Anda di halaman 1dari 6

Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, A 213-218

https://doi.org/10.32315/sem.1.a213

Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara


Kudus
Andanti Puspita Sari Pradisa

Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
Korespondensi : andantipradisa@gmail.com

Abstrak

Masjid Menara Kudus didirikan pada sekitar abad 15 dan 16 M. Didirikannya Masjid Menara Kudus
terjadi karena dibutuhkannya masjid pada awal penyebaran agama Islam di Kota Kudus. Masjid
Menara Kudus menjadi salah satu saksi berkembangnya agama Islam yang dibawakan oleh Sunan
Kudus. Melekatnya budaya Hindu yang sudah terlebih dahulu diperkenalkan pada masyarakat Kudus
membuat perlunya adaptasi budaya Islam pada budaya Hindu di Kota Kudus. Adapatasi budaya ini
membentuk perpaduan budaya yang unik antara budaya Islam dan budaya Hindu. Keunikan
perpaduan budaya ini membuat penulis tertarik untuk membahas perpaduan budaya Islam dan
Hindu dalam Masjid Menara Kudus. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana
sejarah berdirinya Masjid Menara Kudus sehingga timbul perpaduan budaya Islam dan Hindu dalam
Masjid Menara Kudus, apa saja bagian dari Masjid Menara Kudus yang menjadi bukti penerapan
budaya Hindu, dan apa saja bagian dari Masjid Menara Kudus yang menjadi bukti penerapan budaya
Islam.

Kata-kunci : hindu, islam, masjid menara kudus, perpaduan budaya

Pendahuluan

Islam masuk ke Pulau Jawa melalui kegiatan perdagangan di kota-kota pelabuhan yang terdapat di
Pulau Jawa bagian utara. Islam mulai dikenal oleh masyarakat Pulau Jawa diperkirakan pada abad
11-12 M dengan Kota Gresik sebagai pusat perkembangan Islam. Persebaran Islam di Pulau Jawa
tidak lepas dari peran sembilan wali atau yang lebih dikenal sebagai walisanga. Pada akhir abad 15
kerajaan Hindu-Majapahit merupakan kerajaan yang paling berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat Pulau Jawa. Hingga akhirnya Islam masuk dan Kota Demak menjadi pusat
perkembangan agama Islam dengan bimbingan Sunan Kalijaga. Sunan Kudus memutuskan berpisah
dari Sunan Kalijaga dan menyebarkan ajaran Islam di Kota Kudus. Kota Kudus pun berkembang
seiring dengan berkembangnya Kota Demak.

Ajaran Islam diterima dengan mudah oleh masyarakat setempat karena ajaran Islam pada saat itu
memberikan toleransi terhadap kebudayaan Hindu-Budha dan animisme. Selain itu, budaya Islam
yang diajarkan pada masa tersebut masih menganut budaya-budaya Jawa yang berkaitan dengan
budaya Hindu. Sunan Kudus memperkenalkan Islam dengan beberapa metode. Metode pertama
dengan cara pendekatan kepada masyarakat Kudus dengan membiarkan adat istiadat yang sudah
ada tetap berlangsung. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan konfrotasi secara langsung dalam
menyebarkan agama Islam.

Kota Kudus yang merupakan ibukota Kabupaten Kudus memiliki luas 422,21 km 2. Kudus berjarak 24
km ke arah timur laut dari Kota Demak dan berada dekat dengan Gunung Muria. Kudus dan Demak
dihubungkan melalui Semarang yang pada saat itu merupakan ibukota dari Jawa Tengah dan
Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon, Universitas Indraprasta, Universitas Trisakti Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 213
ISBN 978-602-17090-5-4 E-ISBN 978-602-17090-4-7
Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus
menjadi pusat kota di Jawa Tengah. Di bagian tengah Kota Kudus mengalir Sungai Gelis dari arah
utara ke selatan. Sungai Gelis ini secara tidak langsung membagi Kota Kudus menjadi dua bagian
yaitu Kudus Kulon dan Kudus Wetan. Bagian barat Kota Kudus (Kudus Kulon) diperuntukkan unutk
administrasi kota, perdagangan, dan industri. Sedangkan bagian timut Kota Kudus (Kudus Wetan)
terdiri dari permukiman masyarakat dan pabrik rokok. Bagian barat dan timur Kota Kudus ini
dihubungkan oleh satu jembatan. Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus terletak di Kudus
Kulon, tepatnya di Kampung Kauman. Pada masa pemerintahan kolonial kampung ini berfungsi
sebagai daerah pendidikan. Dahulu alun-alun Kota Kudus terletak di sebelah timur Masjid Menara
Kudus.

Gambar 1. Kota Kudus yang terbagi


dua oleh Sungai Gelis. Masjid Menara
Kudus terletak di bagian barat Sungai
Gelis (Kudus Kulon).

Sumber: Demak, Kudus, and Jepara


Mosques: A Study of Architectural
Syncretism, hlm. 18.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Masjid Menara
Kudus sehingga timbul perpaduan budaya Islam dan Hindu dalam elemen-elemen Masjid Menara
Kudus, apa saja bagian dari Masjid Menara Kudus yang menjadi bukti penerapan budaya Hindu, dan
apa saja bagian dari Masjid Menara Kudus yang menjadi bukti penerapan budaya Islam.

Objek dan Persoalan

Pada perkembangan Islam pada masa tersebut Masjid Menara Kudus diklasifikasikan sebagai masjid
komunitas. Masjid Menara Kudus diklasifikasikan menjadi masjid komunitas karena fungsinya
sebagai tempat pelaksanaan ibadah bagi komunitas-komunitas di sekitar masjid. Berbeda dengan
Masjid Demak yang diklasifikasikan sebagai masjid jami karena fungsinya sebagai masjid provinsi.
Masjid Menara Kudus terletak di Jalan Menara yang merupakan jalan kecil yang menghubungkan
langsung Kota Kudus dan Kota Jepara yang merupakan kota pelabuhan. Masjid Menara Kudus tidak
terletak di pusat kota. Walaupun begitu di bagian timur masjid terdapat pohon beringin yang
mengindikasikan bahwa bagian timur masjid merupakan alun-alun pada zamannya.

Menurut inskripsi yang ada pada mihrab masjid, Masjid Menara Kudus didirikan pada tahun 956 H.
Sedangkan pada inskripsi di kori kembar Masjid Menara Kudus didirikan pada tahun 1215 H.
Dikarenakan kedua inskripsi tersebut berbeda dan tidak bias dijadikan sebagai patokan maka
pendirian Masjid Menara Kudus didasarkan pada berdirinya masjid-masjid lain. Melihat dari
perkembangan Islam di Kota Kudus dapat disimpulkan bahwa Masjid Menara Kudus berdiri setelah
Masjid Demak (1468 M) didirikan dan sebelum Masjid Mantingan (1559 M) dan Masjid Sendang
Duwur (1561 M) didirikan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Masjid Menara Kudus
didirikan pada sekitar abad 15 dan abad 16 M.1)

A 214 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Andanti Puspita Sari Pradisa
2
Masjid Menara Kudus memiliki luas kurang lebih 5000 m dengan tembok-tembok membatasi
sekeliling masjid dengan perkampungan disekitarnya. Untuk memasuki Masjid Menara Kudus dapat
melalui dua gerbang yang disebut Gapura Bentar. Gerbang ini terletak di bagian utara dan selatan.
Gerbang utara merupakan akses utama untuk langsung masuk ke dalam masjid. Sedangkan gerbang
selatan merupakan gerbang yang menuju kompleks pemakaman. Nama Gapura Bentar diambil dari
istilah Hindu yang berarti gerbang. Dalam memasuki Masjid Menara Kudus tidak ada prosesi khusus.
Berbeda dalam bangunan pura yang memiliki aturan khusus dalam memasuki bangunan. Namun
penamaan dua gerbang utama dalam Masjid Menara Kudus menunjukkan masih kuatnya pengaruh
kebudayaan Hindu dalam pembangunan masjid.

Gambar 2. Denah Masjid Menara Kudus.

Gambar 3. Tampak Masjid Menara Kudus.

Sumber: Demak, Kudus, and Jepara Mosques: A Study


of Architectural Syncretism, hlm. 36 & 55.

Bagian menara dalam Masjid Menara Kudus menjadi hal yang dominan secara visual. Menara Kudus
dibangun dengan material bata merah dengan luas 100 m2 dan tinggi 18 m. Di bagian bawah
menara terdapat ukiran dengan motif Hindu. Bagian atap menara terdiri dari atap tajug dua tingkat
dengan empat kolom yang menompangnya. Hal ini menunjukkan elemen-elemen Hindu yang
diaplikasikan dalam pembangunan menara. Selain dari material bangunan yang berbeda dengan
bangunan masjid, proporsi dan bentuk dari Menara Kudus juga menunjukkan elemen Hindu yang
mendominasi dalam kompleks Masjid Menara Kudus.

Gambar 4&5. Menara Masjid


Kudus pada sekitar tahun 1941
dan tahun 1900.

Sumber: http://media-
kitlv.library.leiden.edu.

Bagian menara dibagi menjadi tiga bagian yaitu, bagian kaki, badan, dan kepala. Bagian kaki terdiri
dari ornamen-ornamen motif Hindu. Bagian badan menara memiliki ruang kecil (relung) yang

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 215


Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus
berukuran 1,4 m x 0,85 m. Relung ini menyerupai relung-relung yang ada dalam bangunan Hindu
seperti pura dan candi. Dalam bangunan Hindu relung ini biasanya diisi oleh patung. Namun dalam
Menara Kudus relung ini dibiarkan kosong. Di bagian tengah terdapat ornamen-ornamen cina berupa
piring yang dilukis. Pintu masuk dari relung berupa pintu kayu jati dengan candi sudut di sisi kanan
dan sisi kirinya. Bagian atas menara atau puncak menara berupa ruangan yang ditompang oleh 16
tiang. Di bawah menara atap tergantung sebuah bedug yang menghadap ke utara-selatan. Bedug ini
berfungsi untuk memanggil umat muslim ketika waktu salat telah tiba. Peletakkan bedug di bawah
atap menara ini dikaitkan erat dengan peletakkan kentongan di bawah atap Bale Kulkul.

Atap menara yang berupa atap tajug dua tingkat menyerupai atap meru yang berfungsi untuk
mengatapi bangunan-bangunan suci di dalam pura. Jumlah tingkatan atap yang genap menimbulkan
beberapa spekulasi. Syafwandi menuliskan dalam buku Menara Mesjid Kudus dalam Tinjauan
Sejarah dan Arsitektur bahwa atap dua tingkat tersebut mempunyai makna dua kalimat syahadat, ini
menunjukkan adanya tendensi untuk mengislamkan orang-orang yang beragama Hindu. Selain itu
disebutkan juga bahwa jumlah atap yang terdiri dari dua tingkat merupakan pelengkap dari struktur
empat tingkat dibawahnya sehingga semua tingkat berjumlah enam tingkat yang mencerminkan
Rukun Iman.`

Gambar 6. Tampak dan denah Menara Kudus. Dapat


dilihat Menara Kudus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian kaki, badan, dan kepala.

Sumber: Demak, Kudus, and Jepara Mosques: A Study


of Architectural Syncretism, hlm. 69.

Pembahasan

Dalam budaya Hindu setiap bangunan atau tempat harus menghadap ke arah-arah yang telah
ditentukan dan berorientasi ke suatu titik pusat suatu kota atau tempat, titik pusat ini disebut Bindu
atau Windu. Arah-arah ini ditentukan berdasarkan dewa-dewa Hindu. Dalam Kerajaan Majapahit,
istana terletak di sebelah selatan alun-alun, pasar di sebelah utara alun-alun. Sedangkan candi
Budha berada di sebelah barat alun-alun dan candi Hindu di sebelah timur alun-alun. Pengaturan
organisasi ruang ini juga terlihat dalam pengaturan organisasi ruang di Kota Kudus. Dimana masjid
berada di sebelah barat alun-alun.

A 216 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Andanti Puspita Sari Pradisa
Elemen-elemen budaya Jawa Hindu dalam suatu bangunan dapat terlihat dari pembagian candi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian kaki, badan, dan kepala. Bagian atas dari bangunan berupa atap
bangunan yang bertingkat. Bagian paling atas dari atap akan dihias dengan ornamen-ornamen
Hindu. Ornamen-ornamen Hindu tersebut dapat berupa atap. Menara Kudus mengambil atap tajug
bertingkat dua yang mengambil dari budaya Hindu.

Axis utama dalam orientasi masjid dalam agama Islam selalu mengarah ke Ka’bah yang berada di
Kota Mekkah. Walaupun Masjid Menara Kudus mengadaptasi beberapa budaya Hindu, namun
orientasi utama bangunan masjid dan menara tetap mengarah ke Ka’bah. Hal ini menunjukkan
walaupun terdapat penerapan budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus namun pedoman utama
dalam membangun Masjid Menara Kudus tetaplah pedoman-pedoman yang berasal dari agama
Islam.

Gambar 7. Orientasi Masjid Menara


Kudus yang tetap mengarah ke arah
Ka’bah di Mekkah.

Sumber: Demak, Kudus, and Jepara


Mosques: A Study of Architectural
Syncretism, hlm. 109.

Prinsip penyebaran agama Islam menjelaskan bahwa untuk membuat orang-orang mengikuti agama
Islam tidak dengan cara memaksa tetapi harus dengan pendekatan terhadap masyarakat terlebih
dahulu agar nilai-nilai yang ada dalam agama Islam dapat diserap dengan baik oleh masyarakat
setempat. Prinsip tersebut juga diterapkan dalam pembangunan Masjid Menara Kudus. Sang pendiri
masjid tidak langsung menghilangkan budaya Hindu yang sudah ada dalam diri masyarakat Kudus.
Namun ia menerapkan elemen-elemen budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus agar masyarkat
tertarik untuk mengikuti ajaran Islam tanpa merasa terpaksa. Hal ini menunjukkan toleransi
beragama dalam Islam yang ditunjukkan oleh para tokoh Islam terdahulu.

Kesimpulan

Perpaduan budaya dalam Masjid Menara Kudus terjadi karena cara penyampaian ajaran Islam oleh
Sunan Kudus yang tetap menghormati masyarakat Kudus yang telah memeluk ajaran Hindu. Selain
itu, perpaduan budaya juga terjadi karena prinsip Islam yang melarang pemaksaan untuk mengikuti
agama Islam dan untuk menunjukka sifat toleransi beragama dalam agama Islam.

Penerapan budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus dapat dilihat dari pengaturan organisasi ruang
di Kota Kudus yang mengikuti pengaturan organisasi ruang di Kerajaan Majapahit. Perpaduan
budaya Hindu paling banyak dapat dilihat dalam Menara Kudus. Pembagian bagian menara menjad
tiga bagian, atap tajug bertingkat dua, penggunaan ornamen-ornamen Hindu dan candi siku yang
berada di pintu masuk menjadi bukti penerapan budaya Hindu dalam Menara Kudus. Pintu masuk
yang ada di Masjid Menara Kudus (Gapura Bentar) juga masih menerapkan budaya Hindu dilihat dari
penamaannya. Walaupun Masjid Menara Kudus menerapkan budaya Hindu dalam bangunannya.
Namun, pembangunan masjid ini tetap menggunakan prinsip agama Islam sebagai pedoman
utamanya. Perpaduan budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus menunjukkan torelansi
antar agama Islam dan Hindu pada zamannya namun tetap berpedoman pada agama Islam.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 217


Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus
Acknowledgement

Penulis berterima kasih kepada Bapak Bambang Setia Budi S.T., M.T., Ph.D selaku dosen mata kuliah
Arsitektur Islam di Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi Bandung yang telah memberikan
informasi tentang Masjid Menara Kudus.

Daftar Pustaka

Ismudiyanto. & Parmono, A. (1987). Demak, Kudus, and Jepara Mosques: A Study of Architectural Syncretism .
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Seni Etnografi Indonesia no. 2. Jakarta: Balai Pustaka.
Masjid Al-Aqsho Menara Kudus. (n.d.). Diakses dari http://www. http://simas.kemenag.go.id.
Masjid Menara Kudus. (n.d.). Diakses dari https://id.wikipedia.org.
Menara van een Moskee in Koedoes. (n.d.). Diakses dari http://media-kitlv.library.leiden.edu.
Moskee tee Koedoes. (n.d.). Diakses dari http://media-kitlv.library.leiden.edu.
Roes, A. (2014). Sejarah Peradaban Islam di Kudus (Abad XV-Abad XX). Diakses dari http://www.academia.edu.
Rusmanto, T. (2013). Rupa Bentuk Menara Masjid Kudus, Bale Kulkul dan Candi. Jurnal Arsitektur Universitas
Bandar Lampung. Diakses dari http://www.jurnal.ubl.ac.id.
Solichin, S. (1990). Menara Kudus The Minaret of Kudus. Jakarta: Pusat Studi dan Penelitian Islam.
Syafwandi. (1985). Menara Mesjid Kudus Dalam Tinjauan Sejarah dan Arsitektur. Jakarta: Bulan Bintang.

Catatan
1
Syafwandi, Menara Mesjid Kudus dalam Tinjauan Sejarah dan Arsitektur, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm.
46-48.

A 218 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Anda mungkin juga menyukai