Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KOSMETIKA

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SHAMPOO


MENTHOL X®

OLEH :
KELOMPOK IV
PUTU AYU INDRA APSARI SIAKA (1508505053)
LUH WULAN EKA LESTARI (1508505062)
HENY PRABOWO (1508505064)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2018

0
I. TUJUAN
1.1 Mengetahui dan merancang formulasi sediaan shampoo.
1.2 Mengetahui pengaruh penambahan bahan atau konsentrasi bahan dalam
sediaan shampoo terhadap sifat fisika dan kimia shampoo
1.3 Mengetahui evaluasi sediaan shampoo

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Latar Belakang
Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh tubuh.
Rambut memegang peranan penting bagi setiap manusia, hal ini disebabkan karena
rambut dapat mempengaruhi penampilan seseorang (Wasiaatmadja, 1997). Jumlah
rambut pada kepala manusia sekitar 100.000 helai (Djuanda, dkk., 2006).
Masalah yang masih merupakan penyebab kerpercayaan diri seseorang
berkurang dalam beraktivitas ialah rambut berketombe (Mahataranti, 2012).
Ketombe merupakan suatu keadaan anomali pada kulit kepala yang dikarakterisasi
dengan terjadinya pengelupasan lapisan tanduk secara berlebihan dari kulit kepala
membentuk sisik-sisik yang halus (Sukandar dkk, 2006). Gejala umumnya ialah
timbulnya sisik-sisik putih pada kulit kepala, gatal dan bisa juga disertai kerontokan
rambut. Berbagai kondisi memudahkan seseorang untuk terkena ketombe, antara
lain faktor genetik, pertumbuhan kulit yang cepat, keaktifan kelenjar sebasea, stres,
kelelahan, kelainan neurologi dan penderita HIV/AIDS.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rafiq et al (2014) mikroorganisme yang
terdapat pada ketombe yang diambil dari 35 sampel ialah Malassezia furfur,
Candida albicans, Aspergillus niger Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus,
Penicillium, Microsporum dan Trichophyton. Candida albicans dikulit kepala juga
dapat menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi alopesia, kulit bersisik dan
terasa gatal. Jamur ini sebenarnya merupakan flora normal di kulit kepala, namun
pada kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih, jamur ini dapat tumbuh
dengan subur dan bersifat patogen (Figueras, 2000).

2.2 Shampoo

1
Shampoo adalah sediaan kosmetik berwujud cair, gel, emulsi, ataupun aerosol
ataupun yang mengandung surfaktan, sehingga memiliki sifat detergensi, humektan
dan menghasilkan busa. Shampoo merupakan sediaan kosmetika yang digunakan
untuk membersihkan rambut, sehingga rambut dan kulit kepala menjadi bersih dan
sedapat mungkin lembut, mudah diatur dan berkilau (Faizatun, dkk, 2008). Fungsi
shampoo adalah untuk menghilangkan lemak (seperti sebun) dan pembalut rambut
yang mengikat partikel kotoran kerambutnya. Formula yang terkadung dalam
bagian shampoo ini bervariasi mulai dari cair, lotion, krim, dan pasta, dengan
beberapa bahan khusus yang mengandung telur, protein, warna dan bahan anti
ketombe (Michael & Ash, 1977).

III. MONOGRAFI BAHAN


3.1 Na-Lauril sulfat
a. Pemerian : Berwarna putih atau kuning kecoklatan dan memiliki bau
lemah atau mirip lemak
b. Kelarutan : Natrium lauril sulfat mudah larut dalam air, praktis tidak larut
dalam kloroform dan eter (Behn, 2005).
c. Titik leleh : 204–207°C
d. Khasiat : sebagai emulgator, surfaktan, bahan pembersih, pelarut dan
bahan pembasah dalam sediaan tablet.
e. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979)

3.2 Natrium Klorida (NaCl)


a. Bobot molekul : 58,44 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemerian : Hablur berbentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; rasa asin (Depkes RI, 1995).
c. Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam etanol
air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol
(Depkes RI, 2014).
d. Penggunaan : Zat tambahan
e. Stabilitas : Stabilitas terhadap cahaya :

2
Tidak stabil, simpan pada tempat yang terlindung cahaya
Stabilitas terhadap suhu :
Sifat bakteriostatik dari injeksi natrium klorida harus dijaga
dari pendinginan (McEvoy, 2004).
Stabilitas terhadap pH :
pH : 4,5 –7; 6,7-7,3 (Kibbe, 2000).
f. Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup baik, terlindungi cahaya, sejuk
(Depkes RI, 1979)
g. Inkompatibilitas : Inkompatibilitas terhadap logam Ag, Hg, Fe (Reynolds,
1992).

