Anda di halaman 1dari 21

TUGAS ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK

Spektroskopi Uv-Vis dan FTIR

Dosen Pengampu :

Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA.

Disusun Oleh :

Risma Chikita Pratama (081824253001)

PROGRAM STUDY MAGISTER KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
FTIR

1. Perngertian FTIR
Spektroskopi inframerah telah digunakan untuk analisis bahan di laboratorium
selama lebih tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah merupakan sidik jari dari sampel
dengan puncak serapan yang sesuai dengan frekuensi getaran antara ikatan atom yang
membentuk materi. Karena setiap perbedaan material adalah kombinasi unik dari atom,
sehingga tidak ada dua senyawa menghasilkan spektrum inframerah yang sama. Oleh
karena itu, spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis
kualitatif) dari setiap jenis materi yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak dalam spektrum
merupakan indikasi langsung dari jumlah material. Dengan algoritma perangkat lunak
modern, inframerah adalah alat yang sangat baik untuk analisis kuantitatif (Hendayana, et
al, 1994).

FTIR merupakan singkatan dari Forier Transform Infra Red. Dimana FTIR ini
adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi,
emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas.
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi
antar atom. FTIR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta
analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada
panjang gelombang tertentu. Daerah inframerah dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Pavia, et
al, 2013):

a) Daerah inframerah dekat : λ = 0,75 - 2,5 µm, bilangan gelombang = 13.000 -


4.000 cm-1
b) Daerah inframerah sedang : λ = 2,5 - 50 µm, bilangan gelombang = 4.000 - 200
-1
cm
c) Daerah inframerah jauh : λ = 50 - 1.000 µm, bilangan gelombang = 200 - 10
-1
cm

Dari pembagian daerah inframerah di atas, daerah panjang gelombang yang


digunakan adalah pada daerah inframerah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5
– 50 µm atau pada bilangan gelombang 4.000 – 200 cm-1 . Daerah tersebut cocok untuk
perubahan energi vibrasi dalam molekul. Daerah inframerah jauh (400-10cm-1, berguna
untuk molekul yang mengandung atom berat, seperti senyawa anorganik tetapi lebih
memerlukan teknik khusus percobaan. Senyawa kimia tertentu (hasil sintesa atau alami)
mempunyai kemampuan menyerap radiasi elektromagnetik dalam daerah spectrum
inframerah (Stuart, 2004).

Setiap molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap
energi dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan tereksitasi
ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan energi yang diserap, maka
yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan
perubahan energi (Stuart, 2004).

Perubahan Energi Vibrasi


Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi
peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya. Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan
biasanya disebut vibrasi finger print. Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan
besar, yaitu (Kumar, 2006):
1) Vibrasi Regangan (Streching)
Dalam vibrasi ini atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya
sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak
berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu (Kumar, 2006):
a) Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang
datar.
b) Regangan Asimetri, unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih
dalam satu bidang datar.

Gambar 1. Vibrasi Regangan

2) Vibrasi Bengkokan (Bending)


Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar,
maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi
osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi
empat jenis, yaitu (Kumar, 2006) :
a. Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih
dalam bidang datar.
b. Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih
dalam bidang datar.
c. Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang
datar.
d. Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang
menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar.

Gambar 2. Tipe Vibrasi Bengkokan (Bending)

Daerah Spektrum Infra Merah


Vibrasi suatu gugus fungsi spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Dari Tabel
Daerah Spektrum Inframerah dibawah ini diketahui bahwa vibrasi bengkokan C–H dari
metilena dalam cincin siklo pentana berada pada daerah bilangan gelombang 1455 cm-1.
Artinya jika spektrum senyawa X menunjukkan pita absorbsi pada bilangan gelombang
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa senyawa X mengandung gugus siklo
pentana. Dalam tabel serapan IR, sinyal intensitas (tinggi) biasanya dilambangkan
dengan singkatan seperti : w = lemah, m = sedang, s = kuat,v = variabel (Kumar, 2006).
Tabel 1. Tabel Daerah Spektrum Inframerah (Skoog, et al, 1998)

Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya


goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang 2000 – 400 cm-1.
Karena di daerah antara 4000 – 2000 cm-1 merupakan daerah yang khusus yang berguna
untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan
oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara 2000 – 400 cm-1seringkali sangat rumit,
karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut
(Silverstein, 2002). Dalam daerah 2000 – 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai
absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari
(fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000 – 2000 cm-1 menunjukkan absorbsi yang
sama, pada daerah 2000 – 400 cm-1 juga harus menunjukkan pola yang sama sehingga
dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama (Dachriyanus, 2004).

