Anda di halaman 1dari 27

Konsep ICU

Adapun tujuan pembelajaran pada minggu ini yaitu Saudara akan mampu memahami filosofi,
konsep holistik, konsep ICU, serta proses keperawatan kritis.
Konsep ICU terdiri dari dua pokok bahasan, yaitu standar dan pelayanan ICU serta standar
perawatan di ICU.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, maka metode pembelajaran yang perlu
saudara lakukan adalah berdiskusi, membaca jurnal, mensintesis informasi, serta merangkum
konsep ICU, standar pelayanan ICU, serta standar perawatan ICU dalam bentuk peta konsep..
Berikut adalah langkah pembelajaran yang perlu saudara kerjakan:
1. Bagi kelas dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok tunjuk ketua dan sekretaris.
2. Lakukan diskusi di forum masing-masing kelompok, setiap mahasiswa cukup
melakukan diskusi di dalam kelompoknya sendiri.
3. Diskusikan: Filosofi keperawatan kritis, ruang lingkup praktik keperawatan kritis,
standart pelayanan ICU, standar perawatan ICU, lingkungan kerja ICU yang sehat dan
sesuai standar, serta prinsip asuhan keperawatan yang holistik di ICU.
4. Semua hal di atas perlu didiskusikan di forum. Diskusi perlu dilakukan secara ilmiah,
dengan memperhatikan adab akademik, menggunakan Bahasa Indonesia yang baku,
serta disertai literatur yang sesuai.
5. Rangkum hasil diskusi dan susun dalam bentuk peta konsep. Peta konsep bisa dibuat
dengan menggunakan software atau ditulis tangan, disimpan dalam format pdf, pada
halaman pertama dilengkapi cover yang berisi judul tugas, logo UNAIR, nama dan
nim mahasiswa. Rangkuman maksimal terdiri dari 5 lembar.
6. Tugas dikumpulkan di tempat yang disediakan. Yang mensubmit tugas cukup ketua
kelompok saja.

Filosofi Keperawatan Kritis (Nafi)

Definisi dari Perawatan Kritis yang dijabarkan oleh Department of Health and Human
Service (2001) sebagai pemberian perawatan medis secara langsung kepada pasien yang
berada dalam kondisi kritis atau cedera. Hal yang dimaksudkan dengan ‘kritis’ adalah harus
ada kerusakan atau gangguan pada satu organ atau lebih yang mengancam jiwa penderita.
Pada tahun 2003, Society of Critical Medicine (SCCM) membuat panduan mengenai
penyediaan tingkatan perawatan pada pelayanan perawatan kritis, yang merupakan:
1. Level 1. Pelayanan yang komprehensif untuk berbagai macam gangguan. Peralatan
yang modern, perawat spesialis, dan tenaga medis spesialis selalu tersedia. Pelayanan
dukungan komprehensif dari farmasi, nutrisi, dan sebagainya dapat dijangkau/dekat.
Biasanya terdapat pada rumah sakit pendidikan.
2. Level 2. Pelayanan komprehensif untuk beberapa ganggua tersedia, tapi unitnya
mungkin tidak dapat memberi perawatan kepada beberapa pasien spesifik, misal
pasien post-op kardiotoraks. Alur transfer ke level 1 harus sudah diatur.
3. Level 3. Stabilisasi awal untuk pasien dengan penyakit kritis tersedia, tapi terbatas
pada kemampuan pelayanan komprehensif yang harus dilakukan.
Menurut American Association of Critical-Care Nurses (AACN), pelayanan keperawatan
kritis adalah spesialisasi yang secara spesifik menangani respon manusia terhadap masalah
yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah seorang perawat professional yang memiliki
izin yang bertanggungjawab untuk memastikan bahwa pasien penyakit kritis dan akut serta
keluargnya menerima pelayanan yang optimal. Menurut AACN, pelayanan keperawatan
kritis harus didefinisikan lebih sesuai berdasarkan pada kebutuhan pasien.
AACN merumuskan model yang disebut dengan Synergy Model for Patient Care yang
berasumsi bahwa tujuan optimal perawatan pada pasien dapat tercapai berdasar pada
karakteristik pasien dan kompetensi perawat, serta tiga tingkat tujuan yang diturunkan dari
pasien, perawat dan sistem pelayanan kesehatan diantaranya:
1. Pasien. Yang memengaruhi pasien adalah perubahan fungsional dan perilaku yang
dialami oleh pasien, kepercayaan pasien kepada orang disekitarnya termasuk pada
perawat, tingkat kepuasan atas kinerja perawatan, kenyamanan yang dirasakan oleh
pasien, serta kualitas hidup pasien.
2. Perawat. Yang memengaruhi perawat adalah perubahan fisiologis, ada atau tidaknya
komplikasi pada pasien, perpanjangan waktu pemberian perawatan sampai tujuan dari
perawatan tercapai.
3. Sistem Pelayanan Kesehatan. Faktor ini tergantung pada kepulangan pasien, biaya
dan sumbernya, dan pemanfaatan sarana prasarana kesehatan yang dipakai oleh
pasien.
Filososi Keperawatan Kritis dalam ruang ICU (Intensive Care Unit) menurut Scutcliffe
(1994) antara lain:
1. Mengakui bahwa setiap pasien adalah individu yang harus dihormati kepercayaan
kebudayaan, personal, dan spiritualnya dan keluarganya.
2. Setiap pasien berhak untuk mengharapkan standar perawatan yang tinggi dan sama
antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan kebutuhan individu tersebut. Setiap
tenaga kesehatan harus mempertahankan martabat pasien.
3. Lingkungan dari Unit Kritis terdiri dari berbagai profesi dan teknik penginputan
membutuhkan pendekatan multidisiplin dalam kerjasama tim yang dibutuhkan.
4. Sebagai salah satu aspek yang integral, peran perawat meliputi pemberian
keterampilan keperawatan berdasarkan pada penelitian yang berorientasi pada
pengetahuan dan pengalaman.
5. Tujuan utama adalah untuk menyediakan perawatan dalam hal peningkatan kualitas
hidup pasien dan orang terdekat sehingga dapat memandirikan pasien.
6. Peran perawat juga mencakup dalam mempertahankan komunikasi dan dukungan
yang efektif, empati dan sensitifitas kepada pasien, orang terdekat dan lainnya.
7. Mendukung hal-hal terkait dengan pengembangan personal dan mutual support yang
berguna untuk menstimulasi dan memberikan kepuasan pada lingkungan kerja.

