Rechecked by Untung
TITRASI
Merah = dapus tidak jelas atau tidak ditemukan
Biru = penting
Highlight biru= penting diingat
Highlight kuning= masih bingung
Analisis volumetri merupakan suatu metode yang didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan pereaksi
yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan. Salah satu jenis analisis volumetrik
adalah titrasi (H.J. Roth, 145). ((ku ga nemu ebooknya)
Metode titrimetri merupakan metode analisis yang didasarkan pada volume reagen yang bereaksi secara
stoikiometri dengan analitnya. Metode titrimetric dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe reaksi, yaitu titrasi asam
basa, titrasi kompleksometri, titrasi redoks, dan titrasi pengendapan (Modern Analytical Chemistry,273)
I. PRINSIP
Dalam analisis titirimetri, analit akan bereaksi dengan larutan reagen yang telah diketahui konsentrasinya
sebelumnya. Jumlah reagen yang dibutuhkan untuk bereaksi sepenuhnya dengan sampel digunakan untuk
menghitung jumlah sampel. (Pharmaceutical analysis, 49)
Dalam analisis volumetri, zat yang akan dianalisis dibuat dalam bentuk larutan kemudian dititrasi dengan larutan
baku (titran) yang kadarnya telah diketahui. Penambahan titran dilakukan sampai jumlah titran bereaksi sempurna
dengan analit (titik akhir titrasi) yang ditandai dengan perubahan fisik indikator.
dari basa yang sangat lemah dapat dititrasi dengan basa standar (ALKALIMETRI). Basa bebas dan garam dari
asam yang sangat lemah dapat dititrasi dengan asam standar (ASIDIMETRI).
H+ + OH- H2O
H+ + A- HA
B+ + OH- BOH (Kimia Farmasi Analisis, hal 136-144)
2. TITRASI PRESIPITASI (PENGENDAPAN) didasarkan pada terbentuknya endapan yang sukar larut.
Ag+ + Cl- AgCl
3 Zn++ +2 K4Fe(CN)6 K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+
Metode dengan pembentukan lapisan endapan ini biasanya disebut proses presipitasi. Salah satu reagen
yang umum adalah perak nitrat(AgNO3). Analisis volumetrik menggunakan reagen ini sering disebut
ARGENTIMETRI (ARGENTOMETRI). (Kimia Farmasi Analisis, hal 146)
3. TITRASI REDOKS (REDUKSI OKSIDASI) didasarkan pada perpindahan elektron atau perubahan bilangan
oksidasi, reaksi oksidasi-reduksi yang berlangsung secara kuantitatif. Titik akhir reaksi dapat ditentukan
secara potensiometri atau kolorimetri.
Oksidator yang terkenal dan sering digunakan antara lain kalium permanganat, ferri sulfat, kalium dikromat,
iodin, kalium iodat, kalium bromat, dan bromin. Reduktor yang sering digunakan antara lain natrium
tiosulfat (untuk titrasi iodin), ferro sulfat, arsenik trioksida, titan klorida, dan krom klorida. (Kimia Farmasi
Analisis, hal 153) (ga nemu ebook ini)
Pengelompokan ini berdasarkan sifat dari senyawa yang akan ditentukan kadarnya. Sifat zat bisa
pengoksidasi atau pereduksi, bisa asam atau basa, bisa membentuk kompleks atau tidak, bisa mengendap atau
tidak. Misalkan senyawa yang akan ditentukan konsentrasinya bersifat asam lemah, maka digunakan titrasi
asam basa dengan peniter/titran berupa basa kuat (NaOH) kemudian ditentukan titik dimana kedua zat
tersebut bereaksi secara sempurna dengan menggunakan indikator yang berubah warna pada perubahan pH.
B. BERDASARKAN METODE PENGERJAAN/TEKNIK, titrasi dibagi menjadi (Bahan kuliah AFO, 2004:10-
12)(Beckett, vol.1):
1. TITRASI LANGSUNG melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan.
Titrasi langsung untuk asam lemah. pH larutan ekivalen adalah di atas 7, indikator yang seringkali digunakan
adalah fenolftalein (Beckett,135) karena perubahan pH fenolftalein antara 8-9,6.