2. Prinsip Kerja FTIR

Prinsip Kerja FTIR Spectroscopy FTIR menggunakan sistem optik dengan laser
yang berfungsi sebagai sumber radiasi yang kemudian diinterferensikan oleh radiasi
inframerah agar sinyal radiasi yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan
bersifat utuh. Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah kesampel, dimana
celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada sampel.
Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui
permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal yang terukur
kemudian dikirim kekomputer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dibawah ini
(Larry, 1988).

Gambar 3. Skematik prinsip kerja FTIR

Sistem optik Spektrofotometer FT-IR seperti pada gambar dibawah ini dilengkapi
dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi
infra-merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang
bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut
adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas
radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram.
Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya
interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red (Khopkar, 1990).
Gambar 4. Instrumen FTIR

Pada sistim optik FT-IR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by


Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan
dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra-merah yang diterima oleh detektor
secara utuh dan lebih baik. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FT-IR
adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor
MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor
TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih
sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi
vibrasi yang diterima dari radiasi infra-merah (Dachriyanus, 2004).

Intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah


frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik dari daerah
waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier
Transform). Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen Fourier Transform Infra
Red dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sebagai contoh aplikasi pemakaian
gelombang radiasi elektromagnetik yang berdasarkan daerah waktu adalah interferometer
yang dikemukakan oleh Albert Abraham Michelson (Jerman, 1831). Pada sistim optik
Fourier Transform Infra Red digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated
Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang di interferensikan dengan
radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh
dan lebih baik (Dachriyanus, 2004).
3. Pengoprasian alat FTIR

I. Menghidupkan alat:

1. Nyalakan alat instrumen FT-IR dengan menekan tombol on/off.


2. Buka software FT-IR yang tersedia pada komputer.
3. Klik kiri opsi “Measure” kemudian pilih “Measurement” lalu “initialize”. Tunggu
hingga muncul tiga icon status berwarna hijau pada sebelah kanan layar.
4. Perangkat FT-IR siap untuk digunakan.

II. Mengukur Sampel Liquid film / kaca preparat:

1. Masukan holder, penopang yang mana terdapat sebuah lubang bulat pada bagian
tengahnya.
2. Pilih opsi untuk menyimpan data pada komputer. Masukan nama file dan simpan
dalam folder. Dengan demikian, hasilnya akan tersimpan secara otomatis setelah
dilakukan pengukuran.
3. Mengukur background (BKG) dengan mengklik measure. Akan diperoleh
spektrum BKG yang merupakan udara bebas dan gas CO2. Lakukan sebanyak 45
kali pengukuran.
4. Masukan sampel yang berupa film / kaca preparat, lalu pasangkan pada holder.
5. Klik measure lalu klik sample. Lakukan sebanyak 45 kali pengukuran.
6. Lakukan smoothing agar spektrum tampak lebih jelas dan rapi.
7. Masukan keterangan pada spektrum: Klik kanan → Object Properties → Isi
kolom description
8. Masukan angka bilangan gelombang pada peak yang diinginkan: Calculate →
Calc → Add peak → Klik peak yang ingin diketahui bilangan gelombangnya →
OK
9. Menyimpan file yang berupa spektrum menjadi sebuah gambar dalam format Pdf:
Print → Print Preview → default → print → save as Pdf

III. Mengukur Sampel Cair:

1. Menggunakan sel kristal KrS 5 yang berupa silindir merah.


2. Masukan sel ke dalam holder yang memiliki lubang berbentuk persegi panjang
pada bagian tengah, lalu dikunci dengan 4 baut yang tersedia.
3. Ukur BKG terlebih dahulu.
4. Masukan sampel pada permukaan sel. Kemudian diukur dengan cara
pengoperasian yang sama dengan sampel film.
5. Jika diperoleh peak yang sangat lebar, berarti larutan yang dibuat terlalu pekat
sehingga perlu dilakukan pengenceran terlebih dahulu menggunakan pelarut
organik sampai peak yang dihasilkan menjadi normal.
Gambar 5. Diagram Alir Penggunaan FTIR