Sumber:
Perrin, K. O., & MacLeod, C. E. (2012). Understanding the essentials of critical care
nursing. Pearson Higher Ed.
Sutcliffe, L. (1994). Philosophy and models in critical care nursing. Intensive and Critical
Care Nursing, 10(3), 212–221. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/0964-3397(94)90023-X

Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Kritis (JIAN & ERLINA)

JIAN
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan penatalaksanaan dini yang sesuai
pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada dalam keadaan kritis dapat membantu
mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt,
2006 dalam Jevon dan Ewens, 2009).
Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan untuk
memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical care without
wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut secara fisik
berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009).
Hal ini dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan
pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang
dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau terjadinya
penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).
1. Definisi Keperawatan Kritis
Ilmu perawatan kritis adalah bidang keperawatan dengan suatu fokus pada penyakit yang
kritis atau pasien yang tidak stabil. Perawat kritis dapat ditemukan bekerja pada lingkungan
yang luas dan khusus, seperti departemen keadaan darurat dan unit gawat darurat (Wikipedia,
2013).
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang menghadapi secara
rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa. Perawat
kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan
pasien dengan sakit kritis dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian optimal
(American Association of Critical-Care Nurses).
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi krusial
dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap
masalah yang mengancam hidup.
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang berkualitas
tinggi dan konperhensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah vital. Proses keperawatan
memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat
mengevaluasi masalah pasien dengan cepat.
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian,
analisa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. The American Asosiation of Critical care
Nurses (AACN) menyusun standar proses keperawatan sebagai asuhan keperawatan kritikal.
American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan
keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap
penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam kehidupan (AACN,1989).Lingkup
praktik asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien
dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk
pemberian perawatan.
Pasien yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima asuhan keperawatan intensif
untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki rentang dari pasien yang
memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi sampai pasien
dengan kegagalan fungsi multisistem yang memerlukan intervensi untuk mendukung fungsi
hidup yang mendasar. Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan
perawat – pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat dapat merawat
tiga pasien dan, terkadang seorang pasien memerlukan bantuan lebih dari satu orang perawat
untuk dapat bertahan hidup. Dukungan dan pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut
membutuhkan suatu lingkungan yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan
diatur sedemikian rupa sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat.

2. Konsep keperawatan kritis


1) Tujuan
Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).
2) Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan mempertahankan sistem-sistem
tersebut tetap sehat dan tidak terjadi kegagalan. Pengkajian meliputi proses pengumpulan
data, validasi data, menginterpretasikan data dan memformulasikan masalah atau diagnosa
keperawatan sesuai hasil analisa data. Pengkajian awal didalam keperawatan itensif sama
dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system yang meliputi aspek bio-
psiko-sosial-kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah menggunakan alat-alat
bantu mekanik seperti Alat Bantu Napas (ABN), hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke
hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat
tersebut.
3) Diagnosa keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan diinterpretasikan kemudian dianalisa
lalu ditetapkan masalah/diagnosa keperawatan berdasarkan data yang menyimpang dari
keadaan fisiologis. Kriteria hasil ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan
keperawatan yang diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan
realistis.
Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala yang sulit diketahui
untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih luas.
4) Perencanaan keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah diprioritaskan. Prioritas
maslah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko ancaman hidup (contoh: bersihan jalan nafas
tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan,
lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa keperawatan untuk
meningkatkan keamanan, kenyamanan (contoh: resiko infeksi, resiko trauma/injury,
gangguan rasa nyaman dan diagnosa keperawatan untuk mencegah, komplikasi (contoh:
resiko konstifasi, resiko gangguan integritas kulit). Perencanaan tindakan mencakup 4(empat)
umsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan
kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan rencana dilihat dari
keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan dan standar operasional prosedur. Perencanaan
tindakan perlu pula diprioritaskan dengan perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi
sumber-sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.
Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan terhadap status yang selalu
berubah.
5) Intervensi
Semua tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap klien sesuai
dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk mencapai tujuan. Tindakan keperawatan
dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur terntentu, tindakan kolaboratif dan
pendidikan kesehatan. Dalam tindakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi
klien termasuk evaluasi prilaku.
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencegahan krisis dan secara
terus-menerus dalam jangka waktu yang lama sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya
tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan merupakan dasar
pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan tindkan keperawatan dan sekaligus
dan merupakan alat untuk melakukan pengkajian ulang dalam upaya melakukan
modifikasi/revisi diagnosa dan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan
pemberian asuhan yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan
untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi dicatatan
perkembangan klien.
Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama untuk mencapai
keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-menerus menilai kriteria hasil untuk
mengetahui perubahan status pasien.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan kebutuhan tetap
mengacu pada hirarki kebutuhan dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistic
bio-psiko-sosio dan spritual.
Keperawatan kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan :
a. Data akan dikumpulkan secara terus – menerus pada semua pasien yang sakit kritis
dimanapun tempatnya.
b. Indentifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada data yang
dikumpulkan.
c. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan.
d. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas dari
identifikasimasalah atau kebutuhan.
e. Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus – menurus.
7) Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah catatan yang berisi data pelaksanaan tindakan keperawatan atau respon
klien terhadap tindakan keperawatan sebagai petanggungjawaban dan pertanggunggugatan
terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien dari kebijakan.
Dokumentasi keperawatan merupakan dokumentasi legal dalam sistem pelayanan
keperawatan, karena melalui pendokumentasikan yang baik, maka informasi mengenai
keadaan kesehatan klien dapat diketahui secara berkesinambungan.

