Anda di halaman 1dari 50

MODUL I

ASPAL/BITUMEN

1.1. Pengertian
Menurut ASTM D8 Aspal adalah suatu bahan atau bentuk padat atau setengah
padat berwarna hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat yang akan melembek dan
meleleh bila dipanasi, tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang
kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau dari hasil
pemurnian minyak bumi atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan
minyak bumi atau derivatnya.
Menurut The Asphalt Institute (bitumen) adalah suatu campuran dari senyawa-
senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses pemanasan atau
berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai dengan derivatnya yang
bersifat non logam yang dapat bersifat gas, cairan, setengah padat atau padat yang
campuran itu dapat larut dalam karbondisulfida (CS2).
Jadi aspal dapat didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari bitumen dan
mineral, yang banyak digunakan pada konstruksi lapisan perkerasan lentur (flexible
pavement), jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat
karena mempunyai daya lekat yang kuat, sifat adhesive, kedap air dan mudah
dikerjakan.

1.2. Didapatnya Aspal


Aspal digunakan sejak ribuan tahun yang lalu di Mesopotamia, Siria dan Mesir.
Jenis aspal yang dipakai itu dari jenis yang langsung terdapat di alam berupa batuan
aspal atau dari minyak bumi yang keluar di permukaan lalu menguap minyaknya dan
mengeras.
Disamping endapan-endapan yang terdapat dipermukaan bumi itu terdapat juga
endapan aspal yang ada dalam batuan, biasanya batuan kapur yang disebut batu aspal.
Penggunaan batu aspal ini dapat secara langsung dengan menghamparkan batuan itu
di atas jalan lalu digilas. Jenis ini di Indonesia terdapat di Pulau Buton dan disebut
dengan aspal Buton dengan kadar bitumen murni 10% - 35% sisanya adalah butiran
halus yang sebagian besar adalah partikel batu kapur.

1
2

Aspal alam (AsButon) banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi


perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah Lasbutag (lapisan asButon
agregat) dan Latasbum (lapisan asButon murni).
Aspal yang banyak pada saat ini adalah sebagian besar merupakan bahan hasil
tambang dari penyulingan minyak bumi. Minyak mentah yang dikeluarkan dari bumi
ini dipanaskan pada suhu ± 290ºC, kemudian didinginkan secara bertingkat didapat
beberapa jenis minyak, sisa endapannya disebut Residu contohnya aspal. Aspal hasil
penyulingan minyak bumi yang kadar paraffinnya rendah disebut dengan “Paraffin
base crude oil”. Minyak bumi banyak mengadung gugusan aromat dan alkalis
sehingga kadar aspalnya tinggi dan kadar paraffinnya rendah. Aspal buatan terdiri dari
berbagai bentuk yaitu, bentuk padat, cair dan emulsi.

1.3. Pembagian Jenis atau Klasifikasi Aspal


1.3.1. Blown Asphalt
Blown asphalt adalah aspal yang dibuat dengan cara menghembuskan udara
kedalam bejana yang berisi aspal panas dengan suhu ± 260 ºC, akibat dari itu terjadi
peristiwa polimerisasi sehingga akan menghasilkan jenis aspal yang lebih keras/berat.
Aspal ini lebih tahan terhadap pengaruh perubahan suhu dan pemakaiannya
untuk tujuan yang tertentu (tidak untuk aspal jalan) pada umumnya jenis ini biasanya
dipakai untuk penutup atap atau bahan genteng aspal, kotak baterai, atau sebagai
bahan perapat air. Disamping itu dipakai juga secara luas sebagai pengisi celah
sambungan pada jalan beton.
Jenis yang diproses dengan katalis, biasanya bersifat lebih kenyal hampir seperti
karet dan biasanya dipakai sebagai pelapis saluran air.

1.3.2. Semen Aspal (Asphalt cement)


Semen aspal, biasanya disingkat dengan tanda AC, adalah jenis aspal yang
cocok untuk dipakai sebagai bahan pelapis jalan (paving asphalt). Jenis ini biasanya
memiliki angka penetrasi antara 40 s.d 300 (harga penetrasi maksimum), oleh karena
itu dalam perdagangan, aspal jenis ini diberi tanda dengan AC (asphalt Cement)
diikuti dengan angka yang menunjukkan penetrasinya, yaitu misalnya AC70 berarti
asphalt cement dengan angka penetrasi unit (unit penetrasi = 0,1 mm masuknya jarum
penetrasi pada suhu 25ºC).
3

1.3.3. Aspal Cair


Aspal cair adalah aspal keras yang dibuat dari asphalt cement yang dicampur
lagi pelarut, bahan pencair dari minyak bumi juga yang mudah menguap, sehingga
bila diudara terbuka aspal ini akan mengeras karena menguapnya bahan pelarutnya.
Karena itu jenis aspal ini disebut juga CUT-BACK Asphalt. Jenis aspal ini tergantung
dari jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur aspal keras tersebut. Jenis –
jenis aspal cair antara lain:
Aspal RC (Rapid Curing)
Merupakan aspal cair yang cepat mengeras yang merupakan jenis aspal yang
akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan
kerosin (bensin).
Aspal MC (Medium Curing)
Merupakan jenis aspal yang akan mengendap dalam waktu sedang,
merupakan aspal keras yang dicampur dengan minyak tanah (kerosin).
Aspal SC (Slow Curing Asphalt)
Merupakan jenis aspal yang akan dengan lambat mengendap, merupakan
aspal keras yang dicampur dengan residu dari pengilangan pertama. Jenis SC
ini disebut juga sebagai Road Oil, sebab bentuknya menyerupai minyak berat
dan mengeringnyaa juga lambat. Penandaan pada jenis aspal CUTBACK ini,
dengan huruf singkatan dari jenisnya, diikuti dengan angka viskositet
kinematiknya, yaitu misalnya jenis aspal Rapid Curing, dengan didahului
huruf RC, diikuti angka viskositet misalnya 3000, menjadi RC-3000 yang
artinya, rapid curing asphalt dengan viskositet kinematik 3000.
Penentuan viskositas kinematik ini ditentukan dengan tabung gelas yang
disebut ”Zeitfuchc cross-arm viscometer” pada suhu 275ºF atau kurang lebih
135ºC. Untuk jenis RC, MC dan SC, terdapat angkan viskositas yang sama,
yang berarti bahwa kekentalan dari jenis yang sama angkanya itu pada suhu
tersebutn harus sama. Meskipun angkan viskositasnya sama, tidak berarti
bahwa bahan tersebut dibuat dari asphalt cement yang sama.
Untuk membuat SC, dapat dari bahan-bahan tersebut diatas, tetapi minyak
pelarutnya dari jenis yang mudah menguap.
4

Aspal cair yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dan


mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan kecairannya aspal akan lebih
mudah mengalir diantara batuan dan menyelimutinya untuk menghasilkan ikatan
antara batu-aspal. Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.

1.3.4. Aspal Emulsi


Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair umumnya
dan mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak dapat
dilalui oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri dari butir-butir aspal halus dalam air
yang diberikan muatan listrik, sehingga butir-butir aspal tersebut tidak bersatu dan
tetap berada pada jarak yang sama. Karena adanya perbedaan muatan listrik yang
diberikan, maka aspal emulsi dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu :
 Aspal emulsi anionik : aspal emulsi yang diberikan muatan listrik negatif,
terdiri dari MC (labil), MS (agak labil), dan MC (stabil).
 Aspal emulsi kationik : aspal emulsi yang bermuatan listrik positif
sehingga baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti
batuan andesit. Terdiri dari, MCK (bekerja cepat), MSK (bekerja kurang
cepat), MLK (bekerja lambat).
 Aspal emulsi nonionik : aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik, karena
tidak mengalami proses ionisasi.
Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua kegunaan dari aspal padat
bahkan lebih luas dan dapat digunakan dimana tidak dapat digunakan aspal padat.
Secara umum aspal emulsi direncanakan untuk penggunaan spesifikasi, seperti :
Aspal emulsi RS (rapid setting) : direncanakan untuk bereaksi secara
cepat dengan agregat dan berubahnya emulsi ke aspal.
Aspal emulsi MS (medium setting) : direncanakan untuk pencampuran
dengan agregat kasar, karena jenis ini tidak akan memecah jika
berhubungan dengan agregat sehingga campuran ini tetap dapat
dihamparkan dalam beberapa menit.
Aspal emulsi SS (Slow setting) : direncanakan untuk pencampuran
dengan stabilitas maksimum. Digunakan dengan agregat bergradasi padat
dan mengandung kadar agregat halus yang tinggi.
5

1.4. Ter Untuk Konstruksi Jalan


Ter untuk jalan dibuat dari hasil penyulingan ter kasar yang didapat dari hasil
pembuatan kokas atau penyulingan batu bara. Cara mendapatkan ter untuk jalan dari
ter kasar, juga hampir seperti cara membuat aspal yaitu dengan cara penyulingan
bertingkat, sehingga didapat 12 macam ter. Pembagian sampai 12 macam ini
didasarkan pada viskositetnya.masing-masing dibedakan dengan tanda RT-1 s.d
RT-12.
RT-1 adalah jenis ter yang terringan (encer) sedang RT-12 akan memiliki
kekerasan yang kurang lebih sama dengan penetrasi 200. disamping itu dibuat juga
Cut_back road tar, dengan mencampur ter dengan minyak ringan, tetapi jenis Cut-
back ter ini hanya ada 2 macam yaitu RTCB-5 dan RTCB-6. jenis cut-back ini dibuat
dari ter RT-10, 11 atau 12, dicampur dengan minyak yang lebih ringan dari hasil
penyulingan.
Masing-masing macamnya dibedakan dengan tanda RT 1 s.d RT 2 dengan
penggunaannya sebagai berikut :
RT-1 adalah jenis yang terencer, dipakai terutama untuk penangkap debu atau
dust treatment. Sejenis ini adalah kreosot.
RT-2 dan -3, biasanya digunakan sebagai bahan penutup/ pelapis (laburan
permukaan).
RT-4 dapat dipakai untuk pelapis jalan atau laburan permukaan jalan.
RT-5, -6 dan -7 dipakai sebagai pelapis permukaan jalan dan campuran lapisan
permukaan.
RT-8 dan -9 dipakai sebagai pelapis permukaan, campuran untuk permukaan
jalan.
RT-10 dan -11 dipakai sama seperti RT-8 dan -9, ditambah untuk perbaikan-
perbaikan dalam campuran panas.
RT-12 dipakai untuk lapisan penetrasi macadam, ter beton dan perbaikan
dengan campuran panas.
Jenis RT-1 s.d RT-6 dan RTCB-5 dan 6, dipakai dalam suhu sampai kurang
lebih 65ºC sedang untuk RT-7 dan yang lebih tinggi, dapat dipakai untuk suhu yang
lebih tinggi. Jenis ter batu bara yang paling keras dan termasuk RT-12 adalah yang
disebut ”pek” atau ”pitch”.
6

1.5. Sifat-Sifat Aspal


1.5.1. Sifat Kimia
Aspal merupakan suatu campuran antara terutama bitumen, serta mineral
lainnya, sehingga sifat paling menentukan didalam aspal adalah terutama sifat
bitumennya itu. Aspal merupakan suatu campuran koloid, dimana butir-butir yang
merupakan bagian yang padat disebut asphalthene yang berada didalam masa cair
yang disebut maltene. Maltene terdiri dari senyawa-senyawa basa nitrogen, acidaffin
satu, acidaffin dua dan parafin. Senyawa basa nitrogen merupakan jenis damar (resin)
yang reaktif sehingga dapat mendispersikan asphaltene.
Acidaffin satu, merupakan senyawa hydrokarbon yang juga bersifat damar yang
dapat melarutkan dispersi dari asphalthene, sedangkan acidaffin dua merupakan
senyawa hydrokarbon yang agak kurang jenuh yang juga dapat melarutkan dispersi
dari asphalthene. Parrafin merupakan senyawa hidrokarbon jenuh, yag berfungsi
sebagai penyebab terjadinya semacam gel bagi aspal. Senyawa-senyawa pembentuk
asphaltene dan maltene, terutama juga merupakan senyawa aromatis (dengan rantai
melingkar) dari naphtha, tercampur alkana. Perbedaan dari asphaltene dan maltene
ditinjau dari sifat senyawanya terutama ialah : senyawa hidrokarbon dalam
asphaltene, memiliki berat molekul yang tinggi yang memiliki perbandingan berat
antara C/H = 0.3 – 0.9.
Jadi dengan kata lain, dapat juga dimengertikan bahwa aspal merupakan suatu
bahan terbentuk dari senyawa hidrokarbon yang berbentuk suspensi koloidal dari
asphaltene didalam media minyak, dimana mengandung senyawa damar yang
mencegah terjadinya penggumpalan dari asphaltene itu sendiri.
Maka sifat-sifat dari bahan campuran yang ada didalam aspal atau bitumen itu
ialah :
Asphaltene merupakan bahan utama untuk memiliki sifat kekerasan.
Damar (resin) menyebabkan adanya sifat lekat serta liat (ductile).
Minyak menyebabkan sifat plastis sampai cair, sehingga aspal atau
bitumen memiliki sifat viskositet dan kelembekkan.
Berdasarkan hasil penelitian Roster dan White, perpaduan senyawa-senyawa
dalam maltene, ternyata penting bagi ketahanan lama terhadap sifat aspal sebagai
7

perekat. Dari penelitian itu dikenal suatu perbandingan yang disebut ”perbadingan
distibusi maltene”, yaitu perbandingan antara jumlah senyawa basa nitrogen +
acidaffin 1, I dibagi jumlah paraffin + asidaffin 2.
Percobaan/ penelitian yang dibuat dengan :
2 bagian berat aspal semen
100 bagian berat pasir ottawa antara 20 s.d 30 mesh
Dicetak berbentuk pallet Ø 0.5 inci dan tinggi 0,4 inci dibentuk dengan tekanan
1000 psi, kemudian dibiarkan ½ jam lalu dimasukkan dalam bejana dan diputar
500 putaran.
Hasil kemudian ditimbang dan di hitung bagian berat yang hilang. Kemudian
diklasifikasikan :
Klas I. Bila tidak ada bagian yang hilang (aus)
Klas II. Kehilangan sebesar 0-10%
Klas III kehilangan sebesar 10-20%
Dan seterusnya sampai kelas 9, dengan angka penetrasi hilang dengan kenaikan 10%
semen aspal dengan memiliki Klas I sampai III dianggap cukup baik, sedang yang
masuk kelas 4 atau lebih dianggap kurang baik daya lekatnya. Hasil-hasil tersebut
diatas dihubungkan dengan angka perbandingan distribusi maltene , ternyata dapat
disimpulkan bahwa aspal semen dengan penetrasi 85-100 yang memiliki ketahanan
aus, baik mempunyai ratio-maltene distribusi = 1.14.
Kadar senyawa basa nitrogen kurang baik pengaruhnya didalam aspal atau
bitumen, kadar parrafin dan kadar karbon bebas juga berpengaruh terhadap sifat
aspalnya. Parrafin dalam aspal bila terlalu banyak akan mempengaruhi kepekaan
aspal terhadap suhu serta menurunkan daya lekat, (karena daya ;ekat adalah sifat adesi
dan kohesi). Bila sifat kohesi aspal kurang, maka sifat liat (ductile) juga berkurang,
sehingga kepekaan terhadap suhu meningkat, sehingga penetrasi indek (PI) turun.
Oleh karna itu kadar parrafin didalam aspal perlu dibatasi.