IV. Mengukur Sampel Padat:

1. Memasang alat DRS-8000A dengan benar. Jika telah terpasang, maka akan muncul
satu square icon hijau bertuliskan DRS-8000 bersamaan dengan tiga square icon
lainnya.
2. Uji BKG dengan menggunakan KBr dengan menggerus sepotong kecil bongkahan
KBr. Gunakan alat mortar yang telah tersedia.
3. Masukan serbuk KBr ke dalam lubang silinder yang terdapat pada bagian tengah
wadah berbentuk mur. Lalu tempatkan wadah tersebut pada alat DRS, posisikan
agar sinar IR tepat mengenai bagian tengah wadah.
4. Lakukan pengoperasian pada komputer.
5. Uji sampel dengan mencampurkan serbuk sampel dan KBr. Masukan ke dalam
wadah. Jumlah sampel sekitar 5%-10% dibanding jumlah KBr.
6. Lakukan pengoperasian pada komputer dengan cara yang sama.
7. Jika spektrum yang dihasilkan relatif pendek berarti sampel yang tercampur sedikit
sedangkan jika spektrum yang dihasilkan relatif panjang berarti sampel yang
tercampur banyak.

4. Cara membaca spektra IR


 Tentukan sumbu X dan Y-sumbu dari spektrum. X-sumbu dari spektrum IR diberi
label sebagai "bilangan gelombang" dan jumlahnya berkisar dari 400 di paling
kanan untuk 4.000 di paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan.
Sumbu Y diberi label sebagai "transmitansi Persen" dan jumlahnya berkisar dari 0
pada bagian bawah dan 100 di atas
 Tentukan karakteristik puncak dalam spektrum IR. Semua spektrum inframerah
mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang
diperlukan untuk membaca spektrum.
 Tentukan daerah spektrum di mana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat
dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500.
Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari
2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400.
 Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika spektrum memiliki
karakteristik puncak di kisaran 4.000 hingga 2.500, puncak sesuai dengan
penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH tunggal.
 Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah kedua. Jika spektrum memiliki
karakteristik puncak di kisaran 2.500 hingga 2.000, puncak sesuai dengan
penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga.
 Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika spektrum memiliki
karakteristik puncak di kisaran 2.000 sampai 1.500, puncak sesuai dengan
penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C = O, C = N dan C = C.
 Bandingkan puncak di wilayah keempat ke puncak di wilayah keempat spektrum
IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari spektrum IR dan
mengandung sejumlah besar puncak serapan yang account untuk berbagai macam
ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam spektrum IR, termasuk yang di wilayah
keempat, adalah identik dengan puncak spektrum lain, maka Anda dapat yakin
bahwa dua senyawa adalah identik.

5. Keunggulan FTIR

Keunggulan Spektrometer FTIR Analisis menggunakan spektrometer FTIR


memiliki beberapa kelebihan utama dibandingkan dengan metode konvensional yaitu
(Khopkar, 1990):

a. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan,
sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada menggunakan cara scanning.
b. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar
karena resolusinya lebih tinggi. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar
dari pada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena
tanpa harus melalui celah (slitless).
c. Pada FTIR, mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang
bergerak dibanding spektroskopi infra merah lainnya, dapat mengidentifikasi meterial
yang belum diketahui, serta dapat menentukan kualitas dan jumlah komponen sebuah
sampel.
6. Contoh Spektrum dan Elusidasi Struktur Molekul
a) Orto-dietilbenzena

Gambar 6. Spektrum IR senyawa Orto-dietilbenzena (Pavia, et al, 2013)

b) Meta-dietilbenzena

Gambar 7. Spektrum IR senyawa Meta-dietilbenzena (Pavia, et al, 2013)

c) Stirena

Gambar 8. Spektrum IR senyawa Stirena (Pavia, et al, 2013)


d) 1-hexanol

Gambar 9. Spektrum IR senyawa 1-hexanol (Pavia, et al, 2013)

e) 2-butanol

Gambar 10. Spektrum IR senyawa 2-butanol (Pavia, et al, 2013)


SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN VISIBLE

1. Pengertian Uv-Vis

Interaksi cahaya dengan materi Spektrum elektromagnetik Cahaya elektromagnetik


dapat dipertimbangkan sebagai bentuk energi cahaya sebagai transfer gelombang. Bentuk
sederhana dari cahaya elektromagnetik dapat dilihat dalam Gambar 11 berikut (Harjadi,
1990).