3. Prinsip keperawatan kritis


Pengatasan pasien kritis dilakukan di ruangan unit gawat darurat yang disebut juga dengan
emergency department sedangkan yang dimaksud dengan pasien kritis adalah pasien dengan
perburukan patofisiologi yang cepat yang dapat menyebabkan kematian. Ruangan untuk
mengatasi pasien kritis di rumah sakit dibagi atas Unit Gawat Darurat (UGD) dimana pasien
diatasi untuk pertama kali, unit perawatan intensif (ICU) adalah bagian untuk mengatasi
keadaan kritis sedangkan bagian yang lebih memusatkan perhatian pada penyumbatan dan
penyempitan pembuluh darah koroner yang disebut unit perawatan intensif koroner
(Intensive Care Coronary Unit= ICCU). Baik UGD, ICU, maupun ICCU adalah unit
perawatan pasien kritis dimana perburukan patofisiologi dapat terjadi secara cepat yang dapat
berakhir dengan kematian. Sebenarnya tindakan pengatasan kritis ini telah dimulai di tempat
kejadian maupun dalam waktu pengankutan pasien ke Rumah Sakit yang disebut dengan fase
prehospital. Tindakan yang dilakukan adalah sama yakni resusitasi dan stabilisasi sambil
memantau setiap perubahan yang mungkin terjadi dan tindakan yang diperlukan. Tiap pasien
yang dirawat di ICU memerlukan evaluasi yang ketat dan pengatasan yang tepat dalam waktu
yang singkat. Oleh karena itu kelainan pada pasien kritis dibagi atas 9 rangkai kerja:
1. Prehospital, meliputi pertolongan pertama pada tempat kejadian resusitasi cardiac
pulmoner, pengobatan gawat darurat, teknik untuk mengevaluasi, amannya transportasi,
akses telepon ke pusat.
2. Triage, yakni skenario pertolongan yang akan diberikan sesudah fase keadaan.
Pasien-pasien yang sangat terancam hidupnya harus diberi prioritas utama. Pada bencana
alam dimana terjadi sejumlah kasus gawat darurat sekaligus maka skenario pengatasan
keadaan kritis harus dirancang sedemikian rupa sehingga pertolongan memberikan hasil
secara maksimal dengan memprioritaskan yang paling gawat dan harapan hidup yang tinggi.
3. Prioritas dari gawat darurat tiap pasien gawat darurat mempunyai tingkat kegawatan
yang berbeda, dengan demikian mempunyai prioritas pelayanan prioritas yang berbeda. Oleh
karena itu diklasifikasikan pasien kritis atas:
a. Exigent, pasien yang tergolong dalam keadaan gawat darurat 1 dan memerlukan
pertolongan segera. Yang termasuk dalam kelompok ini dalah pasien dengan obstruksi jalan
nafas, fibrilasi ventrikel, ventrikel takikardi dan cardiac arest.
b. Emergent, yang disebut juga dengan gawat darurat 2 yang memerlukan pertolongan
secepat mungkin dalam beberapa menit. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah miocard
infark, aritmia yang tidak stabil dan pneumothoraks.
c. Urgent, yang termasuk kedalam gawat darurat 3. Dimana waktu pertolongan yang
dilakukan lebih panjang dari gawat darurat 2 akan tetapi tetap memerlukan pertolongan yang
cepat oleh karena dapat mengancam kehidupan, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah
ekstraserbasi asma, perdarahan gastrointestinal dan keracunan.
d. Minor atau non urgent, yang termasuk ke dalam gawat darurat 4, semua penyakit
yang tergolong kedalam yang tidak mengancam kehidupan.

4. Isu Etik Dan Legal Pada Keperawatan Kritis


Perawat ruang intensif atau kritis harus memberikan palayanan keperawatan yang
mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal kesehatan. Perawat ruang kritis harus
bekerja sesuai dengan aturan yang ada (standar rumah sakit / standar pelayanan maupun
asuhan keperawatan). Etik ditujukan untuk mengukur prilaku yang diharapkan dari manusia,
sehingga jika manusia tersebut merupakan suatu kelompok tertentu atau profesi tertentu
seperti profesi keperawatan, maka aturannya merupakan suatu kesepakatan dari kelompok
tersebut yang disebut kode etik.
Suatu pekerjaan sebagai seorang perawat rumah sakit ataupun bagian dari staf pramedik tidak
membuat perawat bisa menghindari tanggung jawab dan kewajiban mematuhi hukum dalam
setiap tindakan atau pelayanan keperawatan yang dilakukan.Kumpulan hukum atau peraturan
keperawatan yang telah dikembangkan dikenal sebagai standar pelayanan keperawatan.
Standar pelayanan keperawatan ditentukan dengan pengambilan keputusan akan tindakan
profesional yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada.

5. Kecenderungan Trend Dan Isu Keperawatan Kritis


Perkembangan yang sangat pesat dibidang teknologi dan pelayanan kesehatan cukup
berkontribusi dalam membuat orang tidak lagi dirawat dalam jangka waktu lama dirumah
sakit. Klien yang berada di unit perawatan kritis dikatakan lebih sakit dari
sebelumnya.Sekarang ini banyak klien yang dirawat diunit kritis untuk waktu 5 tahun sudah
dapat menjalani rawat jalan dirumah masing-masing. Klien unit kritis yang ada sekarang ini
tidak mungkin bertahan hidup dimasa lalu dikarenakan buruknya sistem perawatan kritis
yang ada. Sudah direncanakan dibeberapa rumah sakit akan adanya unit kritis yang lebih
besar dan kemungkinan mendapatkan pelayana perawatan kritis dirumah atau tempat-tempat
alternatif lainnya. Perawat kritis harus tepat memantau informasi terbaru dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk mengelola metode dan teknologi
perawatan terbaru. Seiring dengan perkembangan perawatan yang dilakukan pada klien
semakin kompleks dan banyaknya metode ataupun teknologi perawatan baru yang
diperkenalkan, perawat kritis dipandang perlu untuk selalu meningkatkan pengetahuannya.

Daftar Pustaka
(Talbot & Marqardt, 1997)Talbot, L. A., & Marqardt, M. M. (1997). Pengkajian
Keperawatan Kritis. EGC.