3.3 PEG 400


a. Bobot molekul : 380 - 420 g/mol
b. Pemerian : Berupa cairan kental, jernih tidak berwarna atau
praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopis
c. Penggunaan : sebagai zat tambahan, basis salep, basis suppositoria,
pelicin tablet dan kapsul
d. Kelarutan : larut dalam air, etanol, aseton, dan glikol lainnya dan dalam
hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter dan
dalam hidrokarbon alifatik
e. Titik beku : 4°C - 8°C
f. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1979)

3.4 Metil paraben


a. Bobot molekul : 152,15 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa
terbakar (Rowe et al., 2009).
c. Penggunaan : Metil paraben dengan persentase 0,02 – 0,3% digunakan
sebagai bahan pengawet pada sediaan topikal. Metil paraben

3
bersama dengan metil paraben digunakan pada berbagai
formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al., 2009).
d. Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter
terbakar (Depkes RI, 1995).
e. Suhu lebur : 125 - 128 °C (Rowe et al., 2009).
f. Stabilitas : Larutan cair metal paraben pada pH 3–6 dapat disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 120°C selama 20 menit, tanpa
terdekomposisi. Larutan pH 3–6 stabil (kurang dari 10%
terdekomposisi) sekitar 4 tahun pada temperature ruangan.
Sementara larutan pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan cepat
(10% atau lebih sekitar 60 hari pada temperatur ruangan)
(Rowe et al., 2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas anti bakteri metal paraben dan paraben lainnya
akan menurun jika terdapat surfaktan ninionik, seperti
polisorbat 80, yang dapat menghasilkan misel. Walaupun
propilenglikol (10%) menunjukkan potensi pada aktivitas
antibakteri paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan polisorbat 80.
Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan substansi lain
seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium
alginat, minyak essensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben
juga bereaksi dengan beberapa gula dan gula alkohol.
Absorpsi metal paraben oleh plastik. Polietilen dengan berat
jenis rendah dan tinggi tidak menyerap metal paraben. Metil
paraben kehilangan warnanya dengan keberadaan tembaga
dan terhidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat (Rowe et
al., 2009).

4
3.5 Propil paraben
a. Bobot molekul : 180,20 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemerian : Serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe
et al., 2009).
c. Penggunaan : Propilparaben dengan persentase 0,01 – 0,6% digunakan
sebagai bahan pengawet pada sediaan topikal. Propil paraben
bersama dengan metil paraben digunakan pada berbagai
formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al., 2009).
d. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter, sukar larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1995).
e. Suhu lebur : 95 - 98 °C (Depkes RI, 1979).
f. Stabilitas : Larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat disterilisasi
dengan autoklaf tanpa terjadi dekomposisi. Pada pH 3-6,
larutan berair stabil (terdekomposisi kurang dari 10%) untuk
penyimpanan pada suhu kamar selama 4 tahun, sementara
pada pH di atas 8 dapat cepat terhidrolisis (10% atau lebih
setelah penyimpanan selama 60 hari pada suhu kamar) (Rowe
et al., 2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas antibakteri propil paraben akan menurun jika
terdapat surfaktan ninionik yang dapat menghasilkan misel.
Walaupun propilenglikol (10%) menunjukkan potensi pada
aktivitas antibakteri paraben dalam keberadaan surfaktan
nonionik dan mencegah interaksi antara metal paraben dan
polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan
substansi lain seperti magnesium aluminium silikat,
magnesium trisilikat, tembaga oksida, tragakan, dan
ultramarin biru hingga mampu mengurangi daya pengawet
propilparaben. Absorpsi propilparaben oleh plastik.
Propilparaben kehilangan warnanya dengan keberadaan

5
tembaga dan terhidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat
(Rowe et al., 2009).

