ASPAL/BITUMEN
1.1. Pengertian
Menurut ASTM D8 Aspal adalah suatu bahan atau bentuk padat atau setengah
padat berwarna hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat yang akan melembek dan
meleleh bila dipanasi, tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang
kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau dari hasil
pemurnian minyak bumi atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan
minyak bumi atau derivatnya.
Menurut The Asphalt Institute (bitumen) adalah suatu campuran dari senyawa-
senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses pemanasan atau
berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai dengan derivatnya yang
bersifat non logam yang dapat bersifat gas, cairan, setengah padat atau padat yang
campuran itu dapat larut dalam karbondisulfida (CS2).
Jadi aspal dapat didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari bitumen dan
mineral, yang banyak digunakan pada konstruksi lapisan perkerasan lentur (flexible
pavement), jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat
karena mempunyai daya lekat yang kuat, sifat adhesive, kedap air dan mudah
dikerjakan.
1
2
perekat. Dari penelitian itu dikenal suatu perbandingan yang disebut ”perbadingan
distibusi maltene”, yaitu perbandingan antara jumlah senyawa basa nitrogen +
acidaffin 1, I dibagi jumlah paraffin + asidaffin 2.
Percobaan/ penelitian yang dibuat dengan :
2 bagian berat aspal semen
100 bagian berat pasir ottawa antara 20 s.d 30 mesh
Dicetak berbentuk pallet Ø 0.5 inci dan tinggi 0,4 inci dibentuk dengan tekanan
1000 psi, kemudian dibiarkan ½ jam lalu dimasukkan dalam bejana dan diputar
500 putaran.
Hasil kemudian ditimbang dan di hitung bagian berat yang hilang. Kemudian
diklasifikasikan :
Klas I. Bila tidak ada bagian yang hilang (aus)
Klas II. Kehilangan sebesar 0-10%
Klas III kehilangan sebesar 10-20%
Dan seterusnya sampai kelas 9, dengan angka penetrasi hilang dengan kenaikan 10%
semen aspal dengan memiliki Klas I sampai III dianggap cukup baik, sedang yang
masuk kelas 4 atau lebih dianggap kurang baik daya lekatnya. Hasil-hasil tersebut
diatas dihubungkan dengan angka perbandingan distribusi maltene , ternyata dapat
disimpulkan bahwa aspal semen dengan penetrasi 85-100 yang memiliki ketahanan
aus, baik mempunyai ratio-maltene distribusi = 1.14.
Kadar senyawa basa nitrogen kurang baik pengaruhnya didalam aspal atau
bitumen, kadar parrafin dan kadar karbon bebas juga berpengaruh terhadap sifat
aspalnya. Parrafin dalam aspal bila terlalu banyak akan mempengaruhi kepekaan
aspal terhadap suhu serta menurunkan daya lekat, (karena daya ;ekat adalah sifat adesi
dan kohesi). Bila sifat kohesi aspal kurang, maka sifat liat (ductile) juga berkurang,
sehingga kepekaan terhadap suhu meningkat, sehingga penetrasi indek (PI) turun.
Oleh karna itu kadar parrafin didalam aspal perlu dibatasi.
b. Pengukuran kepekatan
Jarak ukur terhadap sifat kepekatan aspal, mulai dari keadaan cairan yang tipis,
sedikit lebih pekat daripada air, sampai ke keadaan kaku setengah padat, sepadat
lilin untuk penambal (blown asphalt cement). Karena jarak ukur yang demikian
lebar, tidak ada satu alatpun yang dapat dipakai untuk mengukur konsistensi
dengan memuaskan bagi bahan-bahan aspal.
Dikenal ada 4 cara pengukuran kepekatan, yang biasa dipakai yaitu :
1) Cara uji viskositet vurol
2) Cara uji penetrasi
3) Cara uji kambangan (float test)
4) Cara uji viskositet kinematik
Viskositet merupakan suatu pengertian yang agak luas mengenai sifat
kepekatan/ konsistensi daripada cairan. Ia adalah suatu ukuran terhadap
kemampuan suatu benda cair untuk mengalir, pada suatu keadaan karena ada
tahanan. Jadi makin besar viskositas suatu bahan cair, maka makin
mendekati benda itu kepada suatu keadaan yang hampir padat kepekatannya.
1) Viskositet menurut Furol
cara ini disebut ”furol viscosity” adalah suatu cara uji yang spesifik untuk
mengukur viskositet bahan-bahan aspal. Angka viskositet furol adalah suatu
angka dalam detik yang diperlukan bagi 60 cm³ bahan aspal untuk melalui
suatu lobang pipa sempit yang ukurannya tertentu, pada suhu yang tertentu.
Jadi makin tinggi angka viskositet furol pada suatu suhu tertentu, makin
pekat bahannya.
2) Pengujian penetrasi
Telah dipakai sejak lama untuk mengukur kepekatan aspal biasanya dipakai
uji penetrasi, yang caranya ialah mengukur kedalaman masuknya suatu jarum
yang ukurannya tertentu, dengan berat 100 gram, dalam waktu 5 detik.
Angka kedalaman masuk jarum itu, diukur dari permukaan dinyatakan
dengan angka satuan 1/100 cm.