Titrasi langsung untuk basa lemah. pH larutan ekivalen adalah di bawah 7, indikator yang seringkali
digunakan adalah metil merah (Beckett,143) karena perubahan pH metilmerah antara 4,2-6,2.
2. TITRASI LANGSUNG DENGAN BLANKO Pada titrasi ini sejumlah titran diperlukan untuk mengukur jumlah
pengotor yang ada dalam pelarut sampel atau indikator sehingga volume titran untuk analit adalah volume
total dikurangi volume blangko.
3. TITRASI KEMBALI/ TIDAK LANGSUNG (Beckett,144): dilakukan dengan penambahan titran dalam jumlah
berlebih kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Kesalahan menjadi lebih besar dan memakan
waktu yang lebih lama.
Cara ini umumnya digunakan untuk (Beckett, 144-145):
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
Diagram titrasi :
Larutan baku primer adalah larutan yang dapat diperoleh dalam keadaan murni dan dapat dimurnikan, bersifat
stabil,bereaksi cepat, tidak higroskopis dan mudah diperoleh. (Modul KFA, 9)
Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan penentuan oleh baku primer
dengan cara mereaksikan (titrasi) dengan baku primer, dimana larutan ini mengandung ekivalen tertentu dengan
reagen perliter (konsentrasi : N/L), umumnya mudah terurai dan tidak stabil. (Modul KFA, 9)
Prinsip titrasi:
Sejumlah larutan baku ditambahkan dari buret pada larutan uji sampai sejumlah yang ekivalen dengan zat yang
diuji. Titik ekivalen ini disebut juga titik akhir teoritis (TEP ‘Theoretical End Point’). Untuk menunjukkan titik akhir
ini digunakan indikator yang ditambahkan dari luar atau dari dalam ke dalam sistem titrasi. Bila reaksi visual titrasi
telah sempurna, indikator akan bereaksi dan memberikan perubahan visual (perubahan warna maupun
kekeruhan) pada larutan yang dititrasi. Titik di mana terjadi perubahan warna ini disebut titik akhir titrasi (EPT
‘End Point of Titration’). EPT tidak harus selalu sama dengan TEP. Yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
indikator sehingga perbedaan TEP dan EPT sekecil mungkin. Selain penggunaan indikator, penunjukkan EPT dapat
dilakukan secara elektrokimia.
Yang juga memegang peranan penting dalam analisis volumetrik adalah amilum sebagai indikator pada iodometri
dan indikator adsorpsi pada pengendapan (H.J. Roth, 176). Bila sifat dari indikator dan sistem yang dititrasi
diketahui, kita dapat menghitung perbedaan TEP dan EPT yang dinyatakan dalam % zat yang diuji. Perbedaan ini
disebut dengan kesalahan titrasi dan membutuhkan koreksi blanko-indikator (KBI) untuk mengoreksi jumlah
volume titran untuk EPT dibandingkan dengan volume titran yang dibutuhkan untuk TEP. KBI ini hanya dapat
digunakan jika perbedaan antara TEP dan EPT relatif kecil, dan tergantung dari jenis kesalahan titrasi yang terjadi
maka hasil KBI ini dapat ditambahkan atau dikurangkan pada volume titran untuk EPT (Analitycal Chemistry).
V. INDIKATOR
Indikator adalah senyawa yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi, dengan merubah warna larutan pada
kelebihan peniter. Di samping indikator, secara prinsip dapat digunakan penunjuk titik akhir titrasi secara
elektrokimia. Terdapat 4 golongan indikator :
1.Indikator asam-basa
- Kekuatan asam basa dari indikator harus lebih kecil dari kekuatan asam atau basa yang akan ditentukan
maupun digunakan sebagai peniter
- Klasifikasi indikator asam-basa terdapat 3 golongan :indikator ftalein dan indikator sulfaftalein, indikator