1.5.2. Sifat Fisis


Sifat fisis aspal yang terutama untuk dipakai dalam konstruksi jalan ialah :
a. Kepekatan (konsistensi)
b. Ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan oleh cuaca
c. Derajat pengerasan
8

d. Ketahan terhadap pengaruh air


Didalam praktek mutu dan kegunaan aspal, pada umumnya ditentukan oleh ke
empat sifat tersebut, meskipun bahwa ratio maltene distribution, terhadap ketahanan
lama tidak diabaikan.

1.5.2.1 Kepekatan (konsistensi)


Peranan kepekatan bahan-bahan aspal, untuk memilih dan memakai, ada dua
hal:
a) Pertimbangan terhadap sifat kepekatan untuk suhu yang tertentu, yang akan
membagi-bagi, berapa macam bahan.
b) Pengaruh suhu terhadap konsistensi.
Karena hal yang kedua di atas ini lebih ada pengertian yang sama serta penting
hubungannnya dengan sifat konsistensi, maka hal ini akan dibahas terlebih
dahulu.
a. Hubungan antara suhu dan kepekatan
Bila ada 2 macam aspal yang satu adalah blown asphalt dan satu lagi adalah
aspal untuk jalan (paving aspal). Keduanya memiliki angka penetrasi yang sama
pada suhu 25ºC. Kalau masing-masing daripadanya itu dipanasi pada suhu
45ºC, dan diuji lagi angka penetrasinya, maka akan terlihat perbedaan bahwa
sapal untuk jalan akan memberikan angka penetrasi yang lebih tinggi, karena
lebih lembek pada suhu itu, sedang blown asphalt masih lebih keras. Bila kedua
macam aspal ini kita dinginkan lagi pada suhu 0ºC, paving asphalt menjadi
lebih keras daripada blown asphalt. Jadi dari keadaan tersebut terlihat bahwa
paving asphalt lebih terpengaruh oleh suhu dibandingkan dengan blown
asphalt. Sifat sedemikian itu disebut ”kepekaan suhu” (temperature
susceptibility). Kepekatan suhu bagi aspal dari bahan minyak mentah yang
berbeda, akan berbeda pula, tetapi perbedaan kepekaan suhu itu kecil bila
dibandingkan dengan perbedaan kepekaan suhu antara blown asphalt dan
paving asphalt.
9

b. Pengukuran kepekatan
Jarak ukur terhadap sifat kepekatan aspal, mulai dari keadaan cairan yang tipis,
sedikit lebih pekat daripada air, sampai ke keadaan kaku setengah padat, sepadat
lilin untuk penambal (blown asphalt cement). Karena jarak ukur yang demikian
lebar, tidak ada satu alatpun yang dapat dipakai untuk mengukur konsistensi
dengan memuaskan bagi bahan-bahan aspal.
Dikenal ada 4 cara pengukuran kepekatan, yang biasa dipakai yaitu :
1) Cara uji viskositet vurol
2) Cara uji penetrasi
3) Cara uji kambangan (float test)
4) Cara uji viskositet kinematik
Viskositet merupakan suatu pengertian yang agak luas mengenai sifat
kepekatan/ konsistensi daripada cairan. Ia adalah suatu ukuran terhadap
kemampuan suatu benda cair untuk mengalir, pada suatu keadaan karena ada
tahanan. Jadi makin besar viskositas suatu bahan cair, maka makin
mendekati benda itu kepada suatu keadaan yang hampir padat kepekatannya.
1) Viskositet menurut Furol
cara ini disebut ”furol viscosity” adalah suatu cara uji yang spesifik untuk
mengukur viskositet bahan-bahan aspal. Angka viskositet furol adalah suatu
angka dalam detik yang diperlukan bagi 60 cm³ bahan aspal untuk melalui
suatu lobang pipa sempit yang ukurannya tertentu, pada suhu yang tertentu.
Jadi makin tinggi angka viskositet furol pada suatu suhu tertentu, makin
pekat bahannya.

2) Pengujian penetrasi
Telah dipakai sejak lama untuk mengukur kepekatan aspal biasanya dipakai
uji penetrasi, yang caranya ialah mengukur kedalaman masuknya suatu jarum
yang ukurannya tertentu, dengan berat 100 gram, dalam waktu 5 detik.
Angka kedalaman masuk jarum itu, diukur dari permukaan dinyatakan
dengan angka satuan 1/100 cm.
Jadi bila suatu jarum aspal memiliki angka penetrasi 100, berarti kedalaman
masuknya jarum adalah 1 cm. Jadi hubungan antara penetrasi dan konsitensi,
10

sebenarnya merupakan angka kebalikan, sebab makin tinggi angka penetrasi


makin lembek aspalnya.
Untuk jenis aspal yang diproses tiup udara (blown asphalt) yang sifatnya
lebih kental atau lebih keras dan penggunaanya untuk atap, perapat air dan
lainnya yang tahan terhadap pengaruh suhu, penentuan penetrasinya, sedikit
agak lai suasananya, yaitu dipakai suhu 0ºC dan 46ºC. Pada pengujian
dengan suhu 0ºC dipakai berat jarum 200 gram, dan waktu penetrasi 60
detik. Bila dipakai suhu 46ºC dipakai jarum 50 gram dan waktu penetrasi 5
detik.

3) Pengujian cara kambangan (Float Test)


Aspal yang lebih pekat atau lebih kental dari grade 3000, tak dapat diuji
dengan cara viskositet yang biasa misalnya pakai viscometer furol. Demikian
pula bila angka penetrasinya dengan penetrometer. Jadi memang ada suatu
jarak ukur (range) bagi sifat kepekatan konsistensi ini yang tidak dapat
diukur dengan alat-alat uji yang biasa.
Bahan aspal semacam ini misalnya termasuk aspal jenis residu penyulingan
minyak yang lambat mengeras (aspal SC), dan jenis aspal tertentu yang
kadang-kadang diperlukan untuk pembuatan jalan. Aspal jenis demikian,
pengujian konsistensinya dilakukan dengan cara uji kambang. Untuk uji
kambang ini, aspal disumbatkan dalam suatu cetakan dipasang pada bagian
dasar dari cawan yang terbuat dari aluminium, lalu cawan tadi ditempatkan
pada cairan yang suhunya 122ºF. Waktu yang diperlukan untuk
menyebabkan air dapat menembus sumbat aspal tadi, disebut angka float.
Makin tinggi harga angka ini, makin kental aspalnya.

4) Viskositet kinematik
Karena perbedaan kepekaan suhu dari jenis-jenis semen aspal untuk jalan
maka tambahan cara uji viskositet, yang dilakukan pada suhu 135ºC. Cara uji
ini dapat dilakukan dengan alat furol viskometer atau dengan suatu alat
viskometer tertentu, yaitu ada 2 macam alat lain, yang satu adalah ”zitfuchs
cross-arm viscometer” dan yang satu lagi adalah ”canon-manning
11

viscometer”. Cara penentuan kinematik viscosity ini dengan menggunakan


gaya berat cairan yang mengalir melalui viscometer.
Dengan alat zeitfuchs cross-arm viscometer, aspal yang akan ditentukan
viskositasnya, diisikan dalam tabung besar, sampai batas pengisian. Setelah
suhunya mencapai 135ºC, diberikan sedikit tekanan pada mulut tabung besar
itu, atau diberikan sedikit isapan pada ujung tabung kecil. Maka aspal cair
akan mengalir melalui lobang sempit dalam lobang itu, yang jarak alirannya
ditentukan. Waktu aliran dari garis pertama sampai garis atasnya dicatat
dalam detik.
Pembacaan waktu yang didapat, dikalikan dengan faktor kalibrasi bagi alat
itu, dan hasilnya dinyatakan dalam angka dengan satuan “cestistokes”.
Sebagai media pengisi alat, dipakai minyak ringan jernih cocok untuk itu.

1.5.2.2. Ketahanan Lama, ketahanan terhadap cuaca


Agar suatu bahan perekat aspal memuaskan sifatnya sebagai perekat ia harus
tetap tinggal plastis. Bila aspal terkena pengaruh cuaca dalam bentuk lapisan yang
tipis, ia akan berangsur-angsur hilang sifat plastisnya dan akan menjadi regas, karena
perubahan kimia atau fisika. Perusakan oleh alam ini disebut pelapukan. Pelapukan
lapisan hamparan jalan, terutama akibat dari oksidasi dan penguapan. Faktor lain yang
menyebabkan kerusakan itu juga akibat sinar gelombang pendek dari matahari, umur
pengerasan dan akibat bocoran air.
Sifat-sifat aspal yang ada hubungannya dengan ketahan lama atau pengaruh
pelapukan antara lain :
a. Titik lembek
Cara sederhana dan langsung dalam penetuan titik lembek ialah dengan cara pakai
cincin dan bola baja untuk menentukan titik lembek, seperti tercantum dalam ASTM
D-30-70. aspal yang memiliki titik lembek tinggi, untuk angka penetrasi tertentu ada
suhu 25ºC, akan kurang peka terhadap pengaruh suhu.
Titik lembek untuk aspal hamparan jalan jenis AC 40-50 sampai AC 200-300,
memiliki titik lembek yang berkisar antara 57ºC sampai 35ºC. Untuk kepentingan
dalam praktek cara uji ini bagi aspal AC tidak terlalu berpengaruh banyak, dan
banyak pengaruhnya baginya sering tidak tercantum untuk sifat titik lembek ini.
12

Tetapi bagi jenis aspal yang ditiup udara sifat titik lembek ini penting, terutama
bila blown asphalt ini dipakai sebagai bahan atap, untuk sudut atap yang besar, sebab
titik lembeknya hendaknya lebih dari 65ºC, agar pengaruh panas sinar matahari tidak
terlalu besar baginya untuk melelehkannya.

b. Oksidasi dan penguapan


Oksidasi merupakan perusakan secara kimia terhadap aspal akibat serangan
oksigen dari udara. Penguapan terdiri dari penguapan senyawa hydrocarbon yang
ringan dari dalam aspal. Pengaruh dari kedua peristiwa itu mengakibatkan aspal akan
mengeras, yang dapat diuji dengan cara penetrasi atau pengujian kekentalan.

c. Pengaruh suhu
Derajat oksidasi dan penguapan, akan dipercepat bila suhu dinaikkan. Cara
menduga derajat reaksi secara organik dan fisik, biasanya dengan memperkirakan
bahwa tiap kenaikan 10ºC reaksinya akan berlipat dua kali. Sebagai misal ialah,
oksidasi dan penguapan akan terjadi 8 kali lebih besar untuk suatu campuran yang
diaduk dalam Pungmill pada suhu 179ºC dibandingkan bila hanya diaduk pada suhu
149ºC.

d. Pengaruh luas permukaan


Makin luas bidang permukaan suatu aspal akan makin cepat ia mengeras. Dengan
demikian pula kecepatan oksidasi dan penguapan, tergantung dari luas permukaan
aspal itu yang berhubungan dengan udara. Oleh karena itu untuk pembuatan
hamparan jalan dari campuran aspal agar lebih stabil, maka perlu diusahakan agar
hamparan itu memiliki rongga-rongga udara sekecil mungkin, agar oksidasi akan
terjadi lebih kecil.

e. Pengaruh sinar matahari


Diketahui bahwa sinar matahari juga mempunyai pengaruh terhadap ketahanan
lama. Sinar dengan gelombang pendek atau sinar actinik, merusak/ merubah molekul
aspal, menjadi air dan senyawa yang larut dalam air. Reasksi tersebut disebut ”photo
oksidasi” karena oksidasi ini dipercepat oleh adanya sinar.
13

Tetapi untungnya oksidasi sinar ini, tidak dapat masuk jauh kedalam lapisan aspal
(hanya lapisan tipis dipermukaan). Meskipun demikian hal ini perlu diketahui,
terutama bila menggunakan jenis aspal untuk keperluan pelaburan permukaan atau
rapat air bahwa lama-lama aspal itu akan berubah sifatnya.

f. Pengaruh susunan kimia


Telah dikemukakan dalam sifat kima, bahwa senyawa-senyawa yang terkandung
dalam aspal itu sendiri, terutama senyawa dalam kelompok ”maltene”, dapat
mempengaruhi sifat ketahanan terhadap gesekan/ abrasi. Aspal yang memiliki angka
perbandingan distribusi maltene lebih besar dari 1,5 akan kurang tahan pengaruh
gesekan. Maltene distribution ratio yang baik ialah bila berkisar antara 0,6 sampai
1,14. bila angkanya kurang dari 0,6 aspalnya menjadi kurang bersifat kohesif.

g. Aspal yang dibuat dengan proses cracking (cracked asphalt)


Telah disinggung di muka, bahwa aspal dihasilkan dengan cara cracking
(misalnya Blown asphalt) akan lebih cepat rusak karena pengaruh cuaca, sebab dalam
aspal ini banyak mengandung senyawa hydrocarbon yang tidak jenuh. Untuk aspal
guna kepentingan pembuatan hamparan jalan, sebaiknya jenis cracked asphalt ini
tidak dipakai. Aspal yang telah dipecah secara lebih parah molekul-molekulnya,
biasanya berpermukaan yang pudar (tidak mengkilap). Sebaliknya aspal yang belum
pecah molekulnya, mengkilap permukaannya seperti cermin. Aspal yang telah
dipecah molekulnya, bila dilarutkan dalam CCl4 akan meninggalkan kurang lebih
0,5% atau lebih endapan karbon.