3.6 Menthol
a. Pemerian : Hablur heksagonal/ serbuk hablur, tidak berwarna, biasanya
berbentuk jarum, atau massa yang melebur, berlemak seperti
minyak
b. Kelarutan : Sukar larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam
kloroform, dalam eter, dan dalam heksana; mudah larut dalam
asam asetat glasial, dalam minyak mineral, dan dalam minyak
lemak, dan dalam minyak atsiri.
c. Penggunaan : Analgetik
f. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat sebaiknya pada suhu kamar
(Depkes RI, 1995)

3.7 Aqua Destillata


a. Bobot molekul : 18,02 g/mol (Depkes RI, 1995).
b. Definisi : Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik,
atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi
persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain
(catatan: Air murni digunakan untuk pembuatan sediaan-
sediaan). Bila digunakan untuk sediaan steril, selain untuk
sediaan parenteral, air harus memenuhi persyaratan uji
sterilitas atau gunakan air murni steril yang dilindungi
terhadap kontaminasi mikroba. Tidak boleh menggunakan air
murni untuk sediaan parenteral. Untuk keperluan ini
digunakan air untuk injeksi, air untuk injeksi bakteriostatik
atau air steril untuk injeksi (Depkes RI, 1995).
c. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau (Depkes RI, 1995).

6
d. pH : Antara 5,0 dan 7,0; lakukan penetapan secara potensiometrik
pada larutan yang ditambahkan 0,30 mL larutan kalium
klorida P jenuh pada 100 mL zatuji (Depkes RI, 1995).
e. Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum (Depkes RI, 1995).
f. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

IV. FORMULA
4.1 Formulasi Standar
Trietanolamin Lauril Sulfat (40%) 50
Lauramide DEA 2,0
Hidroksietil Selulosa 1,5
Pengawet, Pewarna, Pewangi q.s
Water q.s
Asam Sitrat to pH 7,0-7,4

(Flick, 1992)

4.2 Formulasi 1
Na-Lauril sulfat 2%
NaCl 0,5%
PEG 400 1%
Metil Paraben 0,18%
Propil paraben 0,02%
Menthol 0,25%
Akuades ad 100%
Oleum Rosae q.s
(Suryati dan Saptarini, 2016)

4.3 Formulasi 2
Ekstrak daun Allamanda cathartica 15%
Na-Lauryl Sulfat 10%

7
Cocamide DEA 4%
CMC 3%
Metil paraben 0,15%
Mentol 0,5%
Akuades hingga 100%
(Sitompul et al, 2016)
4.4 Formulasi yang dianjurkan
Na-Lauril sulfat 2%
NaCl 0,5%
PEG 400 1%
Metil Paraben 0,18%
Propil paraben 0,02%
Menthol 0,25%
Akuades ad 100%

V. ALAT DAN BAHAN


5.1 Alat
- Timbangan Analitik
- Penangas air
- Toples kaca
- Termometer
- Beaker Glass
- Batang Pengaduk
- Gelas Ukur
- Botol Shampoo
- Senduk Tanduk
- Kertas Perkamen

5.2 Bahan
- Na-Lauril Sulfat
- NaCl

8
- PEG 400
- Menthol
- Metil paraben
- Propil paraben
- Akuades

5.3. PENIMBANGAN BAHAN


Bobot
Konsetrasi Bobot
No Nama Bahan Kegunaan untuk 2
(%) Sediaan (gr)
sediaan
1 Na-Lauril Sulfat Surfaktan 2 3,4 6,8
2 NaCl Stabilizer 0,5 0,85 1,7
3 PEG 400 Agen pengental 1 1,7 3,4

4 Menthol Zat aktif 0,25 0,425 0,85


5 Metil paraben Pengawet 0,18 0,306 0,612
6 Propil paraben Pengawet 0,02 0,034 0,068

7 Akuades Pelarut Ad 100 ad 170 ad 340

VI. CARA KERJA


6.1 Pembuatan Shampoo
7.1
Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang sesuai dengan formula yang
7.2 digunakan

7.3 NaCl dilarutkan sedukupnya dengan akuades hingga larut

Na-lauril sulfat dimasukkan ke dalam beker gelas dan diaduk dengan


menggunakan stirrer hingga membentuk busa putih.

9
Dimasukkan ke dalam beker gelas, PEG 400, larutan NaCl, menthol, metil dan
propil paraben, lalu sisa akuades dimasukkan sambil terus diaduk dengan
magnetic stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit suhu 60-70o C

Diaduk dengan stirrer hingga homogen

Campuran shampoo yang telah mengental di masukkan ke dalam botol shampoo


dan dilakukan uji evaluasi

(Suryati dan Saptarini, 2016).

VII. UJI EVALUASI


7.1 Organoleptis

Shampoo dianalisis melalui pengamatan visual meliputi warna, bau, dan


bentuk

7.2 Uji Homogenitas

Diletakkan sejumlah tertentu sediaan shampoo pada kaca yang transparan.

