Anda di halaman 1dari 14

ASPAL

BAB VIII.
ASPAL
8.1 Pendahuluan
Pengertian Aspal
Bitumen adalah zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap, yang dapat
diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi. Bitumen terutama mengandung senyawa
hidrokarbon seperti aspal, tar, atau pitch
Aspal adalah suatu bahan bentuk padat atau setengah padat berwarna hitam sampai
coklat gelap, bersifat perekat (cementitious) yang akan melembek dan meleleh bila dipanasi,
tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang kesemuanya terdapat dalam bentuk padat
atau setengah padat dari alam atau dari hasil pemurnian minyak bumi, atau merupakan
campuran dari bahan bitumen dengan minyak bumi atau derivatnya
Tar adalah material berwarna coklat atau hitam, berbentuk cair atau semi padat,
dengan unsur utama bitumen sebagai hasil konsedat dalam destilasi destruktif dari batubara,
minyak bumi, atau material organik lainnya.
Pitch didefinisikan sebagai material perekat (cementitious) padat , berwarna hitam
atau coklat tua, yang berbentuk cair jika dipanaskan. Pitch diperoleh sebagai residu dari
destilasi fraksional tar. Tar dan pitch tidak diperoleh di alam, tetapi merupakan produk
kimiawi.
Dari ketiga material pengikat di atas, aspal merupakan material yang umum
digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula
sebagai aspal.
Aspal merupakan bahan perekat termoplastis, yaitu pada suhu ruang bersifat keras
atau padat tetapi akan menjadi plastis atau encer apabila temperaturnya dinaikkan, dan akan
menjadi keras kembali apabila suhunya diturunkan.

8.2 Jenis aspal

Berdasarkan sumbernya, aspal dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu aspal alam dan aspal
buatan (aspal minyak). Aspal alam yaitu aspal yang didapat secara langsung dari alam, dan
dapat dipakai langsung atau diolah terlebih dahulu, sedangkan aspal minyak adalah aspal
hasil sampingan yang merupakan residu dari pengilangan minyak bumi
1.Aspal alam
Aspal alam sumbernya ada yang berasal dari gunung seperti aspal di Pulau Buton, dan
ada pula yang diperoleh di danau seperti di Trinidad. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di
Trinidad, berupa aspal danau (Trinidad Lake Aspalt).
Indonesia memiliki sumber aspal alam di Pulau Buton, yang berupa aspal gunung, terkenal
dengan nama Asbuton. Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral
lainnya dalam bentuk batuan. Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu
saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai
tinggi. Produk asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1) Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton kasar,asbuton
halus,asbuton mikro, dan butonite mastik asphalt.
2) Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstrasi atau
proses kimiawi
2.Aspal minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap
minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphalticbase crude oil yang banyak
mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak mengandung paraffin, atau mixed
base crude oil yang mengandung campuran antara paraffin dan aspal. Untuk perkerasan jalan
umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.
Gambar 1 memberikan ilustrasi tentang proses destilasi minyak bumi. Bensin
(gasoline), minyak tanah (kerosene), dan solar (minyak diesel) merupakan hasil destilasi pada
temperatur yang berbeda-beda, sedangkan aspal merupakan residunya. Residu aspal
berbentuk padat, tetapi melalui pengolahan hasil residu ini dapat pula berbentuk cair atau
emulsi pada pada temperatur ruang. Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka
aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair, dan aspal amulsi.
Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan
menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal juga dengan nama aspal keras (asphalt
cement). Oleh karena aspal keras bentuknya padat atau keras maka dalam pemakainnya harus
dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.
Aspal cair (cut back asphalt) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal
cair merupakan aspal keras yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan
minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair membedakan aspal cair
menjadi :
a) Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair bensin. RC
merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
b) Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah
(kerosene).
c) Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair solar (minyak
diesel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap.
Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair daripada aspal
cair. Di dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal
saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan
listrik.
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas
a) Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang butiran
aspalnya bermuatan arus listrik positip.
b) Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang butiran
aspalnya bermuatan negatif.
c) Aspal Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti aspal emulsi
tersebut tidak bermuatan.
Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
a) Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan
yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali.
b) Medium Setting (MS)
c) Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.
Gambar .1 Proses destilasi minyak bumi
8.3 Kepekaan aspal terhadap temperatur
Telah diketahui bahwa aspal merupakan bahan perekat termoplastis. Dengan sifat
seperti ini aspal sangat peka terhadap perubahan temperatur. Setiap jenis aspal memiliki
kepekaan yang berbeda-beda, walaupun aspal tersebut memiliki penetrasi dan vskositas yang
sama, karena kepekaan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan kimia yang dikandung aspal
tersebut. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan
untuk memperoleh gambaran tentang temperatur yang cocok untuk pelaksanaan pekerjaan.
Pada Gambar 2 dibawah memberikan ilustrasi tentang dua jenis aspal yang
mempunyai nilai viskositas yang sama pada temperatur 60º C, tetapi berbeda pada temperatur
yang lainnya.
60ºC
Aspal A
Aspal B
Aspal A dan B memi- liki viskositas yg ssamasama
Gambar 2 : Kepekaan aspal terhadap temperatur