1.5.2.3. Derajat Pengerasan (rate of curing)


Bila suatu campuran yang terdiri dari naphtha, kerosene dan minyak lumas encer,
kita laburkan pada suatu permukaan, maka cairan naphtha akan menguap terlebih
dahulu dan setelah itu akan menguap cairan kerosene dan yang terakhir minyak
lumas.
Keadaan semacam ini akan sama terjadi pada jenis aspal cair (cut-back asphalt)
RC, MC dan SC, yang masing-masing menggunakan pelarut yang sama seperti
tersebut di atas, karena naphtha dipakai sebagai pelarut aspal cair jenis RC, kerosene
dipakai untuk jenis MC dan minyak lumas ringan untuk jenis SC.
14

Jadi suatu aspal cair bila dibiarkan terbuka di udara dalam lapisan tiris berangsur-
angsur akan mengental membentuk kembali aspal padat jenis AC. Waktu yang
diperlukan untuk mengental kembali itu disebut derajat pengerasan (rate of curing).
Rate of curing dipengaruhi oleh :
Penguapan dari bahan pelarut/ pengencer
Jumlah pelarut/ pengencer dalam aspal cair
Angka penetrasi dari aspal dasar yang dicairkan.
Makin kecil jumlah bahan pelarut yang terkandung dalam aspal cair, akan makin
cepat ia akan mengental kembali. Lain dari pada itu, waktu yang diperlukan untuk
pengerasan akan lebih lama bila angka penetrasi dari aspal dasarnya tinggi. Faktor
luar yang mempengaruhi kecepatan pengentalan ialah :
Suhu sekeliling
Luas permukaan penguapan atau perbandingan antara luas permukaan dan
volumenya.
Kecepatan angin yang melalui permukaan.
Untuk menguji derajat pengerasan atau curing rate ini, memang agak sukar
dilakukan. Cara yang dapat dilakukan secara tidak langsung ialah dengan menyuling
aspal tadi (destillation test), dimana dapat diamati kecepatan penguapan masing-
masing pelarut pada suhu tertentu.
Dari hasil destilasi ini, kemudian dihitung INDEX pengerasan atau CURING
INDEX. Bagi aspal RC-70 sebagai jenis aspal cair (cutback) yang paling umum
dipakai, biasanya memiliki curing index antara 25-45, sedang curing index yang
optimum ialah 35. cara penyulingan ini seperti tercantum dalam ASTM D-402.

1.5.2.4. Ketahanan terhadap pengaruh air


Sifat tahan lama aspal untuk hamparan jalan tergantung sekali pada
kemampuan untuk dapat melekat dengan baik kepada butir agregat yang dicampur
dengannya, dalam suasana basah (ada air). Kehilangan daya lekat aspal terhadap
agregat akan mengakibatkan rusaknya hamparan jalan tersebut.
Jelasnya lapisan aspal dari agregat, dalam adukan aspal dingin, dapat
diperkecil dengan menggunakan jenis agregat yang bersifat hydrophillis. Daya lekat
akan lebih baik lagi bila menggunakan bahan additive yang bersifat anti lepas. Bahan
additive biasanya dicampurkan dalam campuran panas aspal beton yang dihampar
15

dingin, bila air tercampur pula dalam beton itu. Pada pemakaian campuarn aspal
panas, yang dihamparkan dalam keadaan panas pula, dimana sebelumnya agregatnya
telah dikeringkan terlebih dahulu, bahan aditive tidak perlu dipakai lagi.

1.5.3. Sifat Fisis Lainnya


Beberapa sifat fisis lainnya yang perlu diketahui atau sering dilakukan
pengujian antara lain ialah :
1) Berat Jenis
Berat jenis aspal (tanpa campuran) biasanya berkisar antara 1.04 sampai 1.02. pada
suhu 25ºC. Angka yang tinggi dicapai untuk bitumen yang keras dan rendah untuk
bitumen cair. Karena aspal bitumen ini memiliki pemuaian, maka berat jenisnya dapat
di pengaruhi pila oleh suhu, akibat perubahan suhu yang menyebabkan perubahan
volumenya.
Koefisien pemakaian aspal = V1 = VO (1 + (t1-t0))
Dalam rentang suhu antara 15ºC sampai 200ºC koefisien pemuaian adalah 0,0006 per
ºC. Cara penentuan berat jenis untuk aspal padat biasanya dipakai piknometer (untuk
mengukur berat serta volumenya) sedang untuk aspal cair dipakai Areometer (kurang
teliti tetapi tepat).

2) Ductility (keliatan)
Untuk mendapat gambaran apakah suatu jenis aspal pada penggunaanya nanti akan
mengalami retak-retak, dilakukan uji keliatan (ductility, dengan menarik benda uji
yang terbuat dari aspal dengan kecepatan 5 cm per menit pada suhu 25ºC. Penampang
benda cobanya 1 cm². Ductility merupakan angka perpanjangan dari benda uji akibat
penarikan, sampai putus, dinyatakan dalam cm.
Aspal dengan angka ductility yang terendah dapat mengalami retak akibat lapisan
aspal itu akan mengalami perubahan suhu yang agak tinggi. Sifat ductility ini
dipengaruhi oleh sifat kimia aspal, yaitu akibat susunan senyawa hydrocarbon yang
dikandungnya. Bila aspal banyak mengadung susunan senyawa paraffin dengan rantai
panjang, ductilitynya rendah, demikian juga aspal yang didapat dari proses blowing
(blown asphalt) dimana banyak terdapat gugusan hydrocarbon tak jenuh, yang mudah
menyusut, sedang yang banyak mengadung parafin karena rantai karbon yang
kekuatan strukturnya kurang plastis.
16

3) Titik Nyala
Maksud pengujian ini ialah untuk menentukan pada suhu dimana aspal itu akan
menyala, untuk menjaga pada suhu dimana aspal tersebut dapat dipanasi tanpa
bahaya. Pengujiannya dilakukan dengan alat penentu titik nyala model bejana terbuka
(cleveland open cup, untuk titik nyala tinggi, dan Tagliabue open cup untuk titik nyala
suhu rendah).

4) Uji kelarutan
Uji ini biasanya untuk menguji kemurnian aspal, dimana aspal mungkin
mengandung bahan tak larut, misalnya garam, kotoran debu, karbon atau mineral
lainnya. Pengujianya dengan melarutkan aspal dalam karbon bisulfida (CS2), bagian
yang tidak larut ditimbang. Cairan pelarut yang biasa dipakai misalnya karbon tetra
chlorida (CCl4). Cairan ini tidak mudah terbakar dibanding dengan CS2, maka lebih
sering dipakai, meskipun hasilnya agak kurang teliti, karena ada zat karbon yang
seharusnya larut dalam CS2, tidak larut dalam CCl4.

5) Uji Penyulingan
Uji ini dengan maksud untuk memisahkan bahan-bahan lain yang dapat dipisahkan
dari aspal misalnya jenis pelarut yang berbeda penguapannya. Disamping itu
pengujian kadar air, dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan ini.

6) Pengujiaan Bagi Aspal Emulsi (ASTMD 224)


Ada beberapa pengujian bagi aspal emulsi, untuk mengetahui sifat serta mutu dan
kemampuannya sebagai bahan perekat antara lain ialah :
(1) Uji pecahnya emulsi (demulsibility test)
Pengujian ini ialah untuk mengetahui cepat atau lambatnya emulsi akan pecah/
terurai bila berhubungan dengan batuan. Dalam pengujian dipakai larutan CaCl2
sebagai bahan pemecah emulsi. Cairan aspal yang akan diuji. Cairan CaCl2 encer
untuk menguji Rapid Setting emulsion dan cairan yang pekat untuk menguji Slow
setting emulsion.
17

(2) Uji pengendapan (settlement test)


Pengujian ini untuk mengetahui kestabilan emulsi aspal, apakah bila emulsi itu
disimpan tidak akan terjadi pengendapan, emulsi aspal yang baik, tidak akan berubah
bila disimpan lama artinya tidak terjadi pengendapan butiran aspalnya. Tetapi bila
emulsi rusak dan sebagian mengendap aspalnya maka dalam penggunaan akan sukar
dikontrol homogenitas kandungan aspal dalam pemakaian. Bila diambil emulsi bagian
atas lebih dulu akan kurang kadar aspalnya, bila sebelum dipakai diaduk, dapat
memecah emulsi aspal, atau pekerjaan menjadi bertambah.

(3) Uji kehalusan (sieve test)


Uji ini dimaksud untuk mengetahui, apakah dalam emulsi itu betul-betul butir
aspal terbagi dalam butir yang kecil atau tidak ada aspal yang menggumpal. Ayakan
yang dipakai ukuran 20 mesh (0.84 mm). Emulsi yang baik akan tembus ayakan ini.
Tetapi bila ada butir aspal menggumpal, keburukannya ialah bila emulsi ini dipakai
dengan proses semprot, maka akan menyumbat mulut penyemprotnya (spary nozzle).

(4) Uji pencampuran (mixing test)


Uji ini dimaksud untuk menguji kemampuan terutama bagi jenis Slow setting
mulsified asphalt, mengenai kemampuannya diaduk dengan berbagai macam agregat.
Tetapi dalam pengujian ini dipakai semen portland type III, sebagai pengganti tepung
agregat, mengingat bahan semen Type III ini sudah dapat dikatakan standar mutunya,
serta mudah didapat, daripada membuat khusus, tepung batu agregat yang standar.

(5) Uji kelekatan dan ketahanan air (Agregat-coating-water-resistence test).


Uji ini untuk melihat kemampuan emulsi aspal dapat melekat dengan baik pada
agregat, serta lekatan itu akan tetap kuat meskipun ada gangguan air.

(6) Uji penyulingan


Uji penyulingan ialah dengan cara menyuling emulsi aspal, kemudian dapat
memisahkan bahan-bahan yang ada didalam aspal itu karena perbedaan
penguapannya. Dari uji ini akan diketahui misalnya : kadar air, kadar minyak pelarut,
kadar residu aspalnya. Kadar residu aspal ini dapat dilakukan pengujian sifat residu
18

misalnya penetrasinya, kelarutan dalam CCl4 atau ductility sehingga dapat diduga
bahan dasar emulsi itu jenis aspal yang mana.

(7) Uji muatan listrik pada partikel emulsi


Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah partikel emulsi bersifat Anion
(muatan negati) atau kation (muatan positif). Hal ini penting untuk pemakaian,
sehingga jenis agregat yang manakah yang cocok untuk emulsi tersebut. Sebagai
misal, bila agregatnya bersifat basa (batu kapur atau dolomit) akan cocok dipakai
emulsi yang anion dan untuk agregat silikat, cocok dipakai emulsi kation.

(8) Uji Ph (keasaman atau kebasaan)


Uji ini khususnya hanya untuk mengetahui derajat keasaman dari emulsi kation
untuk jenis slow setting (SS-K) karena ada persyaratan untuk Ph bagi jenis ini.

1.6. Aspal / Bitumen Untuk Konstruksi Jalan


1.6.1. Campuran Aspal yang dilakukan dengan Alat Pengolah
Alat pengolah dapat berupa suatu unit pengolahan yang tetap atau unit yang
berjalan (dipakai setempat, sewaktu jalan itu dibuat) atau diolah langsung di atas jalan
yang akan dibuat.
Berdasarkan cara kerja alat pengolah dan suhu kerja yang dipakai untuk
mencampur aspal, maka dalam kelompok ini, mesin dapat dibagi lagi menjadi sub
kelompok atau sub klas pengerjaan, yaitu :
1. Aspal beton campuran panas (Hot Mix)
2. Aspal beton campuran dingin (Cold Mix)
3. Aspal beton yang dicampur sambil berjalan (Travel Mixing Plant)
4. Campuran aspal yang dikerjakan langsung di atas jalan yang dibuat (Road Mix
Methode)

1.6.1.1. Aspal Beton Campuran Panas (Hot Mix Asphaltic Concrete)


Campuran aspal ini merupakan jenis campuran hamparan untuk dengan lalu
lintas berat, jalan tol dan landasan pacu pesawat terbang, campuran ini dibuat dari
jenis aspal untuk hamparan jalan dengan agregat dengan butirannnya tersusun baik,
menjadi suatu campuran padat, dimana aspal berfungsi sebagai perekat, campuran
19

aspal beton ini dibuat dalam suatu unti pengolahan tertentu (biasanya stasioner).
Meski pun unit ini juga dapat berpindah – pindah, dimana aspalnya biasanya
dicairkan sampai suhu k.1. 135ºC (275ºF) dan agregat dipanasi sampai pada suhu k.1.
150ºC (300ºF), kemudian dua bahan ini dicampur menjadi satu, lalu diangkat ke
tempat pekerjaan dihamparkan, sewaktu mesin dalam keadaan panas, lalu
dipadatkan / digilas dan pada waktu pengilasan sebaiknya minimal 107ºC (225ºF).