azo, indikator trifenilmetan
2. Indikator redoks
3. Indikator logam
4. Indikator adsorpsi ( Modul AFA, 13).
Pada umumnya, sejumlah indikator ditambahkan ke dalam sistem yang akan dititrasi, kemudian diamati
perubahan warna larutan. Indikator ini disebut dengan indikator internal (dalam). Pada beberapa kasus, interaksi
indikator dan sistem yang dititrasi terjadi sebelum titik akhir dicapai. Akibatnya, titik akhir dicapai lebih awal,
misalnya titrasi fosfat dengan uranil asetat dengan indikator kalium ferrosianida. Uranil ferrosianida yang
berwarna coklat kemerahan sangat sedikit larut sehingga kalium ferrosianida bereaksi dengan ion uranil sebelum
titik akhir dicapai. Hasil yang baik diperoleh hanya bila sejumlah kecil cairan supernatan ataupun filtrat diuji pada
pelat tetes atau secarik kertas saring dengan menggunakan kalium ferrosianida sebagai indikator eksternal (luar).
Yang lebih umum adalah indikator eksternal pada titrasi dengan menggunakan I2 sebagai peniter atau hasil antara
seperti pada titrasi iodometri atau iodimetri. Hasil reaksi antara peniter dengan titrat diteteskan pada kertas saring
baru kemudian ditambahkan larutan kanji (indikator) di kertas saring (penambahannya dilakukan di luar
erlenmeyer). Bila memungkinkan, penggunaan indikator internal lebih diutamakan daripada indikator eksternal.
Indikator eksternal merupakan indikator yang ditambahkan pada sistem menjelang TEP (titik ekivalen) atau
digunakan di luar sistem (misal pada pelat tetes), umumnya karena cenderung tidak stabil atau bisa juga karena
alasan lain (misal bereaksi dengan peniter sebelum TE seperti contoh diatas).
VI. PENJELASAN
A. TITRASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI (NETRALISASI)
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
Gambar : efek konsentrasi pada kurva titrasi dan indicator untuk asam kuat (HCl) dan basa kuat (NaOH). 100 cm 3
HCl dititrasi dengan NaOH yang molaritasya sama.
Sumber: Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th Ed, FW Fifield, hal.197
c. Titrasi basa lemah (pKb 6) dengan asam kuat (Beckett, 116, 143-144).
menghasilkan garam yang terhidrolisis.
pH pada titik ekivalen 3 - 7 untuk Kb > 10-5 sedangkan untuk basa yang lebih lemah yaitu Kb > 10 -6 titik
ekivalen pada 3 - 5. (Vogel, 280)
Contoh: penentuan aminofilin, salep merkuri ammonia, piridin
Basa lemah (Kb > 5 x 10-6) (Vogel, 274)
Indikator yang digunakan adalah biru bromofenol atau metil orange. Sedangkan indikator hijau
bromokresol dan metil merah tidak menunjukkan perubahan warna yang sangat drastis sehingga akan
menimbulkan error yang besar (Vogel, 275)
Titik ekivalen dapat dihitung melalui rumus (Vogel, 280)
1 1 1
pH = 𝑝𝐾𝑤 − 𝑝𝐾𝑏 + 𝑝𝐶
2 2 2
3. INDIKATOR YANG BIASA DIGUNAKAN DALAM ASIDI- ALKALIMETRI (FI V, hlm 1745-1747)
Warna
Indikator Trayek pH
Asam Basa
Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning
Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru
Jingga metil 3,2 – 4,4 Merah muda Kuning
4. LARUTAN BAKU
Baku primer digunakan sebagai standarisasi/pembakuan. Baku primer sudah diketahui konsentrasinya. Sebelum
menentukan konsentrasi analit, peniter dibakukan dengan baku primer agar konsentrasi peniter diketahui dengan
cermat (bahan kuliah AFO, 6-7)
Larutan baku asam biasanya dibakukan terhadap Na 2CO3, Na tetraboraks atau tris (hidroksi metil) amino metan.
