Anda di halaman 1dari 28

MARKAS BESAR ANGKATAN UDARA

STAF AHLI

OPTIMALISASI GELAR RADAR HANUD GUNA


MENINGKATKAN PERTAHANAN UDARA
DALAM RANGKA MENJAGA KEDAULAT AN NEGARA DI UDARA

Penulis : Kolonel Lek Kotot Sutopo Adji, M.Si(Han)


Marsda TNI Dr. Umar Sugeng H., M.M.
Marsma TNI Hento Budi Sardjono, S.E., M.M.

Pendahuluan

1. Air Space (ruang udara) adalah wilayah di atas daratan dan lautan dalam sebuah
negara. Setiap negara memiliki kedaulatan atas ruang udara diatas wilayah kedaulatannya
setidaknya sampai pada ketinggian dimana pesawat dapat terbang. 1 Dalam wilayah udara
negara berdaulat, layanan udara internasional terjadwal memerlukan persetujuan untuk
terbang lintas ataupun mendarat termasuk pesawat militer asing. Sesuai pasal 1 konvensi
Chicago 1944 dikatakan bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang komplit dan
eksklusif atas udara diatas teritorialnya dalm hal ini dapat diartikan bahwa kedaulatan
terhadap suatu teritorial berarti juga kedaulatan atas udara yang berada diatas teritorialnya
secara vertical dan tak terbatas. (Article 1: The contracting state recognize that every state
has complete and exclusive sovereignty over the air space above its territory).2 Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar yang terdiri lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil
dengan wilayah yurisdiksi baik darat, laut, maupun udara yang sangat luas. Terletak pada
posisi silang antara dua samudera dan dua benua memiliki nilai yang sangat strategis
namun sekaligus juga dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan khususnya dalam bidang
keamanan nasional. Keamanan dimaksud adalah dari segala aspek kehidupan termasuk
keamanan dari kemungkinan ancaman dari luar wilayah Indonesia. Sejak tahun 1982
berdasarkan United Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) Indonesia telah
diakui sebagai negara kepulauan yang memiliki luas perairan 6.184.280 km2 dan telah
diratifikasi dalam UU Nomor 17 Tahun 1985. Sesuai Bab XI tentang Kawasan (The Area)
pasal 135 tentang status hukum perairan dan ruang udara diatasnya dinyatakan tidak akan
mempenaruhi status hukum perairan yang ada di atas kawasan atau ruang udara

1
A Dictionary of Diplomacy, Palgrave, 2001, Hal 6.
2
International Civil Aviation at Chicago-ICAO, https://www.icao.int/7300.org.pdf.Diunduh pada tanggal 30
Oktober 2018.pk.21.45
2

diatasnya. 3 Hal ini selaras dengan pasal 1 konvensi Chicago 1944 seperti yang dibahas
di atas, oleh karena itu wilayah udara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kedaulatan sebuah Negara yang harus senantiasa dijaga dengan upaya-upaya
mempertahankan dari setiap pelanggaran atas kedaulatan tersebut.

2. Penguasaan wilayah udara nasional mutlak diperlukan bagi kelangsungan hidup


bangsa dan negara. Untuk dapat mempertahankan penguasaan wilayah udara tersebut
Kohanudnas melaksanakan operasi pertahanan udara yang dilaksanakan secara terus
menerus, baik pada masa damai maupun pada masa perang. Guna mendukung tugas
tersebut maka diperlukan penggelaran kekuatan pertahanan udara yang sesuai dengan
kebutuhan. Salah satu alutsista yang digunakan adalah radar yang seharusnya digelar
agar dapat mengkover/menjangkau seluruh wilayah udara nasional dan dioperasikan
secara terus menerus agar secara cepat dapat menangkal dan menindak setiap ancaman
yang datang melalui udara. Namun pada kenyataannya saat ini radar yang digelar dan
dioperasikan oleh Kohanudnas belum dapat menjangkau seluruh wilayah udara nasional.
Kondisi ini disebabkan oleh kondisi geografis berupa lautan dan pegunungan yang
mengakibatkan penggelaran alutsista radar menjadi tidak ideal (penentuan titik gelar tidak
sesuai posisi dengan coverage terbaik), sebagian besar radar yang dioperasikan
kemampuannya sudah mulai menurun yang disebabkan berbagai faktor, dan kurangnya
alutsista radar.

3. Agar operasi pertahanan udara yang dilaksanakan oleh Kohanudnas dapat


terlaksana dengan baik maka perlu adanya upaya optimalisasi berupa penataan kembali
alutsista radar yang sesuai dengan kondisi saat ini agar penggelaran dan operasional radar
dapat secara efektif mampu menjangkau seluruh wilayah udara nasional. Upaya yang
dilakukan adalah penataan kembali gelar radar sesuai dengan kondisi geografi dan
teknologi radar saat ini, meningkatkan atau mengembalikan kemampuan dan kesiapan
radar seperti kondisi awal dengan meningkatkan kemampuan jarak jangkau deteksi radar,
dan terpenuhinya gelar radar sesuai titik gelar terbaik yang dapat menjangkau seluruh
wilayah udara nasional dengan melengkapi sesuai kebutuhan yang telah direncanakan
dalam MEF.

3
United Nation Convention on the Law of the Sea, https://www.un.org/texts/unclos/unclos-pdf, diunduh
pada tanggal 28 Nopember 2018, pk 22.00
3

4. Daftar Pengertian. Untuk menyamakan pemahaman dalam naskah ini diberikan


beberapa istilah, maka disusun daftar pengertian sebagai berikut:

a. Optimalisasi. Optimalisasi adalah suatu proses, sistem atau keputusan


untuk mencapai hasil yang ideal, lebih sempurna, lebih fungsional atau lebih efektif
agar coverage radar dapat mendukung operasi pertahanan udara.

b. Radar.4 Singkatan dari Radio Detection and Ranging, radar adalah peralatan
untuk memancarkan gelombang elektrmagnetik dan menerima signal pantul dari
obyek/target yang berada dalam jangkauannya. Adanya target dibuktikan dengan
dideteksinya signal pantul (echo). Data-data yang disajikan mencakup satu atau
lebih berupa jarak (range), arah (direction), dan kecepatan.