ERLINA
Ruang lingkup keperawatan kritis pada pasien kondisi gawat darurat adalah melakukan
primary survey, kemudian dilanjutkan dengan secondary survey, menggunakan tahapan
ABCDE dan primary survey, dan resusitasi pada kasus kegawatan. Pelayanan keperawatan
gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat
yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya. anggota badannya akan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan
secara cepat.
American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan
keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap
penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam kehidupan (AACN,1989). Lingkup
praktik asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien
dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk
pemberian perawatan. Pasien yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima
asuhan keperawatan intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki
rentang dari pasien yang memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit
intervensi sampai pasien dengan kegagalan fungsi multisistem yang memerlukan intervensi
untuk mendukung fungsi hidup yang mendasar. Pada umumnya lingkungan yang mendukung
rasio perbandingan perawat pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu
perawat dapat merawat tiga pasien dan, terkadang seorang pasien memerlukan bantuan lebih
dari satu orang perawat untuk dapat bertahan hidup. Dukungan dan pengobatan terhadap
pasien-pasien tersebut membutuhkan suatu lingkungan yang informasinya siap tersedia dari
berbagai sumber dan diatur sedemikian rupa sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat
dan akurat.

Sumber:
Morton, Patricia Gonce, dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.
Jakarta: EGC
Tabrani. 2007. Agenda gawat darurat (Critical Care). P. T Alumni: Bandung

Standar Pelayanan ICU (ARINDA & ELIN)

ARINDA
A. Klasifikasi Pelayanan ICU
Dalam menyelenggarakan pelayanannya di rumah sakit, pelayanan lCU dibagi dalam
beberapa klasifikasi pelayanan. Jenis tenaga dan kerengkapan pelayanan menentukan
klasifikasi pelayanan di rumah sakit tersebut atau sebaliknya.
B. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam unit perawatan intensif bertujuan untuk menciptakan kelancaran
Pemberian pelayanan keperawatan, pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lain.
Struktur organisasi tergantung luasnya unit pelayanan dan kompleksitas kegiatan yang
dikelola serta model asuhan keperawatan yang diberikan.
C. Ketenagaan
Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dan kiasifikasi pelayanan perawatan
intensif (primer sekunder, tersier). Pelayanan perawatan intensif tersier harus mempunyai
staf perawat kritikal yang berpengalaman dan berkualifikasi dalam perawatan pasien kritis
Staf perawat intensif adalah staf perawat professional yang diberikan kewenangan sebagai
seorang perawat yang mampu memberikan asuhan keperaw atan yang kompeten pada
kondisi kritis melalui integrasi kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diik uti
oleh nila-nilai kemanusiaan.

Perawat Intensif dalam memberikan pelayanannya mengacu pada standar keperawatan


kritikal, komitmen pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwakilan pasien
secara tepat serta menunjukan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal
menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependent dalam mengelola
pasien

Staf yang bekerja di unit perawatan intensif perlu dikelola dengan baik dan benar sehingga
masing-masing mempunyai peran, tanggung jawab serta tugas yang jelas. Staf di
pelayanan perawatan intensif dimasukkan dalam 4 kelompok meliputi a kelompok dokter,
b. perawat. c tenaga penunjang terdiri dari elektro medik, laboratorium, fisioterapis,
farmasis, ahli gizi, radiografer, dan pekerja sosial, d. tenaga administrasi

Kolaborasi dokter-perawat di ICU, harus terjalin sebagai mitra yang interdependensinya


tinggi (doctor-nurse team concept) Perubahan yang terjadi pada kondisi pasien langsung
didiskusikan bersama tim, sehingga keputusan medik maupun keperawatan dapat
ditetapkan secara tepat. Selain itu komunikasi antara manajemen klinik dengan berbagai
disiplin dilakukan melalui pertemuan secara regular

D. Indikasi Masuk dan Keluar ICU


Apabila sarana dan prasarana ICU disuatu rumah sakit terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinqgi banvak, maka diperlukan mekanisme untuk membuat
prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di
lCU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempatidur yang tersedia, Kepala ICU
menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di lCU.
Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap lCU.
l. Kriteria Masuk
Dalam keadaan yang terbatas, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) lebih
didahurukan dibandingkan dengan pasien yang hanya memerlukan pemantauan intensif
(prioritas 3). Penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit hendaknya digunakan.
sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke lCU.
 Golongan.pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan;pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi, seperti:, dukungqn/,bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi
organ/ sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif/ inotropik, obat anti aritmia, serta
pengobatan rain-rainnya secara kontinyu dan tertitrasi.
Sebagai contoh antara lain: pasien pasca bedah kardiotorasik, sepsis berat,
gangguan keseimbangan asam basa dan erektrorit yang mengancam nyawa.
Institusi setempat dapat juga membuat kriteria spesifik yang lain seperti derajat
hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada gorongan
pasien prioritas 1 (satu) demikian, umumnya tidak mempunyai batas.
 Golongan pasien prioritas 2 (dua)
Golongan pasien ini memerlukan pelayanan pemantiauan canggih di lcu, sebab
sangat berisiko bila, tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan purmonary arteriar catheter. sebagai contoh
antara lain pasien. yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut.
dan berat atau.,pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada
golongan pasien prioritas 2, tidak batas, karena kondisi mediknya senantiasa
berubah
 Golongan pasien.prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya secara. sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat
terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. , Sebagai contoh antara lain pasien
dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan. jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk
mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru. .
 Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepara ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa
pasien.pasien golongan.demikian sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU
agar fasititas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas
1(satu), 2(dua), 3, (tiga).
Pasien yang tergqlong demikian antara lain:
a. Pasien yang memenuhi kriteria maluk tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi "perawatan yang aman” saja. lni tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah "DNR (Do Not Resuscitate)”.
Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin akan mendapat manfaat dari tunjangan
canggih yang tersedia di lCU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
b. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak namun hanya karena
kepentingan donor organ.

2. Kriteria Keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasaikan pertimbangan medis oleh kepala lcu
dan atau tim yang merawat pasien, antara lain:
a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak bermanfaat
atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu pasien
tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (seperti ventilasi mekanis).
Contoh golongan pasien demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit
stadium akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU
sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari icu
yaitu: Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar
paksa) dan pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada
pasien lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang ieuin
intbnsif. Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus
untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.
3. End of Life Care (perawatan Ter.minal Kehidupan)
Disediakan ruangan khusus bagi pasien diakhir kehidupannya.
Pengkajian ulang kerja
Setiap lCU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan keluar,
standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan kelengkapan
ini hendaknya dibuat oleh tim ICU di bawah supervisi komite medik, dan hendaknya
dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan luaran pasien (outcome) dan
pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar,harus
dipantau oleh,komite medik

E. Informed Consent
Sebelum pasien dimasukkan ke lcu, pasien dan atau keluarganya harus mendapatkan.
penjelasan secara lengkap tentang dasar pertimbangan mengapa pasien harus
mendapatkan perawatan di lCU, serta berbagai tindakan kedokteran yang mungkin
akan dilakukan selama pasien dirawat di lCU serta prognosa penyakit yang diderita
pasien. Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala lCU atau dokter yang bertugas.
setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien dan atau keluarganya bisa menerima
atau tidak bisa menerima. pernyataan pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima
atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang ditanda-tangani
(inforrned consent) seperti terlampir.