Jadi bila suatu jarum aspal memiliki angka penetrasi 100, berarti kedalaman
masuknya jarum adalah 1 cm. Jadi hubungan antara penetrasi dan konsitensi,
10
4) Viskositet kinematik
Karena perbedaan kepekaan suhu dari jenis-jenis semen aspal untuk jalan
maka tambahan cara uji viskositet, yang dilakukan pada suhu 135ºC. Cara uji
ini dapat dilakukan dengan alat furol viskometer atau dengan suatu alat
viskometer tertentu, yaitu ada 2 macam alat lain, yang satu adalah ”zitfuchs
cross-arm viscometer” dan yang satu lagi adalah ”canon-manning
11
Tetapi bagi jenis aspal yang ditiup udara sifat titik lembek ini penting, terutama
bila blown asphalt ini dipakai sebagai bahan atap, untuk sudut atap yang besar, sebab
titik lembeknya hendaknya lebih dari 65ºC, agar pengaruh panas sinar matahari tidak
terlalu besar baginya untuk melelehkannya.
c. Pengaruh suhu
Derajat oksidasi dan penguapan, akan dipercepat bila suhu dinaikkan. Cara
menduga derajat reaksi secara organik dan fisik, biasanya dengan memperkirakan
bahwa tiap kenaikan 10ºC reaksinya akan berlipat dua kali. Sebagai misal ialah,
oksidasi dan penguapan akan terjadi 8 kali lebih besar untuk suatu campuran yang
diaduk dalam Pungmill pada suhu 179ºC dibandingkan bila hanya diaduk pada suhu
149ºC.
Tetapi untungnya oksidasi sinar ini, tidak dapat masuk jauh kedalam lapisan aspal
(hanya lapisan tipis dipermukaan). Meskipun demikian hal ini perlu diketahui,
terutama bila menggunakan jenis aspal untuk keperluan pelaburan permukaan atau
rapat air bahwa lama-lama aspal itu akan berubah sifatnya.
Jadi suatu aspal cair bila dibiarkan terbuka di udara dalam lapisan tiris berangsur-
angsur akan mengental membentuk kembali aspal padat jenis AC. Waktu yang
diperlukan untuk mengental kembali itu disebut derajat pengerasan (rate of curing).
Rate of curing dipengaruhi oleh :
Penguapan dari bahan pelarut/ pengencer
Jumlah pelarut/ pengencer dalam aspal cair
Angka penetrasi dari aspal dasar yang dicairkan.
Makin kecil jumlah bahan pelarut yang terkandung dalam aspal cair, akan makin
cepat ia akan mengental kembali. Lain dari pada itu, waktu yang diperlukan untuk
pengerasan akan lebih lama bila angka penetrasi dari aspal dasarnya tinggi. Faktor
luar yang mempengaruhi kecepatan pengentalan ialah :
Suhu sekeliling
Luas permukaan penguapan atau perbandingan antara luas permukaan dan
volumenya.
Kecepatan angin yang melalui permukaan.
Untuk menguji derajat pengerasan atau curing rate ini, memang agak sukar
dilakukan. Cara yang dapat dilakukan secara tidak langsung ialah dengan menyuling
aspal tadi (destillation test), dimana dapat diamati kecepatan penguapan masing-
masing pelarut pada suhu tertentu.
Dari hasil destilasi ini, kemudian dihitung INDEX pengerasan atau CURING
INDEX. Bagi aspal RC-70 sebagai jenis aspal cair (cutback) yang paling umum
dipakai, biasanya memiliki curing index antara 25-45, sedang curing index yang
optimum ialah 35. cara penyulingan ini seperti tercantum dalam ASTM D-402.
dingin, bila air tercampur pula dalam beton itu. Pada pemakaian campuarn aspal
panas, yang dihamparkan dalam keadaan panas pula, dimana sebelumnya agregatnya
telah dikeringkan terlebih dahulu, bahan aditive tidak perlu dipakai lagi.
2) Ductility (keliatan)
Untuk mendapat gambaran apakah suatu jenis aspal pada penggunaanya nanti akan
mengalami retak-retak, dilakukan uji keliatan (ductility, dengan menarik benda uji
yang terbuat dari aspal dengan kecepatan 5 cm per menit pada suhu 25ºC. Penampang
benda cobanya 1 cm². Ductility merupakan angka perpanjangan dari benda uji akibat
penarikan, sampai putus, dinyatakan dalam cm.
Aspal dengan angka ductility yang terendah dapat mengalami retak akibat lapisan
aspal itu akan mengalami perubahan suhu yang agak tinggi. Sifat ductility ini
dipengaruhi oleh sifat kimia aspal, yaitu akibat susunan senyawa hydrocarbon yang
dikandungnya. Bila aspal banyak mengadung susunan senyawa paraffin dengan rantai
panjang, ductilitynya rendah, demikian juga aspal yang didapat dari proses blowing
(blown asphalt) dimana banyak terdapat gugusan hydrocarbon tak jenuh, yang mudah
menyusut, sedang yang banyak mengadung parafin karena rantai karbon yang
kekuatan strukturnya kurang plastis.
16
3) Titik Nyala
Maksud pengujian ini ialah untuk menentukan pada suhu dimana aspal itu akan
menyala, untuk menjaga pada suhu dimana aspal tersebut dapat dipanasi tanpa
bahaya. Pengujiannya dilakukan dengan alat penentu titik nyala model bejana terbuka
(cleveland open cup, untuk titik nyala tinggi, dan Tagliabue open cup untuk titik nyala
suhu rendah).