Gambar 11. Gerakan Gelombang Cahaya Elektromagnetik

Panjang gelombang (λ) merupakan jarak antara dua gunung/ lembah yang
berdampingan dari gelombang itu. Banyaknya gelombang lengkap yang melewati suatu
fisik yang diam persatuan waktu diberi istilah frekuensi (v). Hubungan antara panjang
gelombang dan frekuensi adalah (Harjadi, 1990).

λ = c/v
dengan λ adalah panjang gelombang (cm), v adalah frekuensi (Hertz/ Hz), c adalah
kecepatan cahaya (3 x 1010 cm dt-1). Bilangan gelombang merupakan kebalikan dari
panjang gelombang, dinyatakan sebagai υ (cm-1) yaitu
υ = 1/ λ

Panjang gelombang cahaya elektromagnetik bervariasi dari beberapa Å sampai


beberapa meter. Unit-unit yang digunakan untuk melukiskan panjang gelombang adalah
sebagai berikut :
Å = Angstrom = 10-10 meter = 10-8 cm = 10-4 mikrometer
nm = nanometer = 10-9 meter = 10 angstrom = 10-3 mikrometer
μm = mikrometer = 10-6 meter = 104 angstrom
Untuk radiasi UV dan tampak (visible) digunakan satuan angstrom dan nanometer.
Sedangkan mikrometer digunakan untuk daerah IR (infra merah).
Hubungan antara energi dan panjang gelombang (λ) dituliskan sebagai :
E=hc/λ
Dengan E = energi cahaya (erg), h = konstanta Planck (6,62 x 10-27 erg det), v =
frekuensi
(dt-1) herzt (Hz), c = kecepatan cahaya (3 x 1010 cm dt-1), dan λ = panjang gelombang
(cm). Spektrum elektromagnetik menyeluruh dikelompokkan seperti Gambar 12.
Gambar 12. Spektrum Elektromagnetik

Daerah UV sekitar 10 nm – 380 nm, tetapi paling banyak penggunaannya secara


analitik dari 200 – 380 nm dan disebut sebagai UV pendek (dekat). Di bawah 200 nm,
udara dapat mengabsorpsi sehingga instrumen harus dioperasikan kondisi vakum, daerah
ini disebut dengan daerah UV Vacum. Daerah tampak (visibel) sangat kecil panjang
gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput
pelangi pada manusia, dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan
(vision). λ daerah tampak dari 380 nm – sekitar 780 nm. Daerah IR (infra merah) berkisar
dari 0,78 µm (780 nm) – 300 µm, tetapi µ yang paling banyak digunakan untuk analisa
adalah dari 2,5 – 25 µm (Garry, 1971).

Absorpsi cahaya
Secara kualitatif absorpsi cahaya dapat diperoleh dengan pertimbangan absorpsi
cahaya pada daerah tampak. Kita “melihat” obyek dengan pertolongan cahaya yang
diteruskan atau dipantulkan. Apabila cahaya polikromatis (cahaya putih) yang berisi
seluruh spektrum panjang gelombang melewati medium tertentu, akan menyerap panjang
gelombang lain, sehingga medium itu akan tampak berwarna. Oleh karena hanya panjang
gelombang yang diteruskan yang sampai ke mata maka panjang gelombang inilah yang
menentukan warna medium. Warna ini disebut warna komplementer terhadap warna yang
diabsorpsi. Spektrum tampak dan warna-warna komplementer ditunjukkan dalam Tabel 2
berikut ini (Nurdin, 1986):
Tabel 2. Spektrum tampak dan warna-warna komplementer