c. Gap Filler.5 Dalam pertahanan udara berbasis darat, ada satu yang
digunakan untuk menambah/meningkatkan cakupan (coverage) di suatu wilayah
atau zona yang tidak terlindungi dengan baik oleh sistem yang sudah tergelar, baik
site radar yang mobile ataupun tetap (fix). Sebagai contoh dua radar pengamatan
(surveillance) yang dipisahkan dalam jarak 100 km mungkin dapat mengkover
wilayah udara pada jarak dan ketinggian maksimum, dan tingkat tumpang tindih
(overlap) coverage pada jarak yang minimum, tetapi berdasarkan batasan
penglihatan (line of sight), medan yang tertutup, atau keduanya, tidak cakupan
terhadap sasaran/target pada ketinggian rendah. Gap filler radar untuk ketinggian
rendah bisa digelar untuk menutupi wilayah yang rentan yang sudah
diketahui/ditentukan. Akan lebih ekonomis untuk menggelar radar dengan fungsi-
fungsi khusus untuk mengisi celah kecil (gap) pada coverage untuk memastikan tidak
ada gap lagi. Sehingga tidak ada tingkat cakupan tumpang tindih yang tidak
diperlukan.

d. Amplifier.6 Amplifier (penguat) adalah “alat yang memungkinkan sinyal


input untuk mengontrol smber daya, dan dengan demikian mampu
memberikan outputnya suatu reproduksi atau modifikasi analitik dari

4
Radar Technology Encyclopedia, Artech House, 1998, hal 320.
5
Ibid, hal 336.
6
Ibid, hal 15.
4

karakteristik penting dari sinyal.” Penguat gelombang mikro menguatkan


sinyal input menggunakan energi dari sumber eksternal. Dalam aplikasi
radar ada dua klasifikasi amplifier yaitu: band frekuensi dan sinyal yang akan
diperkuat, dan jenis komponen dasar yang digunakan sebagai alat penguat
utama. Alat penguat (amplifier) dibedakan dalam penguat tabung dan solid
state. Pertama berbasis tabung microwave seperti klystron, magnetron,
traveling wave tube, dan twystron. Kedua berbasis pada komponen solid
state, diode dan transistor.

e. Radar Coverage.7 Radar coverage merupakan istilah umum untuk batas tiga
dimensi yang menggambarkan volume di ruang udara dimana kemampuan
operasional radar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan ini
tergantung pada jenis radar dan dapat dijelaskan dalam hal deteksi dan
kemungkinan alarm palsu (jika tugasnya hanya deteksi). Untuk tugas deteksi dan
pelacakan, resolusi dan kesalahan dalam pengukuran ditambahkan ke persyaratan,
sedangkan untuk pengenalan sasaran kemungkinan penggolongan yang benar dan
salah menjadi penting.

f. Radar Shadow Contour.8 Radar shadow contour adalah “tidak adanya


pantulan dari obyek karena adanya obyek yang menghalangi; radar shadow
dimanifestasikan di layar oleh tidak adanya kilatan (blips) dari target di area bayangan
(shadow area)”. Untuk bentuk/susunan tetap benda-benda yang menghalangi
dalam jangkauan radar seperti penghalang medan (perbukitan, gunung, tebing,
hutan, dan lain-lain) atau penghalang buatan manusia (bangunan, menara, cerobong
asap, dan lain-lain) jarak/ rentang garis pandang (line of sight) dapat diplot sebagai
fungsi jarak darat ke penghalang, tingginya dan ketinggian tertentu yang dipotong.
Gambaran ini disebut diagram bayangan (shadow) dan
memberikan gambaran zona bayangan dalam cakupan azimuth (azimuth coverage).

7
Radar Technology Encyclopedia, Artech House, 1998, hal 100.
8
Ibid, hal 420.
5

Landasan dan Dasar Pemikiran

5. Penyusunan naskah strategi gelar radar hanud guna meningkatkan pertahanan udara
dalam rangka menjaga kedaulatan negara di udara ini dilandasi dan didasari pemikiran
sebagai berikut:

a. Landasan Pemikiran. Landasan pemikiran yang digunakan dalam


penulisan naskah ini adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.


Pada pasal 2 ini disebutkan bahwa hakikat pertahanan adalah segala upaya
pertahanan bersifat semesta dan pasal 4 berbunyi pertahanan negara
bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Repubik Indonesia dan keselamatan segenap
bangsa dari segala bentuk ancaman yang diselenggarakan oleh pemerintah
dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara. Dalam
rangka pembinaan kemampuan pertahanan dapat mendayagunakan seluruh
sumber daya nasional yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alam,
dan buatan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dan
pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan kemampuan
pertahanan serta wilayah Indonesia dapat dimanfaatkan untuk pembinaan
pertahanan tersebut

2) Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Berdasarkan


UU tersebut, dimana tugas TNI Angkatan Udara adalah; melaksanakan tugas
TNI matra udara di bidang pertahanan, menegakkan hukum dan menjaga
keamanan wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum
nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi, melaksanakan tugas
TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara, dan
melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara. Pada bagian
ketiga UU RI Nomor 34 tentang tugas pokok TNI salah satunya disebutkan
pada angka 8 yaitu memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta. Yang
dimaksud memberdayakan wilayah pertahanan adalah kesanggupan
6

pemerintah untuk berbuat atau melakukan sesuatu terhadap wilayah NKRI


beserta kekuatan pendukungnya yang meliputi warga negara, sumber daya
alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional secara dini
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan
berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari
setiap ancaman. Hal ini penting dalam rangka menghadapi kendala geografi
dalam penggelaran radar.

3) Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.


Pada bab III tentang ruang lingkup wilayah negara terutama pada pasal 4
dinyatakan bahwa wilayah negara meliputi wilayah darat, wilayah perairan,
dasar laut, dan tanah dibawahnya serta ruang udara diatasnya termasuk
seluruh sumber kekayaan yang terkandung didalamnya. Secara
internasional legal status wilayah kedaulatan sebagai negara kepulauan
adalah berdaulat penuh atas perairan kepulauannya dan kedaulatan penuh
tersebut meliputi ruang udara diatasnya sesuai konvensi hukum laut 1982
pasal 49 angka 2 (This sovereignty to the air space over the archipelagic
waters, as well as to their bed and subsoil, and the resource contained
therein)9

4) Keputusan Presiden Nomor 08/PLM-PS Tahun 1962 tentang


Pembentukan Kohanudnas. Kohanudnas dibentuk karena perlunya
pengendalian tunggal dalam operasi pertahanan udara dan Kohanudnaas
mempunyai lingkup tugas dan tanggung jawab nasional. Sebagai Komando
Utama Operasional TNI, Kohanudnas menyelenggarakan upaya pertahanan
dan keamanan terpadu atas wilayah udara nasional dalam rangka
mewujudkan kedaulatan dan keutuhan NKRI. Dalam mewujudkan
kedaulatan negara khususnya diudara maka diperlukan penguasaan wilayah
udara nasional melalui operasi pertahanan udara yang dilaksanaan secara
terus menerus baik pada masa damai maupun pada masa perang. Salah
satu alutsista yang digunakan untuk operasi pertahanan udara tersebut