1.6.1.2. Aspal Beton Campuran Dingin (Cold Mix)


Aspal beton campuran dingin memiliki mutu yang lebih rendah dari pada aspal
beton campuran beton panas, biasanya dipakai untuk pekerjaan perbaikan – perbaikan
permukaan jalan apabila dipandang bahwa pemakaian aspal beton campuran panas
beton kurang ekonomis atau terlalu mahal. Dibuat dengan campuran agregat dan aspal
cair (cutback) yang diadakan dalam keadaaan dingin.cara, pembuatan / pencampuran
dilakukan setempat dimana perbaikan jalan akan dilakukan dan biasanya dilakukan
pula dalam suasana cuaca yang kering dan panas. Pengolahan juga dapat dilakukan
dengan unit yang stasioner , unit yang berjalan atau unit yang setempat.

1.6.1.3. Aspal Beton yang Dicampur Sambil Jalan (Travel Mixing Plant)
Cara ini dengan menggunakan suatu alat pencampur yang dapat berjalan, agregat
yang dipakai dalam keadaan kering dan suhu udara biasa. Sedang aspalnya biasanya
aspal cair atau aspal AC yang dipanasi terlebih dahulu di dekat tempat kerja. Agregat
yang akan dipakai ( setelah susunan butirnya diatur menurut susunan butir yang baik )
diisikan dalam mesin pengaduk yang berjalan itu, kemudian aspal cair dicampurkan
dalam jumlah yang tertentu, dan diaduk dalam mesin tersebut setelah selesai
pengadukan campuran aspal + Agregat itu langsung dihamparkan dalam tebal yang
tertentu.

1.6.1.4. Campuran Aspal Beton Dikerjakan Langsung Diatas Jalan


(Road Mix Methode)
Cara ini hampir sama dengan cara Travel Mixing Plant tetapi alatnya lebih
sederhana, agregatnya juga harus kering, aspalnya berbentuk cair (baik cutback
maupun aspal panas) dan pekerjaan dilakukan pada suasana kering atau panas.
Agregat yang akan dipakai dihamparkan di atas jalan atau ditimbun dalam bentuk
20

jalur kemudian pada timbunan agregat ini disiram aspal cair dalam jumlah yang
diperkirakan, di belakang alat penyiram aspal ini bergerak mengikuti mesin pengaduk
dapat dipakai disisi mesin grader, yang bertugas mengaduk campuran agregat dan
aspal itu sampai HOMOGEN dan dengan alat grader ini campuran yang telah
homogen tadi dihamparkan rata di atas jalan, lalu digilas atau dipadatkan

1.6.2. Campuran yang dikerjakan langsung di tempat


Secara garis besarnya, jenis pekerjaan campuran aspal dalam kelompok ini
ada 2 macam, yaitu:
1. Berupa pelapisan / perbaikan permukaan jalan ( surface treatment )
2. Konstruksi penetrasi macadam.

1.6.2.1. Pelapisan Atau Perbaikan Permukaan Jalan Aspal


Tujuan utama dari pekerjaan pelapisan dengan campuran aspal + agregat ialah :
a. Untuk mendapatkan lapisan gesek pada permukaan jalan.
Jalan yang dikonstruksi dengan biaya murah / rendah dibuat dengan beberapa cara
yang menggunakan lapisan pondasi jalan dengan bahan-bahan yang dimantapkan /
distabilisasi. Bahan yang distabilisasi itu, dapat berupa susunan batu yang diisi pasir
atau tanah, stabilisasi tanah dengan batu kapur atau dengan semen dll.
Bentuk stabilisasi ini pada umumnya tidak akan tahan lama, berhubung
dengan terjadinya perubahan beban yang selalu berganti padanya, gangguan air,
geseran roda kendaraan dan lainnya. Oleh karena itu, lapisan pondasi tadi perlu
dilindungi, terutama dari pengaruh air dan gesekan.
Perbaikan terhadap lapisan permukaan ini, biasanya dengan melekatkan dua
lapisan yaitu, pertama dengan menghamparkan lapisan aspal pada permukaan
pondasi, kemudian ditaburkan aggregat batu pecah yang kadang-kadang disusul
dengan taburan butir batu yang lebih halus atau pasir, agar permukaan jalan itu lebih
merata dan agak halus.

b. Untuk mempertinggi daya tahan gelincir ( mengurangi slip )


Pekerjaan permukaan semacam ini dapat dikerjakan langsung pada waktu
pekerjaan jalan berlangsung atau berupa perbaikan bagi permukaan jalan yang telah
21

rusak, atau pekerjaan penambalan permukaan jalan. Caranya ialah bagian permukaan
dilapisi aspal, lalu diberi aggregat halus kemudian ditumbuk atau digilas.
Jenis pekerjaan seperti pada point a dan b sering kita lihat di Indonesia ini
dilakukan oleh petugas perawat jalan raya yang dibuat dengan cara yang murah,
misalnya jalan-jalan kabupaten atau sering kita sebut dengan jalan kelas III sampai
dengan kelas yang lebih rendah lagi.

c. Untuk memperbaiki sifat pembiasan cahaya pada jalan


Jalan raya yang dibuat dari asapal dan agregat yang berwarna tua, bila pada waktu
malam hari sering kurang dapat terlihat jelas oleh pengendara, karena tidak
memberikan pembiasan cahaya yang baik, sehingga batas jalan agak kurang jelas.
Seringkali untuk membantu hal ini dipergunakan jenis aggregat yang lebih cerah lagi
warnanya, dipakai sebagai lapisan permukaan, misalnya jenis batuan yang berwarna
putih ( rhyolit, batu kapur atau dolomit ).

d. Untuk membuat batas jalan atau bahu jalan lebih jelas bedanya, dengan melapiskan
campuran aspal sebagai konstruksi batas.

e. Perbaikan lapisan permukaan jalan lama yang retak-retak, misalnya dengan


menyiramkan aspal panas yang cair atau cutback aspal kebagian yang retak-retak tadi.
Aspal cair ini akan meresap ke lubang yang retak lalu membeku disitu sehingga
mencegah masuknya air dari pemukaan jalan.
Cara ini juga dilakukan guna lebih memperkuat permukaan jalan, apabila
pelaburan dengan aspal panas atau cair ini dilakukan secara berkala dan teratur
sehingga umur jalan akan lebih lama.

1.6.2.2. Konstruksi Penetrasi Macadam


Konstruksi penetrasi macadam merupakan suatu perlakuan terhadap lapisan
permukaan jalan untuk dapat menahan beban lalu lintas yang lebih berat. Di atas
badan jalan yang telah dibuat baik dan kuat / stabil, dihamparkan butiran agregat yang
seragam ukurannya, biasanya antara 2 sampai 4 cm. Aspal cair atau aspal panas jenis
AC disiramkan di atas hamparan ini agar meresap di antara butiran agregat tersebut.
Setelah itu agregat dengan butiran yang lebih kecil ditaburkan, berfungsi sebagai
22

pengisi / pengunci rongga antara butiran yang kasar, sambil diikuti dengan
penyiraman sedikit aspal cair / panas.
Kemudian taburan pasir dilakukan dan permukaan jalan digilas. Ada kalanya,
diatas lapisan ini diberi lagi lapisan campuran aspal dengan pasir / aggregat halus,
sebagai lapisan aus atau dengan lapisan hot mix.
Konstruksi jalan semacam ini masih umum dilakukan di Indonesia meskipun
kenyataan mutu jalan kurang baik dibanding dengan jalan-jalan yang dibuat dengan
cara baru. Tetapi konstruksi macadam ini, memang akan lebih murah daripada jalan
raya model baru sekarang ini ditinjau dari pembiayaan jangka pendek. Kerusakan
yang sering terjadi pada umumnya terletak pada penyiapan badan jalan serta
meningkatnya lalu lintas yang melampaui batas kekuatan jalan itu sendiri.

1.7. Perencanaan Pembuatan Aspal Beton Panas


1.7.1. Pengertian dan Batasan Mengenai Aspal Beton
Beton adalah susunan butir aggregat yang direkat menjadi suatu masa yang
padat. Macam-macam beton dibedakan terutama oleh jenis bahan perekat yang
dipergunakan. Dua pembagian macam beton yang umum dikenal ialah : aspal beton
dan beton Semen Portland, atau jenis semen hidrolis lainnya ; ditinjau dari jenis bahan
perekat yang dipakai. Bagi aspal beton, pembuatannya dapat dipakai 2 macam bahan
perekat yaitu bahan perekat berupa aspal/bitumen, atau dengan bahan perekat ter.
Dalam uraian berikut ini, akan dikemukakan aspal beton dengan bahan perekat
aspal/bitumen saja, yang terutama aspal bitumen berasal dari pemurnian minyak
bumi.
Secara garis besarnya, aspal beton dibuat dengan cara mencampur agregat
yang telah disusun besar butirnya secara baik, dan dikeringkan dengan suhu yang
relatif tinggi, kemudian dicampur dengan aspal panas akan menghasilkan aspal beton
panas.
Campuran agregat dan aspal yang masih dalam keadaan panas yang kemudian
diangkut ke tempat dimana aspal beton itu akan dipakai sebagai lapisan permukaan
jalan. Kemudian dihamparkan dengan alat tertentu, lalu digilas dengan alat penggilas,
sehingga memiliki kepadatan yang baik.
23

1.7.2. Sifat aspal beton yang diperlukan


Suatu hamparan aspal beton harus :
1) Stabil atau mantap, dimana ia harus tahan terhadap pengaruh perobahan
bentuk akibat beban yang dikenakan kepadanya. Hamparan aspal beton yang
tidak stabil akan terlihat perobahan bentuknya, misalnya terlihat adanya
bekas roda kendaraan, permukaan jalan menjadi bergelombang, atau
permukaan itu akan berobah, bila ada kendaraan yang berhenti diatasnya.
2) Tahan lama, dimana lapisan aspal beton itu tidak boleh lepas akibat adanya
beban lalu lintas.
3) Tidak slip, atau tidak licin, dimana permukaan aspal beton harus dapat
melekat dengan baik dengan ban kendaraan, meskipun misalnya dalam
keadaan basah/hujan
4) Ekonomis, dimana aspal beton ini dapat dibuat dari bahan-bahan yang tidak
mahal, tetapi dapat memenuhi ketiga persyaratan tersebut di atas.

Keberhasilan suatu lapisan aspal beton tergantung dari cara merencanakannya,


dan faktor-fafktor yang terkait dalam perencanaan itu adalah :
(1) susunan butir agregat
(2) jenis dan mutu agregat
(3) jumlah aspal dalam campuran
(4) kepekatan (konsistensi) dan mutu dari semen aspal

Susunan butir agregat. Sesungguhnya agregat yang dipakai dalam aspal beton
pada waktu ini, adalah agregat padat. Stabilitas aspal beton akan meningkat, bila
maksimum besar butir aggregat jumlahnya naik.
Mutu agregat. Butir aggregat yang lunak, akan hancur akibat adaanya benturan
beban dari kendaraan dengan akibat terjadinya lobang-lobang dipermukaan jalan atau
lapisan terlepas. Butir yang tidak kekal, akibat pengaruh basah akan hancur menjadi
butir yang lebih kecil, akibat beban yang mempengaruhnya atau akibat pengaruh
cuaca.
Agregat yang kotor terutama yang diselaputi lembung, akan memepermudah
terjadinya lapisan terlepas.
24

Kadar aspal. Kadar aspal yang rendah memudahkan terlepasnya lapisan sedang
kebanyakan aspal, lapisan aspal beton kurang stabil.
Mutu aspal sebagai perekat. Aspal yang dihasilkan tanpa proses cracking akan
memenuhi standar sebagai aspal perkekat. Aspal bermutu rendah, seringkali
menghasilkan lapisan aspal beton yang regas.

