yang menunjukan adanya gugus fungsi O-H ditandai
dengan intensitas yang berubah-ubah kadang melebar dengan tipe
senyawa alkohol dengan ikatan hydrogen atau fenol. Selanjutnya,
terdapat pita dengan panjang gelombang 2922,66 cm -1 yang
menunjukan adanya gugus fungsi C-H ditandai dengan intensitas
yang kuat dan tipe senyawa alkana. Kemudian terdapat pita dengan
panjang gelombang 1615,41 cm-1 yang menunjukan adanya gugus
fungsi C=C ditandai dengan intensitas yang berubah-ubah dan tipe
senyawa alkena. Selanjutnya pita dengan panjang gelombang
1539,56 cm-1 yang menunjukan adanya gugus fungsi C=C ditandai
dengan intensitas yang berubah-ubah dan tipe senyawa cincin
aromatic. Kemudian pita dengan panjang gelombang 1448,29 cm -1
dan 1341,64 cm-1 yang menunjukan adanya gugus fungsi C-H
ditandai dengan intensitas yang kuat dan tipe senyawa alkana. Pita
dengan panjang gelombang 1228,52 cm-1 yang menunjukan adanya
gugus fungsi C-N ditandai dengan intensitas yang kuat dan tipe
senyawa amina atau amida. Pita dengan panjang gelombang
1102,63 cm-1 yang menunjukan adanya gugus fungsi C-O ditandai
dengan intensitas yang kuat dan tipe senyawa alkohol/eter/asam
karboksilat/ester. Dan yang terakhir terdapat pita dengan panjang
gelombang 1033,08 cm-1 namun pada pita tersebut tidak terdapat
ikatan gugus fungsi yang terjadi.
27
Mon Aug 13 14:14:28 2018 (GMT+07:00)
54
52
2334,11
50
530,09
1218,28
%Transmittance
48
1395,38
3829,07
1037,48
46
2924,07
44
1625,10
42
40
38
3433,35
36
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumbers (cm-1)
Gambar 15. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Basa (B) sebelum
Adosrpsi
Tabel 3. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Basa (B) sebelum
Diadsorp
Tabel 3. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Basa (B) sebelum Adsorpsi
28
menunjukkan pita dengan panjang gelombang 3829,07 cm-1 tidak
memiliki ikatan gugus fungsi. Selanjutnya, pita dengan panjang
gelombang 3433,35 cm-1 yang memiliki ikatan gugus fungsi O-H
dan ditandai dengan intensitas yang berubah-ubah, terkadang
melebar, dan tipe senyawa alcohol ikatan hydrogen/fenol.
Kemudian, terdapat pita dengan panjang gelombang 2924,07 cm -1
yang memiliki ikatan gugus fungsi C-H dan ditandai dengan
intensitas yang kuat dan tipe senyawa alkana. Pita dengan panjang
gelombang 2334,11 cm-1 tidak memiliki ikatan gugus fungsi. Pita
dengan panjang gelombang 1625,10 cm-1 yang menunjukkan ikatan
gugus fungsi C=C dan ditandai dengan intensitas yang berubah-
ubah dan tipe senyawa alkena. Pita dengan panjang gelombang
1395,38 cm-1 yang memiliki ikatan gugus fungsi C-H dan ditandai
dengan intensitas yang kuat dan tipe senyawa alkana. Pita dengan
panjang gelombang 1218,28 cm-1 yang memiliki gugus fungsi C-N
dan ditandai dengan intensitas yang kuat dan tipe senyawa
amina/amida. Dan yang terakhir, pita dengan panjang gelombang
1037,48 cm-1 dan 530,09 cm-1 yang tidak memiliki gugus fungsi.
29
Mon Aug 13 14:14:49 2018 (GMT+07:00)
52
50
48
617,93
46
%Transmittance
1231,16
1375,55
1446,81
44
1037,05
42
1622,63
40
38
36
34
3421,43
32
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumbers (cm-1)
Gambar 16. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Asam (C) sebelum
Adsorpsi
Tabel 4. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Asam (C) sebelum
Diadsorp
Tabel 4. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Asam (C) sebelum Adsorpsi
31
Wed Oct 03 15:05:51 2018 (GMT+07:00)
74
72
70
608,55
%Transmittance
68
1461,18
1517,51
2333,28
66
1093,53
1631,03
2922,56
64
62
60
58
3438,03
56
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumbers (cm-1)
Gambar 18. Spektra FT-IR Kulit Petai Murni sesudah Diadsorp (A)
32
intensitas yang berubah-ubah terkadang melebar dan tipe senyawa
alkohol ikatan hydrogen/fenol. Selanjutnya, terdapat pita dengan
panjang gelombang 2922,56 cm-1 yang memiliki gugus fungsi C-H
dan ditandai dengan intensitas yang kuat dan tipe senyawa alkane.