Di amati adanya partikel atau gelembung udara dalam sediaan shampoo

7.3 Pengujian Ketinggian Busa

Pengontrolan terhadap ketinggian busa dilakukan dengan mengambil 5 ml


sediaan sampo dari formula uji yang dimasukkan ke dalam gelas beker 250 ml
kemudian ditambahkan air sampai 100 ml.

Diaduk pelan-pelan hingga homogen dan usahakan tidak terbentuk busa.

10
Masing-masing formula pada tabung ukur diaduk menggunakan stirer Stuart
Scientific 2 dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit.

Diukur tinggi busa yang timbul dengan penggaris.

Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali dan bandingkan tinggi busa yang
timbul pada masing-masing formula uji.

7.4 Pengujian Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan memakai viskometer Brokefield DV-


E spindel 3 dengan kecepatan 60 rpm.

Sediaan sampo uji diambil sebanyak 120 ml. Kemudian dimasukkan


(Hendradi dkk.,kedalam
2013).
wadah

Viskositas sampo dari masing-masing formula selanjutnya diukur.

Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali dan bandingkan viskositas pada


masing-masing formula uji dengan produk acuan.

7.5 Uji pH

pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan dapar pH


asam (pH 4,01) dan larutan standar pH netral (pH 7,00) hingga alat
menunjukkan harga pH.

11
Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.
Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dalam
beaker glass dan ditambahkan 100 ml air suling

1. primer
Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, dan dibaca pH dari
sediaan shampoo

VIII. KEMASAN
2. primer

12
IX. HASIL
9.1 Uji Organoleptis
Bau : bau aromatik khas
Warna : Biru
Bentuk : Kental
9.2 Uji Homogenitas
Homogenitas : Homogen
Partikel kasar : -
Gelembung :-

13
9.3 Uji pH
Dari hasil uji pH yang dilakukan dengan pH meter, diperoleh pH sediaan
Body scrub adalah sebesar 9,40
9.4 Uji Ketinggian Busa
Tinggi busa : 1,10 cm
9.5 Data Uji Viskositas
v v %
% (Persentase) cP cP
(rpm) (rpm) (Persentase)
10 26,3 976 100 92,5 370
20 92,2 774 60 87,7 584,7
30 99,9 723 50 57,7 461,6
50 97,2 721,6 30 45,7 609
60 98,3 655,3 20 34,7 694
100 92,5 370 10 16,4 656

Perhitungan tekanan geser


Rotasi 10 rpm
Diketahui :  = 26,3 cP
dv
= 10 rpm
dx
F
Ditanyakan : = …….?
A


F 
A
dv dx
Jawab :

F dv
 
A dx
F
 976  10
A
cm
= 9760
cm
det ik
Rotasi 20 rpm

14
Diketahui :  = 774 cP
dv
= 20 rpm
dx
F
Ditanyakan : = …….?
A


F A
Jawab :
dv dx
F dv
 
A dx
F
 774  20
A
cm
= 15480
cm
det ik
Rotasi 30 rpm
Diketahui :  = 723 cP
dv
= 30 rpm
dx
F
Ditanyakan : = …….?
A


F A
Jawab :
dv dx
F dv
 
A dx
F
 723  30
A
cm
= 21690
cm
det ik
Rotasi 50 rpm
Diketahui :  = 721,6 cP
dv
= 50 rpm
dx

15
F
Ditanyakan : = …….?
A


F 
A
Jawab :
 dx
dv

F dv
 
A dx
F
 721,6  50
A
cm
= 36080
cm
det ik

Rotasi 60 rpm
Diketahui :  = 655,3 cP
dv
= 60 rpm
dx
F
Ditanyakan : = …….?
A


F A
Jawab :
dv dx
F
 655,3  60
A
cm
= 39318
cm
det ik
Rotasi 100 rpm
Diketahui :  = 370 cP
dv
= 100 rpm
dx
F
Ditanyakan : = …….?
A

16

F A
Jawab :
dv dx
F
 370  100
A

cm
= 3700
cm
det ik

v (rpm) vs F/A
45000
40000
35000
30000
25000
F/A

20000
F/A
15000
10000
5000
0
0 20 40 60 80 100 120
v (rpm)

Gambar 9.1. Grafik perbandingan antara kecepatan (v) terhadap tekanan geser
(F/A)

17
v (rpm) vs Viskositas (η)
1200

1000

800
Viskositas (η)

600
Viskositas
400

200

0
0 20 40 60 80 100 120
v (rpm)