Larutan baku basa dibakukan terhadap kalium biftalat atau asam benzoat. Larutan baku asam yang sering
digunakan dalam asidi alkalimetri umumnya dibuat dari HCldan H2SO4 . HCl dipilih untuk senyawa yang
memberikan endapan dg H2SO4 seperti Ba(OH)2. H2SO4dipilih untuk titrasi dengan pemanasan karena kemungkinan
terjadi penguapan pada pemanasan dengan HCl yang dapat menimbulkan bahaya.
Larutan baku alkali yang sering digunakan NaOH, KOH, dan Ba(OH)2. Larutan ini mudah menyerap CO 2 dari udara
membentuk karbonat sehingga konsentrasinya dapat berubah dengan cepat.
CO2 + H2O H2CO3
H2CO3 + 2OH- CO32- + 2H2O
Karena itu, larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan penyimpanannya dilengkapi dengan ’soda lime tube’. Air
yang digunakan untuk pembuatan larutan basa atau untuk melarutkan sampel asam harus dididihkan dan
didinginkan dalam hampa udara. Larutan basa harus diproteksi terhadap gas CO 2 dari udara. Selama titrasi
berlangsung, gas CO2 dapat terabsorpsi ke dalam larutan yang menyebabkan pH larutan menurun. Larutan dapat
dititrasi pada titik didihnya atau aliri gas N2 untuk mengusir CO2 dari permukaan dan dalam larutan. Semua larutan
baku alkali harus sering dibakukan ulang.
Kebanyakan amin alifatik dan sedikit amin aromatik dapat dititrasi dengan asam kuat dalam lingkungan air.
Sedangkan senyawa amida tidak dapat dititrasi, karena bersifat amfoter (N +). Beberapa asam dan basa cukup kuat
untuk dititrasi tetapi tidak cukup larut dalam air. Pelarut hidroalkohol dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutannya sehingga titrasi dapat berlangsung dengan baik dan memuaskan. Cara lain untuk mengatasi
ketidaklarutan sampel adalah dengan cara titrasi kembali. Beberapa alkaloida dapat dititrasi dengan cara ini.
Kadang-kadang produk titrasi berupa endapan yang tidak larut. Hal ini dapat menganggu pengamatan perubahan
warna indikator pada penentuan titik akhir titrasi. Titrasi dua fase dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini dengan
menggunakan pelarut yang tidak campur seperti kloroform atau eter yang ditambahkan pada sistem. Dengan
pengocokan kuat produk titrasi tidak larut air akan pindah ke lapisan organik (modul AFO).
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
5. INDIKATOR ASAM-BASA
Indikator yang digunakan baik pada asidimetri maupun alkalimetri adalah asam organik lemah (indikator asam)
atau basa organik lemah (indikator basa), dimana bentuk yang terdisosiasinya mempunyai warna yang berbeda
dengan bentuk yang tidak terdisosiasi. Kekuatan asam/basa dari indikator ini harus lebih kecil dari kekuatan
senyawa yang hendak ditentukan dan larutan pengukur yang digunakan. Perubahan warna tersebut terjadi akibat
adanya reaksi disosiasi dan konstitusi [terjadi akibat tautomeri/valensiometri] (H.J. Roth, 176-177). Pemilihan
indikator asam-basa didasarkan pada besarnya persentase rentang kesalahan yang dapat diperoleh dari kurva
titrasi. Jika rentang kesalahan yang diperoleh masih kecil, maka indikator tersebut dapat digunakan. Bila indikator
dilambangkan HI, maka berdasarkan definisi di atas persamaannya adalah:
HI H+ + I-
Bentuk tidak Bentuk terdisosiasi,
terdisosiasi,asam basa
[H + ][I − ]
KI =
[HI]
-log KI = pKI : konstanta indikator
KI : konstanta ionisasi indikator
pH = pKI – (log [HIn]/[In-])
Warna indikator asam dapat diketahui dengan membandingkan konsentrasi dua bentuk yang berbeda, yaitu HI
dan I-, sesuai dengan persamaan:
6. INDIKATOR CAMPURAN
Pada kasus tertentu kita dapat menggunakan campuran dua indikator dengan pewarna tertentu yang tepat untuk
menghasilkan perubahan warna yang lebih jelas pada pH tertentu sehingga menjadi pilihan bila dengan indikator
yang umum perubahan warna tidak jelas. Contoh campuran indikator:
- Bromkresol hijau (0,1%) + metil merah (0,1%) (3:1), berubah di pH 5,1, warna asam: merah, basa: hijau
- Merah kresol (0,1%) + timol biru (0,1%) (1:3), warna asam: kuning, basa: violet, pH 8,2 – 8,4: pink.
Pemilihan indikator campuran ini berdasarkan kemiripan rentang pH (rentang pH berdekatan) dan perubahan
warna di daerah asam/basa yang berbeda satu sama lain antar indikator
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
7. KAPASITAS PENETRALAN
Fungsi antasid adalah menetralkan HCl yang disekresi oleh sel pariteal. Secara kuantitatif antasid dibandingkan
berdasarkan KPA-nya. KPA adalah jumlah HCl 1 N (dalam mEq) yang dapat dinetralkan oleh antasida sehingga
mencapai pH 3,5 dalam waktu 15 menit.
Reaksi:
Al(OH)3 + 3 HCl AlCl3 + 3 H2O (reaksi pelan)
Mg(OH)3 + 2 HCl MgCl2 + 2 H2O (reaksi pelan/sedang)
CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + H2O + CO2 (reaksi cepat)
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2 (reaksi cepat)
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
B. TITRASI PENGENDAPAN
Titrasi pengendapan adalah titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut.
reaksi pengendapan cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran. Titik akhir titrasi akan
tercapai bila semua bagian peniter sudah membentuk endapan, dalam hal ini diperlukan indikator untuk
mengetahui titik akhir titrasi.
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang
membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode Argentometri disebut juga
dengan metode pengendapan karena memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan.
Yang banyak digunakan dalam analisis kuantitatif adalah reaksi pengendapan ion halogenida,ion pseudohalogen
dan ion lainnya oleh ion perak dan ion raksa. Oleh karena itu titrasi pengendapan lebih dikenal sebagai titrasi
argentometri dan merkurimetri. Pada umumnya digunakan indikator dengan sifat mengendap dengan
penambahan kelebihan peniter. (Modul KFA,17) (Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th Ed, FW Fifield,
hal.216)
Titrasi yang umum digunakan adalah titrasi argentometri cara Mohr, Prinsipnya adalah titrasi ion halogen (Cl -, Br-,
atau I-) dalam suasana netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-. Pada permulaan titrasi akan terjadi
endapan perak klorida (AgCl) dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan
bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
Pada titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr terbatas untuk larutan
dengan nilai pH netral antara 6,5-9 karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap dan
dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang. (Principles and Practice of Analytical
Chemistry 5th Ed, FW Fifield, hal.216)
4. TITRASI ARGENTOMETRI
Merupakan salah satu bagian dari titrasi presipitimetri (pengendapan) menggunakan Peniter Larutan Ag + biasanya
dalam bentuk AgNO3
Tulis salah satu metode berikut sesuai zat aktif anda:
a. Cara Liebeg (Beckett, 191)
TAT ditentukan dengan terjadinya kekeruhan.
Prinsip : Penentuan ion CN- dengan pembentukkan kompleks AgCN yang sangat stabil
Reaksi
- (Larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih dapat
larut, reaksi sbb : 2 CN- + Ag+ Ag(CN)2-
- jika reaksi telah sempurna, penambahan perak nitrat akan menghasilkan endapan AgCN. Reaksi :
Ag(CN)2- + Ag berlebih 2 AgCN (TAT Kekeruhan tetap)
Hasil memuaskan jika pemberian pereaksi mendekati titik akhir dillakukan perlahan-lahan. Dan tidak
dapat dilakukan pada larutan Aminoalkalis.
b. Cara Deniges (memperbaiki cara Liebig)
Prinsip : Modifikasi dengan menambahkan Kalium Iodida 0,01 M sebagai indikator dan amonia 0,2 M untuk
melarutkan perak sianida.