1.7.3. Agregat untuk pembuatan aspal beton


Kecocokan agregat untuk dipakai dalam pembuatan aspal beton ditentukan oleh:
1) susunan butir
2) ketahanan terhadap gesekan/ausan
3) kekekalan
4) kemurnian dan kebersihan
5) gesekan internal
6) sifat permukaannya

1) Susunan butir
Susunan butir agregat menunjukkan pembagian besar butirnya.
Untuk menentukan susunan butir ini dipergunakan ayakan, dengan melakukan analisa
ayak. Cara penentuan analisa ayak ini sama seperti yang dilakukan dalam penentuan
besar butir agregat untuk pembuatan beton dengan semen.
Ayakan yang dipakai untuk menyusun besar butir agregat aspal beton sedikit berbeda,
yaitu dipakai susunan ayakan mulai dari 2 ½, 2, 1 ½ , ¾ , 5/8, ½ dan 3/8 inchi. Untuk
ayakan yang lebih halus dipakai ayakan no 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 200. Untuk
ayakan dengan ukuran 2 ½ sampai dengan 3/8 inchi, kadang-kadang ada juga yang
berlubang bulat. Dalam pemakaian ayakan bulat ini perlu diketahui juga bahwa bila
partikel dari agregatnya bentuknya pipih atau panjang, bila diayak dengan ayakan
bulat, jumlah yang tembus akan lebih kecil dibandingkan bila dipakai ayakan
berlubang bujur sangkar.
Dalam pembuatan aspal beton, pembedaan susunan butir agregat dilakukan
sbb :
(1) agregat kasar : adalah agregat yang butirnya tertinggal di atas ayakan No.10
(2) agregat halus : yang butirnya tembus ayakan No.10
(3) bahan pengisi mineral : abu mineral tembus ayakan No.200.
25

Penyusunan butir agregat untuk aspal beton, disamping menggunakan ayakan


dengan ukuran seperti tersebut di atas, juga memungkinkan digunakannya ayakan
ukuran yang lain, di antara ukuran-ukuran ayakan tersebut. Kadang-kadang pula
untuk suatu tujuan campuran aspal beton tertentu, pemakaian ayakan tidak secara
keseluruhan, melainkan hanya beberapa saja yang jarak ukurannya dekat. Susunan
agregat sedemikian disebut juga “susunan agregat tunggal”.
Mengenai penyusunan butir agregat untuk aspal beton ini, bergantung sekali
kepada konstruksi yang dikerjakan, yang pada pokoknya bertujuan untuk
mendapatkan susunan butir yang memberikan sifat stabil yang sebaik-baiknya atau
juga bila susunan butir itu tersusun, memberikan kepadatan yang maksimum, serta
memberikan, rongga (void) yang minimum, sehingga penggunaan aspal sebagai
perekat, minimum, tetapi campuran memiliki kestabilan, ketahanan lama, serta
ekonomis.
Berdasarkan konstruksi yang dikerjakan (dibuat), Asphalt Institute memberikan
saran susunan butir, antara agregat kasar (No. 8 – No. 200 ) dan filler.

2) Ketahanan terhadap gesekan / ausan


Agregat kasar harus keras, padat dan liat sehingga tahan terhadap pengaruh
gesekan terutama bila dipakai untuk lapisan permukaan jalan. Ketahanan terhadap
ausan ini dilakukan dengan pengujian memakai alat pengaus Los Angeles ( lihat
syarat agregat bagi beton biasa ). Syarat ketahanan aus agregat untuk jalan raya,
terutama menurut standar AASHTO 96 ( ASTM C 131 ). Bagian yang aus karena
diuji dengan alat Los Angeles tidak boleh lebih besar dari 50 % bagi agregat untuk
lapisan-lapisan base binder dan leveling course dan tidak boleh lebih dari 40 % untuk
lapisan aus. Beberapa persyaratan untuk lapisan ini ada yang lebih ketat yaitu 35 %
atau 27,5 %.

3) Kekekalan
Agregat butirannya harus kekal, dalam arti tidak akan berubah akibat pengaruh
cuaca basah atau kering serta kemungkinan adanya zat kimia yang dapat merusaknya.
Uji kekekalan ini, dilakukan dengan merendamnya dan mengeringkannya secara
bergantian ( tiap 24 jam ) dalam larutan jenuh Natrium atau Magnesium sulfat
26

sebanyak 5 kali. Bila di uji dengan cara itu, jumlah yang hancur biasanya disyaratkan
tidak boleh lebih dari 15 % ( Asphalt Institute ).

4) Agregat harus bersih dari lumpur atau tanah


Kadar lumpur tidak boleh ada atau juga tidak boleh mengandung butiran tanah
yang mengeras ( misalnya, butiran serpih / shale ). Cara uji untuk kadar lumpur ini
disebut dengan ” Sand Equivalent Test ” seperti tercantum dalam AASHO T 176.
Agregat gabungan untuk berbagai tujuan campuran dengan perekat aspal menurut
The Asphalt Institute harus memiliki angka Sand Equivalent test sebagai berikut :
 Agregat gabungan untuk aspal beton untuk surface binder course 50 +
 Aggregat gabungan untuk aspal beton yang di olah oleh unit pengolahan
( plant mix ) untuk lapisan surface andbinder course 45 +
 Agregat yang dicampur dengan aspal ( campuran setempat ) untuk lapisan
surface and binder couse 35 +

 Agregat gabungan untuk dicampur dengan aspal emulsi untuk campuran


penutup ( seal mix ) 40 +
 Agregat untuk campuran dengan aspal atau tanpa aspal bagi lapisan
base course 30 +
 Untuk lapisan subbase tanpa aspal 25 +

5) Gesekan Internal
Gesekan internal dalam agregat adalah sifat yang menahan terjadinya gerakan yang
terjadi antara butir agregat akibat pengaruh gaya luar. Tahanan gesekan ini terjadi
akibat adanya sifat mengunci satu sama lain antara butir. Hal ini terjadi apabila bentuk
butir agregat itu sedemikian, sehingga bila butir-butir itu terkumpul akan terjadi saling
mengunci. Tetapi bila permukaan agregat itu halus atau licin sifat ini menjadi
mengecil.
Pengujian untuk sifat ini memang sukar dilakukan, tetapi dengan pengujian sifat
stabilitas pada suatu campuran aspal beton akan terlihat adanya sifat tersebut.
27

6) Sifat Permukaan Butir


Sifat permukaan agregat berbeda-beda, terhadap daya gabungnya terhadap
aspal. Agregat yang memiliki daya gabung yang besar dengan aspal disebut agregat
yang bersifat ” hydrophobi ” dan umumnya terdiri dari agregat yang berdasar unsur
kapur ( agregat basa ) misalnya basalt, kapur atau dolomit.
Agregat yang kurang atau kecil daya gabungnya ( affiniet ) dengan aspal disebut
” hydrophilly ”. Jenis agregat semacam ini antara lain : batuan silikat, atau batuan
asam misalnya, kwarsa.
Cara uji yang mudah untuk hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Campur 500 gram agregat dengan butir tembus ayakan 3/8” serta tertinggal di
atas ayakan no. 4 ( 4,8 mm ) dengan + 25 gram aspal. Agregat yang dipakai itu,
diketahui telah memiliki daya lekat yang baik dengan aspal.
Disamping itu, dibuat lagi satu percobaan dengan agregat yang akan diuji
dengan campuran seperti tersebut.
Keduanya masing-masing diaduk dengan aspalnya lalu masing-masing
tempatkan dalam wadah dan direndam dalam wadah itu dengan air suling. Kocok
wadah itu, masing-masing dengan waktu yang sama. Bandingkan hasilnya berapa
bagian batu yang aspalnya terlepas.
Aspal yang dipakai untuk percobaan tersebut harus dari jenis aspal yang sama
seperti dipakai dalam pekerjaan nanti. Bila jenis yang dipakai berupa aspal AC, maka
percobaan dilakukan pada suhu + 121O C ( 250O F ). Bila yang dipakai aspal cair,
percobaan dilakukan pada suhu + 60O C selama 24 jam. Kemudian sebelum diberi air,
dibiarkan dulu dalam suhu ruang. Cara ini memang agak terbatas dan tidak kuantitatif.
Cara lain dapat dilakukan dengan cara di lapangan, dengan membuat silinder
dari campuran aspal diameter 4 inchi dan tinggi 4 inchi sebanyak 6 buah. Setelah
silinder dikeraskan 3 buah benda diuji kuat tekannya dalam keadaan kering dan 3
buah lainnya diuji dalam keadaan setelah direndam air. Perbedaan kuat tekan dari
keduanya menunjukkan adanya perbedaan sifat daya lekat aspal pada agregat.
Didalam praktek, biasanya tidak selalu ada atau tidak tersedia agregat yang
telah tersusun butirnya menurut keperluan melainkan agregat yang ada masih harus
diolah sehingga memenuhi syarat sehingga untuk pekerjaan yang besar, sering
diperlukan suatu unit pengolahan agregat khusus untuk melayani unit pengolah aspal
beton.
28

Dengan agregat yang tersedia di pasaran, yang pada umumnya susunan butirnya
tertentu, maka untuk mendapat suatu susunan butir yang memenuhi syarat guna suatu
konstruksi aspal beton, seringkali harus menggabung beberapa macam susunan butir,
mungkin hanya dari dua macam ( misalnya, agregat halus dan filler ) atau mungkin 3
macam ( agregat kasar + agregat halus + filler ).
Cara menghitung gabungan agegat dari beberapa macam susunan butir sehingga
mendapat suatu susunan butir yang dikehendaki, sama seperti cara penggabungan
agregat untuk beton biasa.
Perbedaan yang tidak terlalu besar ialah, bila dalam beton biasa, butir yang
terkecil biasanya sampai ayakan No. 100 , sedang dalam aspal beton, ukuran ayakan
sampai No. 200 dan masih di perlukan butir yang tembus No.200 sebagai filler.
Dengan adanya sedikit perbedaan ini, maka batasan untuk jumlah tiap fraksi
agregatnya juga berbeda

 Pengertian istilah:
1) Maccadam : susunan agregat kasar yang seragam
2) Open graded : susunan agregat yang mengandung sedikit atau tanpa filller,
sehingga hasil pemadatan menghasilkan rongga yang relatif besar.
3) Coarse graded : menggunakan aggregat yang tertinggal di atas No. 8
4) Dense graded : susunan agregat yang terdiri dari butir-butir melalui ukuran
yang maksimum sampai ukuran terkecil termasuk butir filler, yang cukup
jumlahnya sehingga rongga pada susunan butir padat itu, besarnya sama dengan
besar butir filler.
5) Fine graded : menggunakan agregat yang tembus ayakan N0. 8
6) Stone sheet : lapisan yang mengandung 25 % agregat kasar
7) Sand sheet : lapisan terbuat dari pasir, pakai atau tanpa butir filler, yang susunan
butir pasirnya tanpa diatur atau dikontrol. Sand sheet asphalt = campuran aspal
dengan pasir dibuat di unit pengolahan atau ditempat. Pemakaiannya untuk
dasar atau lapisan muka jalan.
8) Fine sheet : lapisan terbuat dari agregat butiran tembus No. 8
9) Asphalt base course : pondasi jalan yang dibuat dari agregat, dengan perekat
aspal
29

10) Asphalt binder course : lapisan antara base course dan surface course,
biasanya terbuat dari aspal beton dengan agregat kasar mengandung sedikit atau
tanpa butir filler
11) Leveling course : lapisan dengan berbagai ketebalan, dibuat untuk meratakan
permukaan jalan atau dapat disebut juga lapisan perata
12) Surface course : lapisan bagian paling atas dari suatu jalan disebut juga lapisan
aus
13) Asphalt mastic : campuran aspal dan mineral dengan perbandingan sedemikian
rupa sehingga masih dapat dituang baik dalam keadaan panas atau dingin, yang
kemudian dapat dipadatkan dengan cara pakai sendok atau alat semacam, agar
permukaannya rata
14) Subbase course : lapisan yang berada di bawah asphalt base course. Bila
lapisan ini merupakan lapisan tanah yang telah padat, dapat juga disebut
subbase course

1.8. Langkah-Langkah Perencanaan Campuran Aspal Beton


Sebelum uraian lebih lanjut mengenai langkah-langkah perencanaan campuran
aspal beton, sebelumnya perlu diketahui sebagai dasar pertimbangan selanjutnya
untuk membuat campuran aspal beton beberapa hal sebagai berikut :
Suatu aspal beton, terutama tersusun dari butiran agregat dari butir yang kecil
sampai yang terbesar menurut kebutuhan konstruksinya. Agregat itu dapat dibuat dari
batu pecah, dimana bentuk pecahannya tidak teratur dan juga tidak seragam. Dapat
juga dibuat dari susunan butir kerikil alam yang biasanya agak bulat-bulat butirnya.
Bila susunan butiran itu dibuat sedemikian rupa, sehingga butir-butir yang kecil
dapat mengisi rongga-rongga diantara butiran yang besar, maka untuk suatu volume
susunan agregat, akan memilki jumlah rongga
Lain daripada itu, bila jaringan butir tadi terdiri dari butir-butir yang tidak bulat
( misalnya batu pecah ), dan butir satu dan lainnya dapat saling mengunci, maka
susunan butir tadi, akan lebih stabil terhadap pengaruh beban dari luar. Sebaliknya,
bila susunan butiran terdiri dari butiran yang bulat atau membulat apalagi permukaan
butirannya licin, meskipun padat jaringannya, masih akan lebih mudah bergerak
buitrannya bila ada beban dari luar.
30

Dengan demikian, maka susunan butir batu pecah akan lebih stabil dibanding
dengan susunan batu bulat. Didalam pemilihan jenis butiran ini, pertimbangan yang
utama adalah batu yang bagaimanakah yang akan memberikan rongga yang terkecil,
sehingga menggunakan aspal yang minimum, tetapi mendapat kestabilan yang baik.
Bila kita tinjau dari susunan suatu aspal beton, dengan susunan butir yang baik,
maka rongga diantara butir-butir tadi akan diiisi oleh aspal. Dengan adanya perekat
yang mengisi rongga tadi maka gerakan yang sebelumnya telah kecil, menjadi
semakin baik, sehingga campuran aspal beton sedemikian itu stabil ( kokoh ).
Meskipun demikian, kenyataan didalam praktek, bahwa rongga-rongga antara batuan
tadi, akan tetap tidak dapat padat mutlak, sebab masih akan ada sedikit mengandung
gelembung udara diantara aspal tersebut. Biasanya terdapat antara 2 – 6 % rongga
udara.
Apabila susunan butir batu lebih longgar dan diberi aspal yang lebih banyak,
maka seolah-olah butir batu tadi mengapung didalam aspal. Konstruksi aspal beton
yang demikian kurang stabil, sebab karena perubahan suhu dan tekanan, campuran
akan mudah berubah bentuknya. Konstruksi yang demikian ternyata juga masih
mengandung udara, biasanya 2 % yang terdapat terjebak didalam aspalnya.
Apabila sekarang jumlah aspalnya dikurangi, sehingga seolah-olah hanya
merekat antara butir agregat, memang kestabilan aspal betonnya juga cukup baik,
tetapi kadar udara menjadi lebih besar. Udara yang terlalu besar ini didalam
konstruksi akan membantu pengerasan aspal akibat pengaruh cuaca, sehingga dapat
mempercepat keregasan aspalnya dan konstruksi mudah pecah atau terlepas, akibat
beban lalu lintas.
Dari pengalaman , agar jumlah rongga udara yang ada itu tidak lebih dari 6 %.
Dalam terminologi aspal beton, jumlah udara didalam aspal beton, biasanya
dinyatakan dalam “persen kepadatan”.
Sebagai contoh, misalnya aspal beton dengan 96 % kepadatan berarti bahwa
aspal beton itu mengandung 4 % rongga udara. Rentang dari “persen kepadatan” aspal
beton biasanya berada diantara 94%-98 % yang berarti bahwa kandungan rongga
udara ( voids ) berkisar antara 6 sampai sekecilnya 2%.
Dari pengertian di atas, maka jelas bahwa jumlah rongga udara dalam aspal
beton mempengaruhi sifat ketahanan lama dari aspal beton dalam pemakainnya,
sehingga perlu diusahakan agar kadar udara tersebut sekecil mungkin, sampai batas
31

yang memungkinkan dalam praktek yaitu 2%. Tetapi pada kenyataannya, didalam
pelaksanaan pembuatan aspal beton, dengan kepadatan 98 % ini memerlukan
pekerjaan yang amat teliti, atau cukup sukar pelaksanaannya, dan ada kemungkinan
aspal beton menjadi kebanyakan aspal, sehingga konstruksi tidak stabil.
Biasanya, perencanaan pembuatan aspal beton, dengan rencana kepadatan
antara 96 sampai 97,5 %. Rongga diantara butir agregat ( voids in mineral aggregat
atau VMA ) berkisar antara + 35 % atau lebih untuk agregat yang tidak padat.
Bila pengisian padat, VMA dapat mencapai kurang dari 20 %. Perlu diusahakan
agar VMA sekecil mungkin, dengan mengatur besar butir yang baik, sehingga tidak
memerlukan jumlah butir filler ( butir yang lebih kecil dari 200 mesh ) yang terlalu
banyak. Bila butir tersusun baik tanpa memerlukan jumlah butir filler yang
berlebihan, memiliki VMA + 15 % jarang sekali dapat VMA kurang dari angka
tersebut sampai 10 %.
Meskipun angka mutlak dari VMA biasanya tidak dipakai sebagai pengawasan
dalam perencanaan aspal beton, dengan menggunakan cara menurut Marshall.
Penentuan VMA ini dipakai sebagai perencanaan jumlah aspal yang dipakai.
Biasanya batasan angka VMA dipakai antara 75 sampai 85 %.
Jumlah aspal yang perlu mengisi bagi jumlah rongga di antara agregat,
merupakan fungsi dari luas permukaan butir aggregat atau fungsi dari ukuran butir-
butir aggregat. Makin kecil butir agregatnya, akan makin luas permukaannya. Untuk
suatu volume/berat tertentu. Oleh karena itu, apabila dalam campuran dipergunakan
besar butir maksimum yang kecil ukurannya, pemakaian aspal yang optimum akan
naik ( lebih tinggi ) dibandingkan jika dipakai besar butir maksimum yang lebih besar
ukurannya.
Disamping itu juga, kekerasan permukaan agregat juga akan mempengaruhi
jumlah aspal yang dipakai. Permukaan agregat yang kasar atau berlekuk-lekuk, akan
memerlukan aspal yang lebih banyak dibanding bila permukaan butir agregat rata atau
halus.
32

1.8.1. Langkah-langkah perencanaan campuran aspal beton.


Dalam merencanakan campuran aspal beton perlu ditempuh langkah sebagai
berikut:
1) Pilih susunan butir aggregat yang akan dipakai
2) Pilih jenis aggregat yang akan dipakai dalam campuran
3) Tentukan berat jenis dari aggregat gabungan dan berat jenis aspal
4) Tentukan perbandingan dari tiap agregat yang akan dicampur sehingga
memenuhi susunan besar butir yang baik
5) Buat benda uji dengan jumlah aspal yang berbeda-beda.
6) Tentukan berat jenis dari benda uji campuran aspal dan agregat yang telah
dipadatkan.
7) Uji sifat stabilitas dari campuran yang telah dipadatkan itu
8) Hitung jumlah persen rongga (void) dari tiap benda uji, dan bila cara
perhitungan menghendaki, hitung VMA dan persen rongga yang terisi aspal
9) Pilih jumlah aspal yang optimum dari data yang didapat. Bila fasilitas
leboratorium tidak mencukupi untuk penentuan hal tersebut, tentukan kadar
aspal dengan menggunakan hasil uji CKE (Centrifuge Kerosene Equivalent)

1.8.1.1. Pemilihan Susunan Butir


Dalam pemilihan besar butir ini, besar butir maksimum perlu ditentukan, karena
makin besar butir maksimumnya akan makin irit pemakaian aspal. Besar butir
maksimum, ditentukan oleh ketebalan lapisan konstruksi hamparan jalan yang akan
dipakai. Untuk lapisan Base-Course biasanya seperti lapisan binder course dengan
menggunakan maksimum butir 1 a 2 inchi. Untuk surface course, biasanya dipakai
maksimum butir ¾ sampai ½ inchi.

1.8.1.2. Pemilihan Jenis Agregat


Dengan sendirinya, dalam memilih jenis aggregat yang dipakai, pertimbangan
utama yang diambil adalah yang paling menguntungkan, dalam artian ; murah
harganya, baik mutunya, mudah dalam pengerjaannya, serta memberikan hasil yang
sebaik-baiknya. Untuk mendapat susunan butir yang baik sering harus dicampur
beberapa macam agregat. Dengan sendirinya, agar ongkos lebih rendah perlu
diusahakan pencampuran sesedikit mungkin macam agregat. Jangan mencampur 5
33

macam, bila mungkin dikerjakan dengan 2 atau 3 macam saja. Untuk mengadakan
pengolahan setempat, atau pengolahan agregat jauh dari tempat pengerjaan jalan perlu
dipertimbangkan. Biasanya pengolahan agregat ditempat akan lebih menguntungkan,
bila produksi yang diperlukan mencapai 40.000 ton atau lebih, karena untuk
menempatkan dan atau memindahkan unit pengolahan, memerlukan biaya yang
cukup besar.

1.8.1.3. Berat Jenis


Penentuan berat jenis aspal jarang dilakukan di lapangan, sebab umumnya datanya
telah didapat dari produsen aspal. Yang dapat dilakukan di lapangan adalah
menentukan berat jenis dari agregat atau gabungan susunan butir agregat.
Ada 3 macam berat jenis, yaitu:
a. Berat jenis semu (Bulk)
b. Berat jenis luar (Apparent S.G)
c. Berat jenis masif
Antara berat jenis semu (bulk) dan berat jenis luar, hampir sama, hanya
pengertiannya ialah Bulk S.G ialah berat jenis, dimana termasuk semua lubang kapiler
yang mungkin ada dalam agregat dihitung; Berat jenis luar, dengan menghitung atas
dasar volume sampai bagian yang tidak lagi ditembus air, dimana pori-pori yang
terselubung dibagian dalam termasuk; sedang berat jenis sesungguhnya, dihitung atas
dasar bahan yang betul-betul mutlak.
Kapankah atau berat jenis manakah yang akan dipakai, penentuannya tergantung
daripada perencanaan (yang mengerjakannya), yang penting ialah, bahwa apabila
agregatnya merupakan agregat gabungan, maka perlu dicari berat jenis rata-rata dari
agregat gabungan itu.

1.8.1.4. Mencampur Agregat dari Beberapa Macam Untuk Mendapat


Susunan Butir yang Tertentu
Cara pengabungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik gradafis atau
matematis, seperti telah diuraikan terdahulu. Dengan sendirinya akan lebih mudah
melakukan gabungan, apabila butir aggregat masing-masing telah dibuat/disediakan
menurut fraksi butirnya.
34

1.8.1.5. Menyiapkan Benda Uji untuk Menentukan Kepadatan dan Stabilitas


Semua cara yang rasional ialah memerlukan benda uji untuk diuji sifat
stabilitasnya di laboratorium. Jumlah benda uji yang dibuat dengan campuran agregat
yang telah ditentukan susunan butirnya seperti yang akan dipakai di lapangan,
ditambah aspal dalam jumlah yang berbeda, perlu dipersiapkan di laboratorium dan
dicoba sifat kepadatan serta stabilitasnya.
Percobaan ini ada beberapa cara, dimana cara yang satu dengan yang lainnya agak
berbeda. Biasanya ada 4 cara yang dipakai, meskipun dari 4 cara itu, ada satu yang
paling umum yang juga dipakai di Indonesia oleh Direktorat Jendral Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum.
Keempat cara itu ialah:
a. Cara menurut Marshall
b. Cara menurut Hubbart Field
c. Cara menurut Hveem
d. Cara menurut Smith dengan uji triaxial

1.8.1.6. Berat jenis dari benda Uji yang dipadatkan


Benda uji campuran aspal beton yang telah dibuat (menurut salah satu cara
tersebut diatas), perlu ditentukan berat jenisnya.

1.8.1.7. Tentukan sifat stabilitas dari Benda uji yang telah dibuat menurut
masing masing cara pada poin 1.8.1.6
1.8.1.8. Hitung persen maksimum kepadatan (density), persen rongga (void) dan
rongga diantara butir aggregat (VMA)
Bila berat jenis dari aggregat dan aspalnya diketahui, berat jenis yang didapat
secara teori dapat dihitung. Hasilnya disebut ‘Berat jenis maksimum teoritis’, yang
dapat dihitung sebagai berikut :

100
Go = ( 100−Wb )/ ga+Wb / gb
35

Go = Berat jenis maksimum teoritis pada suhu 25oC


Wb = Jumlah aspal dalam % berat
gb = Berat jenis aspal pada suhu 25oC
ga = Berat jenis aggregat pada suhu 25oC
Persen kepadatan teoritis ( Persen bahan padat dalam volume ) dapat
dihitung sebagai berikut :

G
x 100
= Go =R
Dimana :
G = Berat jenis nyata dari benda uji pada 25oC
Go = Berat jenis maksimum teoritis
R = Persen maksimum kepadatan pada suhu 25oC

Jumlah persen rongga ( void ) dapat dihitung dari :

% void = 100 – R

VMA dihitung dari :

G
100− Wa
VMA = Ga

Dimana Wa = Jumlah aggregat dalam % berat

VMA−( 100−R )
Persen Rongga (void) berisi aspal =
= VMA

1.8
1.8.1
1.8.1.6
1.8.1.7
1.8.1.8
1.8.1.9 Memilih Jumlah Aspal yang Optimum
36

Pilih jumlah kadar aspal yang optimum dari hasil percobaan tersebut di atas itu.
Bila cara ini tidak memungkinkan karena tidak ada fasilitas laboratorium, maka
jumlah aspal ini dapat diduga dengan menggunkan uji Centrifuge Kerosene (CKE).
Tetapi, cara ini biasanya hanya dipakai unutk pekerjaan yang kecil.
Lain daripada hal-hal tersebut diatas, pelaksana pekerjaan harus yakin bahwa
bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan aspal beton itu akan memberikan sifat
stabilitas yang baik.
Beberapa catatan mengenai pelaksana rencana campuran aspal beton.
1) Hasil rencana campuran aspal beton akan tidak berarti/berguna,
apabila cara pengambilan contoh agregat yang akan dipakai, tidak sesuai dan
tidak mewakili dengan keadaan agregat di lapangan, sebab hasil pelaksanaan di
lapangan akan berbeda sekali dengan hasil percobaan. Oleh karena itu, hati-
hatilah dalam mengambil contoh agregat ini, dan usahakan bahwa contoh agregat
yang dipakai untuk percobaan itu sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2) Dalam melakukan analisa ayak agregat dapat dilakukan kering dan
atau basah. Analisa basah biasanya akan memberikan hasil yang berbeda dengan
analisa kering, terutama mengenai jumlah butir yang kecil (tembus NO. 200).
Sesuaikan analisa ayak ini dengan cara uji penentuan kadar aspal. kadar aspal
dilakukan dengan extraksi dan mencuci agregatnya, maka analisa ayak ini
dilakukan dengan cara analisa basah.
Lain daripada hal tersebut di atas, The Asphalt Institute memberikan catatan pula
sebagai berikut :
1) Sifat Stabilitas dianggap cukup baik
(1) Void kadarnya kurang dari 2%
 Kurangi persen filler, aspal atau keduanya
 Ubah perbandingan campuran agregat kasar dan halus agar harga VMA
naik
(2) Void lebih besar dari 5 %
 Naikkan kadar fillernya, aspal atau keduanya. Agregat yang berpori, seperti
terak atau batu kapur, memerlukan jumlah % aspal yang tertentu
 Ubah perbandingan antara agregat kasar dan halus agar harga VMA turun

2) Sifat Stabilitas Terlalu Rendah


37

(1) Void kurang dari 2 %


 Naikkan persentasi filler dan kurangi persentasi aspalnya
 Naikkan persentasi agregat kasarnya.