Dari Gambar di atas, aspal A lebih peka terhadap perubahan temperatur dibandingkan
dengan aspal B. Kepekaan terhadap lama waktu pelaksanaan perkerasan jalan dan perubahan
temperatur sepanjang masa pelayanan jalan, jika menggunakan aspal A lebih tinggi daripada
jika menggunakan aspal B
Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur dibandingkan
dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Kepekaan temperatur akan menjadi dasar
perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter pengukur kepekaan aspal
terhadap temperatur adalah indeks penetrasi ( Penetration index = PI )

Di mana
PI = Indeks Penetrasi
TRB = Temperatur titik lembek aspal, º C
Pen25ºC = Nilai penetrasi pada suhu 25 ºC dengan pembebanan 100 gram
selama 5 detik
PenRB = Nilai penetrasi pada suhu TRB, pada pembebanan 100 gram
selama 5 detik, jika tidak ada data, nilai dapat diasumsikan = 800
Nilai PI antara – 1 dan + 1 adalah nilai PI yang umum dimiliki oleh aspal yang digunakan
untuk material perkerasan jalan

8.4 Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan


Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama
aspal
2. Bahan Pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada dalam butir agregat
itu sendiri.
Untuk dapat memenuhi fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal haruslah memiliki
sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat
kekentalan tertentu.
Penggunaan aspal pada perkerasan jalan dapat melalui dicampurkan pada agregat
sebelum dihamparkan (prahampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan
agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat yang lebih halus (pascahampar),
seperti perkerasan penetrasi makadam atau pelaburan.
Fungsi utama aspal untuk kedua jenis pembentukan perkerasan yaitu perkerasan
pencampuran prahampar dan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang
dicampurkan dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir-butir agregat,
mengisi pori antar butir, dan meresap ke dalam pori masing-masing butir.
Pada proses pasca hampar, aspal disiramkan pada lapisan agregat yang telah
dipadatkan, lalu diatasnya ditaburi butiran agregat halus. Pada proses ini aspal akan meresap
ke dalam pori-pori antar butir agregat dibawahnya. Fungsi utamanya adalah menghasikan
lapisan perkerasan bagian atas yang kedap air dan tidak mengikat agregat sampai ke bagian
bawah.
Ilustrasi tentang fungsi aspal untuk setiap butir agregat digambarkan pada Gambar
3dan ilustrasi fungsi aspal pada lapisan perkerasan prahampar dan pasca hampar
digambarkan pada Gambar 4
Gambar 3 Fungsi aspal pada setiap butir agregat
Gambar 4 Sketsa perbedaan fungsi aspal pada lapisan perkerasan jalan (Silvia Herman)

Dengan adanya aspal dalam campuran diharapkan diperoleh lapisan perkerasan yang
kedap air sehingga mampu melayani arus lalu lintas selama masa pelayanan jalan. Oleh
karena itu aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, dan
mempunyai sifat adhesi dan kohesi yang baik.