4) Uji kelarutan
Uji ini biasanya untuk menguji kemurnian aspal, dimana aspal mungkin
mengandung bahan tak larut, misalnya garam, kotoran debu, karbon atau mineral
lainnya. Pengujianya dengan melarutkan aspal dalam karbon bisulfida (CS2), bagian
yang tidak larut ditimbang. Cairan pelarut yang biasa dipakai misalnya karbon tetra
chlorida (CCl4). Cairan ini tidak mudah terbakar dibanding dengan CS2, maka lebih
sering dipakai, meskipun hasilnya agak kurang teliti, karena ada zat karbon yang
seharusnya larut dalam CS2, tidak larut dalam CCl4.
5) Uji Penyulingan
Uji ini dengan maksud untuk memisahkan bahan-bahan lain yang dapat dipisahkan
dari aspal misalnya jenis pelarut yang berbeda penguapannya. Disamping itu
pengujian kadar air, dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan ini.
misalnya penetrasinya, kelarutan dalam CCl4 atau ductility sehingga dapat diduga
bahan dasar emulsi itu jenis aspal yang mana.
aspal beton ini dibuat dalam suatu unti pengolahan tertentu (biasanya stasioner).
Meski pun unit ini juga dapat berpindah – pindah, dimana aspalnya biasanya
dicairkan sampai suhu k.1. 135ºC (275ºF) dan agregat dipanasi sampai pada suhu k.1.
150ºC (300ºF), kemudian dua bahan ini dicampur menjadi satu, lalu diangkat ke
tempat pekerjaan dihamparkan, sewaktu mesin dalam keadaan panas, lalu
dipadatkan / digilas dan pada waktu pengilasan sebaiknya minimal 107ºC (225ºF).
1.6.1.3. Aspal Beton yang Dicampur Sambil Jalan (Travel Mixing Plant)
Cara ini dengan menggunakan suatu alat pencampur yang dapat berjalan, agregat
yang dipakai dalam keadaan kering dan suhu udara biasa. Sedang aspalnya biasanya
aspal cair atau aspal AC yang dipanasi terlebih dahulu di dekat tempat kerja. Agregat
yang akan dipakai ( setelah susunan butirnya diatur menurut susunan butir yang baik )
diisikan dalam mesin pengaduk yang berjalan itu, kemudian aspal cair dicampurkan
dalam jumlah yang tertentu, dan diaduk dalam mesin tersebut setelah selesai
pengadukan campuran aspal + Agregat itu langsung dihamparkan dalam tebal yang
tertentu.
jalur kemudian pada timbunan agregat ini disiram aspal cair dalam jumlah yang
diperkirakan, di belakang alat penyiram aspal ini bergerak mengikuti mesin pengaduk
dapat dipakai disisi mesin grader, yang bertugas mengaduk campuran agregat dan
aspal itu sampai HOMOGEN dan dengan alat grader ini campuran yang telah
homogen tadi dihamparkan rata di atas jalan, lalu digilas atau dipadatkan
rusak, atau pekerjaan penambalan permukaan jalan. Caranya ialah bagian permukaan
dilapisi aspal, lalu diberi aggregat halus kemudian ditumbuk atau digilas.
Jenis pekerjaan seperti pada point a dan b sering kita lihat di Indonesia ini
dilakukan oleh petugas perawat jalan raya yang dibuat dengan cara yang murah,
misalnya jalan-jalan kabupaten atau sering kita sebut dengan jalan kelas III sampai
dengan kelas yang lebih rendah lagi.
d. Untuk membuat batas jalan atau bahu jalan lebih jelas bedanya, dengan melapiskan
campuran aspal sebagai konstruksi batas.
pengisi / pengunci rongga antara butiran yang kasar, sambil diikuti dengan
penyiraman sedikit aspal cair / panas.
Kemudian taburan pasir dilakukan dan permukaan jalan digilas. Ada kalanya,
diatas lapisan ini diberi lagi lapisan campuran aspal dengan pasir / aggregat halus,
sebagai lapisan aus atau dengan lapisan hot mix.
Konstruksi jalan semacam ini masih umum dilakukan di Indonesia meskipun
kenyataan mutu jalan kurang baik dibanding dengan jalan-jalan yang dibuat dengan
cara baru. Tetapi konstruksi macadam ini, memang akan lebih murah daripada jalan
raya model baru sekarang ini ditinjau dari pembiayaan jangka pendek. Kerusakan
yang sering terjadi pada umumnya terletak pada penyiapan badan jalan serta
meningkatnya lalu lintas yang melampaui batas kekuatan jalan itu sendiri.
Susunan butir agregat. Sesungguhnya agregat yang dipakai dalam aspal beton
pada waktu ini, adalah agregat padat. Stabilitas aspal beton akan meningkat, bila
maksimum besar butir aggregat jumlahnya naik.
Mutu agregat. Butir aggregat yang lunak, akan hancur akibat adaanya benturan
beban dari kendaraan dengan akibat terjadinya lobang-lobang dipermukaan jalan atau
lapisan terlepas. Butir yang tidak kekal, akibat pengaruh basah akan hancur menjadi
butir yang lebih kecil, akibat beban yang mempengaruhnya atau akibat pengaruh
cuaca.
Agregat yang kotor terutama yang diselaputi lembung, akan memepermudah
terjadinya lapisan terlepas.
24
Kadar aspal. Kadar aspal yang rendah memudahkan terlepasnya lapisan sedang
kebanyakan aspal, lapisan aspal beton kurang stabil.
Mutu aspal sebagai perekat. Aspal yang dihasilkan tanpa proses cracking akan
memenuhi standar sebagai aspal perkekat. Aspal bermutu rendah, seringkali
menghasilkan lapisan aspal beton yang regas.