(2) Void Lebih Besar dari 5 %


 Naikkan persentasi filler
 Ubah perbandingan antara agregat halus + agregat kasar agar VMA turun.

(3) Void antara 2 sampai 5 %


 Bila jumlah persen aspal mendekati batas tertinggi, dicoba menaikkan jumlah
persen aggregat kasar dan kurangi persentasi aspalnya.
 Bila persentasi aspalnya mendekati batas terendah, kemungkinan bahwa
agregatnya tidak kekal, mungkin perlu dicoba dengan jenis aggregat dari
sumber lain. Bila aggregat kasar terdiri dari batu-batu pecah, maka
kerusakannya terletak pada aggregat halus. Bila aggregat kasarnya berupa
kerikil alam, maka bentuk kerikil inilah yang menyebabkan stabilitas rendah.
Sebelum melakukan penolakan atas agregat itu, sebaiknya dilakukan
percobaan-percobaan dengan perbandingan agregat halus dan kasar yang
berbeda, yang masih mungkin diizinkan menurut syarat pelaksanaan.

1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.8.1.
1.8.2. Perencanaan Campuran Aspal Beton Menurut Marshall
1.8.2.1. Pengembangan dan Pemakaian
38

Cara perencanaan campuran aspal menurut Marshall dikembangkan oleh Bruce


Marshall yang pernah menjadi insinyur untuk jalan aspal di Departemen Jalan Raya
Negara di Negara Bagian Mississippi A.S Corps Engineer dari Angkatan Bersenjata
Amerika Serikat kemudian membuat beberapa koreksi atas pengembangan tersebut
yang kemudian cara ini dikembangkan selanjutnya oleh Corps Engineer tadi dipakai
untuk pembuatan aspal beton panas guna lapisan hamparan jalan raya, dengan
menggunakan aspal jenis penetrasi yang mengandung besar butir agregat sampai 2 ½
mm (1 inch). Cara ini dapat dipakai untuk perencanaan aspal beton di laboratorium
dan pengawasan di lapangan pekerjaan.

1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.8.1.
1.8.2.
1.8.2.1.
1.8.2.2. Garis Besar dari Marshall
Cara ini dimulai dengan penyiapan benda uji, dan untuk itu diperlukan:
 Bahan-bahan yang dipakai perlu memenuhi syarat-syarat dari pekerjaan
yang akan dilaksanakan.
 Campuran agregat (kasar dan halus) perlu memenuhi susunan butir
sebagai disyaratkan dalam pekerjaan.
 Agregat yang akan dipakai, dikeringkan dan diayak menurut praksi-fraksi
yang diperlukan.
 Berat jenis agregat dan berat jenis aspal perlu ditentukan lebih dulu untuk
menghitung kepadatan dan rongga (void) di antara butir agregat. Berat
jenis agregat dihitung sebagai berat jenis semu (apparents.gravity)
39

Cara Marshall ini menggunakan benda uji standar dengan ukuran 2 ½ inchi tinggi,
dan 4 inchi diameter. Benda uji ini dibuat dengan suatu cara memanasi, mencampur
dan memadatkan campuran dari agregat dan aspal. Dua hal yang menonjol daripada
cara Marshall ini ialah menganalisa dari campuran yang telah dipadatkan itu sifat
Stabilitas dan kelembekannya (stability-flow), serta kepadatan dan kadar rongga nya
(density-void).
Stabilitas dari benda coba adalah beban maksimum yang dapat ditanggung oleh
benda coba itu pada suhu 60˚c (140˚F) dalam pound (1b). Harga kelembekan atau
flow, adalah jumlah gerakan atau deformasi/penurunan akibat pembebanan, dihitung
dalam unit = 1/100 inchi, pada pembebanan maksimum untuk menentukan stabilitas.

1
1.7
1.7.2
1.8.2.3. Menyiapkan Benda Uji
1) Umum
Dalam menentukan jumlah aspal untuk suatu campuran agregat yang tertentu,
untuk cara perencanaan Marshall, satu rangkaian (seri) pengujian harus dilakukan
sehingga dihasilkan data untuk membuat kurva guna menentukan kadar aspal yang
optimum.
Pengujian dengan membuat benda uji dengan kadar aspal yang berbeda-beda, ½ %
satu dengan lainnya, sehingga nanti didapat paling sedikit benda uji dengan kadar
aspal di atas angka optimum dan 2 benda uji dengan kadar aspal di bawah optimum.
Untuk mendapat data yang baik, biasanya tiap kadar aspal dibuat sedikitnya 2 buah
benda uji. Jadi untuk penelitian pembuatan aspal beton panas, dibuat 6 seri benda uji
(dengan perbedaan kadar aspal ½ % sehingga seluruhnya perlu dibuat 3 x 6 benda uji
= 18 benda uji. Tiap benda uji biasanya membutuhkan ± 1200 gram agregat. Sehingga
untuk 18 benda uji akan diperlukan ± 22 kg agregat (yang telah digabungkan dengan
baik) dan ± diperlukan semen aspal (aspal AC) sebanyak 4 liter.
2) Alat-alat yang diperlukan :
 Bejana datar dari logam (plat besi digalvanis) ukuran 12 x 18 x 4 inchi, untuk
memanaskan agregat.
40

 Bejana datar dari plat baja, bentuk lingkaran dengan isi ± 1,2 liter untuk
mengaduk aspal dan agregat.
 Pemanas listrik, untuk memanasi agregat, aspal atau alat lainnya.
 Sendok atau sekop kecil untuk mengaduk agregat yang panas, isi ± 300 - 600 ml.
 Wadah untuk menuangkan aspal panas isi ± 3000 - 4000 ml.
 Termometer logam sampai 250˚C.
 Timbangan kapasitas 20 kg, dapat menimbang teliti 1 gram.
 Sendok besar untuk mengaduk
 Spatula yang besar, untuk mengaduk dll.
 Pengaduk mekanis, bentuk Horbart mixer untuk semen, kapasitas 5 atau 10 liter,
lengkap dengan pengaduk dari kawat.
 Pemanas air, atau untuk waterbath, guna memanasi alat-alat yang diperlukan
(misalnya palu penumbuk dll)
 Alat pemadat benda uji lengkap.
 Cetakan benda uji lengkap dengan tabung penolong untuk mengisi, serta plat
dasar, dan pemegang cetakannya.
 Alat extrusi untuk melepas benda uji dari cetakan.
 Kranjang kawat untuk meredam/mendinginkan benda uji.
 Sarung tangan (sebaiknya dari asbes) untuk bekerja dengan panas.
 Mesin uji untuk menentukan stabilitas benda uji.

3) Menyiapkan perbandingan campuran


Hitung perbandingan bahan-bahan untuk pembuatan benda uji.
Pertama coba dengan berat bahan-bahan sebanyak 1300 gram untuk 1 benda uji,
sehingga dapat dibuat benda uji padat setebal 2½ inchi dengan diameter 4 inchi.
Kemudian setelah ada pengalaman (karena 1300 gram ini akan ada kelebihan
sedikit), baru diatur berat yang sebaiknya, sehingga dapat membuat benda uji
dengan ukuran yang lebih tepat.
41

4) Mencampur bahan-bahan untuk benda uji


 Tempatkan fraksi filler (halus) dan susunan butir agregat, diatas pan masing-
masing yang trepisah, kemudian panasi di atas hot plate pada suhu ± 177 -
190˚C
 Panasi aspalnya d iatas bejana (yang mudah untuk menuangkan nanti) di atas
hot plate pada suuhu ± 120˚ - 138˚C. Pemanasan aspal pada suhu ini jangan
sampai melebihi 1 jam sebelum dipakai dan jangan menggunakan aspal yang
telah pernah dipanasi. Aspal yang cair itu kadang-kadang perlu diaduk, untuk
menghindari pemanasan yang berlebihan.
 Sediakan bejana untuk mengaduk (bentuk lingkaran) dan timbang kosong.
Kemudian timbnag fraksi aggregat dan filler masing-masing, menurut
perbandingan fraksi yang telah ditentukan. Kemudian aduklah cepat-cepat
sehingga campuran homogen. Bentuklah semacam cekungan dia ntara
campuran agregat itu.
 Tuangkan aspal cair (panas), sebanyak yang diperlukan untuk percobaan itu
(beratnya ditimbang) sewaktu bejana berisi agregat itu masih ada di atas
timbangan.
 Aduk cepat-cepat agregat filler dan aspal panas dengan sendok aduk, kemudian
pindahkan bejana dengan isinya itu di bawah mesin aduk, dan aduk terus sampai
rata.
 Pada waktu selesai mengaduk ini, suhu campuran harus tidak kurang dari 10.
Bila suhunya lebih rendah harus diulang dengan yang baru, sebab adukan tidak
boleh dipanasi. Oleh karena itu pekerjaan mencampur bahan-bahan ini harus
betul siap sebelumnya dan harus cepat, agar suhu campuran tidak segera turun.

5) Mencetak/Memadatkan Benda Uji


Sebelum mencetak campuran tersebut di atas, siapkan dulu alat untuk mencetaknya
sbb :
 Panaskan terlebih dulu palu pemadat dan cetakan benda uji, sehingga suhunya
lebih dari 90˚C (200˚F) dan hal ini dilakukan dengan memanaskannya pakai air
mendidih, atau dalam oven listrik pada suhu antara 90 - 150˚C.
 Dibagian dasar cetakan dipasang kertas saring ukuran diameter 4 inchi. Dan
palu pemadat dipasangkan pada alat pemadatnya.
42

 Setelah siap, campuran agregat + aspal yang masih panas (di atas 110˚C) segera
dimasukkan ke dalam cetakan, dan bagian atasnya dicembungkan sedikit berat
campuran ± 1200 gram. Pasang cetakan bersama isinya dibawah alat/palu
pemadat yang juga dalam kondisi panas.
 Tumbuk cepat, sebanyak 50 kali tumbukan (untuk rencana jalan dengan tekanan
roda 100 psi), atau sebanyak 75 kali tumbukan (untuk rencana jalan dengan 200
psi).
 Setelah tumbukan selesai, lepaskan cetakannya dari alat pemadat lalu dinginkan
dalam air dingin ± 2 menit.
 Lepaskan benda uji dari cetakannya, misalnya dengan alat extrusi , dan
kemudian dengan hati-hati letakkan benda uji di atas alas yang datar, ± 1
malam, sebelum pengujian. Beri tanda yang diperlukan pada benda uji ini.

** Hasil benda uji yang padat itu, harus punya ukuran tinggi 2½ inchi ± 1/8
inchi. Bila ukuran benda uji ini diluar batas tersebut, jumlah bahan
campuran yang panas, dapat dihitung/diatur sbb :

2,5 x berat campuran yang dipakai


jumlah bahan panas=
ukuran benda uji yang didapat
1.8.2.4. Menguji Benda Uji
1) Umum
Dalam cara Marshall ini, tiap benda uji harus diuji dan dianalisa mengenai : berat
jenisnya, Stabilitas dan kelembekan (Flow), Kepadatan dan rongga (void)

2) Alat untuk menguji terdiri dari :


 Mesin uji stabilitas, dan pengukuran kelelehan (Flow) Kecepatan pembebanan
adalah 2 inch deformasi tiap menit yang ditujukkan dengan proving ring.
 Water-bath, yang suhu airnya dapat diatur secara otomatis pada suhu 60˚C
(140˚F ± 1˚F)

3) Penentu, berat jenis


Berat jenis dapat juga ditentukan setelah benda coba dicetak dan didinginkan diudara
ruangan, dengan menentukan berat dan volumenya.
43

4) Menguji Stabilitas dan Flow


 Mesin uji untuk stabilitas dan flow telah disiapkan, dimana pada ukuran benda
uji 4 inchi (diameter), penunjukkan beban pada 0 (nol). Demikian pula pada
ukuran itu, micrometer untuk untuk menguji Flow, juga ada pada angka nol (0).
Batang luncur alat dilumas dengan minyak lumas.
 Benda uji dipanasi dalam waterbath pada suhu 60˚C selama tidak kurang dari 20
menit dan tidak lebih dari 30 menit. Setelah itu benda uji di seka dengan lap
agar airnya kering.
 Masukkan benda uji diantara dua segmen penekan, setel micrometer pengukur
deformasi, setel pula micrometer pada prooving ring, semuanya pada titik nol.
 Tekan benda uji dengan menjalankan mesin uji ini, dengan kecepatan
penekanan 2 meter permenit. Selama penekanan AMATI :
 Gerakan micrometer pada prooving ring, yang menunjukkan beban (kg).
 Gerakan micrometer untuk mengukur deformasi benda uji. Untuk
menunjukkan Flow, yang dinyatakan dalam 1/100 inchi untuk 1 unit flow.
Jadi misalnya deformasi mendapat 10/100 inchi, berarti flow = 10.
 Tekan benda uji sampai pecah, dan catat beban maksimumnya, serta catat
pula besarnya deformasi pada saat itu.
 Catat semua angka yang didapat, pada suatu tabel uji, seperti contoh berikut
ini. Dari tabel hasil uji, (dalam contoh ada 18 benda uji, untuk 6 seri kadar
aspal), akan dapat dianalisa dan dibuat kurva, hubungan antara :
 Berat dan % aspal dalm campuran
 Persen void vs % aspal dalam campuran
 Stabilitas vs % aspal dalam campuran
 VMA vs % aspal dalam campuran
 Flow (dalam tiap unit 1/100 in) vs % aspal

 Tentukan kadar aspal optimum yang dipilih dari hasil percobaan.