F. Alur Pelayanan
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari Kamar operasi atau. kamar tindakan lain, seperti: kamar bersalin, ruang
endoskopi, ruang dialisis, dan sebagainya.
4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawatnap).

G. Fasilitas dan pemeliharaan alat


Kelengkapan fasilitas dan peralatan di unit perawatan intensitif merupakan factor
pendukung yang sangat penting karena memudahkan untuk mengantisipasi keadaan
yang mengancam kehidupan. Kebitihan fasilitas dan peralatan disesuaikan dengan
klasifikasi pelayanan intensif yang diberikan.
H. Peralatan
Berikui ini adalah ketentuan umum mengenai peralatan:
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU
dan harus sesuai dengan beban kerja lCU, disesuaikan dengan standar yang
berlaku.
b. Terdapat prosedur pemeriksaan berkara untuk keamanan alat.
c. Peralatan dasar meliputi; Ventilasi mekanik, alat ventirasi manuar dan arat
penunjang jalan nafas, alat hisap, peralatan akses vaskuler, peralatan monitor
invasif dan non-invasif, defibrilator dan alat pacu jantung, alat pengatur suhu
pasien, peralatan drain thorax, pompa infus dan pompa Syring, Peralatan portable
untuk transportasi, tempat tidur khusus, lampu untuk tindakan, Continous Renal
Replacement Therapy, peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain)
untuk prosedur , diagnostik,dan:atau terapi khusus,hendaknya tersedia bila secara
klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi lCU, protokol dan pelatihan kerja
untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat
termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfung

I. Pemeliharaan alat
Pemeliharaan fasilitas dan peralatan yang ada perlu dilakukan secara berkala dan terus
menerus, ini penting agar alat yang ada selalu siap bila diperlukan
a. Gunakan fasilitas dan peralatan sesuai dengan fungsinya
b. Lakukan kalibrasi untuk peralatan elektronik untuk menghindani kesalahan dalam
menginterpretasikan informasi yang didapat (monitoring ECG
c. Buat inventarisasi fasilitas dan peralatan yang ada, sehingga dapat Respirator atau
alat pemeriksaan gas darah dan. elektrolit) diketahui apakah jumlah dan fungsinya
masih dapat dipertahankan atau perlu diajukan permintaan baru atau perbaikan alat
yang ada
d. Menjaga kebersihan dan mengendalikan infeksi melalui sterilitas unit perawatan
intensif dan penyediaan tempat cuci tangan.
e. Ikuti prosedur pemeliharaan alat kesehatan sesuai petunjuk operasional
f. Adanya protokol untuk membersihkan peralaian tempat tidur setelah setelah pasien
pindah
J. SISTEM RUJUKAN
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas/
wewenang dan tanggung jawab secaia timbal balik baik horizontal maupun vertikal
terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan karena
adanya keterbatasan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
Terdapat dua jenis rujukan yaitu :
1. Rujukan eksternal (rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan) yang terdiri dari :
a. Rujukan vertikal : Rujukan yang terjadi dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan
kepada fasilitas pelayanbn. kesehatan lainnya yang menjangkau dalam suatu
tingkatan pelayanan kesehatan ying berbeda.
b. Rujukan horizontal : . Rujukan yang terjadi dari suatu fasilitas pelayanan
kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dalam iuatu tingkatan yang sama.
2. Rujukan internal: Rujukan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dari tenaga
kesehatan ke tenaga kesehatan lainnya (dokter ke dokter, residen ke spesialis,
rujukan triage). Ruang lingkup rujukan, terdiridari :
a. Rujukan kasus penyakit atau masalah penyakit : Rujukan yang dilakukan
berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus),
spesimen dan pengetahuan tentang penyakit.
b. Rujukan permasalahan kesehatan : Rujukan yang dilakukan berkaitan dengan
upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa fasilitas, teknologi dan
operasional

K. Pencatatan dan Pelaporan


Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan pelayanan di
lCU dan dokter tersebut harus bertanggung jawab atas semua yang dicatat dan
dikerjakan. Pencatatan menggunakan status khusus lCU yang meliputi diagnosis
lengkap yang menyebabkan dirawat di lCU; data tanda vital, pemantauan fungsi organ
khusus (Jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan
nutrisi dan.cairan, catatan pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh keluar dari pasien

L. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evatuasi dilaksanakan secara berkesinambungan guna mewujudkan
pelayanan lCU yang ,aman bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien.
Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktor-
faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang efektif.
Indikator Pelayanan lCU yang digunakan adatah sistim skoring prognosis dan keluaran
dari lCU. sistem skoring prognosis dibuat datam 24 jam
M. Pengendalian Mutu dan Pengawasan Pelayanan ICU.
Pengendalian mutu dan kualitas pelayanan ICU merupakan suatu program yang bersifat
objektif dan berkelanjutan untuk menilai dan memecahkan masalah yang ada sehingga
dapat memberikan kepuasan pada pelanggan dan mencapai standart klinis yang
bermutu. Pemantauan kualitas adalah kegitan pemantauan secara objektif di ICU
bekerja sama dengan Tim Pelayanan Rumah Sakit setempat.
N. Pembiayaan
Penyelenggaraan pelayanan lCU di rumah sakit mengacu pada pola tarif standar kelas.l
(satu.): Sumber pembiayaan dapat berasal dari :
1. APBD
2. APBN
3, Jamkesda
4. Jamkesmas
5. Asuransi Kesehatan
6. Masyarakat dan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undang

Sumber:

Republik Indonesia, 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit


(ICU) di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan. Jakarta
Direktorat Keperawatan Dan Keteknisian Medik Departemen Kesehatan RI. 2006.
Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta

ELIN
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Dalam rangka mencapai efektifitas pelayanan perawatan intensif perlu ditunjang dengan
suatu kebijakan. Kebijakan yang diberlakukan tersebut harus jelas dan mampu laksana dalam
pengertian kebijakan tersebut dimengerti dan dipatuhi oleh semua pihak.
Kebijakan mencakup antara lain :
a. Standar asuhan keperawatan
b. Standar operational procedur
c. Penyelesaian masalah etik keperawatan
d. Indikasi pasien masuk dan keluar ICU
e. Pengendalian pemakaian obat
f. Pengendalian infeksi
g. Tata tertib petugas dan pengunjung
h. Koordinasi lintas departemen / bidang/ instalasi / unit

Pelayanan keperawatan yang diberikan yang sesuai dengan etika dan legal keperawatan
antara lain :
a. Menghargai klien sebagai manusia yang unik tanpa memandang umur, status sosial,
latar belakang budaya dan agama.
b. Menghargai klien sebagai manusia utuh
c. Menghargai kerahasiaan dan privacy klien
d. Menghargai keputusan yang dibuat oleh klien dan keluarga
e. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang bermutu
f. Mampu mempertanggung jawabkan dan menggugat pelayanan keperawatan yang
diberikan
g. Mampu bekerja sama dengan teman sejawat maupun dengan tim kesehatan untuk
memberikan pelayanan keperawatan terbaik.

PENGEMBANGAN STAF
Pengembangan staf di unit perawatan intensif merupakan faktor pendukung yang sangat
penting bagi peningkatan kinerja individu. Kemajuan tekonologi kesehatan yang berkembang
sangat cepat dan perubahan praktek medis dan praktek keperawatan. Perlu diadakan
pengembangan professional di lingkungan pelayanan kesehatan intensif. Karena jika tidak
didukung dengan sistem pengembangan SDM yang baik dapat menimbulkan stress, time over
perawat yang tinggal dan rendahnya kinerja secara langsung dapat menurunkan mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan.
Pengembangan staf dapat dilaksanakan melalui :
1. In-service education
Upaya ini dilakukan ICU dan bertujuan untuk memperbaharui kemampuan dan keterampilan
sesuai dengan perubahan teknologi dalam lingkungan kerja dan praktek keperawatan maupun
metodologi baru dalam memberikan pelayanan.
2. Pendidikan berkelanjutan melalui program sertifikasi
3. Pendidikan lanjut melalui program pendidikan formal keperawatan spesialistik

EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU


Evaluasi merupakan satu aktivitas untuk melihat keberhasilan dari suatu kegiatan pemberian
asuhan yang dapat dijadikan indikatot dalam penjaminan mutu. Beberapa indikator dari
pengendalian mutu pelayanan keperawatan yaitu :
1. Tingkat keamanan (safety) yang berdiri dari : tingkat kejadian infeksi nosokomial,
tingkat kesalahan pemberian obat, pasien jatuh, dan angka dekubitus.
2. Tingkat kenyamanan (comfort) seperti : tingkat rasa nyeri.
3. Tingkat kecemasan
4. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
5. Tingat kemandirian pasien
6. Peningkatan pengetahuan

Daftar Pustaka
Republik Indonesia, 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU)
di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan. Jakarta
Direktorat Keperawatan Dan Keteknisian Medik Departemen Kesehatan RI. 2006. Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta

Standar Perawatan ICU (ANI & DINDA)

ANI
Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal dan mampu
memerikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas - tugas lain yang membebani,
seperti kamar operasi, praktik atau tugas - tugas kantor. Intensivist yang bekerja harus
berpartisipasi dalam suatu system yang menjamin kelangsungan pelayanan intensive care 24
jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan bagian - bagian pelayanan lain di
rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit. Bidang kerja pelayanan intensive care
meliputi: pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan, dan penelitian.
Kebutuhan dari masing - masing bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit.
a. Pengelolaan pasien langsung
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intesivist dengan
melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim
dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja
demikian mencegah pengelolaan yang terkotak - kotak dan menghasilkan pendekatan
yang terkoordinasi pada pasien serta keluarganya.
b. Administrasi unit
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin pelayanan
yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini diperlukan partisipasi
dari intensivist pada aktivitas manajemen. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah
staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah, dan macam pasien yang dirawat.
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
a. Resusitasi jantung paru
b. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana
c. Terapi oksigen
d. Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus
e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan dengan cepat dan menyeluruh
g. Pelaksanaan terapi secara titrasi
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat - alat portabel selama transportasi pasien
gawat
j. Kemampuan melakukan fisioterapi dada

Daftar Pustaka :
Direktorat Keperawatan Dan Keteknisian Medik Departemen Kesehatan RI. 2006. Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta
Darmayanti, N. N. T., & Oktamianti, P. (2014). Analisis Kompetensi Perawat Ruang Intensif
(Intensive Care Unit) Rumah Sakit Umum Tabanan Tahun 2013. Board for Development and
Empowerment of Human Resources in Public Health