1) Susunan butir
Susunan butir agregat menunjukkan pembagian besar butirnya.
Untuk menentukan susunan butir ini dipergunakan ayakan, dengan melakukan analisa
ayak. Cara penentuan analisa ayak ini sama seperti yang dilakukan dalam penentuan
besar butir agregat untuk pembuatan beton dengan semen.
Ayakan yang dipakai untuk menyusun besar butir agregat aspal beton sedikit berbeda,
yaitu dipakai susunan ayakan mulai dari 2 ½, 2, 1 ½ , ¾ , 5/8, ½ dan 3/8 inchi. Untuk
ayakan yang lebih halus dipakai ayakan no 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 200. Untuk
ayakan dengan ukuran 2 ½ sampai dengan 3/8 inchi, kadang-kadang ada juga yang
berlubang bulat. Dalam pemakaian ayakan bulat ini perlu diketahui juga bahwa bila
partikel dari agregatnya bentuknya pipih atau panjang, bila diayak dengan ayakan
bulat, jumlah yang tembus akan lebih kecil dibandingkan bila dipakai ayakan
berlubang bujur sangkar.
Dalam pembuatan aspal beton, pembedaan susunan butir agregat dilakukan
sbb :
(1) agregat kasar : adalah agregat yang butirnya tertinggal di atas ayakan No.10
(2) agregat halus : yang butirnya tembus ayakan No.10
(3) bahan pengisi mineral : abu mineral tembus ayakan No.200.
25
3) Kekekalan
Agregat butirannya harus kekal, dalam arti tidak akan berubah akibat pengaruh
cuaca basah atau kering serta kemungkinan adanya zat kimia yang dapat merusaknya.
Uji kekekalan ini, dilakukan dengan merendamnya dan mengeringkannya secara
bergantian ( tiap 24 jam ) dalam larutan jenuh Natrium atau Magnesium sulfat
26
sebanyak 5 kali. Bila di uji dengan cara itu, jumlah yang hancur biasanya disyaratkan
tidak boleh lebih dari 15 % ( Asphalt Institute ).
5) Gesekan Internal
Gesekan internal dalam agregat adalah sifat yang menahan terjadinya gerakan yang
terjadi antara butir agregat akibat pengaruh gaya luar. Tahanan gesekan ini terjadi
akibat adanya sifat mengunci satu sama lain antara butir. Hal ini terjadi apabila bentuk
butir agregat itu sedemikian, sehingga bila butir-butir itu terkumpul akan terjadi saling
mengunci. Tetapi bila permukaan agregat itu halus atau licin sifat ini menjadi
mengecil.
Pengujian untuk sifat ini memang sukar dilakukan, tetapi dengan pengujian sifat
stabilitas pada suatu campuran aspal beton akan terlihat adanya sifat tersebut.
27
Dengan agregat yang tersedia di pasaran, yang pada umumnya susunan butirnya
tertentu, maka untuk mendapat suatu susunan butir yang memenuhi syarat guna suatu
konstruksi aspal beton, seringkali harus menggabung beberapa macam susunan butir,
mungkin hanya dari dua macam ( misalnya, agregat halus dan filler ) atau mungkin 3
macam ( agregat kasar + agregat halus + filler ).
Cara menghitung gabungan agegat dari beberapa macam susunan butir sehingga
mendapat suatu susunan butir yang dikehendaki, sama seperti cara penggabungan
agregat untuk beton biasa.
Perbedaan yang tidak terlalu besar ialah, bila dalam beton biasa, butir yang
terkecil biasanya sampai ayakan No. 100 , sedang dalam aspal beton, ukuran ayakan
sampai No. 200 dan masih di perlukan butir yang tembus No.200 sebagai filler.
Dengan adanya sedikit perbedaan ini, maka batasan untuk jumlah tiap fraksi
agregatnya juga berbeda
Pengertian istilah:
1) Maccadam : susunan agregat kasar yang seragam
2) Open graded : susunan agregat yang mengandung sedikit atau tanpa filller,
sehingga hasil pemadatan menghasilkan rongga yang relatif besar.
3) Coarse graded : menggunakan aggregat yang tertinggal di atas No. 8
4) Dense graded : susunan agregat yang terdiri dari butir-butir melalui ukuran
yang maksimum sampai ukuran terkecil termasuk butir filler, yang cukup
jumlahnya sehingga rongga pada susunan butir padat itu, besarnya sama dengan
besar butir filler.
5) Fine graded : menggunakan agregat yang tembus ayakan N0. 8
6) Stone sheet : lapisan yang mengandung 25 % agregat kasar
7) Sand sheet : lapisan terbuat dari pasir, pakai atau tanpa butir filler, yang susunan
butir pasirnya tanpa diatur atau dikontrol. Sand sheet asphalt = campuran aspal
dengan pasir dibuat di unit pengolahan atau ditempat. Pemakaiannya untuk
dasar atau lapisan muka jalan.