Ag Ag(CN)2 + NH3 2 Ag(NH3)2+ + 2CN-
Terbentuknya kekeruhan dari perak iodida digunakan sebagai penunjuk titik akhir.
Ag(NH3)2+ + I- AgI + 2 NH3
Selama titrasi perak iodida tetap larut karena adanya kelebihan ion sianida, sampai titik ekivalen tercapai.
AgI + 2 CN- Ag (CN)2- + I-
c. Cara Gay Lussac
Prinsip : dilakukan titrasi ion Cl- dengan Ag+ sehingga terbentuk endapan AgCl. Titik akhir ditentukan dengan
membandingkan kekeruhan baku (dimana Cl- = Ag+) dengan kekeruhan sampel.
Reaksi : Cl- + Ag+ AgCl
d. Cara Mohr
Prinsip : prinsipnya adalah titrasi ion halogen (Cl-, Br-, atau I-) dalam suasana netral dengan AgNO3
menggunakan indikator K2CrO42-. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan
setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat
dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
Reaksi :
Cl- + Ag+ AgCl putih SAgCl = 1,56 x 10-10
CrO42- + Ag+ Ag2CrO4 merah SAg2CrO4 = 9 X 10-12
Pada titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr terbatas untuk
larutan dengan nilai pH netral antara 6,5-9 karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan
mengendap dan dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang.
Cara untuk membuat larutan Netral :
- dari larutan Asam (+) CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan.
- dari larutan Alkalis (+) Asam asetat kemudian di(+) sedikit demi sedikit berlebihan CaCO 3.
Cara pengerjaan (modul AFA) :
- Untuk pembuatan NaCl (baku primer) dan AgNO3 (baku sekunder) : kedua zat dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 250-300oC selama 2 jam kemudian didinginkan dalam eksikator.
- 5 mL larutan NaCl 0,05 N + 0,5 mL K2CrO4 5%
- Titrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M sampai coklat merah (Ag-kromat).
KERUGIAN metode Mohr :
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
- Bromida dan Klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodida dan
tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak iodida atau perak
tiosianat mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang tidak akurat.
- Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap.
- TAT kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
- Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga
pengocokan yang kuat mendekati TAT diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak.
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum dan sejumlah
kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat TAT dan warna putih kuning dari endapan
perak iodida (AgI) akan muncul.
e. Cara Volhard
Prinsip : dilakukan Titrasi ion Ag+ dengan CNS- menggunakan indikator Fe3+ (harus dalam suasana asam).
Reaksi : Ag+ + CNS- AgCNS
CNS- berlebih + Fe3+ Fe(CNS)3 (merah muda)
Dilakukan penentuan kadar ion halogen (Cl-, Br-, atau I- ) menggunakan metode titrasi balik. Larutan ion
halogen ditambahkan AgNO3 berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KCNS menggunakan indikator
Fe3+ (dalam suasana asam).
Reaksi :
X + AgNO3 AgX
Ag berlebih + CNS- Ag(CNS)
CNS- berlebih + Fe3+ Fe(CNS)2 (merah muda)
Syarat metode Volhard (Vogel, hal. 345)
- pH larutan harus dibawah 3 diasamkan larutan baku Kalium/ Amonium tiosianat. ( Pharmaceutical
analytical chemistry,354)
- Perak klorida disaring sebelum titrasi kembali. Suspensi ini harus dididihkan beberapa menit supaya
terjadi koagulasi perak klorida dan melepaskan ion perak yang diadsorbsi oleh permukaan perak
klorida. Filtrat yang telah dingin kemudian dititrasi.
- Setelah penambahan larutan baku perak nitrat , ditambah kalium nitrat sebagai koagulan, suspensi
didihkan selama 3 menit. Terjadi desorbsi dan pada pendinginan desorbsi dicegah oleh kalium nitrat.
- Ditambah cairan yang tidak bercampur dengan air untuk melapisi perak klorida, sehingga mencegah
interaksi dengan tioasianat. Yang paling baik adalah nitrobenzena (1 mL nitrobenzena untuk setiap
50 mg klorida).