8.5 Aspal keras


Aspal keras dapat dibedakan berdasarkan nilai penetrasi atau viskositas. Berdasarkan
nilai penetrasinya, AASHTO membagi aspal keras kedalam lima kelompok aspal keras, yaitu
aspal 40-50, aspal 60-70, aspal 85-100, aspal 120-150, dan aspal 200-300. spesifikasi dari
masing-masing kelompok aspal tersebut seperti pada Tabel 1.
Di Indonesia, aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan dibedakan atas aspal pen
60 dan aspal pen 80. Persyaratan kualitas aspal yang umum digunakan di Indonesia seperti
tertera pada Tabel 2. :
Tabel 8.1Spesifikasi AASHTO M 20-70 (1990)
Jenis Aspal (sesuai penetrasi) 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300
Penetrasi (25ºC, 100 gr, 5 det) 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300
Titik nyala, cleaveland open cup ≥ 235 ≥ 235 ≥ 235 ≥ 220 ≥ 180
ºC ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100
Daktilitas ( 25º C, 5 cm/men,
cm) ≥ 99 ≥ 99 ≥ 99 ≥ 99 ≥ 99
Solubilitas dalam CC14, % ≤ 0,8 ≤ 0,8 ≤1 ≤ 1,3 ≤ 1,5
Kehilangan berat, % ≥ 58 ≥ 54 ≥ 50 ≥ 46 ≥ 40
Penetrasi setelah kehilangan
berat ≥ 50 ≥ 75 ≥ 100 ≥ 100
Daktilitas setelah kehilangan
berat, (25º C, 5 cm/men, cm)

Tabel 8.2 Spesifikasi Aspal Keras menurut Bina Marga (1999)


Jenis aspal (sesuai penetrasi) 60 80
Penetrasi (25ºC, 100 gr, 5 det) 60-79 80-99
Titik nyala, cleaveland ºC ≥ 200 ≥ 225
Daktilitas ( 25º C, 5 cm/men, cm) ≥ 100 ≥ 100
Solubilitas dalam CC14, % ≥ 99 ≥ 99
Kehilangan berat, % ≤ 0,4 ≤ 0,6
Penetrasi setelah kehilangan berat, % semula ≥ 75 ≥ 75
Berat jenis (25ºC) 1 1

Spesifikasi aspal sesuai spesifikasi baru campuran beraspal panas yang diterbitkan
oleh Depkimpraswil menetapkan aspal yang digunakan untuk betonaspal campuran panas
adalah aspal keras pen 60/70, sesuai spesifikasi AASHTO M 20-70(1990), seperti pada Tabel
di atas

Sifat aspal keras dan pengujiannya


Sifat aspal keras dibedakan menjadi sifat kimia dan sifat fisis.
1.Sifat kimia
Aspal dibagi menjadi dua bagian besar. Yang pertama adalah bagian padat, disebut
aspaltene. Bagian inilah yang bersifat sebagai perekat. Selanjutnya bagian cair yang
berfungsi sebagai pelarut, disebut maltene. Maltene umumnya terdiri dari :
a. cairan basa nitrogen yang bersifat mendispersikan aspal keras.
b. cairan accidafin satu yang melarutkan aspal keras.
c. cairan accidafin dua besifat hampir sama dengan accidafin satu.
d. cairan parafin berupa gel yang membungkus butiran aspal keras.
Sifat dan jumlah maltene mempengaruhi sifat rekatan aspal dan keawetannya. Agar
sifat rekatan aspal optimum maka perbandingan antara jumlah aspaltene dan maltene disebut
“Maltene Distribution ratio” harus lebih kecil atau sama dengan 1,5.
Maltene Distribution Ratio (MDR) = N% + A1% = ≤ 1,5
P % + A2%
2. Sifat fisis
a.Penetrasi
Untuk mengklasifikasikan aspal keras dari yang lunak sampai dengan yang keras dilakukan
pengujian penetrasi. Yang dimaksud dengan penetrasi pada pengujian aspal adalah masuknya
jarum penetrasi, berdiameter 1 mm dengan berat 100 gram kedalam sampel aspal selama 5
detik pada suhu 25º C. Masuknya jarum ke dalam sampel dalam satuan 0.1 mm. Jadi apabila
masuknya jarum ke dalam sampel rata-rata adalah 6,8 mm, maka aspal tersebut memiliki Pen
68. Nilai pen ini dapat dibaca langsung pada alat pengukur.
Karena persyaratan aspal berbeda untuk masing-masing tingkat kekerasan aspalnya
(penetrasinya), maka pengujian ini mutlak dilakukan sebelum pengujian yang lain
dilaksanakan.

