Anda di halaman 1dari 2

Masjid Kiai Gede

Masjid Kiai Gede adalah sebuah masjid yang terletak di kecamatan Kotawaringin
Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, provinsi Kalimantan Tengah. Masjid ini Masjid Kiai Gede
menjadi saksi sejarah perkembanganIslam di Kotawaringin.

Sejarah
Masjid ini dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah,
tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja
keempat dari Kesultanan Banjarmasin. Nama Kiai Gede untuk masjid ini diambil
dari nama seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran
Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut Informasi umum
adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak Letak kecamatan Kotawaringin
untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede Lama, Kabupaten
tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Kotawaringin Barat,
Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin, provinsi Kalimantan
sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini. Berkat Tengah
jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah
Deskripsi arsitektur
Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada
Jenis Masjid
Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi
arsitektur
dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga
dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak Tahun 1052 H
bukan sekadar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan- selesai
kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para
pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi
sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang
maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya.

Saat ini, Masjid Kiai Gede yang sudah berumur ratusan tahun tersebut masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh keseriusan masyarakat Kotawaringin Barat dalam merawat dan memfungsikan masjid yang dianggap menjadi
tonggak sejarah perkembangan Islam di wilayah ini. Bagi masyarakat Kotawaringin Barat, Masjid Kiai Gede tidak hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagaimana Kiai Gede dan para
pengikutnya memfungsikan masjid ini pada masa lalu.

Keistimewaan
Keistimewaan Masjid Kiai Gede dapat dilihat dari bahan baku bangunannya yang semuanya terbuat dari kayu pilihan, yaitu kayu ulin
yang terkenal dapat bertahan dalam jangka waktu lama. Masjid ini berukuran 16 x 16 meter atau 256 m². Selain itu, keistimewaan
lainnya juga dapat dilihat dari gaya arsitekturnya yang unik, yaitu tidak seperti arsitektur masjid-masjid di Kalimantan pada
umumnya, tetapi lebih menyerupai gaya arsitektur masjid-masjid di Jawa, khususnya Masjid Agung Demak. Kemiripan dengan
Masjid Agung Demak dapat dilihat dari bentuk atapnya yang bersusun menyerupai pura, juga tiang-tiangnya yang tidak ditanam,
melainkan hanya diletakkan di atas tumpuan menyerupai mangkuk yang terbuat dari kayu ulin. Konon, Kiai Gede sendiri yang
mengusulkan agar tiang masjid dibangun seperti itu. Maksudnya jelas, agar masyarakat Islam di periode selanjutnya tidak kesulitan
[1]
untuk mengganti tiang-tiang tersebut jika suatu saat terjadi kerusakan.

Referensi
1. ^ Profil Masjid Kiai Gede Kotawaringin Lama(http://wisatamelayu.com/id/object/577/masjid-kiai-gede-di-kotawaringin
-barat/?nav=cat)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Masjid_Kiai_Gede&oldid=14036553


"

Halaman ini terakhir diubah pada 14 Juli 2018, pukul 16.28.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons


; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat
Ketentuan Penggunaanuntuk lebih jelasnya.

Anda mungkin juga menyukai