- Untuk hasil yang teliti titrasi dikocok kuat-kuat supaya ion ion perak yang diadsorbsi oleh endapan
perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat.
- besi (III) tidak boleh ditambahkan sebelum iodida diendapkan semua oleh perak nitrat.
g. Cara Budde
Prinsip : dilakukan untuk menentukan kadar asam barbiturat bebas atau tersubstitusi pada posisi 5,5.
Barbiturat dititrasi oleh AgNO3 dalam larutan yang mengandung alkali-karbonat sampai terjadi
kekeruhan. Mula-mula terbentuk polimer kompleks barbiturat-perak yang larut (perbandingan 1:1).
Pada titik akhir titrasi, kelebihan Ag membentuk Barbiturat-perak yang sukar larut (perbandingan 1:2).
(H.J.Roth, 255)
Reaksi:
Ag+ + Barbiturat Ag-Barbiturat (1:1) larut
Ag+ berlebih Ag-Barbiturat (1:2) tidak larut
Pembuatan Larutan Baku & Pembakuannya
Larutan Baku Perak Nitrat
- Pembuatan larutan baku perak nitrat 0,1 N
Prosedur : keringkan serbuk perak nitrat pada 1200C selama 2 jam, dinginkan dalam eksikator.
Timbang 16,989 g serbuk tersebut dan larutkan dalam air secukupnya sampai 1 L dalam labu takar.
Larutan perak nitrat harus terlindung dari cahaya (botol coklat).
- Pembakuan Larutan perak nitrat 0,1 N
Prosedur : Tinbang dengan sekasama ± 2,9 g NaCl murni larutkan dalam air secukupnya dalam labu
takar 500 mL. Pipet 25,0 mL masukkan dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambah 1 mL larutan
indikator kalium kromat(pipet 1 mL). Dari buret tambahkan larutan perak nitrat perlahan, goyangkan
cairan sampai terbentuk warna merah yang stabil.
2-
M 3+ + ( H2 Y ) -
MY + 2H+
2-
M 4+ + ( H2 Y ) MY + 2H+
2-
M n+ + ( H2 Y ) ( M Y )n - 4 + 2H+
Tampak dari persamaan [4] bahwa disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan. Menurunkan pH akan
menurunkan kestabilan kompleks logam EDTA. Pada umumnya kompleks EDTA dengan ion logam divalen stabil
pada larutan basa sedikit asam (pH:4-6;8-10), sedangkan kompleks ion logam tri dan tetravalen stabil pada pH
yang lebih rendah (pH:1-3).
Keberhasilan titrasi bergantung dari tetapan kesetimbangan untuk pembentukan kompleks harus cukup besar
sehingga pada titik akhir hampir 100% analit sudah membentuk kompleks. Pembentukan akhir dari kompleks
harus berlangsung cepat. Jika reaksi analisis berjalan lambat, perlu dilakukan titrasi kembali. (FI V, hal.1482)
Indikator kompleksometri berperan dalam pembentukan kompleks. Reaksi antara ion logam dan indikator
harus cepat dan reversible. Tetapan kesetimbangan dari kompleks logam-indikator harus cukup besar untuk
menghasilkan perubahan warna tajam tetapi harus lebih kecil dari tetapan kesetimbangan kompleks logam-
titran. Ion pengganggu dapat ditutup (masking) atau dilapis dengan penambahan senyawa pembentuk
kompleks lain. (FI V, hal.1482) (file FI V q corrupt, jd gabisa buka)
2. PENETAPAN T.A.T :
Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator logam. Indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara ion logam dan indikator harus lebih
lemah daripada ikatan kompleks antara peniter dan ion logam. Larutan indikator bebas memiliki warna yang
berbeda dengan larutan kompleks indikator. (Modul KFA 21, pharmaceutical analysis, 59, kurang lebih sama)
Reaksi:
M-Ind (warna B) + EDTA M-EDTA + Ind (warna A)
Indikator yang sering digunakan adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam eriokrom, dan jingga xilenol.
a. Untuk logam yang dengan cepat dapat membentuk senyawa kompleks titrasi langsung.
b. Untuk logam yang dengan lambat membentuk senyawa kompleks titrasi kembali.