Puncak absorpsi (λ max) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada dalm
spesies. Oleh karena itu spektroskopi absorpsi bergubna untuk mengidentifikasikan gugus
fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif. Spesies yang mengabsorpsi
dapat melakukan transisi yang meliputi (a) elektron π, σ, n (b) elektron d dan f (c) transfer
muatan elektron, yaitu (Basset, 1994):

a) Transisi yang meliputi elektron π, σ , dan n terjadi pada molekul organik dan
sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi cahaya elektromagnetik
karena adanya elektron valensi, yang akan tereksitansi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorpsi terjasi pada daerah UV vakum (<185 nm). Absorpsi sinar UV – Vis, yang
panjang gelombangnya lebih besar, terbatas pada sejumlah gugus fungsi (disebut
kromofor) yang mengandung elektron valensi dengan energi esitasi rendah. Contoh : CH4
mempunyai λ max pada 125 nm karena adanya transisi σσ *. Transisi nσ * (dari
orbital tidak berikatan ke orbital anti ikatan) terjadi pada senyawa jenuh dengan elektron
tidak berpasangan. λ max untuk transisi nσ * cenderung bergeser ke h yang lebih
pendek dalam pelarut polar, seperti etanol dan H2O. Transisi nσ* seperti juga ππ*
terjadi pada sebagian besar senyawa organik. Dengan bertambahnya kepolaran pelarut
pada transisi ππ*, bentuk puncak bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek
(pergeseran biru atau hipsokromik), sedangkan jika bergeser kepanjang gelombang yang
lebih panjang (pergeseran merah atau batokromik). Pergeseran biru disebabkan
bertambahnya solvasi pasangan elektron hingga berakibat energinya turun. Pergeseran
merah terjadi akibat bertambahnya kepolaran pelarut (~ 5 nm), disebabkan gaya polarisasi
antara pelarut dan spesies, sehingga berakibat menurunnya selisih tingkat energi eksitasi
dan tingkat tidak tereksitasi. Tabel 3 berikut menunjukkan beberapa kromofor organik dan
senyawa aromatik dengan puncak absorpsi (λ max) dan nilai absorptivitas molar (ε) serta
transisi yang mungkin terjadi.
Tabel 3. Absorbsi Kromofor dan Senyawa Aromatik (Pavia et al., 2013)

b) Transisi yang meliputi elektron d dan f. unsur-unsur blok d mengabsorpsi pada daerah
UV-Vis. Terjadinya transisis logam golongan f disebabkan karena elektron pada orbital f.
unsur-unsur transisi dalam, mempunyai puncak yang sempit karena interaksi elektron 4f
ataupun 5f (lantanida dan aktanida). Pita yang sempit teramati karena efek screening
(pelindung) orbital untuk transisi 3d dan 4d mempunyai pita yang lebar dan terdeteksi
dalam daerah tampak, puncak absorbsi dipengaruhi oleh liingkungan yang
mengeklilinginya. Besarnya splitting (Δ) oleh ligan dapat disusun dalam suatu deret
spektrokimia berikut = I- < Br- < Cl- < F- < OH- < Oksalat- < H2O < SCN- < NH3 < en <
NO2 < CN-. Deret ini berguna untuk meramalkan posisi puncak absorbsi untuk berbagai
kompleks dengan ligan diatas.
c) Spektrum absorbsi transfer muatan. Spektrum absorpsi merupakan cara yang peka untuk
menentukan spesies absorpsi. Kompleks yang memiliki muatan misalnya : [Fe(SCN)6]3+,
[Fe2+ Fe3+ (CN)6+] mengabsorpsi pada h yang lebih panjang, karena bertambahnya transfer
elektron memerlukan energi radiasi yang lebih kecil.

Hukum Lambert-Beer
Pengukurannya sampel menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dapat dihitung
secara kuantitatif melalui persamaan Lambert-Beer. Dimana, ketika suatu berkas cahaya
melewati medium homogen, maka besarnya berkas cahaya yang datang (Po) tersebut
sebagian akan diabsorpsi (Pa), dibelokan (Pr) dan ditransmisikan (Pt). Sehingga, secara
keseluruhan dapat dituliskan sebagai berikut (Dachriyanus, 2004).
Po = Pa + Pr + Pt (3)
Namun, pada prakteknya berkas cahaya yang dipantulkan (Pr) sangatlah kecil (-4%)
sehingga dapat diabaikan. Oleh sebab, itu dapat dituliskan secara sederhananya, yaitu :
Po = Pa + Pt (4)
Hukum Lambert-Beer merupakan hubungan linearitas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit. Dimana, dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut.
A=ε.b.C (5)
Dimana, A adalah Absorban, ε adalah koefisien ekstingsi molar (M cm ), b adalah
-1 -1