DINDA
standar lingkungan kerja yang sehat ICU sesuai strandar kementrian kesehatan republik
Indonesia tahun 2012 menyatakan ruang lingkup kerja ICU sesuai standar meliputi:
1. Ruang administrasi
Untuk menyelenggarakan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran, rekam
medik internal pasien di ruang perawatan intensif. Diengkapi loket atau counter, meja
kerja, lemari berkas/arsip dan telepon
2. Ruang untuk tempat tidur
Rirancang untuk menunjang semua fngsi perawatan yang penting dan membuthkan
perawatan insif selama minimal 24 jam, mempunyai luas lantai 12-16 m2 per tempat
tidur, pencahayaan harus optimal, memiliki jumlah ventilasi udarayang memenuhi
namun tidak sialu dan nyaman, untuk rumah sakit jumlah tempat tidur pasien di ruang
perawatan intensif berkisar ± 2% dari total tempat tidur
3. Ruang isolasi pasien
Memiliki batasan fisik modular per pasien dinding serta pintu dan jendela dengan
ruangan ICU lain, diperutuan bagi pasien yang menmiliki penyakit menular, memiliki
kerentanan rensponimun yang rendah,kamarisolasi berukuran 16-20 m2 perkamar
4. Pos sentral perawat/ nurse station
Harus dpat menjangkau seluruh pasien, berfungsi mengakomodasikan seluruh fungsi
yang penting, dilengkapi lemari penyimpanan barang habis pakai dan obat
5. Ruang dokter jaga
Dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm
6. Ruang istirahat petugas
Berada didekat ruang rawat pasien icu dan dilengkapi siste komunikasi internal dan
alarm
7. Pantri
Untuk menyimpan makanan dan minuman bagi petugas dilengkapi meja, bak pencuci,
lemari pendingin mapun kompor
8. Ruangan penyimpanan alat medik
Menyimpan peralatan medik yang siap pakai telah disterilisasi seperti ventilator,
mesin hemodialisa, mobile Xray, monitor pasien, syrine pump, difibrilator
9. Ruang utilitas bersih
Ruang utiitas bersih dan kodoe harusnya terpisah namun saling berhubungan,
digunakan untuk menyimpan obat-obatan, barang bersih dan stril, rak dan lemari
untuk instrumen perbekalan yang diperlukan
10. Ruang utilitas kotor
dilengkapidengan spoelhoek dan selang pembilas dan pembuangan air limbah
disalurkan instalasi pengolahan air limbah
11. Ruang kepala ruangan ICU
12. Parkir troli
Tempat troli selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau seaa tidak diperlukan
13. Ruang ganti penunggu pasien dan ruang ganti petugas (pria dan wanita)
Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu dengan fasilitas kontainer/ wadah khusus
baju pelindung bekas pakaian harus disediakan
14. Ruang tunggu keluarga pasien (berada diluar ICU)
Terletak diruang pengunjung dekat dengan ruang perwatan intensif dan diluar ruang
rawat pasien, rasio kebutuhan jumlah tempat duduk keluarga pasien adalah 1 temapt
tidur pasien ICU berbanding 1-2 tempat uduk
15. Koridor untuk kebutuhan pelayanan
Mempunyai lembar minimal 2,4 m, lantai harus kuat sehingga dapat menahan beban
menahan beban peralatan yang berat
16. Ruang cleaning service
Tempat bahan dan peralatan untuk keperluan bersih-bersih ruanan, tetapi bukan
peralatan medik
17. Toilet petugas medik
Terdiri dari closet dan waslafel/lavatory
18. Ruang penyimpanan silinder gas edik
Menyimpan tabung O2, dan berfungsi bila RS jika tidak memiliki central gas
19. Toilet pengunjung/ penunggu pasie
Toilet pengunjung/penunggu pasien terdiri dari closet dan wastafel/ lavatory
20. Ruang disusi medis
Sebagai tempat kegiatan tempat kegiatan pendidikan dan diskusi medik dilengkapi
telepon atau alat komunikasi internal dan siste alarm yang tersambung langsung ke
ICU, buku kedokteran/medik dan perawatan, VCR dan peralatan belajar

Sumber
RI, K.K., PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG PERAWATAN
INTENSIF (2012).

Lingkungan Kerja ICU yang Sehat dan Sesuai Standar (HANIN)

Menurut buku yang saya baca, lingkungan kerja ICU yang sehat dan sesuai standar berfokus
pada hambatan karyawan dan keselamatan pasien serta mengidentifikasi enam standar
penting. Enam standar yang dimaksud adalah kemampuan berkomunikasi, kolaborasi yang
tepat, pengambilan keputusan yang efektif, kepegawaian yang tepat, pengakuan yang berarti,
dan memiliki jiwa kepemimpinan.
1. Kemampuan berkomunikasi: Perawat harus mahir dalam keterampilan komunikasi
seperti halnya mereka dalam keterampilan klinis.
2. Kolaborasi yang tepat: Perawat harus tanpa henti dalam mengejar dan membina
kolaborasi sejati.
3. Pengambilan keputusan yang efektif: Perawat harus dihargai dan mitra yang
berkomitmen dalam membuat kebijakan, mengarahkan dan mengevaluasi perawatan
klinis, dan memimpin operasi organisasi.
4. Kepegawaian yang tepat: kepegawaian harus memastikan kecocokan yang efektif antara
kebutuhan pasien dan kompetensi perawat.
5. Pengakuan yang berarti: Perawat harus diakui dan harus mengenali orang lain untuk nilai
yang diberikan masing-masing pada pekerjaan organisasi
6. Memiliki jiwa kepemimpinan: Perawat sebagai pemimpin harus sepenuhnya merangkul
seluruh tim kesehatan agar tercipta lingkungan kerja yang sehat, menjalaninya secara
otentik, dan melibatkan orang lain dalam pencapaiannya.
Williams, L. & Wilkins, 2009. Critical Care Nursing A Holistic Approach Ninth Edition. 9
ed. China: Wolters Kluwer.
Prinsip Asuhan Keperawatan yang Holistik di ICU (ANFIQ & UTA)

ANFIQ
Kerangka kerja holistic
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang dirawat di ICU harus
mempertimbangkan aspek bio, psiko, sosio kultural dan spirituaal secara komprehensif.
a) Aspek biologis/ Fisiologis
b) Aspek Psikologis
c) Aspek Sosio Kultural
d) Aspek Spiritual
Selanjutnya akan di jelaskna mengenai poin-poin diatas:
1. Aspek Biologis/ Fisiologis
Berdasarkan teori Maslow: udara (O2), sirkulasi (cairan), nutrisi, metabolisme, eliminasi dan
pemeliharaan diri
2. Aspek Psikologis
Kerangka kerja holistic
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang dirawat di ICU harus
mempertimbangkan aspek bio, psiko, sosio kultural dan spirituaal secara komprehensif.
a) Aspek biologis/ Fisiologis
b) Aspek Psikologis
c) Aspek Sosio Kultural
d) Aspek Spiritual
Selanjutnya akan di jelaskna mengenai poin-poin diatas:
1. Aspek Biologis/ Fisiologis
Berdasarkan teori Maslow: udara (O2), sirkulasi (cairan), nutrisi, metabolisme, eliminasi dan
pemeliharaan diri
2. Aspek Psikologis
Rasa aman (keselamatan), cinta dan mencintai (memiliki dan dimiliki), harga diri
dan aktualisasi diri.
Lalu, adapun proses keperawatan yang Holistik yaitu Standar asuhan keperawatan intensif à
acuan minimal askep yg hrs diberikan oleh perawat di unit/ Instalasi Perawatan intensif.
Askep Intensif adalah kegiatan praktek kep. Intensif yg diberikan pada pasien/
keluarga. Askep dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Langkah-
langkah yang harus dilakukan meliputi:
a. Pengkajian, masalah/ diagnosis keperawatan
b. Rencana tindakan
c. Implementasi dan
d. Evaluasi.
sumber :
Ristianingsih, Dwi, Cahyu Septiwi, and Isma Yuniar. "Gambaran motivasi dan tindakan
keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di ruang ICU PKU
Muhammadiyah Gombong." Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan 10.2 (2014).
Ulfah, Restu, and Madya Sulisno. "Pengetahuan Perawat Tentang Konsep Keperawatan
Holistik." Jurnal Keperawatan Diponegoro 1.1 (2012): 157-162.