b.Titik nyala dan titik bakar


Yang dimaksud dengan titik nyala adalah nyala singkat, kurang dari 5 detik pada permukaan
benda uji pada saat nyala penguji disimpangkan diatas nya. Sedangkan yang dimaksud
dengan titik bakar adalah apabila pada saat nyala penguji disimpangkan di atas permukaan
benda uji timbul nyala lebih dari 5 detik.
Pengujian ini dilaksanakan untuk mengetahui temperatur dimana aspal mulai menyala, dan
temperatur aspal mulai terbakar. Pengujian ini berguna pada saat pelaksanaan pemanasan
aspal. Pemanasan aspal tidak boleh melebihi titik bakar, karena akan membahayakan, dan
akan merusak sifat kimia aspalnya.
Pengujian titik nyala dengan alat penentu titik nyala model bejana terbuka (cleveland
open cup) .

c.Penurunan Berat Aspal

Kualitas aspal dapat diketahui dari penurunan berat aspal apabila dilakukan dengan tebal dan
berat tertentu dalam waktu + 24 jam. Aspal yang kualitasnya baik menutur standar ASTM D-
6-80 adalah aspal yang mengalami penurunan berat kurang dari 0,4%. Kehilangan berat aspal
dapat diuji dengan memanaskan contoh aspal yang telah diketahui berat asalnya dalam oven
khusus yang dilengkapi piringan yang dapat berputar pada suhu (163 ± 1)º C selama lima
jam. Setelah itu aspal ditimbang dan diuji penetrasinya, sehingga didapat kehilangan
beratnya, dan penurunan penitrasi setelah kehilangan berat.

Gambar Oven untuk pengujian Kehilangan berat

d.Kelarutan Aspal dalam Karbon Tetra Klorida

Untuk menguji kemurnian aspal, karena kemungkinan aspal mengandung bahan tak
larut seperti garam, kotoran abu, karbon atau mineral lainnya, dilakukan pengujiannya
dengan melarutkan aspal dalam Carbon Bisulfida (CS2), kemudian bagian yang tidak larut
ditimbang. Cairan pelarut lainnya yang biasa dipakai adalah karbon Tetraklorida (CCL4).
Cairan ini tidak mudah terbakar dibanding dengan CS2, maka lebih sering pakai, meskipun
hasilnya kurang teliti karena ada zat karbon yang seharusnya larut dalam CS 2 tapi tidak larut
dalam CCl4.