9
United Nation Convention on the Law of the Sea, https://www.un.org/texts/unclos/unclos_e_pdf. Hal 37,
Diunduh pada tanggal 13 Nop 2018, pk. 22.50.
7

adalah radar yang digunakan untuk pengamatan dan deteksi terhadap seluruh
wahana udara.

b. Dasar Pemikiran. Dasar pemikiran yang digunakan dalam penulisan ini


adalah:

1) Luas wilayah udara Indonesia yang begitu luas dan diberlakukannya 3


ALKI yang harus ditegakkan kedaulatan dan hukum didalamnya bukan
merupakan hal yang mudah karena diperlukan alutsista yang banyak. Dengan
wilayah udara yang luas tersebut tentu berpotensi timbul kerawanan dan
gangguan keamanan melalui media udara yang dapat mengganggu
kedaulatan negara di udara tersebut. Indonesia sadar bahwa untuk
menegakkan kedaulatan udara yang begitu luas diperlukan suatu usaha yang
terpadu maka dibentuklah Kohanudnas. Namun dari sejak awal dibentuknya
sampai saat ini kebutuhan alutsistanya belum terpenuhi sesuai kebutuhan,
khususnya radar untuk operasi pengamatan udara. Pada tahun 2009
pemerintah berusaha untuk memenuhi kebutuhan minimum seperti tertuang
dalam MEF. Dalam MEF tersebut ditetapkan bahwa kebutuhan minimum
alutsista radar sebanyak 32 unit radar. Tiga puluh dua satuan radar ini terdiri
dari radar baru dan sebagian radar-radar yang sudah ada selama ini termasuk
untuk mengganti radar yang sudah tidak laik operasi. Namun sudah hampir
2 renstra ini penambahan 12 radar untuk memenuhi kebutuhan sesuai renstra
belum bisa terealisasi karena berbagai faktor. Waktu terus berjalan, radar
baru belum terwujud, radar-radar lama yang sesuai rencana masih akan
dipertahankan pada kenyataannya sudah mulai menurun kemampuannya dan
bahkan beberapa satuan radar sudah mulai tidak dapat dioperasikan. Hal
ini berakibat pada semakin mengecil wilayah udara yang dapat diamati oleh
alutsista radar kita. Oleh karena itu diperlukan upaya upaya untuk
mengatasi salah satu permasalahan dalam operasi pengamatan udara agar
kedaulatan negara di udara dapat terjaga dengan baik.

2) Penggelaran radar selalu ditentukan dari perencanaan dan survey


lapangan. Sebagian besar radar ditempatkan di remote area dengan
mempertimbangkan faktor operasional, logistik, dan personil, namun pada
8

kenyataannya faktor dukungan logistik yang sangat dipengaruhi oleh kondisi


geografi dan demografi menjadi pertimbangan utama sehingga faktor
operasional seringkali dikalahkan, terbukti banyak coverage radar yang tidak
optimal.

Gelar dan Coverage Radar Saat Ini serta Permasalahannya

6. Gelar dan Coverage Radar Saat Ini. Gelar radar hanud yang ada saat ini belum
optimal mengkover seluruh wilayah udara nasional yang mengakibatkan operasi pertahanan
udara tidak optimal, hal ini disebabkan karena jumlah alutsista yang digelar belum sesuai
kebutuhan dan pengelarannya yang kurang optimal, kemampuan beberapa alutsista radar
mulai menurun, dan kondisi geografis indonesia yang bergunung dan luasnya
perairan/lautan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Gelar dan Coverage Radar. Kondisi geografi Indonesia terdiri dari


kepulauan besar dan kecil serta lautan yang sangat luas. Sebagian daratan berupa
pegunungan dan perbukitan seperti pegunungan bukit barisan di Sumatera serta
pegunungan di pulau Papua. Gunung dan perbukitan ini sangat berpengaruh pada
operasional radar mengingat sifat-sifat gelombang elektromaknetik frekuensi tinggi
yang digunakan memiliki rambatan yang lurus (line of sight). Gunung, perbukitan
dan benda/bangunan buatan menjadi obstacle yang mengakibatkan coverage radar
tidak maksimal (tidak sempurna) dan daerah dibelakang obstacle tersebut menjadi
blank area ( area yang tidak dapat terdeteksi oleh radar). Pada data radar patern
seperti pada gambar 1, terlihat bahwa sesuai hasil uji pabrik (berbeda-beda sesuai
tipe radar), jarak maksimum deteksi radar pada 440 km (240 NM) pada ketinggian
40.000 ft, ini bermakna bahwa sasaran udara hanya dapat terdeteksi pada jarak 440
km jika sasaran tersebut terbang pada ketinggian 40.000 ft, dibawah itu sasaran tidak
dapat terdeteksi.
9

Gambar 1. Radar Patern

Wilayah lautan yang sangat berpengaruh pada strategi gelar radar adalah laut Cina
Selatan, laut di kepulauan Maluku, dan laut antara pulau Timor dan Papua bagian
selatan (Merauke). Dengan jauhnya daratan di wilayah tersebut maka akan sulit
untuk menggelar radar yang saling overlap. Pada gambar 2 terlihat gelar radar di
wilayah timur Indonesia yang saling overlap pada jarak maksimal (240 NM).

Gambar 2. Gelar Radar Kosekhanudnas IV


10

Dengan jauhnya titik gelar radar yang tidak saling overlap tersebut maka akan
menimbulkan blank area yang cukup luas walaupun tidak ada obstacle. Disamping
faktor geografi berupa permukaan yang tidak datar dan kondisi lautan dan kepulauan
kecil-kecil, ada satu faktor lagi berupa penggelaran radar yang tidak memperhatikan
spesifikasi dan karakteristik radar dengan gelombang elektromaknetik yang line of
sight. Gelar radar ditentukan sedemikian rupa saling overlap diujung coverage yang
berarti pada coverage maksimal tersebut sasaran udara hanya dapat terdeteksi pada
ketinggian 40.000 ft, dibawah ketinggian tersebut tidak dapat terdeteksi, hal ini juga
berakibat adanya blank area yang cukup luas, seperti terlihat pada gambar 3.