Catatan : Apabila ukuran benda uji stabilitas, tingginya tidak sama dengan 2½
inchi, maka hasil uji dapat dikalikan dengan suatu faktor,
44

1.9. Pemakaian Aspal Sebagai Unsur Bangunan


1.9.1. Ubin atau Keping-keping Aspal (Asphaltile)
Nama ubin atau keping aspal (asphalt tile) seringkali tidak hanya betul-betul
diberikan kepada benda berebntuk kepingan tipis dengan bentuk segiempat atau
bentuk lain, yang dipakai sebagai penutup lantai, yang terbuat terutama dari bahan
perekat aspal, tetapi juga kepada bentuk jenis yang sebagai bahan pembuatnya yang
tidak mengandung sama sekali aspal, tetapi sebagai bahan perekatnya dipakai jenis-
jenis damar. Biasanya yang tidak mengandung aspal itu, warnanya cerah (tidak
gelap).
Ubin aspal dibuat dalam berbagai warna mulai dari warna hitam, coklat sampai
warna agak cerah. Menurut sifatnya, ada ubin aspal yang dibuat tahan lemak ( tidak
licin karena lemak ) dan juga dibuat yang dapat mengalirkan arus listrik, yang
umumnya untuk jenis ini hanya berwarna hitam.
Aspal biasanya tidak akan dipengaruhi oleh air, dan sedikit dapat terpengaruh
oleh alkali. Beberapa dari jenisnya tahan sekali alkali, meskipun alkali itu berupa soda
api.Beberapa dari ubin aspal yang tahan lemak, juga tahan alkali.

 Bahan-bahan pembuatnya.
Secara garis besarnya, ubin aspal pada umumnya terbuat dari jenis aspal keras
( yang titik lembeknya tinggi, baik aspal yang berasal dari alam atau aspal yang
berasal dari pemurnian minyak bumi )
Aspal dari hasil pemurnian yang cocok ialah dari jenis yang keras, misalnya hasil
dari proses cracking atau oksidasi seperti blown asphalt. Karena bahan aspalnya
keras, maka untuk melembekkannya dicampur dengan bahan lain, misalnya, minyak
pelarut / pengencer, damar atau ter atau pek. Untuk memperkeras atau untuk menjaga
agar tidak berubah (mengalir) maka dipakai bahan pengisi ( filler ), misalnya asbes,
tepung batu kapur dan dipakai juga pigmen
Untuk jenis ubin aspal yang bukan sebenarnya aspal, terbuat dari senyawa
hydrocarbon yang berbentuk damar dari hasil cracking minyak bumi. Damar ini keras
karena mengandung senyawa yang tidak jenuh. Dari jenis ini baik unutk pembuatan
ubin aspal yang tahan lemak.
Karena aspal keras ini bersifat kaku dan rapuh, maka sebagai ubin ia harus dapat
bersifat agak liat. Untuk itu dalam pembuatannya, dapat dipakai tambahan bahan
45

misalnya, ter dari tumbuh-tumbuhan, minyak lena. Disamping itu juga minyak lemas
dari minyak bumi.

 Cara Pembuatan
Bahan-bahan yang akan dipakai, diramu menurut perbandingan tertentu,
kemudian digiling dalam suatu alat,antara lain dengan mesin gilas Banbury (mesin
penggilas dalam proses pembuatan campuran karet untuk ban). Karena alat penggilas
ini penggilingnya panas, maka campuran tadi pada waktu digilas menjadi lembek.
Setelah gilingan bahan ini homogen dibentuk lembaran lalu dipotong-potong.
Lembaran akan mengeras kembali pada waktu telah dingin suhu ruang.
Salah satu resep aspal ubin aspal warna gelap misalnya, terbuat dari campuran
aspal + aspal alam yang keras ( Gilsonite ) 40 bagian + 60 bagian serbuk asbes + 30
bagian bubuk batu kapur dan ditambah pigmen ( bila diperlukan ). Untuk membuat
ubin yang berwarna cerah ( muda ), dapat dibuat dari damar tiruan 15 – 22 bagian +
stearin campur minyak kreosot 22 – 16 bagian, tepung asbes 65 bagian, tepung batu
kapur 35 bagian dari pigmen.
Penggunaan damar tiruan (yang juga hasil dari senyawa hydrocarbon minyak
bumi, antara lain disebut Damar Coumarone-indene) sangat besar jumlahnya untuk
pembuatan ubin-ubin aspal ini. Ubin jenis ini dikenal juga dengan ubin Vinyl (vinyl
tile), meskipun sebenarnya yang disebut ubin vinyl, benar-benar menggunakan bahan
perekat damar tiruan yaitu damar vinyl.
Dengan didapatkannya damar vinyl ini maka jenis ubin aspal agak terdesak,
karena ubin vinyl memiliki kelebihan, yaitu lebih tahan terhadap alkali, lemak serta
warnanya lebih mudah di atur dengan pemberian pigmen, sebab damar vinyl,
merupakan damar yang tidak berwarna.
Persyaratan ubin aspal antara lain menurut Federal Standard Spesification.
Amerika Serikat SS-T-306b, sbb:
1) Ukuran
 Harus rata tebalnya
 Harus tepat ukurannya
46

2) Ujian Sifat Fisis


 Kelekukan
Ubin-ubin diuji sifat kelekukan permukaannya dengan beban antara 2 sampai 30
1b pada suhu + 25 dan pembebanan dilakukan dengan waktu 1 sampai 10 menit.
Kelekukan yang terjadi akibat beban ini cukup kecil, tidak melampaui 0.025
inchi.
 Uji bentur
Ubin bila dijatuhi beban bentuk bola seberat + 800gram dengan ketinggian 41/2
inchi (untuk ubin tipis dan 15 cm untuk ubin tebal ¼ inchi) tidak boleh retak
atau pecah permukaannya.
 Uji kekekalan bentuk permukaan.
Ubin bila direndam dalam air 120 jam suhu + 23oC sebelum dan sesudah
perendaman tidak boleh menunjukkan perubahan kerataan dari permukaannya
lebih dari 0,03 inchi (0,75 mm).
Sebagai tambahan untuk jenis ubin semacam itu, yaitu ubin vinyl, tercantum
dalam standar yang disusun oleh NBS yaitu L-F-00450.1959 sebagai revisi dari
Standar Federal L-T-751 (GSA-FSS)

1.9.2. Lembaran Aspal Filt untuk Atap


Di negara barat (Eropa dan Amerika) penggunaan aspal sebagai bahan penutup
atap, cukup besar jumlahnya karen adengan bahan ini, menurut pendapat mereka,
memberikan beberapa keuntungan antara lain:
1) Murah, bila dibandingkan dengan bahan lain
2) Cukup indah (karena dapat dibuat dengan warna yang berbeda-beda) dan
tidak perlu mewarnai / mencat).
3) Mudah dan cepat pemasangannya.
4) Bagi pabrik pembuat, mudah distribusinya, sebab bahan relatif ringan
sehingga biaya angkutnya rendah.
Meskipun bahan ini dapat terbakar (karena aspal adalah bahan hydrocarbon),
tetapi dengan cara pembuatan yang baik, atap aspal tidak mudah terjilat api, karena
lembaran ini tidak menguapkan bahan yang mudah terbakar, bila ada api.
Selain sebagai penutup atap, lembaran aspal ini juga dipakai sebagai bahan pelapis
dinding, misalnya untuk melapis dinding kelder, agar lebih rapat air, pelapis dinding
47

luar rumah yang terbuat dari papan, selain sebagai pelapis tahan air juga dengan
gambaran pada lembaran ini, memberikan corak lain.
Biasanya lembaran aspal bentuk pelapis dinding ini, mempunyai bentuk lapisan
luar seperti pasangan bata, bata beton, atau gambar dekorasi lainnya,sehingga dinding
yang dilapisi itu terbuat dari bahan yang lebih mahal dan baik.

1.9.2.1. Garis Besar Cara Pembuatan


Sebagai bahan pembuat lembaran itu, dipakai kain –kain bekas atau serat bekas,
serta sellulose, serat kayu. Serat-serat ini akan membentuk jaringan sehingga
menyerupai kain lembaran. Lembaran serat ini dicelupkan dalam aspal yang dicairkan
bahan pencair, (minyak pengencer dari jenis naphtha atau minyak tanah) yang disebut
saturant, selanjutnya lembaran itu diberi lapisan bahan yang halu sebagai pengisi,
kemudian dilapis lagi dengan bubukan mineral / aggregat yang agak kasar, sebagai
stabilisator dan pelapis penutup.
Jenis aspal yang dipakai pada umumnya dari jenis yang keras, yaitu aspal alam atau
aspal dari hasil cracking minyak bumi atau blown asphalt.
Sebagai pengisi, dipakai bubuk silika, talk, tepung mica dan atau tepung batuan
lainnya.
Sebagai lapisan penutup, dipakai butiran halus, batu alam, kuarsa, terak atau
kadang-kadang bukan benda keramik. Lapisan ini,selain untuk melindungi filt dari sinar
matahari secara langsung, juga untuk memperkuat permukaan dari gesekan atau
benturan benda keras.

1.9.2.2. Bentuk yang dipasarkan


Bentuk yang umum dipasarkan ialah berupa gulungan dengan panjang + 11m
(35 kaki) sampai 42 m (144 kaki), sedang lebarnya umumnya 90 cm. Disamping itu,
diperdagangkan pula bentuk lembaran kecil, ukuran 40 sampai 90 cm, atau potongan
yang tertentu atas dasar pesanan.
48

1.9.2.3. Pemakaian
Lembaran aspal filt untuk atap, dapat dipakai untuk atap dengan kemiringan
yang kecil. Bila dipakai kemiringan atap 1 : 12, perlu menggunakan lembaran bentuk
rol (gulungan) tetapi penumpangnya cukup lebar. Biasanya untuk bentuk gulungan
ini, sudut kemiringan atap tidak lebih kecil dari 3 : 12 (1 : 4). Untuk yang bentuk
potongan, dipakai pada sudut kemiringan atap paling rendah 1 : 3.Dengan sendirinya,
untuk memasang lembaran aspal sebagai penutup atap ini, perlu ada alas yang terbuat
dari kayu lapis atau papan, sehingga konstruksi atap, sebenarnya berupa lembaran
papan atau kayu lapis yang dilapisi lembaran aspal.
Pemasangan lembaran pada papan, dengan dipaku atau dijepit dengan kawat
pakai alat stepler. Untuk lebih memberikan sifat rapat air, pada sambungan lembaran
kadang-kadang dipakai juga perekat dari jenis ter atau aspal.

1.9.2.4. Lain-lain.
Di Indonesia, penggunaan aspal untuk bahan bangunan selain untuk konstruksi
jalan memang masih kecil. Pada akhir-akhir ini, telah beredar dipasaran, jenis
lembaran aspal untuk atap seperti diutarakan di atas. Dipasaran diberi nama “tegola”
yang sebenarnya artinya sama dengan “tegel” atau tile. Produk ini, merupakan produk
yang ditiru Eropa (Italia). Lain daripada itu, kita lihat juga adanya produk penutup
atap bentuk genteng yang terbuat dari baja lapis seng yang permukaannya dilapisi
aspal yang ditaburi dengan bubuk mineral / agregat yang berwarna.
49

SOAL-SOAL

1. Jelaskan definisi aspal berdasarkan ASTM D-8 !


2. Jelaskan definisi aspal/bitumen berdasarkan The Asphalt Institute !
3. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi aspal yang saudar a ketahui !
4. Apakah perbedaan antara aspal alam dan aspal buatan ?
5. Apakah perbedaan antara aspal dan Ter !
6. Bagaimanakah didapatnya aspal alam dan dimana terdapat aspal alam tersebut !
7. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi Ter !
8. Apakah Pitch atau Pek itu ?
9. Terbuat dari apakah RTCB-5 dan RTCB-8 ?
10. Jenis agregat yang manakah yang cocok digunakan sebagai bahan perkerasan
apabila dipakai aspal emulsi kation dan aspal emulsi anion ?
11. Jelaskan sifat-sifat kimia aspal !
12. Jelaskan sifat-sifat fisika aspal !
13. Apakah asphalthene dan maltene itu ?
14. Terdiri dari senyawa-senyawa apakah maltene itu ?
15. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat fisis yang ada hubungannya dengan ketahanan
lama !
16. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat fisis aspal lainnya yang sering dilakukan
pengujiannya di laboratorium 1
17. Berdasarkan ASTM D-224, untuk mengetahui sifat serta mutu dan
kemampuannya sebagai bahan perekat bagi aspal emulsi dapat dilakukan
beberapa pengujian, pengujian-pengujian apakah yang dilakukan tersebut !
18. Sebutkan dan jelaskan 2 golongan atau kelas campuran aspal?
19. Berdasarkan cara kerja dan suhu kerja alat pencampuran aspal + agregat dapat
dilakukan dengan beberapa cara, sebutkan cara-cara tersebut dan jelaskan masing-
masing cara tersebut!
20. Sebutkan dan jelaskan tujuan dari pekerjaan pelapisan dengan campuran aspal dan
agregat!
21. Apakah penetrasi macadam itu?
22. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat aspal beton pada suhu hamparan harus memenuhi
suatu persyaratan!
50

23. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang terkait dalam perencanaan aspal beton!
24. Sebutkan dan jelaskan syarat-syarat agregat yang cocok untuk dipakai dalam
pembuatan aspal beton!
25. Gambarkan bagan lapisan jalan raya!
26. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah perencanaan campuran aspal beton!
27. Bagaimana susunan agregat yang baik bagi hamparan aspal beton?
29. Jelaskan cara menentukan kepadatan /stabilitas aspal beton!

Anda mungkin juga menyukai