Kemudian terdapat pita dengan panjang gelombang 2333,28 cm -1
yang tidak memiliki ikatan gugus fungsi. Lalu, terdapat pita dengan
panjang gelombang 1631,03 cm-1 yang memiliki gugus fungsi C=C
dan ditandai dengan intensitas yang berubah-ubah dan tipe senyawa
alkena. Kemudian, terdapat pita dengan panjang gelombang 1517,51
cm-1 yang memiliki gugus fungsi NO2 dan ditandai dengan intensitas
yang kuat dan tipe senyawa nitro. Selanjutnya terdapat pita dengan
panjang gelombang 1461,18 cm-1 yang memiliki gugus fungsi C-H
dan ditandai dengan intesitas yang kuat dan tipe senyawa alkana.
Lalu terdapat pita dengan panjang gelombang 1093,53 cm-1 yang
memiliki ikatan gugus fungsi C-O dan ditandai dengan intesitas yang
kuat dan tipe senyawa alkohol/eter/ester/asam karboksilat. Dan yang
terakhir, terdapat pida dengan panjang gelombang 608,55 cm -1 yang
tidak memiliki ikatan gugus fungsi.
33
Wed Oct 03 15:07:28 2018 (GMT+07:00)
56
54
52
2363,06
%Transmittance
50
423,28
460,86
1377,55
48
2924,10
1068,10
1624,92
46
44
42
3425,02
40
Gambar 19. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Basa (B) sesudah
Adsorpsi
Tabel 6. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Basa (B) sesudah Adsorpsi
50
%Transmittance
1535,77
558,87
45
1448,20
1372,57
1219,87
2924,77
1619,60
1035,02
40
3423,15
35
Gambar 20. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Asam (C) sesudah
Adsorpsi
35
Tabel 7. Spektra FTIR Kulit Petai Delignifikasi Asam (C) sesudah Adsorpsi
36
ditandai dengan intensitas yang kuat dan tipe senyawa
amina/amida. Dan yang terakhir yaitu pita dengan panjang
gelombang 1035,02 cm-1 dan 558,87 cm-1 yang tidak memiliki
ikatan gugus fungsi.
4.2.Kapasitas Adsorpsi
Tabel 8. Hasil Uji AAS
100.00%
Konsentrasi Limbah vs Kapasitas Adsorpsi (B)
90.00%
80.00%
Kapasitas Adsorpsi (%) (mg/g)
70.00%
60.00%
50.00%
40.00% Series1
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
100 200 300 400 500
Konsentrasi awal (mg/L)
37
80.00%
Konsentrasi Limbah vs Kapasitas Adsorpsi (C)
70.00%
20.00%
10.00%
0.00%
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi Limbah (mg/L)
4.3.Isoterm Adsorpsi
Tabel 9. Parameter Adsorpsi Berdasarkan Hasil Perhitungan
KL qo R2 R2 Kf n R2 R2
B -5.4091 42.0168 0.0645 0.8123 4.6432 5.7339 0.0722 0.9116
C -6.5161 49.5050 0.8429 0.8719 5.1510 8.1900 0.8815 0.9221
Temkin Dubinin
Percobaan Percobaan
At B R2 Kad qs R2
B 1.0462 43.7280 0.0722 0.9593 0.4015 34.3053 0.0572 0.9116
C 2.6846 27.4910 0.8815 0.8922 0.2812 43.5670 0.8148 0.9221
limbah timbal (Pb) pada biosorben kulit petai mengikuti persamaan yang
39
yaitu sebesar 0.0722. Sementara pada adsorben delignifikasi asam (C)
menunjukkan bahwa persamaan isotermis Freundlich dan Temkin
memiliki nilai yang paling mendekati 1 yaitu sebesar 0,8815.