ketebalan kuvet (cm) dan C adalah konsentrasi (M). Sementara itu, pada prakteknya
menggunakan instrument parameter yang terukur adalah (T) transmitasi.
T = I/I0 (6)
Sehingga, dapat dituliskan hubungan antara persamaan 4 dengan persamaan 5, yaitu:
A = -Log T
= - Log (I/I0) (7)
= ԑ.b.C (8)

Pelarut yang digunakan


Pemilihan pelarut merupakan faktor utama/kunci dari parameter kevalidtan suatu
metode pengukuran secara spektrofotometri UV-Vis. Secara umum, sampel yang diukur di
spektrofotometer dapat berupa larutan, gas dan padatan.Namun, sampel harus diubah ke
bentuk larutan oleh sebab itu, perlu dilakukan pemilihan pelarut yang sesuai dengan sifat
kelarutan pada sampel. Tentunya, pemilihan tersebut akan berpengaruh pada pergeseran
panjang gelombang yang nantinya terukur/tercatat pada spektrum UV-Vis. Pemilihan
pelarut yang baik adalah pelarut yang tidak menyerap panjang gelombang yang sama
dengan sampel dan tidak mempunyai ikatan terkonjugasi biasanya yang paling sering
digunakan adalah n-Heksana (Pavia et al., 2013). Selain itu, pelarut harus melarutkan
sampel dengan sempurna, tingkat kemurnian tinggi dan tidak terjadi interaksi dengan
sampel yang dianalisis (Suhartati, 2017).
Tabel 4. Pelarut dan Panjang Gelombang Maksimumnya (Suhartati, 2017)
Pelarut λmax (nm) Pelarut λmax (nm)
Asetronitril 190 n-Heksana 201
Klorofom 240 Metanol 205
Sikloheksena 195 Isooktana 195
1,4-Dioksan 215 Air 190
Etanol 95% 205 Trimetil Fosfat 210

2. Contoh Spektrum dan Elusidasi Struktur Molekul

a) Fenol

Gambar 13. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Fenol (Pavia et al., 2013)
b) Asam Benzoat

Gambar 14. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Asam Benzoat (Pavia et al., 2013)

c) Piridin

Gambar 15. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Piridin (Pavia et al., 2013)
d) 9-metilantrasena

Gambar 16. Spektrum Uv-Vis dari senyawa 9-metilantrasena (Pavia et al., 2013)

e) Naptalen

Gambar 17. Spektrum Uv-Vis dari senyawa Naptalen (Pavia et al., 2013)
DAFTAR PUSTAKA
Basset ,J., 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Jakarta : EGC.

Dachriyanus, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, LPTIK


Universitas Andalas, Padang.

Dasli Nurdin, 1986, Eludasi Struktur Senyawa Organik, Bandung : Angkasa.


Garry D. Christian, 1971, Analitical Chemistry 2nd Edition, New York : John Wileys &
Sons.
Harjadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta: Gramedia.

Hendayana, Sumar, dkk., 1994, Kimia Analitik Instrumen, Semarang : IKIP Press.

Khopkar., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI Press.

Larry G Hargis, 1988, Analytical Chemistry, Principles And Technigues, New Jersey :
Prentice Hall Inc.
Pavia, D. L., Lampman, G. M, Kriz, G. S. and Vyvyan, J. R. 2013. Introduction of
spectroscopy, 5th edn., Cengage Learning, USA.

Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA., 1998, Principles of Instrumental Analysi, Ed ke5.
Orlando: Hourcourt Brace.

Silverstein, 2002, Identification of Organic Compund, 3rd Edition, New York: John
Wiley & Sons Ltd.

Stuart, Barbara, 2004, Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications.

Suhartati, Tati, 2017, Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri Massa


Untuk Penentuan Struktrur Senyawa Organik, Aura Cv. Anugrah Utama Raharja,
Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai