Anda di halaman 1dari 147

Aspal

Defenisi :

Material berwarna hitam atau coklat tua. Pada


temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat,
jika dianaskan sampai temperatur tentu dapat menjadi
lunak / cair sehingga dapat membungkus partikel
agregat pada waktu pembuatan campuran aspal beton
atau sapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada
penyemprotan/ penyiraman pada perkerasan
macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun.
Aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada
tempatnya (sifat Termoplastis)
 Hidrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang
umumnya disebut bitumen. Sehingga aspal sering juga
disebut bitumen,
 Aspal merupakan salah satu material konstruksi
perkerasan lentur . Aspal merupakan komponen kecil .
Umumnya 4 – 10 % dari berat campuran. Tetapi
merupakan komponen yang relatif mahal
 Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi
minyak bumi (Aspal Minyak) dan bahan alami (aspal
Alam),
 Aspal minyak (Aspal cemen) bersifat mengikat agregat
pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan
kedap air. Serta tahan terhadap pengaruh asam, Basa
dan garam,
 Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal
akan menjadi kaku dan rapuh dan akhirnya daya
adhesinya terhadap partikal agregat akan berkurang.
Aspal Alam :
- Aspal Gunung (Rock Asphalt)
ex : Aspal P. Buton
- Aspal Danau (Lake Asphalt)
ex : Aspal Bermudez, Trinidad

Jenis Aspal
Berdasarkan cara Aspal Buatan :
mendapatkannya - Aspal Minyah
Merupakan hasil destilasio minyak bumi

- Tar
Merupakan hasil penyulingan batu bara dan kayu
(tidak umum dugunakan, peka terhadap
perubahan temperatur dan beracun)
- Asphaltic base crude oil
Bahan dasar dominan aspaltic
Berdasarkan jenis
bahan dasarnya - Parafin base crude oil
Bahan dasar dominan parafin

- Mixed base crude oil


Bahan dasar campuran asphaltic
dan parafin
Aspal
Minyak - Aspal keras/panas (Asphalt cemen)
aspal yang digunakan dalam keadaan
panas dan cair, pada suhu ruang
berbentuk padat

Berdasarkan - Aspal dingin / Cair (Cut Back Asphalt)


bentuknya aspal yang digunakan dalam keadaan
dingin dan cair, pada suhu ruang
berbentuk cair

- Aspal emulsi (emulsion asphalt)


aspal yang disediakan dalam bentuk
emulsi dandigunakan dalam kondisi
dingin dan cair
Proses
Penyulingan
minyak bumi
untuk
menghasilkan
aspal
Skema Proses Pembuatan aspal Minyak
Light
gases Refotming Gasoline
Naptha
Chemical

Crude Oil Atmospheric Aviotion Fuel


destilation Kerosine
Domestic Fuel
Gas Oil Diesel Fuel

Domestic Fuel

Long Residue destilate


Vacuum Cracking Gasoline
Destilation
Chemical

Short Residue
Lube Oil Bitumen Feedstock
manifacture
Fuel Oil
Jenis Tungku Destilasi Ter

Tungku Destilasi Vertikal Tungku Destilasi Horozontal

Tungku D estilasi Horizontal

Pemanas
Pemanas (Suhu 1000° - 1250° C)

Tungku Destilasi Vertikal


Pem anas (Suhu 1000° - 1250° C)

Hasil Donominasi Oleh Aromat Hasil Ter didominasi oleh Cresol


yang tidak bermuatan listrik dan Phenol yang bermuatan listrik

OH OH

AROMAT

O- H + O- H +
CRESOL PHENOL
Karen ter bermuatan listrik maka kelekatan
ter lebih baik terhadap agregat dari pada
aspal
Perbandingan sifat aspal dengan ter
Bitument (aspal) Sifat Ter
Coklat - hitam Warna Coklat - Hitam
Cair - padat Bentuk cair
Larut Dalam CS2/CCl4 larut
Tidak larut Dalam Air Tidak Larut
Berbau biasa Bau Berbau khas (Aromat
bersifat harum)
Ada yang bergandengan Aromat tunggal

C Y C LO N

AROM AT

NAPHTENE
Aspal keras (asphalt cemen, AC)
 Aspal keras pada suhu ruang (250 – 300 C) berbentuk padat
 Aspal keras dibedakan berdasarkan nil;ai penetrasi (tingkat
kekerasannya)
 Aspal keras yang biasa digunakan :
- AC Pen 40/50, yaitu aspal keras dgn penetrasi antara 40 – 50
- AC pen 60/70, yaitu aspal keras dgn penetrasi antara 60 – 79
- AC pen 80/100, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 80 – 100
- AC pen 200/300, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 200-300

 Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas,


volume lalu lintas tinggi.
 Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin,
lalu lintas rendah.
 Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan 80/100.
Aspal cair (Cut Back Asphalt)
 Aspal cair merupakan campuran aspal keras dengan bahan pengencair dari
hasil penyulingan minyak bumi
 Pada suhu ruang berbentuk cair
 Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan penguapan bahan
pelarutnya, aspal cair dibedakan atas :
1. RC (Rapid curing cut back )
Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan bensin (premium), RC
merupakan curback asphal yang paling cepat menguap.

RC cut back asphalt dugunakan sebagai :


- Tack coat (Lapis perekat)
- Prime Coat (Lapis resap pengikat)

2. MC (Medium Curing cut back)


Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan minyak tanah
(Kerosine). MC merupakan cutback aspal yang kecepatan
menguapnya sedang.
3. SC (Slow Curing cut back)
Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan solar,
SC merupakan cut back asphal yang paling lama
menguap.

SC Cut back asphalt digunakan sebagai :


- Prime coat
- Dust laying (lapis pengikat debu)

Cut back aspal dibedakan berdasarkan nilai viscositas pada suhu 600
ex : RC 30 – 60 MC 30 – 60 SC 30 – 60
RC 70 – 140 MC 70 – 140 SC 70 - 140

Makin
Kental
Aspal emulsi

 Aspal emulsi adlah suatu campuran aspal dengan air dan


bahan pengemulsi

E m u ls ife r
Agent

A ir A spal

A s p a l E m u ls i B e r s ifa t
k o lo id
b u a ta n
( s u s p e n s i)
 Emulsifer agent merupakan ion bermuatan listrik
(Elektrolit), (+) Cation ; (-) Annion
 Emulsifer agent berfungsi sebagai stabilisator
 Partikel aspal melayang-layang dalam air karena partikel
aspal diberi muatan listrik.
 Berdasarkan muatan listriknya, aspal emulsi dapat dibedakan atas ;
1. Kationik,
disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang
bermuatan arus listrik posirif
2. Anionik,
disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang
bermuatan negatif
3. Nonionik,
merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti
tidak mengantarkan listrik.
 Yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal
emulsi anionik dan kationik.
 Berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi dibedakan atas
- Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan
pengemulsi sehingga pengikatan cepat terjadi. Digunakan untuk
Tack Coat
- Medium Setting (MS), Digunakan untuk Seal Coat
- Slow Seeting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap,
Digunakan Sebagai Prime coat
Aspal Buton

 Aspal buton merupakan aspal alam yang berasal ddari


pulau buton, Indonesia.
 Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan
bahan mineral lainnya dalam bentuk bantuan.
 Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar
bitumennya bervariasi dari rendah sampai tinggi.
 Berdasarkan kadar bitumennya aspal buton dibedakan
atas B10, B13, B20, B25, dan B30 (Aspal Buotn B10
adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata
10%)
Komposisi aspal
 Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek,sangat
sukar memisahkan molekul-molekul yang memberntuk aspal
tersebut
 Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan
maltenes
 Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua
yang larut dalam heptane.
 Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils,
dan larut dalam heptanes
 Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang
memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah
hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Oils adalah
media dari asphaltenes dan resin, berwarna lebih muda
 Proporsi dari asphaltenes, resin, oils berbeda tergantung dari
banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan
dan ketebalan aspal dalam campuran.
 Aspal secara kimia terdiri dari
- Aromat
- Parafin
- Alefine

 Parafine merupakan rangkaian hidrocarbon yang jenuh


bercabang

CH3 – CH2 – CH – CH2 – CH2 - ……….


I
CH3

 Olefine merupakan rangkaian hidrocarbon yang tak


jenuh

CH3 – CH = CH2 = CH2 = ………..


Kandungan aspal secara fisik
 Asphaltenes
 Maltenes
 Resin
 Minyak Lainnya

Sifat kimia dan sifat fisik aspal saling berhubungan

Sifat Kimia Sifat Fisik


Kelekatan Base on Aromat Base on Resin
Durabulity Base on Parafin Base on Ikatan
Maltene
Kepekaan terhadap Base on Parafin Base on Maltene
suhu
Ilustrasi Komposisi Aspal Minyak

ASPHALTENES

RESIN

OILS
 Pada aspal buatan maltene lebih dominan
(lebih banyak), maka bentuknya semi solid
 Pada aspal alam kebanyakan asphaltene
saja, jadi bentuknya cenderung padat
 Sifat aspal minyak juga dipengaruhi minyak
mentah penyusunnya
 Sifat Parafinic base crude oil :
a. Mudah teroksidasi
b. Pada suhu panas, leleh dan pada suhu
rendah mengeras dan rapuh
c. Adhesi kecil
d. Dactilitas kecil
 Sifat – sifat seperti parafin base crude oil tidak
diingini pada konstruksi jalan
 Sifat asphaltene base crude oil bertolak
belakang dengan sifat parafinic crude oil, dan
hal ini menguntungkan untuk dipakai pada
konstruksi jalan.
Fungsi Aspal Dalam Konstruksi Perkerasan Jalan

 Sebagai Bahan Pengikat:


Memeberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan
antara aspal itu sendiri
 Bahan Pengisi
Mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada
antara agregat itu sendiri.
Sifat – sifat aspal

 Sifat aspal adalah coloidal antara asphaltens dengan maltene


 Daya tahan (durabilitas)
daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat penbgaruh cuaca selama masa pelayanan jalan
 Sifat adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan
aspal.
Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan
agregat tetap pada tempatnyasetelah terjadi pengikatan.
• Kepekaan terhadap temperatur
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, artinya akan menjadi
keras dan kental jika temperatur rendah dan menjadi cair (lunak)
jika temperatur tinggi. Akibat perubahan temperatur ini viscositas
aspal akan berubah seiring dengan perubahan elastisitas aspal
tersebut. oleh sebab itu aspal juga disebut bahan yang bersifat visko
elastis.
Kepekaan terhadap suhu perlu diketahui untuk dapat ditentukan suhu
yang baik campuran aspal di campur dan dipadatkan.

• Kekerasan aspal
Kekerasan aspal tergantung dari viscositasnya (kekentalannya).
Aspal pada proses pencampurandipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga agregat dilapisi aspal . Pada proses pelaksanaan
terjadi oksidasi yang mengakibatkan aspal menjadi getas
(Viskositas bertambah tinggi). Peristiwa tersebut berlansung setelah
masa pelaksaan selasai. Pada masa pelayanan aspal mengalami
oksidasi dan polimerisasi yan besarnya dipengaruhi ketebalan aspal
menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal yang menyelimuti
agregat , semakin tinggi tingkat kerapuhan yang terjadi.
Pemeriksaan Aspal
 Pemeriksaan penetrasi
 Pemeriksaan titik lembek
 Pemeriksaan Titik nyala dan titik bakar
 Pemeriksaan penurunan berat aspal
 Pemeriksaan kelarutan dalam karbon
tetrakolrida
 Pemeriksaan daktilitas
 Pemeriksaan beratjenis
 Pemeriksaan viskositas
Pemeriksaaan Penetrasi
Pemeriksaan Ductility
Pemeriksaan Titik Lembek
Pemeriksan
Kehilangan Berat
Aspal
Pemeruksaan Titik Nyala Titik Bakar
Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70

Jenis Pemeriksaan Penetrasi 60/70


Satuan
Min Max
Penetrasi (250 C, 100 gr, 5 det) 60 79 0,1 mm
Titik Lembek (ring ball) 48 58 0C

Titik Nyala, Cleaveland ≥ 200 ≥ 225 0C

Daktilitas (250 C, 5 cm/menit) ≥ 100 ≥ 100 cm


Solubilitas/ Kelarutan dlm CCl4 14 14 %
Kehilangan berat, 1630 C, 5 jam - 0,8 %
Penetrasi setelah kehilangan berat 54 - % semula
Berat Jenis (25 0 C) 1 - gr/cc
Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F
Aspal Beton
• Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang
terdiri dari campuran agregat degan aspal, dengan
atau tanpa bahan tambahan, yang dicampur,
dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.
• Campuran beraspal menggunakan aspal
cemen/aspal keras yang dicampur pada suhu 1400 –
1600 C dan dihampar dan dipadatkan dalam kondisi
panas disebut aspal campuran panas (Hot mix
Asphalt)
• Campuran beraspal yang menggunakan aspal cair
dan dicampur pada suhu ruang dikenal sebagai aspal
campuran dingin (Cold Mix Asphalt)
Karakteristik Beton Aspal

• Stabilitas, adalah kemampuan perkerasan aspal menerima baban lalu


lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur dan
bleeding.
Faktor yang mempengaruhi niali stabilitas beton aspal :
- Gesekan internal, yang berasal dari kekasaran permukaan
butiran agregat, luas bidang kontak, bentuk butiran, gradasi
agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal
- Kohesi, adalah gaya iktan aspal yang berasal dari daya lekat
aspal terhadap agregat. Daya kohesi terutama ditentukab oleh
penetrasi aspal, perubahan viscositas akibat temperatur, tingkat
pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek dari wakti dan umur
aspal.
• Keawetan/durabilitas, adalah kemampuan beton aspal menerima
repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara
roda kendaraan dgn permukaan jalan, serta menahan keausan akibat
pengaruh suhu dan iklim
• Kelenturan/fleksibilitas adalah kemampuanbeonaspal untuk
menyesusikan diri akibat penurunan danpergerakan dari pondasi atau
tanah dasar, tanpa terjadinya retak
 Ketahan terhadap kelelahan/Fatique reistance,
adalah kemampuan beton aspal menerima lendutan
berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya
kelelahan berupa alur dan retak
 Kekesatan/tahanan geser /Skid resistance, adalah
kemampuan permukaan beton aspal terutama kondisi
basah, memebrikan gaya gesk pada roda kendaraan
sehinga kendaraan tidak tergelincir atau slip
 Kerdap air/impermeabilitas, adalah kemapuan beton
aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara
kedalam lapisan beton aspal.
 Mudah dilaksanakan/Workability, adalah kemampuan
campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan
dipadatkan. Tingkat workability menentukan tingkat
efisiensi pekerjaan.
Skema Volume Beton Aspal
Vmb = volume bulk campuran beton aspal padat
Vsb = volume bulk dari agregat
Vse = volume efektif agregat
VMA = volume pori antara butiran agregat di dalam
beton aspal padat
Vmm = volume tanpa pori udara dari aspal beton padat
VIM = Volume pori udara dalam aspal beton padat
VFA = Volume pori antar agregat yang terisi aspal pada
beton aspal
Vab = Volume aspal yang terabsorbsi ke dalam agregat
dari beton aspal padat
Ilustrasi VIM dan VMA Beton Aspal Padat
A1. Persamaan-persamaan Marshall
Berat Jenis Bulk dari total agregat:
P1 + P2 + P3 + ... + Pn
G sb =
P1 P2 P3 Pn
+ + + ..... +
G sb 1 G sb 2 G sb 3 G sbn
Berat Jenis Aparent dari Total Agregat :
P1 + P2 + P3 + ...... + Pn
G sa =
P1 P2 P3 Pn
+ + ...... +
G sa 1 G sa 2 G sa 3 G san
Berat Jenis Efektif dari Total Agregat:

Gsb + Gsa
Gse =
2
Berat Jenis Teoritikal Maksimum dari Campuran (Compacted Mixture):

Pmm
Gmm =
PS Pb
+
Gse Gb

Rongga Udara dalam Campuran (Void in the Compacted Mixture)


dalam persen terhadap total volume:

 Gmm + Gmb 
VIM = 100 x 
 Gmm 
Rongga dalam mineral agregat (Void in the Mineral Aggregate)
dalam persen terhadap total volume:

 Gmb .Ps 
VMA = 100 −  
 Gsb 
Berat isi atau kepadatan (density)

Density = Berat benda uji di udara

Isi benda uji

Kepadatan agregat terkompaksi (Compacted Aggregate Density):

 100 − Pb 
CAD = Density. 
 100 
Persen rongga terisi aspal (Voids Filled with Binder)
dalam persen terhadap VMA:

 VMA − VIM 
VFB = 100 
 VMA 
Pengujian Marshall
• Pengujian marshall untuk mengetahui kinerja beton aspal yang
dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan
oleh US Corps Engineer.
• Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan
proving ring (Cincin penguji) berkapasitas 22.2 KN dan flow
meter. Proving ring digunakan untuk mengukur stabilitas dan
flow meter utnuk mengukur kelelehan plastis
• Benda uji marshall berbentuk silinder dengan diamater 4 inchi
(10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm)
• Prosedur pengujian marshall mengikuti SNI 06-2489-1991
• Secara garis besar pengujian marshall meliputi :
- persiapan benda uji
- Penentuan berat jenis benda uji
- Pemeriksaan nilai stabilitas dan flow
- Perhitungan sifat volumetrik benda uji
JOB MIX DESIGN
• Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep
campuran dari material yang terdapat dilokasi sehingga
dihasilkan campuran yang memenuhi spesifikasi campuran yang
telah ditetapkan.
• Metoda rancangan berdasarkan pengujian empiris terdiri dari 4
tahap:
1. Menguji Sifat Agregat dan aspal yang akan digunakan sebagai
bahan campuran
2. Rancangan campuran di laboratoriumyang menghasilkan
rumus campuran
3. Kalibrasi hasil rancangan campuran ke instalasi pencampuran
yang akan digunakan.
4. Berdasarkan rumus campuran dilakukan percobaan campuran
dan penghamparan dan pemadatan
Syarat Aspal Keras

Persyaratan
N Pen. 60/70 Pen. 80/100
o Jenis Pengujian Min Max Min Max Satuan
0
1. Penetrasi (25 C, 100 gr, 5 60 79 80 99 0.1 mm
detik)
0
2. Titik Lembek (Ring and Ball) 48 58 46 54 C

0
3. Daktilitas (25 C, 5 cm/menit) 100 - 100 - cm
0
4. Kehilangan Berat (165 C, 5 - 0,8 - 0,1 % berat
Jam)*
0
5. Berat Jenis (25 C) 1 - 1 - -
6. Penetrasi setelah kehilangan 54 - 50 - % semula
berat*
7. Daktilitas setelah kehilangan 50 - 75 - cm
berat*
Syarat Agregat
No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Satuan Spesifikasi Bina Marga
Min. Mak.
I. Agregat Kasar
1 Berat Jenis SNI-1969-1990-F
- Berat Jenis Bulk - 2,5
- Berat Jenis SSD - - -
- Berat Jenis Apparent - - -
- Berat Jenis Efektif - - -
- Penyerapan % - 3
2 Pengujian Los Angeles Abrasion SNI 03-2417-1991 % - 40
3 Kelekatan Terhadap Aspal SNI-2436-1991 % 95 -
4 Aggregate Impact Value BS 812: Part 3: 1975 % - -
5 Aggregate Crushing Value BS 812: Part 3: 1975 % - -
6 Indeks Kepipihan BS 812: Part 1: 1975 % - 25
7 Indeks Kelonjongan BS 812: Part 1: 1975 % - -
8 Angka Angularitas BS 812: Part 1: 1975 - - -
II. Agregat Halus
9 Berat Jenis SNI-1969-1990-F
- Berat Jenis Bulk - 2,5
- Berat Jenis SSD - - -
- Berat Jenis Apparent - - -
- Berat Jenis Efektif - - -
- Penyerapan % - 3
10 Sand Equivalent Value SNI 03-4428-1997 % 50 -
FILLER
Bahan filler berasal dari abu batu, terak
dan bahan yang serupa yang bebas
dari bahan – bahan organik dan mempunyai
nilai indeks plastisitas tidak lebih besar dari 4.
Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari bahan
lain
yang mengganggu dan apabila dilakukan pengujian
analisa saringan secara basah,
harus memenuhi gradasi seperti pada Tabel sebagai
berikut :
Ukuran Saringan Persentase Berat yang lolos
No. 30 (0,590 mm) 100
No.50 (0,279 mm) 95 – 100
No. 100 (0,149 mm) 90 – 100
No. 200 (0,074 mm) 65 – 100
Macam Gradasi Untuk Laston

No. Campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI


Gradasi/Tekstur Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat
Tebal padat (mm) 20 – 40 25 – 50 20 – 40 25 – 25 40 – 65 50 – 75 40 – 50 20 – 40 40 – 65 40 – 65 40 – 65
Ukuran saringan % berat yang lolos saringan
1 ½” (38.1 mm) - - - - - 100 - - - - -
1” (25.4 mm) - - - - 100 90 – - - 100 100 -
100
¾” (19.1 mm) - 100 - 100 80 – 82 – 100 - 80 – 85 – 100
100 100 100 100
½” (12.7 mm) 100 75 – 100 80 – - 72 – 90 80 – 100 - - -
100 100 100
3/8” (9.52 mm) 75 – 100 65 – 85 80 – 70 – 90 60 – 80 - - - 65 – 85 56 – 78 74 – 92
100
no. 4 (4.76 mm) 35 – 55 35 – 55 55 – 75 50 – 70 48 – 65 52 – 70 54 – 72 62 – 80 46 – 65 36 – 60 48 – 70
no. 8 (2.38 mm) 20 – 35 20 – 35 35 – 50 35 – 50 35 – 50 40 – 56 42 – 58 44 – 60 34 – 54 27 – 47 33 – 53
no. 30 (0.59 mm) 10 – 22 10 – 22 18 – 29 18 – 29 19 – 30 24 – 36 26 – 38 28 – 40 20 – 35 13 – 28 15 – 30
no. 50 (0.27 mm) 6 – 16 6 – 16 13 – 23 13 – 23 13 – 23 16 – 26 18 – 28 20 – 30 16 – 26 9 – 20 10 – 20
no. 100 (0.149 4 – 12 4 – 12 8 – 16 8 – 16 7 – 15 10 – 18 12 – 20 12 – 30 10 – 18 - -
mm)
no. 200 (0.074 2–8 2–8 4 – 10 4 – 10 1–8 6 – 12 6 – 12 6 – 12 5 – 10 4–8 4–9
mm)
Syarat Campuran Laston

L.L. Berat L.L. Sedang L.L. Ringan


(2x75 tumb) (2x50 tumb) (2x35 tumb)
Sifat Campuran Min Max Min Max Min Max
Stabilitas (kg) 550 - 450 - 350 -
Kelelehan (mm) 2 4 2 4,5 2 5
Marshall Quotient, 200 350 200 350 200 350
(Stabilitas/Kelelehan) (kg/mm)
Rongga dalam campuran, VIM (%) 3 5 3 5 3 5
Rongga dalam agregat, VMA (%) Lihat Tabel 2.5
Indeks Perendaman (%) 75 75 - 75 -
Syarat VMA

Ukuran Maksimum Nominal Persentase Minimum Rongga Dalam


Agregat Agregat
No. 16 1,18 mm 23,5
No. 8 2,36 mm 21
No. 4 4,75 mm 18
3/8 inch 9,50 mm 16
½ inch 12,50 mm 15
¾ inch 19,00 mm 14
1 inch 25,00 mm 13
1 ½ inch 37,50 mm 12
2 inch 50,00 mm 11,5
2 ½ inch 63,00 mm 11
Contoh Perhitungan :
Berat jenis Agregat Kasar:
BJ Bulk = 2.638
BJ SSD = 2.686
BJ Aparent = 2.770

Berat Jenisa Agregat Halus :


BJ Bulk = 2.596
BJ SSD = 2.608
BJ Aparent = 2.636

Berat Jenis Filler ;


BJ Filler = 3.14

Berat Jenis Aspal :


BJ Aspal = 1.04
Berat Jenis
Efektif
Bulk SSD Aparent
((Bulk+Apparent)/2)
Agregat Kasar 2,638 2,686 2,77 2,704
Agregat Halus 2,596 2,608 2,636 2,616
Filler 3,14
Aspal 1,04

Komposisi Agregat

Agregat Kasar 0,41


Agregat Halus 0,53
Filler 0,06
1,00
Berat Jenis Agregat Kasar:

BJ Bulk Gsb1 := 2.638


BJ Efektif Gse1 := 2.704

Berat Jenis Agregat Halus:

BJ Bulk Gsb2 := 2.596


BJ Efektif Gse2 := 2.616
Berat Jenis Filler :
BJ Bulk Gsb3 := 3.14

BJ Efektif Gse3 := 3.14

Berat Jenis Aspal Gb := 1.04

Proporsi Fraksi Agregat Dalam Campuran Agregat


Agregat Kasar P1 := 0.41
Agregat Halus P2 := 0.53
Filler P3 := 0.06
Berat Jenis Bulk campuran agregat
( P1 + P2 + P3)
Gsb :=
 P1  +  P2  +  P3 
 Gsb1   Gsb2   Gsb3 
     
Gsb = 2.641
Berat Jenis Efektif Campuran Agregat
( P1 + P2 + P3)
Gse :=
 P1  +  P2  +  P3 
 Gse1   Gse2   Gse3 
     
Gse = 2.679
Perhitungan Untuk Kadar aspal Pb := 6%

Ps := 100% − Pb

Ps = 0.94

Berat Jenis Teoritis Maksimum Aspal Beton Sebelum Diapdatkan


100
Gmm:=
 Ps ⋅ 100  +  Pb⋅ 100 
   
 Gse   Gb 
Gmm= 2.447
Jika Berat Sampel Campuran Aspal Beton Adalah Sebagai Beriku :

Berat kering Bk := 1200.7 gram


Berat Dalam Air Ba := 670 gram
Berat SSD Bssd := 1203.6 gram

Volume Sampel ;

Va := Bssd − Ba
Va = 533.6 cm3

Berat Isi/Berat Jenis Bulk Aspal Beton


Bk
Gmb :=
( Bssd − Ba)

gram
Gmb = 2.25
cc
Kadar aspal yang terabsorbsi
( Gse − Gsb) 
Pab := 100⋅   ⋅ Gb
 Gsb⋅ Gse 

Pab = 0.557

Kadar Aspal efektif dari beton aspal


Pae := Pb − 
Pab 
 ⋅ Ps
 100 

Pae = 0.055

Persentase Pori antar Butiran agregat (VMA)

 ( Gmb⋅ Ps ⋅ 100) 
VMA := 100 −  
 Gsb 

VMA = 19.901
Persentase Pori Benda Uji

 ( Gmm− Gmb) 
VIM := 100⋅  
 Gmm 

VIM = 8.051

Persentase Pori Terisi Aspal (VFA)


[ 100⋅ ( VMA − VIM) ]
VFA :=
VMA

VFA = 59.543 %
0
Bj Aspal : 1,0374 Bj Bulk Agregat : 2,715 Suhu Pencampuran : 160 C
0
Kalibrasi Alat : 1,26 Bj Apparent Agregat : 2,775 Suhu Pemadatan : 140 C
Bj Effektif Agregat : 2,745

Mineral Agregat (VMA)


Berat Benda Uji (gr) Stabilitas

Bj. Teoritis (campuran)

% Rongga Terisi Aspal

(Compacted Aggregate
Campuran (VIM) (%)
% Aspal Terhadap

Hasil Bagi Marshall

Kepadatan Agregat
Berat Isi Benda Uji

Koreksi Benda Uji

Qoutient)(kg/mm)
Isi Benda Uji (ml)

% Rongga Dalam

% Rongga Dalam

Kalibrasi Alat) (kg)

Kelelehan (mm)
Stabilitas (Dengan

Koreksi Benda Uji

Density ,CAD)
Pembacaan Arloji

Stabilitas Dengan
No Benda uji

Terkompaksi
Berat Benda Uji

Berat Benda Uji

Berat Benda Uji


Dalam Air (gr)
Jenuh Air (gr)

Stabilitas (kg)
Campuran

(VFA) (%)

(Marshall
Kering (gr)

(gr/ml)

(Gmm)

(%)

(kg)
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R
1 5 1249,5 1254,9 728,0 526,9 2,371 2,536 17,013 6,490 61,9 0,96 850,0 1071,0 1028,2 2,80 367,20 2,253
2 5 1248,6 1256,4 724,0 532,4 2,345 2,536 17,929 7,523 58,0 0,96 869,0 1094,9 1051,1 2,80 375,41 2,228
3 5 1239,1 1250,0 720,0 530,0 2,338 2,536 18,185 7,811 57,0 0,96 889,0 1120,1 1075,3 2,90 370,80 2,221
Rata-rata 529,8 2,352 2,536 17,709 7,275 59,0 0,96 869,3 1095,4 1051,5 2,83 371,14 2,234
1 6 1259,4 1261,1 740,0 521,1 2,417 2,498 17,013 3,251 80,9 1,00 913,0 1150,4 1150,4 3,30 348,60 2,272
2 6 1255,5 1260,7 733,0 527,7 2,379 2,498 17,617 4,757 73,0 0,96 946,0 1192,0 1144,3 3,50 326,94 2,236
3 6 1255,0 1258,5 736,0 522,5 2,402 2,498 16,830 3,847 77,1 1,00 955,0 1203,3 1203,3 3,40 353,91 2,258
Rata-rata 523,8 2,399 2,498 17,154 3,952 77,0 0,99 938,0 1181,9 1166,0 3,40 343,15 2,255
1 7 1267,6 1269,3 740,0 529,3 2,395 2,461 17,957 2,694 85,0 0,96 1016,0 1280,2 1229,0 3,40 361,46 2,227
2 7 1269,8 1271,2 743,0 528,2 2,404 2,461 17,643 2,322 86,8 0,96 1035,0 1304,1 1251,9 3,60 347,76 2,236
3 7 1272,4 1274,2 745,0 529,2 2,404 2,461 17,631 2,307 86,9 0,96 1045,0 1316,7 1264,0 3,60 351,12 2,236
Rata-rata 528,9 2,401 2,461 17,744 2,441 86,3 0,96 1032,0 1300,3 1248,3 3,53 353,45 2,233
1 8 1279,6 1279,8 748,0 531,8 2,406 2,425 18,456 0,792 95,7 0,96 950,0 1197,0 1149,1 3,70 310,57 2,214
2 8 1274,7 1275,0 745,0 530,0 2,405 2,425 18,492 0,836 95,5 0,96 810,0 1020,6 979,8 3,80 257,84 2,213
3 8 1268,9 1269,0 742,0 527,0 2,408 2,425 18,401 0,725 96,1 0,96 989,0 1246,1 1196,3 3,90 306,74 2,215
Rata-rata 529,6 2,406 2,425 18,450 0,784 95,7 0,96 916,3 1154,6 1108,4 3,80 291,72 2,214
1 9 1280,9 1281,2 738,0 543,2 2,358 2,391 20,955 1,361 93,5 0,93 779,0 981,5 912,8 4,10 222,64 2,146
2 9 1279,3 1279,6 737,0 542,6 2,358 2,391 20,966 1,375 93,4 0,93 835,0 1052,1 978,5 4,20 232,97 2,146
3 9 1278,9 1279,8 735,0 544,8 2,347 2,391 21,310 1,804 91,5 0,93 815,0 1026,9 955,0 4,40 217,05 2,136
Rata-rata 543,5 2,354 2,391 21,077 1,514 92,8 0,93 809,7 1020,2 948,8 4,23 224,22 2,143
10
5, 0
9
4, 5
8
7 4, 0

Flow (m m )
VIM (%)
6 3, 5

5 3, 0
4
2, 5
3
2, 0
2
1 ,5
1
0 1 ,0

4 5 6 7 8 9 10 4 5 6 7 8 9 10

Kadar Aspal (%) Kadar Aspal (%)


22, 0

21 , 0

20, 0

1 9, 0

VMA (%)
1 8, 0

1 7, 0

1 6, 0

1 5, 0

1 4, 0

1 3, 0

1 2, 0
4 5 6 7 8 9 10

Kadar Aspal (%)

500, 0
1 300
1 250
1 200 450, 0
S tabi li tas (Kg)

1 1 50

MQ (Kg/m m )
1 1 00 400, 0
1 050
1 000 350, 0
950
900 300, 0
850
800
250, 0
750
700
650 200, 0
600
550 1 50, 0
500
450 1 00, 0
4 5 6 7 8 9 10 4 5 6 7 8 9 10

Kadar Aspal (%) Kadar Aspal (%)


Penentuan Kadar Aspal Optimum

Kadar Aspal
No. Kriteria Spesifikasi
5 6 7 8 9
1 VIM (%) 3-5
2 VMA (%) > 13
3 Stabilitas (kg) > 550
4 Flow (mm) 2-4
5 MQ (kg/mm) 200 - 350

6,25 %
Pengolahan Campuran Aspal
Parameter perencanaan

Lapisan konstruksi jalan


Faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi pelayanan konstruksi jalan
• Fungsi dan kelas jalan
• Kinerja Perkerasan
• Umur Rencana
• Beban Lalu lintas
• Sifat dan daya dukung Tanah dasar
• Kondisi Lingkungan
• Sifat dan ketersediaan bahan konstruksi jalan
• Bentuk geometrik jalan
Kinerja perkerasan jalan
• Keamanan, ditentukan berdasarkan gesekan
akibat adanya kontak antara ban dan
permukaan jalan
• Wujud Perkerasan
• Fungsi pelayanan

Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya


satu kesatuan yag digambarkan dengan
“Kenyamanan mengemudi (riding quality)”
Tingkat kenyamanan ditentukan
berdasarkan anggapan ;
• Jalan disediakan untk memberikan keamanan
dan kenyamanan pada pemakai jalan
• Kenyamanan sebenarnya merupakan faktor
subjektif
• Kenyamanan berkaitan dengan bentuk fisik
perkerasan yang dapat diukur secara objektif
• Wujud perkerasan juga dapat dapat
diperolehdarisejarah perkerasan jalan
• Pelayanan jalan dapat dinyatakan sebagai nilai
rata-rata yang diberikan oleh sipemakai jalan.
Kinerja perkerasan dapat
dinyatakan dengan :
Indeks Permukaan Fungsi Pelayanan
• Indeks permukaan / (IP)
serviceability index 4 -5 Sangat baik
3–4 Baik
2 -3 Cukup
1–2 Kurang
0 -1 Sangat

RCI Kondisi permukaan jalan secara visuil

• Indeks kondisi jalan / 8 – 10


7–8
Sangat rata dan teratur
Sangat baik, umumnya rata

road condition index 6–7


5–6
Baik
Cukup, sedikit sekali atau tidak ada
lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang,
permukaan jalan tidak rata
3–4 Rusak, bergelombang, banyak lubang
2–3 Rusak berat, banyak lubang dan seluruh
daerah perkerasan hancur
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD
jeep
Lalu Lintas
• Tebal perkerasan jalan ditentukan dari
besar beban yang akan dipikul.
• Besar beban lalu lintas dapat diperoleh
dari :
- Analisa lalu lintas saat ini
- Perkiraan pertumbuhan jumlah
kendaraan selama umur rencana
Beban sumbu standar (Standar axle load)

• Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam


variasi ukuran, beban, konvigurasi sumbu.
• Perlu ada beban standar
• Beban standar adalah beban sumbu tunggal roda ganda
seberat 18.000 pound (8.16 Ton)
33 cm

Tekanan Angin =
5.5 kg/cm2

8.16 ton

11 cm
ESAL (Equivalent Standard
Axle Load)

4
 L 
ESAL = k  
 8.16 

Dengan ;
ESAL = Ekivalensi standard axle load
L = Beban satu sumbu kendaraan
k =1 ; untuk sumbu tunggal
= 0.086 ; untuk sumbu tandem
= 0.021 ; untuk sumbu triple
Lintas Ekivalen
• Lintas ekivalen adalah repetisi beban yang dinyatakan dalam lintas sumbu standar
diterima oleh konstruksi jalan.
• Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah besarnya lintas ekivalen pada saat jalan
tersebut dibuka
LEP = Σ LHRi x Ei x Ci x (1 x i)n
• Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut
membutuhkan perbaikan (akhir umur rencana)
LEA = LEP (1 + r)n
• Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (AE18KSAL/N) adalah jumlah lintasan ekivalen
yang akan melintasi jalan selama masa layandari saat dibuka sampai akhir umur
rencana.

Nilai Kondisi
(NK)
Kondisi NK Peningkatan
Pemeliharaan
Perencan o Rutin dan
aan Ideal Berkala

Rehabilitasi

Masa Pemeliharaan Rutin dan


Berkala
Kondisi
Kritis NKT
Penunjang
Masa Peningkatan
Kondisi NK
K
Runtuh
Masa Rekonstruksi

Masa Layan
N (log)
Pedoman penentuan jumlah Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (m)

lajur L< 5,5 m 1 lajur

5,5 m < L < 8,25 m 2 lajur

8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur

11,25 m < L < 15,00 m 4 lajur

15,00 m < L < 18,75 m 5 lajur


18,75 m < L < 22,00 m 6 lajur

Jumlah Lajur Kendaraan Ringan * Kendaraan Berat **


1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

Koefisien distribusi lajur 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00


2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,48
4 lajur 0,30 0,45
5 lajur 0,25 0,43
6 lajur 0,20 0,40

• *Berat Total < 5 ton


• ** Berat Total > 5 ton
Daya dukung tanah dasar
Metode – metode penentuan daya dukung
tanah ;
• CBR (Californis Bearing Ratio)
• Mr (Resilient Modulus)
• k (Modulus Reaksi Tanah)
• DCP (Dynamic Cone Panetration)
Penentuan Nilai CBR Tanah Dasar

• Niali CBR satu titik pengamatan;


CBR titik = {(h1(CBR1)1/3+ …. hn(CBRn)1/3 /100 }3

• CBR segmen
- Cara analitis :
CBR segmen = CBR rata-rata – (CBR mak – CBR min /R
DAFTAR NILAI R SETIAP JUMLAH CBR Segmen
Jumlah Titik R Jumlah Titik R Jumlah Titik R Jumlah Titik R
2 1,41 21 3,18 41 3,18 61 3,18
3 1,91 22 3,18 42 3,18 62 3,18
4 2,24 23 3,18 43 3,18 63 3,18
5 2,48 24 3,18 44 3,18 64 3,18
6 2,67 25 3,18 45 3,18 65 3,18
7 2,83 26 3,18 46 3,18 66 3,18
8 2,96 27 3,18 47 3,18 67 3,18
9 3,18 28 3,18 48 3,18 68 3,18
10 3,18 29 3,18 49 3,18 69 3,18
11 3,18 30 3,18 50 3,18 70 3,18
12 3,18 31 3,18 51 3,18 71 3,18
13 3,18 32 3,18 52 3,18 72 3,18
14 3,18 33 3,18 53 3,18 73 3,18
15 3,18 34 3,18 54 3,18 74 3,18
16 3,18 35 3,18 55 3,18 75 3,18
17 3,18 36 3,18 56 3,18 76 3,18
18 3,18 37 3,18 57 3,18 77 3,18
19 3,18 38 3,18 58 3,18 78 3,18

20 3,18 39 3,18 59 3,18

40 3,18 60 3,18
CBR segmen Metoda Grafis

CBR Ruas : 1
Analisa CBR segmen Metoda Grafis

No CBR (%)
1 7,29 CBR Jumlah > %>
2 3,85 0 15 15/15 * 100 % 100 %
3 3,81 1 12 12/15 * 100 % 80 %
4 0,62
2 11 11/15 * 100 % 73,3333 %
5 6,98
3 10 10/15 * 100 % 66,6667 %
6 3,87
4 5 5/15 * 100 % 33,3333 %
7 3,95
8 7,27 5 5 5/15 * 100 % 33,3333 %

9 9,17 6 5 5/15 * 100 % 33,3333 %

10 3,54 7 4 4/15 * 100 % 26,6667 %


11 9,74 8 3 3/15 * 100 % 20 %
12 2,22
9 2 2/15 * 100 % 13,3333 %
13 0,83
14 0,17
15 1,15
CBR segmen Metoda Grafis

100
90
% SAMA ATAU LEBIH DARI

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CBR
2.8 %
Kondisi Lingkungan dan pengaruhnya
terhadap konstruksi perkerasan jalan
• Mempengaruhi sifat teknis konstruksi
perkerasan dan komponen material
perkerasan
• Pelapukan bahan meterial
• Mempengaruhi penurunan tingkat
pelayanan dan tingkat penyamanan
perkerasan jalan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi
• Air Tanah dan hujan, adanya aliran air disekitar
badan jalan mengakibatkan perembesan air ke
badan jalan yang mengakibatkan perlemahan
ikatan antar butiran agregat dengan aspal, dan
perubahan kadar air akan mempengaruhi daya
dukung tanah dasar.
• Kemiringan medan, untuk mempercepat
pengaliran air.
• Perubahan temperatur, bahan aspal adalah
meterial termo plastis.
Perencanaan Tebal
Konstruksi Jalan
Prinsip Dasar
• Pada methode tanpa bahan
pengikat ini dianggap bahwa W=1/2P
P
seluruh kunstruksi perkerasan
terdiri dari butiran-buturan
lepas yang mempunyai sifat
seperti lapisan pasir ialah
meneruskan setiap gaya tekan
kesegala penjuru dengan 0 0
sudut rata-rata 45o terhadap 45 45 h
garis vertikal,sehingga
penyebaran gaya tersebut σt σt
merupakan bentuk kerucut r=h
dengan sudut puncak 90o
• Melihat schema penyebaran gaya tersebut tampak
bahwa bagian perkerasan sebelah atas akan menderita
tekanan yang paling besar. Tekanan ini makin kebawah
semakin kecil karena penyebaran gaya semakit meluas
sehingga pada tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari
atas sudah lebih kecil atau sama dengan daya dukung
tanah dasar yang diperbolehkan atau

σα ≤ (σtnh )
• σα = tekanan dari atas akibat muatan
kendaraan

• σ tnh = daya dukung tanah dasar yang


diperbolehkan.
Unsur-unsur :
h = tinggi atau tebal
perkerasan.
W=1/2P
P = tekanan gandar tunggal
P
(statis) yang maximum.
Po
= standard tekanan gandar
tunggal atau klias jalan kira-
kira Po = ½ P.
W= ½ P = tekanan roda statis.
σt
0
45 45
0
h = kekuatan tanah dasar

σt σt
r=h
Hukum keseimbangan
Gaya muatan dari atas karena W harus sama dengan gaya dukung dari
tanah dasar karena γt.

W = Luas daerah tekanan x σt


½P = π . r2 . σt
½ P = π . h2 . σt r=h
P
Rumus dasar I h= :
2.π .σ t

Karena P bergerak berkali-kali, maka P menjadi P dinamis = γ . P


Rumus Dasar I,a :
γ .P
h=
2 . π . σt

γ = koeffisien keamanan untuk kejut dan untuk getaran-getaran


karena lalulintas.
P dinamis = γ P
Nilai γ ini berkisar antara 1,25 – 4 tergantung kepadatan lalulintas.
Perencanaan Metoda CBR
• Perhitungan tebal perkerasan lentur menggunakan metoda CBR (US Corps
of Engineers). Metoda ini memperhitung beban yang dipikul berupa beban
diam dengan luas bidang tekan tertentu yang akan dipikul oleh perkerasan
berupa lapis agregat denga CBR minimal 80 %.

• Perhitungan tebal perkersan dengan metoda CBR menggunakan


persamaan sebagai berikut :

hek :=
 P ⋅ ( 1 + 0.7 ⋅ log ( δ⋅ η ⋅ n ) ) − Λ
2 ⋅ π ⋅ 0.8 CBR

dimana : hek = Tebal perkersan dengan agregat CBR min 80% sebagai bahan
perkerasan (cm)
P = Beban sumbu yang diperhitungkan (Kg)
CBR = Nilai CBR tanah dasar (%)
δ = Faktor drainase
η = Faktor kondisi tanah dasar dan curah hujan
n = Jumlah pengulangan beban selama umur rencana
Λ = Jari-jari bidang kontak beban (cm)
Perencanaan Metoda CBR
• Perhitungan tebal perkerasan lentur menggunakan metoda CBR (US Corps
of Engineers). Metoda ini memperhitung beban yang dipikul berupa beban
diam dengan luas bidang tekan tertentu yang akan dipikul oleh perkerasan
berupa lapis agregat denga CBR minimal 80 %.

• Perhitungan tebal perkersan dengan metoda CBR menggunakan


persamaan sebagai berikut :

hek :=
 P ⋅ ( 1 + 0.7 ⋅ log ( δ⋅ η ⋅ n ) ) − Λ
2 ⋅ π ⋅ 0.8 CBR

dimana : hek = Tebal perkersan dengan agregat CBR min 80% sebagai bahan
perkerasan (cm)
P = Beban sumbu yang diperhitungkan (Kg)
CBR = Nilai CBR tanah dasar (%)
δ = Faktor drainase
η = Faktor kondisi tanah dasar dan curah hujan
n = Jumlah pengulangan beban selama umur rencana
Λ = Jari-jari bidang kontak beban (cm)
Faktor Drainase (δ)
Kalsifikasi Kondisi Air
No. Jenis Tanah δ
Drainase tanah
1. Bagus Dalam Berbutir kasar 1,0 - 1,5
2. Baik Dalam Berbutir halus 1,6 - 2,5
3. Sedang Tinggi Berbutir kasar 2,5 - 3,5
4. Jelek Tinggi Berbutir halus 3,5 - 5,0

Faktor Lingkungan dan Curah Hujan (η)


Jenis Tanah
No. PI <10 PI = 10 - 20 PI = 20 - 30
Curah Hujan
1. Jarang ή = 1,25 - 1,75 ή = 2,00 - 2,50 ή = 2,50 - 3,00
2. Sedang ή = 1,75 - 2,50 ή = 2,50 - 4,00 ή = 3,00 - 6,00
3. Banyak ή = 2,50 - 7,00 ή = 4,00 - 7,00 ή = 6,00 - 12,50
Jari-jari bidang kontak ( Λ )

P
Λ :=
2π⋅ Ta

Untuk sumbu standar


P = 8.16 ton
Ta = 5.5 kg/cm2

Maka Λ = 11 cm
Tebal lapis perkerasan ekivalen (hek) merupakan tebal perkerasan jika megguna
lapis perkerasan sepenuhnya adalh agregat dengan CBR minimal 80%.
Untuk tebal masing-masing lapis perkerasan dihitung dengan rumus :

hek = (a1*D1)+(a2*D2)+(a3*D3)*(a4*D4)

Dimana :
a1 = Nilai kekuatan relatif Lapis pertama terhadap kekuatan lapis agreg
minimal 80%
D1 = Tebal Lapis perkerasan pertama (Surface Course)
a2 = Nilai kekuatan relatif Lapis kedua terhadap kekuatan lapis agregat
minimal 80%
D2 = Tebal Lapis perkerasan kedua (Base Course)
a3 = Nilai kekuatan relatif Lapis ketiga terhadap kekuatan lapis agregat
minimal 80%
D3 = Tebal Lapis perkerasan ketiga (Sub-Base Course)
Tabel Nilai Relatif Kekuatan bahan di equivalenkan
terhadap kekuatan agregat base CBR > 80 %
Nilai Equivalent terhadap
Jenis Bahan Perkerasan
Base Batu Pecah (ai)
2
Aspal Beton klas A (SM > 750 kg/cm ) 2
2
Aspal Beton klas B (SM > 550 kg/cm ) 1,5 - 1,8
2
Aspal Beton klas C (SM > 350 kg/cm ) 1
Base Course CBR > 80 % 1
Base Course CBR > 20 % 0,75
PERENCANAAN TEBAL
KONSTRUKSI JALAN
METODA ANALISA KOMPONEN
BINA MARGA
• Metoda analisa komponen Bina Marga
merupakan metoda perencanaan tebal
konstruksi perkerasan secara empiris
• Metoda ini merupakan modifikasi dari
metoda AASHTO 1972 yang disesuaikan
dengan kondisi jalan diindonesia.
• Rumus-rumus dasar yang digunakan
adalah rumus AASHTO 1972
Rumus Dasar
 IPo − IPt 
log 
 4 .2 − 1 .5  − log 1  + 0.371( DDT − 3)
Log ( LER) = 9.3 log( ITP + 2.54) − 3.9892 +  
138072  FR 
0.4 +
( ITP + 2.54) 5.19

LER = Lintas Ekivalen Rencana Selama Umur Rencana


ITP = Indeks Tebal Perkerasan
IPo = Indeks Permukaan Awal
IPt = Indeks Permukaan Akhir
FR = Faktor Regional
DDT = Daya Dukung Tanah
Penentuan LER
LER = LET x FP
LET = ½ (LEP + LEA)
FP = UR/10
LEA = LEP (1+r)2
LEP = ∑ LHRi x ESALi x Ci x (1+a)n’
Koefisien distribusi Lajur Pedoman Penentuan Jumlah Lajur

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (m)


Jumlah Lajur Kendaraan Ringan * Kendaraan Berat **
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah L< 5,5 m 1 lajur

1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 5,5 m < L < 8,25 m 2 lajur
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,48
11,25 m < L < 15,00 m 4 lajur
4 lajur 0,30 0,45
5 lajur 0,25 0,43 15,00 m < L < 18,75 m 5 lajur
6 lajur 0,20 0,40 18,75 m < L < 22,00 m 6 lajur
* Berat Total
< 5 ton
** Berat Total
> 5 ton
DAYA DUKUNG TANAH
• Dengan Pendekatan Persamaan

DDT := ( 4.3 ⋅ log ( CBR ) ) + 1.7


Indeks Permukaan
IPo IPt

Jenis lapis Roughness Klasifikasi Jalan


IPo LER
Permukaan (mm/km) Lokal Kolektor arteri Tol
Laston >4 < 1000 < 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0
3,9 - 3,5 > 1000 10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0
Lasbutag 3,9 - 3,5 < 2000 100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5
3,4 - 3,0 > 2000 > 1000 2,0 - 2,5 2,5 2,5
HRA 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
Burda 3,9 - 3,5 < 2000
Burtu 3,4 - 3,0 < 2000
Lapen 3,4 - 3,0 < 3000
2,9 - 2,5 > 3000
Latasbum 2,9 - 2,5
buras 2,9 - 2,5
Latasir 2,9 - 2,5
Jalan Tnah < 2,4
Jalan Kerikil < 2,4
Faktor Regional

Kelandaian I (< 6%) Kelandaian II (< 6%-10%) Kelandaian III (> 10%)
Curah hujan % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat
< 30 % >30 % < 30 % >30 % < 30 % >30 %
Iklim I <
0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
900 mm/tahun

Iklim II >
1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
900 mm/tahun
Penentuan Tebal Lapisan
Perkerasan

ITP = a1D1 +a2D2+a3D3+ …….+anDn

ai = Koefisien kekuatan relatif bahan


perkerasan
Di = Tebal Lapis perkerasan
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
Tebal kekuatan relatif bahan
Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif
Jenis Bahan
MS Kt CBR
a1 a2 a3
(kg) (Kg/cm2) (%)
0,40 744
0,35 590
0,32 454
Laston
0,30 340
0,35 744
0,31 590
0,28 454
Asbuton
0,36 340
0,30 340 Hot Rolled Asphalt
0,26 340 Asphalt Macadam
0,25 LAPEN (Mekanik)
0,20 LAPEN ( Manual)
0,28 590
0,26 454 Laston Atas
0,24 340
0,23 LAPEN (Mekanik)
0,19 LAPEN ( Manual)
0,15 22
Stabilitas tanah dengan semen
0,13 18
0,15 22
Syabilitas tanah dengan kapur
0,13 18
0,14 100 Pondasi Macadam (kering)
0,12 60 Pondasi Macadam (basah)
0,14 100 Batu Pecah (Kelas A)
0,13 80 Batu Pecah (Kelas B)
0,12 60 Batu Pecah (Kelas C)
0,13 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
0,12 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
0,11 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
0,10 20 Tanah/lempung kepasiran
Tebal Minimum Lapisan Perkerasan
LAPIS PERMUKAAN
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
<3,00 Lapis Pelindung, Buras, Burtu/Burda
3,00 - 6,70 5 LAPEN/Aspal Macadam, HRA, Asbuton, LASTON
6,71 - 7,49 7,5 LAPEN/Aspal Macadam, HRA, Asbuton, LASTON
7,50 - 9,99 7,5 Asbuton, LASTON
> 10,00 10 LASTON
LAPIS PONDASI
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 15 Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur
20 Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur
3,00 - 7,49
10 LASTON ATAS
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur,
20
7,50 - 9,99 Pondasi Macadam
15 LASTON ATAS
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur,
10,00 - 12,24 20
Pondasi Macadam, LAPEN, LASTON ATAS
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur,
> 12,25 25
Pondasi Macadam, LAPEN, LASTON ATAS

Tebal Lapis Pondasi Bawah Minimal 10 cm


KONSTRUKSI BERTAHAP

METODA BINA MARGA


Konstruksi bertahap adalah :
• Konstruksi perkerasan lentur yang memiliki satu Lapis
pondasi bawah, satu lapis pondasi atas dan dua lapis
permukaan, dimana kedua lapis permukaan tersebut
terbuat dari bahan aspal beron atau sejenis yang
dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu
tertentu yang ditentukan dalam proses desain.
• Pada saat pekerjaan lapis permukaan kedua (sebagai
lapis tambahan), kondisi struktur perkerasan tahap
pertama masih stabil.
• Hal ini yang membedakan pekerjaan konstruksi bertahap
dengan pekerjaan peningkatan jalan.pada pekerjaan
peningkatan jalan, diakhir umur layan, struktur
perkerasan lama telah mencaapai kondisi kritis/runtuh.
Desain Konstruksi bertahap
• Didasarkan pada pendekatan analitis
(teorio kerusakan), yaitu bahwa setiap
kendaraan yang lewat akan menyebabkan
derajat kerusakan tertentu; jika tottal niali
derajat kerusakan sama dengan 100%,
maka struktur perkerasan dapat dikatakan
telah mencapai masa layan. Jasi derajat
kerusaakan dianggap sebanding dengan
beban lalu lintas (nilai LER)
• Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih memiliki
sisa umur sebesar 40% atau :
X.LER1=LER1+40%.X.LER1
X = 1,67
jadi nilai ITP untuk konstruksi tahap pertama (ITP1) dapar dihitung
berdasarkan beban konstruksi lalu lintas sebesar 1.67 LER1
• Konstruksi tahap pertama, tanpa pemberian konstruksi tahap kedua, akan
mampu melayani 60 % dari totoal masa layan, atau ;
Y.LER2 = LER 1+ LER2
= 60%.Y.LER2 + LER2
Y = 2.50
• Serupa seperti umtuk ITP1, nilai ITP total yang diperlukan untuk memikul
beban lalu lintas selama masa layan dapat dihitung berdasarkan beban lalu
lintas sebesar 2,5 LER2
• Nilai ITP untuk konstruksi tahap kedua adalah ;
ITP2 = ITPtotal – ITP1
• Tebal Lapisan tambahan yang diberikan pada tahap kedua dapat dihitung
dengan rumus :
D0= ITP2 / a0
DESAIN LAPISAN TAMBAHAN
(OVER LAY)
Metoda analisa komponen
BINA MARGA
Prinsip Dasar
 Pada akhir masa layan struktur perkerasan diperkuat
dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu
memikul perkiraan beban lalu lintas tambah yang
diinginkan.
 Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP
perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan
dari lapis tambahan yang diberikan.
 Untuk menentukan nilai ITP sisa dari perkerasan lama,
dilakukan penilaian kondisi struktur pekerasan lama.
 Lapisan tambahan akan memadai jika struktur
perkerasan lama masih daalam kondisi keritis, belum
mencaaapai kondisi runtuh
Ada tiga parameter input yang diperlukan dalam
penentuan tebal lapis tambahan, yaitu:

 nilai lendutan (mm) yang mewakili seksi jalan


yang dianggap seragam yang sedang
direncanakan
 kondisi perkerasan dari seksi jalan tersebut
secara umum (biasanya data keretakan,
deformasi pada tapak roda (rutting) dan
ketebalan struktur data yang ada)
 beban lalu lintas baik yang telah lewat sejak
konstruksi jalan dibuat, maupun beban yang
akan memakai jalan setelah overlay.
 Penentuan kondisi perkerasan pada kondisi kritis dan
kondisi runtuh didefenisikan dari nilai IP (indek
permukaan), IPt untuk kondisi kritis, IPf untuk kondisi
runtuh.
 Ketetapan IPt yang diberikan dalam Analisa Komponen
sebagai berikut :
IPt = 2,5 ; Menyatakan permukaan jalan yang masih
cukup stabil dan baik
IPt = 2,0 ; menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi
jalan yang masih mantap
IPt = 1,5 ; menyatakan tingkat pelayanan terendaah
yang masih mungkin (jalan tidaak terputus)
IPt = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam
keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaaraa.
Nilai Kondisi
(NK)
Kondisi NK Peningkatan
Pemeliharaan
Perencan o Rutin dan
aan Ideal Berkala

Rehabilitasi

Masa Pemeliharaan Rutin dan


Berkala
Kondisi
Kritis NKT
Penunjang
Masa Peningkatan
Kondisi NK
K
Runtuh
Masa Rekonstruksi

Masa Layan
N (log)
Penentuan Nilai IP menurut AASHTO
1972
Nilai Kondisi Struktur Perkerasan Lentur Jalan
Gambaran Kondisi Perkerasan Nilai Kondisi

1. Lapis Permukaan
- Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 – 100 %
- Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda, namun masih tetap stabil 70 – 90 %
- Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih stabil 50 – 70 %
- Retak banyak dan juga deformasi pada jalur roda, terlihat gejala ketidakstabilan 30 – 50 %
2. Lapis Pondasi
a). Aspal beton atau penetrasi macadam
- Umumnya tidak retak 90 – 100 %
- Terlihat retak halus, namun tetap stabil 70 – 90 %
- Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 – 70 %
- Retak banya, terlihat gejala ketidak stabilan 30 – 50 %

b). Stabilitas tanah dengan semen atau kapur


- Indeks plastis < 10 70 – 100 %

c) Macadam ataubatu pecah


- Indeks plastis < 6 80 – 100 %

3. Stabilitas tanah dengan semen atau kapur


- Indeks plastis < 6 90 – 100 %
- Indeks plastis > 6 70 – 90 %
Perencanaan Tebal Lapisan Tambahan

1. METODA ITP SISA


 ITPsisa = Σ (ai x Di x NKi)

i = 1,2,…n, masing-masing urutan


lapisan
ai = koefisien kekuatan relatif bahan i
Di = tebal lapisan perkerasan i
NKi = Nilai Kondisi lapis perkerasan I

 Tebal Lapisan Tambahan


D0 = (ITPperlu – ITPsisa) / a0
2. Metoda Lendutan Bina Marga

 Lendutan kondisi kritis (mm)


Dt = 5,5942 . e-0,2769 . logAE18KSAL

 Lendutan kondisi runtuh (mm)


Df = 8,6685 . e-0,2769 . Log AE 18 KSAL

 Perencanaan Tebal
Y = (0.019 − 0.009 × Z ) × (10) ( 0.722+ 0.056×Z )× X + (0.48 + 0.03 × Z ) + 0.001× X 3

( 0.634638+ 0.388506×0.663221( D−3.4 ) )


Z = 10 + 2.2
3. Metoda HRODI

2.303 log D − 0.408(1 − log L)


t=
0.08 − 0.013 log L

Pd .Cam
T = 0.001(9 − RCI ) 4.5
+ + T min
4

TebalLapisTambahan = (t + T )
Keterangan :
D = Lendutan Balik segmen atau lendutan balik
yang digunakan untuk perencaanaan
L = Lintas ekivalen komulatif selama umur
rencana (dalam 106)
Pd = lebar perkerasan (m)
Cam = perubahan kemiringan melintang yg
dibutuhkan untuk menghasilkan
kemiringan melintang yang
direncanakan.
Tmin = tebal minimum berdasarkan ukuran
agregat minimum yang dipergunakan
t = Tebal lapis tambahan untuk mengurangai
lendutan selama umur rencanan
T = Tebal yang dibutuhkan untuk membentuk
permukaan perkerasaan ke nbentuk yang
dikehendaki
RCI Kondisi permukaan jalan secara visuil
8 – 10 Sangat rata dan teratur
7–8 Sangat baik, umumnya rata
6–7 Baik
5–6 Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi
permukaan jalan tidak rata
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan
tidak rata
3–4 Rusak, bergelombang, banyak lubang
2–3 Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah
perkerasan hancur
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep

Anda mungkin juga menyukai