8) Fine sheet : lapisan terbuat dari agregat butiran tembus No. 8
9) Asphalt base course : pondasi jalan yang dibuat dari agregat, dengan perekat
aspal
29
10) Asphalt binder course : lapisan antara base course dan surface course,
biasanya terbuat dari aspal beton dengan agregat kasar mengandung sedikit atau
tanpa butir filler
11) Leveling course : lapisan dengan berbagai ketebalan, dibuat untuk meratakan
permukaan jalan atau dapat disebut juga lapisan perata
12) Surface course : lapisan bagian paling atas dari suatu jalan disebut juga lapisan
aus
13) Asphalt mastic : campuran aspal dan mineral dengan perbandingan sedemikian
rupa sehingga masih dapat dituang baik dalam keadaan panas atau dingin, yang
kemudian dapat dipadatkan dengan cara pakai sendok atau alat semacam, agar
permukaannya rata
14) Subbase course : lapisan yang berada di bawah asphalt base course. Bila
lapisan ini merupakan lapisan tanah yang telah padat, dapat juga disebut
subbase course
Dengan demikian, maka susunan butir batu pecah akan lebih stabil dibanding
dengan susunan batu bulat. Didalam pemilihan jenis butiran ini, pertimbangan yang
utama adalah batu yang bagaimanakah yang akan memberikan rongga yang terkecil,
sehingga menggunakan aspal yang minimum, tetapi mendapat kestabilan yang baik.
Bila kita tinjau dari susunan suatu aspal beton, dengan susunan butir yang baik,
maka rongga diantara butir-butir tadi akan diiisi oleh aspal. Dengan adanya perekat
yang mengisi rongga tadi maka gerakan yang sebelumnya telah kecil, menjadi
semakin baik, sehingga campuran aspal beton sedemikian itu stabil ( kokoh ).
Meskipun demikian, kenyataan didalam praktek, bahwa rongga-rongga antara batuan
tadi, akan tetap tidak dapat padat mutlak, sebab masih akan ada sedikit mengandung
gelembung udara diantara aspal tersebut. Biasanya terdapat antara 2 – 6 % rongga
udara.
Apabila susunan butir batu lebih longgar dan diberi aspal yang lebih banyak,
maka seolah-olah butir batu tadi mengapung didalam aspal. Konstruksi aspal beton
yang demikian kurang stabil, sebab karena perubahan suhu dan tekanan, campuran
akan mudah berubah bentuknya. Konstruksi yang demikian ternyata juga masih
mengandung udara, biasanya 2 % yang terdapat terjebak didalam aspalnya.
Apabila sekarang jumlah aspalnya dikurangi, sehingga seolah-olah hanya
merekat antara butir agregat, memang kestabilan aspal betonnya juga cukup baik,
tetapi kadar udara menjadi lebih besar. Udara yang terlalu besar ini didalam
konstruksi akan membantu pengerasan aspal akibat pengaruh cuaca, sehingga dapat
mempercepat keregasan aspalnya dan konstruksi mudah pecah atau terlepas, akibat
beban lalu lintas.
Dari pengalaman , agar jumlah rongga udara yang ada itu tidak lebih dari 6 %.
Dalam terminologi aspal beton, jumlah udara didalam aspal beton, biasanya
dinyatakan dalam “persen kepadatan”.
Sebagai contoh, misalnya aspal beton dengan 96 % kepadatan berarti bahwa
aspal beton itu mengandung 4 % rongga udara. Rentang dari “persen kepadatan” aspal
beton biasanya berada diantara 94%-98 % yang berarti bahwa kandungan rongga
udara ( voids ) berkisar antara 6 sampai sekecilnya 2%.
Dari pengertian di atas, maka jelas bahwa jumlah rongga udara dalam aspal
beton mempengaruhi sifat ketahanan lama dari aspal beton dalam pemakainnya,
sehingga perlu diusahakan agar kadar udara tersebut sekecil mungkin, sampai batas
31
yang memungkinkan dalam praktek yaitu 2%. Tetapi pada kenyataannya, didalam
pelaksanaan pembuatan aspal beton, dengan kepadatan 98 % ini memerlukan
pekerjaan yang amat teliti, atau cukup sukar pelaksanaannya, dan ada kemungkinan
aspal beton menjadi kebanyakan aspal, sehingga konstruksi tidak stabil.
Biasanya, perencanaan pembuatan aspal beton, dengan rencana kepadatan
antara 96 sampai 97,5 %. Rongga diantara butir agregat ( voids in mineral aggregat
atau VMA ) berkisar antara + 35 % atau lebih untuk agregat yang tidak padat.
Bila pengisian padat, VMA dapat mencapai kurang dari 20 %. Perlu diusahakan
agar VMA sekecil mungkin, dengan mengatur besar butir yang baik, sehingga tidak
memerlukan jumlah butir filler ( butir yang lebih kecil dari 200 mesh ) yang terlalu
banyak. Bila butir tersusun baik tanpa memerlukan jumlah butir filler yang
berlebihan, memiliki VMA + 15 % jarang sekali dapat VMA kurang dari angka
tersebut sampai 10 %.
Meskipun angka mutlak dari VMA biasanya tidak dipakai sebagai pengawasan
dalam perencanaan aspal beton, dengan menggunakan cara menurut Marshall.
Penentuan VMA ini dipakai sebagai perencanaan jumlah aspal yang dipakai.
Biasanya batasan angka VMA dipakai antara 75 sampai 85 %.
Jumlah aspal yang perlu mengisi bagi jumlah rongga di antara agregat,
merupakan fungsi dari luas permukaan butir aggregat atau fungsi dari ukuran butir-
butir aggregat. Makin kecil butir agregatnya, akan makin luas permukaannya. Untuk
suatu volume/berat tertentu. Oleh karena itu, apabila dalam campuran dipergunakan
besar butir maksimum yang kecil ukurannya, pemakaian aspal yang optimum akan
naik ( lebih tinggi ) dibandingkan jika dipakai besar butir maksimum yang lebih besar
ukurannya.