Gambar 9.2. Grafik hubungan antara kecepatan (v) terhadap viskositas (η)

X. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan shampoo. Shampoo adalah
sediaan kosmetik berwujud cair, gel, emulsi, ataupun aerosol ataupun yang
mengandung surfaktan, sehingga memiliki sifat detergensi,humektan dan
menghasilkan busa. Shampoo merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk
membersihkan rambut, sehingga rambut dan kulit kepala menjadi bersih dan
sedapat mungkin lembut, mudah diatur dan berkilau (Faizatun, dkk, 2008).
Cara pembuatan Shampoo ini adalah pertama-tama dengan memimbang
seluruh bahan yang dibutuhkan sesuai dengan penimbangan yang telah ditentukan.
Selanjutnya, Natrium Lauryl sulfat sebagai agen pembusa dilautkan dalam air dan
diaduk perlahan dengan batang pengaduk hingga berbusa. Busa ditunggu hingga
tidak ada. Pada beaker yang berbeda dipanaskan air hingga mencapai suhu 600C
dan dilarutkan metil serta propil paraben ke dalamnya sambil diaduk perlahan
dengan batang pengaduk. Selanjutnya ditunggu hingga larutan metil dan propil
paraben agak dingin dan dimasukkan ke dalam larutan Na Lauril sulfat yang telah
dilarutkan. Pembuatan shampoo tidak memerlukan pemanasan karena bahan cukup
mudah larut di dalam air. Metil dan propil paraben sebagai pengawet dilarutkan

18
dalam air hangat karena metil dan propil paraben larut lebih baik dalam air hangat,
sambil dilakukan pengadukan.
PEG 400 ditambahkan selanjutnya sebagai agen pengental dan diaduk hingga
homogen tanpa dilakukan pemanasan. Selanjutnya menthol yang telah ditimbang,
ditambahkan ke dalam campuran, diaduk hingga homogen. Menthol tidal larut
dalam fase air, maka untuk menaikkan kelarutan dan homogenitasnya, campuran
dan menthol dilarutkan pada suhu panas di penangas air dengan suhu sekitar 70-
600C sambil diaduk dengan batang pengaduk hingga menthol larut seluruhnya.
Menthol pada praktikum kali ini bertindak sebagai bahan aktif yang menghilangkan
rasa gatal di kulit kepala serta memberikan rasa segar di kulit kepala.
Pada sediaan shampoo ditemukan bahwa kekentalannya dirasa kurang, maka
ditambahkan CMC Na sebanyak 6% sebagai agen pengental. Pertama, dipanaskan
air terlebih dahulu hingga 600C, selanjutnya CMC Na dimasukkan dan diaduk
hingga homogen dan mengembang seluruhnya. Ditunggu agak sedikit turun
suhunya lalu ditambahkan ke dalam campuran shampoo sedikit demi sedikit hingga
sediaan dirasa cukup kental. Setelah itu diaduk hingga homogen dan ditambahkan
karmin indigo untuk memberikan warna biru pada sediaan shampoo, dimasukkan
ke dalam botol yang telah disiapkan sebelumnya, diberi etiket dan dilakukan
pengujian serta evaluasi.
Evaluasi yang dilakukan adalah uji organolepstis, uji pembentukan busa, uji
viskositas, uji homogenitas, dan uji pH. Uji Organoleptis diamati warna, bau, dan
konsistensi dari shampoo. Shampoo berwarna biru tua bening, dengan konsistensi
agak kental dengan bau khas menthol dan apabila digosokkan akan terasa sedikit
pedas dari menthol.
Uji homogenitas dilakukan di atas dua lempeng kaca, dimana 1 gram shampoo
ditimbang dan diletakkan di atas lempengan kaca, lalu ditutup dengan lempengan
kaca satunya. Diamati apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Pada sediaan
shampoo kali ini tidak ditemukan adanya gelembung udara, sehingga sediaan dapat
dikatakan homogen, serta tidak terjadi pemisahan antar fase. Selanjutnya dilakukan
uji pembentukan busa, dimana uji pembentukan busa ini menghasilkan shampoo
yang berbusa cukup banyak.