Alt/ft

30.000

20.000

10.000

Blank Area

0 250 350 440 530 630 880 Km

Gambar 3. Coverage 2 radar.

b. Kemampuan Radar yang Digunakan. Saat ini satuan radar yang


dioperasikan oleh Kohanudnas sebanyak 20 satuan radar yang terdiri dari berbagai
tipe dan tahun pembuatan serta teknologi yang berbeda-beda. Secara umum dapat
diuraikan sebagai berikut:

1) Radar Plessey AWS II. Saat ini dioperasikan sebanyak 3 unit. Dibuat
pada awal tahun 1960 an dan merupakan radar 2 dimensi (hanya dapat
memberikan data jarak dan azimuth). Radar ini termasuk yang akan diganti
sesuai dengan MEF.
11

2) Radar Thomson. Radar Thomson merupakan radar generasi tahun


1980 an. Saat ini berjumlah 8 unit dengan 3 tipe yang berbeda yaitu TRS
2215R, TRS 2215D, dan TRS 2230D. Dalam satu unit terdiri dari primary
radar dan secondary radar dengan jarak jangkau maksimum 235 NM.
Merupakan radar 3 dimensi (mampu menyajikan data jarak, azimuth, dan
ketinggian). Teknologi PSR nya menggunakan 3 tingkatan amplifier
(penguatan) yaitu TWT, CFA-1, dan CFA-2). Saat hanya beroperasi dengan
TWT dan CFA-1 saja, tanpa menggunakan penguat akhir CFA-2. Hal ini
dikarenakan sulitnya persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk
mengoperasikan CFA-2 seperti toleransi phase shifter, jumlah toleransi
kerusakan modulator, dan sistem pendingin, serta life time CFA-2 tube yang
relatif sangat pendek (1000 jam). Kelemahan radar ini terletak pada
penggunaan amplifier berbentuk tabung dimana pada penguatan tersebut
dibutuhkan daya yang besar dan menimbulkan panas yang harus didinginkan
dengan sistem pendingin (water cooling dan oil cooling). Penggunaan 3
tingkat penguatan ini juga menjadi kelemahan, dimana apabila terjadi
kerusakan pada salah satu penguat akan berakibat penurunan power output
dan penurunan jarak deteksi yang cukup signifikan.

3) Radar Plessey AR-325C. Radar Plessey AR-325C yang dioperasikan


saat ini berjumlah 3 unit, diinstalasi dan dioperasikan pada tahun 1992 s,d
1994. Terdiri atas primary radar dan secondary radar, walaupun hanya
menggunakan 1 amplifier (TWT) namun kemampuan deteksinya sampai
dengan 250 NM. Life time TWT radar ini rata-rata diatas 25.000 jam.
Kelemahan pada sistem radar ini terletak pada penggunaan satu amplifier
sehingga apabila terjadi kerusakan pada sistem penguatnya maka radar tidak
dapat beroperasi.

4) Radar Thales Master-T. Jumlah radar yang dioperasikan sebanyak 5


unit, diinstalasi pada periode 2005 s.d 2012 dan merupakan radar dengan
teknologi tahun 2000 an. Satu unit radar terdiri atas primary radar dan
secondary radar. Kemampuan deteksinya sampai dengan 240 NM dengan
menggunakan teknologi solid state amplifier (T/R Module) sebanyak 34 buah.
Dengan menggunakan 34 penguat (T/R module), maka kelemahan yang ada
12

pada teknologi radar sebelumnya dapat teratasi dimana kerusakan pada


beberapa T/R module tidak secara signifikan menurunkan jarak deteksi,
namun sistem ini masih menggunakan sistem pendingin (water cooling
system) yang sangat komplek.

5) Radar Weibel. Radar Weibel yang dioperasikan sebanyak 2 unit,


merupakan radar 3 dimensi yang terdiri dari primary radar dan secondary
radar dengan kemampuan deteksi sampai dengan 150 NM. Merupakan
radar medium range yang sudah menerapkan teknologi AESA dengan solid
state amplifier.

Dari 20 unit radar yang dioperasikan tersebut saat ini beberapa radar tidak beroperasi
secara maksimal dan berpotensi sangat sulit untuk dioptimalkan kembali. Tiga unit
radar Plessey AW S II merupakan radar 2 dimensi yang akan diganti sesuai dengan
MEF, tiga unit radar Plessey AR-325C saat ini pabrik pembuatnya sudah tutup
sehingga kesulitan dukungan suku cadangnya dan kemampuan testbench untuk
perbaikan yang hanya mampu memperbaiki sebagian suku cadang, dan 8 unit radar
TRS 2215 yang kemampuan deteksinya sebagian besar hanya 100 NM, jauh dari
kemampuan awal.

c. Jumlah Radar yang Digunakan. Perkembangan lingkungan strategis dan


pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan memunculkan bentuk-
bentuk ancaman yang baru dan menjadi tantangan yang dihadapi TNI AU dimasa
mendatang. Oleh karena itu pembangunan kekuatan sesuai dengan perkembangan
ancaman sangat dibutuhkan dan kebijakan minimum essential force (MEF)
merupakan jawaban yang tepat. Sesuai MEF jumlah radar yang akan digelar
sejumlah 32 unit namun saat ini jumlah satuan radar yang sudah digelar dan
dioperasikan sebanyak 20, sehingga masih kurang 12 unit.

7. Permasalahan yang dihadapi. Kondisi saat ini seperti diuraikan diatas disebabkan
oleh beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Gelar dan Coverage Radar Tidak Optimal. Penggelaran radar yang