(FI III hal 824)
Contoh titrasi beberapa logam: Alumunium, Bismut, Kalsium, Magnesium, Seng, Timbal
PEMBAKUAN
Peniter Dibakukan Indikator Titik akhir
dengan
Dinatrium edetat CaCO3 Biru hidroksi Warna biru pekat
naftol
ZnSO4 Eriokrom hitam T Warna merah jadi biru
Larutan Pb(NO3)2 Dinatrium edetat Eriokrom hitam T Warna merah jadi biru
Larutan Raksa (II) Dinatrium edetat Eriokrom hitam T Warna merah jadi biru
asetat
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
(Vogel, 367)
b. Self-indicating reagents -> contohnya adalah kalium permanganat yang memberikan warna yang
spesifik. Metode ini memiliki kekurangan yaitu adanya kelebihan agen pengoksidasi pada akhir titrasi.
Sehingga, untuk memperkecil error, dapat dilakukan standardisasi atau penggunaan indikator blanko.
(Vogel hal 367)
APT ITB AGUSTUS 2017
Rechecked by Untung
c. metode potensiometri -> dapat digunakan untuk larutan yang sangat encer, ketidak tersediaan
indikator, atau akurasi yang terbatas. Metode ini bergantung pada pengukuran e.m.f elektroda referensi
dan elektroda indikator pada saat titrasi. (vogel, 368)
Daftar pustaka
- Modul praktikum AFA, 10,13,28
- Modern Analytical Chemistry,273,354
- pharmaceutical analysis, 49,51
- Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis 5th edition tahun 1989, hal. 258, 274-275, 311-
312, 342-347, 361, 367-368, 380
- Modul AFA, slamet ibrahim.153,188
- J.Bassett,”Vogel,Kimia Analisis Kualtitatif Anorganik”, hlm 299.
- Roth, “Analisis Farmasi”,hal 257-268
- Beckett, A.F. and Stenlake, J.E., 1970, Practical Pharmaceutical Chemistry, 2nd Ed., Athlone Press, London, 104,
107, 110, 16-117, 131-135, 137-139, 143-145, 148, 191, 286-288, 304-305.
- Day, R.A. and Underwood, A.L., 1992, Analisis Kimia Kuantitatif, ed.6, Penerbit Erlangga, Jakarta, 143.
- Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia IV, Jakarta, 1206-1208.
- Modul kuliah AFO, 3, 6-7. (ga nemu)
- Panduan Praktikum Kimia Analisis Farmasi, Modul AFA: 17.(ga nemu)
- Panduan Praktikum Kimia Analisis Farmasi, Modul AFO: 3-5, 10-12. (ga nemu)
- Panduan Praktikum Kimia Fisika Farmasi, 1996, 56 (Ga nemu)
- Modul Kimia Farmasi Analisis (Panduan Praktikum Kimia Farmasi Analisis), 2014. dari panduan2 diatas, ada
beberapa yang ada di modul yg ini. Jd dah diganti jadi Modul KFA.
- Phytopharmaceutical Technology, 1989, 96,100–101
- Roth, H.J. dan Blaschke, G, 1996, Analisis Farmasi, Terjemahan Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Cet. IV,
Gajah Mada University Press, 145, 176-177, 202, 251, 255.
Catatan :
1. Hanya berhasil menemukan pustaka “Analisis Farmasi oleh Watson, FI IV Tahun 1995, FI V Tahun 2014,
dan Kimia Farmasi Analisis” selebihnya tidak berhasil ditemukan baik secara fisik maupun dari google
books.
2. Dari pustaka yang ditemukan, dilakukan perbandingan isi pada teori dengan pustaka, secara garis besar
teori sama dengan pustaka, tidak ada perbedaan signifikan.
3. Dari pustaka lain secara garis besar sama