Qe model
Adsorben Ce data Qe exp
Langmuir Freundlich Temkin Dubinin
65.2920 2.1478 42.1361 71.1069 184.7100 32.3916
44.6730 3.9519 42.1914 66.5530 168.1152 30.3723
B 44.6730 7.3024 42.1914 66.5530 168.1152 30.3723
63.5740 9.6650 42.1393 70.7770 183.5440 32.2907
46.3920 10.2234 42.1849 66.9927 169.7663 30.6397
46.3920 52.4055 49.6693 69.6102 132.6345 40.2518
48.1100 77.3195 49.6634 69.9199 133.6341 40.4736
C 111.6840 112.5430 49.5731 77.4925 156.7866 42.9687
140.8930 154.6395 49.5589 79.7222 163.1735 43.1894
140.8930 151.2025 49.5547 80.5236 165.4256 43.2461
Adsorben B
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3 y = -3E-06x + 0.0237
1/Qe
0.25
R² = 0.0645 experiment
0.2
0.15 langmuir
0.1 y = -0.0885x + 0.4769
0.05 R² = 0.8123 Linear (experiment)
0
Linear (langmuir)
1/Ce
40
Adsorben B
2
1.8 y = -0.0025x + 1.8423
1.6 R² = 0.0722
1.4
1.2
Log Qe y = 0.1744x + 0.2343 experiment
1 R² = 0.9116 freundlich
0.8
Linear (experiment)
0.6
0.4 Linear (freundlich)
0.2
0
Log Ce
200
Adsorben B
y = -1.4459x + 179.19
R² = 0.0722
180
160
140
120
experiment
Qe
100
80 temkinl
60 Linear (temkinl)
40
20
0
y = 2.1864x + 0.0988
Ln=Ce
R² 0.9593
41
4
Adsorben B
3.5 y = -0.005x + 3.4554
R² = 0.0572
3
y = 0.4015x + 0.5396
2.5 experiment
R² = 0.9116
Ln Qe
2
dubinin
1.5
Linear (experiment)
1
0.5 Linear (dubinin)
Ԑ^2
0.450000
Adsorben C
0.400000
0.350000
0.300000
experiment
0.250000
1/Qe
Langmuir
0.200000
Linear (experiment)
0.150000
y = -0.0628x + 0.4043 Linear (Langmuir)
0.100000
R² = 0.8719
0.050000 y = 1E-05x + 0.0201
R² = 0.8429
0.000000
1/Ce
42
2.5
Adsorben C
2 y = 0.0183x + 1.8218
R² = 0.8815
1.5
Log Qe experiment
Freundlich
1 y = 0.1221x + 0.3381
R² = 0.9221 Linear (experiment)
0.5 Linear (Freundlich)
Log Ce
180
Adsorben C
160 y = 9.5122x + 121.79
R² = 0.8815
140
120
100 experiment
Qe
80 Temkin
60
Linear (experiment)
40
Linear (experiment)
20
0 y = 1.3746xLinear (Temkin)
+ 1.3574
R² = 0.9352
Ln Ce
43
Adsorben C
4
3.5
y = 0.0208x + 3.6752
3
R² = 0.8148
2.5 y = 0.2812x + 0.7786
Ln Qe
2 R² = 0.9221
1.5 experiment
1 Dubinin
0.5
0 Linear (experiment)
Linear (Dubinin)
Ԑ^2
44
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
1. Kulit petai yang sudah dimodifikasi delignifikasi asam dan
delignifikasi basa dapat digunakan untuk penyerapan logam timbal
(Pb).
2. Kulit petai yang dimodifikasi basa mampu menyerap lebih banyak
logam timbal (Pb) daripada kulit petai yang dimodifikasi asam.
3. Berdasarkan hasil uji AAS adsorben B paling optimum menyerap
logam timbal (Pb) pada konsentrasi 500 ppm dengan kapasitas
adsorpsi sebesar 90,72%. Sementara adsorben C paling optimum
menyerap logam timbal (Pb) pada konsentrasi 200 ppm dengan
kapasitas adsorpsi 75,95%.
4. Hasil perbanding nilai R2 menunjukkan bahwa persamaan isotherm
Freundlich dan Temkin memiliki nilai R2 mendekati 1 pada adsorben B
dan C dengan masing-masing nilainya yaitu 0,0722 dan 0,8815.
5. Model isoterm yang tepat untuk menggambarkan proses adsorpsi
logam Pb secara berurutan adalah model Freundlich, Temkin,
Langmuir dan Dubinin seperti yang ditunjukkan pada tabel 9
6. Berdasarkan hasil perhitungan, kapasitas adsorpsi (qe) model Temkin
lebih besar daripada Freundlich, Langmuir dan Dubinin seperti yang
ditunjukkan pada tabel 10
45
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadpour, A., DD Do. (1996). The preparation of activated carbons from
coal by chemical and physical activation. Carbon, 34, 471-479.
Nurhasni,dkk. 2014. Sekam Padi untuk Menyerap Ion Logam Tembaga dan
Timbal dalam Air Limbah : Jurnal : Valensi Volume 4 Nomor 1, Mei 2014.
Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
47
Valix, M., WH Cheung, G McKay. 2004. Preparation of activated carbon
using low temperature carbonization and physical activation of high
ash raw baggasse for acid dye adsorption. Chemosphere, 56, 493-501.
48