direncanakan dalam proses perencanaan tidak dapat dengan serta merta dapat
13

diimplementasikan di lapangan karena faktor geografi. Titik gelar yang


direncanakan dan di survei kadang kala merupakan remote area yang belum memiliki
infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan logistik guna mendukung operasional radar
sehingga titik gelar digeser pada wilayah yang memiliki infrastruktur yang memadai
seperti pada daerah yang memiliki demografi yang baik seperti pada Kabupaten
maupun pada Kecamatan, agar dukungan logistik dan personil dapat terpenuhi.
Namun sebagai konsekuensinya faktor operasional menjadi kurang optimal seperti
adanya rintangan (obstacle) yang mengakibatkan coverage radar tidak optimal dan
mengakibatkan adanya blank area. Sebagai contoh adalah titik gelar satuan radar
242 dimana sky line view pada saat survei dan saat instalasi terlihat perbedaan
mencolok pada ketinggian (elevasi) dan jarak obstacle, seperti terlihat pada gambar
4. Demikian juga perbedaan pada shadow contour hasil penghitungan dan hasil
survei, pada gambar 5, dan shadow contour dari penghitungan berdasarkan sky line
view pada saat instalasi yang datanya diambil dari atas tower radar, seperti terlihat
pada gambar 6. Dari 20 satuan radar yang digelar ada beberapa radar yang memiliki
coverage tidak optimal adalah (1) satuan radar 212 Ranai sebagian coverage tidak
optimal karena adanya obstacle berupa gunung Natuna yang berakibat tidak dapat
mendeteksi sasaran udara yang terbang diutara satuan radar/sebagian besar
deteksinya kearah wilayah sendiri, (2) satuan radar 224 Kwandang karena adanya
obstacle di radial 180, satuan radar 226
Buraen adanya obstacle pada radial 300 sehingga hanya mampu mendeteksi
secara maksimal terhadap sasatan udara yang terbang dari Australia (selatan), dan
(3) satuan radar 242 Tj. Warari seperti yang sudah dibahas diatas sehingga hanya
mampu mendeteksi secara maksimal kearah laut pasifik dan tidak dapat mendeteksi
maksimal terhadap sasaran udara yang terbang dari arah barat (Sorong). Satuan
radar yang memiliki coverage yang baik adalah satuan radar 213 Tanjungpinang dan
satuan radar 244 Merauke, seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 4. Sky Line View saat survei dan instalasi


14

300

NM
0+ 100 120 90

240

180

Gambar 5. Shadow Contour hasil survei Satrad 242

FL 300

400

300

200

100

Gambar 6. Shadow Contour Satrad 242 saat instalasi

b. Kemampuan Radar Menurun. Radar yang dioperasikan saat terdiri dari 5


tipe dan tahun pembuatan dan instalasi yang berbeda beda sehingga
teknologinyapun juga berbeda dimana semakin muda tahun pembuatan maka
teknologinya lebih baik dari radar yang digelar pada tahun-tahun sebelumnya. Ada
3 tipe radar yang saat ini kondisinya tidak optimal dan cenderung menurun
kemampuannya sebagai berikut:
15

1) Radar Plessey AWS II merupakan radar 2 dimensi dan tidak dilengkapi


dengan secondary radar, diinstalasi sejak tahun 1960 an, walaupun radar ini
masih dapat dioperasikan namun sudah tidak sesuai untuk menghadapi
ancaman udara saat ini. Banyak suku cadang yang sudah obsolete (usang),
sehingga radar ini layak dan menjadi prioritas untuk diganti.

2) Radar TRS 2215R, 2215D, dan 2230D merupakan radar buatan


Thomson Perancis, diinstalasi pada tahun 1980 an. Walaupun berbeda type
tapi masih dalam family TRS 2215 dan menggunakan 3 tingkat amplifier; (1)
traveling wave tube (TWT), (2) cross field amplifier (CFA-1), dan (3) cross field
amplifier (CFA-2), dimana ketiganya merupakan amplifier berbentuk tabung.
Ciri amplifier tabung memerluan beberapa persyaratan seperti penggunaan
tegangan tinggi, beberapa modulator, dan water cooling system yang berguna
untuk menurunkan panas yang dihasilkan selama proses penguatan agar
tabung penguat tidak rusak. Apabila persyaratan-persyaratan tersebut tidak
terpenuhi maka amplifier tidak dapat bekerja. Untuk mengoperasikan
penguat ketiga (CFA-2) diperlukan lebih banyak modulator daripada CFA-1.
Apabila beberapa modulator mengalami kerusakan melebihi toleransi maka
CFA-2 tidak dapat bekerja maka radar hanya menggunakan dua tingkat
penguat (TWT dan CFA-1) sehingga power output yang dihasilkan jauh lebih
kecil dan berakibat pada menurunnya jarak deteksi. Oleh karena mahalnya
CFA-2 yang usia operasinya sangat pendek dan sulitnya memenuhi
persyaratan operasinya, maka sasaran pembinaan kemampuan radar TRS
diturunkan menjadi hanya menggunakan dua tingkat penguat yang secara
teori kemampuan deteksinya hanya sampai + 150 NM. Dilihat dari tahun
pembuatan pada tahun 1980 an, maka beberapa komponen sudah obsolete
dan sebagian besar jarak deteksi maksimal nya hanya + 100 NM. Data hasil
operasi terkini seperti terlihat pada Tabel 1. Dari data hasil operasi tersebut
nampak coverage radar menjadi kecil dan tidak saling overlap seperti pada
gambar 7.
16

Tabel 1. Data Hasil Operasi Satuan Radar


Satuan Type Max
No Radar Tahun Instalasi Range Ket
(NM)

1 Satrad 211 TRS2230D/GCI 138 3D, S


Tanjungkait 1986
2 Satrad 212 TRS 2215R/GCI 115 3D, S
Ranai 1982
3 Satrad 213 MASTER-T/EW 241 3D, S
Tanjungpina 2006
ng
4 Satrad 214 AWS-II/EW 174 2D, S
Tegal 1962
5 Satrad 215 AWS-II/EW 0 2D, U/S
Congot
6 Satrad 216 TRS 2215D/GCI 110 3D, S
Cibalimbing 1988/1993
7 Satrad 221 AWS-II/EW 170 2D, S
Ngliyep 1961
8 Satrad 222 AWS-II/EW 118 2D, S
Ploso 1962
9 Satrad 223 AR-325C/GCI 254 3D, S
Balikpapan
10 Satrad 224 AR-325C 0 3D, U/S
Kwandang 1992
11 Satrad 225 AR-325C 210
Tarakan
12 Satrad 226 TRS 2215R/GCI 95 3D, S
Buraen 1982/1999
13 Satrad 231 TRS 2215R/GCI 64 3D, S
Loksemawe 1985
14 Satrad 232 TRS 2215R/GCI 65 3D, S
Dumai 1985/1993
15 Satrad 233 TRS 2215D/EW 77 3D, S
Sabang 1990
16 Satrad 234 TRS 2215D/GCI 81 3D, S
Sibolga 1991
17 Satrad 242 MASTER-T/GCI 238 3D, S
Tj. Warari 2005
18 Satrad 243 MASTER-T/GCI 229 3D, S
Timika 2012
19 Satrad 244 MASTER-T/GCI 240 3D, S
Merauke 2010
20 Satrad 245 MASTER-T/GCI 240 3D, S
Saumlaki 2011
17