19
Uji yang selanjutnya adalah uji pH, dimana uji pH didapatkan pH shampoo
yang dibuat adalah 9,4. Hal ini menunjukkan pH shampoo yang basa. pH shampoo
yang sebaiknya adalah pada pH 5,5-7,5 dimana merupakan pH kulit kepala.
Semakin basa atau semakin asam bahan yang mengenai kulit, semakin sulit untuk
menetralisirnya dan kulit akan menjadi rusak serta menjadi kering, pecah-pecah,
sensitif dan mudah terkena infeksi (Budiman dkk, 2015). Pada sediaan kali ini
didapatkan pH shampoo terlalu basa, dan tidak masuk ke dalam rentang pH sediaan
untuk kulit kepala. Pada Uji viskositas dapat dilihat bahwa, viskositas mengalami
penurunan apabila kecepatan gesernya semakin meningkat, maka dari itu dapat
dikatakan memiliki aliran pseudoplastis, dimana viskositas menurun dengan
meningkatnya rate of share. Terjadi pada molekul berantai panjang seperti polimer-
polimer. Sifat viskositas ini dapat terjadi dari sifat CMC Na yang dikembangkan
akan memiliki aliran pseudoplastis. Berikut adalah grafik viskositas;

v (rpm) vs F/A
50000
40000
30000
F/A

20000
10000
0
0 20 40 60 80 100 120
v (rpm)

Gambar 10.1. Grafik perbandingan antara kecepatan (v) terhadap tekanan geser
(F/A)

20
v (rpm) vs Viskositas (η)
1200

1000
Viskositas (η)

800

600

400

200

0
0 20 40 60 80 100 120
v (rpm)

Gambar 10.2. Grafik hubungan antara kecepatan (v) terhadap viskositas (η)

XI. KESIMPULAN
11.1 Formulasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan shampoo pada
praktikum kali ini yaitu :
Na-Lauril sulfat 2%
NaCl 0,5%
PEG 400 1%
Metil Paraben 0,18%
Propil paraben 0,02%
Menthol 0,25%
Akuades ad 100%

11.2 Hasil evaluasi pada pengujian produk shampoo dari uji organoleptis
didapatkan shampoo yang agak kental, warna biru tua bening dan aroma khas
mentol. Nilai pH dari sediaan sabun sebesar 9,4 dan pembentukan busa yang
dihasilkan dikategorikan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Djuanda, A., Hamzah, M.,Aisah, S. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.303-304
Faizatun, Kartiningsih dan Liliyana, 2008, Formulasi Sediaan Sampo Ekstrak
Etanol Bunga Chamomile dengan Hidroksi Propil Metil Lelulosa
Sebagai Pengental, Jurnal Kefarmasian Indonesia. 6: 15-22
Figueras M. J., J. Guarro, J. Gene, and de Hoog., G. S. 2000. Atlas of Clinical Fungi,
2nd ed, vol. 1. Centraalbureau voor Schimmelcultures, Utrecht, The
Netherlands.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Third Edition. London
:Pharmaceutical Press.
Mahataranti N., I.Y.Astuti, and B. Asriningdhiani. 2012. Formulasi Shampo
Antiketombe Ekstrak Etanol Seledri (Apium graveolens L) dan
Aktivitasnya Terhadap Jamur Pityrosporum ovale. Jurnal Pharmacy. 9:
128-138.
McEvoy, G. K. 2004. AHFS Drug Information. United State of America: American
Society of Health System Pharmcists.
Michael dan Ash Irene, 1977. A Formulary Of Cosmetic Preparation. Chemical
Publishing Co. New York. 222-233.
Rafiq, S., A. Nisha, SK.J. Shanina. 2014. Isolation and Characterization of the
Fungi From Dandruff-Afflicted Human Scalp and Evaluation of Anti-
Dandruff Shampoo. Indian Journal Of Applied Research. 4: 254.
Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition
Book 1. London: Pharmaceutical Press (PhP).

22
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press.
Sukandar, E.Y, Suwendar., Ekawati, E. 2006. Aktivitas Ekstrak Etanol Herba
Seledri (Apium graveolens) dan Daun Urang Aring (Eclipta prostata
(L.)L.) Terhadap Pityrosporum ovale. Bandung: ITB.
Suryati, Lia dan N. M. Saptarini. 2016. Formulasi Sampo Ekstrak Daun Teh Hijau
(Camellia sinensis var. assamica). Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas
Al Ghifari, Bandung. Volume 3 (2).
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.

23
LAMPIRAN

NO. GAMBAR KETERANGAN

1. Penimbangan Na-Lauril Sulfat

2. Penimbangan NaCl

3. Penimbangan Metil Paraben

24
4. Penimbangan Propil Paraben

5. Pengujian pH sediaan

25

Anda mungkin juga menyukai