UTA
Pasien kritis yang dirawat di ICU merupakan sosok manusia yang utuh dan unik yang
mengalami gangguan atau masalah yang kompleks. Dalam lingkup keperawatan kritis,
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang dirawat di ICU selain
mempertimbangkan aspek biologis dan fisiologis juga harus mempertimbangkan aspek sosio-
kultural serta aspek spiritual secara komprehensif. Aspek sosio-kultural meliputi sosial
ekonomi, lingkungan sosial (orang tua, kerabat, keluarga, dan teman-teman), adat kebiasaan
dan latar belakang budaya. Sedangkan pada aspek spiritual meliputi hal keyakinan atau
agama yang dianut serta spiritual. Perawatan di ICU dapat menandakan ancaman bagi klien
yang dirawat di unit tersebut, ancaman kematian dan perpisahan dengan keluarga merupakan
hal yang sangat dirasakan bagi klien.Perawat perlu melakukan pengkajian bagaimana
kebiasaan klien beribadah ataupun mengkaji mengenai hambatan-hambatan atau masalah
dalam beribadah sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan intervensi yang tepat
untuk klien. Kebutuhan spiritual yang terpenuhi akan memberikan kontribusi pada
kesembuhan klien. Penerapan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual
yang diberikan bertujuan agar klien merasa seimbang dan memiliki semangat hidup sehingga
klien dapat meraih ketenangan jiwa, kestabilan, ketenangan beribadah, penurunan kecemasan
dan kehidupan.

Wardah, Febtrina, E., & Dewi, E. (2017). Pengaruh Pengetahuan Perawat terhadap
Pemenuhan Perawatan Spiritual Pasien di Ruang Intensif. Jurnal Endurance 2(3) , 436-443.
KESIMPULAN
Filososi Keperawatan Kritis dalam ruang ICU (Intensive Care Unit) menurut Scutcliffe
(1994) antara lain:
1. Mengakui bahwa setiap pasien adalah individu yang harus dihormati kepercayaan
kebudayaan, personal, dan spiritualnya dan keluarganya.
2. Setiap pasien berhak untuk mengharapkan standar perawatan yang tinggi dan sama
antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan kebutuhan individu tersebut. Setiap
tenaga kesehatan harus mempertahankan martabat pasien.
3. Lingkungan dari Unit Kritis terdiri dari berbagai profesi dan teknik penginputan
membutuhkan pendekatan multidisiplin dalam kerjasama tim yang dibutuhkan.
4. Sebagai salah satu aspek yang integral, peran perawat meliputi pemberian
keterampilan keperawatan berdasarkan pada penelitian yang berorientasi pada
pengetahuan dan pengalaman.
5. Tujuan utama adalah untuk menyediakan perawatan dalam hal peningkatan kualitas
hidup pasien dan orang terdekat sehingga dapat memandirikan pasien.
6. Peran perawat juga mencakup dalam mempertahankan komunikasi dan dukungan
yang efektif, empati dan sensitifitas kepada pasien, orang terdekat dan lainnya.
7. Mendukung hal-hal terkait dengan pengembangan personal dan mutual support yang
berguna untuk menstimulasi dan memberikan kepuasan pada lingkungan kerja.

Ruang lingkup keperawatan kritis pada pasien kondisi gawat darurat adalah melakukan
primary survey, kemudian dilanjutkan dengan secondary survey, menggunakan tahapan
ABCDE dan primary survey, dan resusitasi pada kasus kegawatan. Pelayanan keperawatan
gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat
yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya. anggota badannya akan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan
secara cepat.

Dalam menyelenggarakan standar pelayanan ICU di rumah sakit, maka pelayanan dibagi dalam
beberapa klasifikasi pelayanan, pengorganisasian yang bertujuan untuk menciptakan
kelancaran pemberian pelayanan, ketenagaan, indikasi masuk dan keluar ICU, End of Life Care
(perawatan Terminal Kehidupan) dengan menyediakan ruangan khusus bagi pasien diakhir
kehidupannya, pemberian dan pejelasan tentang informed consent tentang dasar pertimbangan
mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di lCU, Adanya alur pelayanan, fasilitas dan
pemeliharaan alat, sistem rujukan, dilakukan monitoring dan evaluasi, pengendalian mutu dan
pengawasan pelayanan ICU, pembiayaan, adanya kebijakan dan prosedur, serta pengembangan
staf sebagai faktor pendukung yang sangat penting bagi peningkatan kinerja.

Standar pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal dan
mampu memerikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas - tugas lain yang
membebani, seperti kamar operasi, praktik atau tugas - tugas kantor. Intensivist yang bekerja
harus berpartisipasi dalam suatu system yang menjamin kelangsungan pelayanan intensive
care 24 jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan bagian - bagian pelayanan
lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit. Bidang kerja pelayanan intensive
care meliputi: pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan, dan penelitian.

Prinsip Asuhan Keperawatan yang Holistik di ICU dalam lingkup keperawatan kritis,
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang dirawat di ICU selain
mempertimbangkan aspek biologis dan fisiologis juga harus mempertimbangkan aspek sosio-
kultural serta aspek spiritual secara komprehensif. Aspek sosio-kultural meliputi sosial
ekonomi, lingkungan sosial (orang tua, kerabat, keluarga, dan teman-teman), adat kebiasaan
dan latar belakang budaya. Sedangkan pada aspek spiritual meliputi hal keyakinan atau
agama yang dianut serta spiritual.

Anda mungkin juga menyukai