Disamping itu juga, kekerasan permukaan agregat juga akan mempengaruhi
jumlah aspal yang dipakai. Permukaan agregat yang kasar atau berlekuk-lekuk, akan
memerlukan aspal yang lebih banyak dibanding bila permukaan butir agregat rata atau
halus.
32
macam, bila mungkin dikerjakan dengan 2 atau 3 macam saja. Untuk mengadakan
pengolahan setempat, atau pengolahan agregat jauh dari tempat pengerjaan jalan perlu
dipertimbangkan. Biasanya pengolahan agregat ditempat akan lebih menguntungkan,
bila produksi yang diperlukan mencapai 40.000 ton atau lebih, karena untuk
menempatkan dan atau memindahkan unit pengolahan, memerlukan biaya yang
cukup besar.
1.8.1.7. Tentukan sifat stabilitas dari Benda uji yang telah dibuat menurut
masing masing cara pada poin 1.8.1.6
1.8.1.8. Hitung persen maksimum kepadatan (density), persen rongga (void) dan
rongga diantara butir aggregat (VMA)
Bila berat jenis dari aggregat dan aspalnya diketahui, berat jenis yang didapat
secara teori dapat dihitung. Hasilnya disebut ‘Berat jenis maksimum teoritis’, yang
dapat dihitung sebagai berikut :
100
Go = ( 100−Wb )/ ga+Wb / gb
35
G
x 100
= Go =R
Dimana :
G = Berat jenis nyata dari benda uji pada 25oC
Go = Berat jenis maksimum teoritis
R = Persen maksimum kepadatan pada suhu 25oC
% void = 100 – R
G
100− Wa
VMA = Ga
VMA−( 100−R )
Persen Rongga (void) berisi aspal =
= VMA
1.8
1.8.1
1.8.1.6
1.8.1.7
1.8.1.8
1.8.1.9 Memilih Jumlah Aspal yang Optimum
36
Pilih jumlah kadar aspal yang optimum dari hasil percobaan tersebut di atas itu.
Bila cara ini tidak memungkinkan karena tidak ada fasilitas laboratorium, maka
jumlah aspal ini dapat diduga dengan menggunkan uji Centrifuge Kerosene (CKE).
Tetapi, cara ini biasanya hanya dipakai unutk pekerjaan yang kecil.
Lain daripada hal-hal tersebut diatas, pelaksana pekerjaan harus yakin bahwa
bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan aspal beton itu akan memberikan sifat
stabilitas yang baik.
Beberapa catatan mengenai pelaksana rencana campuran aspal beton.
1) Hasil rencana campuran aspal beton akan tidak berarti/berguna,
apabila cara pengambilan contoh agregat yang akan dipakai, tidak sesuai dan
tidak mewakili dengan keadaan agregat di lapangan, sebab hasil pelaksanaan di
lapangan akan berbeda sekali dengan hasil percobaan. Oleh karena itu, hati-
hatilah dalam mengambil contoh agregat ini, dan usahakan bahwa contoh agregat
yang dipakai untuk percobaan itu sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2) Dalam melakukan analisa ayak agregat dapat dilakukan kering dan
atau basah. Analisa basah biasanya akan memberikan hasil yang berbeda dengan
analisa kering, terutama mengenai jumlah butir yang kecil (tembus NO. 200).
Sesuaikan analisa ayak ini dengan cara uji penentuan kadar aspal. kadar aspal
dilakukan dengan extraksi dan mencuci agregatnya, maka analisa ayak ini
dilakukan dengan cara analisa basah.
Lain daripada hal tersebut di atas, The Asphalt Institute memberikan catatan pula
sebagai berikut :
1) Sifat Stabilitas dianggap cukup baik
(1) Void kadarnya kurang dari 2%
Kurangi persen filler, aspal atau keduanya
Ubah perbandingan campuran agregat kasar dan halus agar harga VMA
naik
(2) Void lebih besar dari 5 %
Naikkan kadar fillernya, aspal atau keduanya. Agregat yang berpori, seperti
terak atau batu kapur, memerlukan jumlah % aspal yang tertentu
Ubah perbandingan antara agregat kasar dan halus agar harga VMA turun
1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.8.1.
1.8.2. Perencanaan Campuran Aspal Beton Menurut Marshall
1.8.2.1. Pengembangan dan Pemakaian
38
1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.8.1.
1.8.2.
1.8.2.1.
1.8.2.2. Garis Besar dari Marshall
Cara ini dimulai dengan penyiapan benda uji, dan untuk itu diperlukan:
Bahan-bahan yang dipakai perlu memenuhi syarat-syarat dari pekerjaan
yang akan dilaksanakan.
Campuran agregat (kasar dan halus) perlu memenuhi susunan butir
sebagai disyaratkan dalam pekerjaan.
Agregat yang akan dipakai, dikeringkan dan diayak menurut praksi-fraksi
yang diperlukan.
Berat jenis agregat dan berat jenis aspal perlu ditentukan lebih dulu untuk
menghitung kepadatan dan rongga (void) di antara butir agregat. Berat
jenis agregat dihitung sebagai berat jenis semu (apparents.gravity)
39
Cara Marshall ini menggunakan benda uji standar dengan ukuran 2 ½ inchi tinggi,
dan 4 inchi diameter. Benda uji ini dibuat dengan suatu cara memanasi, mencampur
dan memadatkan campuran dari agregat dan aspal. Dua hal yang menonjol daripada
cara Marshall ini ialah menganalisa dari campuran yang telah dipadatkan itu sifat
Stabilitas dan kelembekannya (stability-flow), serta kepadatan dan kadar rongga nya
(density-void).