e.Daktilitas Aspal

Pengujian daktilitas dibutuhkan untuk mengetahui sifat kohesi dan plastisitas aspal.
Pengujian dilakukan dengan mencetak aspal dalam cetakan khusus dan meletakannya
kedalam tempat pengujian. Tempat pengujian berisi airyang memiliki berat jenis yang sama
dengan berat jenis aspal. Agar berat jenis air mendekati berat jenis aspal, maka jika berat
jenis air lebih tinggi dari berat jenis aspal, air tersebut harus ditambah Methyl Alcohol, tetapi
sebaliknya jika berat jenis air lebih rendah dari berat jenis aspal, tambah dengan Sodium
Klorida (NaCl) Nilai daktilitas aspal adalah panjang contoh ketika putus pada saat dilakukan
penarikan dengan kecepatan 5 cm permenit.
Aspal dengan angka daktilitas yang rendah dapat mengalami retak akibat lapisan aspal
mengalami perubahan suhu yang tinggi. Sifat daktilitas ini dipengaruhi oleh sifat kimia aspal,
yaitu akibat susunan senyawa hidrokarbon yang dikandungnya. Bila aspal banyak
mengandung senyawa parafin dengan rantai panjang, daktilitas rendah, demikian juga dengan
aspal yang didapat dari proses blowing (blown asphalt) dimana banyak terdapat gugusan
hidrokarbon tak jenuh yang dapat menyusut, sedangkan yang banyak mengandung parafin
karena susunan rantai karbon yang kekuatan strukturnya kurang plastis.
f. Titik lembek aspal,
Yang dimaksud titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak
turun suatu lapisan aspal suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin ukuran tertentu,
sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak dibawah cincin dengan ketinggian
tertentu akibat kecepatan pamanasan suhu. Alat untuk menguji titik lembek adalah Ring and
Ball
Gambar : Alat pengujian titik lembek Ring and ball
Titik lembek diuji untuk mengetahui pada suhu berapa aspal tersebut dari kondisi keras
menjadi lembek. Jika diketahui suhunya, maka pemakaian aspal tersebut tidak boleh
digunakan pada kondisi jalan dengan suhu permukaan lebih besar dari suhu titik lemeknya.
Jadi jika aspal memeiliki titik lembek 45ºC, artinya aspal tersebut jangan dipakai pada suhu
permukaan jalan lebih dari 45ºC.
g.Berat Jenis Aspal
Di dalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter penunjuk berat, yaitu berat
jenis agregat. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat
volume air.Berat jenis aspal tanpa campuran biasanya berkisar antara 1,02 sampai 1,05 pada
suhu 250 C. Angka yang tinggi dicapai untuk aspal keras, dan yang rendah untuk aspal cair.
Makin keras aspal umumnya berat jenis makin tinggi. Berat jenis dipengaruhi oleh perubahan
suhu dimana pemuaian dapat mengakibatkan perubahan volume. Pada Gambar terlihat
skema volume butir agregat, yang terdiri dari volume agregat masif (Vs), volume pori yang
tidak dapat diresapi oleh air (Vi), volume pori yang dapat diresapi air (VP + Vc), dan volume
pori yang dapat diresapi aspal (VC).
VS + VP + Vi + Vc = volume total butir agregat
Vp + Vi + Vc = volume pori agregat
Vs = volume bagian masif
Vi = volume pori yang tak dapat diresapi air
Vp = volume pori yang tak dapat diresapi aspal, tetapi dapat diresapi
air
Vc = volume pori yang dapat diresapi aspal dan air
Gambar. Skematis bagian dari butir agregat
Terdapat tiga jenis berat jenis (specific gravity) yaitu: berat jenis bulk (bulk specific gravity),
berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), dan berat jenis semu (apparent specific
gravity). Berat jenis efektif (efective specific gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering,
dan volume agregat yang tak dapat diresapi aspal (Vs+Vi +Vp). Penyerapan adalah persentase
berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.
Harga – harga berat jenis dibutuhkan untuk membuat bermacam – macam variasi campuran
aspal atau jenis – jenis pengujian aspal lainnya. Berat jenis ditentukan dengan menggunakan
metode picnometer sesuai ASTM D-70 untuk aspal semen.
Dalam rentang suhu antara 250 C sampai 2000 koefisien pemuaian adalah 0,0006per 0C. Cara
menentukan berat jenis biasanya untuk aspal padat menggunakan piknometer (untuk
mengukur berat serta volumenya) sedang untuk aspal cair dipakai aero meter.

9.6 Beton Aspal


Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan
aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk beton aspal dicampur
di tempat pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan
dipadatkan. Suhu pencampur ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika
digunakan aspal keras, maka suhu pencampuran umumnya antara 145º-155ºC, sehingga
disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal juga dengan nama hotmix.
Beton aspal yang mengunakan aspal cair dapat dicampur pada suhu ruang, sehingga
dinamakan coldmix.

