Tugas Elusidasi Struktur Senyawa Organik-Uv&ir
Tugas Elusidasi Struktur Senyawa Organik-Uv&ir
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
DEPARTEMEN KIMIA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
FTIR
1. Perngertian FTIR
Spektroskopi inframerah telah digunakan untuk analisis bahan di laboratorium
selama lebih tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah merupakan sidik jari dari sampel
dengan puncak serapan yang sesuai dengan frekuensi getaran antara ikatan atom yang
membentuk materi. Karena setiap perbedaan material adalah kombinasi unik dari atom,
sehingga tidak ada dua senyawa menghasilkan spektrum inframerah yang sama. Oleh
karena itu, spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis
kualitatif) dari setiap jenis materi yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak dalam spektrum
merupakan indikasi langsung dari jumlah material. Dengan algoritma perangkat lunak
modern, inframerah adalah alat yang sangat baik untuk analisis kuantitatif (Hendayana, et
al, 1994).
FTIR merupakan singkatan dari Forier Transform Infra Red. Dimana FTIR ini
adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi,
emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas.
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi
antar atom. FTIR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta
analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada
panjang gelombang tertentu. Daerah inframerah dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Pavia, et
al, 2013):
Setiap molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap
energi dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan tereksitasi
ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan energi yang diserap, maka
yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan
perubahan energi (Stuart, 2004).
Prinsip Kerja FTIR Spectroscopy FTIR menggunakan sistem optik dengan laser
yang berfungsi sebagai sumber radiasi yang kemudian diinterferensikan oleh radiasi
inframerah agar sinyal radiasi yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan
bersifat utuh. Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah kesampel, dimana
celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada sampel.
Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui
permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal yang terukur
kemudian dikirim kekomputer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dibawah ini
(Larry, 1988).
Sistem optik Spektrofotometer FT-IR seperti pada gambar dibawah ini dilengkapi
dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi
infra-merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang
bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut
adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas
radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram.
Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya
interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red (Khopkar, 1990).
Gambar 4. Instrumen FTIR
I. Menghidupkan alat:
1. Masukan holder, penopang yang mana terdapat sebuah lubang bulat pada bagian
tengahnya.
2. Pilih opsi untuk menyimpan data pada komputer. Masukan nama file dan simpan
dalam folder. Dengan demikian, hasilnya akan tersimpan secara otomatis setelah
dilakukan pengukuran.
3. Mengukur background (BKG) dengan mengklik measure. Akan diperoleh
spektrum BKG yang merupakan udara bebas dan gas CO2. Lakukan sebanyak 45
kali pengukuran.
4. Masukan sampel yang berupa film / kaca preparat, lalu pasangkan pada holder.
5. Klik measure lalu klik sample. Lakukan sebanyak 45 kali pengukuran.
6. Lakukan smoothing agar spektrum tampak lebih jelas dan rapi.
7. Masukan keterangan pada spektrum: Klik kanan → Object Properties → Isi
kolom description
8. Masukan angka bilangan gelombang pada peak yang diinginkan: Calculate →
Calc → Add peak → Klik peak yang ingin diketahui bilangan gelombangnya →
OK
9. Menyimpan file yang berupa spektrum menjadi sebuah gambar dalam format Pdf:
Print → Print Preview → default → print → save as Pdf
1. Memasang alat DRS-8000A dengan benar. Jika telah terpasang, maka akan muncul
satu square icon hijau bertuliskan DRS-8000 bersamaan dengan tiga square icon
lainnya.
2. Uji BKG dengan menggunakan KBr dengan menggerus sepotong kecil bongkahan
KBr. Gunakan alat mortar yang telah tersedia.
3. Masukan serbuk KBr ke dalam lubang silinder yang terdapat pada bagian tengah
wadah berbentuk mur. Lalu tempatkan wadah tersebut pada alat DRS, posisikan
agar sinar IR tepat mengenai bagian tengah wadah.
4. Lakukan pengoperasian pada komputer.
5. Uji sampel dengan mencampurkan serbuk sampel dan KBr. Masukan ke dalam
wadah. Jumlah sampel sekitar 5%-10% dibanding jumlah KBr.
6. Lakukan pengoperasian pada komputer dengan cara yang sama.
7. Jika spektrum yang dihasilkan relatif pendek berarti sampel yang tercampur sedikit
sedangkan jika spektrum yang dihasilkan relatif panjang berarti sampel yang
tercampur banyak.