Gambar 7. Gelar dan coverage radar saat ini

3) Radar Plessey AR-325C. Radar ini dibuat dan diistalasi pada tahun
1990 an, merupakan radar yang memiliki teknologi yang lebih baik dari radar
sebelumnya. Walaupun hanya menggunakan satu amplifier berupa (TWT)
namun jarak jangkau deteksinya lebih baik (+ 250 NM). Namun pada saat ini
pabrik pembuatnya sudah tutup, sehingga dukungan suku cadangnya menjadi
tidak ada sementara kemampuan testbench di Depohar 50 tidak bisa
memperbaiki semua cards/suku cadang. Saat ini satu satuan radar tidak
dapat beroperasi karena terbatasnya suku cadang. Radar ini diperkirakan
dalam waktu yang tidak lama akan berhenti beroperasi (tidak dapat
dipertahankan).

c. Kurangnya Alutsista Radar. Belum terpenuhi jumlah kebutuhan alutsista


radar sesuai kebutuhan pokok minimum mengakibatkan pembangunan kekuatan
dan peningkatan coverage radar yang mampu menutup seluruh wilayah udara
nasional tidak tercapai. Proses pengadaan yang berlarut-larut memunculkan resiko
beberapa radar yang sesuai rencana masih akan dipertahankan kemampuannya
semakin menurun sehingga mendesak untuk diganti. Saat ini baru dioperasikan
20 unit/satuan radar dari kebutuhan minimum sebanyak 32 unit radar (baru terpenuhi
60% dari kebutuhan). Saat ini jumlah satuan radar sebanyak 20, sehingga masih
kurang 12 unit. Kebijakan pemenuhan radar sesuai MEF ini sudah dimulai mulai
renstra 2009-2014. Namun sampai dengan renstra kedua ini (2015-2019) rencana
pengadaan radar dengan skema KE belum terealisasi, sehingga sudah hampir
18

10 tahun terakhir tidak ada radar baru yang dioperasikan untuk menuju pemenuhan
alutsista sesuai MEF. Pemenuhan kebutuhan pokok minimum tersebut meliputi
pembangunan kekuatan dengan pengadaan alutsista baru (menambah kekuatan),
mengganti sebagian alutsista yang sudah tua dan mempertahankan sebagian
alutsista yang masih dapat dioperasikan dengan mempertahankan kesiapan
operasionalnya melalui pemeliharaan. Karena pembangunan kekuatan tersebut
sampai saat ini belum terealisasi, maka berakibat pada alutsista (radar) yang
seharusnya sudah mulai diganti masih dipertahanankan sehingga kemampuannya
tidak bisa dipertahankan. Oleh karena itu hingga saat ini cakupan deteksi radar
yang sudah ada belum dapat mengkover seluruh wilayah udara dan bahkan wilayah
coverage nya semakin mengecil seperti terlihat pada gambar 7. Hal ini nampak
sangat berbeda dengan kondisi seharusnya atau coverage radar saling overlap pada
ketinggian 25.000 ft pada jarak 200 NM seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Coverage radar pada jarak 200 NM dan ketinggian 25.000 ft.

Optimalisasi Gelar Radar yang diharapkan

8. Untuk meningkatkan coverage radar hanud guna meningkatkan pertahanan udara


dalam rangka menjaga kedaulatan Negara di udara dilakukan melalui kebijakan, strategi,
dan upaya sebagai berikut:

a. Kebijakan. Terwujudnya optimalisasi gelar radar untuk memperluas


coverage radar hanud guna meningkatkan pertahanan udara dilakukan melalui
penetapan kebijakan dan strategi (pembangunan kekuatan, penggelaran, dan
19

penggunaan/operasional) dan upaya yang tepat agar penggelaran yang dilakukan


dapat secara efektif digunakan untuk mengamati seluruh wilayah udara nasional
sehingga operasi pertahanan udara dapat dilaksanakan secara optimal.

b. Strategi. Adapaun strategi yang digunakan untuk meningkatkan coverage


radar diwujudkan dalam beberapa strategi sebagai berikut:

1) Strategi 1. Mewujudkan gelar radar yang sesuai (tidak terkendala)


dengan kondisi geografi agar dapat meningkatkan efektifitas deteksi radar
(coverage maksimal) dengan metode pembinaan wilayah pertahanan kepada
pemerintah daerah.

2) Strategi 2. Mewujudkan peningkatan kemampuan deteksi radar yang


sudah menurun dengan metode penggantian radar-radar lama dan
mempertahankan sebagain radar yang masih layak dan dapat dipertahankan
operasionalnya.

3) Strategi 3. Mewujudkan pemenuhan gelar radar yang sesuai


kebutuhan yang dapat menjangkau seluruh wilayah udara nasional dengan
metode melakuan pengkajian, rencana kebutuhan radar sesuai jenis, dan
rencana gelar sesuai kondisi terkini.

c. Upaya. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut diatas dilakukan dengan


melalui upaya-upaya sebagai berikut:

1) Strategi pertama. Mewujudkan gelar radar yang sesuai (tidak


terkendala) dengan kondisi geografi agar dapat meningkatkan efektifitas
deteksi radar (coverage maksimal). Pada dasarnya penggelaran radar
memerlukan waktu yang lama untuk penyiapannya. Faktor anggaran, proses
proses pengadaan dan waktu pembuatan menjadi persoalan yang dapat
bermanfaat dalam proses penyiapan lahan dan pembangunan site radar.
Artinya dalam jangka panjang TNI AU dapat menyiapkan titik gelar terbaik
sesuai perencanaan, dimana waktu yang lama ini digunakan untuk melakukan
koordinasi dan pembinaan kepada pemerintah daerah untuk menyiapkan
20

wilayah pertahanan yang dapat digunakan oleh TNI AU dan menuangkannya


dalam rencana umum tata ruang (RUTR), pembangunan infratruktur yang
dapat mendukung kebutuhan logistik dan operasional radar serta mendorong
penyebaran penduduk dan pembangunan di daerah. Untuk penentuan titik
gelar yang optimal saat ini dapat menggunakan perkembangan teknologi yaitu
menggunakan shadow contour analyzer. Oleh karena penggunaan teknologi
ini menggunakan software dan citra satelit, sehingga data analisa yang
dihasilkan masih belum optimal, dengan demikian masih diperlukan survey
lapangan untuk melihat kondisi riil seperti kondisi vegetasi berupa pepohonan
dan tumbuhan yang dapat menjadi obstacle dan pengecekan skyline view
apakah sudah sesuai dengan hasil analisa. Pada gambar 9 adalah rencana
gelar 32 unit radar, tampak bahwa dari rencana tersebut masih adanya
beberapa blank area (lingkaran kuning putus-putus) yaitu pada area antara
satrad (Merauke, Saumlaki, dan Timika), area diantara satrad Kupang dan
Saumlaki, area antara satrad (Ranai, Pemangkat, dan Tarakan), serta area di
Bengkulu.