Karakteristik beton aspal


Tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal seperti dikutip dari
buku Beton Aspal, Silvia Sukirman adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan
atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan
atau ketahanan geser, kedap air, dan kemudahan pelaksanaan.
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa
terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan
stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Faktor-
faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah :
1. Gesekan internal, yang dapat berasal dari kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas
bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal
film aspal. Stabilitas terbentuk dari kondisi gesekan internal yang terjadi di antara butir-butir
agregat, saling mengunci dan mengisinya butir-butir agregat, dan masing-masing butir saling
terikat akibat gesekan antar butir dan adanya aspal. Kepadatan campuran menentukan pula
tekanan kontak, dan nilai stabilitas campuran. Pemilihan agregat bergradasi baik atau rapat
akan memperkecil rongga antar agregat, sehingga aspal yang dapat ditambahkan dalam
campuran menjadi sedikit.
2. Kohesi, adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara
tekanan kontak antar butir agregat. Daya kohesi terutama ditentukan oleh penetrasi aspal,
perubahan viskositas akibat temperatur, tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek
dari waktu dan umur aspal.
Keawetan atau durabilitas adalahkemampuanbeton aspal menerima repitisi beban
lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan,
serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan
temperatur. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal,
banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. Selimut aspal yang
tebal akan membungkus agregat secara baik, beton aspal akan lebih kedap air, sehingga
kemampuannya menahan keausan akan semakin baik. Tetapi semakin tebal selimut aspal,
maka semakin mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin. Besarnya
pori yang tersisa dalam campuran setelah pemadatan, mengakibatkan durabilitas beton aspal
menurun. Semakin besar pori yang tersisa semakin tidak kedap air dan semakin banyak udara
di dalam beton aspal , yang menyebabkan semakin mudahnya selimut aspal beroksidasi
dengan udara dan menjadi getas, dan durabilitasnya menurun.
Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan
diri akibat penurunan (konsolidasi / settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar,
tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas, ataupun penurunan
akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. Fleksibilitas dapat
ditingkatkan dengan mempergunakan agregat bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang
tinggi.
Ketahanan terhadap kelelahan(fatique resisitance) adalah kemampuan beton aspal
menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan
retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.
Kekesatan / tahanan geser(skid resistance) adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga
kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan
sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari
butiran agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan
campuran, dan tebal film aspal. Ukuran maksimum butir agregat ikut menentukan kekesatan
permukaan. Dalam hal ini agregat yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan
yang kasar, tetapi juga mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah menjadi
licin akibat repitisi kendaraan.
Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat
dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan film / selimut aspal dari permukaan
agregat. Jumlah pori yang terisa setelah beton aspal dipadatkan dapat menjadi indikator
kekedapan air campuran. Tingkat impermebilitas beton aspal berbanding terbalik dengan
tingkat durabilitasnya.
Mudah dilaksanakan(workability) adalah kemampuan campuran beton aspal untuk
mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan, menentukan
tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam proses
penghamparan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, dan
gradasi serta kondisi agregat. Revisi atau koreksi terhadap rancangan campuran dapat
dilakukan jika ditemukan kesukaran dalam pelaksanaan.
Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh
satu jenis campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih diinginkan, akan
menentukan jenis beton aspal yang dipilih.

9.7 Agregat untuk perkerasan jalan


Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat.
ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa
massa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen .
Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95%
berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan
demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran
agregat dengan material lain. Agregat yang digunakan dapat berasal dari artegat alam
maupun agregat buatan. Berdasarkan pengolahannya agregat dapat dibedakan atas agregat
siap pakai, dan agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai.
Bedasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat
halus, dan bahan pengisi (filler). Batasan dari masing-masing agregat ini seringkali berbeda,
sesuai dengan institusi yang menentukannya.
The Asphalt Institut dan Depkimpraswil dalam Spesifikasi Baru Campuran Panas,
2002 membedakan agregat menjadi :
1. Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan nomor 8 (= 2,36
mm).
2. Agregat halus, adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan nomor 8 (= 2,36
mm).
3. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan nomor 30 (= 0,60
mm).
Bina Marga membedakan agregat menjadi :
1. Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan nomor 4 (= 4,75
mm).
2. Agregat halus, adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan nomor 4 (= 4,75
mm).
3. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75 % lolos saringan
nomor 200 (= 0,075 mm).
Sifat Agregat Sebagai Material Perkerasan Jalan
Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan
memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan
yang teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material perkerasan
jalan, diantaranya :
1.Gradasi Agregat
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat
diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Untuk pengerjaan beton aspal umumnya
terdiri dari saringan berukuran 1 inci, 3/4 inci, 1/2 inci, 3/8 inci, No.4,No.8, No.16, No.30,
No.50, No.100, dan No.200. Tabel 2.3 menunjukkan bukaan dari masing-masing saringan
berdasarkan AASHTO.
Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang
dihitung berdasarkan berat agregat.
Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam
agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan
berongga atau berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat
mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat
berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yangterjadi sedikit. Hal
ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan
diisi oleh agregat berukuran lebih kecil.