5. Keunggulan FTIR
a. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan,
sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada menggunakan cara scanning.
b. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar
karena resolusinya lebih tinggi. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar
dari pada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena
tanpa harus melalui celah (slitless).
c. Pada FTIR, mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang
bergerak dibanding spektroskopi infra merah lainnya, dapat mengidentifikasi meterial
yang belum diketahui, serta dapat menentukan kualitas dan jumlah komponen sebuah
sampel.
6. Contoh Spektrum dan Elusidasi Struktur Molekul
a) Orto-dietilbenzena
b) Meta-dietilbenzena
c) Stirena
e) 2-butanol
1. Pengertian Uv-Vis
Panjang gelombang (λ) merupakan jarak antara dua gunung/ lembah yang
berdampingan dari gelombang itu. Banyaknya gelombang lengkap yang melewati suatu
fisik yang diam persatuan waktu diberi istilah frekuensi (v). Hubungan antara panjang
gelombang dan frekuensi adalah (Harjadi, 1990).
λ = c/v
dengan λ adalah panjang gelombang (cm), v adalah frekuensi (Hertz/ Hz), c adalah
kecepatan cahaya (3 x 1010 cm dt-1). Bilangan gelombang merupakan kebalikan dari
panjang gelombang, dinyatakan sebagai υ (cm-1) yaitu
υ = 1/ λ
Absorpsi cahaya
Secara kualitatif absorpsi cahaya dapat diperoleh dengan pertimbangan absorpsi
cahaya pada daerah tampak. Kita “melihat” obyek dengan pertolongan cahaya yang
diteruskan atau dipantulkan. Apabila cahaya polikromatis (cahaya putih) yang berisi
seluruh spektrum panjang gelombang melewati medium tertentu, akan menyerap panjang
gelombang lain, sehingga medium itu akan tampak berwarna. Oleh karena hanya panjang
gelombang yang diteruskan yang sampai ke mata maka panjang gelombang inilah yang
menentukan warna medium. Warna ini disebut warna komplementer terhadap warna yang
diabsorpsi. Spektrum tampak dan warna-warna komplementer ditunjukkan dalam Tabel 2
berikut ini (Nurdin, 1986):
Tabel 2. Spektrum tampak dan warna-warna komplementer
Puncak absorpsi (λ max) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada dalm
spesies. Oleh karena itu spektroskopi absorpsi bergubna untuk mengidentifikasikan gugus
fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif. Spesies yang mengabsorpsi
dapat melakukan transisi yang meliputi (a) elektron π, σ, n (b) elektron d dan f (c) transfer
muatan elektron, yaitu (Basset, 1994):
a) Transisi yang meliputi elektron π, σ , dan n terjadi pada molekul organik dan
sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi cahaya elektromagnetik
karena adanya elektron valensi, yang akan tereksitansi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorpsi terjasi pada daerah UV vakum (<185 nm). Absorpsi sinar UV – Vis, yang
panjang gelombangnya lebih besar, terbatas pada sejumlah gugus fungsi (disebut
kromofor) yang mengandung elektron valensi dengan energi esitasi rendah. Contoh : CH4
mempunyai λ max pada 125 nm karena adanya transisi σσ *. Transisi nσ * (dari
orbital tidak berikatan ke orbital anti ikatan) terjadi pada senyawa jenuh dengan elektron
tidak berpasangan. λ max untuk transisi nσ * cenderung bergeser ke h yang lebih
pendek dalam pelarut polar, seperti etanol dan H2O. Transisi nσ* seperti juga ππ*
terjadi pada sebagian besar senyawa organik. Dengan bertambahnya kepolaran pelarut
pada transisi ππ*, bentuk puncak bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek
(pergeseran biru atau hipsokromik), sedangkan jika bergeser kepanjang gelombang yang
lebih panjang (pergeseran merah atau batokromik). Pergeseran biru disebabkan
bertambahnya solvasi pasangan elektron hingga berakibat energinya turun. Pergeseran
merah terjadi akibat bertambahnya kepolaran pelarut (~ 5 nm), disebabkan gaya polarisasi
antara pelarut dan spesies, sehingga berakibat menurunnya selisih tingkat energi eksitasi
dan tingkat tidak tereksitasi. Tabel 3 berikut menunjukkan beberapa kromofor organik dan
senyawa aromatik dengan puncak absorpsi (λ max) dan nilai absorptivitas molar (ε) serta
transisi yang mungkin terjadi.