Gambar 9. Gelar 32 radar dan lank area

Dari rencana gelar tersebut perlu dievaluasi rencana titik gelar Ambon dan
Bengkulu agar diperoleh coverage yang maksimal. Untuk mewujudkan gelar
radar yang memiliki coverage maksimal, perlu adanya tindaklanjut dari
21

pejabat terkait sesuai dengan tugas dan tanggungjawab jabatan antara lain
dengan upaya sebagai berikut:

a) Aspotdirga Kasau. Menetapkan kebijakan tentang pembinaan


wilayah pertahanan untuk penyiapan gelar radar.

b) Asops Kasau. Bersama-sama Pangkohanudnas membuat


perencanaan titik gelar beserta opsreq radar yang dibutuhkan.

c) Aslog Kasau. Bersama seluruh pemangku kepentingan radar


membuat spektek yang mampu memenuhi kebutuhan opsreq
Kohanudnas dan Sopsau dengan mempertimbangkan penggunaan
teknologi terkini (lebih baik dari teknologi radar yang telah dimiliki saat
ini) serta merencanakan kebutuhan pembebasan lahan, pembangunan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

d) Pangkohanudnas. Menentukan titik gelar terbaik (optimal/tidak


ada obstacle) sesuai kebutuhan operasi dengan memanfaatkan
shadow contour analyzer.

e) Kadiskomlekau. Bersama sama dengan Sopsau, Kohanudnas,


Disbangopasu melaksanakan survey lapangan untuk memastikan titik
gelar yang telah ditentukan dan dianalisa dengan shadow contour
analyzer memiliki sky line view yang baik, membuat kajian teknologi
radar terkini, dan merencanakan pemenuhan kebutuhan personel yang
akan mengawaki.

f) Kadiispotdirgaau. Melaksanakan pembinahan potensi wilayah,


memberi masukan dan bersama-sama pemerintah daerah dalam
pembuatan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan pembangunan
infrastruktur yang dapat mendukung rencana jangka panjang TNI AU
dalam penggelaran radar hal ini untuk memperkecil hambatan dalam
bidang logistik.
22

2) Strategi kedua. Mewujudkan peningkatan kemampuan deteksi radar


yang sudah menurun. Untuk meningkatkan kemampuan deteksi radar yang
sudah menurun dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a) Bantuan pemeliharaan lapangan diakukan oleh Depohar 50


dengan hasil yang ada seperti saat ini. Beberapa satuan radar masih
belum dapat diatasi permasalahannya karena keterbatasan suku
cadang, bit and pieces, dan keterbatasan anggaran pemeliharaan
yang dialokasikan ke Depohar 50.

b) Rekondisi/optimalisasi dilakukan untuk mengembalikan kondisi


radar seperti semula. Diperlukan dukungan anggaran yang cukup
besar. Namun hal ini tidak menjamin radar akan beroperasi maksimal
sesuai sasbinpuan karena banyaknya komponen yang kualitasnya
menurun dan merupakan komponen yang obsolete.

c) Upgrade juga merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan.


Kegiatannya berupa peningkatan kemampuan dengan penggantian
beberapa bagian (antenna, amplifier, receiver, signal processing, data
processing, dan display) dengan teknologi yang lebih baru. Sehingga
diperlukan anggaran yang cukup besar yang mendekati harga alutsista
baru namun belum terjamin tingkat keberhasilannya.

d) Penggantian merupakan opsi terbaik, dimana disamping dapat


diperoleh radar dengan teknologi terkini, tetapi juga jaminan
dukungannya yang masih lama sehingga biaya pemeliharaannya
menjadi lebih kecil. Dengan mempertimbangkan jumlah populasi radar
yang ada saat ini khususnya radar Thomson TRS sebanyak 8 unit serta
ketersedian dan sirkulasi suku cadang, kemampan Depohar 50, serta
dukungan anggaran dan proses pengadaan yang lama, beberapa unit
radar masih bisa dioperasikan dan dioptimalkan dengan memanfaatkan
suku cadang dari radar-radar sejenis yang akan diganti. Radar-radar
yang harus diganti adalah 4 unit radar tipe AWS II (Tegal, Congot,
Ngliyep Ploso), 3 unit radar AR-325C (Balikpapan, Tarakan,
23

dan Kwandang), 4 unit radar tipe TRS 2215 R (Lhoksemawe, Dumai,


Ranai, Kupang) dan 1 TRS 2230 D (Tanjungkait) dengan pertimbangan
bahwa Satrad 212 Tanjungkait digunakan untuk pengamanan ibukota
sehingga perlu menggunakan alutsista terbaru yang memiliki
spesifikasi teknik yang lebih baik. Sedangkan radar yang masih
dipertahankan sebanyak 3 unit radar tipe TRS 2215 D (Sabang,
Sibolga, Cibalimbing).

Upaya untuk meningkatan kemampuan radar yang sudah menurun, perlu


adanya tindaklanjut dari pejabat terkait sesuai dengan tugas dan
tanggungjawab jabatan antara lain:

a) Dankoharmatau. Berdasarkan jumlah kesiapan alutsista radar


saat ini, Koharmatau dan Diskomlekau melakukan kajian untuk
mengoptimalkan kembali sista radar yang mengalami penurunan
kemampuan yang masih akan digunakan dengan tindakan bantuan
pemeliharaan lapangan atau optimalisasi Apabila optimalisasi tidak
memungkinkan maka perlu mengusulkan kepada pimpinan untuk
penggantian dan atau mengoptimalkan beberapa/sebagian radar.

b) Pangkohanudnas. Melaksanakan optimalisasi gelar radar dan


kajian penggunaan radar lain seperti radar medium range dan passive
radar sebagai gap filler radar.

c) Kadiskomlekau. Melaksanakan kajian terhadap perkembangan


teknologi radar saat ini untuk digunakan sebagai pengganti radar yang
direkomendasikan untuk tidak dioperasikan lagi, melaksanakan kajian
dan inventarisasi suku cadang yang masih dapat digunakan,
bekerjasama dengan Dislitbangau untuk melaksanakan reverse
engineering, cloning, dan litbangbuat suku cadang kritis untuk
mempertahankan beberapa radar yang masih akan digunakan.