Jenis Gradasi Agregat, terdiri dari:


Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran
menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat kasar.
Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran
menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat halus.
Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Terdapat berbagai
macam nama gradasi agregat yang dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi buruk,
seperti :
Agregat bergradasi seragam, adalah agregat yanghanya terdiri dari butir-butir agregat
berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang
cukup besar, sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi
ukuran butir yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit.
Agregat bergradasi terbuka, adalah agregat yangdistribusi ukuran butirnya sedemikian rupa
sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik.
Agregat bergradasi senjang, adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus,
atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali.
Secara umum terdapat perbedaan yang mendasar dari sifat campuran agregat bergradasi baik
dan buruk seperti yang terlihat pada Tabel 9.3
Gambar 9.5 Ilustrasi rentang ukuran butir pada berbagai gradasi

Tabel 9.3 Sifat agregat campuran


Agregat Agregat
Sifat bergradasi buruk bergradasi balk

Stabilitas buruk Baik


Permeabilitas baik Buruk
Tingkat kepadatan buruk Baik
Rongga pori besar Sedikit

Ukuran Maksimum Agregat, dinyatakan dengan :


Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana
agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%.
Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana
agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10%.
Ukuran maksimum agregat ikut menentukan tebal minimum lapisan perkerasan yang
mungkin dapat dilaksanakan. Sebagai patokan awal, tebal lapisan minimum sama dengan dua
kali ukuran agregat maksimum.
Tabel 9.4 menunjukan tipe-tipe gradasi agregat berdasarkan Aspalt Institute.

Mix 2½ 1½ in 1 in ¾ in ½ in 3/8 in #4 #8 #16 # 30 # 50 #100 # Perce


ype in 200 Aspa

A 100 35-70 0-15 0-5 0-3 3.0-4


a 100 40-85 5-20 0-4 4.0-5
b 100 70-100 20-40 5-20 0-4 4.0-5
Ic 100 70-100 45-75 20-40 5-20 0-4 3.0-6
d 100 70-100 35-60 15-35 5-20 0-4 3.0-6
Ie 100 70-100 50-80 25-60 10-30 5-20 0-4 3.0-6
Ia 100 75-100 35-55 20-35 10-22 6-16 4-12 2-8 3.0-6
Ib 100 75-100 60-85 35-55 20-35 10-22 6-16 4-12 2-8 3.0-6
Ic 100 75-100 60-85 30-50 20-35 5-20 3-12 2-8 0-4 3.0-6
Id 100 75-100 45-70 30-50 20-35 5-20 3-12 2-8 0-4 3.0-6
Ie 100 75-100 60-85 40-65 30-50 20-35 5-20 3-12 2-8 0-4 3.0-6
Va 100 80-100 55-75 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 3.5-7
Vb 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 3.5-7
Vc 100 80-100 60-80 48-65 35-50 19-30 13-23 7-15 0-8 3.5-7
Vd 100 80-100 70-90 55-75 45-62 35-50 19-30 13-23 7-15 0-8 3.5-7
a 100 85-100 65-80 50-65 37-52 25-40 18-30 10-20 3-10 4.0-7
b 100 85-100 65-80 50-65 37-52 25-40 18-30 10-20 3-10 4.0-7
Ia 100 85-100 65-78 50-70 35-60 25-48 15-30 6-12 4.5-8
Ib 100 85-100 65-80 47-68 30-55 20-40 10-25 3-8 4.5-8
Ia 100 85-100 80-95 70-89 55-80 30-60 10-35 4-14 7.0-11
II a 100 95-100 85-98 70-95 40-75 20-40 8-16 7.5-1

Tabel 9.4. Tipe-tipe agregat berdasarkan Aspalt Institute

Anda mungkin juga menyukai