Tabel 3. Absorbsi Kromofor dan Senyawa Aromatik (Pavia et al., 2013)
b) Transisi yang meliputi elektron d dan f. unsur-unsur blok d mengabsorpsi pada daerah
UV-Vis. Terjadinya transisis logam golongan f disebabkan karena elektron pada orbital f.
unsur-unsur transisi dalam, mempunyai puncak yang sempit karena interaksi elektron 4f
ataupun 5f (lantanida dan aktanida). Pita yang sempit teramati karena efek screening
(pelindung) orbital untuk transisi 3d dan 4d mempunyai pita yang lebar dan terdeteksi
dalam daerah tampak, puncak absorbsi dipengaruhi oleh liingkungan yang
mengeklilinginya. Besarnya splitting (Δ) oleh ligan dapat disusun dalam suatu deret
spektrokimia berikut = I- < Br- < Cl- < F- < OH- < Oksalat- < H2O < SCN- < NH3 < en <
NO2 < CN-. Deret ini berguna untuk meramalkan posisi puncak absorbsi untuk berbagai
kompleks dengan ligan diatas.
c) Spektrum absorbsi transfer muatan. Spektrum absorpsi merupakan cara yang peka untuk
menentukan spesies absorpsi. Kompleks yang memiliki muatan misalnya : [Fe(SCN)6]3+,
[Fe2+ Fe3+ (CN)6+] mengabsorpsi pada h yang lebih panjang, karena bertambahnya transfer
elektron memerlukan energi radiasi yang lebih kecil.
Hukum Lambert-Beer
Pengukurannya sampel menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dapat dihitung
secara kuantitatif melalui persamaan Lambert-Beer. Dimana, ketika suatu berkas cahaya
melewati medium homogen, maka besarnya berkas cahaya yang datang (Po) tersebut
sebagian akan diabsorpsi (Pa), dibelokan (Pr) dan ditransmisikan (Pt). Sehingga, secara
keseluruhan dapat dituliskan sebagai berikut (Dachriyanus, 2004).
Po = Pa + Pr + Pt (3)
Namun, pada prakteknya berkas cahaya yang dipantulkan (Pr) sangatlah kecil (-4%)
sehingga dapat diabaikan. Oleh sebab, itu dapat dituliskan secara sederhananya, yaitu :
Po = Pa + Pt (4)
Hukum Lambert-Beer merupakan hubungan linearitas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit. Dimana, dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut.
A=ε.b.C (5)
Dimana, A adalah Absorban, ε adalah koefisien ekstingsi molar (M cm ), b adalah
-1 -1
ketebalan kuvet (cm) dan C adalah konsentrasi (M). Sementara itu, pada prakteknya
menggunakan instrument parameter yang terukur adalah (T) transmitasi.
T = I/I0 (6)
Sehingga, dapat dituliskan hubungan antara persamaan 4 dengan persamaan 5, yaitu:
A = -Log T
= - Log (I/I0) (7)
= ԑ.b.C (8)
a) Fenol
Gambar 13. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Fenol (Pavia et al., 2013)
b) Asam Benzoat
Gambar 14. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Asam Benzoat (Pavia et al., 2013)
c) Piridin
Gambar 15. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Piridin (Pavia et al., 2013)
d) 9-metilantrasena
Gambar 16. Spektrum Uv-Vis dari senyawa 9-metilantrasena (Pavia et al., 2013)
e) Naptalen
Gambar 17. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Naptalen (Pavia et al., 2013)
DAFTAR PUSTAKA
Basset ,J., 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Jakarta : EGC.
Hendayana, Sumar, dkk., 1994, Kimia Analitik Instrumen, Semarang : IKIP Press.
Larry G Hargis, 1988, Analytical Chemistry, Principles And Technigues, New Jersey :
Prentice Hall Inc.
Pavia, D. L., Lampman, G. M, Kriz, G. S. and Vyvyan, J. R. 2013. Introduction of
spectroscopy, 5th edn., Cengage Learning, USA.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA., 1998, Principles of Instrumental Analysi, Ed ke5.
Orlando: Hourcourt Brace.
Silverstein, 2002, Identification of Organic Compund, 3rd Edition, New York: John
Wiley & Sons Ltd.