Stabilitas dari benda coba adalah beban maksimum yang dapat ditanggung oleh
benda coba itu pada suhu 60˚c (140˚F) dalam pound (1b). Harga kelembekan atau
flow, adalah jumlah gerakan atau deformasi/penurunan akibat pembebanan, dihitung
dalam unit = 1/100 inchi, pada pembebanan maksimum untuk menentukan stabilitas.
1
1.7
1.7.2
1.8.2.3. Menyiapkan Benda Uji
1) Umum
Dalam menentukan jumlah aspal untuk suatu campuran agregat yang tertentu,
untuk cara perencanaan Marshall, satu rangkaian (seri) pengujian harus dilakukan
sehingga dihasilkan data untuk membuat kurva guna menentukan kadar aspal yang
optimum.
Pengujian dengan membuat benda uji dengan kadar aspal yang berbeda-beda, ½ %
satu dengan lainnya, sehingga nanti didapat paling sedikit benda uji dengan kadar
aspal di atas angka optimum dan 2 benda uji dengan kadar aspal di bawah optimum.
Untuk mendapat data yang baik, biasanya tiap kadar aspal dibuat sedikitnya 2 buah
benda uji. Jadi untuk penelitian pembuatan aspal beton panas, dibuat 6 seri benda uji
(dengan perbedaan kadar aspal ½ % sehingga seluruhnya perlu dibuat 3 x 6 benda uji
= 18 benda uji. Tiap benda uji biasanya membutuhkan ± 1200 gram agregat. Sehingga
untuk 18 benda uji akan diperlukan ± 22 kg agregat (yang telah digabungkan dengan
baik) dan ± diperlukan semen aspal (aspal AC) sebanyak 4 liter.
2) Alat-alat yang diperlukan :
Bejana datar dari logam (plat besi digalvanis) ukuran 12 x 18 x 4 inchi, untuk
memanaskan agregat.
40
Bejana datar dari plat baja, bentuk lingkaran dengan isi ± 1,2 liter untuk
mengaduk aspal dan agregat.
Pemanas listrik, untuk memanasi agregat, aspal atau alat lainnya.
Sendok atau sekop kecil untuk mengaduk agregat yang panas, isi ± 300 - 600 ml.
Wadah untuk menuangkan aspal panas isi ± 3000 - 4000 ml.
Termometer logam sampai 250˚C.
Timbangan kapasitas 20 kg, dapat menimbang teliti 1 gram.
Sendok besar untuk mengaduk
Spatula yang besar, untuk mengaduk dll.
Pengaduk mekanis, bentuk Horbart mixer untuk semen, kapasitas 5 atau 10 liter,
lengkap dengan pengaduk dari kawat.
Pemanas air, atau untuk waterbath, guna memanasi alat-alat yang diperlukan
(misalnya palu penumbuk dll)
Alat pemadat benda uji lengkap.
Cetakan benda uji lengkap dengan tabung penolong untuk mengisi, serta plat
dasar, dan pemegang cetakannya.
Alat extrusi untuk melepas benda uji dari cetakan.
Kranjang kawat untuk meredam/mendinginkan benda uji.
Sarung tangan (sebaiknya dari asbes) untuk bekerja dengan panas.
Mesin uji untuk menentukan stabilitas benda uji.
Setelah siap, campuran agregat + aspal yang masih panas (di atas 110˚C) segera
dimasukkan ke dalam cetakan, dan bagian atasnya dicembungkan sedikit berat
campuran ± 1200 gram. Pasang cetakan bersama isinya dibawah alat/palu
pemadat yang juga dalam kondisi panas.
Tumbuk cepat, sebanyak 50 kali tumbukan (untuk rencana jalan dengan tekanan
roda 100 psi), atau sebanyak 75 kali tumbukan (untuk rencana jalan dengan 200
psi).
Setelah tumbukan selesai, lepaskan cetakannya dari alat pemadat lalu dinginkan
dalam air dingin ± 2 menit.
Lepaskan benda uji dari cetakannya, misalnya dengan alat extrusi , dan
kemudian dengan hati-hati letakkan benda uji di atas alas yang datar, ± 1
malam, sebelum pengujian. Beri tanda yang diperlukan pada benda uji ini.
** Hasil benda uji yang padat itu, harus punya ukuran tinggi 2½ inchi ± 1/8
inchi. Bila ukuran benda uji ini diluar batas tersebut, jumlah bahan
campuran yang panas, dapat dihitung/diatur sbb :
Catatan : Apabila ukuran benda uji stabilitas, tingginya tidak sama dengan 2½
inchi, maka hasil uji dapat dikalikan dengan suatu faktor,
44
Bahan-bahan pembuatnya.
Secara garis besarnya, ubin aspal pada umumnya terbuat dari jenis aspal keras
( yang titik lembeknya tinggi, baik aspal yang berasal dari alam atau aspal yang
berasal dari pemurnian minyak bumi )
Aspal dari hasil pemurnian yang cocok ialah dari jenis yang keras, misalnya hasil
dari proses cracking atau oksidasi seperti blown asphalt. Karena bahan aspalnya
keras, maka untuk melembekkannya dicampur dengan bahan lain, misalnya, minyak
pelarut / pengencer, damar atau ter atau pek. Untuk memperkeras atau untuk menjaga
agar tidak berubah (mengalir) maka dipakai bahan pengisi ( filler ), misalnya asbes,
tepung batu kapur dan dipakai juga pigmen
Untuk jenis ubin aspal yang bukan sebenarnya aspal, terbuat dari senyawa
hydrocarbon yang berbentuk damar dari hasil cracking minyak bumi. Damar ini keras
karena mengandung senyawa yang tidak jenuh. Dari jenis ini baik unutk pembuatan
ubin aspal yang tahan lemak.
Karena aspal keras ini bersifat kaku dan rapuh, maka sebagai ubin ia harus dapat
bersifat agak liat. Untuk itu dalam pembuatannya, dapat dipakai tambahan bahan
45
misalnya, ter dari tumbuh-tumbuhan, minyak lena. Disamping itu juga minyak lemas
dari minyak bumi.
Cara Pembuatan
Bahan-bahan yang akan dipakai, diramu menurut perbandingan tertentu,
kemudian digiling dalam suatu alat,antara lain dengan mesin gilas Banbury (mesin
penggilas dalam proses pembuatan campuran karet untuk ban). Karena alat penggilas
ini penggilingnya panas, maka campuran tadi pada waktu digilas menjadi lembek.
Setelah gilingan bahan ini homogen dibentuk lembaran lalu dipotong-potong.
Lembaran akan mengeras kembali pada waktu telah dingin suhu ruang.
Salah satu resep aspal ubin aspal warna gelap misalnya, terbuat dari campuran
aspal + aspal alam yang keras ( Gilsonite ) 40 bagian + 60 bagian serbuk asbes + 30
bagian bubuk batu kapur dan ditambah pigmen ( bila diperlukan ). Untuk membuat
ubin yang berwarna cerah ( muda ), dapat dibuat dari damar tiruan 15 – 22 bagian +
stearin campur minyak kreosot 22 – 16 bagian, tepung asbes 65 bagian, tepung batu
kapur 35 bagian dari pigmen.
Penggunaan damar tiruan (yang juga hasil dari senyawa hydrocarbon minyak
bumi, antara lain disebut Damar Coumarone-indene) sangat besar jumlahnya untuk
pembuatan ubin-ubin aspal ini. Ubin jenis ini dikenal juga dengan ubin Vinyl (vinyl
tile), meskipun sebenarnya yang disebut ubin vinyl, benar-benar menggunakan bahan
perekat damar tiruan yaitu damar vinyl.
Dengan didapatkannya damar vinyl ini maka jenis ubin aspal agak terdesak,
karena ubin vinyl memiliki kelebihan, yaitu lebih tahan terhadap alkali, lemak serta
warnanya lebih mudah di atur dengan pemberian pigmen, sebab damar vinyl,
merupakan damar yang tidak berwarna.
Persyaratan ubin aspal antara lain menurut Federal Standard Spesification.
Amerika Serikat SS-T-306b, sbb:
1) Ukuran
Harus rata tebalnya
Harus tepat ukurannya
46
luar rumah yang terbuat dari papan, selain sebagai pelapis tahan air juga dengan
gambaran pada lembaran ini, memberikan corak lain.
Biasanya lembaran aspal bentuk pelapis dinding ini, mempunyai bentuk lapisan
luar seperti pasangan bata, bata beton, atau gambar dekorasi lainnya,sehingga dinding
yang dilapisi itu terbuat dari bahan yang lebih mahal dan baik.
1.9.2.3. Pemakaian
Lembaran aspal filt untuk atap, dapat dipakai untuk atap dengan kemiringan
yang kecil. Bila dipakai kemiringan atap 1 : 12, perlu menggunakan lembaran bentuk
rol (gulungan) tetapi penumpangnya cukup lebar. Biasanya untuk bentuk gulungan
ini, sudut kemiringan atap tidak lebih kecil dari 3 : 12 (1 : 4). Untuk yang bentuk
potongan, dipakai pada sudut kemiringan atap paling rendah 1 : 3.Dengan sendirinya,
untuk memasang lembaran aspal sebagai penutup atap ini, perlu ada alas yang terbuat
dari kayu lapis atau papan, sehingga konstruksi atap, sebenarnya berupa lembaran
papan atau kayu lapis yang dilapisi lembaran aspal.
Pemasangan lembaran pada papan, dengan dipaku atau dijepit dengan kawat
pakai alat stepler. Untuk lebih memberikan sifat rapat air, pada sambungan lembaran
kadang-kadang dipakai juga perekat dari jenis ter atau aspal.
1.9.2.4. Lain-lain.
Di Indonesia, penggunaan aspal untuk bahan bangunan selain untuk konstruksi
jalan memang masih kecil. Pada akhir-akhir ini, telah beredar dipasaran, jenis
lembaran aspal untuk atap seperti diutarakan di atas. Dipasaran diberi nama “tegola”
yang sebenarnya artinya sama dengan “tegel” atau tile. Produk ini, merupakan produk
yang ditiru Eropa (Italia). Lain daripada itu, kita lihat juga adanya produk penutup
atap bentuk genteng yang terbuat dari baja lapis seng yang permukaannya dilapisi
aspal yang ditaburi dengan bubuk mineral / agregat yang berwarna.
49
SOAL-SOAL
23. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang terkait dalam perencanaan aspal beton!
24. Sebutkan dan jelaskan syarat-syarat agregat yang cocok untuk dipakai dalam
pembuatan aspal beton!
25. Gambarkan bagan lapisan jalan raya!
26. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah perencanaan campuran aspal beton!
27. Bagaimana susunan agregat yang baik bagi hamparan aspal beton?
29. Jelaskan cara menentukan kepadatan /stabilitas aspal beton!