d) Asrena Kasau. Merencanakan dan menyusun kebutuhan


anggaran pengadaan radar dan atau optimalisasi radar ke satuan atas.
24

3) Strategi ketiga. Mewujudkan pemenuhan gelar radar yang sesuai


kebutuhan yang dapat menjangkau seluruh wilayah udara nasional. Berlarut-
larutnya pengadaan selama dua renstra terakhir ini berakibat pada
tertundanya pemenuhan kebutuhan sesuai MEF. Disisi lain radar-radar yang
direncanaan masih akan dipertahankan operasionalnya sudah mulai menurun
kemampuannya seperti diuraikan pada permasalahan berakibat
bertambahnya kebutuhan untuk melengkapi jumlah radar atau meleset dari
rencana semula, sehingga perlu adanya perencanaan yang lebih matang.
Perencanaan ini meliputi jumlah yang dibutuhkan dan rencana titik gelar yang
lebih optimal (memiliki coverage yang bagus), saling overlap pada ketinggian
20.000 ft s.d 25.000 ft dengan posisi gelar memperhatikan karakteristik
gelombang elektromagnetik serta kebutuhan radar gap filler dan kemungkinan
penggunaan radar passive. Pada gambar 9 tampak dari jumlah
32 radar yang sudah direncanakan masih dibutuhkan 1 radar yang dapat
mengkover area antara satrad Tarakan (sudah operasional) dan satrad
Pemangkat (dalam perencanaan). Upaya untuk mencapai strategi
tergelarnya radar sesuai kebutuhan yang mampu menjangkau seluruh wilayah
udara nasional, perlu adanya tindaklanjut dari pejabat terkait sesuai dengan
tugas dan tanggungjawab jabatan antara lain:

a) Asrena Kasau. Menyusun rencana dan kebutuhan anggaran


untuk pembangunan kekuatan alutsista radar dan mengajukan
perubahan/revisi terhadap MEF agar lebih sesuai dan memenuhi
kebutuhan operasional radar yang mampu mengkover seluruh wilayah
udara nasional.

b) Asops Kasau. Bersama-sama Pangkohanudnas membuat


perencanaan titik gelar sesuai MEF yang telah direvisi beserta opsreq
radar yang dibutuhkan.

c) Aspotdirga Kasau. Membuat kebijakan pembinaan wilayah


pertahanan aspek udara dan menugaskan Kadispotdirga untuk
bersama sama komando kewilayahan (Koopsau/Lanud) untuk
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah tentang kepentingan TNI
25

Angkatan Udara dalam RUTR daerah untuk penyiapan infrastruktur


dan sarana maupun prasana yang diperlukan.

d) Aslog Kasau. Bersama seluruh pemangku kepentingan


alutsista radar menyusun spektek berbagai tipe radar sesuai opsrek
yang sudah ditetapkan untuk digunakan dalam proses pengadaan guna
mengisi sesuai titik gelar dengan mempertimbangkan kondisi geografis
yang ada agar coverage radar yang digelar maksimal. Dalam jangka
panjang merencanakan penyiapan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan.

e) Pangkohanudnas. Merencanakan strategi gelar radar terbaik


yang dapat menjangkau seluruh wilayah udara nasional dengan
mempertimbangkan titik gelar yang terbaik.

f) Kadiskomlekau. Melakukan kajian coverage radar sesuai titik


gelar yang telah ditetapkan dengan menggunakan radar shadow
contour analyzer dan selanjutnya bersama-sama dengan
Disbangopsau dan Disfaskonau melaksanakan survei lapangan
apakah titik gelar sesuai analisa tersebut dan apakah skyline view pada
titik tersebut bersih dari obstacle dengan memperhatikan juga vegetasi
diseputar titik gelar (pepohonan tinggi/hutan). Melaksanakan kajian
dan memberikan masukan tentang perkembangan teknologi radar serta
merencanakan kebutuhan personil dan sarana pemeliharaan sesuai
radar yang akan dipilih.

g) Dankorpaskhas. Merencanakan kebutuhan personel untuk


pengamanan alutsista radar.

Penutup

9. Kesimpulan. Dari pembahasan tentang optimalisasi gelar radar hanud guna


meningkatkan pertahanan udara dalam rangka menjaga kedaulatan udara, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
26

a. Penataan kembali gelar radar dan pembinaan potensi wilayah pertahanan


dilakukan guna mendapatkan titik gelar dan coverge radar terbaik sehingga seluruh
wilayah udara nasional dapat terjangkau radar.

b. Untuk mengoptimalkan operasional radar yang telah menurun perlu


dilaksanakan optimalisasi terhadap radar yang masih dimungkinkan dioperasikan
dalam waktu yang relative lama dan penggantian terhadap radar-radar lama serta
penggunaan radar gap filler, medium range, dan radar passive.

c. Untuk memenuhi kekurangan alutsista radar dilaksanakan dengan mempercepat


pemenuhan kebutuhan pokok minimum.

10. Saran. Agar gelar dan operasional radar dapat mengkover seluruh wilayah udara
nasional disarankan beberapa hal sebagai berikut:

a. Agar Kohanudnas dapat menggunakan seluruh aset nasional nasional tidak


hanya pada masa perang, tetapi juga pada masa damai, agar dilakukan kerjasama
atau membuat kesepakatan dan melibatkan Airnav dalam operasi pengamatan
udara. Kerjasama tidak hanya dalam penyajian data seperti data input TDAS seperti
yang sekarang dilakukan, tetapi juga dengan pengadaan sistem radar yang
kompatibel dengan sistem pertahanan udara yang sudah ada.

b. Mengajukan usulan perubahan/revisi terhadap kebutuhan pokok minimum


sesuai kajian kebutuhan dan rencana gelar terkini.

c. Diperlukan airborn radar (pesawat AWAC) untuk patroli udara pada blank
area di wilayah timur indonesia yang secara alami/geografisnya tidak memungkinkan
digelar radar.

d. Merencanakan dan menyiapkan pemenuhan personil untuk mengawaki


satuan baru serta pembuatan POP yang sesuai dengan jenis dan fungsi radar yang
akan dibangun.
27

11. Wusana Kata. Demikian naskah tentang optimalisasi gelar radar hanud guna
meningkatkan pertahanan udara dalam rangka menjaga kedaulatan negara negara di
udara, dibuat agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pimpinan dalam
menentukan kebijakan selanjutnya.
DAFTAR28
PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai