Anda di halaman 1dari 240

PROSIDING DISEMINASI HASIL PENGALAMAN TERBAIK KEGIATAN

PEMILIHAN GURU SMA DAN SMK BERPRESTASI TINGKAT


NASIONAL TAHUN 2017

DIREKTORAT PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN MENENGAH

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROSIDING DISEMINASI HASIL PENGALAMAN TERBAIK KEGIATAN
PEMILIHAN GURU SMA DAN SMK BERPRESTASI TINGKAT
NASIONAL TAHUN 2017

ISBN : 978-602-74835-5-2

Penanggungjawab
Sri Renani Pantjastuti

Penyusun:
Kadarisman

Editor:
Romi Siswanto

Penyunting:
Wendi Kuswandi

Reviewer
Husaini Usman (Universitas Negeri Yogyakarta)
Abdul Aziz Husien (Universitas Brawijaya)
Asmar Yulastri (Universitas Negeri Padang)

Desain Sampul & Tata Letak


Handini & Lukmanul Hakim

Penerbit:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Redaksi:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jl. Pintu Satu Senayan, Gedung D Lantai 12
Komplek Kantor Kemdikbud, Jakarta Pusat 10270
Telp./Fax. (021) 57974106
E-mail: kesharlindunga@gmail.com

Cetakan Pertama, Oktober 2017

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan Prosiding Diseminasi Hasil Pengalaman
Terbaik Kegiatan Pemilihan Guru SMA dan SMK Berprestasi Tingkat
Nasional Tahun 2017.

Penyusunan prosiding diseminasi ini merupakan apresiasi terhadap


para guru yang telah mengirimkan karyanya dari perwakilan provinsi masing-
masing yang telah melalui seleksi tingkat daerah.

Prosiding ini menjadi media dokumentasi dan publikasi ilmiah dari


kegiatan Pemilihan Guru SMA dan SMK Tingkat Nasional Tahun 2017 yang
telah memiliki ISBN dari Perpustakaan Nasional. Tentunya kami menyadari
dalam prosiding ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami
menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
perbaikan penyusunan prosiding yang akan datang, kami berharap hal tersebut
tidak mengurangi nilai, makna dan manfaat prosiding ini bagi dunia
pendidikan Indonesia.

Terimakasih kami sampaikan kepada para Guru, Panitia Pelaksana


serta pihak-pihak terkait yang ikut serta dalam penyusunan prosiding ini,
semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak dengan
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Jakarta, 07 November 2017


Direktur Pembinaan Guru Dikmen
Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan,

Ir. Sri Renani Pantjastuti, MPA

i
DAFTAR ISI
Hal.
Kata Pengantar ……………………………………………………. i
Daftar Isi ………………………………………………………….. ii-iii
1. Meraih prestsi dan Profesionalisme guru melalui tipe konkret –
1-13
Juwartini

2. Penerapan e-learning berbasis moodle , solusi mengatasi masalah


pembelajaran di SMKN 33 Jakarta – Darminto 14-29

3. Meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa inggris melalui


metode debat slow motion di kelas XI Tata Boga SMK Negeri 4
30-41
Balikpapan – Nurul Hidayati

4. Pembelajaran ppkn menggunakan model gotong royong


mengintegrasikan pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Trenggalek
42-58
- Ryan Aminullah Yassin

5. Secret board - Widiani Trisnaningsih


59-72
6. Peningkatan sikap dan hasil belajar matematika melalui penggunaan
alat peraga Trigonopoli di kelas XI Atph1 SMKN 1 lebong Tengah -
73-84
Elfi Herawati Sitompul

7. Problem solving sebagai inovasi dalam pembelajaran Matematika -


Yanuarius Seran Fahik 85-94

8. Aplikasi android (Mobile Learning) untuk meningkatkan hasil


belajar siswa pada matapelajaran merakit PC jurusan Teknik
Komputer Jaringan SMK Negeri 1 Gunung Kijang - Said Thaha 95-108
Ghafara

9. Rolling eksperimen solusi keterbatasan peralatan dan bahan praktik


Audio Video SMKN 1 Sumarorong - Roberth Pabotak 109-119

10. Strategi pembelajaran sunda manda untuk meningkatkan


pemahaman terhadap materi “makna” – Fitriyana 120-130

11. Mengefektifkan praktikum pembibitan rumput laut metode kultur


jaringan di laboratorium SMK Negeri 6 Palu dengan subtitusi alat -
131-142
Daeng Kondang

12. Menaklukkan waktu bukti kompetensimu: Best Practice


menyukseskan uji kompetensi akuntansi melalui kompetensi
143-152
mengetik sepuluh jari - Siti Mariyam

ii
13. Information gap activities : pengajaran berbicara bahasa Inggris
berbasis kurikulum 2013 di SMK - Andri Defrioka 153-165

14. Mengajar dengan pijakkan - Tiurma Ida Juniaty 166-174

15. Pemanfaatan media sosial dalam pembelajaran Matematika – Yani


Pieter Pitoy 175-184

16. Memotivasi siswa berkomunikasi bahasa inggris melalui permainan 185-201


pada mata pelajaran menyediakan layanan akomodasi reception di
SMK Negeri 5 Pontianak – Leny Meidiantary, S.Pd.

17. Pembelajaran aktif kreatif dan inovatif dengan colbase melalui 202-216
pengalaman terbaik menuju peningkatan mutu dan profesionalisme
guru - Muhammad Arfan, S.Pt.

18. Kreativitas guru menerbitkan buku - Adiati, S.Pd., M.Pd.I. 217-226

iii
“TIPE KONKRET” MENGANTARKAN SISWA SMK NEGERI 1 KOTA SERANG
MENJADI JUARA NASIONAL

Juwartini
SMK Negeri 1 Kota Serang

ABSTRAK
Penulisan ini mengambil topik mengenai pemberian motivasi, latihan rutin, dan pemberian
contoh konkret dari seorang guru pembimbing kepada para siswa SMK Negeri 1 Kota
Serang. Motivasi/kemauan kuat yang ada pada diri seorang siswa merupakan modal untuk
meraih kesuksesan. Motivasi kuat bukan satu-satunya modal sukses. Setelah motivasi
tumbuh maka harus diikuti dengan latihan rutin dan serius. Pada tahap latihan rutin, contoh
konkret sangat diperlukan agar proses kearah keberhasilan semakin cepat terwujud. Penulis
yang sudah berpengalaman dalam kegiatan lomba dan bisa memberikan contoh konkret,
membuat siswa cepat mengikuti arahan/instruksi pembimbing. Motivasi, latihan rutin, dan
pemberian contoh konkret yang penulis lakukan dalam kegiatan pembimbingan sudah
membuahkan puluhan juara. Selama kurun waktu tujuh tahun (tahun 2007-2017) tercatat
ada dua belas kali siswa berhasil menjadi juara tingkat provinsi dan lima kali juara tingkat
nasional. Ternyata para siswa terinspirasi dari keberhasilan guru. Penulis sejak duduk di
bangku Sekolah Dasar sudah biasa mengikuti perlombaan-perlombaan. Ketika menjadi guru
pun penulis berhasil memenangi empat kali lomba di tingkat provinsi dan dua kali di tingkat
nasional. Kepuasan batin yang tak ternilai penulis peroleh ketika sertifikat yang siswa
peroleh dihargai oleh institusi/lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa penuh
sampai lulus S1. Ada empat siswa yang berhasil mendapat beasiswa dengan modal sertifikat
juara lomba.

Kata kunci : Motivasi, Latihan Rutin, Contoh Konkret, Juara

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, 2003)
Dalam bidang pendidikan, guru berperan sebagai tokoh sentral. Seperti yang
diungkapkan Nasution (2009 : 16) yang mengatakan bahwa, alat pendidikan yang paling
utama adalah guru. Dalam hal ini peranan guru adalah sebagai berikut :
1. Mengomunikasikan pengetahuan.
Seorang guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang
diajarkannya. Siswa pasti tidak akan bisa memahami apa yang disampaikan oleh guru
apabila guru itu sendiri tidak memahaminya.
2. Guru sebagai model.
Jika guru tidak melihat manfaat mata pelajaran yang diajarkannya, jangan harap para
siswa akan menunjukkan antusiasmenya dalam belajar.guru harus bisa menunjukkan
keberanian berpikir intuitif sehingga para siswanya juga akan tumbuh keberaniannya.
3. Guru sebagai pribadi.
Hal ini diperlukan agar para siswa dapat meneladani hal-hal baik yang ada pada seorang
guru. Bahwa seorang guru harus disiplin, cermat berpikir, mencintai mata pelajaran,
mempunyai keberanian dan optimisme dalam menghadapi tantangan.
Dalam kaitannya dengan peranan seorang pendidik, maka sebagai seorang guru juga
tertuntut untuk menjalankan peranan tersebut. Penulis memulai karir mengajar tahun 1990
di STM PGRI Serang. Sebuah sekolah besar kala itu. Jumlah siswanya lebih dari 3000 dan
mayoritas laki-laki. Tahun 1999 penulis diangkat sebagai PNS dan ditempatkan di sekolah
pinggiran kota, yaitu SMP N 1 Pontang, Kabupaten Serang yang berjarak 20 kilo meter dari
rumah. Sejak bertugas di SMP N 1 Pontang, penulis mulai memperhatikan potensi anak-
anak di daerah setempat. Semangat belajarnya tinggi, potensinya juga pantas

2
diperhitungkan. Terbukti setiap ada lomba pasti memperoleh juara. Walaupun berasal dari
pinggiran kota, kemampuannya ternyata tidak kalah dibanding anak kota. Tahun 2007
penulis tinggalkan SMP N 1 Pontang karena mutasi ke SMK N 1 Kota Serang. Salah satu
alasan mutasi adalah supaya lebih dekat dengan tempat tinggal. Kebetulan guru bahasa
Indonesia di SMK N 1 Kota Serang akan memasuki masa pensiun. Tempat tugas yang baru
memang berada di pusat kota, jumlah siswa lebih banyak, jumlah guru juga lebih banyak.
Tetapi semua itu bukan hambatan, karena sebelumnya sudah pernah bertugas di sekolah
yang lebih besar, hanya perbedaannya STM PGRI Serang adalah sekolah swasta dan
siswanya hampir semuanya laki-laki, sedangkan SMK N 1 Kota Serang adalah sekolah
negeri dan siswanya mayoritas perempuan.
SMK N 1 Kota Serang sebagai sekolah favorit di Kota Serang tentu menerapkan
kriteria yang ketat setiap ada seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB). Penulis
berpikir pasti siswanya juga anak-anak pilihan yang mempunyai kemampuan lebih
dibanding anak yang lain.
Sesuai dengan latar belakang ijazah yang dimiliki, penulis bertugas sebagai guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK N 1 Kota Serang. Sejak itulah penulis baru
mengetahui ternyata di SMK banyak sekali kegiatan lomba. Tetapi melihat data yang ada
ternyata SMK N 1 Kota Serang belum pernah meraih juara di tingkat nasional. penulis
membandingkan siswa dengan pada waktu mengajar di SMP N 1 Pontang. Dengan latar
belakang sarana prasarana dan lingkungan seadanya mereka selalu bisa menjuarai
perlombaan. Dari situlah penulis mempunyai keyakinan bahwa SMK N 1 Kota Serang yang
merupakan sekolah besar dengan modal dasar siswa pilihan, maka apabila dilatih pasti bisa
berkiprah di tingkat nasional. Ternyata apa yang diimpikan dapat tercapai. Hal inilah yang
mendorong penulis untuk menuliskan pengalaman berharga ini dalam sebuah tulisan yang
berjudul “Meraih Prestasi dan Profesionalisme Guru Melalui TIPE KONKRET”
B. Permasalahan
Ternyata apa yang menjadi impian tidak selamanya menjadi nyata. Apa yang
dibayangkan penulis tidak semuanya benar. Bayangan jumlah siswa yang besar dan berasal
dari anak-anak pilihan tidak berbanding lurus dengan kenyataan.

3
Permasalahan timbul ketika yang ditemui adalah anak-anak yang sangat kurang rasa
percaya diri (PD). Belum apa-apa sudah takut. Ibarat tentara sudah kalah sebelum
berperang. . Padahal rasa percaya diri sebenarnya adalah modal besar atau modal utama
dalam berlomba. Kemampuan tinggi tidak akan berarti apa-apa tanpa ada kepercayaan diri
yang besar. Sebaliknya walaupun kemampuan kurang tetapi bila kepercayaan diri dan
semangat berlatih tinggi pasti akan membuahkan hasil yang maksimal.
C. Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah yang Dipilih
Menurut Nasution (2009:119-120) dikemukakan bahwa sikap guru ada tiga, yaitu : 1)
otoriter; sering dipakai oleh guru untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sikap otoriter
ditunjukkan apabila seorang guru menggunakan kekuasaannya untuk memaksa atau
mengancam siswa untuk tercapainya tujuan tanpa mempertimbangkan akibat perkembangan
pribadi anak; 2) permissive, guru membiarkan anak berkembang dalam kebebasan tanpa
banyak tekanan sehingga anak jauh dari frustasi, larangan, perintah, atau paksaan. Guru
mengutamakan perkembangan pribadi anak khususnya aspek emosional agar anak bebas
dari kegoncangan jiwa dan menjadi manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sikap permissive ini sering dicap sebagai sikap yang lunak karena terlalu
memberi kebebasan kepada anak didik, padahal pendidikan itu memerlukan bimbingan dari
pendidik.; 3) sikap riil, seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang tidak terlampau
otoriter dan tidak terlalu permissive tetapi harus realistis. Larangan dan konflik maupun
kebebasan dan kepuasan merupakan bagian dari pendidikan.
Berbekal keyakinan bahwa kepercayaan diri dan semangat berlatih yang gigih pasti
membuahkan hasil, penulis mulai mencari cara bagaimana supaya keyakinan tersebut bisa
terbukti. Akhirnya penulis memilih sikap riil untuk membangkitkan rasa percaya diri dan
semangat berlomba. Salah satunya dengan cara selalu menyisipkan cerita-cerita motivasi
yang menuju ke arah kesuksesan. Selain itu penulis juga menceritakan kehidupan penulis
pada masa sekolah.

4
2. Penjelasan Tahapan Operasional Pelaksanaan.
Langkah-langkah yang penulis ambil untuk mewujudkan keinginan tersebut adalah
:
a. Menyisipkan cerita-cerita inspiratif di sela-sela pembelajaran.
b. Menawarkan ke setiap kelas apabila ada undangan lomba.
c. Para siswa yang berminat diberi pengarahan dan strategi menghadapi lomba.
d. Latihan rutin.
e. Mengunjungi tempat-tempat yang ada hubungannya dengan lomba.
f. Latihan tampil di depan kelas.
Respon para siswa setiap mendengarkan cerita yang penulis sampaikan selalu
dengan antusiasme tinggi. Itulah bekal penulis untuk menggiring para siswa yang
merasa mempunyai kemampuan untuk bergabung dalam latihan-latihan.
Respon positif dari para siswa semakin meningkat setelah banyak mendengarkan
motivasi yang penulis sampaikan. Banyak yang bergabung mengikuti latihan untuk
menghadapi lomba. Latihan yang penulis adakan antara lain : latihan penulisan karya
ilmiah, latihan membaca berita, latihan bercerita, latihan debat, dan lain-lain.

IMPLEMENTASI BEST PRACTISE


A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Alasan penulis menggunakan Tipe Konkret adalah 3 sikap pendidik yaitu 1) otoriter, 2)
permissive, 3) riil. Dari ketiga sikap tadi masing-masing mempunyai kelemahan dan
kelebihan.
1. Sikap otoriter cenderung mematikan kreatifitas anak. Anak tidak akan dapat
mengembangkan kehendaknya sendiri karena sikap guru yang otoriter tersebut. Tetapi
dalam latihan sikap tersebut juga sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
2. Sikap permissive sering dinilai sebagi sikap yang lunak karena terlalu membiarkan anak
berkembang menurut keinginan masing-masing anak. Walaupun bagus bagi

5
perkembangan emosional anak tetapi sikap ini kurang efektif untuk diterapkan dalam
pelatihan. Karena dalam pelatihan memang dibutuhkan sikap yang tegas dan disiplin.
3. Sikap riil merupakan sikap yang adil. Adil dalam arti tengah-tengah, tidak otoriter tetapi
juga tidak permissive. Adakalanya anak harus dibiarkan. Tetapi adakalanya harus
dilarang dan ditegasi. Dari pemaparan di atas maka penulis memilih sikap yang ketiga
yaitu riil dalam membimbing pelatihan menghadapi lomba.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Sikap riil penulis coba terapkan dalam pembimbingan/pelatihan menghadapi lomba.
Setiap ada undangan lomba yang ada hubungannya dengan Bahasa Indonesia dan Karya
Ilmiah maka penulis mencoba bersikap riil.dalam membimbing siswa. Berbagai jenis mata
lomba yang pernah penulis bimbing antara lain : 1) lomba membaca berita berita, 2) lomba
Bahasa Indonesia yang meliputi cerita rakyat, presentasi, menulis, dan UKBI; 3) lomba
debat Bahasa Indonesia; 4) lomba Karya Tulis Ilmiah.
Setiap sesi latihan, terkadang penulis melatih siswa secara otoriter. Dengan sikap
tersebut, siswa penulis paksa untuk mengikuti kehendak penulis. Di sisi lain penulis juga
memberi kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan kebebasannya dalam berekspresi.
Perpaduan kedua sikap tersebut ternyata selalu membuahkan hasil yang diharapkan. Setiap
latihan saya dengan siswa selalu berkompromi untuk membuat supaya siswa yang latihan
merasa nyaman, dihargai sehingga bisa bebas mengekspresikan kemampuannya.
Mendekati hari H selalu penulis membawa siswa untuk latihan di depan kelas. Hal
tersebut ternyata manjur karena anak akan terbiasa tambil di depan orang banyak. Rasa
gugup (nervous) dapat teratasi dengan bnyak tampil di depan kelas.
C. Hasil yang Dicapai
Dalam sikap riil juga ada sikap otoriter. Penulis akui itu semua bahwa tanpa adanya
sikap otoriter maka durasi waktu latihan yang biasanya mepet tidak akan menunjang hasil
yang maksimal. Anak-anak juga merasakan hal tersebut. Mereka merasa terpacu untuk
berhasil setiap ada ketegasan dari pembimbing.

6
Ada hal yang membanggakan, yaitu ketika siswa menjuarai sebuah lomba, siswa
tersebut mendapat penghargaan yang sesuai. Selain memperoleh hadiah materi, juga
memperoleh sertifikat. Sertifikat itulah yang dapat dipergunakan oleh para siswa setelah
lulus sekolah. Tidak jarang bsiswa yang semula tidak dapat melanjutkan karena
keterbatasan biaya, dengan bermodalkan sertifikat maka dapat meanjutkan kuliah sampai
lulus sarjana secara gratis. Hal tersebut merupakan hadiah yang tak dapat dinilai dengan apa
pun bagi pembimbing. Ada beberapa siswa yang berhasil menjadi juara di tingkat nasional

7
maupun provinsi yang kemudian memperoleh beasiswa gratis sampai lulus sarjana. Berikut
nama-nama siswa tersebut:

Untuk memotivasi siswa supaya lebih semangat dalam berkompetisi, penulis sebagai
pembimbing juga sering mengikuti berbagai lomba guru, antara lain :

Dengan hasil kejuaraan yang penulis peroleh akhirnya dapat memacu dan menambah
motivasi siswa untuk meraih prestasi yang lebih baik. penulis akan selalu mencari bibit-
bibit untuk dilatih berkompetisi secara sehat. Dengan berbekal keberanian, keyakinan serta
semangat juang yang tinggi, maka prestasi akan mudah untuk diraih. Dengan berbekal
keyakinan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan apabila diasah melalui latihan yang
intensif serta pemberian motivasi serta keinginan yang kuat dari siswa, pasti siswa akan
menadapati hasil terbaik. Intinya kesuksesan siswa sebenarnya tergantung pada pribadi

8
siswa sendiri. Guru sebagai pembimbing sekaligus pelatih dan motivator sifatnya hanya
mengarahkan. Dengan keikhlasan dan bekerja tanpa pamrih penulis selalu merasakan
kepuasan yang luar biasa apabila siswa saya berhasil memenangi perlombaan. Apalagi
kalau sertifikatnya dihargai sehingga siswa tersebut bisa memperoleh beasiswa, kepuasan
batin itu tak akan ternilai.
D. Kendala-kendala yang Dihadapi
Setiap memulai satu usaha pasti tidak lepas dari kendala. Apalagi menjadi peserta
lomba bagi sebagian besar siswa adalah hal yang jarang dijalani. Ada beberapa hambatan
yang penulis temui di lapangan, antara lain :

1. Hambatan pada saat perekrutan.


Pada awalnya sangat sulit untuk menumbuhkan motivasi lomba pada siswa. Penulis
harus berusaha kuat dengan segala cara untuk menumbuhkan motivasi tersebut. Melalui
cerita motivasi, kadang memutarkan film-film pendek tentang motivasi, juga pengalaman
pribadi yang penulis alami, ternyata bisa membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit siswa
datang kepada penulis dan menyatakan diri untuk bergabung mengikuti seleksi. Selalu
ditekankan bahwa segala sesuatu harus dicoba, kapan bisa tahu akan berhasil kalau tidak
pernah mencoba. Masalah berhasil atau tidak tergantung usaha dan kemauan keras yang
ada.
2. Pada saat latihan
Setelah perekrutan maka dilanjutkan tahap seleksi. Siswa yang lolos tahap seleksi inilah
yang akan dipilih untuk mewakili lomba. Kendala yang dihadapi pada saat seleksi yaitu
masalah waktu. Ada kalanya waktu seleksi bentrok dengan jadwal kegiatan yang tidak bisa
ditinggalkan, misalnya ulangan harian. Kadang ada juga teman guru yang susah untuk
member izin kepada siswa yang akan mengikuti seleksi.
Demikian juga pada saat latihan menjelang lomba. Biasanya satu bulan sebelum
pelaksanaan lomba, penulis dan calon peserta lomba mengadakan latihan terus menerus
untuk memantapkan diri. Tetapi ada beberapa kendala juga yang menghadang. Misalnya

9
siswa tidak bisa latihan karena ada ulangan. Dengan pendekatan yang baik kepada teman
sejawat akhirnya semua kendala tersebut dapat diatasi.
3. Pada saat lomba.
Kalau lombanya diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota pasti tempatnya tidak jauh
dari tempat tinggal. Yang menjadi masalah adalah ketika lolos di tingkat provinsi maka
pelaksanaan lomba pasti diadakan di luar kota, bahkan pernah di luar pulau. Dalam hal ini
penulis selalu berkomunikasi dengan orang tua/wali dengan memberikan pengertian bahwa
putra/putrinya diminta untuk mewakili sekolah, tetapi sebenarnya yang utama adalah untuk
dirinya sendiri. Siswa lomba bukan untuk sekolah tetapi sebenarnya untuk siswa itu sendiri.
E. Faktor –faktor Pendukung
Sebesar apa pun semangat dan segiat apa pun para siswa mempersiapkan diri untuk
menghadapi lomba, semua itu tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai
pihak. Faktor-faktor/lembaga pendukung tersebut antara lain :
1. Faktor siswa
Siswa yang menjadi subjek dalam setiap lomba memerlukan dukungan yang besar dari
teman-temannya. Tahap persiapan dan latihan yang rutin pasti memerlukan pengorbanan
waktu. Sebagian besar waktu tersita untuk latihan apalagi ketika sudah mendekati
pelaksanaan lomba. Peran sesama teman sangat besar untuk membantu memberitahu
ketertinggalan materi pelajaran. Dukungan moril juga sangat diperlukan supaya lebih
percaya diri. Penulis selalu katakan kepada para siswa bahwa temannya dipilih mewakili
lomba adalah membawa nama baik sekolah, maka dari itu dukungan sangat dibutuhkan agar
berhasil.
2. Faktor guru
Peran guru sebagai pelatih juga sangat berpengaruh. Guru yang lihai dalam memotivasi
siswa sangat diperlukan untuk menumbuhkan motivasi. Dalam setiap kesempatan penulis
selalu menyisipkan cerita –inspiratif. Melalui cerita tersebut diharapkan motivasi siswa
akan tergugah. Setelah motivasi tumbuh maka kehadiran guru yang dapat memberi contoh
mutlak harus ada. Tanpa contoh yang konkret siswa akan kesulitan untuk mempraktikkan
teori yang ada. Apabila guru dapat memberikan contoh yang konkret maka siswa akan

10
mudah menirunya. Penulis pun demikian, yaitu selalu berusaha mencontohkan apa yang
penulis katakan. Teman sejawat yang berkecimpung di mata pelajaran yang sama juga
dilibatkan untuk memberikan masukan demi perbaikan.

3. Faktor orang tua.


Faktor orang tua merupakan faktor penting dalam kehidupan siapa pun. Pembimbing
selalu berkomunikasi dengan orang tua siswa yang penulis latih. Hal ini dilakukan
mengingat hak siswa untuk belajar menjadi berkurang karena waktunya tersita untuk
latihan. Dengan pendekatan yang baik semua orang tua sangat mendukung dan memberikan
support yang besar untuk anaknya. Selain itu kadang siswa terpaksa pulang terlambat
karena harus latihan terlebih dahulu. Tidak lupa doa selalu diminta demi keberhasilan
lomba.
4. Faktor sekolah
Dukungan sekolah sangat diperlukan demi keberhasilan lomba. Sekolah yang menjadi
lembaga pengirim peserta memfasilitasi penuh semua keperluan lomba, baik yang
berkenaan dengan guru, siswa, maupun pelaksanaan lomba. Sekolah selalu memberikan
dukungan penuh, contohnya supaya lebih bersemangat setiap memenangi lomba pasti
diberikan hadiah yang berupa beasiswa. Selain itu ketika berangkat lomba, sekolah selalu
memberi uang saku baik kepada guru selaku pembimbing maupun siswa sebagai peserta.
5. Faktor dinas/instansi terkait
Menjadi juara di tingkat provinsi, maka lomba dilanjutkan ke tingkat nasional.
Ketika maju ke tingkat nasional, secara otomatis siswa maju mewakili Provinsi Banten.
Dinas/instansi terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten
sangat mendukung. Bentuk dukungan tersebut diwujudkan dengan dialokasikannya uang
pembinaan dan bentuk dukungan lain misalnya disediakannya semua kebutuhan dan
akomodasi selama lomba di tingkat nasional berlangsung.
F. Alternatif Pengembangan
Berusaha menjadi guru riil yang penulis lakukan ternyata membuahkan hasil tidak
sekadar siswa menjadi juara. Segala hal yang penulis lakukan melalui “TIPE KONKRET”

11
tidak berhenti pada pencapaian juara dalam lomba. Hal-hal yang dapat dikembangkan dari
“TIPE KONKRET” antara lain :
1. Peningkatan rasa percaya diri.
Rasa percaya diri merupakan modal utama setiap orang dalam melakukan segala hal.
Jangka panjang yang ingin dikembangkan melalui “TIPE KONKRET” adalah
menumbuhkan dan memupuk rasa percaya diri.
2. Peningkatan pemahaman potensi diri.
Pemahaman potensi diri sangat penting bagi setiap orang. Setelah memahami potensi
dan disertai dengan rasa percaya diri dan motivasi yang kuat, maka timbul keinginan untuk
menggalinya. Melalui “TIPE KONKRET” maka potensi tersebut dapat berkembang dengan
optimal.
3. Peningkatan etos belajar/kerja siswa.
Melalui “TIPE KONKRET” etos belajar/ kerja siswa meningkat. Salah satu bukti
konkret adalah salah satu juara nasional tahun 2008 sekarang sudah berhasil menjadi dosen
universitas terkenal di Jakarta. Padahal latar belakang keluarganya jauh dari kata mampou
ntuk menyekolahkannya ke jenjang perguruan tinggi.
4. Kemandirian siswa lebih tergali.
Tidak semua siswa yang mengikuti latihan dapat menjadi juara. Ada beberapa siswa
yang belum beruntung menjadi juara setelah lulus sekarang menjadi wira usaha. Rasa
percaya diri yang didapat melalui “TIPE KONKRET” yang penulis lakukan sekarang yelah
mengantarkan alumni yang sukses menjadi wira usaha, ada yang menjadi distributor nugget,
membuka distro, dan sebagainya.

SIMPULAN & SARAN


A. Simpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa simpulan, antara lain :
1. Keberanian dan motivasi yang tinggi merupakan bekal meraih kesuksesan.
2. Bimbingan baik berupa teori dan contoh konkret memudahkan siswa untuk
mempraktikkan apa yang dilatih oleh guru.

12
3. Siswa akan lebih termotivasi apabila gurunya juga sering memberikan contoh yang
konkret.
4. Dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak merupakan salah satu faktor keberhasilan.
5. Seberat apa pun hambatan/rintangan apabila dicari jalan keluarnya pasti membuahkan
hasil yang baik.
B. Saran
1. Kepada Siswa
Percaya diri dan motivasi dari dalam diri merupakan modal yang sangat menentukan
dalam meraih keinginan. Maka dari itu untuk meraih keberhasilan kedua hal tersebut
sangat dibutuhkan.
2. Kepada Para Guru
Supaya berhasil dalam pembimbingan seorang guru hendaknya menjadi guru yang
riil, maksudnya guru yang menggabungkan antara sikap otoriter dan permissive ketika
membimbing siswanya.
3. Kepada Instansi/Dinas terkait
Dukungan moril dan spiritual dari dinas terkait sangat diharapkan demi
keberhasilan suatu usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20. Depdiknas : Jakarta.

Nasution, S. 2009. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara :
Jakarta.

13
PENERAPAN E-LEARNING BERBASIS MOODLE, SOLUSI MENGATASI
MASALAH PEMBELAJARAN DI SMKN 33 JAKARTA”

Darminto
SMK Negeri 33 Jakarta

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memasuki abad 21, terasa begitu banyak hal yang berubah secara fundamental dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan . Runtuhnya sekat-sekat
geografis akibat agenda globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mengubah
dunia, yang antar penghuninya dapat dengan mudah saling berinteraksi, berkomunikasi, dan
bertransaksi kapan saja serta dari dan di manapun mereka berada. Dampak yang
ditimbulkan dari perubahan lingkungan dunia membengkak luar biasa, antara lain
diperlihatkan melalui sejumlah fenomena seperti :
1. Mengalirnya beragam sumber daya fisik (Manusia, Produk barang) maupun non-fisik
(data, informasi, dan pengetahuan) dari satu tempat ke tempat lainnya secara bebas dan
terbuka. Terlebih dengan diberlakukanya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun
2015.
2. Menguatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang untuk secara
total segera menerapkan agenda globalisasi yang disepakati bersama memaksa setiap
negara untuk menyerahkan nasibnya pada mekanisme ekonomi pasar bebas dan terbuka
yang belum tentu mendatangkan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat.
3. Membanjirnya produk-produk dan jasa-jasa negara luar yang dipasarkan di dalam negeri
selain meningkatkan suhu persaingan dunia usaha juga berpengaruh langsung terhadap
pola pikir dan perilaku masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
4. Membludaknya tenaga asing dari level buruh hingga eksekutif memasuki bursa tenaga
kerja nasional telah menempatkan sumber daya manusia lokal pada posisi yang cukup
dilematis di mata industri sebagai pengguna.

14
Dengan demikian paradigma pendidikan nasional abad 21 dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Untuk menghadapi abad 21 yang makin syarat dengan teknologi informasi dan sains
dalam masyarakat global di dunia ini, maka pendidikan kita haruslah berorientasi pada
ilmu pengetahuan matematika dan sains alam disertai dengan sains sosial dan
kemanusiaan dengan keseimbangan yang wajar.
2. Pendidikan ilmu pengetahuan, bukan hanya membuat seorang peserta didik
berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap keilmuan yaitu kritis, logis, inventif
dan inovatif, serta konsisten, namun disertai pula dengan kemampuan beradaptasi. Di
samping memberikan ilmu pengetahuan, pendidikan ini harus disertai dengan
menanamkan nilai-nilai luhur dan menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup
dalam masyarakat yang sejahtera dan bahagia di lingkup nasional maupun di lingkup
antar bangsa dengan saling menghormati dan saling dihormati.
3. Untuk mencapai ini mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah
dan pendidikan tinggi haruslah merupakan suatu sistem yang tersambung erat tanpa
celah, setiap jenjang menunjang penuh jenjang berikutnya. Namun demikian, penting
pula pada akhir setiap jenjang, di samping jenjang untuk ke pendidikan berikutnya,
terbuka pula jenjang untuk langsung terjun ke masyarakat.
4. Bagaimanapun juga, pada setiap jenjang pendidikan perlu ditanamkan jiwa kemandirian,
karena kemandirian pribadi mendasari kemandirian bangsa, kemandirian dalam
melakukan kerjasama yang saling menghargai dan menghormati, untuk kepentingan
bangsa. Sadar akan tingginya tuntutan kebutuhan SDM, maka sistem serta model
pendidikan pun harus mengalami transformasi.
Telah banyak literatur yang merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian yang
membahas mengenai hal ini, bahkan beberapa model pendidikan yang sangat berbeda telah
diterapkan oleh sejumlah sekolah maupun kampus di berbagai belahan dunia. Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat dideskripsikan sejumlah ciri dari model pendidikan di abad 21
yang perlu dicermati dan dipertimbangkan sebagai acuan bagi dunia pendidikan kita. Tidak
dapat disangkal lagi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu

15
penyebab dan pemicu perubahan dalam dunia pendidikan. Dengan ditemukan dan
dikembangkannya internet – sebuah jejaring raksasa yang menghubungkan milyaran pusat-
pusat data/informasi di seluruh dunia dan individu/komunitas global – telah merubah proses
pencarian dan pengembangan ilmu dalam berbagai lembaga pendidikan. Melalui search
engine seorang ilmuwan dapat dengan mudah mencari bahan referensi yang diinginkannya
secara “real time” dengan biaya yang teramat sangat murah; sementara dengan
memanfaatkan “electronic mail” para ilmuwan berbagai negara dapat berkolaborasi secara
efektif tanpa harus meninggalkan laboratoriumnya; atau dengan mengakses situs repositori
video seorang mahasiswa dapat melihat rekaman kuliah dosen dari berbagai universitas
terkemuka di dunia. Semua itu dimungkinkan karena bahan ajar dan proses interaksi telah
berhasil “didigitalisasikan” oleh kemajuan teknologi. Salah satu butir kesepakatan
Konferensi WSIS (World Summit of Information Society) tahun 2004 di Jenewa, telah
disepakati bahwa paling lambat tahun 2015, seluruh sekolah-sekolah hingga kampus-
kampus di seluruh dunia telah terhubung ke internet.
Dalam implementasi Proses Pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat
penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru
sebagai ujung tombak. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana
mengelola proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Guru harus
memiliki kemampuan mengelola proses pembelajaran yang dapat menyesuaikan antara
karakteristik siswa, materi pelajaran, dan sarana prasarana yang ada serta kemampuan di
bidang teknologi informasi yang berkembang begitu pesat seiring perkembangan zaman.
Sebaliknya Pembelajaran di era global yang diharapkan adalah pembelajaran yang
lebih berfokus pada peserta didik .Para peserta didik dikondisikan untuk mampu secara aktif
mencari informasi. Apa yang dituntut dari out put pendidikan di era global ini adalah
lulusan-lulusan yang mampu berpikir kritis, memiliki kompetensi dalam pemecahan
masalah, kreatif inovatif, kompeten dalam ICT, komunikatif dan menguasai berbagai
bahasa.
Berdasarkan pengamatan penulis, masalah yang dihadapi dalam proses
pembelajaran di SMKN 33 Jakarta adalah sebagai berikut :

16
1. Saat Siswa kelas XI melaksanakan Praktek Kerja Industri
Di SMKN 33 Jakarta, siswa melaksanakan praktek kerja industri pada semester ke
IV selama 4 s/d 6 bulan , kendala yang kami hadapi saat itu bahwa siswa tidak
berkesempatan memperoleh materi pembelajaran untuk pelajaran normatif dan adaptif .
Materi pelajaran yang diberikan oleh guru dalam bentuk buku modul ternyata tidak
cukup efektif karena sifatnya yang kurang praktis dan fleksibel. siswa masih harus
membawa modul dalam bentuk buku manual .
2. Ulangan / Ujian masih berbasis kertas ,
Kelemahan kedua yang saya amati , bahwa selama ini kami masih melaksanakan
ulangan ataupun ujian-ujian dengan menggunakan banyak kertas. Selain kurang
efisien hal ini juga kami anggap sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi
serta tidak mendukung pelestarian alam.
3. Guru Dinas Luar / Berhalangan hadir
KBM kelas yang gurunya mendapatkan tugas dinas luar sering terkendala dengan
tidak adanya guru pengganti sehingga perlu dipikirkan solusi yang lebih efisien dan
efektif agar KBM tetap dapat berjalan meskipun guru tidak bisa hadir tatap muka dalam
ruang kelas.
4. Pemanfaat TIK belum maksimal
Sarana TIK di SMKN 33 sudah memadai, tapi pemanfaatanya belum maksimal
untuk menunjang KBM.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dipaparkan dalam Best Practice ini adalah
“Bagaimana Cara mengatasi masalah pembelajaran yang terdapat di SMKN 33 Jakarta ?” ,
Apakah E-Leraning Berbasis Moodle mampu memperbaiki Proses Belajar di SMKN 33
Jakarta ? , Apakah E-Learning berbasis Moodle mampu meningkatkan hasil belajar di
SMKN 33 Jakarta ?

17
C. Strategi Pemecahan Masalah
Dalam Pemecahan masalah ada beberapa hal yang menjadi landasan pertimbangan
yaitu :
1) Visi dan Misi Sekolah
Dengan menganalisis segala kekuatan dan kelemahan dan memperhatikan berbagai
aspek dan tuntutan, visi SMK Negeri 33 Jakarta adalah sebagai berikut :
“Menjadi Sekolah Pariwisata yang menghasilkan sumber daya manusia unggul,
berbudaya, berkarakter bangsa, dan peduli lingkungan”.
Visi SMK Negeri 33 Jakarta dijabarkan dalam langkah-langkah nyata agar visi dapat
diwujudkan. Untuk mewujudkan visi tersebut, telah menetapkan misi yang merupakan
upaya memenuhi kepentingan-kepentingan sebagaimana dituangkan dalam visi sekolah.
Misi yang ditetapkan berjumlah 3 butir rumusan, yang selanjutnya disebut Misi SMKN 33
Jakarta. Ketiga misi itu adalah:
a) Mempersiapkan lulusan yang berakhlak mulia, memiliki jiwa wrausaha, Menguasai e-
learning, dan unggul dalam bahasa serta memiliki daya saing global.
b) Menyelenggarakan pendidikan yang bernuansa kualitas dan berorientasi keunggulan.
c) Mewujudkan pelayanan prima dan menjaga kelestarian lingkungan.
2) Paradigma Pendidikan abad-21
Pendidikan abad 21 mengharuskan lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang cerdas,
kritis, kreatif, inovatif dan menguasai teknologi informasi serta bahasa asing .
3) Inspirasi Program Guru Pembelajar Moda Daring Kombinasi Program Guru Pembelajar
yang diluncurkan kementerian pendidikan dan Kebudayaan ini diperuntukkan bagi guru
yang memiliki UKG di bawah standar. Berlandaskan atas 3 hal tersebut di atas maka kami
mengusulkan untuk menerapkan “Pembelajaran E-Learning berbasis Moodle sebagai solusi
masalah pembelajaran di SMKN 33 Jakarta.
Ada beberap jenis Paket Perangkat Lunak Pembelajaran / Learning manajemen System
(LMS) yang dapat dipilih oleh SMKN 33 Jakarta untuk diterapkan dalam pembelajaran
berbasis teknologi informasi (E-Learning) antara lain :
1) Moodle (http://Moodle.org)

18
2) ATutor (http://www.atutor.ca)
3) Claroline (http://www.claroline.net)
4) ClaSS (http://www.laex.org/class)
5) SiteAtSchool (http://siteatschool.org)
6) Docebo(http://www.docebo.org/doceboCms)
7) eCollege (http://www.ecollege.com)
8) Admodo (http://www.admodo.com)
9) Think Quest (http://www.thinkQuest.com)
Dari beberapa jenis perangkat lunak pembelajaran yang tersedia, kami pernah
menggunakan Think Quest dan Admodo namun kurang berjalan dengan baik. Berdasarkan
pengalaman tersebut kemudian kami merujuk pada Sekolah Tinggi Pariwisata (STP)
Trisakti yang telah sukses menerapkan Pembelajaran “E-Leraning berbasis Moodle” untuk
pembelajaran jarak jauh bagi mahasiswa khususnya Program Pasca Sarjana Magister
Pariwisata. Maka SMKN 33 Jakarta memilih dan menerapkan Proses Pembelajaran “E-
Learning Berbasis Moodle”. Kepanjangan dari Moodle adalah Modular Object-Oriented
Dynamic Learning Environment, Course Management System atau paket perangkat lunak
yang diproduksi untuk kegiatan belajar berbasis web atau internet yang menggunakan
prinsip pedagogy.

PEMBAHASAN
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah.
Salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah terjadinya
perubahan yang positif pada diri peserta didik. Perubahan tersebut mencakup perubahan
aspek pengetahuan (cognetif), aspek sikap (afektif), dan aspek keterampilan
(psikomotorik).
Dengan adanya dan mudahnya akses terhadap berbagai pusat pembelajaran melalui
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, maka peran guru dan peserta didik pun
menjadi berubah. Kalimat “the world is my class” mencerminkan bagaimana seluruh dunia
beserta isinya ini menjadi tempat manusia belajar meningkatkan pengetahuan dan
kompetensinya, dalam arti kata bahwa proses pencarian ilmu tidak hanya berada dalam

19
batasan dinding-dinding kelas semata. Di samping itu, penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar pun harus diperluas melampaui batas-batas ruang kelas, dengan cara
memperbanyak interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya dalam berbagai bentuk
metodologi dan pemanfaatan teknologi informasi salah satunya dengan menerapkan
Pembelajaran E-Learning berbasis Moodle.

B. Implementasi Strategis Pemecahan Masalah.


Langkah – langkah Implementasi system Pembelajaran E-Learning berbasis Moodle
di SMKN 33 Jakarta adalah sebagai berikut :
1) Pembentukan Tim IT
Tim IT ini di bawah koordinasi waka Sarpras dan bertanggung jawab kepada Kepala
Sekolah. Pembentukan tim ini penting untuk menentukan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan seperti server , jaringan internet yang handal dan Web yang memadai serta
nara sumber yang kompeten di bidangnya beserta seluruh pembiayaan yang
dibutuhkan. Melaksanakan Diklat.
2) Pelatihan dilakasanakan dalam tim kecil yang terdiri dari para Ketua Kompetensi
Keahlian (K3) para wakil kepala sekolah dan beberapa Guru yang mewakili guru
produktif, normative dan adaptif yang memiliki kemampuan IT yang bagus. Tim kecil
ini yang selanjutnya akan menjadi mentor dan menularkan ilmunya kepada guru-guru
yang lain. Pelatihan diadakan dalam tim kecil agar lebih efektif dan efisien.Pelatihan
yang diadakan dengan banyak peserta biasanya kurang efektif dan efeisien terlebih
pelatihan yang berkaitan dengan teknologi dan informasi.

20
3) Melaksanakan mentoring bagi guru-guru Mentoring dilakasanakan untuk menularkan
pengetahuan dan ketrampilan yang telah diperoleh dari Nara sumber yang kompeten.
Proses mentoring ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua guru mampu
mengaplikasikan proses pemmbelajaran “E-Learning berbasis Moodle”.
4) Uji Coba
Setelah semua guru siap dengan materi dan soal-soal latihan maka segera
dilaksanakan uji coba untuk menguji kesiapan system yang ada sekaligus kendala-
kendala yang dihadapi.
5) Penyempurnaan.
Setelah diketahui kendala- kendala yang ada maka segera dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan.
6) Penerapan pada KBM dan Ujian-Ujian secara berkelanjutan.
a. Penerapan pada KBM dan UTS semester Genap, khususnya kelas XI yang sedang
melaksanakan Prakerin
b. Penerapan pada USBN kelas XII
c. Penerapan pada UAS Semester Genap kelas X dan XII SMKN 33 Jakarta
menggunakan Moodle karena memiliki kelebihan dan fitur-fitur antara lain
sebagai berikut :
1. Sederhana, efisien, ringan dan kompatibel dengan banyak browser dan
operating system sehingga relatif mudah dipelajari oleh semua guru.
2. Mudah cara menginstalasinya serta mendukung banyak bahasa, lebih dari 70
bahasa dari 195 negara, termasuk Indonesia di dalamnya.
3. Fleksibel : bisa on-line ataupun Off-Line sehingga tidak selalu bergantung
pada internet.
4. Manajemen bahan ajar, penambahan bahan ajar, pengurangan atau
pengubahan bahan ajar.
5. Fitur Lengkap terdiri dari : Modul Chat, modul pemilihan (polling), modul
forum, modul untuk jurnal, modul untuk kuis, modul untuk survey dan

21
workshop serta masih banyak lagi modul modul lainnya yang dapat
ditambahkan kemudian.
6. Murah karena bersifat Free dan opensource software. Berikut ini adalah
tampilan menu utama “ E-Learning SMKN 33 Jakarta “ yang dapat di akses
melalui : IP.Public : 110.50.84.114

Berikut portal pendaftaran siswa :


Gambar.3.Tampilan Portal Siswa

22
Setiap guru dan siswa memiliki user name dan password masing-masing demikian juga
mata pelajaran juga memiliki kode pelajaran masing-masing sehingga setiap siswa hanya
dapat mengakses mata pelajaran yang sudah ditentukan.
C. Hasil atau Dampak yang dicapai.
Proses pembelajaran E-Learning berbasis Moodle yang diaplikasikan di SMKN 33 Jakarta
di yakini dapat mengatasi beberapa permasalahan yang terjadi di SMKN 33 Jakarta
sebagaimanana telah diuraikan pada Bab I yaitu sebagai berikut:
1) Siswa kelas XI melaksanakan Praktek Kerja Industri (Prakerin) selama 4 s/d 6 bulan
pada semester ke-4 sehingga tidak bisa mengikuti pelajaran di kelas utamanya
pelajaran normative dan adaptif.
Dengan diterapkanya proses pembelajaran E-Learning maka guru dapat
mengirim materi- materi pelajaran dalam bentuk word, power point dan juga video
dengan disertai latihan-latihan soal serta ulangan harian, ulangan tengah semester
dan ulangan akhir semester. Siswa dapat mengerjakan soal-soal latihan baik melalui
laptop bahkan Handphone yang sudah memiliki aplikasi android . Siswa dapat
mengatur sendiri kapan harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru
tanpa harus hadir ke sekolah. Dulu guru sering mengeluhkan ketika siswa tidak
pernah hadir ke sekolah selama melaksanakan praktek kerja di industri. Masing-
masing siswa dapat mengerjakan tugas sekalipun prakerin di luar negeri. Demikian
juga ketika melaksanakan Ulangan tengah semester siswa tidak perlu meminta izin
kepada Du/Di untuk hadir ke sekola untuk melaksanakan UTS ataupun UAS.
2) Bagaimana cara mengurangi penggunaan kertas pada saat Ulangan harian, Ulangan
Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester maupun ujian-ujian sekolah?
Dengan penerapan Pembelajaran E-Learning berbasis moodle maka pada saat
Ulangan tengah semester ataupun ulangan akhir semester tidak lagi membutuhkan
banyak kertas, hal ini akan mengurangi biaya pelaksanaan UTS ataupun UAS
sekaligus membantu program pelestarian lingkungan / hutan.
3) Seringnya guru meninggalkan kelas baik karena Dinas Luar maupun alasan lainya
misalnya sakit dll.

23
Dalam kondisi guru-guru tidak dapat hadir di kelas karena berbagai alasan
maka guru dapat memberikan tugas melalui pembelajaran E-learning, sehingga
walaupun tidak hadir dikelas maka guru masih tetap memberikan materi pelajaran
dan tugas-tugas. Siswa yang ditinggalkan tetap dapat belajar sesuai dengan yang
diharapkan oleh guru dan dalam kondisi tertib.
4) Bagaimana cara Memanfaatkan Teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di SMKN 33 Jakarta ?
Dengan pemanfaatan system pembelajaran E-Learning berbasis moodle di
SMKN 33 Jakarta maka secara umum dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di
SMKN 33 Jakarta, Pembelajaran akan berlangsung secara lebih efektif dan efisien
yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hasil belajar di SMKN 33 Jakarta.
D. Kendala- kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang dipilih.
Adapun kendala- kendala yang dihadapi saat melaksanakan program ini antara lain
adalah:
1) Sebagian Guru masih belum melek teknologi,
Untuk mengaplikasikan pembelajaran E-Learning berbasis Moodle ini perlu
penguasaan teknologi informasi yang cukup tinggi lebih dari social media ataupun e-mail.
Guru-guru yang kurang menguasai teknologi akan mengalami kesulitan mengaplikasikan
system pembelajaran ini dan dapat menjadi beban tersendiri. Oleh karena itu perlu diklat-
diklat yang dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan di bidang teknologi informasi.
2) Dibutuhkan Biaya yang cukup mahal,
Perangkat keras yang diperlukan adalah computer server dengan spesifikasi tinggi
sehingga mampu diakses oleh kurang lebih 700 pengguna baik guru maupun siswa.
Sedangkan untuk pendukungnya adalah Web dan kapasitas jaringan internet yang besar dan
stabil. Di SMKN 33 Jakarta kami menyediakan kapasitas internet 25 MBPS khusus untuk
E-Learning dan memiliki IP Publik sendiri.
3) Dibutuhkan SDM pendukung yang handal,

24
Untuk mensuport System pembelajaran ini dibutuhkan tenaga Administrasi khusus
yang memiliki kemampuan tinggi di bidang teknologi informasi, dan untuk program ini
kami memiliki tenaga IT yang masih berstatus Tenaga Honorer Sekolah.
4) Perlu Konsistensi dan Komitmen yang kuat,
Penerapan system pembelajaran ini perlu komitmen yang kuat dari semua pihak baik
pimpinan sekolah, guru maupun tenaga administrasi untuk secara konsisten menggunakan
system ini jangan hanya bersifat “Hangat-hangat tai ayam”.
E. Faktor-faktor pendukung .
1) Dukungan yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat dan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memberikan pembiayaan yang
cukup tinggi untuk sekolah menengah Kejuaruan dalam bentuk Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) . Keduanya menyediakan
anggaran yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan sekolah , termasuk biaya untuk
penerapan system pembelajaran berbasis teknologi informasi dan computer di SMKN 33
Jakarta.
2) Kesadaran yang kuat tentang pentingnya Teknologi Informasi.
Pimpinan dan manajemen sekolah selalu komitmen untuk selalu meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah termasuk pembelajaran E-Leraning berbasis moodle.
3) Banyaknya kegiatan yang berbasis Teknologi Informasi dan Komputer,
Ujian Nasional (UN) sudah beberapa tahun terakhir menerapkan UNBK (Ujian
Nasional Berbasis Komputer) dan bahkan tahun ini sudah mulai dengan USBK dengan
mengandalkan system E-Learning di masing-masing sekolah.Di Tingkat Nasional sendiri
system pembelajaran bagi Guru Pembelajar (bagi guru yang memiliki nilai UKG rendah)
juga menggunakan system pembelajaran on-line berbasis Moodle.
4) Beberapa Penelitian yang mendukung.
 Bila dibandingkan pembelajaran atau pelatihan dengan cara konvensional, e-
learning mempunyai manfaat yang cukup signifikan terhadap mahasiswa Universitas
Brawijaya Kampus IV (Agnes Rossi Trisna Lestari, Universitas Brawijaya 2013),

25
 STP Trisakti telah sukses melaksanakan E-Learning pada Program Pasca sarjana
Magister Pariwisata.
 Kementerian Pendidikan Nasional telah menerapkan pemebelajaran E-Learning
(On-line) untuk Guru Pembelajar.
F. Alternatif pengembangan.
Dengan Penerapan Sistem Pembelajaran E-Learning Berbasis Moodle ini , maka
masalah pembelajaran di sekolah SMKN 33 Jakarta dapat diatasi dan diperbaiki. Dan moda
pembelajaran ini dapat diterapkan di SMK – SMK lain yang mengalami masalah
pembelajaran yang sama.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL.


A. Simpulan.
1. Siswa kelas XI yang sedang melaksanakan Praktik Kerja Industri tetap dapat belajar
secara On-Line .
Dengan diterapkanya proses pembelajaran E-Learning maka guru dapat mengirim
materi-materi pelajaran dalam bentuk word, power point dan juga video dengan disertai
latihan-latihan soal serta ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir
semester. Siswa dapat mengerjakan soal-soal latihan baik melalui laptop bahkan Handphone
yang sudah memiliki aplikasi android . Siswa dapat mengatur sendiri kapan harus
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru tanpa harus hadir ke sekolah.
2. Ulangan dan Ujian-ujian sekolah menjadi bersifat paperless .
Dengan penerapan E-Learning berbasis moodle maka pada saat Ulangan tengah
semester ataupun ulangan akhir semester tidak lagi membutuhkan banyak kertas, hal ini
akan mengurangi biaya pelaksanaan UTS ataupun UAS sekaligus membantu program
pelestarian lingkungan / hutan.
3. Ketika Guru Dinas Luar Kegiatan Belajar Mengajar tetap efektif ..
Dalam kondisi guru-guru tidak dapat hadir di kelas karena berbagai alasan maka guru
dapat memberikan tugas melalui E-learning, sehingga walaupun tidak hadir dikelas maka

26
guru masih tetap memberikan materi pelajaran dan tugas-tugas. Siswa yang ditinggalkan
tetap dapat belajar sesuai dengan yang diharapkan oleh guru dan dalam kondisi tertib.
4. Pemanfaatan TIK yang maksimal untuk Pembelajaran .
Dengan pemanfaatan system pembelajaran E-Learning berbasis moodle di SMKN 33
Jakarta maka secara umum dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 33 Jakarta,
Pembelajaran akan berlangsung secara lebih efektif dan efisien yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas hasil belajar di SMKN 33 Jakarta.
Selain tersbut di atas Bila dibandingkan pembelajaran atau pelatihan dengan cara
konvensional, e-learning mempunyai manfaat yang cukup signifikan terhadap siswa SMKN
33 Jakarta yaitu :
1. Ekonomis
E-learning dapat mengurangi biaya pendidikan dan pelatihan karena mengurangi
penggunaan kertas, tinta dll.Siswa dapat belajar kapan dan dimana saja, dengan kecepatan
pembelajaran sesuai dengan kemampuannya.
2. Personalisasi
Siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajar mereka. Bila belum mengerti
dapat memperlambat penjelasan atau mengulang suatu materi dan sebaliknya jika siswa
dapat mengerti dengan cepat, maka dapat menyelesaikan materi / tugas tersebut dengan
cepat.
3. Standarisasi kualitas pembelajaran
Pembelajaran setiap Guru / instruktur cenderung memiliki cara mengajar, materi
presentasi dan penguasaan materi yang berbeda sehingga kualitas pengajaran yang
didapatpun tidak konsisten, akan tetapi E-learning mampu meminimalkan perbedaan cara
mengajar dan materi sehingga memberikan standar kualitas pembelajaran yang lebih
konsisten.
4. Efektive
E-learning dengan instruksional design mutakhir membuat siswa lebih mudah mengerti
isi pelajaran. Efektivitas bahan ajar melalui metode e-learning umumnya meningkat
dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan cara konvensional.

27
5. Ketersediaan On-Demand
E-learning dapat sewaktu-waktu diakses sehingga dapat membantu pekerjaan setiap
saat.
B. Rumusan rekomendasi .
1. Untuk SMKN 33 Jakarta
Pembelajaran dengan menggunakan E-Learning ini bagus untuk diterapkan di SMKN
33 Jakarta dan perlu diterapkan secara konsisten agar dalam jangka panjang mampu
meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
2. Untuk Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Bila Sistem Pembelajaran E-Learning Berbasis Moodle diterapkan oleh seluruh SMK
baik negeri maupun swasta di Provinsi DKI Jakarta maka akan memberikan dampak positif
pada proses pembelajaran secara umum dan terjadi keseragaman pada proses pembelajaran
di SMK DKI Jakarta.

3. Untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia hal ini bisa
menjadi pertimbangan untuk sosialisasi dan pelatihan-pelatihan yang lebih luas bagi
SMK-SMK di seluruh Indonesia mengenai pembelajaran e-learning berbasis moodle.

DAFTAR PUSTAKA
Rasyd, H & Mansyur. 2008. Penilaian Hasil Belajar.Bandung: Wacana Prima

Dahar, W. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Sagala,S. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah dasar. Dari sentralisasi
menuju desentralisasi. Jakarta : bumi aksara.
Chan, Sam M dan Sam, Tuti T. 2005. Analisis SWOT; Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Dantes, Nyoman. 2007. Perspektif dan Kebijakan Pendidikan Menghadapi Tantangan
Global. Suatu Keharusan Peningkatan Profesionalisme Guru. (Makalah : Disampaikan
dalam Seminar Peningkatan Mutu dan Profesionalisme Guru SMK Negeri 1 Denpasar)

28
Haryatmoko, 2008, Menuju Orientasi Pendidikan Humanis dan Kritis, dalam buku
Menemukan Kembali Kebangsaan dan Kebangsaan, Jakarta: Departemen Komunikasi
dan Informatika.
Kartini Kartono, 1997, Tujuan Pendidikan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional,
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Lasmawan, Wayan. 2004. Buku Ajar. Guru dan Otonomi Pendidikan. IKIP Negeri
Singaraja.
——-. 2005. Buku Ajar. Pendidikan dalam Konteks globalisasi. IKIP Negeri Singaraja.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rianti Nugroho, 2008, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, Jogjakarta:
Pustaka Pelajar.
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Belajar Dari Paulo freire dan Ki
Hajar Dewantara. Jakarta : Ar-Ruzz Media
Rossi Lestari Agnes,2013. “Penerapan E-Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar
mahasiswa Universitas Brawijaya Kampus IV” Malang : Fakultas Teknologi dan
Informatika.

29
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM BAHASA INGGRIS
MELALUI METODE DEBAT SLOW MOTION DI KELAS XI TATA BOGA SMK
NEGERI 4 BALIKPAPAN

Nurul Hidayati
SMK Negeri 4 Balikpapan

A. Latar Belakang Masalah


Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan bahasa yang perlu dikuasai
dengan baik. Keterampilan ini merupakan suatu indikator terpenting bagi keberhasilan
siswa terutama dalam belajar bahasa Inggris. Dengan penguasaan keterampilan berbicara,
siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide mereka, baik di sekolah maupun dengan penutur
asing, dan juga menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Siswa di SMKN 4 Balikpapan dipersiapkan untuk dapat berkomunikasi dengan baik
dalam bahasa Inggris karena siswa akan bekerja di industri berskala internasional. Penulis
menemukan bahwa siswa jurusan Tata Boga kelas XI masih mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi dalam bahasa Inggris atau speaking skill (keterampilan berbicara). Ketika
penulis mempersiapkan pembelajaran materi menyampaikan gagasan, pikiran, pertanyaan
dan sebagainya dalam bahasa Inggris dengan menggunakan ragam bahasa lisan dengan baik
dan benar, penulis mengajukan pertanyaan kepada peserta didik dengan memberikan lembar
pertanyaan. Peserta didik kelas XI Tata Boga yang berjumlah 39 orang, 30 peserta didik
menjawab keterampilan berbicara yang paling mereka butuhkan saat ini. Berdasarkan
masalah tersebut diatas merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan alternatif-
alternatif pemecahannya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pemecahan
masalah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran keterampilan berbicara dengan
”metode debat slow motion”. Salah satu metode belajar aktif yang diperkenalkan oleh L.

30
Silberman adalah metode debat aktif karena metode ini untuk meningkatkan keaktifan
siswa, kerjasama dan belajar dengan menyenangkan, dalam mengungkapkan ide dan
pendapat.
Penulis termotivasi menggunakan metode belajar aktif ini adalah karena tugas seorang
guru untuk mengimplementasikan kompetensi pedagogiknya yaitu kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik dan mencari solusi terbaik dalam proses pembelajaran untuk
menghasilkan tujuan belajar. Dari pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered)
menjadi berpusat pada peserta didik (student centered).
B. Permasalahan
Penulis menemukan masalah pada saat mengajar dengan materi mengungkapkan
pendapat dengan menggunakan bahasa Inggris. Ada ketidakpuasan ketika penulis
mengajarkan dengan cara yang biasa dilakukan. Memberikan penjelasan ungkapan yang
digunakan dalam mengemukaan pendapat, bagaimana membuat kalimat tanya kemudian
memberikan latihan secara bersama-sama. Peserta didik hanya mencatat dan tidak
termotivasi untuk berlatih menggunakan ungkapan. Peserta didik pasif di tempat duduknya
dengan bentuk duduk klasik.
C. Strategi Pemecahan Masalah
Ada beberapa alternatif metode dalam mengajar keterampilan berbicara seperti
membaca keras-keras, role-play, menjelaskan gambar, dan lain-lain. Semua strategi tersebut
baik dan mempunyai keunggulan masing-masing, tetapi tentunya harus disesuaikan dengan
materi yang akan diajarkan kepada peserta didik. Khususnya kelas XI Tata Boga yang
dipersiapkan untuk praktik kerja di industri dan keterampilan setelah lulus yaitu dapat
berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik, mengaplikasikan kompetensi keahlian
tata boga dengan orang lain di industri yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
komunikasi.
Metode debat slow motion menggabungkan kegiatan yang dilakukan bersama-sama
atau kolaboratif. Proses pembelajaran mengasah kemampuan menganalisa, mengasosiasi,
berdiskusi, dan kemudian mengkomunikasikan. Peserta didik mendapat dua keterampilan

31
sekaligus yaitu berbicara dan menulis. Dengan dibantu dengan bahan yang di peroleh dari
buku maupun bahan bacaan di internet.
Tahapan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode debat slow
motion ini. Pertama, peserta dibagi menjadi 2 kelompok pro dan kontra. Kedua,
memberikan topik debat yang kontroversial; contohnya Junk food tidak boleh ada di
sekolah. Ketiga, tiap kelompok diminta menyusun argumen pro atau kontra. Kemudian tiap
kelompok memilih juru bicaranya Keempat, menyusun tempat duduk untuk kedua
kelompok dengan berhadapan satu dengan yang lainnya. Kelima, memulai debat dengan
memberikan aturan tiap- tiap juru bicara mengungkapkan pendapatnya. Dimulai dari
pembicara Tim Pro kemudian dibalas pembicara tim kontra. Keenam, setiap siswa dari
masing-masing kelompok dapat bertanya kepada salah satu tim juru bicara. Ketujuh, jika
debat dirasa sudah cukup maka juru bicara diminta kembali ke kelompoknya dan berdiskusi
tentang apa yang sudah diperdebatkan. Kedelapan, kemudian argumen yang dicatat
kemudian disimpulkan di akhir debat, dibantu oleh guru untuk mengungkapkan ide yang
belum terungkap. Sembilan, guru mengajak siswa membuat kesimpulan atau rangkuman
yang mengacu pada topik yang baru dibicarakan.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

32
Ada beberapa alasan mengapa penulis memilih metode debat slow motion dalam
mengajar mengemukakan pendapat dan pikiran. Pertama, debat slow motion membuat
proses pembelajaran lebih aktif. Kedua, memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan ide, berkreasi dalam menyiapkan argumen debat. Ketiga, membuat
belajar berbicara lebih menyenangkan karena disertai dengan games, belajar bersama
teman, mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang lebih, mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan lebih dari yang mereka punya sebelumnya. Hal ini sesuai
dengan teori dari Jerome Bruner dalam buku bukunya “Toward a Theory of Instruction. Di
dalam bukunya dijelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang
lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan”. Bruner berpendapat
bahwa resiprositas (hubungan timbal balik) merupakan sumber motivasi yang bisa
dimanfaatkan oleh guru untuk menstimulasi kegiatan belajar.
Keempat, peserta didik menggunakan handpone, laptop yang sangat dekat dengan
kehidupan peserta didik untuk mencari data atau sumber belajar. Kelima, peserta didik
dapat mencari data untuk mendukung argumen dari topik debat yang dipilih bersama
dengan teman sekelas untuk bekerja sama di luar kelas sesuai dengan konsep yang
diberikan Maslow dan Bruner bahwa metode belajar kolaboratif populer dalam lingkup
pendidikan masa kini. Belajar kolaboratif membuat peserta didik bergantung satu sama lain
dan belajar bekerja sama dan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial
mereka. Kegiatan belajar bersama dapat memicu belajar aktif.
Keenam, peserta didik akan saling membantu jika ada teman kelompoknya mengalami
kesulitan dalam menyusun argumen untuk mempersiapkan bahan debat. Ketujuh, debat
slow motion memberikan pengalaman baru dalam pembelajaran bahasa Inggris karena
menggabungkan dua keterampilan sekaligus yaitu keterampilan menulis dan keterampilan
berbicara. Kesembilan, hasil dari pembelajaran debat slow motion ini oleh perwakilan
kelompok diupload ke media sosial seperti facebook dan youtube sehingga peserta didik
termotivasi, senang dan mendapatkan apresiasi dari teman atau netizen. Guru memberikan
apresiasi dengan memberikan extra point 10 dari secore yang sudah mereka peroleh.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

33
Untuk mengimplementasikan metode debat slow motion ini, penulis
mendeskripsikannya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di kelas XI Tata Boga-1
dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dalam beberapa pertemuan. Dengan
menjelaskan tujuan yang akan dicapai akan membuat peserta didik termotivasi mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan materi mengemukakan pendapat dan pikiran. Kegiatan
pembelajaran dilaksanakan secara bertahap.

Terdapat empat tahapan, tahapan pelaksanaan yang dijabarkan sebagai berikut:

1) Perencanaan
Pada tahap ini, persiapan yang dilakukan sebelum mengadakan observasi langsung ke
kelas adalah dengan mempersiapkan skenario pembelajaran, materi ajar untuk dipakai
dalam pembelajaran di kelas dan tes akhir di akhir tahap serta kriteria penilaian hasil
belajar.
2) Pelaksanaan
Fase pelaksanaan merupakan fase yang mendeskripsikan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh penulis. Rancangan pelaksanaan pembelajaran pada tahap sebagai berikut
sebagai berikut:
1) Pendahuluan (10 menit)
(a) Guru mengucapkan salam kepada peserta didik.
(b) Guru mengecek kehadiran peserta didik.
(c) Guru menyampaikan topik bahasan yang akan diajarkan dengan mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan topik.
2) Kegiatan inti (65 menit)
(a) Guru memperkenalkan topik dan menerangkan lebih rinci topik bahasan dalam
pembelajaran di kelas;
(b) Guru menjelaskan lebih detail tentang cara menyampaikan pendapat (expressing
points of view) meminta pendapat (asking someone’s point of view), menyatakan
sikap setuju dan tidak setuju;

34
(c) Guru memberikan contoh cara mengucapkan ekspresi menyampaikan pendapat
(expressing points of view) meminta pendapat (asking someone’s point of view),
menyatakan sikap setuju dan tidak setuju;
(d) Guru meminta peerta didik untuk mengungkapkan ekspresi menyampaikan
pendapat (expressing points of view) meminta pendapat (asking someone’s point of
view), menyatakan sikap setuju dan tidak setuju terhadap beberapa topik yang
diberikan melalui debat slow motion.
(e) Guru meminta peserta didik untuk melakukan debat. Kelas dibagi menjadi dua
kelompok Pro dan Kontra. Selanjutnya masing-masing kelompok memilih juru
bicara sebanyak 3 (tiga) peserta didik. Kemudian pembicara pertama pro diberi
kesempatan berbicara dahulu. Dilanjutkan Pembicara pertama dari tim kontra.
Begitu seterusnya. Sampai diakhiri pembicara ketiga.
(f) Guru bersama rekan sejawat memandu jalannya debat dan menilai kemampuan
berbicara bahasa Inggris peserta didik.
(g) Guru mencatat point ide atau pendapat masing-masing peserta didik.

3) Kegiatan akhir (15 menit)


(a) menyimpulkan topik pembelajaran yang dipelajari hari ini termasuk memperbaiki
kesalahan berbahasa peserta didik.
(b) memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
(c) menutup proses belajar mengajar hari ini dan memberikan salam penutup.
4) Pengamatan
Pada fase ini, pengamatan difokuskan pada data yang diperoleh di kelas selama
siklus berlangsung dengan mengamati hasil dari pengajaran keterampilan berbicara di
kelas (metode debat slow motion).
5) Refleksi
Pada fase ini, guru mendeskripsikan dan mengevaluasi hasil dari tindakan pada
tahap selanjutnya dengan tujuan untuk merancang rencana tindakan treatment pada
pertemuan berikutnya. Data yang berupa data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes

35
akhir, Demikian pula data kualitatif yang diperoleh akan dijabarkan dalam bentuk
tulisan secara deskriptif.
C. Hasil yang dicapai
Strategi debat slow motion memberikan hasil dalam proses, partisipasi, kreatifitas dan
hasil belajar peserta didik. Pertama, dari proses partisipasi semua peserta didik terlihat
antusias dan aktif dalam kegiatan debat. Walaupun ada beberapa dari mereka terlihat tegang
pada saat pembelajaran dimulai, terutama juru bicara yang telah ditunjuk oleh masing-
masing kelompok baik pro dan kontra. Untuk menghilangkan ketegangan ini guru memulai
kegiatan dengan games, sehingga peserta didik merasa nyaman dan tidak merasa tegang.
Kedua, setelah kegiatan debat berlangsung sesuai aturan yang dijelaskan oleh guru, peserta
didik yang duduk di masing-masing kelompok mulai termotivasi dan diperkenankan untuk
bertanya, menyanggah ke pembicara baik dari tim pro atau kontra.
Ketiga, peserta didik menjadi antusias untuk terus terlibat dalam perdebatan walau
menggunakan bahasa Indonesia sesekali karena topik debat yang mereka perdebatkan dekat
dengan kehidupan mereka. Keempat, dari hasil pembelajaran, kemampuan berbicara peserta
didik meningkat. Beberapa peserta didik juga termotivasi untuk mengikuti lomba debat
yang diadakan oleh lembaga kursus bahasa Inggris dan memperoleh juara. Hal ini membuat
peserta didik semakin percaya diri dan ingin terus meningkatkan kemampuan berbicara
dalam bahasa Inggris terbukti dengan testimoni yang mereka tulis. Kelima, untuk guru
bahasa Inggris kota Balikpapan yang tergabung di MGMP terinspirasi untuk menggunakan
metode debat slow motion dalam proses pembelajaran di kelas dengan mempraktikkan
debat slow motion dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Gambar 2. Hasil yang dicapai siswa mengikuti lomba debat SMA-SMK se- kota
Balikpapan bulan November 2016

36
D. Kendala – kendala yang dihadapi
Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh peserta didik. Pertama, masalah pengucapan.
Peserta didik masih sulit mengucapkan kata “important” diucapkan /impo:tęn/ yang
seharusnya diucapkan /impor:tn/. Kata “rebuttal” diucapkan /rebutāl/ yang seharusnya
diucapkan /ribatl/. Kata lainnya adalah kata “mobile phone” diucapkan /mobil phone/ yang
seharusnya diucapkan /mobail phone/.
Kedua, masalah kosa kata. Peserta didik mengalami kesulitan pada saat berbicara ditengah-
tengah kegiatan macet atau terdiam sejenak karena kesulitan meng’Inggriskan’ kata yang
ingin diucapkan. Kendala ketiga, masalah diksi atau pemilihan kata yang tepat. Peserta
didik mengalami kesulitan memilih kata yang tepat dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.
Contohnya kata “realize” maksudnya ‘merealisasikan pengetahuan’ padahal maksudnya
‘menerapkan’ jadi lebih tepat menggunakan kata ‘apply’. Keempat masalah tata bahasa.
Contohnya ‘many peoples love play games on the internet’ tata bahasa yang benar adalah
‘many people love playing games on the internet’. Kelima, jaringan internet sering
mengalami gangguan pada saat pesert didik akan mencari data atau bahan yang akan
diperdebatkan. Keenam, kesulitan peserta didik dalam mengembangkan materi karena
keterbatasan pikiran kritis dalam menyiapkan materi debat dari topik yang ada.
E. Faktor- faktor Pendukung
Ada beberapa faktor yang sangat mendukung dalam mengembangkan strategi proses
pembelajaran debat slow motion. 1) Motivasi yang kuat dari peserta didik untuk terlibat

37
dalam kegiatan debat dengan mencari bahan topik debat melalui internet atau buku; 2)
kerjasama yang baik diantara peserta didik akan meningkatkan sikap saling tolong
menolong; 3) keinginan yang kuat dari peserta didik untuk menampilkan hasil pemikiran
mereka menjadi pembicara debat; 4) peranan dari teman sekelas yang membuat peserta
didik nyaman belajar dalam proses belajar mengajar; 5) pembelajaran di kelas dengan
menggunakan metode debat slow motion ini dapat menginspirasi baik di kalangan guru
maupun peserta didik dari sekolah lain dalam belajar bahasa Inggris, khususnya
keterampilan berbicara.
F. Alternatif Pengembangan
Berdasarkan pengalaman dan pembelajaran yang telah dilaksanakan, agar hasil yang
dicapai lebih optimal dan kendala yang dihadapi dapat lebih diminimalisir untuk
selanjutnya dapat dilakukan pengembangan terhadap strategi yang telah diterapkan dengan
alternatif sebagai berikut:

1. Menambah waktu pembelajaran di luar kelas. Dengan waktu yang terbatas 2 x 45 menit
masih dirasa tidak leluasa dan kurang optimal untuk lebih mengembangkan kemampuan
peserta didik. Pada saat kegiatan debat berlangsung beberapa peserta didik masih ingin
berbicara atau bertanya, terutama pada saat topik debat yang sangat mereka kuasai dan
terjadi dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu debat slow motion ini dapat
dikembangkan di kegiatan ekstra kurikuler.
2. Mengembangkan kegiatan pembelajaran listening agar kendala pada peserta didik dapat
diminimalisir. Kendala yang dihadapi seperti pengucapan dan kosa kata dapat diperoleh
pada kegiatan listening.
3. Mengembangkan pembelajaran ‘kajian tata bahasa’ khususnya pada persiapan bahan
atau topik debat.
Mengadakan bedah topik diluar pembelajaran dengan melibatkan guru mata
pelajaran lain seperti PPkn, Agama, IPA atau lainnya agar dapat mengembangkan
pikiran kritis peserta didik.
Gambar 3. Siswa mengembangkan metode debat slow motion di kegiatan ekskul

38
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN
Pertama, debat slow motion adalah salah satu strategi dalam belajar keterampilan
berbicara khususnya mengemukakan pendapat dan pikiran. Hal ini menjadi strategi yang
baik karena peserta didik menjadi percaya diri, tidak kenal menyerah dan terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Debat slow motion membuat peserta didik berpikir kritis dalam
menyiapkan ide atau pendapatnya.
Kedua, debat slow motion membangun karakter seperti ‘team work’, saling menghargai
pendapat orang lain, saling tolong menolong, menghormati kekuatan dan kelemahan diri
sendiri.
Ketiga, hasil dari rekaman debat slow motion di unduh di media sosial sehingga
menjadi pencapaian yang berarti bagi peserta didik dan menginspirasi baik bagi guru dan
peserta didik lainnya.

39
Keempat, debat slow motion memberikan pengaruh yang baik bagi peserta didik untuk
dapat membuktikan bahwa apa yang mereka inginkan dapat tercapai jika diperjuangkan dan
sikap berkompetisi dengan mengikuti lomba debat untuk mengukur pencapaian yang
diperoleh dalam pembelajaran di kelas dan diimplementasikan di luar kelas.
Kelima, debat slow motion melatih peserta didik dalam 2 (dua) keterampilan bahasa
sekaligus yaitu menulis dan berbicara.

B. REKOMENDASI
Pertama, debat slow motion adalah strategi yang efektif dalam melatih keterampilan
berbicara. Guru dapat mengaplikasikan strategi ini untuk meningkatkan kerjasama tim, rasa
saling menghargai, keberanian mengungkapkan pendapat. Peserta didik menjadi percaya
diri dalam mengekspresikan ide, membangun karakter untuk memiliki daya juang yang
tinggi. Kedua, debat slow motion ini dapat diterapkan dalam mata pelajaran lain seperti
bahasa Indonesia, Ppkn, dan Agama.
Ketiga, melalui kegiatan ekstrakurikuler menjadikan tempat yang tepat untuk terus
meningkatkan dan mengasah keterampilan berbicara khususnya dalam bahasa Inggris.
Keempat, melalui kegiatan MGMP guru bahasa Inggris dapat saling membagi
pengalaman untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas maupun di luar
kelas. Debat slow motion diterapkan dahulu oleh para guru agar dapat menerapkan kepada
peserta didik dengan penyesuaian di kelas sesuai karakterisitik peserta didik masing-masing

Gambar 4. Kegiatan sosialisasi Debat Slow Motion di MGMP Bahasa Inggris kota
Balikpapan

40
DAFTAR PUSTAKA

Irwantoro Nur, dkk., 2016, Kompetensi Pedagogik:Peningkatan dan PKG dalam Rangka
Implementasi Kurikulum, Surabaya: Genta Group Production Silberman, Melvin, 2016,
Active Learning:101 Strategies to Teach Any Subject , Bandung: Nuansa Cendekia

41
PEMBELAJARAN PPKn MENGGUNAKAN MODEL GOTONG ROYONG
MENGINTEGRASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER
DI SMK NEGERI 1 TRENGGALEK

Ryan Aminullah Yassin


SMK Negeri 1 Trenggalek

ABSTRAK

42
Praktik Pembelajaran PPKn hanya bersifat teoritis menyebabkan rendahnya hasil belajar
peserta didik. Akibatnya peserta didik sulit mengimplementasikan materi pelajaran ke
dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam hal memberi penguatan karakter peserta
didik. Pembelajaran PPKn memerlukan inovasi, dan kreasi diantaranya dengan
menggunakan Model Gotong Royong. Model Gotong Royong menggabungkan model
Discovery Learning dan Cooperatif Learning. Tujuan utama Model Gotong Royong
memberi pengalaman belajar yang nyata, mengintegrasikan pendidikan karakter dalam
upaya penguatan karakter peserta didik melalui cara menata lingkungan pembelajaran
melalui kelompok-kelompok belajar dengan melibatkan komponen pendidikan lainnya
seperti lingkungan dan keluarga. Model Gotong Royong adalah kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru dan peserta didik di dalam dan di luar kelas dengan melibatkan
sumber belajar yang ada di lingkungan. Sumber belajar itu antara lain DPRD Kab.
Trenggalek, Instansi Kepolisian di lingkungan Polres Trenggalek, BNN Kab. Trenggalek
dan Pengadilan Negeri Trenggalek. Lembaga-lembaga tersebut dijadikan sebagai sumber
belajar peserta didik dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan menguatkan karakter
peserta didik. Model Gotong Royong diterapkan pada mata materi yang memiliki relevansi
dengan sumber belajar yang ada di luar lingkungan sekolah. Menggunakan model Gotong
Royong hasil belajar peserta didik meningkat, pada aspek pengetahuan (civic knowledge)
kelas XI Multimedia 1 mencapai rata-rata ketuntasan 91,43% dan kelas XI Multimedia 2
mencapai rata-rata ketuntasan 88,57%. Aspek keterampilan (civic skills) peserta didik
ditunjukkan dengan terampil merancang, berperan aktif dalam kegiatan, mampu menyusun
laporan, mampu menyajikan dan mengimbaskan informasi yang diperoleh. Aspek sikap
(civic dispositions) ditunjukkan dalam hal berdisiplin, bertanggung jawab, mandiri, kerja
keras, kreatif, komunikatif, mampu membangun jejaring dan mampu menunjukkan perilaku
bergotong royong selama proses pembelajaran. Pembelajaran Model Gotong Royong pada
mata pelajaran PPKn di SMKN 1 Trenggalek mampu mengintegrasikan nilai-nilai utama
penguatan pendidikan karakter melalui kerjasama dengan berbagai sumber belajar yang
melibatkan sekolah, masyarakat/lingkungan dan keluarga (tri pusat pendidikan)

Kata Kunci: PPKn, Model Gotong Royong, Pendidikan Karakter

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran PPKn di SMK Negeri 1 Trenggalek cenderung hanya
menyampaikan materi pelajaran yang bersifat teoritis dalam bentuk abstrak. Salah satu
contohnya adalah ketika diajarkan materi peran dan fungsi lembaga penegak hukum dengan
obyek kajian lembaga peradilan. Guru hanya menjelaskan hirarki peradilan, tugas dan
kewenangan lembaga tersebut. Padahal salah satu sumber belajar yang relevan dan
kompeten terhadap materi tersebut yaitu Pengadilan Negeri hanya berjarak kurang dari 1,5
km dari sekolah. Pengadilan Negeri tidak pernah dimanfaatkan sebagai salah satu sumber
belajar yang kontekstual. Akibatnya proses belajar menjadi kurang bermakna dan tidak
menarik. Upaya penguatan karakter peserta didik sulit diwujudkan karena lebih banyak

43
yang bersifat teoritis. Pembelajaran PPKn terpusat pada guru dan materi ajar seperti buku
siswa. Kondisi ini berbeda dengan mata pelajaran produktif atau kompetensi keahlian di
SMK yang melibatkan pihak ketiga seperti dunia usaha dan dunia industri. Upaya yang
pernah dilakukan Guru PPKn dalam meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran adalah
dengan menggunakan daya dukung teknologi dan informasi berbasis internet. Usaha
memadukan media teknologi dengan proses pembelajaran pada awalnya sangat diminati
siswa. Daya dukung sarana yang dimiliki peserta didik seperti handphone dan laptop
dilengkapi dengan fasilitas wifi jaringan internet di SMKN 1 Trenggalek menjadi modal
utama untuk kegiatan pembelajaran ini. Akan tetapi seiring perkembangan waktu muncul
kelemahan dan permasalahan dari upaya ini. Salah satunya adalah ketika peserta didik
mampu mengakses informasi tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan menalar dan
mengolah informasi materi pelajaran dengan baik. Keanekaragaman informasi cenderung
membingungkan peserta didik dan mereka menganggap seluruh informasi tersebut benar.
Ditambah lagi dengan rendahnya minat baca peserta didik terhadap buku PPKn. Akhirnya
yang terjadi adalah mereka hanya sebatas mengambil konten materi yang mereka butuhkan
dengan cara men-copy dan menyajikan ulang tanpa melakukan telaah lebih lanjut. Salah
satu contohnya adalah ketika ditemukan tugas yang dikumpulkan oleh peserta didik dimana
isinya sama persis dengan materi yang ada di internet. Hal ini menyebabkan informasi yang
disajikan peserta didik menjadi tidak benar dan juga berpengaruh terhadap karakter mereka.
Hal ini menjadi kendala dalam upaya penguatan pendidikan karakter peserta didik di
SMKN 1 Trenggalek
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran PPKn
antara lain dengan menerapkan model Pembelajaran Gotong Royong. Model ini diilhami
model pembelajaran Discovery dan Cooperatif Learning yang di dalamnya ada karakter
gotong royong. Sebagaimana dikemukakan oleh Jerome Bruner dalam Baharudin, 2008:
129, yaitu peserta didik didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Slavin dalam
Isjoni 2010: 15 pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana peserta
didik belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Stahl (dalam

44
Isjoni 2010: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar peserta
didik lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Pembelajaran Model Gotong Royong di SMKN 1 Trenggalek adalah model pembelajaran
yang melibatkan berbagai sumber belajar dengan menggunakan daya dukung lingkungan
dan keluarga. Keuntungan dari penerapan model ini adalah peserta didik diajak untuk
mengenal dan belajar secara langsung dari sumber belajar. Informasi yang diperoleh adalah
informasi riil dari para praktisi di bidangnya. Model ini meningkatkan hasil belajar peserta
didik dari sisi pengetahuan (civic knowledge), keterampilan (civic skill) dan sikap (civic
dispositions) serta memberi penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik karena
mereka akan melakukan komunikasi dan interaksi dengan berbagai sumber belajar yang ada
di lingkungan dalam bentuk pola hubungan saling membantu dalam suasana gotong royong.
B. Permasalahan
Permasalahan dalam Best Practice ini adalah:
1. Apakah melalui model pembelajaran Gotong Royong dapat meningkatkan hasil
belajar peserta didik?
2. Apakah melalui model pembelajaran Gotong Royong dapat mengintegrasikan
penguatan pendidikan karakter peserta didik?
C. Strategi Pemecahan Masalah
Masalah hasil belajar dan kurangnya penguatan karakter peserta didik bisa
diselesaikan dengan menerapkan model Gotong Royong. Model ini berbeda dengan model
pembelajaran mata pelajaran PPKn sebelumnya. Model pembelajaran ini dilaksanakan oleh
guru dan peserta didik dengan membangun jejaring, komunikasi dan pendekatan kepada
sumber belajar yang relevan dengan materi dan kegiatan belajar. Sumber belajar yang
dimaksud adalah lembaga-lembaga negara yang ada di sekitar lingkungan sekolah.
Lembaga-lembaga perlu dilibatkan dalam proses belajar peserta didik karena mereka
memiliki kompetensi dibidangnya.

45
Gambar C.1. Skema Alur Pembelajaran Model Gotong Royong

Penjelasan Tahapan Operasional Model Pembelajaran Gotong Royong:


1. Perencanaan dan Persiapan.
- Tahap perencanaan dan persiapan yang dilakukan oleh guru:
a. Analisis KI, KD, dan Indikator.
Guru merancang kegiatan pembelajaran sebelumnya dengan melakukan analisis KI,
KD, dan Indikator mata pelajaran PPKn. Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk
menemukan materi yang relevan dengan pelaksanaan model Gotong Royong.
b. Survey dan Perijinan
Guru seijin Kepala Sekolah melakukan komunikasi sekaligus mengajukan permohonan
ijin kunjungan dengan lembaga yang akan dijadikan sarana sumber belajar.
c. Menyusun Instrumen dan rubrik penugasan

46
Guru menyusun pedoman interview, pedoman pengamatan, sistematika penyusunan
laporan, penilaian pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik sesuai dengan
materi dan indikator pembelajaran.
d. Membentuk kelompok ahli
Guru membentuk kelompok ahli yang anggotanya terdiri dari perwakilan kelas yang
memiliki kemampuan lebih khususnya dari sisi pengetahuan, komunikasi, dan inisiatif
dalam belajar
- Tahap perencanaan dan persiapan bagi peserta didik:
Di bawah pengawasan guru peserta didik diberi tugas membentuk kelompok baik yang
terdiri dari kelompok besar dan kelompok kecil. Perbedaan jenis kelompok ini
didasarkan pada jenis kegiatan, jumlah anggota kelompok dan wilayah domisili peserta
didik.
2. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan model pembelajaran Gotong Royong guru bersama peserta
didik melaksanakannya dalam bentuk:
a. Kelompok Besar, anggotanya terdiri atas 1 sampai dengan 2 kelas, melakukan model
pembelajaran Gotong Royong dengan cara mengunjungi lembaga (sumber belajar) di
dalam waktu jam pembelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik bisa
menyaksikan keadaan yang sebenarnya di lapangan berdasarkan pada pola kegiatan
yang terjadwal dan sifatnya terbuka.
b. Kelompok kecil, terdiri dari 3 sampai dengan 7 peserta didik dalam satu kelas.
Pembentukan kelompok didasarkan domisili peserta didik untuk memudahkan
pelaksanaan kunjungan. Kegiatan kunjungan dilaksanakan diluar jam pembelajaran
berdasarkan wilayah domisili peserta didik
c. Kelompok ahli, anggotanya terdiri dari perwakilan masing-masing kelas di tiap
jenjang. Peserta didik yang masuk dalam kelompok ahli adalah peserta didik yang
dipilih oleh guru dengan dasar memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan
peserta didik yang lain. Kemampuan tersebut misalnya dalam hal pengetahuan,
komunikasi, kemandirian, inisiatif.

47
3. Menyusun Laporan.
Laporan kegiatan pembelajaran Gotong Royong disusun berdasarkan jenis
kelompok. Kelompok besar menyusun laporan individu, kelompok kecil dan kelompok ahli
menyusun laporan secara berkelompok. Laporan berisi hasil pengamatan dan informasi
yang diperoleh selama melakukan kunjungan belajar.
4. Pelaporan dan Pengimbasan
Kegiatan pelaporan dan pengimbasan hasil penugasan individu, kelompok dan
kelompok ahli adalah bentuk sikap tanggung jawab peserta didik setelah melakukan
kunjungan belajar. Pelaporan dilakukan dengan cara presentasi individu atau kelompok di
dalam kelas sedangkan pengimbasan dilaksanakan dengan cara menyampaikan informasi
melalui majalah dinding dan upload hasil kegiatan di aplikasi pembelajaran online.
5. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dalam pembelajaran Gotong Royong bertujuan agar supaya
peserta didik kompeten dalam bidang pengetahuan (civic knowledge), keterampilan (civic
skill) dan sikap (civic dispositions). Kriteria keberhasilan peserta didik ditentukan dari
aspek:
1. Aspek pengetahuan (Civic Knowledge)
Peserta didik dinyatakan kompeten secara individu apabila mencapai KKM minimal 70
dan rata-rata kelas dinyatakan kompeten apabila 85% atau lebih peserta didik
mendapatkan nilai minimal 70. Hasil penilaian pengetahuan diinformasikan kepada
orang tua/wali murid.
2. Aspek keterampilan (Civic Skill)
Peserta didik dinyatakan kompeten apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
a. Kelompok kecil: mampu merancang kegiatan kunjungan, melakukan wawancara,
berinteraksi dengan penegak hukum, mampu mendokumentasikan dan menyusun
laporan kegiatan wawancara sesuai dengan petunjuk serta mampu menyajikan dalam
bentuk pemaparan di depan kelas/audiens.
b. Kelompok besar: mampu melakukan kunjungan, pengamatan dan melakukan interaksi
dengan sumber belajar, mampu membuat laporan hasil pengamatan kunjungan secara

48
individu sesuai dengan ketentuan dan mampu menyajikan laporan hasil pengamatan
kunjungan di kelas.
3. Aspek sikap/adab (Civic Disposition)
Peserta didik baik di dalam maupun di luar kelas mampu menunjukkan sikap
disiplin, kreatif, mampu membangun jejaring, kerja keras, mandiri komunikatif,
tanggung jawab dan mampu bekerjasama.

IMPLEMENTASI
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Alasan pemilihan model model Gotong Royong karena model ini menarik, kontekstual,
dan lebih mengedepankan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar. Selain itu juga
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dan mengintegrasikan nilai penguatan
pendidikan karakter dengan cara menata lingkungan pembelajaran. Upaya tersebut
dilakukan dengan memaksimalkan peran berbagai alternatif sumber belajar yang ada di
lingkungan masyarakat. Tujuannya agar peserta didik kompeten dalam aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap dan berkarakter. Salah satu contohnya adalah mereka memiliki hasil
belajar yang baik dan mampu membangun jejaring untuk belajar secara aktif dan mandiri
dengan didukung suasana gotong royong.
Praktik pembelajaran model Gotong Royong yang di awali dengan kegiatan: 1.
perencanaan dan persiapan; 2. pelaksanaan; 3. penyusunan laporan; 4 pelaporan dan
pengimbasan; dan 5. evaluasi. Proses tersebut melibatkan sekolah, masyarakat/lingkungan
dan keluarga (tri pusat pendidikan) dalam upaya penguatan pendidikan karakter peserta
didik. Tidak mengikutsertakan sumber belajar di sekitar lingkungan sekolah akan
mengurangi makna pembelajaran PPKn dalam upaya mengintegrasikan nilai-nilai
penguatan pendidikan karakter peserta didik.

B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah


Pelaksanaan pembelajaran model Gotong Royong di SMKN 1 Trenggalek diuraikan
sebagai berikut :
1. Perencanaan dan Persiapan
Perencanaan dan persiapan yang dilakukan oleh guru:

49
a. Melakukan analisis kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator ranah pengetahuan
dan keterampilan. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk menemukan dan
menentukan materi-materi yang relevan dan memiliki ketersediaan daya dukung sumber
belajar. Analisis ini penting untuk dilakukan agar supaya pelaksanaan pembelajaran
berlangsung dengan tepat dan efektif berdasar pada indikator tujuan kegiatan
pembelajaran PPKn. Lihat lampiran 1
b. Melakukan survey dan mengurus perijinan di tempat-tempat yang akan dijadikan
sumber belajar oleh peserta didik. Tahap awal pengurusan ijin, penulis menggunakan
surat permohonan ijin dari Kepala Sekolah untuk memperoleh ijin kunjung belajar.
Bentuk kunjungan terdiri dari kegiatan kunjungan kelompok besar, kelompok ahli dan
kelompok kecil. Kunjungan kelompok besar dan kelompok ahli dilaksanakan di
Pengadilan Negeri dan DPRD Kabupaten Trenggalek. Kunjungan belajar kelompok
kecil dilaksanakan di kantor BNN dan Polsek wilayah Polres Trenggalek. Karena
jumlah kecamatan di Kabupaten Trenggalek ada 14 kecamatan, untuk memudahkan
pengajuan ijin penulis langsung mengajukan ijin ke Kantor Polres dan siswa
meneruskan informasi ijin tersebut ke masing-masing Kantor Polsek. Lihat lampiran 2
sd 8.
c. Guru menyusun instrumen penugasan dan rubrik penilaian. Instrumen ini berfungsi
untuk sebagai acuan dan bahan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan. Instrumen
terdiri dari: daftar hadir, pedoman wawancara, pedoman pengamatan, tes, penilaian
sikap, dan penilaian keterampilan. Lihat lampiran 9 sd 14.
d. Membentuk kelompok yang anggotanya diambil dari siswa perwakilan kelas di tiap
jenjang. Minimal terdapat satu kelompok ahli dalam tiap jenjang. Kelompok ahli
berjumlah maksimal 14 peserta didik. Peserta didik kelompok ahli dipilih oleh guru
dengan dasar memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan peserta didik yang lain.
Kemampuan tersebut misalnya dalam hal pengetahuan, komunikasi, kemandirian, dan
inisiatif. Nantinya kelompok ahli memiliki tanggung jawab mengimbaskan informasi
yang diperoleh kepada peserta didik yang lain menggunakan media tertentu seperti
melalui majalah dinding dan aplikasi pembelajaran online dibantu guru. Lihat lampiran
15
Perencanaan dan persiapan yang dilakukan oleh peserta didik:

50
a. Peserta didik yang bertugas melakukan pengamatan di Pengadilan Negeri terdiri dari
satu sampai dengan dua kelas. Kelompok ini dinamakan kelompok besar. Lihat
lampiran 16
b. Peserta didik yang bertugas melakukan pengamatan dan wawancara di Polsek wilayah
Polres Kabupaten Trenggalek membentuk kelompok kecil terdiri dari empat sampai
dengan tujuh peserta didik. Pemilihan anggota kelompok berdasarkan pada domisili
peserta didik, tujuannya untuk memudahkan komunikasi antar peserta didik dalam
mempersiapkan dan melakukan kunjungan belajar serta sekaligus menerapkan nilai
karakter gotong royong. Lihat lampiran 17
2. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan pembelajaran model Gotong Royong dilaksanakan dengan cara berkelompok
secara bertahap mengikuti materi PPKn menurut kalender pendidikan dan kegiatan di
sumber belajar. Penjelasannya sebagi berikut:
a. Kelompok besar melakukan kunjungan belajar
Gotong Royong ke Pengadilan Negeri Trenggalek untuk mempelajari materi sistem
peradilan. Kegiatan kunjungan pembelajaran dilakukan di dalam jam belajar. Karena
alokasi waktu terbatas maka guru harus melakukan komunikasi dengan guru lainnya pada
kelas yang sama agar kegiatan belajar tidak terganggu. Di pengadilan peserta didik
mengikuti penyampaian materi tentang sistem peradilan dari para hakim dan mengikuti
persidangan. Selama mengikuti penyampaian materi masing-masing peserta didik diberi
tugas merekam, mencatat dan melakukan interaksi dalam bentuk bertanya kepada para
praktisi penegak hukum. Sedangkan dalam proses persidangan peserta didik diberi tugas
melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan proses persidangan secara mandiri.
Lihat lampiran 18.
b. Kelompok kecil
Kelompok kecil diberi tugas untuk melakukan kunjungan belajar Gotong Royong ke
Kantor Polsek wilayah Polres Kabupaten Trenggalek dan BNN Trenggalek. Kegiatan ini
dilaksanakan di luar jam pembelajaran sekolah, sehingga masing-masing kelompok diberi
kebebasan untuk mengelola kegiatan kunjungan belajar sesuai dengan waktu yang sudah
disepakati. Hal ini dikandung maksud agar mereka memiliki kemampuan membangun
jejaring, kemampuan berkomunikasi, integritas dan bertanggung jawab dalam proses belajar

51
di luar jam sekolah. Dalam melakukan kunjungan belajar mereka diberi tugas melakukan
wawancara dan pengamatan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Polisi.
Pertanyaan wawancara diarahkan pada model pola berfikir tingkat tinggi (Hots). Setiap
kelompok juga diberi tugas mendokumentasikan dan membuat laporan hasil kunjungan
belajar. Lihat lampiran 19
c. Kelompok ahli
Kegiatan belajar Gotong Royong kelompok ahli dilakukan di lembaga atau mengikuti
kegiatan lembaga yang pesertanya terbatas. Karena sifatnya terbatas maka keikutsertaan
kelompok ahli untuk kegiatan belajar menyesuaikan jadwal lembaga. Komunikasi dengan
guru lain perlu dibangun agar kegiatan belajar tetap berjalan efektif. Kunjungan belajar di
Lembaga DPRD Kabupaten Trenggalek, mengikuti rapat paripurna DPR merupakan bagian
dari kegiatan belajar kelompok ahli. Kelompok ahli diberi tugas menggali informasi tentang
kegiatan dan tugas lembaga pemerintahan di wilayah Kabupaten Trenggalek dan hasilnya
dikaji berdasarkan materi pelajaran PPKn khususnya materi tentang pemerintahan.
Kelompok ahli menggali informasi melalui wawancara dengan narasumber. Kelompok ahli
memiliki kewajiban untuk mengimbaskan informasi yang mereka peroleh kepada peserta
didik yang lain. Lihat lampiran 20.
3. Menyusun Laporan
Setiap kelompok dan individu peserta didik setelah melakukan kegiatan kunjungan
belajar diberi waktu maksimal 2 minggu untuk menyusun laporan sesuai dengan petunjuk
penyusunan laporan. Laporan kunjungan belajar individu disusun oleh masing-masing
anggota kelompok besar dan laporan kunjungan belajar kelompok disusun oleh anggota
kelompok kecil. Kelompok ahli menyusun laporan hasil kunjungan dan disajikan dalam
bentuk berita majalah dinding. Selama proses penyusunan laporan, peserta didik
dianjurkan untuk menjalin komunikasi dan melakukan konsultasi dengan guru. Nilai
karakter yang ingin diintegrasikan dalam proses ini adalah nilai tanggung jawab,
komunikatif dan kerjasama. Lihat lampiran 21 sd 24.
4. Pelaporan/Pengimbasan
Setelah peserta didik menyelesaikan penyusunan laporan kunjungan belajar, hasilnya
dilaporkan melalui presentasi dan diskusi kelas. Mengingat keterbatasan waktu maka

52
model pelaporan atas hasil kunjungan dilaksanakan menggunakan metode sampel dari
beberapa siswa atau kelompok dalam satu kelas. Setelah siswa atau kelompok menyajikan
informasi hasil kunjungan, siswa lain diberi kesempatan untuk bertanya, menanggapi atau
memberi saran. Kemudian dibuat kesimpulan bersama-sama dengan guru. Lihat lampiran
25.
5. Evaluasi
Kegiatan evaluasi belajar dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik meliputi
aspek kognitif (civic knowledge), psikomotorik (civic skill) dan afektif (civic dispositions).
Aspek psikomotorik dan afektif sudah diukur semenjak tahap awal proses pembelajaran
model Gotong Royong dilaksanakan. Aspek kognitif terkait pemahaman pengetahuan
peserta didik diukur melalui pemaparan hasil kunjungan belajar yang telah dilakukan baik
secara lisan maupun tulisan dan kegiatan ulangan harian. Hasil evaluasi akan dijadikan
sebagai pertimbangan untuk menentukan rencana tindak lanjut selanjutnya.
C. Hasil yang Dicapai
1. Aspek Pengetahuan (Civic Knowledge)
Kegiatan evaluasi terhadap peserta didik pada aspek pengetahuan dilaksanakan dalam
bentuk kegiatan ulangan harian (UH). Sampel kelas diambil dengan cara diundi dan terpilih
kelas XI Multimedia 1 dan 2 dengan jumlah masing-masing kelas terdiri dari 35 peserta
didik. Hasil ulangan harian kelas XI Multimedia 1 dari 35 peserta didik yang ikut, 33
peserta didik dinyatakan tuntas, 2 peserta didik dinyatakan belum tuntas dan harus
mengikuti remidi. Rata-rata nilai ulangan harian kelas XI Multimedia 1 mencapai 83,60.
Prosentase keberhasilan peserta didik dalam mengerjakan soal mencapai 91,43 %. Lihat
lampiran 26. Hasil Ulangan harian kelas XI Multimedia 2 dari 35 peserta didik yang
mengikuti ulangan, 31 peserta didik dinyatakan tuntas, 4 peserta didik dinyatakan belum
tuntas dan harus mengikuti remidi. Rata-rata nilai ulangan harian kelas XI Multimedia 2
mencapai 81,88%. Prosentase keberhasilan peserta didik dalam mengerjakan soal mencapai
88,57%. Lihat lampiran 27.
Kemampuan peserta didik dalam memahami materi pelajaran secara lisan maupun tulisan
juga menjadi perhatian dalam penilaian pengetahuan. Dengan berinteraksi langsung dengan
sumber belajar di lingkungan ternyata peserta didik dapat menangkap informasi dengan
lebih baik dan mampu menyampaikan dengan gaya mereka sendiri dengan penuh tanggung

53
jawab dan rasa percaya diri Penerapan model Gotong Royong dengan melibatkan berbagai
macam sumber belajar yang ada di lingkungan bisa meningkatkan hasil belajar peserta didik
dari sisi pengetahuan (civic knowledge)
2. Aspek Keterampilan (Civic Skill)
Aspek keterampilan yang diukur dari peserta didik adalah ketika mereka mampu melakukan
kegiatan kunjungan, aktif selama berkunjung, mengumpulkan informasi, menuliskan dan
menyajikan dalam bentuk laporan. Hasil dari kunjungan adalah sebagai berikut:
a. Kelas XI Multimedia 1

b. Kelas XI Multimedia 2

54
Berdasarkan paparan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini
mampu meningkatkan keterampilan peserta didik khususnya dalam hal kemampuan
membangun jejaring, berkomunikasi dalam merencanakan kegiatan, sikap tanggung jawab
membuat laporan tertulis dan kemampuan menyajikan hasil pengamatan di hadapan audiens
di kelas. Kreatif, komunikatif dan mampu bekerjasama merupakan kemampuan yang
penting karena bagian dari keterampilan abad 21 yang dimiliki peserta didik
3. Aspek Sikap/Karakter (Civic Dispositions)
Menggunakan lingkungan belajar selain kelas akan menghasilkan hasil belajar yang
memberi pengaruh pada karakter/sikap peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari ketercapaian
nilai-nilai karakter yang berhasil diterapkan oleh peserta didik selama melaksanakan
kegiatan model Gotong Royong. Data disajikan dalam bentuk tabel berikut ini :
a. Kelas XI Multimedia 1

b. Kelas X Multimedia 2

55
D. Kendala Yang Dihadapi
Penerapan model Gotong Royong dihadapkan pada kendala-kendala sebagai berikut.
a. Peserta didik harus menyesuaikan waktu dengan jadwal kegiatan para narasumber yang
padat.
b. Untuk materi tertentu guru membatasi keikutsertaan peserta didik dikarenakan
keterbatasan daya tampung dan ruang yang dimiliki sumber belajar
E. Faktor- Faktor Pendukung
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model Gotong Royong ada
beberapa faktor pendukung yang telah memberikan konstribusi positif antara lain:
a. Peserta didik mayoritas aktif dan bersemangat dalam mencari informasi menggunakan
model pembelajaran Gotong Royong
b. Dukungan dari Kepala SMK Negeri 1 Trenggalek dalam bentuk pembuatan surat
permohonan kunjungan.
c. Dukungan dari DPRD Trenggalek, Polres, BNN yang dengan tangan terbuka
membimbing, memberikan informasi, dan bersedia mengundang peserta didik SMK
Negeri 1 Trenggalek.
F. Alternatif Pengembangan
1. Mengembangkan model pendidikan ini dengan lebih banyak melibatkan sumber
belajar yang ada lingkungan sekitar yang memiliki kesesuaian dengan materi ajar
peserta didik.

56
2. Melibatkan guru-guru PPKn yang lain agar ikut serta dalam melaksanakan model
pembelajaran Gotong Royong.
3. Mengundang para praktisi di sekolah.
4. Perlu dilanjutkan dengan penelitian eksperimen dengan membandingan model
pembelajaran Gotong Royong dengan model yang lain, sehingga diketahui
konsistensi model ini pada kegiatan pembelajaran PPKn

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Simpulan
Berdasarkan hasil kajian pelaksanaan disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil belajar peserta didik menggunakan model Gotong Royong meningkat, pada
aspek pengetahuan (civic knowledge) kelas XI Multimedia 1 mencapai rata-rata
ketuntasan 91,43% dan kelas XI Multimedia 2 mencapai rata-rata ketuntasan 88,57%.
Aspek keterampilan (civic skills), peserta didik terampil merancang, berperan aktif
dalam kegiatan, mampu menyusun laporan, mampu menyajikan dan mengimbaskan
informasi yang diperoleh. Sedangkan aspek sikap (civic disposition), peserta didik
mampu bersikap disiplin, bertanggung jawab, mandiri, kerja keras, kreatif, komunikatif,
mampu membangun jejaring dan mampu bekerjasama selama proses pembelajaran.
2. Pembelajaran Model Gotong Royong pada mata pelajaran PPKn di SMKN 1
Trenggalek mampu mengintegrasikan nilai-nilai utama penguatan pendidikan karakter
dalam bentuk terjalinnya kerjasama dengan berbagai sumber belajar yang melibatkan
sekolah, masyarakat/lingkungan dan keluarga (tri pusat pendidikan)

B. Rekomendasi
1. Pembelajaran Model Gotong Royong dalam penerapannya harus benar-benar
disiapkan dengan perencanaan yang baik

57
2. Mengadakan kerjasama yang lebih intensif dengan lembaga-lembaga terkait seperti
DPRD, Kepolisian, BNN, Lembaga Peradilan serta instansi lain yang memiliki
relevansi dengan materi belajar peserta didik dengan tujuan memudahkan proses
pembelajaran dan transfer informasi kepada guru maupun peserta didik.
3. Perlu dilanjutkan dengan penelitian eksperimen dengan membandingan model
pembelajaran Gotong Royong dengan model yang lain, sehingga diketahui
konsistensi model ini pada kegiatan pembelajaran PPKn.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta Rineksa


Cipta
Baharuddin. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dalyono. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Darmadji, Agus dkk. 2006. Pendidikan Kewargaan (Civic Educatioan) Panduan
Pembelajaran di Luar Kelas. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan The Asia
Foundatioun
Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
DePorter, Bobbi. 2009. Quantum Learning. Bandung: PT Mizan Media
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Model Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum
dan Konsep Islam. Bandung: Refika
Hernowo. 2007. Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Kreatif. Bandung:
Mizan

58
Isjoni. 2010. Cooperatif Learning : Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta
Jones, Vern dan Louise. Manajemen Kelas Komprehensif Edisi ke 9. Jakarta: Penerbit
Kencana
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014. Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK XI Semester 1 Muslich, Masnur. 2012.
Melaksanakan PTK Itu Mudah (Classroom Action Research). Jakarta: PT Bumi Aksara
Mustaji. 2009. Desain Pembelajaran Teori dan Implementasi Model Pembelajaran Berbasis
Masalah Dengan Pola Kolaborasi (Model PBMPK). Surabaya: Unesa University Press
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Peserta didik Untuk Belajar. Surabaya University Press
Universitas Negeri Surabaya.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL)
dan Penerapan Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press)
Paulina. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Sahlberg, Pasi.2014. Finnish Lessons. Bandung: PT Mizan Media

Sardiman, A.M. 1996 Interaksi dan Motivasi Pembelajaran. Jakarta: Bina Aksara.
Slavin, E Robert. 2010. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Nusamedia
Suhardjono. 2009. Pertanyaan dan Jawaban di Sekitar Penelitian Tindakan Kelas dan
Tindakan Sekolah, Malang: Penerbit Lembaga Cakrawala Indonesia dan LP3
Universitas Negeri Malang
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya.
Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu. Bandung: Bumi Aksara
Usman, Moh. Uzer. 1997. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Winkel, WS. 1997. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia
Internet
Vera, Ginting. 2005. Penguatan Membaca, Fasilitas Lingkungan sekolah dan Keterampilan
Dasar Membaca Bahasa Indonesia serta Minat Baca Murid. [Online].

59
Tersedia:http://www.bpkpenabur.or.idfilesHal.17-35%20Penguatan%20Membaca.pdf.
[03 April 2017].
Modul
Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Guru. 2017. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Peraturan
Instruksi Presiden Republik Indonesia No 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Revolusi Mental
Pedoman Pemilihan Guru Berprestasi SMA SMK Tahun 2017 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Direktorat Pembinaan
Guru Pendidikan Menengah

SECRET BOARD
WIDIANI TRISNANINGSIH
SMK Negeri 3 Metro

ABSTRAK

Pengembangan media pembelajaran merupakan salah satu upaya guru dalam meningkatkan
kualitas pembelajarannya. Pada praktiknya seringkali guru mengabaikan pentingnya
pemilihan, penggunaan, atau pemanfaatan media pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi peserta didik. Guru lebih fokus pada kegiatan penyampaian materi
dan menyelesaikan seluruh kompetensi yang ada dalam kurikulum. “Secret Board”
merupakan alat permainan pendidikan sebagai solusi alternatif bagi permasalahan
terbatasnya media pembelajaran dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. Secret Board
mengadopsi permainan ular tangga dan monopoliyang disempurnakan dari alat permainan
pendidikan yang digagas oleh Trisnaningsih, 2015. Permainan ini memiliki tingkat efisiensi
tinggi karena dapat dimainkan dalam materi apa pun bahkan mata pelajaran lain selain
Bahasa Inggris. Guru hanya perlu menyesuaikan isi dari pertanyaan, tantangan, perintah
maju atau mundur dengan topik materi yang dipelajari peserta didik. Melalui implementasi
permainan ini di kelas Bahasa Inggris, peserta didik terlihat senang, antusias, dan tertarik
dalam pembelajaran. Permainan ini juga dapat membantu terbentuknya karakter siswa
seperti rasa ingin tahu, kreatif, mandiri, kerja sama, komunikatif, dan bersahabat. Dalam

60
proses implementasi permainan “Secret Board” masih terdapat berbagai keterbatasan, oleh
karena itu, direkomendasikan agar permainan pendidikan ini dapat dikembangkan melalui
tahapan penelitian yang sistematis, sehingga proses dan hasilnya dapat dianalisis secara
ilmiah. Rekomendasi lainnya yaitu agar implementasi permainan ini dilakukan pada peserta
didik dengan karakteristik yang berbeda dan mata pelajaran yang berbeda sehingga
aplikasinya dapat lebih optimal dan kemanfaatannya menjadi lebih luas.

Kata kunci: Secret Board, media pembelajaran.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan media pembelajaran merupakan salah satu upaya guru dalam
meningkatkan kualitas pembelajarannya. Penggunaan media pembelajaran yang tepat
diyakini dapat membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, efisien, dan berdaya tarik. Oleh
karena itu, guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya dalam hal
pengembangan media pembelajaran agar pencapaian tujuan pembelajaran dapat lebih
optimal. Namun, pada praktiknya seringkali guru mengabaikan pentingnya pemilihan,
penggunaan, atau pemanfaatan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi peserta didik. Guru lebih fokus pada kegiatan penyampaian materi dan
menyelesaikan seluruh kompetensi yang ada disyaratkan oleh kurikulum. Selain itu,
terbatasnya waktu juga menjadi permasalah yang akhirnya membuat guru memilih untuk
menggunakan media pembelajaran cetak yang praktis berupa teks tanpa mempertimbangkan
kesesuaian media pembelajaran tersebut dengan karakteristik, kondisi, bakat, minat, dan
potensi peserta didik. Hal ini tentu saja membuat pembelajaran menjadi bersifat teacher-

61
centered atau berorientasi pada aktifitas guru. Peserta didik menjadi pasif dan hanya
mengikuti skenario guru seperti mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan latihan atau
soal. Pemilihan media pembelajaran yang kurang menarik tentu akan berdampak pada
kualitas pembelajaran. Peserta didik menjadi kurang tertantang untuk menyelesaikan tugas,
mudah bosan, dan tidak termotivasi untuk belajar. Ini akan membuat pencapaian tujuan
pembelajaran menjadi tidak optimal. Selain itu, pemilihan media pembelajaran yang tidak
dapat merepresentasikan ketertarikan dan kondisi peserta didik juga dapat membuat peserta
didik berperilaku negatif seperti malas, mencontek, tidak mau menyelesaikan tugas, dan
tidak mau mengikuti kegiatan yang diarahkan oleh gurunya, serta rendahnya pencapaian
tujuan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran yang tidak kreatif dan inovatif
berpengaruh pada pemilihan strategi pembelajaran. Sebagai contoh, pemilihan teks dapat
secara sederhana disampaikan melalui metode ceramah, dalam hal ini guru menyampaikan,
peserta didik mendengarkan lalu mencatat. Kegiatan pembelajaran kemudian dilanjutkan
dengan mengerjakan latihan. Guru seharusnya mampu memilih strategi pembelajaran yang
dapat melayani kebutuhan belajar peserta didik baik peserta didik yang termasuk pebelajar
dengan gaya belajar visual, auditori, mau pun kinestetik. Pemilihan media pembelajaran
yang kreatif dan inovatif dapat mempermudah guru untuk melakukan hal ini dan
memfasilitasi guru untuk memilih strategi pembelajaran yang berpusat pada keaktifan
peserta didik. Oleh karena itu, pemilihan media pembelajaran menjadi hal yang
pengaruhnya cukup signifikan dalam suatu pembelajaran.

B. Permasalahan
Sementara itu, ketersediaan media pembelajaran di sekolah tidak selalu relevan dengan
kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Kondisi ini terjadi pula pada mata pelajaran
bahasa Inggris di SMKN 3 Metro. Mengingat pentingnya media pembelajaran bagi peserta
didik, maka guru perlu melakukan analisis terhadap media pembelajaran yang digunakan.
Prinsip penggunaan media pembelajaran yang digagas oleh Musfiqon (2012: 116-119)
menyatakan ada tiga prinsip utama yang dapat dijadikan rujukan bagi guru dalam memilih
media pembelajaran, yaitu:

62
1. Prinsip efektifitas dan efisiensi;
Efektifitas adalah keberhasilan pembelajaran yang diukur dari tingkat ketercapaian
tujuan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Sedangkan efisiensi adalah pencapaian
tujuan pembelajaran dengan menggunakan biaya, waktu, dan sumber belajar lain yang
seminimal mungkin. Media yang telah memenuhi aspek efektifitas dan efisiensi ini tentunya
akan meningkat juga dari segi daya tarik pembelajarannya.
2. Prinsip relevansi
Relevansi terbagi menjadi 2 macam, relevansi kedalam dan relevansi keluar. Relevansi
kedalam adalah pemilihan media pembelajaran yang mempertimbangkan kesesuaian dan
sinkronisasi antara tujuan, isi, strategi dan evaluasi pembelajaran. Selain itu, relevansi ini
juga mempertimbangkan pesa, guru, siswa, dan desain media sehingga media tersebut
sesuai dengan kebutuhan guru. Relevansi keluar adalah pemilihan media yang disesuaikan
dengan kondisi perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, media pembelajaran
disesuaikan dengan masalah yang seringkali dihadapi siswa serta kecenderungan di
kalangan anak didik.

3. Prinsip produktifitas
Produktifitas dalam pembelajaran dapat dipahami sebagai pencapaian tujuan
pembelajaran secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang ada, baik sumber
daya manusia maupun sumber daya alam. Semakin produktif media yang digunakan,
semakin cepat proses pencapaian tujuan pembelajaran.
Berdasarkan evaluasi guru terhadap ketersediaan dan penggunaan media pembelajaran
yang merujuk pada prinsip-prinsip di atas, dapat diidentifikasi permasalahan terkait dengan
kondisi beberapa media pembelajaran yang ada di SMKN 3 Metro sebagai berikut:
1. belum adanya analisis kebutuhan yang lebih spesifik untuk mengkaji media
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris;
2. mayoritas media pembelajaran bukan hasil dari pengembangan guru sehingga kurang
relevan dengan karakteristik siswa SMK;
3. penggunaan bahasa Inggris dalam media pembelajaran yang tersedia kurang
komunikatif dan interaktif;

63
4. pemilihan topik materi kurang sesuai dengan karakteristik siswa;
5. kualitas fisik dan hasil cetakan yang kurang baik;
6. media pembelajaran yang tersedia belum dapat memfasilitasi guru untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik secara
optimal.

Kondisi tersebut tentu saja tidak boleh dibiarkan terus menerus, oleh karena itu
diperlukan upaya untuk mengatasinya. Dalam makalah ini, akan dilaporkan salah satu
upaya guru dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan di atas dengan cara
mengembangkan media pembelajaran berupa permainan pembelajaran “Secret Board”.
Melalui penggunaan media pembelajaran “Secret Board”, diharapkan pembelajaran menjadi
lebih efektif, efisien, dan berdaya tarik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Strategi Pemecahan Masalah


Pengembangan media pembelajaran “Secret Board” dilakukan sebagai salah satu upaya
untuk memberikan alternatif solusi bagi kurang tersedianya media pembelajaran yang
kreatif, inovatif, dan menarik. “Secret Board” merupakan suatu alat permainan
pembelajaran yang mengadopsi permainan ular tangga dan monopoli. Permainan ini
merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari permainan ”Snake and Ladder” yang
digagas oleh Trisnaningsih, (2005: 31). Snake and Ladder digambarkan sebagai permainan
serupa permainan ular tangga yang memuat kotak-kotak yang tertulis didalamnya:
tantangan, perintah maju, dan perintah mundur. Selain itu, berisi beberapa buah kotak
dengan tanda tanya dengan maksud peserta didik yang pionnya menyentuh tanda tanya
harus mengambil kartu pertanyaan tentang materi yang dipelajari dan menjawabnya.
(Trisnaningsih, 2005: 74).

Secret board merupakan bentuk penyempurnaan dari permainan Snake and Ladder.
Beberapa pertimbangan yang mendasari pengembangan media pembelajaran ini adalah:

64
1. Tantangan peserta didik, perintah maju, dan perintah mundur yang telah dituliskan
secara tegas dalam Snake and Ladder akan membuat peserta didik menjadi bosan ketika
memainkannya berulang-ulang.
2. Tantangan dan perintah yang dituliskan dalam Bahasa Inggris membuat permainan ini
terbatas hanya dapat digunakan pada pembelajaran Bahasa Inggris saja, sementara
konsep pertanyaan yang tertutup semestinya dapat diadopsi untuk digunakan pada
pembelajaran mata pelajaran lain.
3. Kualitas cetakan Snake and Ladder yang masih belum baik karena hanya dicetak dalam
kertas putih biasa.
4. Desain gambar dan warna yang kurang menarik.
Secret Board merupakan jawaban sebagai penyempurnaan dari permaianan sebelumnya
berupa papan permainan yang didesain dalam bentuk kotak-kotak persegi bergambar
berjumlah 36 buah. Kotak-kotak persegi tersebut merepresentasikan enam buah simbol
yaitu:

1. Simbol bendera di kotak pertama sebagai tempat untuk memulai permainan;


2. Simbol lampu di dalam kotak berwarna merah sebagai simbol pertanyaan. Oleh karena
itu, setiap peserta didik yang pionnya masuk ke kotak itu harus dapat menjawab
pertanyaan yang ada di dalam amplop merah dengan gambar yang sama. Pertanyaan
tersebut berbeda-beda dalam setiap amplop dan topik pertanyaannya disesuaikan
dengan materi yang sedang dibahas.
3. Simbol tangan menunjuk ke arah kiri dalam kotak berwarna kuning sebagai petunjuk
bahwa pemain harus mundur mengikuti arahan dalam amplop tersebut.
4. Simbol tangan menunjuk ke arah kanan dalam kotak berwarna biru sebagai petunjuk
bahwa pemain harus maju mengikuti arahan didalamnya.
5. Simbol tangan yang terbuka dalam kotak berwarna hijau bermakna “challenge”
sehingga pemain yang berada di kotak tersebut harus dapat melakukan tantangan yang
disyaratkan dalam amplop hijau dengan simbol yang sama sebelum melanjutkan
permainannya.
6. Simbol piala di kotak terakhir sebagai simbol pemenang dari permainan ini.

65
Ketika sebuah pion melangkah dan menempati suatu kotak, pemain tidak mengetahui
pertanyaan, tantangan, berapa langkah dan bagaimana dia harus maju atau mundur sebelum
pemain tersebut membuka kartu dan membaca petunjuk didalamnya. Oleh karena itu,
semua pertanyaan, tantangan dan perintah untuk maju atau mundur bersifat rahasia dan
inilah yang menjadi dasar disebutnya permaian ini sebagai “Secret Board” yang berarti
papan rahasia.

Komponen-komponen yang termasuk dalam “Secret Board” adalah:

1. Papan permainan “Secret Board” dicetak berwarna berukuran 33cm x 33 cm.


2. Amplop berwarna merah dengan simbol pertanyaan.
3. Amplop berwarna kuning dengan simbol tangan yang menunjuk ke arah kiri.
4. Amplop berwarna biru dengan simbol tangan yang menunjuk ke arah kanan.
5. Amplop berwarna hijau dengan simbol tangan yang terbuka sebagai simbol “challenge”
atau tantangan yang menandakan agar pemain melakukan tantangan yang diminta
dalam amplop tersebut.
6. Dadu untuk menentukan jumlah langkah setiap pion.
7. Contoh lembar-lembar pertanyaan dalam beberapa materi.
8. Contoh lembar-lembar tantangan.
9. Contoh lembar-lembar perintah mundur.
10. Contoh lembar-lembar perintah maju.
11. Lembar Instruksi guru (Teacher’s guide).
12. Kardus kemasan permainan.
Melalui pembaharuan “Secret Board” dalam hal desain, konsep, kualitas cetakan, dan
sebagainya, diharapkan pembelajaran menjadi lebih efektif, efisien, dan berdaya tarik.
Selain itu, diharapkan kemanfaatannya pun akan lebih meningkat, baik dalam pembelajaran
Bahasa Inggris mau pun direkomendasikan dalam pembelajaran lain.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

66
Alasan pemilihan “Secret Board” sebagai solusi alternatif media pembelajaran bagi
permasalahan pembelajaran yang terjadi dalam mata pelajaran Bahasa Inggris adalah
sebagai berikut:

1. “Secret Board” adalah permainan yang dapat dilakukan oleh peserta didik dari berbagai
usia baik usia sekolah dasar, sekolah menengah, mau pun pendidikan tinggi.
2. Secret Board adalah alat permainan pendidikan yang memiliki tingkat efisiensi tinggi
karena dapat dimainkan dalam materi apa pun bahkan mata pelajaran lain selain Bahasa
Inggris. Guru hanya perlu menyesuaikan isi dari pertanyaan, tantangan, perintah maju
atau mundur dengan topik materi yang dipelajari peserta didik.
3. “Secret Board” merupakan media pembelajaran yang dapat diimplementasikan guru
melalui metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik terlibat aktif dalam
pembelajarannya, mandiri, kreatif, berani mengutarakan pendapat, dan menyenangkan.
4. “Secret Board” yang dimainkan secara berkelompok oleh 4 – 5 orang ini dapat
membuat peserta didik belajar secara komunikatif dan interaktif. Hal ini sangat
bermanfaat dalam membentuk karakter bekerja sama, komunikatif, dan bersahabat bagi
peserta didik.
5. Melalui pemberian tantangan dan perintah mundur, peserta didik dilatih untuk memiliki
karakter berani, percaya diri, rasa ingin tahu, dan sportif dalam mengikuti permainan.
Begitu pun ketika dihadapkan pada pertanyaan.
6. Ketika menjadi juara, maka peserta didik memperoleh reward atau hadiah dari kerja
kerasnya melalui berbagai pertanyaan, tantangan, dan langkah-langkah baik maju atau
pun mundur. Reward tersebut bukan bersifat materi, tetapi perasaan puas dan bangga
telah dapat meraih kemenangan dari usaha yang sudah dilakukannya. Hal ini tentu
berdampak positif karena relevan dengan bidang-bidang lain dalam kehidupan nyata
bahwa mereka akan selalu dihadapkan dengan tantangan dan permasalahan dalam
kehidupan dan agar mereka tidak mudah menyerah dan selalu kompetitif untuk dapat
melewatinya dengan baik.
7. Melalui media pembelajaran “Secret Board” ini, guru dapat menyajikan pembelajaran
yang lebih variatif, kreatif, inovatif, menyenangkan dan berkualitas.

67
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Implementasi penggunaan media pembelajaran “Secret Board” dalam mata pelajaran
Bahasa Inggris salah satunya dilakukan pada materi ungkapan-ungkapan fungsional
“menyatakan pilihan, mengungkapkan harapan, dan memesan dan menerima pesanan di
restoran”. Tahapan-tahapan permainan pembelajarannya adalah sebagai berikut:

1. Guru memulai pembelajaran dengan memberi salam, menyapa peserta didik, dan
mengecek kehadiran.
2. Pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan apersepsi yaitu dengan mereviu apa yang
sudah dipelajari peserta didik pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan
pertanyaan terkait dengan materi “menyatakan pilihan, mengungkapkan harapan, dan
memesan dan menerima pesanan di restoran” lalu menuliskan beberapa kalimat
ungkapan sebagai contoh di papan tulis.
3. Guru menjelaskan permaianan “Secret Board” kepada peserta didik secara mendetil
mencakup:
a. Konsep, pengertian dan tujuan permainan.
b. Komponen-komponen yang termasuk dalam “Secret Board”.
c. Cara bermain.
d. Contoh-contoh pertanyaan, tantangan, dan perintah maju atau mundur yang ada di
dalam setiap amplop.
e. Aturan permainan.
4. Guru membagi peserta didik dalam beberapa kelompok beranggotakan 4 – 5 orang
secara acak. Pengelompokan dilakukan dengan menuliskan nama-nama grup di papan
tulis lalu memerintahkan peserta didik untuk menyebutkan nama grup tersebut secara
berurutan dan bergiliran. Setelah semua peserta didik mendapat giliran menyebutkan
satu nama grup, maka guru meminta peserta didik dengan nama grup yang sama untuk
berkumpul dan menjadi 1 kelompok yang akan mendapatkan 1 set permainan “Secret
Board” untuk dimainkan bersama-sama.

68
5. Guru mengarahkan peserta didik untuk memulai permainan dan mengikuti setiap
instruksi “rahasia” yang ada dalam setiap amplop yang mereka dapatkan secara
konsekuen. Sesekali, guru meminta peserta didik untuk menjawab pertanyaan atau
melakukan tantangan di depan kelas untuk membuat suasana pembelajaran menjadi
lebih hidup dan menarik.
6. Selama permainan berlangsung, guru berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk
memonitor apakah peserta didik dapat mengikuti permainan dengan baik, memberikan
bantuan peserta didik untuk menjawab pertanyaan dengan benar, mengoreksi ungkapan
Bahasa Inggris yang kurang tepat, dan menjawab pertanyaan peserta didik apabila
mereka menemui kesulitan.
7. Setelah waktu yang ditentukan yaitu 10 – 15 menit metode permainan “Secret Board”
diimplementasikan dalam pembelajaran, maka guru mengakhiri permainan dengan
mengumumkan pemenang yaitu peserta didik yang pertama kali menyentuh kotak
“Champion”.
8. Guru memberikan reward berupa pujian dan aplus bagi peserta didik yang mencapai
“Champion” tercepat.
9. Guru bersama-sama dengan peserta didik mereviu proses dan hasil dari permainan
“Secret Board” yang terkait dengan beberapa hal, yaitu:
a. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka peroleh dan bagaimana cara mereka
menjawabnya. Dalam hal ini guru mengaitkan dengan unsur-unsur kebahasaan
yang benar.
b. Tantangan-tantangan yang mereka lakukan dan sportifitas dalam melakukan
tantangan tersebut.
c. Perasaan dan kesan selama mereka bermain sambil belajar.
10. Guru mengakhiri pembelajaran.

C. Hasil yang Dicapai


Implementasi permainan ”Secret Board” dalam pelajaran Bahasa Inggris di kelas dinilai
telah berhasil dengan beberapa indikator pencapaian berikut ini:

69
1. Peserta didik senang, antusias, dan tertarik dalam pembelajaran. Mereka berusaha untuk
menjawab setiap pertanyaan dan melakukan tantangan serta mengikuti arahan untuk
maju atau mundur dengan baik. Hal ini terlihat secara langsung selama permainan
berlangsung mau pun melalui tulisan testimoni yang dibuat oleh peserta didik setelah
permainan (lihat lampiran).
2. Peserta didik merasa sangat antusias pula ketika akan membuka kartu-kartu yang
mereka dapatkan. Hal ini membuat pembelajaran menjadi tidak membosankan.
3. Peserta didik mendapatkan kesempatan untuk menampilkan ide dan berkreasi sesuai
dengan ide dan kemampuan mereka masing-masing.
4. Peserta didik terlatih untuk mandiri, berani, memiliki rasa ingin tahu, dan percaya diri
untuk menjawab pertanyaan dan melakukan tantangan. Hal ini berdampak positif untuk
pembentukan karakter mereka.
5. Melalui permainan yang diimplementasikan dengan belajar dalam kelompok, terjadi
interaksi peer-teaching atau proses saling membelajarkan antar peserta didik, terutama
ketika temannya kebingungan dalam menjawab pertanyaan. Begitu pun ketika
temannya malu atau takut untuk melakukan tantangan, teman sekelompoknya
memberikan dukungan untuk berani dan percaya diri. Hal ini mendukung pembentukan
karakter kerja sama, komunikatif, dan bersahabat.
6. Proses menjawab pertanyaan dalam permainan ini membuat pembelajaran menjadi
sangat kontekstual karena peserta didik akan menjawab setiap pertanyaan yang
dihubungkan dengan penegtahuan dalam kehidupan nyata mereka. Hal ini mendukung
terjadinya proses pembelajaran bermakna yang berorientasi pada aktifitas peserta didik.
7. Hasil belajar Bahasa Inggris peserta didik dalam materi yang diberikan melalui
permainan Secret Board menunjukan pencapaian hasil yang baik. Sebagai contoh,
ketika diaplikasikan di kelas XI TKK, dalam tes berbicara, pencapaian nilai rata-rata
kelas yaitu 74,4 dan tingkat ketuntasan untuk kompetensi yang dipelajari adalah 85%,
artinya masih ada 15% peserta didik yang belum dapat mencapai hasil ketuntasan
minimal yaitu nilai KKM 72.

70
8. Terbangunnya kedekatan emosional antara guru dan peserta didik serta antar peserta
didik karena adanya komunikasi dan interaksi yang sangat tinggi selama permainan.
9. Media pembelajaran permainan “Secret Board” telah mendukung misi sekolah untuk
selalu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan mengimplementasikan pembelajaran
yang berorientasi pada peserta didik.
10. Penerapan metode permainan ini juga telah secara nyata merealisasikan harapan
pemerintah yang telah mencanangkan agar guru menerapkan pendekatan saintifik dalam
pembelajarannya seperti yang tertuang dalam Permendikbud no. 65 tahun 2013 tentang
standar proses yang menyatakan bahwa guru agar dapat memperkuat pendekatan ilmiah
(scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu
mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning) dan mendorong kemampuan peserta didik untuk belajar
secara kontekstual, baik individual maupun kelompok (Tim Pengembang Kurikulum
2013, 2014: 45).
D. Kendala-Kendala yang Dihadapi
Pada saat mengimplementasikan permainan “Secret Board” di kelas, terdapat beberapa
kendala diantaranya:

1. Guru tidak bisa memantau proses penggunaan Bahasa Inggris secara keseluruhan
karena guru selalu berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain.
2. Permaian ini kurang efektif untuk pembelajaran keterampilan “writing” karena
pertanyaan yang diberikan mensyaratkan peserta didik untuk menjawab secara langsung
atau lisan.
3. Pembelajaran menggunakan permainan “Secret Board” memerlukan waktu yang lebih
panjang daripada latihan pengerjaan soal atau latihan tertulis lainnya yang
konvensional.
4. Implementasi permainan ini memerlukan persiapan yang sangat matang dan lama yang
harus dilakukan oleh guru untuk menyiapkan seluruh komponen permainan.

71
5. Proses pembuatan “Secret Board” yang diimplementasikan dalam metode permainan
ini memerlukan biaya yang lebih banyak daripada pembelajaran dengan metode
konvensional.
E. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor yang mendukung terlaksananya implementasi media pembelajaran permainan
pembelajaran “Secret Board” adalah:

1. Potensi yang dimiliki peserta didik dalam hal pengetahuan awal tentang cara bermain
yang memadai.
2. Karakteristik peserta didik yang terbuka terhadap inovasi pembelajaran. Dengan
penerimaan mereka terhadap media pembelajaran permainan ini, maka implementasi
pembelajaran Bahasa Inggris menggunakan media pembelajaran “Secret Board” dapat
berjalan dengan baik.
3. Karakteristik peserta didik sebagai pebelajar mandiri yang memungkinkan mereka
untuk belajar mandiri dan saling membelajarkan dalam kelompok.
4. Fasilitas, sarana, dan prasarana pendukung yang tersedia baik yang dimiliki oleh guru
seperti komputer dan alat cetak.
5. Kreatifitas guru dalam mendesain dan mengembangkan “Secret Board”.
6. Motivasi dan rasa ingin tahu peserta didik yang tinggi dalam mengikuti permainan
“Secret Board” ini.
F. Alternatif Pengembangan
Permainan “Secret Board” dapat dikembangkan dengan beberapa alternatif berikut:

1. Pemilihan topik pembelajaran yang berbeda-beda dengan mengganti pertanyaan sesuai


dengan topik yang sedang dibahas tersebut.
2. Penggantian tantangan, perintah maju, dan perintah mundur yang lebih variatif
sehingga walau pun permainan ini diulang-ulang, peserta didik tidak akan merasa
bosan karena “rahasia”nya selalu berubah-ubah.

72
3. Tahapan fasilitasi dan monitoring guru pada saat permainan berlangsung agar dapat
lebih dioptimalkan sehingga seluruh peserta didik dapat terpantau kemajuan
pembelajarannya.
4. Pengembangan permainan ini dalam mata pelajaran lain selain Bahasa Inggris dengan
pola dan cara permainan yang sama.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam implementasi “Secreat Board” sebagai media
pembelajaran berupa alat permainan pendidikan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:

1. “Secret Board” merupakan solusi alternatif media pembelajaran bagi guru untuk dapat
menerapkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik melalui metode
permainan.
2. Permainan “Secret Board” efektif dalam meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa
Inggris peserta didik.
3. Permainan “Secret Board” telah berhasil meningkatkan aktifitas peserta didik dengan
terlibat secara aktif selama permainan berlangsung.
4. Permainan “Secret Board” telah mendukung pendidikan karakter terutama dalam
melatih karakter mandiri, kerja sama, rasa ingin tahu, komunikatif, dan bersahabat.
5. Peranan guru sebagai fasilitator telah cukup optimal sehingga pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan pendekatan saintifk yang berbasis pada aktifitas peserta didik.

B. Rekomendasi
1. Permainan “Secret Board” dapat direkomendasikan dalam pembelajaran Bahasa
Inggris untuk berbagai topik materi pembahasan dan untuk semua usia pebelajar,
khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

73
2. Proses implementasi permainan “Secret Board” agar dapat dilaksanakan melalui
tahapan penelitian yang sistematis, sehingga proses dan hasilnya dapat dianalisis secara
ilmiah.
3. Implementasi permainan ini agar dilakukan pada peserta didik dengan karakteristik
yang berbeda dan mata pelajaran yang berbeda sehingga aplikasinya dapat lebih
optimal dan kemanfaatannya dapat lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. PT. Prestasi


Pustakarya. Jakarta.

Tim Pengembang Kurikulum 2013. 2014. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum


2013. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Trisnaningsih, 2015. Penggunaan “Worksheets” untuk Peningkatan Keterampilan


Berbicara Bahasa Inggris Siswa Kelas X SMKN 3 Metro. Laporan Hasil Penelitian. SMKN
3 Metro. Lampung.

PENINGKATAN SIKAP DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI


PENGGUNAAN ALAT PERAGA TRIGONOPOLI DI KELAS XI ATPH1 SMKN 1
LEBONG TENGAH

Elfi Herawati Sitompul


SMK Negeri 1 Lebong Tengah

74
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan sekolah dalam melaksanakan misinya sebagai institusi
yang menyiapkan tamatan yang profesional dan berkualitas yang mampu mengisi
kebutuhan pembangunan pada masa kini dan masa yang akan datang adalah terlaksananya
kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan efektif dan efisien. Sekolah menengah atas
(SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) memiliki tujuan pendidikan yang sama
yaitu meningkatkan kecerdasan pengetahuan, kepribadian dan akhlak mulia. Hanya saja
pada tingkat SMK ada tujuan yang berbeda dengan tingkat SMA yaitu meningkatkan
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai di sekolah
dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis,
kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif.
Selama ini, proses pembelajaran yang berlangsung di kelas XI Agribisnis Pertanian dan
Hortikultura (XI ATPH1) masih sedikit sekali yang memperoleh hasil belajar yang
memenuhi kriteria ketuntasan minimal khususnya pada materi trigonometri yaitu 52,95.
Selain itu munculnya anggapan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang
sulit dan membosankan diyakini karena beberapa faktor, diantaranya adalah sistem
pembelajaran, media dan cara penyampaian yang dilakukan oleh guru monoton,
membosankan, tidak melibatkan para peserta didiknya dan didominasi oleh guru yakni guru
menjadi satu-satunya sumber pengetahuan.
Aspek kompetensi yang ingin dicapai pelajaran matematika menekankan penguasaan
konsep dan algoritma disamping kemampuan memecahkan masalah. Di samping itu
matematika juga bersifat hierarkis yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk

75
mempelajari materi berikutnya. Untuk mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada:
(1) materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik matematika
berdasarkan sub topik tertentu, (2) seorang peserta didik dapat memahami suatu topik
matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau prasyaratnya, (3) perbedaan
kemampuan antar peserta didik dalam mempelajari atau memahami suatu topik matematika
dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan penguasaan subtopik
prasyaratnya, (4) penguasaan baru oleh seorang peserta didik tergantung pada penguasaan
topik sebelumnya (Zamroni, 2003: 2).
Kondisi pengajaran matematika sendiri saat ini masih menunjukkan adanya peluang
yang luas bagi diadakannya upaya perbaikan-perbaikan hal ini mengingat perkembangan
pendidikan matematika yang sangat pesat. Di sisi lain, kritik dan sorotan masih sering
dikemukakan, terutama masih rendahnya nilai mata pelajaran matematika peserta didik
dibanding mata pelajaran lain (Purnomo, 2008: 2).
B. Permasalahan
Permasalahan peserta didik SMK Negeri 1 Lebong Tengah dalam pembelajaran
matematika antara lain rendahnya tingkat partisipasi peserta didik dalam proses belajar
pembelajaran baik secara intelektual maupun emosional. Seringkali guru cuek terhadap
ketertiban kelas dan terus mengajar tanpa menghiraukan kondisi peserta didik di kelas.
Bahkan ada guru yang terlalu tegas dalam mengawasi belajar peserta didik sehingga peserta
didik takut untuk mengutarakan pendapatnya dalam proses belajar. Salah satu konsep
matematika yang dipelajari di SMK adalah konsep tentang “Trigonometri”. Konsep ini
diberikan kepada peserta didik kelas XI semester satu, sehingga guru diharapkan dapat
menyampaikan konsep ini semenarik mungkin untuk menciptakan persepsi kepada peserta
didik bahwa pelajaran trigonometri juga dapat dipelajari dengan cara yang menyenangkan
dan tidak membosankan.
Dalam menyampaikan konsep tentang trigonometri, masalah yang sering timbul adalah:
1. Ketika akan menjelaskan tentang bagaimana perbandingan trigonometri sudut-sudut
istimewa. Guru sangat jarang sekali menggunakan alat peraga untuk menyampaikan konsep
ini, sehingga berpengaruh pada tingkat pemahaman peserta didik.

76
2. Ketika akan menjelaskan tentang konsep perbandingan trigonometri sudut-sudut berelasi,
koordinat kutub dan aturan sinus dan cosinus. Konsep ini sangat sulit dipahami oleh peserta
didik, sementara guru tidak pernah menggunakan alat peraga atau media lainnya, sehingga
banyak peserta didik yang mengalami kesulitan untuk memahami konsep ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru-guru matematika yang tergabung dalam MGMP
dan pengamatan penulis sebagai guru matematika di SMKN 1 Lebong Tengah,
permasalahan yang dapat dituliskan adalah pokok bahasan trigonometri sangat sulit
dijelaskan kepada peserta didik, sementara alat peraga untuk menjadikan pokok bahasan
tersebut menjadi lebih konkrit belum tersedia. Selain itu kondisi peserta didik di SMK
Negeri 1 Lebong Tengah secara umum yaitu: motivasi belajar peserta didik sangat rendah;
daya tangkap peserta didik terhadap materi pembelajaran eksakta termasuk matematika
sangat kurang; Sarana dan prasarana pendukung untuk pembelajaran matematika seperti alat
pembelajaran trigonometri serta minat peserta didik terhadap pelajaran matematika sangat
kurang.
C. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pemecahan masalah materi trigonometri yaitu menggunakan alat peraga
“Trigonopoli”. Teknik pembelajaran yang dilakukan melalui langkah: 1) guru dan peserta
didik merencanakan pembelajaran secara bersama-sama: a) membentuk kelompok belajar,
b) menentukan kompetensi dan tema pembelajaran, c) Menyusun RPP, d) menyiapkan
bahan ajar, e) mempersiapkan format lembar observasi; f) mempersiapkan kuisioner dan
perangkat tes yang diperlukan untuk pengumpulan data; g) merancang penugasan dan
evaluasi pembelajaran; 2) guru dan peserta didik melakukan pembelajaran: a) pembukaan:
salam, apersepsi, menyatukan visi dan kegiatan dengan peserta didik sesuai perjanjian,
membangkitkan motivasi; b) inti: guru memberikan alat peraga Trigonopoli yang
dimainkan masing-masing kelompok, guru dan peserta didik bekerjasama untuk kegiatan
belajar. Permainan Trigonopoli dimulai dengan melempar dadu, kelompok yang bermain
akan menjalankan permainan sesuai dengan angka dadu; c) penutup: guru menyimpulkan
materi yang diajarkan dan guru memberikan pekerjaan rumah (PR) dan soal postes.

77
PEMBAHASAN
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan, pencapaian yang diperoleh peserta didik kelas XI SMK
Negeri 1 Lebong Tengah tahun ajaran 2015/2016 pada pokok bahasan “Trigonometri”
masih jauh dari yang diharapkan dengan rata-rata 52,95 (Lampiran 3). Materi trigonometri
tidak lepas dari sudut-sudut kuadran I, II, III dan IV untuk menyelesaikan masalah
koordinat cartesius dan kutub, menerapkan aturan sinus dan cosinus dan menerapkan rumus
trigonometri jumlah dan selisih dua sudut. Oleh karena itu alat peraga yang digunakan pada
materi trigonometri adalah Trigonopoli. Trigonopoli merupakan alat sederhana yang bisa
membantu peserta didik untuk membedakan tanda positif dan negatif pada kuadran I, II, III
dan IV, dan memudahkan peserta didik mengetahui nilai sin, cos dan tan pada kuadran I, II,
III dan IV serta peserta didik memahami sudut-sudut berelasi. Adapun gambar Trigonopoli
adalah sebagai berikut:

B. Hasil atau Dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih


Hasil pengamatan yang diperoleh pada kelas XI ATPH1 menunjukkan bahwa peserta
didik tersebut berminat untuk belajar matematika. Minat ialah suatu pemusatan perhatian
yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari
bakat dan lingkungan. Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang
dipelajari dapat dipahami, sehingga peserta didik dapat melakukan sesuatu sebelumnya

78
tidak dapat dilakukan. Selain minat peserta didik, sikap peserta didik perlu diketahui karena
perubahan kelakuan meliputi seluruh pribadi peserta didik, baik kognitif, psikomotor
maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran dapat dilakukan
dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami apa yang ada di lingkungan
secara berkelompok. Minat peserta didik ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Adapun hasil indikator sikap peserta didik pada saat menerima pelajaran matematika
dengan alat peraga Trigonopoli pada materi trigonometri di kelas XI ATPH1 dapat diperoleh
nilai tertinggi terdapat pada indikator sikap peserta didik dalam ketekunan belajar yaitu
87% kemudian nilai tanggung jawab peserta didik dan ramah dengan teman sebesar 86%,
nilai 85% terdapat pada indikator sikap kerajinan peserta didik, kedisiplinan peserta didik,
hormat pada guru, dan kejujuran peserta didik. Sedangkan nilai 83% terdapat pada
kerjasama peserta didik dan nilai terendah 80% terdapat pada tenggang rasa peserta didik.
Minat ini juga dapat dilihat dari respon peserta didik saat menerima pelajaran sebagai
berikut:

Pembelajaran merupakan inti dari kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Tugas dan


peran guru adalah menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan

79
mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan peserta didik.
Proses pembelajaran matematika dengan alat peraga Trigonopoli pada peserta didik kelas
XI ATPH1 sangat positif yaitu 90,42 % pada pengamatan 2 dan hasil ini tidak jauh berbeda
pada pengamatan 1 sangat positif yaitu 88,3 %. Dengan demikian, baik pada pengamatan 1
maupun pengamatan 2, skor respon peserta didik telah memenuhi kriteria keberhasilan
tindakan. Hal ini disebabkan karena peserta didik merasakan nuansa belajar sambil bermain
sehingga proses pembelajaran yang berlangsung tidak membosankan dan menjenuhkan.
Hasil belajar trigonometri sebelum menggunakan alat peraga Trigonopoli dan saat
belajar dengan menggunakan alat peraga Trigonopoli dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Dari grafik diatas proses pembelajaran trigonometri sebelum menggunakan alat peraga
Trigonopoli diperoleh nilai PR, postes dan nilai ulangan rendah dan belum memenuhi
KKM, sedangkan hasil belajar materi trigonometri dengan menggunakan alat Trigonopoli
mulai dari PR, postes dan ulangan pada pengamatan 1 dan 2 sudah memenuhi KKM dan
ketuntasan belajar klasikal (Lampiran 3).

80
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa jumlah peserta didik yang mengalami
ketuntasan belajar pada pengamatan yaitu 20 orang (83,4%) dan nilai rata-rata peserta didik
78,43. Pada pengamatan 2, dilakukan beberapa perbaikan, yaitu: pada saat proses belajar
menggunakan Trigonopoli, peserta didik akan menyelesaikan soal yang ada pada kartu
kesempatan. Pada saat peserta didik mengerjakan soal guru berkeliling melihat kondisi
peserta didik, jika ada peserta didik yang kesulitan dalam menyelesaikan soal maka guru
akan membantu menjelaskan kepada peserta didik tersebut. Hasil kerja kelompok akan
dipresentasikan di depan kelas, kelompok lain bisa membantu dan mengoreksi jika ada
jawaban yang belum sesuai. Pada pengamatan 2, jumlah peserta didik yang mengalami
ketuntasan belajar apabila dibandingkan dengan pengamatan 1 mengalami peningkatan
yang signifikan, dimana pada pengamatan 2 peserta didik yang mengalami ketuntasan
belajar berjumlah 22 orang (91,6%) dan nilai rata-rata peserta didik 82,81 Hasil ini telah
memenuhi standar minimal untuk kelas dianggap tuntas secara klasikal.
Dari uraian di atas, pembelajaran matematika khususnya pada materi Trigonometri
dengan menggunakan ”Alat peraga Trigonopoli” banyak memberikan manfaat bagi peserta
didik, di antaranya sebagai berikut:
 Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian peserta didik. Mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik mencapai taraf ketuntasan belajar secara
klasikal.
 Membuat peserta didik lebih termotivasi dan aktif, dinamis serta suasana belajar
berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.
 Peserta didik dapat mengetahui sudut-sudut yang berelasi dan dapat menentukan sudut
kuadran mana yang bernilai positif dan negatif, sehingga secara psikologis ini akan
berpengaruh positif bagi peserta didik, dimana akan lebih mudah bagi peserta didik
dalam memahami materi trigonometri.

81
 Dengan sistem melempar dadu dan memainkan anak dadu sesuai jumlah angka dadu
yang diperoleh akan membuat peserta didik mengalami situasi belajar sambil bermain,
sehingga tidak menimbulkan rasa bosan serta lebih meningkatkan aktivitas belajar
peserta didik.
 Memberi pengaruh positif secara psikologi pada peserta didik karena bahan yang
digunakan dalam pembuatan media sudah tidak asing lagi.
 Mudah menggunakan dan memperbanyak alat sesuai dengan kebutuhan dan jumlah
peserta didik karena harganya yang sangat terjangkau.
 Penggunaan “Alat peraga Trigonopoli” dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja
sama di antara peserta didik serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan.
C. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang dipilih
Peserta didik kelas XI ATPH 1 masih kesulitan dalam menukar uang dengan nilai-nilai
sudut trigonometri. Seperti pada tabel uang Trigonopoli di bawah ini:

Apabila kelompok yang main ingin membeli sin (hotel), cos (rumah) dan tan (tanah),
maka kelompok tersebut akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.
D. Faktor-faktor Pendukung
Guru hendaknya dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang
menguntungkan bagi peserta didik supaya tumbuh iklim pembelajaran yang aktif, kreatif,
inovatif, efektif dan menyenangkan. Agar evaluasi hasil belajar peserta didik mencapai
tujuan, maka peran guru harus mengetahui masalah belajar peserta didik karena masalah
belajar adalah masalahnya setiap orang. Seorang guru pada saat mengajar akan menerapkan
berbagai teknik-teknik pengelolaan kelas dengan tujuan agar peserta didik dapat menerima

82
pelajaran dengan baik. Kebanyakan teknik-teknik ini akan efektif pada suatu situasi namun
tidak pada situasi yang lain, efektif untuk sejumlah peserta didik tetapi tidak untuk peserta
didik yang lain dan efektif untuk beberapa guru namun tidak efektif untuk guru yang lain
karena setiap teknik didasarkan secara mutlak atau pada sejumlah sistem yang dipercaya
mengenai bagaimana manusia berperilaku dan mengapa guru kelas harus menemukan
bentuk asli dari manajemen kelas yang sesuai dengan keyakinannya dan menggunakannya
pada keadaan yang cocok (Levin dan Nolan, 2000: 73).
Metode, media dan strategi pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran di kelas tersebut harus disusun dan direncanakan sedemikian rupa agar
peserta didik tetap dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan lancer. Oleh karena itu
diperlukan kreasi dan inovasi dari guru untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran
dengan menggunakan bantuan media, termasuk diantaranya adalah alat peraga. Karena
keterbatasan dan kondisi yang ada, maka penulis kemudian mencoba membuat alat peraga
matematika dengan menggunkan bahan dasar karton atau kayu dan kertas yang diharapkan
dapat digunakan sebagai alat peraga dalam proses pembelajaran matematika dengan
harapan materi matematika yang semula sangat abstrak bias menjadi lebih konkrit dan
pembelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.
Menurut Firdaus (2009: 15), menjelaskan bahwa alat peraga adalah alat bantu
pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang
mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari perbuatan abstrak sampai
pada benda yang sangat konkret. Jadi alat peraga adalah sesuatu alat yang digunakan dalam
pembelajaran dan dapat berupa perbuatan atau benda yang mudah memberikan pengertian
pada anak didik. Dari alam sekitar dapat diperoleh benda-benda yang dapat dimanfatkan
sebagai alat peraga.
Sedangkan menurut Widyantini (2010: 5), alat peraga adalah seperangkat benda konkret
yang dirancang, dibuat atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu
menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam ilmu
pengetahuan. Pada kegiatan belajar mengajar, tidak setiap pembelajaran dalam setiap situasi

83
memerlukan penggunaan alat peraga berupa benda konkrit. Demikian juga penggunaan alat
peraga tidak selalu diperlukan alat-alat yang seragam.
E. Alternatif Pengembangan
Menurut Sardiman (2009:17), secara umum media pembelajaran mempunyai
kegunaan-kegunaan sebagai berikut: memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalitas; mengatasi keterbatasan ruang dan daya indra, misalnya objek yang terlalu besar,
objek yang terlalu kecil, gerak yang selalu lambat atau cepat, kejadian atau peristiwa yang
terjadi pada masa lalu, objek yang terlalu komplkes, dan konsep yang terlalu luas, yang
terlalu besar, bisa diganti dengan realita, gambar, film bingkai, film atau model;
penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif
anak didik. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu:
berpusat pada peserta didik; mengembangkan keingintahuan dan imajinasi; memiliki
semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang
menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar.
Kaitannya alat peraga dengan hasil belajar peserta didik dikarenakan motivasi yaitu
sebagai daya penggerak atau pendorong dalam diri peserta didik yang menimbulkan dan
memberikan arah dalam kegiatan belajar sehingga peserta didik bersemangat untuk belajar
secara aktif. Dengan motivasi yang tinggi, peserta didik akan mempunyai energi yang
besar sehingga dapat melakukan kegiatan belajar dengan frekuensi yang lebih banyak,
maka tingkat pengusaan materinya akan lebih baik. Sebaliknya rendahnya motivasi peserta
didik akan mengurangi semangat dalam belajar sehingga waktu yang digunakan tidak
optimal dan tidak mempunyai tujuan yang pasti maka tingkat penguasaan materinya akan
rendah. Dengan demikian alat peraga yang digunakan guru dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik yang pada akhirnya
juga berpengaruh pada hasil belajar peserta didik.
Dengan alat peranga menjadikan peserta didik lebih tertarik dan aktif mengikuti
kegiatan pembelajaran; meningkatkan pemahaman/penguasaan materi dan kemampuan

84
berfikir ilmiah peserta didik; memotivasi peserta didik agar dapat menerapkan konsep dan
memotivasi peserta didik agar dapat merancang sejumlah model alternatif.
Kegiatan pembuatan model sebagai alat peraga dalam proses belajar mengajar memiliki
fungsi untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan peserta didik memecahkan
masalah yang diawali dengan kemampuan mengenali masalah dan berlanjut dengan
kemampuan bersifat alternatif, menerapkan konsep, merancang model, membuat model,
menguji model dan merencanakan model; mengembangkan kemampuan peserta didik
berfikir dan bertindak kreatif; meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan sifat ingin
tahu; memperjelas informasi dalam proses belajar mengajar.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL


A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Alat peraga Trigonopoli dapat meningkatkan minat belajar yang dapat dilihat dari
penilaian sikap yaitu ketekunan belajar yaitu 87% kemudian nilai tanggung jawab peserta
didik dan ramah dengan teman sebesar 86%, nilai 85% terdapat pada indikator sikap
kerajinan peserta didik, kedisiplinan peserta didik, hormat pada guru, dan kejujuran peserta
didik. Adapaun aktivitas belajar peserta didik pada siklus I dan siklus II terdapat respon
peserta didik terhadap pembelajaran sangat positif, yaitu 88,3 % dan 90,42%.
2. Alat peraga Trigonopoli (Matematika Monopoli) dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik. Hal ini bisa dilhat dari hasil nilai PR, postes dan ulangan yang diperoleh
peserta didik, yaitu dimana nilai rata-ratanya untuk siklus pertama yaitu 78,43 dengan
ketuntasan belajar secara klasikalnya 83,43 %, sedangkan untuk siklus kedua nilai rata-
ratanya yaitu 82,81 dengan ketuntasan belajar secara klasikalnya 91,6%.
B. Rekomendasi operasional untuk implemenatsi temuan

1. Bagi guru matematika, bisa menggunakan alat peraga Trigonopoli sebagai alternatif
alat peraga yang mudah, murah, menarik dan kreatif serta inovatif yang bisa dipakai

85
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas khususnya untuk pembelajaran pada pokok
bahasan trionometri.
2. Bagi pihak sekolah, untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi guru untuk
mengembangkan diri khususnya dalam hal penulisan karya ilmiah sehingga akan
memperkaya keilmuan di negara kita.
3. Bagi pemerintah dalam hal ini, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk
memberikan apresiasi terhadap penemuan-penemuan yang diperuntukkan untuk
mempermudah peserta didik memahami materi yang diajarkan serta mengadakan lomba
karya ilmiah guna memberikan stimulus bagi guru lain untuk mengadakan penelitian
dan menulis sebuah karya ilmiah.
4. Bagi peneliti yang lain, bisa mengembangkan media matematika kreatif ini menjadi alat
peraga yang lebih sempurna dan bisa menemukan media dan alat peraga pembelajaran
lainnya sehingga akan memudahkan guru menyampaikan materi dan menjadikan
peserta didik menyenangi pelajaran yang pada akhirnya tujuan pembelajaran bisa
tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus. 2009. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Peserta didik Melalui
Penerapan Model Pembelajaran ARIAS Pada Materi Bentuk Pangkat, Sksr, dan Logaritma
Di Kelas X SMAN 4 Bengkulu. Skripsi. Universitas Bengkulu.

Levin, James dan F. Nolan. James. 2000. Principles of Classroom Management. A


Professional Decision Making Model. USA. A Pearson Education Company.

Purnomo, S. 2008. Pengembangan Instrumen Penskoran Pemecahan Masalah


Matematika Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP).
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-matematika/pengembangan-instrumen-
penskoran-pemecahan-masalah-matematika-peserta didik-sekolah-menengah-pert.

Sardiman, Arif. S. Dkk. 2009. Media Pendidikan. Jakarta. Rajawali Pers

Widyantini. 2010. Pemanfaatan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika


SMP. Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional

86
Zamroni. 2003. Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Matematika.
Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan
Umum.

PROBLEM SOLVING SEBAGAI INOVASI DALAM PEMBELAJARAN


MATEMATIKA

Yanuarius Seran Fahik


SMK Katolik St. Pius X Insana

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan sangat bermanfaat dalam segala
bentuk peradaban dan kegiatan manusia. Karena dengan pendidikan, akan tercipta manusia
yang berbudi pekerti, memiliki keterampilan dan juga rasa tanggung jawab terhadap
lingkungan sekitarnya termasuk terhadap Bangsa dan Negara. Seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Bagian
dari tujuan pendidikan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia yang
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan
pembangunan nasional.
Oleh karenanya, yang menjadi syarat utamanya adalah peningkatan kualitas sumber daya
manusianya yang harus benar-benar diperhatikan serta dirancang sedemikian rupa yang
diimbangi dengan lajunya perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
selaras dengan tujuan pembangunan nasional yang ingin dicapai. Dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, keberhasilan pembelajaran tidak hanya
ditentukan oleh guru. Peran siswa merupakan hal yang sangat vital dalam mencapai tujuan

87
pembelajaran. Siswa sangat diharapkan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut
Sofan Amri (2013: 254), “Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan
menyenangkan”. Disamping itu, berhasil atau tidaknya juga sangat tergantung bagaimana
seorang guru dapat mengelola kelas supaya tercipta suasana pembelajaran yang aktif. Oleh
karena itu, pendidikan tidak hanya mementingkan hasil tetapi juga proses dalam
pendidikan. Hal ini sejalan dengan lampiran Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang
Standar Proses, yaitu proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Pada kenyataannya masih banyak guru yang tidak memperhatikan proses
pembelajaran yang sesuai dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013. Berdasarkan
pengamatan banyak guru yang menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran
konvensional yaitu guru menjelaskan, guru memberikan contoh, guru memberikan soal
latihan dan guru memberikan tugas. Pola pembelajaran yang seperti ini akan mengurangi
kebermaknaan dan pengalaman yang diperoleh siswa. Hal di atas terindikasi juga dalam
proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh kebanyakan guru. Guru matematika
menjelaskan, memberi contoh, memberi latiahan dan tugas. Pembelajaran matematika yang
kurang memperhatikan proses akan membuat siswa kurang termotivasi rasa ingin tahunya
dalam belajar matematika. Hal ini disebabkan proses pembelajaran hanya berpusat pada
guru yaitu guru hanya menjelaskan. Siswa hanya duduk pasif mendengarkan dan
mengerjakan soal-soal yang di berikan guru. Sehingga guru kurang dapat memahami
bagaimana perkembangan perilaku siswa-siswanya.
Dengan demikian perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran untuk mengatasi
masalah-masalah di atas. Penggunaan model pembelajaran problem solving diharapkan
dapat meningkatkan peran aktif dari semua siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dalam
pembelajaran matematika.
B. Permasalahan

88
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya terdapat masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran matematika di SMK Katolik St. Pius X Insana yaitu
rendahnya nilai siswa, keaktifan siswa di dalam pembelajaran matematika sangat rendah,
anak pasif dan tidak mau bertanya apabila menemui kesulitan belajar matematika,
kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika. Dengan demikian pembelajaran
akan menjadi tidak efektif tetapi membosankan siswa serta keaktifan siswa dalam proses
belajar mengajar pun akan sangat minim, sehingga berpengaruh terhadap kualitas proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa terutama dalam menghadapi ujian nasional.
C. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi yang diupayakan untuk memecahkan permasalahan dalam pembelajaran
matematika, diperlukan paradigma baru oleh seorang guru dalam proses pembelajaran dari
yang semula pembelajaran berpusat pada guru menuju pembelajaran yang inovatif dan
berpusat pada siswa. Guru memfasilitasi siswa untuk belajar sehingga mereka lebih leluasa
untuk belajar. Sebagai seorang guru yang setiap hari berinteraksi dengan siswa dapat
melakukan inovasi dalam pembelajaran. Guru memiliki kemauan dalam menggali metode
dalam pembelajaran akan menciptakan model-model baru sehingga siswa tidak mengalami
kebosanan serta dapat menggali pengetahuan dan pengalaman secara maksimal.
Model problem solving adalah salah satu model mengajar yang yang digunakan oleh
guru dalam kegiatan proses pembelajaran. Model ini dapat menstimulasi peserta didik
dalam berpikir yang dimulai dari mencari data sampai merumuskan kesimpulan sehingga
peserta didik dapat mengambil makna dari kegiatan pembelajaran.
Kegiatan Pembelajaran pendekatan problem solving dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu:
tahap memahami masalah, tahap merencanakan penyelesaian masalah, tahap menyelesaikan
masalah, dan tahap pengecekan kembali atas apa yang dilakukan.
1. Tahap memahami masalah, merupakan fase dimana siswa meninjau masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang, dari soal materi pelajaran.

2. Tahap merencanakan penyelesaian masalah, merupakan tahap siswa berfikir


menyusun rencana menyelesaikan masalah, fase ini sangat tergantung pada pengalaman

89
siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana tersebut, dan mampu merumuskan berbagai
kemungkinan penyelesaian masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

3. Tahap menyelesaikan masalah, merupakan kemampuan siswa dalam kecakapan


memilih alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan, dan dapat memperhitungkan
kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya.

4. Tahap pengecekan kembali atas apa yang dilakukan, yaitu aktivitas siswa dengan
tingkat kesulitan soal dalam penyelesaian masalah disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa. Guru membantu siswa melakukan penilaian terhadap solusi yang
didapat mulai dari fase pertama hingga fase ketiga. Proses fase awal sampai terakhir
dalam penyelesaian masalah yaitu hal yang dapat membantu siswa memahami pelajaran
secara efektif dan efisien dalam proses belajarnya.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE


A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Suharjo (2006:33) mengemukakan bahwa pembelajaran yang berkualitas dapat
dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran yang menantang dan menstimulasi
siswa untuk belajar. Dengan pendekatan problem solving dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan imajinasi dan kreatifitasnya yang dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa. Problem solving adalah suatu model pembelajaran yang
melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti
dengan penguatan keterampilan (Pepkin, 2004 dalam Aris Shoimin, 2014:135). Dalam hal
ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin dan belum dikenal cara
penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian
(menemukan pola, aturan).
Menurut As’ari dalam Aris Shoimin (2014:135) pembelajaran yang mampu melatih
siswa berpikir tinggi adalah pembelajaran berbasis pemecahan masalah. Ditambahkan pula
bahwa suatu soal dapat dipakai sebagai sarana dalam pembelajaran berbasis pemecahan
masalah, jika dipenuhi 4 syarat: 1) siswa belum tahu cara penyelesaian soal tersebut; 2)
materi prasyarat sudah diperoleh siswa; 3) penyelesaian soal terjangkau oleh siswa; dan 4)

90
siswa berkehendak untuk memecahkan soal tersebut. Model problem solving ini merupakan
model yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, juga dapat menantang kemampuan
siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. Dengan
model problem solving, siswa dapat mentransfer pengetahuan yang dimiliki dan mampu
memahami masalah dalam kehidupan nyata. Selain itu, dapat membuktikan kepada siswa
bahwa mata pelajaran matematika pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang
harus dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku
saja. Model problem solving ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata sehingga dapat
mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah terjadinya
perubahan yang positif pada diri peserta didik. Perubahan tersebut mencakup perubahan
aspek pengetahuannya (kognitif), aspek sikap (afektif), dan aspek keterampilannya
(psikomotorik). Pada proses pembelajaran matematika di kelas ditemukan berbagai
permasalahan diantaranya rendahnya keaktifan siswa, dalam pembelajaran siswa merasa
bosan, minat untuk menyelesaiakan soal-soal yang diberikan juga rendah, dan prestasi siswa
rendah. Permasalahan ini menjadi penghambat dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan penulis selama proses pembelajaran dan
pengalaman penulis dalam pembimbingan siswa untuk menghadapi ujian nasional pada
tahun-tahun sebelumnya, banyak permasalahan-permasalahan seperti di atas muncul pada
proses pembelajaran. Untuk itu, berangkat dari pengalaman-pengalaman yang penulis alami
maka mulai tahun pelajaran 2012/2013 penulis berusaha untuk membuat inovasi dalam
proses pembelajaran matematika dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Melakukan analisis terhadap soal-soal ujian nasional selama 3 (tiga) tahun terakhir
untuk mengetahui soal yang sering muncul.
b. Melakukan analisis untuk mengetahui kemampuan yang diuji pada setiap butir soal
ujian nasional.

91
c. Membuat agenda kemajuan belajar siswa.
d. Dengan berpedoman pada SKL, penulis berusaha untuk merangkum semua soal ujian
nasional dari tahun ke tahun yang diurutkan berdasarkan kompetensi yang diuji.
e. Merencanakan program try out secara berulang-ulang untuk dapat mengukur
kemampuan siswa dalam penguasaan materi yang diajarkan.
f. Melakukan analisis hasil ujian secara terus-menerus bersama-sama dengan siswa
sehingga setiap siswa dapat mengetahui kemampuannya masing-masing.
Untuk dapat memecahkan masalah-masalah dalam pembelajaran matematika, siswa
memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya
dengan masalah tersebut. Pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan itu harus
diramuh dan diolah secara kreatif dengan menerapkan model pembelajaran problem solving
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Masalah sudah ada dan materi diberikan.
b. Siswa diberi masalah sebagai pemecahan/diskusi, kerja kelompok.
c. Masalah tidak dicari karena sudah ada dalam kehidupan sehari-hari.
d. Siswa ditugaskan mengevaluasi.
e. Siswa memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai hasil akhir.
f. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai
pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai kesimpulan.
C. Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai dari inovasi dalam pembelajaran matematika dengan model
problem solving ini terlihat dari hasil ujian nasional beberapa tahun terakhir yang diasuh
oleh penulis yang dapat digambarkan sebagai berikut:

92
Dari hasil kelulusan ujian nasional tersebut dapat memberikan satu tantangan tersendiri bagi
penulis bagaimana merancang pola pembelajaran yang efektif dan kreatif sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa itu sendiri. Dalam proses pembelajaran penulis berusaha
untuk menerapkan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan minat dan
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Hasil yang dicapai dari inovasi model
pembelajaran problem solving ini dapat memberikan dampak yang positif. Hasil kelulusan
ujian nasional 3 (tiga) tahun terakhir seperti yang terlihat pada grafik di atas dapat
disimpulkan bahwa prestasi siswa meningkat walaupun nilai rata-rata masih belum
memuaskan tetapi sedikit memberi gambaran bahwa ada kemajuan terhadap siswa terkait
pembelajaran. Disamping itu pula dari hasil perengkingan untuk tingkat Kabupaten Timor

93
Tengah Utara untuk tahun 2017 sekolah tempat penulis mengabdi meraih peringkat I
(Pertama) nilai tertinggi. Untuk perengkingan siswa, terdapat 1 orang siswa yang meraih
peringkat I mata pelajaran matematika tingkat SMK Kabupaten Timor Tengah Utara. Hasil
di atas memberikan gambaran tentang kelebihan dari model pembelajaran problem solving
yaitu: 1) dapat membuat peserta didik lebih menghayati kehidupan sehari-hari; 2) dapat
melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah
secara terampil; 3) dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif;
4) peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalah; 5) melatih siswa untuk
mendesain suatu penemuan; 6) berpikir dan bertindak kreatif; 7) memecahkan masalah yang
dihadapi secara realistis; 8) mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan; dan 9)
menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
D. Kendala-Kendala yang Dihadapi
Kendala yang dihadapi dalam menerapkan inovasi pembelajaran adalah bahwa siswa
belum lancar dalam memecahkan soal matematika yaitu belum ada kesiapan untuk
mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh soal yang dibuat guru. Padahal soal-
soal yang dibuat guru pada ulangan harian maupun ujian semester bentuknya mirip (sedikit
berbeda) dengan contoh soal yang dibuat guru pada saat pembelajaran. Oleh karena itu,
siswa perlu pengalaman yang bervariasi untuk membuat soal dan menyelesaikannya. Selain
itu, faktor dari dalam diri juga sangat berpengaruh dan menjadi kendala utama. Motivasi dan
minat belajar siswa yang sangat rendah menyebabkan kebiasaan belajar anak itu pun tidak
efektif dan tidak terpola secara baik.
E. Faktor-Faktor Pendukung
Terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi di atas, ada banyak faktor pendukung.
Sumberdaya pendukung terlaksananya inovasi pembelajaran di sekolah adalah SMK
Katolik St. Pius X Insana sejak berdirinya hingga saat ini memiliki fasilitas asrama putra
dan asrama putri sehingga semua siswa diwajibkan tinggal di asrama selama menempuh
pendidikan di sekolah ini. Dengan demikian waktu dan pola belajar siswa dapat dikontrol
secara baik. Sarana dan prasarana sekolahpun sangat mendukung untuk terlaksananya

94
proses pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat memperoleh hasil yang baik
sesuai dengan tujuan sekolah.
F. Alternatif Pengembangan
1. Memperbaiki sistem pembelajaran, sehingga terjadi perbaikan pada kualitas
pembelajaran yang inovatif dan kreatif.
2. Guru harus meningkatkan kemampuan mengajar yang lebih kreatif dengan
menggunakan media pembelajaran yang lebih inovatif untuk meningkatkan
motivasi belajar sehingga hasil belajar (tujuan belajar) dapat dicapai secara optimal.
3. Motivasi belajar yang tinggi akan memacu individu untuk mencapai hasil terbaik
yang diinginkannya, sehingga hal tersebut akan menimbulkan kepercayaan diri
yang tinggi akan kemampuan individu tersebut, dan kepuasan akan hasil yang
diperoleh melalui proses belajarnya.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada implementasi best practice dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran berbasis problem solving dapat memberikan dampak kepada
kemajuan belajar peserta didik dan berdampak pula terhadap pencapaian target
kompetensi.
2. Model pembelajaran berbasis problem solving dapat membuat peserta didik lebih
menghayati kehidupan sehari-hari serta dapat melatih dan membiasakan para
peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
3. Model pembelajaran berbasis problem solving dapat merangsang perkembangan
kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara tepat.
4. Model ini dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja.
5. Model ini memberikan peluang kepada guru untuk berkreasi sehingga penguasaan
terhadap materi yang dikelola dapat ditampilkan secara profesional serta

95
memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menunjang kemampuan yang dimiliki
oleh guru.
B. Rekomendasi
Berdasarkan simpulan di atas maka penulis meyampaikan rekomendasi operasional
sebagai berikut:
1. Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus dimiliki atau
dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan pembelajaran akan lebih hidup dan
bemakna. Kemauan guru untuk mencoba menemukan, menggali, dan mencari
berbagai terobosan, pendekatan, metode dan strategi pembelajaran merupakan
salah satu penunjang munculnya berbagai inovasi-inovasi baru.
2. Guru harus menerapkan model pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan
untuk memperbaiki prestasi belajar siswa sehingga mutu pendidikan menjadi lebih
baik.
3. Inovasi mutlak dilaksanakan terlebih memasuki era digital yang semakin maju.
Pada kemajuan era digital sekarang ini, peserta didik sudah bisa mengakses apa
yang mereka inginkan. Implikasinya, inovasi pembelajaran menjadi sebuah jalan
untuk menunjukkan profesionalitas guru.
4. Berani menjadi guru harus berani berinovasi.

DAFTAR PUSTAKA
Amri, S. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.
Jakarta: PT. Prestasi Pustakakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun
2013, Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suharjo, 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek, Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta.

96
97
Aplikasi Android (Mobile Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Matapelajaran Merakit PC Jurusan Teknik Komputer Jaringan SMK Negeri 1
Gunung Kijang

Said Thaha Ghafara


SMK Negeri 1 Gunung Kijang

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mendorong terciptanya
inovasi disegala bidang, laju perkembang Teknologi Informasi harus diimbangi dengan
kebermanfaatan penggunaan teknologi tersebut. Teknologi informasi tidak hanya terbatas
pada teknologi komputer yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi,
melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim informasi. Teknologi
informasi adalah gabungan antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi
sehingga lebih tepat dengan istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Penggunaan teknologi informasi pada dunia pendidikan merupakan upaya melakukan
penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar diseluruh
sekolah/universitas, yang digunakan untuk melayani pembelajaran yang terkendala waktu
dan tempat. Sejalan dengan itu mulailah bermunculan istilah e-book, e-learning, e-
laboratory, e-education, e-library dan sebagainya. Mobile learning (M-Learning) adalah
pembelajaran yang menggunakan perangkat bergerak seperti : Hand Phone (HP), Smart
Phone, Personal Digital Assistence (PDA), Tablet PC, Ipad, dan yang sejenis dengannya
untuk mengakses materi pelajaran dalam bentuk games, e-book, maupun e-module.
Karakteristik perangkat mobile ini memiliki tingkat fleksibilitas dan portabilitas yang tinggi
sehingga memungkinkan siswa dapat mengkases materi, intruksi, dan informasi yang
berkaitan dengan pembelajaran kapanpun dan dimanapun. Perbandingan perangkat
Informasi Teknologi (IT) yang digunakan pada E-Learning dan M-Learning memungkinkan
adanya lebih banyak kesempatan untuk kolaborasi secara ad-hoc dan berinteraksi secara

98
informal diantara siswa karena perangkat mobile yang digunakan dapat berfungsi sebagai
alat komunikasi seperti handphone.

Permasalahan

Berdasarkan obeservasi yang dilakukan di SMK Negeri 1 Gunungkijang, khususnya


pada jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) kelas X, kebanyakan siswa memanfaatkan
handphone/smartphone hanya sebatas untuk bermain games, mengakses social media
(FaceBook, Twitter, BBM, Line, WA, etc), mengirim SMS (Short Massage Sent), Telepon,
memutar audio/video, mengambil gambar (selfi), dan merekam video. Terkadang
penggunaan hanphone (HP) mengganggu konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran
untuk itu penulis mencoba memberikan solusi bagaimana handphone digunakan sebagai
media untuk proses pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran yang sering
disebut dengan mobile learning.

Pengalaman penulis mengajar matapelajaran produktif dijurusan teknik komputer


jaringan SMK Negeri 1 Gunungkijang dengan menggunakan model pembelajaran yang
lama / yang biasa – biasa saja, siswa terkesan tidak termotivasi untuk mempelajari
komponen – komputer perangkat yang ada di dalam komputer untuk melakukan perakitan
komputer. Siswa kelas X (sepuluh) kesulitan mempelajari materipelajaran Merakit
Komputer (Merakit PC), perlu waktu dan pemahaman yang diulang – ulang agar siswa
tidak banyak melakukan kesalahan yang menyebabkan komputer rusak. Untuk itu
dibutuhkan contoh praktek yang berulang – ulang untuk memperagakan bagai mana cara
merakit sebuah komputer dengan baik dan benar sesuai dengan standard operational
procedural (SOP) dengan tidak meninggalkan keamanan keselamatan kerja.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah permasalahan yang ada, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut
:
1. Banyak siswa yang menggunakan handphone hanya untuk sosial media seperti
menggunakan Facebook (FB), Line, Whatsup (WA), Twitter, Telegram, BBM,
Instagram.

99
2. Siswa menggunakan handphone android hanya tertarik mendownload dan
memainkan game – game android yang ada di playstore.
3. Siswa banyak membuka youtube hanya untuk menonton film atau mendengarkan
lagu – lagu, tidak untuk mendownload atau menonton video pembelajaran.
4. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut juga disebabkan oleh proses pembelajaran
yang bersifat konvensional, yaitu pembelajaran masih
5. bersifat teacher centered. Metode pembelajaran didominasi oleh metode ceramah
dan kurang melibatkan keaktifan siswa
6. Masih terbatasnya pengembangan media pembelajaran m-learning berbasis android
khususnya pada pelajaran di SMK.
7. Beberapa materi pada matapelajaran di SMK membutuhkan pemahaman yang
berulang – ulang untuk itu dibutuhkan media yang bisa memutar suatu aksi atau
langkah – langkah secara berulang kali.
B. Strategi Pemecahan Masalah
Perlu adanya suatu alternatif pemecahan masalah yang dapat memberikan perubahan kearah
yang lebih baik dalam proses pembelajaran. Sebagai salah satu solusi adalah membuat
media pembelajaran berbasis android yang disebut dengan Mobile – Learning (m-learning)
dengan pendekatan pengembangan produk aplikasi ini menggunakan model ADDIE.
ADDIE merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development, Implementation, dan
Evaluation. Model ini dikembangkan oleh Dick and Carry pada tahun 1996. (Endang
Mulyatiningsih 2011: 185-186). Kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap
pengembangannya adalah :

100
Gambar (1) Model ADDIE

a) Analysis (analisis)
1) Pra perencanaan: pemikiran tentang produk (model, metode, media, dan bahan
ajar)
2) Mengidentifikasi produk yang sesuai dengans sasaran peserta didik, tujuan
belajar, mengidentifikasi isi atau materi pembelajaran, mengidentifikasi
lingkungan belajar dan strategi penyampaian dalam pembelajaran
b) Design (perancangan)
Kegiatan utama pada tahap desain adalah merancang kegiatan pembelajaran.
Kegiatan ini merupakan proses sistematik yang dimulai dari merancang konsep baru
di atas kertas, merancang pengembangan produk baru (rancangan ditulis untuk
masing-masing unit pembelajaran) dan merancang petunjuk penerapan desain.
Seluruh rancangan yang dilakukan dalam tahap desain akan menjadi dasar untuk
proses pengembangan berikutnya.

c) Develop (pengembangan)
Tahap ini berisi kegiatan realisasi rancangan produk. Kegiatannya antara lain
mengembangkan produk (materi atau bahan dan alat) yang diperlukan dal
pengembangan, pengembangan dilakukan berbasis pada rancangan produk, dan

101
membuat intrumen untuk mengukur kinerja produk. Kerangka konseptual yang telah
disusun pada tahap desain akan direalisasikan pada tahap develop menjadi produk
yang siap untuk diimplementasikan.

d) Implementation (implementasi)
1) Memulai mengunakan produk baru dalam pembelajaran atau lingkungan yang
nyata.
2) Melihat kembali tujuan-tujuan pengembangan produk, interaksi antar peserta
didik serta menanyakan umpan balik awal proses evaluasi.
e) Evaluation (Evaluasi)
1) Melihat kembali dampak pembelajaran dengan cara yang kritis
2) Mengukur ketercapaian tujuan pengembangan produk
3) Mengukur apa yang telah mampu dicapai oleh sasaran
4) Mencari informasi apa saja yang dapat membuat peserta didik mencapai hasil
dengan baik

IMPLEMENTASI
A. Alasan pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Pengembangan pembuatan media pembelajaran berbasis android ini menggunakan metode
penelitian dan pengembangan (research and development). Menurut Sugiyono (2011: 297)
penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian dengan tujuan untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Pendapat lain
diungkapkan oleh Endang Mulyatiningsih (2011: 161) yaitu “penelitian dan pengembangan
bertujuan untuk menghasilkan produk baru melalui proses pengembangan”. Secara umum,
penelitian dan pengembangan merupakan penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan
produk baru dan menguji keefektifan produk tersebut.
Berdasarkan alasan dari dari dua pendapat di atas, penulis memilih strategi pemecahan
masalah dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development,
Implementation) dengan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and
development).

102
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Pelaksanaa Prosedur penelitian ini mengadaptasi model pengembangan ADDIE, yaitu
model pengembangan yang terdiri dari lima tahapan yang terdiri dari Analysis (analisis),
Design (desain), Development (pengembangan), Implementation (implementasi) dan
Evaluating (evaluasi).
1. Tahap Analisis (Analysis)
a) Analisis kebutuhan siswa yang meliputi kebutuhan dan karakteristik siswa Berawal
dari observasi penulis yang kebetulan mengajar matapelajaran Merakit PC (MPC)
pada kelas X Jurusan TKJ. Sebagian siswa mengalami kejenuhan dalam belajar
dikarenakan harus membaca buku pelajaran yang tebal, mendengarkan guru
ceramah yang masih konvensional dalam menggunakan media pembelajaran, dab
pelajaran praktek yang harus dilakukan berulang ulang tanpa harus melakukan
kesalahan atau error pada komputer.
Kecendrungan siswa tidak konsentrasi pada saat pembelajaran yaitu gadjet (smart
phone) yang dimiliki, siswa hanya sebatas menggunakan social media, memainkan
games, mendengar lagu dan menonton film (youtube). Dengan dasar diatas tertarik
penulis mengembangkan media pembelajaran yang bisa diakses oleh siswa melalui
gadget/smatphone yang mereka miliki.
b) Analisis kompetensi dan intruksional yang meliputi analisis terhadap Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang akan dimuat dalam media ini.

103
Standar Kompetensi yang akan dimuat adalah standar kompetensi matapelajaran
merakit PC yang sesuai dengan kurikulum dan silabus yang digunakan.
2. Tahap Desain (Design)
Berdasarkan hasil analisis, tahap yang selanjutnya dilakukan adalah tahap desain
atau perancangan produk yang meliputi tahap berikut : Pembuatan Desain Media
(storyboard) Storyboard merupakan gambaran media pembelajaran secara keseluruhan
yang akan dimuat di dalam aplikasi. Storyboard berfungsi sebagai panduan seperti peta
untuk memudahkan proses pembuatan media. Metetapkan Materi Pada tahap ini
dikemukakan dasar pemilihan mata pelajaran. Merakit PC (MPC) dipilih karena sesuai
dengan kompetensi penulis dan materi ini membutuhkan pemahaman dasar mengenai
komponen – komponen komputer yang penting dan suatu praktik yang dilakukan
berulang – ulang.
a) Penyusunan Soal dan Jawaban
Soal dan pembahasan jawaban yang akan dimuat dalam media ini merupakan
materi pelajaran merakit pc. Penyusunan materi, soal, dan pembahasan dalam
media ini dibuat berdasarkan kurikulum dan standar kurikulum yang diberlakukan.
b) Keterhubungan (Link)
Pada aplikasi yang akan di disain diberikan link untuk kehalaman web yang
memiliki keterhubungan dengan pembelajaran seperti ke rumah belajar
https://belajar.kemdikbud.go.id. Siswa dapat mendaftar kelas maya untuk
mengikuti proses pembelajaran secara online.
3. Tahap Pengembangan (Development)
a) Membuat Produk Media Pembelajaran Aplikasi Merakit PC berbasis Android serta
games pendukung materi pembelajaran merakit PC (games susun dan tebak
gambar). Pada tahap ini produk media pembelajaran dibuat dengan bantuan
software Eclipse, bahasa pemrograman java, html, css, dan aplikasi pendukung
yang lainnya.
Pembuatan video tutorial merakit pc melibatkan siswa – siswi kelas

104
b) XI jurusan teknik komputer jaringan, di dalam video ini menjelaskan tahap – tahap
dalam merakit pc yang di upload ke youtube. Dari aplikasi ini dibikinkan link ke
youtube untuk mengakses video tutorial tersebut
4. Tahap Implementasi (Implementation)
Tahap implementasi ini produk akan diuji cobakan kepada 30 siswa yang ada di
kelas X TKJ. Pada tahap ini juga dibagikan angket (quisioner) untuk mengukur dan
mengetahui pendapat atau respon peserta didik mengenai media pembelajaran berupa
program aplikasi merakit pc, games tebak dan susun gambar berbasis android.
Penilaian media pembelajaran juga dilakukan oleh 30 Kelas X Jurusan Teknik
Komputer Jaringan (TKJ) dengan menggunakan angket. Angket untuk siswa
menggunakan skala Ghuttman dengan dua alternatif jawaban. Pertanyaan dalam angket
terdiri dari 10 pertanyaan yang bersifat kombinasi. Jawaban angket secara lengkap
dapat dilihat di lampiran.

105
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa seluruh pertanyaan mendapatkan “Respon
Positif” dengan persentase ≥ 70%. Berikut disajikan persentase jawaban siswa setiap
pertanyaan dalam bentuk diagram batang.

5. Tahap Evaluasi (Evaluation)

106
Pada tahapan ini mengukur kinerja dari produk yang dihasilkan yaitu, program aplikasi
yang telah jadi, yang sudah diujicobakan dengan peserta didik. Mengukur sejauh mana
ketercapaian siswa dengan menggunakan produk aplikasi dan mencari informasi yang dapat
membuat peserta didik mencapai hasil dengan baik.

C. Hasil atau dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih


Dengan menggunakan aplikasi yang dirancang untuk memudahkan siswa memahami
matapelajaran merakit pc dapat dilihat dari hasil belajar siswa

1. Hasil Penilaian Siswa Sebelum Menggunakan Aplikasi Android

107
Tabel 3 Persentase Nilai Harian Siswa Sebelum Menggunakan Aplikasi Android

2. Hasil Penilaian Siswa Setelah Menggunakan Aplikasi Android

108
D. Kendala – kendala yang dihadapi

109
Ada beberapa factor kendala yang harus dihadapi dalam menjalankan program aplikasi
mobile learning ini diantaranya :
1. Aplikasi sangat tergantung pada spesifikasi jenis smart phone pengguna.
2. Akses internet yang kurang memadai.
3. Jaringan internet yang masih lambat.
4. Tidak semua siswa menggunakan handphone android.
5. Masih mahalnya paket internet yang harus dibeli oleh siswa.

E. Faktor Pendukung
Ada beberapa factor pendukung dalam keberhasilan program aplikasi ini diantaranya :
1. Sudah adanya wifi gratis disekolah yang disediakan oleh menkominfo untuk
masyarakat sekitar sekolah jadi siswa dapat menggunakannya.
2. Penggunaan aplikasi yang mudah (user friendly) setiap siswa pasti bisa
menggunakannya.
3. Rata – rata siswa sudah menggunakan handphone android.
4. Aplikasi tersebut sudah tersedia di playstore.
5. Diperbolehkan siswa membawa handphone kesekolah.
F. Alternatif Pengembangan
Dalam pengembangan aplikasi android ini kedepan aplikasi ini akan dihubungkan ke
orang tua siswa dan kepala sekolah agar kegiatan siswa terpantau oleh orang tua dan kepala
sekolah memberikan penilaian kepada guru yang sedang online dalam mengajar.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian melakukan pengamatan, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan adanya program aplikasi android memudahkan siswa dalam pemahaman
pembelajaran Merakit PC.
2. Siswa lebih tertarik menggunakan aplikasi yang bersifat interaktif multimedia dengan
menampilkan konten – konten yang mudah dipahami dan dimengerti.

110
3. Siswa mudah mengulang – ngulang materi yang ada pada aplikasi anroid kapanpun
mereka berada dan dimana saja.
4. Siswa diarahkan untuk melihat video media pembelajaran yang ada di youtube.
5. Mempermudah guru dalalam pemberian tugas dan melakukan penilaian.
6. Nilai rata – rata siswa setelah menggunakan aplikasi android cenderung naik.
7. Menggunakan aplikasi ini sekolah dapat meningkatkan mutu pendidikan.

B. Rekomendasi
Penggunaan media pembelajaran berbasis android disarankan memperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
1. Aplikasi ini hanya cocok menggunakan handphone yang memiliki system operasi
android.
2. Untuk menginstal dan mendapatkan aplikasi ini, harus mengunjungi play store yang
terhubung dengan internet dengan kata kunci “merakit pc smkn 3 bintan”
3. Aplikasi ini terhubung kebeberapa link website pendukung seperti rumah belajar dan
youtube untuk itu diperlukan internet.
4. Aplikasi ini butuh pengembangan lebih lanjut untuk penyempurnaan dari versi – versi
sebelumnya.
5. Pengembangan lebih lanjut aplikasi ini akan terkoneksi dengan aplikasi kepala sekolah,
serta hasil pembelajaran nilai siswa bisa langsung dikirim ke kepala sekolah dan
menjadi penilaian kinerja guru oleh kepala sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Deni Hardianto. (2005). Media Pendidikan sebagai Sarana Pembelajaran yang Efektif.
Majalah Ilmiah Pembelajaran 1, Vol. 1. Hlm 95-104

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Eko Putro Widoyoko. (2011). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Endang Multyaningsih. (2011). Metodologi Penelitian Terapan Bidang


Pendidikan. Bandung: Alfabeta

111
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta Panji Wisnu Wirawan. (2011). Pengembangan Kemampuan E-Learning Berbasis

Web ke dalam M-Learning. Jurnal Universitas Diponegoro. (Vol. 2. No. 4

120

ROLLING EKSPERIMEN SOLUSI KETERBATASAN PERALATAN DAN BAHAN


PRAKTIK AUDIO VIDEO SMKN 1 SUMARORONG

Roberth Pabotak
SMK Negeri 1 Sumarorong

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

112
Pendidikan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang perlu dipenuhi sebagai
komitmen bersama dalam mendukung pembangunan bangsa. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Terkait dengan hal
tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan
visi tahun 2015-2019 yakni “Terbentuknya Insan serta Ekosistem Pendidikan dan
Kebudayaan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong”. Untuk mencapai visi
tersebut, salah satu misi kemdikbud yaitu mewujudkan pembelajaran yang bermutu. Upaya
untuk meningkatkan pembelajaran yang bermutu merupakan kegiatan yang kompleks. Hal
tersebut membutuhkan suatu teknik penyampaian materi yang lebih baik. Optimalisasi
proses pembelajaran perlu melibatkan peserta didik secara langsung. Kondisi ini berlaku
untuk SMK, dan untuk mencapai mutu pembelajaran yang baik diperlukan strategi
pembelajaran yang tepat. Khususnya dalam pelajaran produktif sarana praktikum sangat
dibutuhkan dalam mendukung pembelajaran, agar peserta didik mengerti tentang materi
pembelajaran yang diajarkan guru.
Dalam Permendiknas No. 40 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk
SMK/MAK disebutkan bahwa peralatan adalah sarana yang secara langsung digunakan
untuk pembelajaran dan bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam
waktu relatif singkat. Peralatan dan bahan ini sangat diperlukan dalam kegiatan praktikum,
yang juga berpengaruh terhadap motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik.
Realita di SMKN 1 Sumarorong khususnya program keahlian Teknik Audio Video,
kebutuhan peralatan dan bahan praktikum masih sangat kurang. Hal ini terlihat dari
peralatan dan bahan praktikum hanya satu untuk setiap indikator pada kompetensi mata
pelajaran, bahkan ada kompetensi yang tidak memiliki peralatan dan bahan praktikum.
Selain itu, sebagian peralatan praktikum sudah tidak layak dan tidak bisa digunakan karena
rusak dan sudah tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.

113
Dampak yang dirasakan dari terbatasnya peralatan dan bahan praktik audio video
adalah aktivitas pembelajaran khususnya kegiatan praktikum tidak maksimal, peserta didik
kurang memiliki motivasi dan semangat belajar karena harus bergiliran melakukan
praktikum dan seringkali mengambil jam mata pelajaran lain saat pergantian jam pelajaran.
Hal ini berakibat pada belum optimalnya pencapaian kompetensi peserta didik sebagaimana
yang diharapkan dalam kurikulum dan belum maksimalnya pencapaian kompetensi yang
terdapat dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) bidang Audio
Video. Tidak ada prestasi yang diraih peserta didik dalam mengikuti lomba kompetensi
siswa tingkat provinsi Sulawesi Barat.
Paper dalam bentuk best practice ini merupakan pengalaman nyata penulis selama 3
tahun terakhir. Penulis mendidik dan mengajar pada program keahlian Teknik Audio Video
SMKN 1 Sumarorong. Praktik terbaik (best practice) ini diberi judul “Rolling Eksperimen
Solusi Keterbatasan Peralatan dan Bahan Praktikum Audio Video di SMKN 1
Sumarorong”.

B. Permasalahan
Dalam uraian latar belakang di atas, masalah yang menyebabkan aktivitas pembelajaran
khususnya kegiatan praktikum tidak maksimal, peserta didik kurang memiliki motivasi
belajar, terganggunya jam mata pelajaran lain, belum optimalnya pencapaian kurikulum,
dan belum maksimalnya pencapaian kompetensi yang terdapat dalam SKKNI bidang audio
video, tidak ada prestasi yang diraih peserta didik dalam mengikuti lomba kompetensi siswa
tingkat provinsi Sulawesi Barat adalah terbatasnya peralatan dan bahan praktikum audio
video.

C. Strategi Pemecahan Masalah


1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah yang Dipilih
Untuk mengatasi keterbatasan peralatan dan bahan praktikum teknik audio video di
SMK Negeri 1 Sumarorong maka penulis melakukan inovasi agar pembelajaran khususnya
praktikum di program keahlian Teknik Audio Video dapat berjalan baik. Inovasi yang

114
dilakukan adalah melakukan pembelajaran praktikum rolling eksperimen yang menyiapkan
percobaan sesuai indikator dalam kompetensi setiap mata pelajaran. Hal ini memungkinkan
dalam satu kali pertemuan, semua peserta didik dapat belajar bersamaan dengan melakukan
percobaan yang berbeda tanpa harus menunggu giliran. Rolling eksperimen adalah adopsi
dari rangkaian ban berjalan yang diterapkan di perusahaan dimana seorang karyawan
bekerja memasang komponen pada bagian tertentu kemudian dilanjutkan oleh karyawan
berikutnya, yang kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran.
2. Tahapan Operasional Pelaksanaannya
a. Membuat daftar percobaan yang akan dipraktikumkan untuk setiap mata pelajaran
dalam satu semester.
b. Membuat perangkat pembelajaran.
c. Bekerja sama dengan laboran menyiapkan peralatan dan bahan praktikum yang
akan digunakan.
d. Memilah dan menempatkan tersendiri peralatan dan bahan praktikum sesuai dengan
percobaan.
e. Membagi peserta didik ke dalam kelompok praktik
f. Peserta didik melakukan pengundian nomor percobaan
g. Peserta didik mengambil dan mengisi bon alat dan menyerahkan ke laboran untuk
selanjutnya mengambil peralatan dan bahan praktik dengan arahan laboran dan
menempatkannya pada meja sesuai nomor percobaan.
h. Setelah selesai percobaan, peralatan dan bahan dikembalikan ke tempat
penyimpanan agar mudah diambil kembali saat akan digunakan.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE


A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Menurut Edgar Dale dalam Ridwan Abdullah Sani (2013:61), daya ingat peserta didik
terkait dengan proses pembelajaran yang dilakukan, yakni peserta didik mungkin mengingat
90% dari apa yang dilakukan. Sejalan dengan hal tersebut di atas, pepatah cina mengatakan:
jika saya dengar, saya lupa; jika saya lihat, saya ingat; jika saya lakukan saya paham. Proses

115
pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung melakukan seperti yang
diuraikan di atas menjadi hal yang mendasari dipilihnya strategi pemecahan masalah
dengan pembelajaran praktikum rolling eksperimen untuk mengatasi keterbatasan peralatan
dan bahan praktikum program keahlian teknik audio video SMKN 1 Sumarorong.
Rolling eksperimen adalah pembelajaran praktikum yang menyediakan beberapa
percobaan dalam satu kali pertemuan sehingga semua peserta didik melakukan
pembelajaran praktikum dengan percobaan yang berbeda dan bila ada peserta didik yang
mampu menyelesaikan satu percobaan dengan cepat dapat berpindah ke percobaan yang
lain. Secara khusus alasan pemilihan strategi pemecahan masalah dengan pembelajaran
praktikum pada mata pelajaran yang penulis ampu dengan menggunakan pembelajaran
praktikum rolling eksperimen dilandasi pemikiran bahwa pembelajaran harus tuntas, bukan
hanya dengan penyampaian materi namun harus dengan percobaan. Hal ini senada dengan
pendapat Mustakim, Wahid. (2010:113) yang menyatakan bahwa belajar tuntas adalah
siswa yang telah tuntas menguasai pelajaran yang telah diberikan oleh guru dan dapat
berpindah pada pelajaran berikutnya. Fokus utama penerapan pembelajaran praktikum
rolling eksperimen adalah mengupayakan agar proses pembelajaran praktikum efektif. Hal
ini dilaksanakan dengan menyiapkan semua percobaan yang terdapat di setiap indikator
dalam satu mata pelajaran, sehingga dalam satu kali pertemuan semua peserta didik belajar
bersamaan dengan melakukan percobaan yang berbeda. Dengan demikian, keterbatasan
peralatan dan bahan praktikum dapat diatasi tanpa harus menunggu giliran untuk melakukan
praktikum.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Implementasi strategi pemecahan masalah dengan pembelajaran praktikum rolling
eksperimen sebagai solusi keterbatasan peralatan dan bahan praktikum program keahlian
teknik audio video SMKN 1 Sumarorong terdiri atas beberapa langkah yang dapat
digambarkan sebagai berikut :

116
Keterangan :
1. Membuat daftar percobaan/eksperimen yang akan dipraktikkan dalam setiap mata pelajaran
yang diampu penulis dalam satu semester.
2. Membuat perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dibuat yaitu silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran dalam bentuk power point,
dan job sheet.
3. Bekerja sama dengan laboran menyiapkan peralatan dan bahan praktik yang akan
digunakan. Dalam menyiapkan peralatan dan bahan praktik yang akan digunakan, penulis
terlebih dahulu merinci dan membuat daftar peralatan dan bahan praktik yang akan
digunakan untuk setiap percobaan.
4. Peralatan dan bahan praktik yang sudah disiapkan dipisahkan sesuai kebutuhan setiap
percobaan/eksperimen.
5. Membagi kelompok praktik. Pada awal semester, pada pertemuan pertama peserta didik
dikelompokkan secara homogen untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Kelompok ini
berlaku sampai akhir semester.
6. Mengundi nomor percobaan. Pengundian nomor percobaan dilaksanakan pada pertemuan
pertama. Setiap kelompok melakukan percobaan yang berbeda (rolling eksperimen) sesuai
dengan nomor percobaan yang telah diundi. Setiap kelompok sudah mengetahui nomor
percobaan yang akan mereka praktikumkan dalam setiap pertemuan untuk satu semester.

117
7. Mengambil bon alat, mengisi dan menyerahkan ke laboran. Setiap kegiatan praktikkum
peserta didik mengambil bon alat, mengisi kebutuhan alat dan bahan kemudian
menyerahkan ke laboran.
8. Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai nomor percobaan. Dalam pelaksanaannya
dapat digambarkan sebagai berikut :

9. Setelah selesai percobaan, peralatan dan bahan dikembalikan ke tempat penyimpanan


agar mudah diambil kembali saat akan digunakan.

C. Hasil yang Dicapai


Strategi pembelajaran praktikum rolling eksperimen sebagai solusi keterbatasan peralatan
dan bahan praktikum program keahlian teknik audio
video SMKN 1 Sumarorong memberikan hasil sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran berlangsung dengan lebih efektif dan efisien. Efektif dan efisiennya
waktu dikarenakan peserta didik sudah tidak lagi harus bergiliran melakukan praktikum
karena dalam satu kali pertemuan tersedia beberapa percobaan.

118
2. Meningkatnya motivasi dan semangat belajar peserta didik. Motivasi dan semangat belajar
peserta didik meningkat dikarenakan mereka tidak hanya menerima materi dengan
pembelajaran langsung yang menggunakan metode ceramah namun peserta didik
melakukan praktikum dengan percobaan sehingga dapat membandingkan langsung
materi/data yang terdapat pada buku dengan hasil percobaan yang dilakukan.

3. Tidak terganggunya jam mata pelajaran yang lain. Sebelum pembelajaran praktikum rolling
eksperimen diterapkan, proses pembelajaran yang penulis lakukan cukup mengganggu
pergantian jam, sehingga mengambil jam mata pelajaran yang lain.
4. Meningkatnya hasil belajar peserta didik. Tingkat ketuntasan belajar peserta didik secara
klasikal juga mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan meningkatknya presentasi
ketuntasan belajar peserta didik setelah menerapkan pembelajaran praktikum rolling
eksperimen jika dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya yang harus melakukan
pembelajaran praktikum secara bergiliran. Hal ini berdampak positif dengan meningkatnya

119
kompetensi peserta didik yang diharapkan dalam kurikulum dan pencapaian kompetensi
yang terdapat dalam SKKNI bidang audio video.
5. Meningkatnya prestasi siswa dalam lomba keterampilan siswa. Penerapan pembelajaran
praktikum rolling eksperimen memberi dampak positif terhadap meningkatnya kompetensi,
keterampilan dan rasa percaya diri peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan antusiasnya
peserta didik mengikuti lomba Asean Skill Competition (ASC) dan berhasil meraih juara 2
tingkat Provinsi Sulawesi Barat. Prestasi lainnya adalah antusias mengikuti seleksi lomba
keterampilan siswa tingkat kabupaten dan peringkat pertama mewakili Kabupaten Mamasa
mengikuti lomba keterampilan siswa tingkat provinsi dan berhasil meraih juara III. Hasil ini
cukup menggembirakan jika dibandingkan tiga tahun sebelumnya yang tidak mendapatkan
prestasi atau juara.

D. Kendala – Kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih


Secara umum kendala yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran praktikum
rolling eksperimen sebagai solusi terbatasnya peralatan dan bahan praktikum audio video di
SMKN 1 Sumarorong relatif kecil, namun demikian kendala masih ditemukan yaitu
terkadang laboran tidak berada di tempat sehingga penulis harus menyiapkan sendiri
peralatan dan bahan praktikum dan ini cukup menyita waktu pembelajaran.

120
E. Faktor – Faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung sebagai penguat penerapan pembelajaran praktikum rolling
eksperimen sebagai solusi terbatasnya peralatan dan bahan praktikum audio video di SMKN
1 Sumarorong, diantaranya:
1. Kepala sekolah senantiasa mendorong guru untuk melakukan inovasi-inovasi yang
kreatif dalam pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran yang bermutu.
2. Sekolah mendukung setiap program yang dibuat guru untuk pengembangan diri,
sehingga memudahkan guru dalam mengembangkan sumber daya yang dimiliki secara
optimal.
3. Pengawas memiliki kepedulian untuk membina sekolah binaan dan khususnya guru-
guru dalam memberikan motivasi untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran.
4. Peserta didik sangat antusias dengan penerapan pembelajaran praktikum rolling
eksperimen karena tidak lagi harus bergantian masuk praktikum yang membuat peserta
didik jenuh.
F. Alternatif Pengembangan
Alternatif pengembangan pembelajaran praktikum rolling eksperimen dapat dikembangkan
pada mata pelajaran produktif teknik audio video yang diampu oleh guru lain.
Pengembangan pembelajaran praktikum rolling eksperimen dapat dikembangkan pada mata
pelajaran produktif program keahlian lainnya. Pembelajaran praktikum rolling eksperimen
dapat adopsi pada kegiatan ekstrakurikuler wajib (pramuka) dan kegiatan ekstrakurikuler
lainnya, yang pada proses pelaksanaannya anggota pramuka membuat kelompok dengan
kegiatan yang beragam sehingga sangat efektif dan efisien dalam penerapannya. Ada
banyak alternatif pengembangan yang dapat dilakukan dengan pembelajaran praktikum
rolling eksperimen selama guru memiliki kemauan, kreatifitas dan inovasi dalam
pembelajaran.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Simpulan

121
Berdasarkan uraian pengalaman sebagai guru produktif teknik audio video dalam
penerapan pembelajaran praktikum rolling eksperimen sebagai solusi keterbatasan peralatan
dan bahan praktikum audio video di SMKN 1 Sumarorong yang telah diuraikan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembelajaran praktikum rolling eksperimen menciptakan proses pembelajaran yang
lebih efektif dan efisien karena peserta didik sudah tidak lagi harus bergiliran
melakukan praktikum karena dalam satu kali pertemuan tersedia beberapa
percobaan.
2. Pembelajaran praktikum rolling eksperimen meningkatkan motivasi belajar dan
semangat belajar peserta didik mengikuti pembelajaran.
3. Pembelajaran praktikum rolling eksperimen tidak mengganggu jam mata pelajaran
lain.
4. Pembelajaran praktikum rolling eksperimen memberi dampak positif terhadap
peningkatan hasil belajar peserta didik. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya
kompetensi peserta didik yang diharapkan dalam kurikulum dan pencapaian
kompetensi yang terdapat dalam SKKNI bidang audio video.
5. Pembelajaran praktikum rolling eksperimen dapat meningkatkan prestasi siswa
dalam lomba keterampilan siswa.
B. Rekomendasi
1. Untuk mewujudkan pembelajaran bermutu melalui penerapan pembelajaran
praktikum rolling eksperimen dibutuhkan kemauan, kreatifitas, inovasi, kerja keras
dan kerja nyata.
2. Penerapan pembelajaran praktikum rolling eksperimen sebagai solusi keterbatasan
peralatan dan bahan praktikum audio video di SMKN 1 Sumarorong perlu
dipersiapkan sebelum pembelajaran dilaksanakan. Selain itu perlu komunikasi yang
baik dan rutin dengan laboran sehingga berada di bengkel saat pembelajaran
dilaksanakan.
3. Sharing dan komunikasi yang baik dengan rekan sejawat dalam program keahlian
yang sama sangat diperlukan untuk mengatur jadwal penggunaan bengkel.

122
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Visi dan Misi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan 2015-2019. https://www.kemdikbud.go.id/main/tentang-
kemdikbud/visi-dan-misi

Mustakim, Wahid. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Permendiknas RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk
SMK/MAK.

Ridwan Abdullah Sani. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

123
STRATEGI PEMBELAJARAN SUNDA MANDA UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN TERHADAP MATERI “MAKNA”

Fitriyana
SMK Avicena Tenjo

ABSTRAK

Best practice ini berjudul Strategi Pembelajaran Sunda Manda Untuk Meningkatkan
Pemahaman Terhadap Materi “Makna” (Siswa Kelas XI..3 Pemasaran SMK Avicena Tenjo
Pada Pelajaran Bahasa Indonesia), sunda manda merupakan sebuah permainan tradisional
yang berasal dari Belanda dengan nama zonda manda kemudian permainan tersebut
dimainakan oleh anak-anak di Indonesia dengan berbagai nama seperti engklek, sondah dan
sunda manda, permainan sunda manda merupakan salah satu permaian yang populer di
nusantara maka tidak sulit untuk memainkannya pada saat diinovasikan menjadi sebuah
strategi pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi “makna” pada
pelajaran Bahasa Indonesia. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan strategi
pembelajaran sunda manda adalah (1) Jumlah Pemain dilakukan minimal 2-7 Siswa (2)
Peralatan Kapur, ranting pohon atau pecahan genting untuk membuat gambar (3) Cara &
peraturan strategi pembelajaran sunda manda :Guru dan siswa membuat gambar permainan
sunda manda, Guru dan siswa menuliskan isi materi & bobot nilai pada setiap kotak sawah,
siswa melakukan hom pim pah hal tersebut dilakukan agar teratur, siswa melempar gacuk
ke dalam kotak sawah pertama sampai puncak gunung, jika lemparan gacuknya melawati
kotak sawah ataupun mengenai garis, maka permainan harus diganti oleh siswa yang
lainnya, siswa mengangkat satu kaki ke dalam setiap kotak, jika terjatuh sebelum sampai ke
puncak gunung permainan dinyatakan mati dan harus mengulang, ketika siswa mulai
melompat dan mengangkat kakinya pada kotak sawah siswa tersebut harus membaca dan
menjawab setiap pertanyaan atau tulisan yang ada, kalau tidak bisa menjawab
pertanyaannya permaian sunda manda siswa tersebut dinyatakan mati dan harus mengulang
kembali berikutnya, dalam strategi pembelajaran sunda manda siswa diberikan 3 kali
kesempatan, siswa harus bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan guru, jika
tidak maka perolehan nilinya tidak memuaskan, guru mencatat nilai yang diperoleh agar
siswa termotivasi dan semangat. Hasil yang didapatkan setelah diterapkannya strategi
pembelajaran sunda manda pemahaman siswa meningkat dan strategi tersebut menjadi
salah satu alternatif terbaik untuk digunakan dalam proses pembelajaran guru di sekolah
karena strategi tersebut sangat efektif, efisien, ekonomis dan inovatif.

Kata Kunci:

124
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah
mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi di semua jurusan,
begitupun dengan Sekolah Menengah Kejuruan yang dibuktikan oleh Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bab X
bagian Kurikulum dalam pasal 37 pada ayat 1 dalam Darda Syahrizal dan Adi Sugiarto
(2013: 138) menyatakan bahwa “kurikulum di Sekolah wajib memuat Bahasa Indonesia
sebagai mata pelajaran yang wajib dipelajari”. Di sekolah khususnya di SMK Avicena
Tenjo pelajaran Bahasa Indonesia dianggap sebagai mata pelajaran yang paling mudah
dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya, namun pada kenyataannya hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga tujuan pembelajaranpun tidak
tercapai terutama pada saat siswa mempelajari materi tentang “makna”, karena siswa terlalu
menyepelekan pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada saat mempelajari materi
“makna” siswa banyak mengalami kesulitan dalam memahami materi “makna” tersebut,
siswa merasa ingin segera menyudahi dan melewati materi ”makna” begitu saja dengan
cepat, apalagi ketika proses kegiatan belajar mengajar siswa hanya mengandalkan buku
paket dan penugasan-penugasan yang begitu saja

sehingga hal tersebut semakin membuat siswa merasa malas dan jenuh ketika belajar,
akibatnya prestasi belajar siswa semakin menurun. Maka demikian perlulah sebuah
perubahan cara mengajar kepada siswa agar siswa merasa termotivasi, terapresiasi, senang,
tidak merasa jenuh dan bosan ketika belajar Bahasa Indonesia terutama pada saat
mempelajari materi tentang “makna”. Menerapkan strategi pembelajaran sunda manda
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi “makna” karena strategi
pembelajaran tersebut adalah sebuah inovasi terbaru yang sangat ekonomis dan efisien
untuk digunakan oleh seluruh siswa, sebab masing-masing latar belakang keadaan keluarga
siswa di SMK Avicena Tenjo hampir lebih banyak berasal dari kelas menengah ke bawah

125
atau kategori siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Sehingga strategi
pembelajaran yang digunakan harus strategi pembelajaran yang tidak memberatkan dan
membebankan siswa ketika siswa harus menggunakannya untuk belajar. Oleh sebab itu
permainan sunda manda yang popular di seluruh nusantara diinovasikan menjadi sebuah
strategi pembelajaran sunda manda adalah solusi terbaik dan tepat untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi “makna” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di
SMK Avicena Tenjo, sehingga siswa diharapkan mendapatkan prestasi serta hasil belajar
yang baik.

B. Permasalahan
Permasalahan yang ada pada siswa SMK Avicena Tenjo dipaparkan sebagai berikut:

1. Siswa menganggap mudah dan menyepelekan pelajaran Bahasa Indonesia akibatnya


hasil belajar yang didapatkan kurang memuaskan.
2. Siswa kehilangan semangat belajar, merasa bosan dan jenuh saat belajar
3. Prestasi siswa terus menurun, bahkan akan terus menurun jika tidak dilakukan upaya
untuk meningkatkannya kembali
4. Keadaan latar belakang siswa yang rata-rata berasal dari keluarga kurang mampu
membuat sebagian siswa tidak mampu menggunakan strategi pembelajaran yang
penggunaannya sering memanfaatkan tekhnologi
5. Sekolah tidak bisa sepenuhnya memberikan fasilitas kepada siswa dalam menyediakan
kebutuhan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.

C. Strategi Pemecahan Masalah


Seperti telah diterangkan di atas bahwa SMK Avicena Tenjo mempunyai masalah
untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi “makna” dalam Bahasa Indonesia.
Dan untuk mencapai itu, penulis sebagai Guru Bahasa Indonesia membuat sebuah strategi
pembelajaran yang inovatif agar bisa digunakan oleh seluruh siswa di sekolah pada saat
belajar. Gerlach dan Ely ( 1980) dalam Ali Mudlopir dan Evi Fatimatur Rusyidiyah (2016:
61) menyatakan bahwa strasegi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi
sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada
peserta didik. Pembelajaran yang digunakan yaitu strategi pembelajaran sunda manda,

126
strategi pembelajaran tersebut dibuat sangat ekonomis dan efisien. Berikut ini adalah jenis
permainan sunda manda yang biasa digunakan oleh pemain yang diinovasikan menjadi
sebuah strategi pembelajaran untuk meningkatan kepahamaan siswa terhadap makna.

Berikut adalah tahapan pelaksanaan strategi pembelajaran sunda manda:

1. Jumlah Pemain
Strategi pembelajaran permainan sunda manda dilakukan minimal 2-7 Siswa

2. Peralatan
a. Kapur, ranting pohon atau pecahan genting untuk membuat gambar
b. Gacuk atau pecahan genting
3. Cara & peraturan strategi pembelajaran sunda manda
a. Guru dan siswa membuat gambar permainan sunda manda
b. Guru dan siswa menuliskan isi materi & bobot nilai pada setiap kotak sawah
c. Siswa melakukan hom pim pah hal tersebut dilakukan agar teratur
d. Siswa melempar gacuk ke dalam kotak sawah pertama sampai puncak gunung
e. Jika lemparan gacuknya melawati kotak sawah ataupun mengenai garis, maka
permainan harus diganti oleh siswa yang lainnya
f. Siswa mengangkat satu kaki ke dalam setiap kotak, jika terjatuh sebelum sampai ke
puncak gunung permainan dinyatakan mati dan harus mengulang.
g. Ketika siswa mulai melompat dan mengangkat kakinya pada kotak sawah, siswa
tersebut harus membaca dan menjawab setiap pertanyaan atau tulisan yang ada, kalau

127
tidak bisa menjawab pertanyaannya permaian sunda manda siswa tersebut dinyatakan
mati dan harus mengulang kembali
h. Dalam strategi pembelajaran sunda manda siswa diberikan 3 kali kesempatan
i. Siswa harus bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan guru, jika tidak
maka perolehan nilinya tidak memuaskan.
j. Guru mencatat nilai yang diperoleh agar siswa termotivasi dan semangat

PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah


Strategi pembelajaran permainan sunda manda dipilih sebagai pemecahan masalah
dengan pertimbangan bahwa dengan mengguakan permainan proses belajar akan lebih
menyenangkan, siswa aktif belajar dan bergerak ketika belajar, W.J.S. Poerdarminto dan
Pusat Bahasa (2011: 121) menyatakan bahwa belajar yaitu berusaha (berlatih dsb) supaya
mendapat suatu kepandaian, bermain sambil belajar juga dapat mengusir kejenuhan dan rasa
bosan siswa. Menerapkan strategi pembelajaran sunda manda untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi “makna” juga dapat melatih kognitif siswa sehingga
siswa akan terlatih untuk mengingat-ingat materi yang sudah disampaikan serta dari hasil
menyimak dan mendengarkan ketika pada saat siswa yang lainnya melakukan pembelajaran
tersebut dengan menggunakan strategi pembelajaran sunda manda sehingga hal tersebut
semakin dapat meningkatkan pemahaman siswa. Strategi pembelajaran sunda manda
merupakan strategi pembelajaran inovasi terbaru yang diinovasikan dari sebuah permainan
sunda manda, Tim PlayPlus Indonesia (2016: 84) menyatakan bahwa sunda manda adalah
jenis permainan yang berumur ratusan, bahkan ribuan tahun, dengan nama yang dikenal
dengan nama yang berbeda di berbagai tempat, Sunda Manda terkenal pada masanya
hampir diseluruh nusantara, bahkan sampai saat ini pun permainan sunda manda tersebut
masih dikenal dan masih dimainkan di daerah-daerah tertentu sehingga hal tersebut
memudahkan dalam penerapannya kepada siswa karena permainan tersebut sudah siswa
ketahui. Tim PlayPlus Indonesia (2016: 84) juga menyatakan bahwa dari permainan
tersebut siswa juga belajar bersosialisasi, menghargai orang lain, melatih kejujuran,

128
kesabaran, ketelatenan dan sportivitas dalam menaati peraturan, mengandung nilai bekerja
sama dan berkomunikasi secara ektif serta dapat dimainkan oleh siapapun tanpa
memandang status sosial. Menerapkan strategi pembelajaran sunda manda sangatlah
mudah, tidak mengeluarkan banyak uang untuk bisa menggunakannya, hanya dengan modal
kapur atau ranting saja untuk pembelajarannya, hal tersebut dibuat agar semua siswa bisa
menggunakannya tanpa harus menyulitkan dan membebankan siswa karena harus
memilikinya dengan cara membeli pada saat menggunakannya untuk belajar, sehingga
strategi pembelajaran perminan sunda manda menjadi alternatif yang baik untuk siswa
karena rata-rata siswa berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Strategi pembelajaran sunda manda juga membantu siswa untuk meningkatkan
pemahaman terhadap materi “makna” dalam pelajaran Bahasa Indonesia. T. Fatimah
Djajasudarma ( 2012:7) menyatakan bahwa “makna” adalah pertautan yang ada di antara
unsur-unsur bahasa, dengan cara menerapkan permainan sunda manda pada saat belajar hal
tersebut merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang berupa perencanaan berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan. Siswa akan
mendengar dan menyimak pembelajaran dari siswa yang laiinya sehingga setiap siswa akan
memiliki pengetahuan dan perbendaharaa ilmu yang lebih banyak. Dalam strategi
pembelajaran sunda manda ini siswa tidak bermain sendirian maka dalam pembelajarannya
akan terjadi interaksi yang baik.

a. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah


Implementasi strategi pembelajaran sunda manda sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi “makna” dalam pelajaran Bahasa
Indonesia yang diciptakan dari sebuah permainan tradisional yang kemudian diinovasikan
menjadi strategi pembelajaran terbaru ekonomis dan efisien, diperlukan rencana yang tepat
dalam mengimplementasikan strategi pembelajaran sunda manda untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi “makna” dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang
diwujudkan dalam bentuk kerja nyata yang meliputi :

129
a. Meyakinkan siswa agar tidak lagi menyepelekan pelajaran Bahasa Indonesia
sehingga siswa belajar dengan sungguh-sungguh.
b. Mengubah suasana belajar yang membosankan dan menjenuhkan menjadi suasana
belajar yang menyenangkan dan kegembiraan
c. Membuat rancangan pelaksanaan pembelajar yang sesuai dengan indikator dan
silabus
d. Merencanakan materi yang akan digunakan untuk diterapkan dalam strategi
pembelajaran dalam belajar agar tujuan belajar tercapai
e. Menerapkan strategi pembelajaran sunda manda untuk digunakan dalam belajar
untuk meingkatkan pemahaman siswa terhadap materi “makna”
B. Hasil atau Dampak yang Dicapai
Strategi pembelajaran sunda manda mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi “makna” dalam Bahasa Indonesia, hal tersebut terjadi karena siswa banyak
mengingat-ingat materi pelajaran yang sudah diajarkan, siswa banyak menyimak dan
mendengarkan materi tersebut dari siswa yang lainnya sehingga pemahaman siswa terhadap
materi tersebut berubah dan semakin meningkat. Strategi pembelajaran sunda manda
tercipta dengan cara yang ekonomis dan efisien, hal tersebut menjadikan strategi
pembelajaran tersebut bisa digunakan di mana saja dan bisa digunakan oleh seluruh siswa
ketika belajar tanpa harus membebankan siswa untuk mengeluarkan uang atau membawa
sesuatu yang tidak semua siswa dapat membawanya karena tidak memilikinya. Dengan
demikian strategi pembelajaran sunda manda ini pun membantu dan melengkapi fasilitas
sekolah untuk belajar siswa. Hasil atau dampak lainnya yang dicapai antara lain adalah
sebagai berikut:

1. Ketika siswa belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran permainan sunda


manda untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi “makna”, pemahaman
siswa tidak hanya meningkat tetapi siswa juga memiliki perbendaharaan kata yang
lebih banyak dari sebelumnya, siswa lebih terlihat bergembira, antusias dengan
belajarnya, aktif serta berkompetisi untuk memperoleh hasil atau nilai yang lebih
baik dari siswa lainnya.

130
2. Strategi pembelajaran sunda manda mampu meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi “makna” dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, pada siswa kelas
XI.3 yang berjumlah 36 Siswa di SMK Avicena Tenjo dengan nilai yang
memuaskan.
3. Strategi pembelajaran sunda manda ini memiliki daya tarik dan mudah dibuat serta
digunakan oleh siswa, terbukti ketika penulis membuatnya di lapangan terbuka
yang terjadi adalah setalah jam istirahat atau di waktu-waktu tertentu beberapa
siswa sering menghabiskan waktunya untuk bermain sunda manda yang sudah
diinovasikan ke dalam pembelajaran, hal tersebut tidak disadari siswa kalau
sebenarnya mereka sedang belajar.
4. Ketika strategi pembelajaran sunda manda dikenalkan dan diterapkan ke dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia dan memiliki hasil yang baik, penulis mulai
berpikir bahwa selain dengan diterapkan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi “makna” ada kemungkinan bisa
juga diterapkan dengan mata pelajaran yang lainnya, kemudian penulis bekerja
sama dengan guru mata pelajaran yang lainnya seperti Matematika dan Bahasa
Inggris setelah dicoba diterapkan ternyata memiliki hasil yang positif dan dapat
membuktikan bahwa strategi pembelajaran sunda manda memang melatih kognitif
siswa dalam belajar.
5. Penulis mencoba berbagi dan menularkan hal positif dengan cara mengenalkan
Sunda Manda ini kepada rekan-rekan yang lainnya ternyata dampak yang
menakjubkan dari strategi pembelajaran sunda manda ini dirasakan dan sangat
membantu serta bermanfaat dalam proses kegiatan belajar mengajar di dalam dunia
pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama bahkan di sekolah PAUD.
Hal-hal tersebut semakin menguatkan dan membuktikan kebermanfaatan dan
kemudahan yang didapatkan dari inovasi strategi pembelajran permainan sunda
manda.
6. Strategi pembelajaran permainan sunda manda mendapatkan juara harapan ke dua
dalam lomba inovasi pembelajaran namun model pembelajaran permainan sunda

131
manda diakui sebagai model pembelajaran terbaik dan pada saat itu juga para
peserta dalam perlombaan meminta izin kepada penulis untuk bisa menggunakan
strategi pembelajaran sunda manda tersebut di Sekolah tempat mereka mengajar
dengan berbagai mata pelajaran yang berbeda, hal tersebut semakin menguatkan
penulis tentang kegunaan dan manfaat yang dimiliki strategi pembelajaran sunda
manda.

C. Kendala-Kendala yang Dihadapi


Model pembelajara permainan sunda manda memang memiliki banyak kebaikan dan
manfaat bagi siswa dan guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar Siswa. namun
demikian model pembelajaran permainan sunda manda tersebut tetap memiliki kendala.
Diantarnya adalah sebagai berikut:
1. Jika strategi pembelajaran sunda manda dibuat dari kapur atau ranting digunakan
terlalu lama gambar medianya akan mudah terhapus atau hilang karena siswa
banyak melakukan gerakan melompat dengan mengangkat sebelah kakinya,
sehingga gambarnya akan terhapus.
2. Pada saat siswa belajar menggunakan strategi pembelajaran sunda manda di
lapangan atau di tempat-tempat tertentu di sekolah, siswa lainnya yang sedang
belajar di kelas terkadang sering mencoba ingin melihat atau menyimak di jendela
kelas sehingga hal tersebut sedikit menggangu proses kegiatan pembelajarannya
tersebut.
3. Jika sering hujan, siswa tidak bisa melakukan pembelajaran dengan strategi sunda
manda karena lapangannya tergenang air, apabila menggunakannya di lapangan.
D. Faktor-Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor pendukung dalam pembuatan model pembelajaran permainan
sunda manda, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Siswa memiliki semangat yang tinggi sehingga memiliki peluang untuk dapat
meningkatkan pemahamannya serta peningkatan hasil belajarnya.

132
2. Semangat dukungan guru-guru dan teman sejawat mendukung adanya srategi
permainan sunda manda sebagai solusi dan alternatif sekaligus fasilitas untuk
belajar yang inovatif, efektif dan efisien.
3. Tidak sulit membuat strategi pembelajaran sunda manda untuk belajar di sekolah
sehingga mudah diterapkan dan digunakan oleh seluruh siswa.
E. Alternatif Pengembangan
Pengembangan strategi yang diterapkan dalam penerapan strategi pembelajaran Sunda
Manda untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi “makna” dapat dilakukan
dengan cara:
1. Mengenalkan lebih jauh lagi strategi pembelajaran sunda manda ke sekolah-
sekolah, terutama ke sekolah yang berada di daerah-daerah yang kurang memiliki
fasilitas dan perhatian pemerinah sehingga strategi pembelajaran sunda manda
menjadi solusi terbaik untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2. Strategi pembelajaran sunda manda agar terus didukung dan dikembangkan dengan
cara membuat beberapa gambar-gambar strategi pembelajaran sunda manda di
tempat-tempat yang strategis dengan cat berwarna agar menarik dan permanen,
sehingga ketika siswa memiliki waktu luang atau istirahat siswa dapat bermain
dengan strategi pembelajaran tersebut, tanpa banyak disadari bahwa banyak
manfaat yang telah siswa dapatkan.
3. Membangun pemahaman bahwa strategi pembelajaran sunda manda mampu
mengubah siswa menjadi siswa yang lebih baik.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Siswa tidak lagi menyepelekan pelajaran Bahasa Indonesia terutama pada saat
belajar materi makna
2. Siswa memiliki semangat belajar, bahkan tidak lagi merasa bosan dan jenuh ketika
belajar.

133
3. Semenjak menggunakan strategi pembelajaran sunda manda prestasi siswa
meningkat dan hasilnya memuaskan
4. Strategi pembelajaran sunda manda salah satu alternatif pembelajaran siswa yang
inovatif, efisien dan ekonomis sehingga dapat digunakan oleh seluruh siswa untuk
belajar
5. Strategi pembelajaran sunda manda menjadi fasilitas yang bermanfaat untuk siswa
belajar di sekolah

B. Rekomendasi
Salah satu keberhasilan tujuan belajar ditentukan dalam melaksanakan proses belajar
mengajar, karena secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan
pemahaman serta kecerdasan siswa. Maka demikian perlulah upaya untuk meningkatkan
pemahaman pada saat proses kegiatan belajar mengajar, agar siswa lebih mudah dalam
menerima, mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali pembelajaran yang telah
didapatkannya dengan baik.

Setiap siswa di Sekolah memiiki keadaan latar belakang yang berbeda-beda, begitu juga
dengan keadaan sekolahnya. Maka pengajar harus bisa menemukan cara agar siswa tetap
memiliki potensi, ilmu pengetahuan dan wawasan yang sama seperti siswa-siswa yang
lainnya, sebab banyak cara untuk bisa membuat siswa menjadi siswa yang cerdas, dengan
demikian suru harus kreatif dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar agar siswa
memiliki semangat yang tinggi untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik. Bandung: PT Reflika Aditama.
Komaruddin, Erien dan Asih Supriatin. 2008. Panduan Kreatif Bahasa Indonesia.
Bogor: Yudisthira.

134
Mudlofir, Ali dan Evi fatimatur Rusydiyah. 2016. Desain Pembelajaran Inovatif Dari
Teori ke praktik, Depok : PT Rajagrafindo Persada.
PlayPlus, Tim. 2016. Ensiklopedia Permainan Tradisional Anak Indonesia. Jakarta:
Erlangga
Poerdarwinto, W.J.S. 2011. Kamus Umum Bahasa Indonesia. JakartaTimur: PT Balai
pustaka (Persero).
Rusman. 2017. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama.
Syahrizal, Darda dan Adi Sugiarto. 2013. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
dan Aplikasinya. Jakarta Selatan: Laskar Aksara.

MENGEFEKTIFKAN PRAKTIKUM PEMBIBITAN RUMPUT LAUT METODE


KULTUR JARINGAN DI LABORATORIUM SMK NEGERI 6 PALU DENGAN
SUBTITUSI ALAT

Daeng Kondang
SMK Negeri 6 Palu

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Rumput laut (seaweed) merupakan tumbuhan tingkat rendah dan digolongkan dalam
makroalga. Akar dan batang rumput laut tidak dapat dibedakan, sehingga seluruh bagian
tumbuhan ini disebut thallus (Soerjani et al., 2004 dalam Suniti dan Suada, 2012). Rumput
laut merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir, bahkan dapat dijadikan
sumber devisa negara (Indriani dan Sumiarsih, 1992 dalam Yuliana et al., 2013).
Komoditas ini diharapkan dapat memenuhi target dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen produk perikanan terbesar di dunia
pada tahun 2015 (Marisca, 2013). Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah penghasil
rumput laut di Indonesia dan menempati urutan ketiga produsen rumput laut nasional

135
setelah Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan (Zatnika dan Istini, 2007 dalam Serdiati
dan Widiastuti, 2010). Rumput laut banyak dibudidayakan hampir di seluruh pesisir laut di
Sulawesi Tengah. Potensi lahan untuk budidaya rumput laut di Sulawesi Tengah pada tahun
2011 sekitar 189.823 km2 dengan total produksi sebesar 98.879,10 ton kering (Dinas
Perikanan dan Kelautan, 2012 dalam Yusup et al., 2013). Salah satu spesies Rhodophyceae
yang umum dibudidayakan oleh para pembudidaya rumput laut adalah Eucheuma cottonii.
Menurut Doty (1985) dalam Khasanah (2013), Eucheuma cottonii biasa juga dinamai
Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk dalam fraksi kappa-
karaginan. Namun, nama cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam
perdagangan nasional maupun internasional. Keberhasilan budidaya rumput laut tidak lepas
dari beberapa faktor seperti lingkungan, kualitas bibit, metode yang digunakan, ketersediaan
nutrisi, dan kepadatan atau bobot awal dalam pemeliharaan. Penggunaan bibit rumput laut
yang unggul diharapkan bisa memberikan hasil panen yang baik dan produksi yang tinggi.
Tetapi, ketersediaan bibit sering menjadi kendala pada musim-musim tertentu, seperti
musim hujan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan teknik pengembangbiakan
melalui kultur jaringan (Gunawan, 1987 dalam Marisca, 2013).

Kultur jaringan adalah teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel,
jaringan atau organ, dalam kondisi aseptik dengan cara in vitro (Yusnita, 2004 dalam
Andaryani, 2010). Menurut Gunawan (1988) dalam Wilma (2013), kutur jaringan adalah
metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekolompok sel,
jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Aplikasi kultur jaringan pada awalnya untuk propagasi tanaman. Selanjutnya penggunaan
kultur jaringan lebih berkembang lagi, yaitu untuk menghasilkan tanaman yang bebas
penyakit, koleksi plasma nutfah, memperbaiki sifat genetika tanaman, produksi dan
ekstraksi zat-zat kimia yang bermanfaat dari sel–sel yang dikultur (George dan Sherrington,
1984 dalam Andaryani, 2010). Penerapan kultur sel dan jaringan pada rumput laut muncul
pada tahun 1970-an untuk mengeksploitasi manfaat teknik multidimensi ini dalam
menjawab kebutuhan pasar dan praktek budidaya rumput laut (Baweja dkk., 2009).

136
SMK Negeri 6 palu didirikan oleh walikota Palu pada tahun 2004 salah satunya dengan
tujuan mengembangkan budidaya rumput laut di sulawesi tengah khususnya Di Kota Palu,
sehingga siswa/i dari jurusan agribisnis/budidaya Rumput laut dapat menghasilkan bibit
yang berkulitas secara mandiri (tidak perlu lagi membeli/mendatangkan bibit dari daerah
lain), dapat membudidaya, dan pemeliharaan serta melakukan pasca panen rumput laut,
yang akhirnya menjadi salah satu ikon kota palu. Demikian pula dengan Pembudidaya
rumput laut yang berada di Teluk Palu, masih sering mendatangkan bibit rumput laut E.
cottonii dari luar kota Palu. Sejalan dengan kebijakan pemerintah agar sepanjang pantai
Teluk Palu, rumput laut E. cottonii khususnya dapat dibudidayakan, maka alternatif yang
ditempuh untuk menghasilkan bibit secara kontinyu adalah dengan melakukan kultur
jaringan rumput laut Namun, Praktikum Kultur Jaringan pada mata diklat pembibitan
Rumput laut dengan Teknik kultur Jaringan tidak dapat dilakukan di SMK Negeri 6 Palu
dikarenakan sarana dan prasarana dalam melaksanakan praktikum tersebut sangat mahal.
Padahal kebutuhan bibit untuk kompetensi praktikum selanjutnya yaitu
budidaya/penanaman, Pemeliharaan dan Pasca Panen sangat bergantung dengan bibit yang
tersedia, dan jarakya pun cukup jauh untuk mendatangkan bibit tersebut untuk itu sangat
dibutuhkan terlaksananya praktikum pembibitan denga kultur jaringan ini.

B. Permasalahan
Praktikum pembibitan rumput laut dengan metode kultur jaringan di laboratorium yang
menghasilkan bibit Rumput laut yang berkualitas sejak Jurusan budidaya Rumput laut
dibuka tahun 2004 sampai dengan 2015 ( ± 11 tahun) tidak dapat dilakukan di SMK Negeri
6 Palu dikarenakan terkendala dengan sarana dan prasarana praktikum yang harganya
sangat mahal. Sehingga Praktikum tentang pembibitan dengan metode kultur jaringan hanya
diberikan sebatas teori. dan bibit rumput laut untuk praktek penanaman terus didatangkan
dari luar kota palu yang jaraknya sangat jauh, Padahal kebutuhan bibit rumput laut sangat
dibutuhkan untuk kelancaran kompetensi praktikum selanjutnya yaitu praktek
penanaman/budidaya, pemeliharaan dan pasca panen.

C. Strategi Pemecahan Masalah

137
Strategi Pemecahan Masalah yaitu dengan melakukan studi banding ke Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Kota Maros, Sulawesi Selatan milik
kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang melaksanakan pembibitan
rumput laut dengan metode kultur jaringan, dimana di BPPBAP kota maros Sulawesi
Selatan ini saya mempelajari kultur jaringan dilaboratorium, prinsip-prinsip kerja dari alat
yang digunakan dalam pembibitan dengan metode kultur jaringan rumput laut, mempelajari
dan melihat langsung ruang laboratorium standar yang digunakan. Serta melakukan
wawancara dengan pegawai yang menangani langsung kultur jaringan Rumput laut di
BPPBAP Maros dan pakar kultur jaringan rumput laut. Tahapan Operasional pelaksanaanya
yaitu dengan mensubtitusi alat-alat yang digunakan dalam teknik kultur jaringan yang
meggunakan teknologi tinggi (harganya mahal) dengan alat-alat yang sederhana (harganya
murah dan terjangkau) dengan memperhatikan kualitas hasil praktek sehingga praktikum ini
dapat dilaksanakan peserta didik di SMK Negeri 6 Palu.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Alasan Pemilihan strategi pemecahan masalah yaitu faktor ekonomi, dimana dengan
mensubtitusi alat-alat praktikum yang teknologi tinggi (harganya mahal) dengan alat yang
sederhana (harganya murah), dan faktor kebutuhan, dimana praktikum hanya digunakan
untuk pembelajaran peserta didik bukan untuk komersil sehingga hanya membutuhkan alat-
alat yang kecil dan sederhana dengan tetap memperhatikan kualitas hasil (output) praktek,
sehingga praktek ini tetap dapat dilaksanakan peserta didik di SMK Negeri 6 palu jurusan
Agribisnis Rumput laut khusunya kelas XI
B. Implementasi Strategi Pemecahanan Masalah
Menyusun RAB kebutuhan pembuatan laboratorium Kultur Jaringan Di SMK Negeri 6
Palu sesuai kemampuan dana bos yang dimiliki, kemudian memilih bangunan laboratorium
kultur jaringan yang tepat dengan memberi sekat ruang laboratorium pengolahan rumput
laut, karena laboratorium ini ruangannya cukup luas sehingga dapat untuk disekat,
merancang laboratorium kultur jaringan sesuai standar yang dipersyaratkan dimana disekat

138
dengan luas 3x4 meter, menutup semua lubang angin serta memasang pendingin ruangan
(AC) ½ PK untuk mendapat suhu ruang 250C, perlu diketahui laboratirium kultur jaringan
tidak boleh terbuka karena dapat mencemari/kontaminasi dengan bakteri dari luar sehingga
menghambat pertumbuhan dari bibit kultur yang ditumbuhkan, membeli alat-alat yang
digunakan dan yang sudah direncanakan dimana alat yang menggunakan teknologi tinggi
dan besar diganti dengan sederhana dan ukurannya kecil tetapi prinsip kerjanya sama serta
membeli bahan – bahan yang dibutuhkan sesuai kebutuhan praktikum.
Adapun Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan, yaitu :

139
140
Adapun langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut : dari pengambilan bibit rumput laut
Eucheuma cottonii yang sudah tidak murni lagi yang berasal dari perairan Desa
Silampayang, Kec.Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah,
dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan menggunakan air laut, dipotong bagian ujung
thalusnya sepanjang 2 cm, kemudian dibilas kembali dengan air laut steril dan diberi larutan
iodine (bethadine 0,1%) dalam air laut steril untuk menghilangkan mikroba. Jumlah thalus
disesuaikan dengan masing-masing perlakuan. Thalus dimasukan ke dalam wadah kultur
jaringan yang telah diisi dengan media PES. Thalus dipelihara selama 2 bulan pada suhu
250C, intensitas cahaya 1500 Lux dan fotoperiodede 12 jam gelap : 12 jam terang (Fadilah
dkk., 2010) Pergantian media dilakukan 7 hari sekali sebanyak 100%.

Sterilisasi Wadah

Wadah yang digunakan dalam praktikum kultur jaringan rumput laut Eucheuma
cottonii adalah stoples (volume 2 liter) sebanyak 24 buah, masing-masing diisi dengan air
laut steril sebanyak 980 mL dan diberi aerasi. Wadah yang digunakan dicuci dengan air
tawar dan dibilas dengan akuades. Setelah selesai dicuci, wadah dikeringkan dan kemudian
disterilkan dengan menggunakan autoclave selama 15 menit. Wadah yang telah steril
dimasukan kedalam ruangan kultur bersuhu 250C. Adapun alat-alat seperti selang, pinset,
Pisau/Silet, batu aerasi dan pipet tetes dicuci menggunakan sabun cuci dengan air tawar
yang mengalir, dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan.

Sterilisasi air laut

Sterilisasi air laut dilakukan dengan menyaring air laut yang berada di dalam wadah
penampung menggunakan pure it. Air laut yang telah disaring kemudian dimasukkan ke
dalam tong penampung berukuran 75 liter yang telah dicuci menggunakan sabun dan bilas
dengan air tawar.

141
Persiapan media Provasoli’s enrich seawater (PES)

Media Provasoli’s enrich seawater (PES) disusun atas tiga komponen utama yaitu iron
EDTA solution (Tabel 3), trace metal solution (Tabel 4) dan enrich stock solution (Tabel 5)
(Provasoli, 1968 dalam Andersen, 2005). Iron-EDTA solution dibuat dengan melarutkan
EDTA dan iron sulfate (sulfat besi) kedalam 900 mL dH2O (akuades), dihomogonesisasi,
dan ditambahkan air hingga mencapai 1 liter. Selanjutnya, larutan dipastuarisasi dan
disimpan dilemari pendingin hingga digunakan

Untuk membuat trace metal solution, kedalam 900 mL dH2O, dilarutkan EDTA dan semua
bahan yang tertera pada Tabel 4, ditambahkan air hingga mencapai volume akhir 1 liter,
dan disimpan direfrigerator hingga digunakan

Untuk mempersiapkan enrichment stock solution, iron-EDTA solution (250 mL) dan
trace metal solution (25 mL) dan komponen lainnya (Tabel 5) dilarutkan kedalam dH2O
hingga mencapai 900 mL. Setelah dicampur merata, ditambahkan air hingga volume akhir
larutan mencapai 1000 mL. Larutan selanjutnya dipasteurisasi. PES Media dibuat dengan

142
menambahkan 20 mL enrichment stock solution kedalam 980 mL air laut steril dan
kemudian dipasteurisasi.

C.Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai yaitu hasil praktikum berhasil/ tumbuh bibit yang dibibitkan
dapat dijelaskan seperti berikut yaitu Pada minggu ke-1 atau awal praktikum, rumput laut K.
alvarezii memiliki ukuran panjang awal 2 cm (Gambar 1A). Thallus mulai tumbuh setelah 2
minggu pemeliharaan, diawali dengan adanya bintik kecil diujung thallus. Thallus baru
terlihat jelas pada bagian ujung eksplan rumput laut pada minggu ke-4 (Gambar 1B).
Thallus baru pada eksplan rumput laut yang dikultur semakin panjang pada minggu ke-8
atau diakhir pengamatan (Gambar 1C).

Praktikum pembibitan dengan metode kultur jaringan dapat dilaksanakan dan dengan hasil
yang baik .serta dapat berjalan dengan lancar seluruh peserta didik khususnya kelas XI

143
sudah mahir/terampil melaksanakan praktikum Pembibitan dengan metode kultur jaringan
rumput laut yang sebelumya (kurang lebih 11 Tahun) hanya mengetahui teori, dan hasil
kultur jaringan dapat ditanam / dibudidaya dilahan praktek SMK Negeri 6 Palu (tidak lagi
membeli bibit dari luar kota palu), sehingga praktikum kompetensi lainnya juga dapat
berjalan dengan lancar, penanaman/budidaya, Pemeliharaan dan Pasca panen.Serta dua
orang mahasiswa dari universitas tadulako (Untad ) fakultas peternakan dan perikanan,
jurusan budidaya perairan menyelesaikan skripsi dengan melakukan penelitian skripsi di
laboratorium kultur jaringan SMK Negeri 6 Palu.dengan mengambil judul “pertumbuhan
rumput laut E. cotonii secara in vitro dengan jumlah thalus berbeda” dan “pertumbuhan
rumput laut Kappaphycus alvarezii secara in vitro yang direndam dalam larutan pupuk urea
dan TSP.

D. Kendala-kendala yang Dihadapi

Kendala-kendala yang dihadapi selama melaksanakan strategi ini yaitu kondisi kota
palu yang sering padam lampu sehingga mengganggu pelaksanaan praktikum yaitu
menghambat pertumbuhan rumput laut, dimana rumput laut tidak tumbuh dikarenakan
rumput laut membutuhkan sinar lampu dan aerasi yang continue. Untuk itu dibutuhkan
sumber listrik secara terus menerus

E.Faktor - Faktor Pendukung

Faktor- faktor pendukung yaitu dana Bos, SDM guru produktif Rumput Laut
yang terdiri dari lima orang dan empat diantaranya sudah mempunyai kualifikasi
pendidikan S2 (strata 2) .

F. Alternatif Pengembangan

Alternatif pengembangan yaitu dengan membangun laboratorium kultur jaringan


yang lebih besar (luas sesuai standar) agar dapat dikomersilkan dan hasilnya dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat banyak khususnya pembudidaya rumput laut, dimana tidak
perlu lagi membeli/mendatangkan bibit dari diluar kota palu.

144
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik yaitu:
- Kultur jaringan adalah teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik
berupa sel, jaringan atau organ, dalam kondisi aseptik dengan cara in vitro
(Yusnita, 2004 dalam Andaryani, 2010).
- SMK Negeri 6 palu didirikan oleh walikota Palu pada tahun 2004 salah satunya
dengan tujuan mengembangkan dan membudidayakan rumput laut di sulawesi
tengah khususnya Di Kota Palu, Namun,Praktikum Kultur Jaringan pada mata
diklat pembibitan tidak dapat dilakukan di SMK Negeri 6 palu dikarenakan sarana
dan prasarana dalam melaksanakan praktikum tersebut sangat mahal. Padahal
kebutuhan bibit untuk kelancaran Kompetensi praktikum penanaman/budidaya,
Pemeliharaan dan Pasca Panen sangat bergantung dari kesediaan bibit, dan jarakya
pun cukup jauh untuk mendatangkan bibit tersebut untuk itu sangat dibutuhkan
pelaksanaan dan kelancaran pembibitan dengan teknik kultur jaringan didalam
laboratorium milik sendiri (SMK Negeri 6 Palu) .
- Strategi Pemecahan Masalah yaitu dengan melakukan studi banding ke Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau(BPPBAP) Kota Maros,
Sulawesi Selatan milik kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
yang melaksanakan pembibitan rumput laut dengan metode kultur jaringan
- Alasan Pemilihan strategi pemecahan masalah yaitu faktor ekonomi dimana
dengan mensubtitusi alat-alat praktikum yang menggunakan teknologi tinggi (yang
harganya Mahal) dengan alat yang sederhana (harganya murah), dan faktor
kebutuhan, dimana praktikum hanya digunakan untuk pembelajaran peserta didik
bukan untuk dikomersilkan sehingga hanya membutuhkan alat-alat yang kecil dan
sederhana dengan tetap memperhatikan kualitas hasil praktek (Output) sehingga
RPP praktikum tetap dapat dilaksanakan peserta didik di SMK Negeri 6 palu
jurusan Agribisnis Rumput laut khusunya kelas XI

145
- Praktikum pembibitan Rumput Laut dengan metode kultur jaringan dapat
terlaksana dengan memperoleh hasil yang baik dan berjalan dengan lancar serta
Seluruh Peserta didik khususnya kelas XI sudah mahir/terampil melaksanakan
praktikum Pembibitan dengan metode kultur jaringan rumput laut yang sebelumya
(kuarang lebih 11 Tahun) hanya mengetahui teori, dan hasil kultur jaringan dapat
ditanam dibudidaya dilahan praktek SMK Negeri 6 Palu (tidak lagi membeli bibit
dari luar kota palu), sehingga praktikum kompetensi lainnya juga berjalan lancar,
penanaman/budidaya, Pemeliharaan dan Pasca panen, serta dua orang mahasiswa
dari universitas tadulako (Untad ) fakultas peternakan dan perikanan, jurusan
budidaya perairan menyelesaikan skripsi dengan melakukan penelitian skripsi di
laboratorium kultur jaringan SMK Negeri 6 Palu.
B. Rekomendasi
Dari simpulan diatas dapat direkomendasikan pemerintah melalui dinas pendidikan
setempat agar dapat membangun laboratorium kultur jaringan yang standar untuk
kebutuhan pendidikan dan komersil karena mengingat kebutuhan bibit yang banyak dan
belum ada diproduksi di sulawesi tengah khususnya Di Kota Palu.

DAFTAR PUSTAKA

Andaryani, S., 2010. Kajian penggunaan berbagai konsentrasi Bap dan 2,4-D terhadap
Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropha curcas l.) secara in vitro. Skripsi. Program Studi
Agronomi, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Baweja, P., Sahoo, D., Garcia-Jimenes, P., Robaina, R.R. 2009. Seaweed tissue culture
as applied to biotechnology: Problems, achievements and prospects. Phycological Research,
57: 45–58
Fadilah, S., Rosmiati. dan Suryati, E., 2010. Perbanyakan rumput laut (Gracilaria
verrucosa) dengan kultur jaringan menggunakan wadah yang berbeda. Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi
Selatan. Maros.

Khasanah, U., 2013. Analisis kesesuaian perairan untuk lokasi budidaya rumput laut
Eucheuma cottonii di Perairan Kecamatan Sajoanging Kabupaten Wajo. Skripsi. Program
Studi Ilmu Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin. Makassar.

146
Marisca, N., 2013. Aklimatisasi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur
Jaringan dengan Kepadatan yang Berbeda dalam Akuarium di Rumah Kaca. Skripsi.
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Serdiati, N. dan Widiastuti, I., 2010. Pertumbuhan dan produksi rumput LautEucheuma
cottonii pada kedalaman penanaman yang berbeda.Media Litbang Sulteng 3(1) : 21-26.
Suniti, I.W. dan Suada, I.K., 2012. Kultur in vitro anggur laut (Caulerpa lentilifera)
dan jenis mikroba yang berasosiasi. Agrotrop, 2 (1): 85-89

Yusup, M. Y., Laapo, A., Howara, D., 2013. Maksimisasi keuntungan usaha budidaya
rumput laut di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala. e-J.
Agrotekbis, 1(2) : 198-203.

Yuliana., Salam, M. A., Tambaru, E., Andriani, I., dan Lideman., 2013. Pengaruh
perendaman Eucheuma spinosum J. Agardh dalam larutan pupuk Provasoli’s Enrich
Seawater terhadap laju pertumbuhan secara in vitro. Universitas Hasanudin. Makassar.

Wilma, 2013. Induksi kalus tanaman kakao (Theobroma cacao L.) klon Sulawesi I (SI)
pada medium MS dengan kombinasi hormon 2,4-D BAP dan air kelapa. Skripsi. Program
Studi Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam,
Universitas Tadulako. Palu.

147
MENAKLUKKAN WAKTU BUKTI KOMPETENSIMU: BEST PRACTICE
MENYUKSESKAN UJI KOMPETENSI AKUNTANSI MELALUI KOMPETENSI
MENGETIK SEPULUH JARI

Siti Mariyam
SMK Muhammadiyah AIMAS

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tangkas dan cekatan adalah dua ketrampilan yang sangat dibutuhkan dalam dunia
kerja. Mengapa perusahaan memerlukan dua ketrampilan tersebut? Karena jumlah
pekerjaan yang banyak dan waktu untuk menyelesaikan yang terbatas maka dua
ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam perusahaan. Untuk itu ketika akan merekrut
karyawan baru perusahaan akan sangat mempertimbangkan calon karyawan yang memiliki
ketangkasan yang tinggi dan cekatan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal inilah yang
menjadi dasar perlunya siswa untuk dapat mencapai nilai Uji Kompetensi Keahlian (UKK)
minimal 7 (tujuh) guna memenuhi ketentuan ketrampilan yang harus dimilikinya sebelum
terjun ke dunia kerja (Direktorat Pembinaan SMK, 2016). Namun, kenyataannya tidak
banyak siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya jurusan akuntansi yang
cekatan dan tangkas dalam menyelesaikan pekerjaan. Survey awal menunjukkan hasil
bahwa rata-rata siswa akuntansi SMK Muhammadiyah Aimas belum mampu mencapai
kriteria nilai UKK (daftar hasil survey terlampir). Penyebab tidak tercapainya nilai tersebut
bukan dikarenakan pengetahuan mereka yang kurang, akan tetapi lemahnya kemampuan
siswa untuk memajemen waktu menyelesaikan kasus UKK. Untuk dapat menyelesaikan
satu siklus akuntansi berbasis komputer siswa hanya disediakan waktu 3 (tiga) jam.
Kecepatan mengetik yang kurang menyebabkan siswa menghabiskan waktu untuk
menginput seluruh informasi dalam soal UKK.
B. Permasalahan
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi siswa dan kreatifitas
guru. Guru yang kreatif akan menghasilkan berbagai metode belajar yang menarik

148
sehingga target-target belajar dapat tercapai. Salah satu Target belajar siswa akuntansi
dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar
mengoperasikan komputer akuntansi dengan cepat dan tepat. Desain pembelajaran yang
baik, metode belajar yang bervariasi, dan memaksimalkan fasilitas yang ada, ditambah
dengan kreatifitas guru akan membuat siswa lebih mudah mencapai target belajar (Barac
dan Plessis, 2014). Jika hasil belajar siswa belum memenuhi Standar Kelulusan maka
menjadi tugas seorang guru untuk mencari solusi sehingga siswa mampu mencapai target
nilai yang seharusnya diperloleh.
Berdasarkan latar belakang masalah pembelajaran siswa akuntansi di SMK
Muhammadiyah Aimas dan uraian di atas maka permasalahan yang muncul adalah:
1. Mengapa siswa akuntansi SMK Muhammadiyah Aimas lambat dalam menyelesaikan
soal UKK?
2. Bagaimana cara meningkatkan kemampuan siswa akuntansi di SMK Muhammadiyah
Aimas untuk menyelesaikan soal UKK?
C. Strategi Pemecahan Masalah
Dalam konteks pembelajaran, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
permasalahan apa yang ditemui, dan bagaimana cara mencapai hasil belajarnya. Dengan
demikian, mereka menyadari bahwa kegiatan pembelajaran (materi) yang diikutinya
berguna bagi kehidupannya. Apabila kondisi tersebut telah terbentuk, maka siswa akan
termotivasi untuk mengikuti dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga
tujuan akan tercapai secara optimal (Ningrum, 2009). Rangkaian pembelajaran ini dikenal
dengan istilah pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Proses
belajar mengajar yang langsung dihubungkan dengan tuntutan standar kelulusan berupa
UKK dan syarat dunia kerja akan menambah motivasi belajar siswa. Untuk merealisasikan
strategi pembelajaran kontekstual, penulis mengkombinasikan dengan strategi metakognisi
untuk membangun motivasi dan karakter siswa belajar dengan keras dan pantang menyerah
(Thamraksa, 2009). Langkah-langkah pembelajaran kontekstual dikombinasikan dengan
stragegi metakognisi adalah sebagai berikut:

149
1. Direct instruction
Pada tahap ini guru menjelaskan berbagai strategi yang ditawarkan untuk mengatasi
lambatnya siswa dalam mengoperasikan komputer akuntansi berupa teks, keyboard
kertas, kartu akun, slide, dan musik. Pada tahap ini guru juga menjelaskan mengapa
strategi ini penting dan kapan strategi ini dapat diterapkan oleh siswa.
2. Teacher modelling
Ada pepatah yang sangat terkenal di dunia pendidikan “guru kencing berdiri, murid
kencing berlari”. Jika dihubungkan dengan dunia belajar siswa saat ini guru harus
dapat menunjukkan kompetensinya terlebih dahulu di depan siswa sebagai model yang
tidak hanya dapat berbicara tetapi juga dapat melakukan. Pada tahap ini guru harus
dapat memperlihatkan bagaimana caranya mengoperasikan komputer akuntansi dengan
cepat di depan siswa. Setelah itu barulah guru dapat memberikan gambaran betapa
pentingnya ketrampilan tersebut harus dikuasai oleh siswa ketika mereka menghadapi
UKK dan saat bekarja nanti. Ketika menjelaskan guru harus menggunakan teknik “think
out loud” dimana penjelasan harus menggunakan kata yang tegas kapan dan bagaimana
setiap strategi yang diterapkan siswa akan berhasil.
3. Application
Tahap akhir adalah penerapan strategi yang telah dijelaskan di atas. Di rumah siswa
akan dibekali keyboard bekas atau keyboard kertas bergantian untuk melemaskan dan
membiasakan jari-jarinya mengetik. Sedangkan di sekolah Strategi-strategi tersebut
diterapkan pada setiap awal dan akhir belajar komputer akuntansi. Sedangkan diluar
jam belajar dilakukan selesai apel pagi selama 15 menit setiap hari selasa. Selain itu
siswa juga dapat memanfaatkan jam kosong saat guru yang seharusnya mengajar
berhalangan.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE


A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Kemampuan siswa untuk menyelesaikan satu siklus akuntansi dalam waktu 3 (tiga) jam
adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh siswa agar dapat dikategorikan sebagai siswa

150
akuntansi yang memenuhi kriteria kelulusan UKK. Jika syarat tersebut tidak dapat dipenuhi
maka pembelajaran komputer akuntansi dipandang belum berhasil (Direktorat Pembinaan
SMK, 2016).
Siswa akuntansi di SMK Muhammadiyah Aimas berasal dari keluarga yang kurang
beruntung sehingga fasilitas penunjang belajar seperti mesin ketik, komputer PC ataupun
laptop tidak mereka miliki. Untuk dapat meningkatkan kemampuan mengetik siswa
akuntansi tentu tidak dapat mengandalkan fasilitas dari luar sekolah. Kurangnya waktu
siswa untuk mencoba mengetik dengan cepat menjadi kendala siswa. Kreatifitas guru
komputer akuntansi untuk menyelesaikan kurangnya kemampuan mengetik siswa dituntut
sehingga permasalahan dapat diselesaikan. Jika mengandalkan keuangan sekolahpun solusi
tidak dapat diperoleh, oleh karena itu guru komputer akuntansi menawarkan serangkaian
solusi yang murah dan mudah didapat.
Teks untuk mengetik dapat dicetak pada kertas bekas yang halaman belakangnya masih
dapat digunakan. Keyboard kertas dibuat dari kardus bekas dan dihias sedemikian rupa
sehingga menarik sebagai alat praktek. Slide dari power point menggunakan laptop guru
yang dapat dimodifikasi tampilannya. Dan alternatif terakhir untuk mengatasi kejenuhan
siswa teks mengetik dapat diganti dengan lagu-lagu yang kecepatannya disesuaikan dengan
kemampuan siswa.
Berbagai metode digunakan untuk mengatasi lemahnya kemampuan mengetik siswa
didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sykes dan Dean (2013) yang menyatakan
bahwa refleksi mengatasi kebosanan siswa ketika belajar tidak boleh diabaikan, karena hal
tersebut berkontribusi meyumbangkan lemahnya dorongan siswa untuk bertindak lebih
baik. Jika siswa hanya dihadapkan pada teks yang membosankan untuk melatih jarinnya
mengetik maka semangat belajarnya akan menurun. Berbagai metode ditawarkan juga
karena ingin mengakomodir seluruh kecenderungan siswa senang belajar. Bagi siswa yang
menyukai cara yang serius maka teks tidak akan menjadi masalah. Namun bagi siswa yang
menyukai cara belajar dengan bergerak maka kartu akun menjadi solusi. Lain halnya bagi
siswa yang menyukai musik ketika belajar, maka musik menjadi solusi untuk mengatasi
lambatnya mengetik siswa.

151
B. ImplementasiStrategi Pemecahann Masalah
Penerapan metode mengatasi lambatnya mengetik siswa dimulai pada awal semester 3
(tiga) kelas 2 (dua) akuntansi. Dalam satu minggu siswa akuntansi akan belajar komputer
akuntansi sebanyak 2 kali dimana masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 3-4 jam
pelajaran. Diluar kegiatan jam belajar kecepatan mengetik siswa dapat di lihat ketika
kegiatan kejuruan setiap hari Selasa setelah apel pagi. Sedangkan untuk latihan diluar dua
kegiatan tersebut tidak dapat diukur yang sebagai kegiatan penunjang memperlancar
kecepatan mengetik siswa. Adapun penerapan metode mengetik cepat dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 1
Penerapan Metode Mengoperasikan Komputer Akuntansi dengan Cepat

152
C. Hasil yang Dicapai
Hasil penerapan metode mengetik cepat dengan berbagai metode menunjukkan hasil
yang bervariasi pada setiap siswa. Siswa dikategorikan dalam 3 tipe yaitu tipe visual,
auditori dan kinestetik. Metode belajar yang dipilih dapat menunjukkan hasil yang positif
jika sesuai dengan tipe belajar siswa. Perkembangan belajar siswa sebelum diterapkan
berbagai metode mengetik cepat sampai dengan penerapan seluruh metode belajar mengetik
cepat yang terdiri dari penggunaan teks, slide, kartu akun, dan musik dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:

153
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar yang paling disukai di kalangan
siswa berpengaruh terhadap hasil belajarnya baik itu visual, auditory, maupun kinestetik.
Hasil yang paling tinggi diperoleh pada gaya belajar audio dengan cara mendengarkan
musik. 25% siswa mengalami peningkatan mengetik rata-rata 59%. Berbeda dengan siswa
yang memiliki gaya belajar visual dan kinestik, metode mengetik dengan menggunakan
teks, slide, dan kartu dapat berpengaruh pada kemampuan mengetik siswa. Sebanyak 7
siswa mengalami peningkatan kemampuan mengetiknya rata-rata sebesar 50%. Namun
terdapat 5 siswa yang tidak mengalami peningkatan kemampuan mengetiknya. Seluruh
metode telah ditawarkan namun kemampuan mengetik siswa tidak mengalami peningkatan
yang berarti. Setelah dilakukan pendekatan dengan siswa penyebab utama mengapa
kemampuan mereka tidak meningkat adalah dikarenakan mereka tidak berlatih diluar jam
tes mengetik yang diberikan oleh guru. Untuk permasalahan ini perlu dicarikan metode
yang lebih baik untuk diterapkan bagi siswa yang memiliki motivasi belajar atau berlatih
rendah.
Tugas seorang guru harus mampu mengakomodir seluruh tipe belajar siswa sehingga
hasil belajar siswa menjadi lebih maksimal. Hal ini didukung oleh berbagai penelitian yang
menunjukkan pemilihan metode yang tepat untuk tipe belajar siswa berpengaruh positif
terhadap hasil belajar siswa (Jihad, 2014; Mohafizza, 2013; smith dkk, 2015; dan cook,
2015).
Metode yang diterapkan untuk mengevaluasi mengetik siswa disesuaikan dengan
kesepakatan antara siswa dengan guru sehingga waktu pelaksanaan test siswa tidak merasa

154
terbebani. Pada pertemuan ke 5-8 metakognisi siswa mulai terbangun yang ditunjukkan
dengan meningkatnya kesadaran siswa untuk merencanakan, memonitoring, dan
mengevaluasi hasil belajarnya sendiri secara mandiri di rumah maupun di sekolah. Siswa
juga sering mendiskusikan berbagai masalah belajarnya dengan teman sejawat maupun
dengan guru (sumaryati, 2012). Kedekatan siswa dengan guru sangat terbangun dengan
menerapkan metode belajar seperti ini, sehingga segala permasalahan yang berada di dalam
kontrol guru dapat di atasi.
D. Kendala-kendala yang Dihadapi
Adapun kendala yang dihadapi oleh guru untuk menerapkan metode ini adalah
Implementasi berjalan lebih lambat dibanding dengan perencanaan awalnya pasokan listrik
yang tidak pasti. Khusus untuk wilayah Kabupaten Sorong Papua Barat sering terjadi
pemadaman listrik ketika proses belajar mengajar berlangsung.
E. Faktor-faktor Pendukung
Untuk merealisasikan keberhasilan metode mengoperasikan komputer akuntansi dengan
cepat didukung oleh faktor-faktor diantaranya:
1. Dukungan dari kepala sekolah dan seluruh guru yang ada di SMK Muhammadiyah
Aimas yang pemikirannya sejalan dengan penulis untuk mencetak siswa-siswa yang
cekatan dalam mengoperasikan komputer akuntansi.
2. Fasilitas yang dapat dimaksimalkan oleh guru untuk mencapai keberhasilan
penerapan metode belajar tersebut
F. Alternatif Pengembangan
Alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mempercepat hasil penerapan metode
mengetik cepat adalah membentuk ekstrakurikuler baru terkait dengan mengetik cepat.
Ektrakurikuler dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu setiap hari selasa dan kamis setelah
kegiatan belajar mengajar selesai.
Melakukan percobaan di sekolah lain juga menjadi alternatif pengembangan untuk
menguji apakah metode yang ditawarkan penulis cukup relevan untuk meningkatkan
kemampuan mengetik siswa akuntansi.

155
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Pemahaman dan pembiasaan strategi metakognisi sangat dibutuhkan siswa yang sedang
melakukan proses pembelajaran. Strategi ini memfasilitasi siswa untuk mampu mengontrol
pembelajarannya dalam hal ini merencanakan, memonitoring dan mengevaluasi proses
belajarnya agar dapat berjalan efektif dan efisien. Siswa yang sudah terbiasa menggunakan
strategi ini akan menemukan cara yang tepat dalam memahami sesuatu, mengembangkan
cara memecahkan masalah serta kemampuan melakukan self assesmen untuk meningkatkan
kecepatan mengetiknya.
Pilihan metode belajar yang sesuai dengan tipe belajar siswa akan berpengaruh positif
terhadap hasil belajar siswa baik itu yang memiliki tipe visual, auditory, maupun kinestetik.
Memberikan kesempatan yang sama untuk setiap menjadi kewajiban guru sehingga seluruh
tipe belajar siswa dapat diakomodir.
B. Rekomendasi
Adapun rekomendasi penulis setelah melihat hasil belajar siswa selama ini adalah
a. Mata pelajaran mengetik yang sebelumnya menjadi mata pelajaran tersendiri agar
dapat dikembalikan sehingga kemampuan mengetik siswa akuntansi dapat
ditingkatkan kembali.
b. Menyediakan jenis ekstrakulikuler khusus untuk meningkatkan kompetensi siswa
akuntansi khususnya kemampuan mengetik dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Barac dan Plessis. 2014. Eaching pervasive skills to South African accounting students.
Southern African Business Review. Volume 18.1.
Direktorat Peminaan SMK. 2016. Pedoman Penyelenggaraan Uji Kompetensi Keahlian
(UKK) DAN Sertifikasi Siswa SMK pada Ujian Nasional. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.

156
Ferreira, Maria M., and Anthony R. Trudel. 2012. The impact of problem-based
learning (PBL) on student attitudes toward science, problem-solving skills, and sense of
community in the classroom. Journal of classroom interaction. Vol: 23-30.
Mohaffyza, Mimi. 2013. Learning styles and academic achievement among
buildingconstruction students. A thesis submitted in fulfilment of the requirements for the
award of the degree of Doctor of Philosophy. Universiti Teknologi. Malaysia.
Smith, Annabel dkk. 2015. Teaching Business Concepts Using Visual Narrative.
Proceedings of the 3rd International Conference for Design Education Researchers.
Sykes, C. Dan Dean, B. A. 2013. A practice-based approach to student reflection in
the workplace during a Work-Integrated Learningplacement. Studies in Continuing
Education. Vol: 35 -179.
Turki, Jihad. 2014. Learning Styles of Gifted and Non- Gifted Students in Tafila
Governorate. International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 4-5.

157
INFORMATION GAP ACTIVITIES : PENGAJARAN BERBICARA BAHASA
INGGRIS BERBASIS KURIKULUM 2013 DI SMK

Andri Defrioka
SMK Negeri 1 Padang

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara adalah suatu kemampuan yang sangat penting dalam belajar bahasa
asing. Bahkan beberapa ahli cenderung mengatakan bahwa berbicara merupakan
kemampuan yang paling penting dari empat keterampilan berbahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis). Lebih lanjut, berbicara diajarkan tanpa secara sadar
dengan mempertimbang konteks sosial. Sebagai akibatnya, siswa akan mudah merasa
frustasi karena mereka tidak paham dan bahkan tidak dimengerti oleh lawan
bicaranya,meskipun mereka melaksanakan tugasnya dengan baik di dalam kelas.
Penguasaan keterampilan berbicara Bahasa Inggris merupakan suatu prioritas utama bagi
siswa yang mempelajari bahasa asing. Siswa mengevaluasi kesuksesan pembelajaran
Bahasa Inggrisnya berdasarkan seberapa jauh peningkatan keterampilan berbicara mereka.
Kemampuan berkomunikasi Bahasa Inggris merupakan salah satu faktor penentu bagi
kesuksesan para siswa di sekolah dan karir masa depan mereka. Oleh karena itu, sangatlah
penting bagi guru untuk memberikan perhatian terhadap pengajaran berbicara.

B. Permasalahan

Kenyataannya, kemampuan berkomunikasi Bahasa Inggris di sekolah menengah


kejuruan (SMK) masih menimbulkan kekecewaan bagi guru, orang tua dan bahkan siswa.
Para siswa mampu menguasai grammar dengan baik, tetapi belum mampu berkomunikasi
berbahasa yang sederhana sekalipun. Permasalahan umum yang sering ditemukan di kelas
adalah kelas yang pasif, dimana siswa tidak mampu berkomunikasi Bahasa Inggris bahkan
menghindar untuk berinteraksi dengan guru dan teman. Hal ini diakibatkan komunikasi
yang terjadi di kelas selama ini adalah antara guru dan keseluruhan kelas dalam bentuk

158
dialog seperti memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa dengan harapan siswa akan
meresponnya. Hal ini membuat frustasi guru dan siswa, karena sering terjadi pertanyaan ini
tidak ditanggapi oleh siswa di kelas. Para siswa enggan untuk memberikan masukan atau
bertanya pada guru jika mereka tidak mengerti.

Observasi awal dan wawancara dengan beberapa orang siswa menunjukkan bahwa
terdapat beberapa masalah yang terjadi di pihak siswa. Pertama, kurang percaya diri. Siswa
merasa malu untuk mempraktekkan Bahasa Inggris di kelas serta takut berbuat salah.
Kedua, enggan untuk berbicara. Siswa tidak punya motif dan tujuan untuk berkomunikasi
Bahasa Inggris di kelas.Mereka tidak punya alasan yang tepat untuk berbicara dan
berinteraksi. Ketiga. Rendahnya partisipasi siswa di kelas. Hal ini disebabkan karena tidak
semua siswa yang mau mendengar ketika teman lain berbicara. Keempat, mengunakan
Bahasa ibu (Bahasa Indonesia). Ketika praktek Bahasa Inggris antara guru dan siswa di
dalam kelas, siswa cenderung mengunakan Bahasa Indonesia karena lebih mudah dan tidak
merasa alami jika mereka berbicara bahasa Inggris.

Beberapa penyebab kemungkinan terjadinya hal-hal diatas berasal dari kelas


pengajaran berbicara sebelumnya. Suatu hal yang umum kita lihat, guru berdiri di depan
kelas berbicara selama proses belajar mengajar. Hal ini memberikan kesempatan yang
sedikit bagi siswa untuk mempraktekkan materi pelajaran yang mereka pelajari. Guru
adalah sumber informasi. Dengan kata lain, pengajaran berbicara bahasa Inggris selama ini
diremehkan karena proses pembelajaran hanya terfokus pada latihan pengulangan dan
menghapal sebuah dialog. Materi ajar yang tidak komunikatif dan monoton membuat para
siswa frustasi belajar bahasa Inggris.

Lebih lanjut, Kurikulum 2013 mensyaratkan terselenggaranya pembelajaran dengan


pendekatan scientific, yaitu dalam kegiatan pembelajaran, guru harus mendorong siswa
untuk mampu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (5M)
untuk semua mata pelajaran dengan mengunakan model –model pembelajaran yang sesuai
dengan tuntutan KI dan KD. Dalam pembelajaran ini siswa diharapkan mampu
mengembangkan kompetensi yang mencakup sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Guru

159
diharapkan mampu untuk merencanakan pembelajaran yang up to date yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum 2013.

C. Strategi Permasalahan Masalah

Mengacu pada permasalahan pembelajaran Bahasa Inggris diatas dan pandangan negatif
dan kekecewaan siswa dalam belajar Bahasa Inggris, maka diperlukan satu kegiatan rutin
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan Bahasa Inggris dan
pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi untuk menguasai berbagai teks. Menjawab
permasalahan ini maka Information Gap Activities (IGA) dilaksanakan dengan beberapa
pertimbangan: 1.information gap activities dapat mengembangkan autonomous learning
style siswa. Para siswa diberikan waktu yang cukup untuk mengimplementasikan materi
dan strategi yang dibutuhkan dalam berkomunikasi antara lain: collaboration (bekerjasama
untuk mencapai suatu tujuan), personalization (melaksanakan kegiatan yang dapat
mengekspresikan ide dan pendapatnya secara individu (Hess :2001). 2. Information gap
activities dapat memperbanyak pembendaharaan kosa kata dan penguasaan struktur bahasa
Inggris. Kegiatan ini memberikan peluang bagi siswa untuk mengunakan bentuk dan fungsi
bahasa secara komunikatif. Kegiatan ini membawa siswa kepada pengunaan bahasa secara
nyata. Grammar tidak lagi merupakan suatu konsep yang menjadi sumber kesalahan siswa
berbahasa Inggris. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengunakan bahasa secara alami.
Kegiatan ini sangat efektif dalam pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing (Raptou
:2002). Dengan singkat, penggunaan Information Gap Activities menjadi best practice
untuk menangani masalah keterampilan berbicara siswa .

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Pemilihan Information Gap Activities untuk pemecahan masalah pembelajaran


berbicara Bahasa Inggris didasarkan pada dua hal yaitu: teori pengajaran berbicara Bahasa
Inggris yang ideal dan Information gap activities .

160
Beberapa ahli dalam pengajaran berbicara seperti Harmer dan Lawtie telah menyatakan
bahwa pengajaran berbicara itu sangat penting. Menurut Harmer (1990) tujuan pengajaran
berbicara adalah untuk melatih siswa berkomunikasi. Kegiatan berbahasa di kelas harus
fokus pada pengunaan bahasa secara individu. Hal menghendaki guru tidak hanya
menciptakan suatu situasi lingkungan kelas yang hangat dan humanistik tetapi juga
menyiapkan masing-masing siswa untuk berbicara. Dalam hal ini, guru harus menciptakan
strategi untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa seperti menyuruh para siswa
untuk berinteraksi pada kegiatan berpasangan dan kelompok.
Lawtie (2004) memberikan alasan mengapa guru harus mengajarkan keterampilan
berbicara di dalam kelas. Pertama, banyak siswa mengangap bahwa mempelajari bahasa
adalah belajar bagaimana mengunakan bahasa lisan. Kesuksesan belajar bahasa diukur
dalam bentuk kemampuan melakukan percakapan dalam bahasa yang diinginkan atau
dipelajari. Dengan demikian, jika seorang siswa tidak dapat belajar bagaimana belajar
berbicara dan tidak punya kesempatan untuk berbicara pada bahasa itu, mereka akan
mempunyai kurang motivasi dan kehilangan keinginan dalam pembelajaran. Kedua,
berbicara dalah suatu dasar komunikasi manusia. Jika tujuan pengajaran bahasa adalah
untuk membuat siswa mampu berkomunikasi Bahasa Inggris, maka keterampilan berbicara
harus dipraktekkan di dalam kelas. Karena kebanyakan belajar bahasa asing di konteks
budaya mereka, maka kesempatan untuk praktek hanya ada di dalam kelas. Jadi, suatu
kunci faktor dalam pengembangan bahasa asing adalah suatu kesempatan yang diberikan
kepada siswa untuk berbicara dengan bahasa yang dipelajarinya untuk meningkatkan
interaksi diantara mereka.
Dalam hubungannya dengan kegiatan yang harus dilakukan dalam pengajaran
berbicara, Richard (2002) mengklarifikasi beberapa karakteristik kegiatan komunikatif yang
harus diaplikasikan di dalam pengajaran berbicara yaitu:
1. Suatu hasrat untuk berkomunikasi. Dalam kegiatan komunikatif, harus ada alasan bagi
siswa untuk berkomunikasi. Jika seseorang bertanya, dia mesti ingin mendapatkan
informasi dan konfirmasi dari seseorang. Jadi harus ada informasi atau pendapat yang
berbeda yang ingin dikomunikasikan.

161
2. Suatu tujuan komunikatif. Ketika kita menyuruh siswa mendeskripsikan peralatan
kamar mereka kepada temannya, kita sedang menciptakan tujuan komunikatif dan akan
lebih bagus jika kita suruh mereka mengatakannnya dalam Bahasa Inggris.
3. Fokus pada isi bahasa bukan pada formula bahasa. Dalam kenyataan sehari-hari, kita
tidak menanyakan tentang keluarga teman kita untuk mempraktekkan pola “have got”.
Kita menyuruhnya karena kita ingin informasi.
4. Variasi bahasa yang digunakan. Dalam komunikasi yang normal, kita tidak mengulang
pola bahasa berulang-ulang. Kita cenderung menghindari hal ini.
5. Tidak ada intervensi guru.
6. Tidak ada kontrol atau simplikasi materi. Di dalam kelas , kita sering mengunakan
bahasa yang terbatas dan disederhanakan untuk kegiatan yang komunikatif. Hal ini
tidak terjadi pada dunia yang sebenarnya.
Lebih lanjut, Kayi (2007) mengatakan bahwa sekarang banyak ahli bahasa dan guru
bahasa asing setuju bahwa siswa belajar berbicara dalam bahasa asing dengan berinteraksi.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa asing harus diajarkan pada konteks situasi nyata yang
menghendaki komunikasi yang mempunyai karateristik sebagai berikut:
1. Tujuan adalah untuk melengkapi suatu tugas seperti mendapatkan pesan telepon,
mendapatkan informasi, atau mengungkapkan suatu pendapat.
2. Peserta harus mengelola suatu ketidakpastian tentang apa yang akan diungkapkan
seseorang.
3. Harus melibatkan suatu informasi yang berbeda. Masing-masing peserta mempunyai
informasi yang peserta lain tidak miliki.
4. Fokus pada negosiasi. Peserta harus mengklarifikasi makna atau menkonfirmasi
pengertian mereka.
Pengunaan Information Gap Activities (IGA) sebagai best pratice dalam pengajaran
berbicara diuraikan sebagai berikut:

Information gap activities telah menjadi perhatian bagi pengajar dan pakar pengajaran
bahasa. Harmer (1991), , Carvalho (1997), and Kayi (2006) memberikan definisi tentang
apa itu information gaps activities. Harmer (1991) mengatakan bahwa information gaps

162
activities berarti kegiatan yang mempunyai gap/beda informasi yang dimiliki oleh dua
orang yang berkomunikasi. Carvalho (1997) mengatakan bahwa information gap activities
adalah kegiatan dimana satu grup memiliki informasi separuh , dimana mereka harus
melengkapi suatu tugas yang diberikan dengan bertanya atau berkomunikasi dengan grup
lain. Kedua kelompok itu akan bertukar informasi. Menurut Kayi (2006) information gap
activities adalah kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan secara berpasangan. Siswa
memiliki informasi yang berbeda sehingga mereka harus berkomunikasi untuk
mendapatkan informasi atau data dari pasangannya. Information gap
activities memberikan beberapa aktifitas pemecahan masalah atau mengumpulkan
informasi. Setiap pasangan memiliki peran yang sangat penting sebab tugas tidak dapat
diselesaikan jika pasangan tidak dapat memberikan informasi kepada yang lain. Kegiatan
ini efektif karena tiap individu memiliki kesempatan untuk berbicara secara intensif ke
dalam bahasa sasaran.

Peran guru dalam pelaksanaan information gaps activities dalam pembelajaran


berbicara Bahasa Inggris diuraikan secara jelas oleh Zhang (2005). Menurut dia, dalam
pelaksanaannya , guru berperan sebagai:

1. Designer. Dalam kegiatan information gaps activities, guru berperan sebagai orang yang
merancang struktur kelas, membuat isi dari interaksi dan menjaga agar proses pembelajaran
berlangsung secara efektif.

2. Organizer. Guru bertindak sebagai pengontrol yang semuanya terfokus padanya seperti
mendemonstrasikan dan memberi instruksi. Guru juga berperan sebagai sumber informasi.
Para siswa akan bertanya tentang kosa kata yang sulit dan cara melaksanakan aktiftitas.

3. Participant and prompter. Guru harus konsentrasi pada interaksi siswa. Guru harus
ngomong dengan siswa menanyakan bagaimana tanggapan mereka tentang kegiatan yang
diadakan, memotivasi siswa yang cenderung diam. Guru harus berjalan serta memonitor
ketika para siswa praktek berbicara dengan teman pasangannya

163
4. Investigator and assessor. Guru akan melihat feedback tentang bagaimana penampilan
siswa, mengevaluasi kegiatan yang diadakan.

Dari beberapa diatas dapat disimpulkan bahwa information Gap activities dapat 1)
membangkitkan interaksi berbahasa karena kegiatan ini memberi kesempatan yang lebih
banyak kepada siswa untuk berani berbicara, 2) memberikan suasana belajar dimana mereka
tidak lagi merasa malu mengungkapkan ide dan pendapatnya karena dilakukan dalam
berpasangan dan kelompok kecil, (3) meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan siswa
(4) siswa cenderung merasa nyaman.

B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

Dengan memperhatikan SKL, KI dan KD yang ada pada kurikulum 2013, guru harus
memperhatikan strategi serta metode yang relevan. Berikut contoh pengunaan information
gap activities dalam pembelajaran berbicara bahasa Inggris untuk memecahkan persoalan
yang siswa hadapi seperti diuraikan pada bab I

Prosedur dan langkah langkah pembelajaran yang dilakukan pada best practice ini sebagai
berikut:

1. Siswa mengamati gambar yang diberikan guru. Guru menjelaskan tugas serta
mengulangi beberapa kosa kata yang akan muncul di dalam form atau bacaan yang akan
diberikan dengan mengunakan mind map.
2. Guru membagi siswa atas dua kelompok dan menyuruh mereka duduk berpasangan
dengan jarak yang agak jauh supaya mereka tidak saling meihat informasi yang ada
pada pasangannya.
3. Guru membagikan formulir/wacana yang berbeda pada masing-masing siswa yang
terdiri dari part A dan part B seperti contoh

164
4. Guru menjelaskan serta memodelkan cara pelaksanaan tugas yang akan mereka lakukan
dengan seorang siswa
5. Siswa melakukan praktek berpasangan dengan bertanya jawab untuk melengkapi isian
yang diberikan. Guru memperhatikan siswa serta mencatat hal-hal yang salah (error)
seperti pengucapan serta penulisannya.
6. Siswa membandingkan jawaban yang ada di kertas mereka dengan teman lain.
7. Untuk melengkapi kegiatan ini, siswa melaporkan hasil kerja mereka di depan kelas.
8. Guru memberikan komentar dan penilaian tentang kegiatan yang dilakukan.

C. Hasil yang Dicapai

Dengan mengunakan instrumen penilaian yang meliputi observasi dan keterampilan


berbicara dengan beberapa indikator : kelancaran, kosa kata, struktur kalimat, dan
pengucapan , kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa dapat dilihat sebagai berikut:

165
Dari empat komponen yang diuji, kelancaran berbicara siswa sudah mulai meningkat.
Penguasaan kosa kata yang menjadi masalah pada pembelajaran sebelumnya menunjukkan
peningkatan yang sangat berarti . Rata-rata hasil kemampuan berbicara Bahasa Inggris
siswa sudah melampaui nilai KKM (75).

Untuk mendukung data yang didapatkan dari daftar observasi dan hasil tes berbicara,
wawancara tentang bagaimana respon mereka terhadap pengunaan information gap
activities ini dilakukan dengan hasil sebagai berikut:

a. Para siswa mengatakan bahwa mereka sudah mampu melaksanakan kegiatan karena
instruksi dan contoh/model yang diberikan oleh guru sangat jelas.

“Menurut saya petunjuk yang diberikan guru sangat jelas dan mudah dimengerti” (SA,
5/10/16)

“Mudah bagi saya memahami petunjuk yang diberikan guru sehingga saya mudah
melakukan kegiatan” (SI, 5/10/16)

b. Para siswa mengakui bahwa mereka senang berinteraksi dengan guru , jika tidak
memahami arti kata. Mereka sudah mejawab pertanyaan guru serta meresponnya.

“Saya gembira dan punya rasa percaya diri yang tinggi dalam menjawab pertanyaa
guru“(SA. 5/10/16)

166
“ Saya senang menjawab pertanyaan guru (SG, 5/10/16)

c. Para siswa mengekpresikan rasa senangnya berkomunikasi sesama teman dalam bentuk
pair work dan group work.

“ Saya senang mendapatkan informasi dari teman dan memberikan koreksi terhadap
kesalahan teman ” (SH,5/10/1)

“Informasi yang diberikan teman mudah dimengerti”.(SF, 5/10/16)

“Saya sudah berani berinteraksi dengan teman . Saya sudah mulai berbicara Bahasa
Inggris dan tidak takut lagi membuat kesalahan”. (SB, 5/10/16).

d. Para siswa juga mengakui bahwa mereka telah berpartisipasi aktif di dalam kelas Ketika
guru dan teman lain berbicara, mereka mulai serius mendengarkannya. Bekerja dengan
teman di dalam kelas sangat menyenangkan. Mereka dapat belajar dari teman lain.
Keadaan dan lingkunag kelas yang menyenangkan membuat mereka punya motivasi
yang tinggi dalam belajar

“Saya menyukai IGA . Saya juga menyenangi pelajaran Bahasa Inggris . Saya merasa
Bahasa Inggris tidak lagi pelajaran yang membosankan (SD, 5/11/16)

e. Setelah pelaksanaan IGA ini, siswa mengatakan bahwa pelajaran Bahasa Inggris
menyenangkan karena mereka punya kesempatan untuk berinteraksi dengan teman lain

“Pelajarannya asyik, Saya sudah berbicara lama dengan teman”. (SC, 5/11/16)

“Pelajaran mengunakan IGA lebih baik dari pelajaran sebelumnya. Dulu, guru
menjelaskan pelajaran dan kami mempraktekkan dialog di depan kelas. Para siswa
tidak aktif. Sekarang kami banyak bicara Bahasa Inggris daripada guru..” (SE,5/11/16)

“Pelajaran Bahasa Inggris tidak lagi membosankan .Saya mulai berani berbicara
Bahasa Inggris.” (SF,5/11/16)

167
D. Kendala-kendala yang Dihadapi

Dalam pelaksanaan pengajaran berbicara Bahasa Inggris mengunakan IGA ini


terdapat beberapa masalah antara lain:

a. Pada awalnya, waktu praktek berpasangan, siswa sering mengunakan Bahasa Indonesia
dan bahkan Bahasa Minang.
b. Adanya siswa yang mendominasi pembicaraan terutama waktu kegiatan berpasangan.
Dia tidak memberikan kesempatan temannya untuk bertanya sehingga teman nya tidak
mampu mengisi daftar isian (formulir).
c. Siswa tidak mau berinteraksi karena kekurangan kosa kata dalam bentuk arti kata, tidak
mengetahui cara pengucapannya dan pasangan mereka juga tidak bisa mengisi form
yang diberikan
d. Siswa tidak memahami instruksi guru dengan baik.
e. Beberapa siswa tidak tertarik berkomunikasi dengan pasangannya. Mereka bahkan
melihat kertas/form temannya.

E. Faktor-faktor Pendukung

Pada best practice ini, juga didukung oleh beberapa instrumen yang digunakan
berupa: 1) lembaran penilaian pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk rubrik penilaian
untuk empat keterampilan berbahasa terutama keterampilan berbicara untuk melihat
keberhasilan proses pembelajaran, 2) lembaran penilaian sikap dan wawancara dengan
menggunakan lembar penilaian diri (self assessment) yang diisi oleh siswa untuk
mengetahui manfaat IGA bagi siswa 3) catatan atau anekdot guru yang ditulis pada setiap
pertemuan, 4) format yang kosong untuk menganalisis struktur dan ciri kebahasaan
teks, 5) kamera untuk mendokumentasikan proses belajar mengajar.

F. Alternatif Pengembangan

Pada best practice ini, Information gap activities ini dilakukan dalam pembelajaran
berbicara Bahasa Inggris dengan mengunakan teks deskriptif. Model ini juga dapat

168
dimanfaatkan dalam mengatasi persoalan pembelajaran dalam skill berbahasa lain seperti
mendengarkan, membaca dan menulis. Pengunaan teks yang lain dalam bentuk bacaan
(paragraph), tabel grafik, dan lain-lain dapat diimplementasikan sebagai alternatif sintaks
pembelajaran yang saintifik. Jenis-jenis teks lain seperti naratif, eksposisi dan recount juga
bisa digunakan dengan pesrsyaratan adanya informasi yang berbeda (gap) antara siswa.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Simpulan

Best Practice pengunaan Information Gap activities ini dalam pembelajaran berbicara
dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris. Beberapa
masalah yang terjadi pada kelas berbicara Bahasa Inggris sebelumnya seperti kurangnya
motivasi belajar, kurang menguasai kosa kata, serta menghindari berinteraksi dan berbicara
dengan guru dan siswa lain karena takut salah dan ditertawakan teman lain sudah bisa
dipecahkan. Kelas yang pasif dan tidak responsif sudah dapat diatasi.

Pengunaan information gap activities dalam pengajaran berbicara Bahasa Inggris dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Information gap activities terbukti dapat meningkatkan kemampuan berbicara


Bahasa Inggris siswa terutama pada komponen kelancaran, penguasaan kosa kata
dan pengucapan. Interaksi siswa dalam proses belajar mengajar juga meningkat.
Ketika mereka praktek berpasangan dan berkelompok , seluruh siswa berpartisipasi
aktif. IGA juga meningkatkan lama waktu bicara siswa (students’ talking time)
serta mengurangi lama waktu bicara guru (teacher’s talking time). Guru berbicara
hanya pada saat memberikan instruksi, pemodelan dan monitoring.

169
2. Information gap activities dapat memberikan kesempatan berbicara siswa. Mereka
harus berinteraksi (bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan karena
mempunyai alasan untuk berkomunikasi (reasons to speak) dan tujuan
berkomunikasi (communication purposes)
3. Para siswa memberikan respos yang positif terhadap pegunaan IGA ini dalam
pembelajaran berbicara Bahasa Inggris.

B. Rekomendasi

Berdasarkan best practice ini, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan oleh guru
Bahasa Inggris dalam mengajar berbicara Bahasa Inggris:

1. Bagi guru bahasa Inggris tingkat SMK yang menghadapi kendala yang sama,
integrasi IGA pada pembelajaran berbasis teks dapat ditawarkan sebagai salah
satu alternatif dan remedi terhadap pengajaran berbicara Bahasa Inggris
sebelumnya.
2. Jika guru hendak mengintegrasikan IGA pada pengajaran, yakinkan terlebih
dahulu bahwa guru tersebut telah memahami benar prinsip-prinsip pengajaran
berbasis teks terutama dalam memberikan instruksi dan pemodelan sebelum
mereka praktek berpasangan dan kelompok.
3. Pengunaan IGA ini sangat cocok dalam mempraktekkan materi ajar yang terkait
terutama teks deskripsi.

Daftar Pustaka

Harmer, Jeremy .1990. How to teach English. New York: Longman Inc.

Hess, N.2001. Teaching large multilevel classes. Cambridge: Cambridge University Press.

Kayi, Hayriye. 2006. Teaching speaking: activities to promote speaking in a second


language.The Internet TESL Journal, Vol.XII, No.11, November. Retrieved from
http://iteslj. org/ Articles/Kayi-TeachingSpeaking.html on January 10, 2016

................(2016). Kurikulum 2013. Depdikbud: Jakarta

170
Lawtie, Fiona.2004. Teaching speaking skillls 2. Overcoming classroom problems

www. Teachingenglish.org.uk/think. Retrieved on March 10, 2016.

Nunan, D. 1991. Practical English language teaching:NY. McGraw-Hill.

Raptou, Violet. 2002. Using information gaps activities in the second language

Classroom. http:/www.caslt.org. Retrieved on April 5, 2016.

Zhang, Ling. 2005. What information gaps activities can teach us in TESOL.

http://linguist.org.cn/doc/su. Retrieved on July 11, 2016.

MENGAJAR DENGAN PIJAKKAN

TIURMA IDA JUNIATY


SMKN 6 Palembang

ABSTRAK

Best Practice ini berisi tentang strategi pembelajaran PIJAKKAN yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman, penguasaan dan keterampilan peserta didik. Sebelum
melaksanakan pembelajaran PIJAKKAN , peserta didik masih belum memahami dan
menguasai materi pembelajaran sesungguhnya. Tetapi setelah menggunakan pembelajaran
PIJAKKAN, peserta didik dapat memahami ,menguasai dan terampil pada materi yang
belum dipahami, sehingga hasil belajar dapat meningkat. Disarankan kepada peserta didik
supaya menggunakan pembelajaran PIJAKKAN sebagai strategi belajar yang mudah
dipahami dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dan
menghasilkan outcomes yang bermutu dan terampil di dunia kerja. Bagi guru, pembelajaran
PIJAKKAN pada pembelajaran tata graha ini diharapkan dapat digunakan dengan bijaksana
dan dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran. Bagi sekolah, diharapkan
dapat menyarankan kepada guru-guru lainnya untuk dapat mengembangkan strategi dalam
pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

171
Kata Kunci: best practice, PIJAKKAN, tata graha

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran adalah suatu upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai (Sudarsono) dalam (Prawidilaga, 2008 :2). Untuk itu
perlu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi peserta didik
mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran. Richey (2001) dalam (Pribadi, 2011: 12)
mendefinisikan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
memungkinkan seseorang dapat melakukan aktivitas secara efektif dalam melaksanakan
tugas dan fungsi pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Berdasarkan pengamatan penulis, masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran
pada kelas XII Akomodasi Perhotelan 4 yaitu rendahnya nilai peserta didik dalam
pembelajaran pada mata pelajaran Housekeeping (Tata Graha) yang dilaksanakan di ruang
praktik. Banyak peserta didik yang tidak fokus di dalam proses pembelajaran. Hal ini
dikarenakan rendahnya pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai materi yang
diajarkan, sehingga berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar
peserta didik. Sebagai seorang guru produktif perhotelan, penulis sudah menerapkan
berbagai strategi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mulai dari mengajak peserta
didik untuk rajin belajar, memberikan tugas-tugas yang telah disepakati sampai dengan
memberi hukuman bagi peserta didik yang lupa untuk mengumpulkan tugas. Semua strategi
yang diterapkan memang memberi hasil positif. Namun, belum konsisten merubah
pemahaman peserta didik mengenai materi secara mutlak. Hingga akhirnya menemukan ide
yaitu menciptakan strategi pembelajaran PIJAKKAN yang digunakan untuk meningkatkan
pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran sehingga menjadi lebih baik dan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran serta hasil belajar. Indikator keberhasilan dalam
pembelajaran strategi pembelajaran PIJAKKAN adalah manakala peserta didik mampu
memahami, menguasai dan terampil pada materi pelajaran yang telah diberikan.

172
Berdasarkan latar belakang tersebut maka judul bestpractice ini adalah “Mengajar dengan
PIJAKKAN”.

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana guru menerapkan pembelajaran PIJAKKAN untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan?
2. Bagaimana hasil atau dampak yang dicapai melalui pembelajaran PIJAKKAN ?
3. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam implementasi pembelajaran
PIJAKKAN?
4. Faktor – faktor apa saja yang mendukung pembelajaran PIJAKKAN?
5. Bagaimana alternatif pengembangan pembelajaran PIJAKKAN?
C. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pembelajaran PIJAKKAN yang merupakan akronim dari PILIH, JELASKAN
dan PRAKTIKKAN, yaitu suatu urutan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik di
dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran housekeeping.Hal pertama yang
dilakukan oleh guru adalah menentukan pokok dari materi pelajaran yang dianggap sulit
oleh peserta didik. Setelah didapat lalu dibuatlah satu kata dari pokok-pokok materi
pelajaran tersebut. Setiap kata itu lalu dimasukkan ke dalam satu tempat. Setiap peserta
didik akan memilih satu dari beberapa kata tersebut. Hal itu dilakukan tanpa melihat kata
tersebut. Setelah memilih dan melihat kata yang tertera lalu para peserta didik akan
membentuk kelompok dengan peserta didik yang lain yang memperoleh kata yang sama.
Setelah terbentuk kelompok, maka peserta didik dari setiap kelompok yang mendapat
nomor pertama akan menjelaskan mengenai materi dari kata tersebut, sementara peserta
lain dari kelompoknya akan memperhatikan dan memberi penilaian. Setelah dijelaskan
maka dilanjutkan dengan mempraktikkan apa yang telah dijelaskan tadi, begitu seterusnya
sampai seluruh peserta didik mendapat bagiannya .
Pada awal diberikan strategi pembelajaran PIJAKKAN ini banyak peserta didik yang
saling menertawakan satu sama lain karena hampir semuanya tidak bisa menjelaskan, tetapi

173
mereka dapat mengerjakan apa yang tertulis disitu. Tetapi akhirnya mereka memahami
tujuan dari strategi pembelajaran pembelajaran ini dan mulai menyukainya. Setiap peserta
didik yang berhasil menjelaskan dan melakukan apa yang tertulis maka akan mendapat poin
dan diperbolehkan untuk memilih kata berikutnya sementara yang belum berhasil maka
harus mengulang lagi sampai berhasil. Pemilihan kata ini dimulai pada awal pembelajaran,
lalu dilanjutkan dengan penjelasan oleh masing-masing peserta didik sesuai dengan kata
pilihannya dan diakhiri dengan mempraktikkannya. Pada akhir pembelajaran seluruh poin
yang didapat oleh peserta didik akan ditayangkan sambil memberi pengarahan untuk tindak
lanjut.

IMPLEMENTASI BEST PRACTISE


A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah adanya peningkatan
hasil belajar pada diri peserta didik. Perubahan tersebut mencakup perubahan aspek
pengetahuan (cognitif), aspek sikap (afektif), dan aspek keterampilan (psikomotorik). Pada
proses pembelajaran, baik ketika pelaksanaan pembelajaran teori di kelas maupun kegiatan
praktek di laboratorium akan ditemukan berbagai permasalahan. Permasalahan selanjutnya
menjadi penghambat dalam keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Gagne (1984) di
dalam (Dahar, 2011 : 2) pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana
suatu organisasi berubah perilakunya akibat pengalaman.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan penulis, permasalahan yang muncul pada
proses pembelajaran baik pembelajaran teori di kelas maupun praktik di laboratorium
adalah berkaitan dengan pemahaman dan penguasaan kompetensi. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, bahwa mayoritas peserta didik hanya ingin praktik saja tanpa merasa
perlu mengerti atau memahami mengenai materi pelajaran tersebut. Padahal untuk menjadi
terampil dan kompeten, mereka harus menguasai dan memahami materi pelajaran itu
sehingga diperlukan adanya strategi yang tepat untuk meningkatkan hasil pembelajaran
pada diri peserta didik. Karena dengan pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran
yang tinggi akan dapat menghasilkan kualitas dan hasil belajar yang lebih baik, sedangkan

174
peserta didik yang tingkat pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran rendah maka
hasil belajarnya pun rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat Bloom (1976) dalam (Harun
dan Mansur, 2008: 13) tentang hasil belajar yang mengatakan bahwa hasil belajar
ditentukan oleh kualitas peroses pembelajaran. Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik
masukannya, yaitu karakteristik peserta didiknya. Kualitas pembelajaran akan
mempengaruhi hasil. Hasil yang berkualitas akan mempengaruhi masukan pada proses
pembelajaran berikutnya. Pada kesempatan ini penulis menerapkannya pada pembelajaran
Tata Graha (Housekeeping).

B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah


Penerapan strategi pembelajaran PIJAKKAN dapat mengontrol peserta didik, sebab
peserta didik dapat menilai diri dari hasil poin yang mereka peroleh. Penilaian diri
merupakan sarana bagi guru untuk memberikan tanggung jawab kepada peserta didik untuk
belajar dari dari apa yang telah mereka kerjakan dan apa yang akan mereka kerjakan(Harun
dan Mansur, 2008:35). Melalui hasil yang diperoleh, peserta didik belajar merefleksi
pencapaian yang mereka peroleh dan kemudian meningkatkannya. Pada strategi
pembelajaran PIJAKKAN, peserta didik dapat menilai diri melalui poin yang mereka
peroleh. Pada konteks ini diberi pemahaman kepada peserta didik bahwa target yang dicapai
peserta didik adalah menjadi peserta didik yang berkualitas dengan ciri peserta didik
berkualitas adalah peserta didik yang mendapat poin. Perolehan poin merupakan indikator
keberhasilan peserta didik sehingga peserta didik harus meraihnya. Apabila peserta didik
tidak mendapat poin, maka mereka harus menunggu giliran berikutnya untuk kembali
menjelaskan dan mempraktikkan materi yang terdapat dari kata yang telah dipilihnya tadi
pada awal pembelajaran.
Peserta didik akan terbantu untuk merefleksikan dirinya melalui poin – poin yang
didapatnya. Oleh karena strategi pembelajaran PIJAKKAN ini dimulai setiap awal
pembelajaran dan akhir pembelajaran, sehingga setiap peserta didik terus menerus
mengetahui tingkat kualitas yang didapatkannya. Dengan demikian secara otomatis peserta
didik dapat terus memacu dirinya untuk dapat meraih poin yang tinggi. Karena kegiatan ini

175
berulang secara terus menerus maka akan menjadi kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan
sikap pada diri peserta didik yang akan meningkatkan pemahaman dan penguasaan pada
peserta didik. Dengan meningkatnya pemahaman dan penguasaan pada materi pembelajaran
berarti peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Dengan meningkatnya kualitas proses
pembelajaran secara otomatis dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar peserta didik.
Hasil belajar yang baik akan diperoleh melalui proses yang baik dan proses belajar yang
baik akan menghasilkan yang baik pula (Sagala,2012:75).

C. Hasil Yang Dicapai.


Penerapan Strategi pembelajaran PIJAKKAN ini diterapkan pada tahun pelajaran
2016 / 2017 semester V pada kelas XII Akomodasi Perhotelan 4. Selama 2 semester strategi
pembelajaran PIJAKKAN diterapkan, mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam
melakasanakan proses pembelajarn produktif. Dengan menerapkan strategi pembelajaran
PIJAKKAN terus menerus, secara otomatis peserta didik terpola untuk terus menerus
mengingat apa yang akan mereka jelaskan dan kerjakan nanti sehingga secara tidak
langsung meningkatkan hasil belajar.
Meningkatnya hasil belajar peserta didik, maka proses pembelajaran berjalan berjalan
dengan baik sehingga menghasilkan peningkatan kualitas peserta didik. Hasil belajar
membuktikan bahwa penerapan Strategi pembelajaran PIJAKKAN dapat membantu peserta
didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Adapun hasil dari penerapan Strategi pembelajaran PIJAKKAN ini dapat dilihat dari
indikator keberhasilan sebagai berikut:
1. Setelah diterapkannya Strategi pembelajaran PIJAKKAN maka hasil belajar mulai
meningkat.
2. Setelah menggunakan strategi pembelajaran PIJAKKAN maka pemahaman dan
penguasaan materi pembelajaran semakin meningkat.
3. Setelah menerapkan strategi pembelajaran PIJAKKAN kualitas hasil praktik peserta
didik meningkat cukup tinggi dari semester sebelumnya.

176
4. Setelah 2 Semester menerapkan strategi pembelajaran PIJAKKAN maka peserta
didik kelas XII AP 4 siap dan mampu mengikuti lomba Make Up Room antar kelas
dan antar Sekolah.
5. Pelaksanaan Uji Kompetensi peserta didik kelas XII AP 4 berjalan lancar, semua
mencapai target waktu, dan nilai amat baik.
6. Ada peningkatan nilai Kompetensi Kejuruan dari tahun sebelumnya, dari rata-rata
8,0 menjadi 8,50.
Adapun dampak dari penerapan strategi pembelajaran PIJAKKAN adalah para
peserta didik mempunyai rasa percaya diri untuk mengikuti uji kompetensi serta
lomba menata tempat tidur (making bed) antar kelas, lalu dilanjutkan dengan lomba
keterampilan siswa tingkat kota dan tingkat provinsi.

D. Kendala- kendala yang dihadapi


Adapun kendala- kendala yang dihadapi saat melaksanakan program ini antara lain
adalah:

1. Dari segi waktu.


Karena penerapan strategi pembelajaran PIJAKKAN dilakukan pada setiap awal
pembelajaran maka waktu yang digunakan untuk mengawasi peserta didik lebih lama
dari waktu biasanya. Sehingga guru harus menyesuaikan alokasi waktu yang digunakan
dalam proses pembelajaran.
2. Dari segi peralatan.
Untuk menerapkan strategi pembelajaran PIJAKKAN perlu ada peralatan pendukung
yang lengkap, antara lain guest amenities, guest supplies, bed, linen bed, trolley,
cleaning equipment, cleaning supplies, harus mengetahui cara penataan dan
penggunaanya. Terkadang semua keperluan tersebut ada beberapa yang habis terpakai
oleh guru lain yang menyebabkan penerapan program ini terganggu.

177
3. Guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran hanya satu orang, padahal jumlah
siswa adalah 30 orang dan terbagi atas 6 kelompok dengan 5 anggotanya masing-
masing. Jadi disini guru harus ekstra bekerja untuk terus berkeliling mengawasi
kegiatan yang dilakukan oleh setiap kelompok. Idealnya adanya team teaching untuk
pembelajaran praktik sehingga semua peserta didik dapat lebih terawasi dan apabila ada
kesulitan dapat saling membantu.
4. Masih ada peserta didik yang tidak mampu mengikuti program ini dan terpaksa harus
mengulang minggu berikutnya dikarenakan waktu yang terbatas. Hal ini dapat
menyebabkan beberapa siswa harus bekerja keras untuk dapat meraih poin sehingga
dapat mengejar ketertinggalan mereka dari teman yang lain.

E. Faktor-faktor pendukung .
Adapun faktor- faktor pendukung dari kegiatan ini adalah;
1. Adanya dukungan dari guru-guru/teman sejawat yang mengajar mata pelajaran
yang sama.
2. Adanya alat, bahan dan linen yang lengkap untuk dipergunakan pada saat praktik.
3. Adanya keinginan/semangat dari para peserta didik untuk meningkatkan hasil
belajar dengan maksimal.
Dengan adanya faktor-faktor pendukung tersebut, penulis memanfaatkan untuk
meningkatkan hasil belajar para peserta didik di kelas XII AP 4.

F. Alternatif pengembangan.
Adapun alternatif pengembangan strategi pembelajaran yang akan dilakukan adalah
dengan membuat lebih banyak lagi pokok – pokok kalimat yang akan dipakai oleh peserta
didik pada setiap kegiatan praktek. Apabila peserta didik memperoleh kalimat yang ditulis
dengan huruf kecil maka peserta didik tersebut akan menjelaskan bahwa itu adalah bagian
dari materi pokok, sehingga ia harus menjelaskan materi pokoknya dahulu baru bagian yang
ia dapatkan. Jadi semakin lama akan semakin banyak kalimat – kalimat yang akan dibuat,
maka akan semakin banyak materi yang muncul sehingga akan membentuk rangkaian atau

178
urutan dari suatu prosedur kerja. Dengan demikian peserta didik akan selalu berusaha untuk
meningkatkan prestasi. Sehingga melalui alternatif pengembangan ini disamping membuat
pemahaman dan penguasaan peserta didik semakin tinggi juga membentuk diri peserta didik
untuk mempunyai komitmen untuk berprestasi.

BAB III
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
1. Rendahnya hasil belajar peserta didik dikarenakan kurangnya pemahaman dan
penguasaan materi pembelajaran pada mata pelajaran housekeeping membuat peserta
didik tidak tertarik pada kegiatan pembelajaran.
2. Strategi pembelajaran PIJAKKAN terbukti dapat meningkatkan pemahaman dan
penguasaan materi pembelajaran pada peserta didik sehingga menghasilkan
peningkatan kualitas peserta didik dan hasil belajar. Kualitas hasil praktik semakin
tinggi, kecepatan kerja semakin meningkat.
3. Dampak penerapan strategi pembelajaran PIJAKKAN adalah pelaksanaan uji
kompetensi tahun 2016 berjalan lancar, seluruh peserta didik kelas XII AP 4 lulus
ujian nasional. Peserta didik mampu mengikuti lomba keterampilan siswa tingkat kota
dan provinsi.
4. Strategi pembelajaran PIJAKKAN berpengaruh dalam meningkatkan nilai
Kompetensi Kejuruan dari tahun sebelumnya, dari rata-rata 8,00 menjadi 8,50.
B. Rekomendasi operasional untuk implementasi temuan
Dalam kegiatan belajar, strategi pembelajaran ini telah memberi hasil dan dampak yang
positif. Seiring dengan itu
terjadi pembentukan karakter untuk saling membantu pada diri peserta didik di
dalam proses pembelajaran yang bermuara kepada peningkatan kualitas peserta didik.
Strategi pembelajaran PIJAKKAN yang diterapkan pada pembelajaran produktif yaitu
mata pelajaran housekeeping , namun sesungguhnya strategi pembelajaran PIJAKKAN ini
juga dapat digunakan pada pembelajaran teori di kelas.

179
Perangkat yang digunakan hanyalah kertas yang dilaminating keras supaya tidak
mudah rusak dan dapat dipakai berulang. Kalimat yang digunakan adalah pokok materi
dari materi pembelajaran yang sulit dan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
materi yang kita ajarkan.
Strategi pembelajaran PIJAKKAN ini hanya merupakan bagian kecil dari
pengembangan tugas guru telah dicoba dilakukan oleh penulis, walaupun masih jauh dari
sempurna namun tidak ada salahnya bila penulis berharap best practice ini dapat diterapkan
pada proses pembelajaran oleh guru- guru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Yani Pieter Pitoy


SMK Negeri 1 Sonder

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu masalah pendidikan yang terus menjadi tantangan bagi kita adalah
rendahnya mutu pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah. Berbagai terobosan yang
dilakukan oleh pemerintah haruslah terus didukung oleh guru sebagai ujung tombak
kegiatan pembelajaran. Matematika yang dikenal sebagai ratu ilmu (queen of science),
sekaligus juga mempunyai peran dan tanggung jawab sebagai pelayan ilmu (servant of

180
science). Dengan demikian maka, penguasaan matematika yang baik dapat menumbuhkan
dan menguatkan penguasaan pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Tetapi, banyak hasil
penelitian dan bukti-bukti empiris bahwa penguasaan matematika dari para siswa masih
rendah. Tentunya banyak faktor yang memungkinkan terjadinya kondisi ini yang masing-
masing mempunyai karakteristik tersendiri. Salah satunya adalah rendahnya minat dari
siswa untuk mempelajari matematika. Rendahnya minat ini tentunya akan mempengaruhi
pencapaian hasil belajar matematika itu sendiri yang pada gilirannya dapat berdampak pada
pencapaian untuk berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Di sisi lain, perkembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang teknologi dan informasi telah menimbulkan tantangan yang
nyata terhadap penggunaan media sosial. Penggunaan media sosial secara liar telah
menghasilkan banyak permusuhan, sikap intoleran maupun radikalisme. Kondisi ini tentu
tidak menguntungkan dalam iklim pembelajaran di negara ini. Siswa perlu terus
diperkenalkan dengan berbagai alternatif penggunaan media sosial untuk meningkatkan
kehidupan yang baik, termasuk diantaranya adalah media sosial untuk pembelajaran.

Isu lain yang perlu mendapat perhatian dunia pendidikan adalah pemanasan global
yang semakin memprihatinkan. Keterlibatan semua komponen bangsa termasuk dunia
pendidikan. Terobosan-terobosan baru terkait dengan paperless perlu untuk terus
diupayakan dan ditingkatkan. Kepedulian yang dimulai dari hal-hal yang tampaknya kecil,
jika dilakukan secara masif, tentunya akan menjadi sesuatu yang besar.

B. Permasalahan
Permasalahan yang hendak diungkap dalam tulisan ini terkait dengan penggunaan
media sosial dalam pembelajaran matematika. Dengan demikian, permasalahan yang
dikedepankan dalam tulisan ini adalah bagaimana cara untuk memanfaatkan media sosial
dalam pembelajaran matematika.

C. Strategi Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah terkait dengan penguasaan matematika yang rendah adalah dengan
memanfaatkan salah satu media sosial yaitu Edmodo, yang secara khusus didesain dan
dikembangkan untuk kegiatan pembelajaran.

181
Tahapan operasional pelaksanaan strategi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Survei pendahuluan untuk pemetaan pemanfaatan internet serta kepemilikan


handphone/gadget. Survei ini sangat penting dan strategis untuk dilaksanakan, karena
lewat survei inilah akan terpetakan bagaimana aktifitas siswa setiap hari dalam
memanfaatkan internet, termasuk didalamnya kepemilikian handphone yang
mendukung pemanfaatan internet, akses internet lewat warnet, waktu yang dialokasikan
siswa setiap hari termasuk biaya yang mereka keluarkan untuk akses internet ini.
2. Pengenalan media sosial Edmodo, beserta fitur-fitur yang disediakan. Pada tahapan ini,
para siswa sudah dimintakan untuk membuat akun masing-masing. Setelah tahap
pengenalan ini, siswa kemudian didorong untuk mulai menggunakan fitur-fitur yang
tersedia, selayaknya menggunakan media sosial facebook atau twitter. Hal ini sangat
dimungkinkan karena tampilan dan fitur yang tersedia memang memiliki banyak
kemiripan dengan media sosial lainnya.
3. Menggunakan Edmodo untuk menyampaikan pesan-pesan atau pengumuman tentang
proses pembelajaran. Pada tahapan ini, guru juga berinteraksi dengan siswa, seperti
bertegur sapa, memberikan komentar ataupun aktifitas lainnya yang sering dilakukan di
media sosial lainnya. Pemberian tugas-tugas terkait dengan pembelajaran matematika
sudah bisa dilakukan pada tahap ini. Dalam tahapan ini, tugas-tugas diberikan dari hal-
hal yang sederhana, sampai pada permasalahan yang agak kompeks.
4. Tahapan selanjutnya adalah tahap evaluasi dan rekognisi. Guru mengevaluasi aktifitas
yang dilakukan siswa, baik aktifitas yang dilakukan dalam hal-hal umum maupun
terkait dengan penyelesaian tugas-tugas. Pada tahapan evaluasi, juga dilakukan evaluasi
terhadap capaian hasil belajar lewat ulangan harian. Ini adalah tahapan optional, karena
pada dasarnya strategi pemecahan masalah yang dibuat adalah bagaimana
memanfaatkan media sosial dalam pembelajaran matematika. Rekognisi terhadap
capaian siswa dapat dilakukan secara verbal maupun menggunakan fitur badge dari
Edmodo. Tahapan ini diperlukan untuk menguatkan dan memotivasi siswa untuk terus
melakukan perbaikan maupun peningkatan aktifitas di Edmodo.

182
IMPLEMENTASI BEST PRACTICE
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Penguasaan matematika atau hasil belajar matematika yang rendah dapat disebabkan
oleh banyak hal. Pemilihan strategi penggunaan media sosial dilakukan dengan sejumlah
alasan yaitu:

1. Pemanfaatan media sosial saat ini sudah sangat luas. Tidak lagi sekedar sebuah gaya
hidup, tapi hampir menjadi sebuah kebutuhan. Hampir semua lapisan masyarakat dari
berbagai strata sosial dan usia dapat dengan mudah menggunakan media sosial. Hal ini
didukung dengan tampilan dan fitur-fitur yang mudah untuk digunakan dan
dioperasikan. Dengan demikian, pendekatan penggunaan media sosial untuk
meningkatkan hasil belajar matematika dapat mendekatkan siswa dengan dunia media
sosilanya.
2. Akses internet kini semakin mudah diperoleh. Selain akses internet lewat warnet yang
masih menjadi primadona dari beberapa kalangan, akses internet juga semakin mudah
dengan perangkat laptop atau personal computer yang semakin banyak dimiliki
masyarakat. Sementara itu, perangkat smartphone (telpon pintar) dan tablet semakin
mudah dijangkau karena harga yang semakin murah. Kemudahan untuk bisa online juga
semakin luas, baik menggunakan paket data maupun wifi gratis atau berbayar, yang
kini bertebaran di mana-mana.
3. Akses online terhadap pembelajaran matematika memungkinkan siswa dapat
beraktifitas terhadap aktifitas yang diminta dimanapun dan kapanpun. Ini tentunya
dapat membantu siswa untuk mengatur secara fleksibel waktu belajarnya, bahkan
disela-sela waktu senggangnya/ santai siswa tetap dapat belajar sesuatu.
4. Fitur-fitur pada media sosial Edmodo pada banyak hal mirip dengan media sosial yang
umum digunakan saat ini. Tentunya terkecuali fitur-fitur pembelajaran. Dengan
demikian, tidak dibutuhkan waktu lama bagi siswa untuk beradaptasi dengan media
sosial ini.

183
5. Penyalahgunaan penggunaan media sosial yang antara lain menyebabkan perilaku
radikal dan intoleran dapat diminimalisir bahkan dihilangkan dengan mengalihkan
penggunaan media sosial untuk pembelajaran. Dalam akun-akun media sosial yang saya
miliki, saya benar-benar memberikan contoh dengan tidak pernah membuat status atau
meneruskan bahkan memberikan like, terkait dengan hal-hal yang bermuatan SARA
maupun radikalisme. Paling tidak, siswa akan tahu bahwa media sosial yang bisa
digunakan untuk kegiatan pembelajaran dan bisa mengalihkan/teralihkan pada
penggunaan media sosial yang baik.
6. Pengelolaan pembelajaran dengan konsep paperless dapat membangkitkan antusiasme
dan kepedulian siswa untuk menjaga lingkungan hidup. Pembiasaan kepedulian
terhadap lingkungan hidup dari hal-hal kecil dapat mendorong siswa untuk melakukan
banyak hal dari sisi kehidupannya dengan berpihak pada pelestarian lingkungan.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

Implementasi strategi pemecahan masalah sebagaimana dinyatakan di atas dilakukan


dengan langkah-langkah:

1. Dalam survei pendahuluan dilakukan pengambilan data dengan model-model


pertanyaan/pernyataan seperti:
a. Apakah Anda pernah menggunakan internet?
b. Media apa yang digunakan untuk berintenet?
c. Apakah Anda juga mengakses internet melalui warnet?
d. Berapa waktu yang digunakan untuk mengakses internet selama seminggu?
(perkiraan kasar)
e. Aktifitas apa yang dilakukan ketika mengakses internet?
f. Berapa biaya yang Anda habiskan untuk mengakses internet?
g. Menurut Anda, apakah media sosial dapat digunakan untuk kegiatan
pembelajaran?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dikemas dalam bentuk survei yang dapat dengan mudah
dijawab oleh siswa, atau dapat dikemas dalam diskusi kelas.

184
2. Hasil survei di atas, dianalisa secara sederhana untuk mendapatkan gambaran umum
tentang keberadaan siswa baik dari segi ketersediaan fasilitas, akses internet,
pembiayaan, waktu belajar dan hal-hal lain yang dapat mendukung maupun
menghambat penerapan strategi pemecahan masalah. Secara umum, hasil survei
mendukung strategi pemecahan masalah yang telah ditetapkan.
3. Untuk pengenalan media sosial Edmodo, beserta fitur-fitur yang disediakan, dijelaskan
dengan menggunakan projector, untuk menampilkan Edmodo versi desktop. Untuk
versi mobile, dijelaskan tahapan demi tahapan. Beberapa siswa yang saat itu bisa
koneksi internet baik menggunakan smartphone maupun laptop diarahkan langsung
untuk membuat akun dan masuk pada kelas virtual yang sebelumnya telah dibuat oleh
guru.
4. Dengan keterbatasan waktu dan koneksi internet, siswa yang sudah memiliki akun,
diarahkan untuk membantu temannya membuat akun. Ini adalah konsep yang terkait
dengan tutor sebaya. Pelibatan sesama siswa dalam implementasi tahapan ini semakin
menguatkan penguasaan fitur-fitur Edmodo dari siswa yang bertindak sebagai tutor.
Sebaliknya, siswa yang dibimbing semakin mudah memahami konsep yang
dimaksudkan guru lewat temannya sendiri. Beberapa siswa yang belum sempat
membuat akun, diarahkan untuk membuat akun diluar jadual pembelajaran.
5. Dengan kondisi awal siswa yang telah terbiasa dengan media sosial, maka guru
mengarahkan siswa untuk dapat secara otodidak atau bersama teman mempelajari dan
memanfaatkan fitur-fitur dari Edmodo. Tampilan Edmodo yang mirip dengan media
sosial lain, dapat dengan mudah dipelajari dan digunakan siswa. Pada tahapan ini, guru
membuka ruang dialog yang sebesar-besarnya, baik secara langsung (offline) lewat
tatap muka, maupun secara online lewat Edmodo.
6. Untuk pembiasaan penggunaan Edmodo sebagai salah satu media sosial, guru
menggunakan Edmodo untuk menyampaikan pesan-pesan atau pengumuman tentang
proses pembelajaran. Pada tahapan ini, guru juga berinteraksi dengan siswa, seperti
bertegur sapa, memberikan komentar ataupun aktifitas lainnya yang sering dilakukan di
media sosial lainnya.

185
7. Dalam pemberian tugas-tugas terkait dengan pembelajaran matematika dilakukan antara
lain dilakukan dengan teknik:
a. Untuk mengundang ketertarikan siswa dalam mengerjakan tugas/kuis maka pada
tahap awal diberikan tugas/kuis dalam kategori mudah, dan dengan jumlah soal
yang sedikit.
 Kuis #1 terdiri dari 5 buah soal dengan waktu penyelesaian 5 menit.
 Kuis #2 terdiri dari 10 buah soal dengan waktu penyelesaian 8 menit.
 Kuis #3 terdiri dari 14 buah soal dengan waktu penyelesaian 12 menit.
 Kuis #4 terdiri dari 1 buah soal menjodohkan (6 pasangan) dengan waktu
penyelesaian 5 menit.
b. Pembatasan waktu terkait dengan jumlah dan tingkat kesukaran soal. Disisi lain,
pembatasan waktu dimaksudkan untuk menghindari efek jenuh dari kegiatan
pembelajaran. Hal ini juga terkait dengan standarisasi pemberian tugas bagi siswa
di luar sekolah.
c. Pada kuis #2 dan kuis #3, ada pengulangan soal dari kuis sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan untuk melakukan ‘pengulangan’ materi terkait kuis sehingga akan ada
penguatan dalam pengetahuan siswa.
8. Kegiatan mengevaluasi aktifitas siswa dicermati dengan fitur gradebook pada Edmodo.
Saya juga mengevaluasi aktifitas siswa pada wall Edmodo yang mempunyai banyak
kemiripan. Untuk menguatkan informasi yang diperoleh dari Edmodo, saya melakukan
beberapa wawancara dengan siswa. Wawancara dilakukan dengan suasana santai.
Dalam satu kali wawancara, saya mengundang sekaligus 2 orang siswa sehingga
mereka akan merasa nyaman ketika wawancara dilakukan.
5. Rekognisi (pemberian penghargaan) dilakukan sesudah aktifitas siswa dievaluasi. Saya
melakukan secara sederhana secara verbal, maupun menggunakan fitur Award Badge
yang tersedia. Hal ini dilakukan untuk menguatkan dan memotivasi siswa untuk terus
melakukan perbaikan maupun peningkatan aktifitas di Edmodo.
6. Evaluasi terakhir terhadap keseluruhan tahapan ini adalah dengan
memperhatikan/mengevaluasi capaian hasil belajar lewat ulangan harian. Walaupun hal

186
ini adalah tahapan optional dalam pemecahan masalah, tetapi informasi yang diperoleh
dapat memperkaya wawasan tentang bagaimana pemanfaatan media sosial dalam
pembelajaran matematika.

C. Hasil yang Dicapai

Saya menggunakan Edmodo dalam pembelajaran pada tahun 2012, 2013 dan 2016.
Prinsip-prinsip strategi pemecahan masalah pada dasarnya sama. Implementasi tentunya
akan dinamis, seiring dengan kondisi yang ada. Hasil yang telah diperoleh dari proses
implementasi ini adalah:

1. Minat untuk belajar matematika bertambah secara signifikan. Salah satu pertanyaan
yang tidak pernah saya duga adalah pertanyaan dari seorang siswa yang biasanya malas
buat tugas rumah. Pertanyaannya ketika berpapasan dengan saya,”Pak, sudah ada tugas
di Edmodo?”. Bagi saya, ini adalah pertanyaan ‘harapan’ bahwa penggunaan media
sosial mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran matematika.
2. Siswa-siswa yang secara antusias beraktifitas dalam media sosial Edmodo, baik pada
aktifitas di wall, maupun di kuis-kuis mempunyi kecenderungan mempunyai hasil
belajar yang lebih baik dibandingkan dengan teman-temannya yang kurang antusias
beraktifitas di Edmodo.
3. Meluasnya wawasan siswa tentang cakupan media sosial yang selama dianggap sekedar
media untuk berekspresi, ternyata bisa bermanfaat untuk belajar. Ini tentunya
berkonsekuensi pada penggunaan waktu bermedsos yang akan dialihkan untuk belajar.
Langsung ataupun tidak langsung, bagi saya ini akan memberikan dampak pada
terhindarnya perhatian siswa pada penggunaan media sosial yang berunansa SARA,
radikal dan intoleran.
Berbagai capaian atau kondisi di atas menunjukkan secara umum bahwa ada
kecenderungan bahwa media sosial dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran
matematika.

D. Kendala-kendala yang Dihadapi

187
Dalam implementasi strategi pemecahan masalah terdapat beberapa kendala yang
dihadapi yaitu:

1. Faktor budaya belajar siswa yang telah melekat lama dalam kehidupan belajarnya
berpengaruh besar dalam mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
2. Tidak semua siswa mempunyai smartphone/laptop/personal computer yang dapat
memudahkan mereka untuk mengakses Edmodo. Ada yang harus meminjam dari
teman.
3. Penggunaan media sosial dalam pembelajaran matematika baru satu-satunya diterapkan
di sekolah, menjadikan siswa gampang lupa menggunakan Edmodo.
4. Banyaknya tanggung jawab yang harus dikerjakan, kadang membuat saya
terlambat/lalai melalukan aktifitas di Edmodo (sekedar menyapa atau membuat tugas).
E. Faktor-faktor Pendukung

Beberapa faktor pendukung implementasi strategi pemecahan masalah antara lain adalah:

1. Hampir semua siswa aktif dalam media sosial (facebook, twitter dll.). Kondisi ini
memungkinkan mereka dapat dengan mudah beradaptasi dengan Edmodo yang adalah
juga media sosial.
2. Tampilan dan fitur Edmodo yang mudah dipahami. Hal ini memungkinkan siswa untuk
mempelajari sendiri tanpa harus diberikan penjelasan secara langsung.
F. Alternatif pengembangan

Alternatif pengembangan terhadap strategi pemecahan masalah di atas antara lain:

1. Menjadikan Edmodo sebagai sumber utama tugas matematika. Alternatif


pengembangan dapat ‘memaksa’ siswa untuk beraktifitas di Edmodo.
2. Memberikan hadiah/penghargaan/award secara kontinu dalam periode tertentu,
misalnya setiap minggu, bulan, semester sampai tahunan. Hadiah/penghargaan/award
tidak saja diberikan secara digital, tetapi juga dalam bentuk fisik, misalnya flashdisk,
piagam penghargaan dll. Hadiah/penghargaan/award juga dapat dikembangkan dalam

188
kategori-kategori tertentu, misalnya siswa paling aktif, nilai kuis paling tinggi,
komentar terbaik dan lain-lain.
3. Mengundang orang tua untuk terkoneksi dengan siswa lewat fitur Invite Parents.
Dengan keterlibatan orang tua, saya yakin Edmodo akan semakin terus berkembang,
karena orang tua dapat melihat aktifitas dari anak mereka dalam kegiatan pembelajaran.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Media sosial dapat digunakan secara maksimal dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan media sosial dapat meningkatkan minat
untuk belajar matematika dari siswa secara signifikan.

B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil-hasil yang penulis peroleh, maka penulis memberikan
rekomendasi:

1. Guru-guru matematika dapat memanfaatkan media sosial Edmodo untuk kegiatan


pembelajaran matematika dengan strategi pemecahan masalah yang penulis lakukan.
Tentunya strategi tersebut bisa dimodifikasi/dikembangkan/disesuaikan sesuai dengan
kondisi siswa dan materi pelajaran.
2. Guru-guru bidang studi lain dapat memanfaatkan media sosial Edmodo dalam
pembelajaran matematika dengan melakukan penyesuaian terhadap strategi pemecahan
masalah yang penulis lakukan, sesuai dengan karakteristik bidang studi masing-masing.
3. Sekolah perlu meningkatkan layanan internet dan akses terhadap perangkat komputer
yang tersedia.
4. Sekolah dapat memanfaatkan fitur Communities sebagai halaman resmi dari sekolah,
sehingga semua elemen sekolah (guru dan siswa) dapat terkoneksi. Hal ini
dimaksudkan untuk menjadikan Edmodo semakin dikenal dan dimanfaatkan.

189
5. Sekolah dapat merumuskan suatu kebijakan untuk menjadikan Edmodo sebagai media
wajib bagi semua guru. Dengan adanya koneksitas antara semua guru di satu sekolah
pasti akan meningkatkan pemanfaatan Edmodo untuk kegiatan pembelajaran. Dalam
Edmodo tersedia fitur khusus terkait hal itu (Connect with teachers in your school).
6. Untuk meningkatkan penggunaan Edmodo, sekolah juga dapat memanfaatkan Edmodo
sebagai perpustakaan digital lewat fitur Library. Semakin Edmodo dikenal dikalangan
siswa, maka pembelajaran bidang studi apa saja melalui Edmodo akan semakin mudah
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

www.edmodo.com

Memotivasi Siswa Berkomunikasi Bahasa Inggris Melalui Permainan Pada Mata


Pelajaran Menyediakan Layanan Akomodasi Reception Di SMK Negeri 5 Pontianak

Leny Meidiantary, S.Pd.


SMK N 5 Pontianak, Kalimantan Barat

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

190
Berdasarkan peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 Bab 1 pasal 1 ayat 6 standar
proses pendidikan adalah standar pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Dalam implementasi standar pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting,
sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru sebagai
ujung tombak. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana
mengelola proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan di capai Guru harus
memiliki kemampuan mengelola proses pembelajaran yang dapat menyesuaikan antara
karakteristik siswa, materi pelajaran dan sarana dan prasarana yang ada. oleh karena itu,
guru harus sealu mencari alternative atau solusi kreatif yang tepat agar proses pembelajaran
dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Berdasarkan Pengamatan
penulis, masalah yang dihadapi siswa pada umumnya dalam proses pembelajaran adalah
kurangnya motivasi siswa dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris pada pelajaran
produktif yaitu pada mata pelajran penyediakan layanan akomodasi Reception. Pada mata
pelajaran ini siswa di harapkan dapat melayani tamu yang datang ke hotel untuk memesan
kamar, memproses tamu yang akan menginap dan membantu mengatasi masalah tamu saat
berada di dalam hotel dan juga dapat menangani proses pembayaran saat tamu akan
meninggalkan hotel dengan berbagai macam ragam tamu yang datang ke hotel.
Komunikasi yang baik dan ramah sangat diperlukan dalam melayani tamu yang ada
di hotel. Namun pada kenyataanya siswa merasa sulit untuk mengekspresikan pikirannya
saat berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan bahkan menganggap pelajaran bahasa Inggris
sulit , siswa lebih senang berkomunikasi dengan bahasa Indonesia sehingga berpengaruh
terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa tersebut. Pada akhirnya guru
menganggap siswa malas , tidak ingin maju , tidak memperhatikan ketika guru menjelaskan
dan masih banyak lagi.
Sebagai guru produktif mata pelajaran menyediakan layanan akomodasi reception.
Penulis berharap agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan
yang di tetapkan. Sebuah pembelajaran yang berhasil bukan hanya di ukur dari tingginya
nilai tujuan siswa dan seberapa cepat dia mengerjakan sebuah soal. Ada satu elemen kunci

191
di dalam pembelajaran yaitu , MOTIVASI. Banyak siswa yang menganggap sederet
pelajaran tersebut sangat mudah untuk dipelajari. Mengapa demikian ? Karena mereka
memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Jadi penulis ingin membangun motivasi siswa agar
dapat lancar berkomunikasi dan menganggap bahasa Inggris bukanlah pelajaran yang sulit,
namun semua itu berawal dari tidak adanya motivasi siswa dalam proses pembelajaran
tersebut

B. Permasalahan
Adapun Permasalahan yang akan di paparkan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan membangun motivasi kepada siswa untuk berkomunikasi dengan
Bahasa Inggris melalui permainan pada mata pelajaran Menyediakan layanan
Akomodasi Reception di SMK N5 Pontianak Kalimantan Barat
2. Bagaimana dampak penerapan membangun motivasi kepada siswa untuk
berkomunikasi dengan bahasa Inggris melalui permainan pada mata pelajaran
Menyediakan layanan Akomodasi Reception di SMK N5 Pontianak Kalimantan Barat
C. Strategi pemecahan masalah.
Salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah terjadinya
perubahannya yang positip pada diri peserta didik. Perubahan tersebut mencakup perubahan
aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap (afektif) dan aspek keterampilan (psikomotorik).

Pada proses pembelajaran, baik ketika proses pembelajaran teori maupun kegiatan
praktik ditemukan berbagai permasalahan. Permasalahan selanjutnya menjadi penghambat
dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan penulis, permasalahan yang muncul pada
proses pembelajaran baik pembelajaran teori maupun pembelajaran praktik berkaitan
dengan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Untuk itu perlu dibangun
motivasi dan keinginan yang kuat agar siswa mau dan memiliki keberanian dalam
berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
Untuk mewujudkan keinginan dan keberanian siswa serta meningkatkan kemampuan
siswa dalam menguasai kompetensi perlu diupayakan adanya strategi yang tepat.

192
Membangun motivasi adalah strategi yang dirasakan tepat untuk mewujudkan
keinginan dan keberanian siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Karena
dengan motivasi yang tinggi akan dapat menghasilkan kualitas siswa yang tinggi dan hasil
belajar yang lebih baik. Sedangkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah maka hasil
belajarnya pun akan lebih rendah. Hal ini sejalan dengan Blom (1967) dalam (Harun dan
Mansur, 2008:13) tentang hasil belajar mengatakan bahwa hasil belajar ditentukan oleh
kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik masukannya yaitu karakteristik siswanya.
Kualitas pembelajaran akan mempengaruhi hasil. Hasil yang berkualitas akan
mempengaruhi masukkan pada proses pembelajaran berikutnya.
Untuk membangun motivasi dan keinginan yang kuat agar siswa mau dan memiliki
keberanian dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris, penulis membuat strategi melalui
penerapan permainan. Pada kesempatan ini penulis menerapkan pada pembelajaran
produktif , yaitu pada mata pelajaran Menyediakan layanan Akomodasi Reception.
Permainan adalah komponen penting dalam pembelajaran komunikasi itu sendiri.
Menggunakan permainan, siswa akan mendapatkan ketertarikan tersendiri dalam belajar.
Lebih jauh permainan memang dianggap begitu signifikan pengaruhnya untuk
meningkatkan minat serta motivasi siswa dalam komunikasi dengan bahasa Inggris.

Tidak mengherankan apabila siswa cenderung enggan untuk belajar bahasa Inggris
secara langsung, serta merasa begitu bersemangat apabila guru menggunakan permainan
sebagai media pembelajaran.
Untuk referensi mengenai permainan tersebut dapat menyesuaikan pada materi
pembahasan yang disampaikan pada setiap pertemuan saat itu. Dengan harapan bahwa
permainan yang disajikan dapat menarik dan mampu melatih setiap skill atau kemampuan
dalam berkomunukasi siswa dengan bahasa Inggris dengan lancar.
Berikut contoh-contoh permainan yang dapat diterapkan pada pembelajaran produktif
adalah sebagai berikut :

1. Procced your sentence

193
Cara memainkan permainan ini sangat mudah dan secara khusus permainan ini
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan seorang siswa. Ini merupakan
permainan dimana siswa meneruskan kata atau kalimat yang dibisikkan terus menerus.
Adapun langkah-langkah sebagai berikut :
Bagi siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 5 orang.
a. Siapkan kata-kata yang akan diberikan kepada siswa dalam ingatan anda. Misalnya,
“Would you like to leave your message, Sir?”.
b. Tentukan nomor urut siswa, artinya terdapat siswa pertama, kedua, ketiga , keempat dan
kelima .
c. Bisikkan kalimat atau frase kata kepada siswa pertama, namun lakukan terlebih dahulu
pada satu kelompok agar guru mudah mengawasinya.
d. Minta siswa pertama untuk membisikkan kata-kata yang dibisikkan oleh guru tersebut
kepada siswa kedua, kemudian siswa kedua melanjutkan ke siswa ketiga, siswa ketiga ke
siswa keempat dan siswa keempat terakhir menyampaikan kepada siswa kelima.
e. Instruksikan siswa kelima untuk menyebutkan kata-kata yang telah dibisikkan tadi dan
dicatat kata tersebut.
f. Lakukan prosedur tersedut secara terus menerus pada setiap kelompok. Lalu , siswa
kelima yang memiliki kata-kata yang paling mirip dengan kata awal yang diberikan oleh
guru, maka kelompok tersebut mejadi pemenang.

2. Word Mapping
Word Mapping merupakan sebuah permainan dimana guru menyebutkan sebuah kata ,
kemudian siswa menyebutkan kata-kata yang berhubungan. Misalnya guru menyebutkan
kata Toiletress, maka siswa akan mencari kata turunan yang berhubungan yaitu Shampo,
conditioner, bath foam, hand body dan body talk.

194
Word mapping digunakan untuk meningkatkan nalar seorang siswa dan
meningkatkan pembendaharaan kosa kata yang mereka miliki. Adapun langkah-langkah
kegiatannya sebagai berikut :
a. Siapkan kata-kata yang mampu memberikan turunan yang cukup banyak, khusus
istilah-istilah perhotelan, misalnya guest supplies, guest give away, stationary, type of
payment, type of reservation dan masih banyak lagi.
b. Bagi siswa ke dalam kelompok kecil, dimana setiap kelompok beranggotakan 3 orang.
c. Instruksikan siswa untuk menyiapkan sebuah kertas, pena dan tanpa menggunakan
kamus.
d. Sebutkan kata-kata yang telah disiapkan.
e. Berikan waktu selama lima menit kepada setiap kelompok untuk menuliskan kata
turunan yang ada sebanyak mungkin.
f. Kelompok yang mendapatkan kata terbanyak, maka merekalah yang menang dalam
permainan ini.

3. A Creative story
Permainan yang satu ini merupakan permainan melatih nalar siswa. Guru akan
membacakan sebuah cerita, kemudian siswa akan meaneruskan dengan imajinasi mereka.
Siswa yang tidak mampu melanjutkan cerita tersebut, maka ia akan mendapatkan hukuman.

Dibuat secara khusus untuk melatih nalar siswa dan kemampuan menggunakan bahasa
Inggris.
Adapun langkah-langkah kegiatan sebagai berikut :
a. Siapkan satu buah spidol sebagai alat penentu giliran siswa.
b. Ceritakan tentang prosedur kerja penanganan tamu di hotel, namun hanya bagian
awalnya saja serta putuskan cerita pada bagian-bagaian yang diinginkan.
c. Serahkan satu spidol kepada seorang siswa dan berkan ia instruksi agar terus mengoper
spidol tersebut ke teman sembari guru menghitung.
d. Pada hitungan kelima makan siswa diinstruksikan untuk berhenti mengoper spidol.

195
e. Siswa yang terakhir mendapatkan spidol tersebut harus melanjutkan prosedur tersebut
sesuai dengan imajinasinya. Prosedur atau kallimat yang ia lanjutkan tentu saja tidak
terlalu banyak, hanya satu kalimat panjang saja.
f. Ingatlah, guru harus membebaskan siswa untuk melanjutkan cerita atau prosedur semau
siswa dan jangan paksa untuk tetap pada alur cerita.
g. Setelah siswa menyelesaikan lanjutan prosedur tersebut, maka teruskan menghitung dan
siswa yang mendapatkan spidol pada hitungan kelima, instruksikan untuk melanjutkan
prosdur tersebut.
h. Siswa yang tidak mampu melanjutkan prosedur tersebut, maka ia wajib mendapatkan
hukuman untuk bernyanyi atau melakukan hal positif lainnya.
Dengan kegiatan permainan tersebut, siswa dapat dengan bebas memotivasi dirinya
sendiri untuk berani mengungkapkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris
tanpa merasa khawatir melakukan kesalahan. Dengan keberanian siswa dapat
berkomunikasi dengan rileks dan dengan perasaan yang senang, maka siswa dapata
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran.
Dengan meningkatnya kualitas proses pembelajaran secara otomatis dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar yang baik akan diperoleh melalui proses
yang baik dan proses yang baik akan menghasilkan nilai yang baik pula (Sagala, 2012:75)

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A. Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah.


1. Motivasi
Berkaitan dengan motivasi tidak dapat dilepaskan dari teori dasar motivasi dan hakikat
motivasi. Kajian awal yang perlu diuraikan adalah definisi motivasi.
a. Pengertian motivasi
Motif atau motive merupakan akar kata bahasa latin “movore” yang kemudian menjadi
“motion” yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Motif tidak dapat diamati

196
secara langsung tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah laku melalui dorongan,
rangsangan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.
Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu
demi mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari bahasa Inggris motivation yang berarti
dorongn, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti
mendorong, menyebabkan dan merangsang. Dengan demikian motivasi merupakan
dorongan yang terdapat dalam diri sesorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah
laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
Menurut Santrock , motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan
perilaku . Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, bertahan lama dan
terarah.
Motivasi sebagai proses psikologi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam diri
seseorang disebut instrinsik. Sedangkan faktor dari luar diri seseorang disebut ekstrinsik.
Faktor dari dalam / instrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena
memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan
kebutuhanya. Sedangkan faktor ekstrinsik timbulo karena adanya rangsangan dari luar
individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif yerhadap kegiatan
pendidikan timbul karena melihat manfaatnya.
Faktor instrinsik lebih kuat dari faktor ekstrinsik, oleh karena itu pendidikan harus
berusaha menimbulkan motivasi instrinsik dengan menumbuhkan dan mengembangkan
minat mereka terhadap bidang-bidang studi yang relevan. Sebagai contoh , memberitahukan
sasaran yang hendak dicapai dalam bentuk instruksional saat pembelajaran yang akan
dimulai yang menimbulkan motif keberhasilan mencapai sasaran.
Motivasi adalah aspek penting dari pengajaran dan pembelajaran. Siswa yang tidak
punya motivasi yidak akan berusaha keras unrtuk belajar dan sebaliknya, siswa yang
memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energy untuk melakukan kegiatan belajar.

b. Dimensi Motivasi

197
Dalam menilai motivasi pada siswa diperlukan dimensi pengukuran. Menurut
Aritonang , motivasi belajar siswa meliputi beberapa dimensi, yaitu:
1). Ketekunan dalam belajar.
Suatu keadaan dimana individu memiliki suatu prilaku yang bersungguh-sungguh
dalam melaksnakan tujuan yang akan dicapainya.
2).Ulet dalam menghadapi kesullitan.
Kesulitan dan hambatan dlam kegiatan belajar pasti ada dan tidak dapat dihindari.
Seorang siswa yang memiliki kegigihan dalam menghadapi masalah dlam belajarnya, maka
akan dapat keluar dari permasalahan belajar.
3). Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar
Seorang siswa dalam meraih tujuan belajarnya harus memiliki minat yang kuat karena
dengan memiliki minat yang kuat sudah pasti siswa tersebut memiliki motivasi belajar yang
tinggi untuk meraih dan mengejar tujuan belajarnya. Ketajaman dan perhatian dalam belajar
dapat digambarkan sebagai usaha seorang siswa dalam berkonsentrasi dan bersungguh-
sungguh dalam melaksanakan tujuan belajar yang sudah direncanakanan.
4). Berprestasi dalam belajar
Kesuksesan dan keberhasilan dari suatu tujuan belajar banyak dilihat darai hasil
belajarnya yaitu prestasi belajar. Prestasi belajar yang tinggi dapat diraih jika seseorang
memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga seseorang akan selalu berusaha dan tidak
mudah puas dengan hasil belajarnya dan senanatiasa berusaha meraih prestasi belajar.
5). Mandiri dalam belajar
Kemandirian dalam belajar sanagatlah penting karena dengan kemandirian seseorang
akan selalu berusaha secara individu dan tidak selalu bergantung pada orang lain.
c. Indikator motivasi
Adapun indikator yang dpat digunakan untuk berhasil menguasai motivasi belajar siswa
yaitu :

1). Adanya hasrat dan keinginan berhasil

198
Siswa memiliki keinginan yang kuat untuk berhasil mengusai materi dan
mendapatkan nilai yang tinggi dalam kegiatan belajarnya
2). Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
Siswa merasa senang dan memilliki rasa membutuhkan terhadap kegiatan belajar.
3). Adanya harapan dan cita-cita di masa yang akan datang.
Siswa memiliki harapan dan cita-cita atas materi yang dipelajari.
4). Adanya penghargaan dalam belajar
Siswa merasa termotivasi oleh hadiah atau penghargaan dari guru atau orang
disekitarnya atas keberhasilan belajar yang ia capai.
5). Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
Siswa merasa tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran
6). Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seorang siswa dapat
belajar dengan baik
Siswa merasa nyaman pada situasi lingkungan tempat ia belajar.
2. Metode Permainan
Bahasa adalah alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu
memerlukan bahasa untuk dapat menyampaikan pesannya pada orang lain. Kemajuan
bangsa dapat dicapai apabila sumber daya manusianya berkualitas. Kualitas dari sumber
daya manusia salah satunya dapat dilihat dari kemampuannya memahami dan menggunakan
bahasa Inggris. Hal ini disebabkan Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang dapat
dimengerti oleh hampir semua negara di dunia. Para turis yang datang ke Indonesia juga
menggunakan Bahasa Inggris meskipun ia berasal dari Rusia, Jerman dan negara lainnya.
Hal ini membuktikan bahwa Bahasa Inggris telah menjadi bahasa Internasional. Globalisasi
dalam segala bidang telah menempatkan bahasa inggris sebagai alat komunikasi antar
negara. Tamu-tamu tersebut akan datang ke hotel atau penginapan lainnya untuk mencari
tempat tinggal sementara mereka berada di luar dari rumah mereke. Untuk itulah para siswa
perhotelan diharapkan mampu berkomunikasi dengan bahasa asing tersebut.
Bahasa Inggris telah menjadi kebutuhan semua kalangan baik masyarakat
maupun pelajar untuk menghadapi kehidupan global. Oleh karena itu pembelajaran bahasa

199
Inggris menjadi penting. Mengikuti pelajaran bahasa Inggris dapat menjadi hal yang
menyenangkan atau membosankan bagi siswa tergantung dari bagaimana guru menciptakan
kegiatan belajar siswanya. Pembelajaran akan menjadi membosankan bila siswa hanya
memperhatikan guru menjelaskan didepan, tetapi akan menjadi menyenangkan bila siswa
ikut berpartisipasi di dalamnya. Keterlibatan siswa dalam aktifitas pembelajaran akan
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Salah satu metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa dalam aktifitas pembelajaran
adalah metode permainan.
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan apa yang sudah
direncanakan dalam suatu kegiatan nyata dengan tujuan agar apa yang telah disusun dapat
tercapai.
Pengertian permainan menurut Ahmadi adalah suatu perbuatan yang menyenangkan
dan dilakukan atas kehendak sendiri dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada
waktu melakukan kegiatan tersebut (dalam Novitasari, 2012). Ayu dan Murdibjono
(2012:5) mengungkapkan bahwa permainan digunakan untuk mendorong pembelajar untuk
mengeksplorasi bahasa target,dalam hal ini adalah Bahasa Inggris. Dengan penggunaan
permainan dalam mengajar juga memilliki beberapa fungsi karena permainan disebut juga
sebagai belajar santai serius. Dengan menerapkan permainan di dalam kelas guru meminta
para siswa untuk belajar dalam waktu yang bersamaan siswa juga menikmatinya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa metode
permainan adalah sebuah cara yang digunakan dalam menyampaikan pelajaran dengan
menggunakan berbagai bentuk permainan yang dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan, serius tapi santai, dan tidak mengabaikan tujuan pelajaran yang hendak
dicapai.

.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah.

200
Untuk Membangun motivasi siswa dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris perlu
dilakukan beberapa tahapan , antara lain:
1. Jadilah guru yang Komunikatif
Membangun motivasi siswa itu perlu kerja keras, Pada tahapan awal , mungkin guru
harus menghilangkan rasa canggung atau rasa terlalu berwibawa di depan murid dimuka
kelas. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, awali dengan tehnik Breaking the ice. Yaitu
tanyakan hal-hal santai kepada murid, Seperti “Bangun jam berapa pagi ini?, makan apa
tadi pagi? Atau tidur jam berapa tadi malam?”
Tanyakan semua itu dengan bercanda, dan cara ini efektif untuk memecah suasana tegang
serta membuat siswa semakin santai. Perlu diketahui bahwa salah satu penyebab tidak
terbangunnya motivasi siswa adalah karena suasana terlalu kaku. Posisikan diri sebagai
teman bagi siswa, namun tetap jaga wibawa untuk mendapat respek dari siswa.
2. Gunakan metode pembelajaran selain GTM
GTM Merupakan singkatan dari Gramar translation Method. Metode yang di anggap
terpecaya dan ampuh untuk membuat siswa belajar bahasa Inggris dengan mudah dan baik.
Padahal penyebab utama siswa tidak menguasai sebuah bahasa asing adalah penggunan
grammar translation method ketika mengajar.
Perlu diketahui bahwa siswa akan merasa jenuh jika harus menghafal banyak rumus
tenses, rumus kalimat pasif dan aktif, serta menghapal puluhan kosa kata dalam sehari.
Mungkin guru berhasil membuat siswa menghafal, namun mereka sangat menderita dan
sebuah hafalan yang terpaksa, akan hilang dengan mudahnya.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan adalah Audio Longual
Methode. Metode ini Membuat siswa dapat mendengarkan dan memahami perkataan orang
lain dalam situasi pembicaraan sehari-hari. Juga, seorang siswa mampu mengucap atau
berkomunikasi menggunakan kata-kata dalam bahasa Inggris melalui grammar yang bisa
diterima. Kemudian, siswa juga dapat memahami suatu materi cetak atau buku dengan baik,
dan mampu menulis dengan standar grammar yang baik,
Listening dan speaking datang dahulu, kemudian diikuti oleh reading dan
writing.

201
Proses ini terinspirasi dari kehidupan masa kecil kita. Ketika kecil, kita memperoleh
bahas melalui mendengarkan dahulu.
Kemudian, Setelah mendengar ayah dan ibu kita bicara, maka kita mulai berceloteh sedikit
demi sedikit seperti “ mama,papa,kakak, dst “. Nah, aspek yang kedua ini dinamakan
sebagai proses berbicara. Lalu aspek yang ketiga adalah memahami kata dengan membaca
baru menulis. Setiap pengguna bahasa diarahkakn untuk berbicara dalam cara yang
berbeda-beda.
3. Jangan salahkan siswa ketika mereka belum benar.
Banyak siswa yang takut menjawab karena guru akan menyalahkan, bahkan
menertawakan ketika mereka salah. Buatlah siswa tetap percaya diri dan yakin bahwa tidak
akan terjadi apa apa ketika mereka salah menjawab atau berpendapat. Ketika pendapat
mereka belum benar, maka guru daapat mengatakan bahwa “pendapat yang bagus , apaka
ada yang lain ? atau terima kasih , kamu sudah aktif, siapa yang ingin memberikan pendapat
lagi ?”
Berkomunikasi dalam bahasa Inggris seharusnya melebihkan praktik dan bagaimana
mungkin siswa akan berpraktik aktif dan rajin apabila guru menyalahkan mereka saat
memberikan pendapat yang belum benar.
4. Intropeksi Diri
Jangan salahkan siswa terlalu jauh ketika mereka malas belajar, tidak menghormati
guru atau bahkan takut ketika guru datang. Mungkin ada sesuatu yang salah ketika
kehadiran seorang guru tidaka diharapkan dan ketidak hadiran seorang guru amat dinanti
siswa.
Diharapkan para guru dapat intropeksi diri, merenung dan mulai memperbaiki kesalahan-
kesalahan dalam mengajar. Semua itu demi terciptanya pendidikan yang jauh lebih baik
bagi anak-anak Indonesia tercinta.
5. Berikan permainan yang menarik
Guru dapat memberikan sebuah permainan padasetiap pengajaran, karena siswa akan
lebih tertarik kepada permainan dari pada teori yang berlipat-lipat. Pada kenyataannya siswa
akan tampak lebih bahagia ketika seorang guru mengatakan ,”Sekarang waktunya game

202
atau mari kita main game” dan mereka cenderung mengeluh apabila guru mengatakan
“Coba hafalkan dan kerjakan latihan berikut .”
Permainan yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan materi pembelajaran yang
disampaikan pada pertemuan tersebut.
C. Hasil atau dampak yang dicapai.
Penggunaan strategi pembelajaran dengan membangun motivasi dalam komunikasi
dengan bahasa Inggris melalui permainan pada mata pelajaran Menyediakan Layanan
akomodasi Reception ini diterapkan oleh penulis mulai tahun pelajaran 2015 /2016 semester
genap pada kelas XI AP 1 dan XI AP 2. Selama proses tersebut diterapkan siswa mampu
berkomunikasi dengan bahasa Inggris dengan rileks dan lancar tanpa khawatir melakukan
kesalahan. Siswa secara individu terlibat aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Siswa
menjadi senang dan proses pembelajaran berjalan dengan baik yang pada akhirnya dapat
memberikan nilai pelajaran semakin lebih baik.
Adapun hasil atau dampak yang dicapai dari penggunaan strategi pembelajaran dengan
membangun motivasi dalam komunikasi dengan bahasa Inggris melalui permainan adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatnya minat dan tingkat patisipasi aktif dlaam komunikasi dengan bahasa
Inggris.
2. Meningkatnya kemampuan dalam penguasaan kosa kata bahasa Inggris sehingga lancar
berkomunikasi dengan baik.
Hasil atau dampak ini dapat dilihat dari indikator keberhasilan sebagai berikut :

203
D. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang dipilih
Adapun kendala-kendala yang dihadapi saat melaksanakan strategi ini adalah sebagai
berikut :
1. Keengganan dari berbagai siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris,
karena memiliki kosa kata yang terbatas.
2. Memberikan keyakinan kepada siswa bahwa mereka bisa dan mampu
berkomunikasi dengan baik bila mau berusaha dan mencoba.
E. Faktor-faktor pendukung

Adapun faktor-faktor pendukung dari strategi yang dipilih adalah sebagai berikut :

1. Adanya motivasi untuk berusaha dan mencoba berkomunikasi dalam bahasa


Inggris tanpa khawatir salah.
2. Sinergi dengan mata pelajaran produktif lainnya.
3. Dukungan dari kepala sekolah dan rekan guru dalam membangun motivasi dalam
berkomunkasi dengan bahasa Inggris melalui permainan.

204
F. Alternatif Pengembangan
Adapun alternative pengembangan strategi yang akan dibangun adalah dengan
memasukkan satu macam permainan pada Rencana Program Pengajaran (RPP) agar setiap
pertemuannya guru selalu dapat memberikan motivasi kepad siswa untuk berani
berkomunikasi, sehingga siswa termotivasi untuk berani berkomunikasi dalam bahasa
Inggris dan senang pada pelajaran produktif, Menyediakan Layanan Akomodasi Reception
. dengan demikian siswa akan selalu berusaha untuk berlatih berkomunikasi dengan banyak
latihan melayani tamu hotel sesuai dengan kegiatan pelayanan tamu di hotel. Siswa akan
berusaha untuk meningkatkan prestasi belajar dan terampil dalam melayani tamu di hotel.
Sehingga melaui alternative permainan dalam membangun motivasi siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Inggris akan membuat siswa aktif berkomunikasi dan
berusaha untuk berprestasi dan kompeten dalam mata pelajaran produktif Melayani
Layanan Akomodasi Reception.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

A. Simpulan.
1. Rendahnya nilai mata pelajaran produktif, Menyediakan layanan Akomodasi
Recepotion adalah karena siswa mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
bahasa Inggris, siswa merasa mmemiliki kosa kata yang terbatas dan adanya
keengganan untuk berkomunikasi dlam bahasa Inggris karena merasa malu dan takut
salah. Siswa merasa pelajaran produktif menyediakan Layanan akomodasi Reception
merupakan pelajaran yang sulit.
2. Dengan strategi penerapan permainan untuk membangun motivasi siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Inggris dapat menimbulkan keberanian siswa dalam
berkomunikasi tanpa merasa malu dan takut salah. Siswa tampak aktif melaksanakan
praktik berbagai macam pelayanan kepada tamu di hotel, yang menghasilkan
peningkatan kualitas keterampilan siswa.
3. Adapun hasil penerapan strategi permainan untuk membangun motivasi siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Inggris dapat menunjukkan hasil yang baik. Siswa

205
tampak senang dengan pelajaran produktif, semangat belajar siswa semakin baik..
Siswa dapat terampil dan kompeten pada apelajaran produktif dan nilai pelajaran
semakin baik.
4. Dampak penerapan strategi untuk membangun motivasi siswa dalam berkomunikasi
daengan bahasa Inggris dapat membuat siswa menjadi aktif berkomunikasi dengan
bahasa Inggris, Siswa tampak terampil dan kompeten pada pelajaran produktif.
B. Rekomendasi operasional untuk implementasi temuan.
Dalam rangka mengaktifkan komunikasi siswa dengan bahasa Inggris melalui
strategi permainan untuk membangun motivasi siswa telah memberikan hasil dan
dampak yang baik dan positif. Sejalan dengan itu, dengan aktifnya siswa
berkomunikasi dapat meningkatkan ketrampilan siswa pada pelajaran produktif
sehingga menjadikan siswa kompeten pada bidangnya. Penerapan strategi
pembelajaran pada pelajaran produktif ini juga dapat diterapkan pada pelajaran teori
lainnya.
Penerapan permainan untuk membangun motivasi siswa dalam berkomunikasi
adengan bahasa Inggris dapat menggunakan bermacam-macam jenis permainan yang
disesuaikan dengan materi pelajaran yang sedang disampaikan pada pertemuan
tersebut.Dengan harapan siswa aktif dan berani untuk mengekspresikan dirinya tanpa
merasa malu dan takut salah.
Penerapan strategi permainan untuk membangun motivasi siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Inggris ini merupakan bagian kecil dari pengembangan
tugas guru yang telah dicoba dilakukan oleh penulis. Walaupun masih jauh dari
sempurna namun tidak ada salahnya bila penulis berharap Best practice ini dapat
diterapkan pada proses pembelajaran oleh guru-guru dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar W (2006), Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta :, Erlangga


Sagala S. (2008), Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung: Alfabeta

206
Rasyad H. & Mansyur (2008). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Wacana Prima
M.Ngalim Purwanto.1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya
Ali Imran (1996), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Pustaka Jaya
Hamzah b. Uno (2013), Teori motivasi dan Pengukurannya, Jakarta: Kencana Predana
media Group
Keke T. Aritonang, Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan hasil belajat Siswa, Jurnal
Pendidikan Penabur- No 10/Tahun ke-7/Juni 2008

207
PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF DAN INOVATIF DENGAN COLBASE
Melalui Pengalaman Terbaik Menuju Peningkatan Mutu dan Profesionalisme Guru

Muhammad Arfan, S.Pt.


SMKN 4 kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini guru dituntut harus professional. Guru yang profesional bukan hanya
sekedar alat untuk transmisi kebudayaan, tetapi mentransformasi kebudayaan tersebut
kearah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas
yang tinggi, dan kualitas karya yang dapat bersaing. Seorang guru yang profesional bukan
lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagai satu-satunya pusat sumber belajar (teacher
centre), tetapi seorang guru profesional merupakan fasilitator, dinamisator dan katalisator
yang mengantar potensi-potensi peserta didik kearah kreativitas.
Salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan tugasnya
adalah perlu melakukan inovasi sebagai suatu keharusan dalam kegiatan pembelajaran di
abad modern ini yang sarat dengan dukungan teknologi dalam upaya meningkatkan
kompetensi peserta didik.Untuk meningkatkan kompetensi peserta didik diperlukan
optimalisasi beberapa elemen pembelajaran baik faktor internal ataupun eksternal. Salah
satu faktor penentu keberhasilan pendidikan adalah guru, sebagai pilar pentingnya. Menurut
Hosnan (2014) bahwa untuk menghasilkan lulusan yang memiliki yang memiliki
keterampilan sehingga mampu “hidup” kapan dan dimanapun berada maka dalam proses
pembelajaran guru dituntut untuk membuktikan keprofesionalannya. Dalam pembelajaran
guru bertugas sebagai motivator, mediator dan fasilitator pendidikan, sehingga dalam proses
pembelajaran, guru harus mampu menyusun suatu rencana pembelajaran yang tidak hanya

208
baik, tetapi juga mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari,
membangun, membentuk, serta mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya.
Selama ini di masyarakat masih banyak yang berasumsi bahwa peserta didik SMK
adalah pribadi yang sulit diatur dan terkesan kurang serius dalam mengikuti pembelajaran
karena orientasi mereka adalah untuk bekerja. Selama hampir sembilan tahun penulis
mengajar pada program keahlian agribisnis produksi ternak (lingkup pertanian) di SMK
yang letaknya di daerah pedalaman, tentunya banyak kendala yang penulis hadapi terutama
tentang sikap peserta didik dan juga rendahnya minat belajar peserta didik. Selain itu
mereka kurang peduli dengan kondisi lingkungan sekitar yang begitu sangat potensial untuk
dikembangkan.
Sebagai seorang guru, penulis terdorong untuk melihat lebih jauh penyebab peserta
didik berperilaku demikian. Tugas guru bukan hanya mendidik peserta didik agar memiliki
ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya, namun juga mengajarkan peserta
didiknya tentang nilai-nilai kehidupan agar mereka menjadi pribadi yang berkarakter.
Pembentukan karakter peserta didik membutuhkan proses dan keteladanan. Pemahaman
konsep mengenai dasar atau teori pembelajaran akan membawa guru untuk lebih mengenal
lingkungan belajar, memahami peserta didik serta menuntun guru menggunakan metode
yang tepat sebagai langkah meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan pembelajaran aktif, kreatif
dan inovatif melalui pembelajaran kolaboratif yang berdasar pada kepedulian terhadap
lingkungan. Hasil pembelajaran ini telah mampu mengubah perilaku peserta didik ke arah
yang lebih baik dan dan meningkatkan kompetensi mereka sehingga dapat bersaing pada
tingkat nasional melalui Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK tingkat nasional tahun
2016 sebagai juara harapan 1.
Berdasarkan uraian di atas maka best practices ini mengangkat judul Pembelajaran
Aktif, Kreatif dan Inovatif dengan Colbase, sebagai pengalaman terbaik menuju
peningkatan mutu dan profesionalisme guru.

B. Permasalahan

209
Permasalahan yang dapat diambil dari latar belakang masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah implementasi dari pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif dengan colbase ?

1. Bagaimanakah hasil dan dampak dari pelaksanaan pembelajaran aktif, kreatif dan
inovatif dengan colbase ?

C. Strategi Pemecahan Masalah

Strategi pemecahan masalah yang digunakan agar masalah-masalah di atas dapat


teratasi adalah dengan menjadi guru yang mampu melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif
dan inovatif dengan colbase. Sebagai guru yang aktif, kreatif dan inovatif maka guru harus :

a. Aktif dalam melakukan inovasi pembelajaran agar kompetensi dan karakter poserta
didik meningkat.

b. Kreatif dalam arti sebagai guru yang tak pernah puas dengan apa yang disampaikan
kepada peserta didik. Selalu berusaha memenuhi cara-cara baru untuk menemukan
potensi unik peserta didik.

c. Inovatif artinya bahwa selalu melakukan pembaruan atau perbaikan dengan disertai
perubahan ke arah yang lebih baik dengan cara-cara tertentu. Inovasi pembelajaran
merupakan pembaruan atau perbaikan suatu sistem pembelajaran menjadi lebih baik.

Selanjutnya penerapan dalam pembelajaran yaitu menggunakan model pembelajaran


dengan colbase yaitu pembelajaran dengan collaborative learning based on enviromental
caring atau model pembelajaran yang berbasis pada lingkungan.

IMPLEMENTASI BEST PRACTICE

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Guru tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan, keterampilan mengajar dengan


komplekasitas peranan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya, akan tetapi guru
juga harus kreatif. Upaya dalam melaksanakan tugasnya meningkatkan kualitas

210
pembelajaran amat tergantung pada kemampuan guru untuk mengembangkan
kreativitasnya. Kreativitas merupakan kemampuan guru dalam meninggalkan gagasan,
ide-ide, hal-hal yang dinilai mapan, rutinitas, usang dan beralih untuk menghasilkan dan
memunculkan berbagai gagasan, ide-ide, dan tindakan yang baru dan menarik sebagai
strategi atau upaya pemecahan masalah, suatu metode atau alat, suatu objek dan lain
sebagainya. Kemampuan guru menghasilkan dan memunculkan gagasan-gagasan, atau ide-
ide baru yang harus terwujud ke dalam pola perilaku yang dinilai kreatif pula. Kreativitas
tidak hanya terbatas pada daya cipta guru untuk menghasilkan sesuatu yang baru tetapi
dapat mengacu pada penggunaan hal yang baru dalam melaksanakan pembelajaran. Sesuatu
yang baru dapat berupa gagasan, ide atau hal-hal yang benar-benar baru dikenal dan
diketahui oleh seseorang, namun juga mungkin saja telah diketahui, tetapi karena tidak
terdapat keinginan untuk menggunakannya maka ia terjebak ke dalam pola-pola perilaku
yang dianggap telah mapan dan menajdi rutinitas. Sebagai contoh, seorang guru terkadang
dalam menjalankan pembelajaran selalu menekankan segi pembelajaran melalui
metode/teknik ceramah sebagai satu-satunya sumber bahan atau materi pelajaran bagi
peserta didik, bukan berarti bahwa tidak mengetahui adaya bentuk atau jenis metode/teknik
pengajaran lainnya. Sebagai upaya untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif tersebut
guru dapat menggali potensi peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran
inovatif, yang dapat meningkatkan kompetensi dan karakter peserta didik. Model
pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif yang digunakan adalah “Colbase”. Colbase adalah
singkatan dari “Collaning Based Envicare” . Collaning berarti collaborative learning atau
belajar dengan bekerja bersama menggabungkan ide dari setiap anggota kelompok.
Sedangkan Envicare adalah enviromental caring yaitu kepedualian atau kecintaan terhadap
lingkungan yang merupakan salah satu karakter positif yang diharapkan mampu menjadi
karakter positif peserta didik. Hal ini seperti yang disampaikan Raharjo (2014) bahwa
collaborative learning adalah salah satu strategi pembelajaran yang digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar. Dalam strategi tersebut lebih memfokuskan bagaimana
memaksimalkan partisipasi dan keatifan dalam pembelajaran serta bagaimana peserta didik
dapat mengkontruksi sendiri ilmu untuk menjadi miliknya. Dalam strategi ini peran guru

211
cenderung menjadi fasilitator, motivator dan membimbing menemukan alternative
pemecahan bila terjadi peserta didik mengalami kesulitan belajar.

Guru bukan hanya dituntut untuk meningkatkan kompetensi, namun juga penanaman
karakter positif pada peserta didik, menurut Rahmat (2014) bahwa mendidik tidak hanya
sekedar mengajar. Mendidik tidak semata-mata mentransfer pengetahuan kepada generasi
muda. Lebih dari itu, mendidik adalah menanamkan nilai-nilai, sikap dan perilaku. Dalam
konteks ini, dimensi utama pendidikan adalah pedidikan moral, yakni tindakan
membimbing peserta didik untuk mengikatkan diri secara sukarela kepada nilai-nilai luhur.
Sedangkan menurut Koesoema (2013), pendidikan karakter adalah adalah usaha yang
dilakukan secara individu dan social dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri. Jadi pendidikan karakter harus bersifat
membebaskan. Alasannya, hanya dalam kebebasannya individu dapat menghayati
kebebasannya sehingga ia dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri
sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka.

Sebagai guru penulis akan sangat bangga apabila peserta didik dapat berhasil dalam
persaingan dan dapat mewujudkan cita-citanya. Namun sangat disayangkan karena berbagai
kendala dihadapi peserta didik, seperti wilayah yang sangat jauh dari perkembangan
teknologi, saran dan prasarana sosial pendidikan maupun transportasi sehingga berdampak
pada masih banyaknya peserta didik yang kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran
dengan berbagai alasan serta motivasi belajar yang rendah. Untuk mengatasi masalah
peserta didik tersebut sekaligus untuk membentuk karakter positif peserta didik penulis
menggunakan model pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif dengan colbase atau
Collaborative Learning Based Enviromental Caring. Penulis memilih menggunakan model
pembelajaran ini karena sesuai dengan karakteristik peserta didik di jenjang SMK, yang
lebih attraktif dan suka berkreasi. Selain itu, seperti yang dikemukakan oleh Hosnan (2014)
bahwa belajar kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana para peserta didik
dengan variasi yang bertingkat bekerja sama dalam kelompok kecil kea rah satu tujuan.
Dalam kelompok ini, para peserta didik saling membantu antara satu dengan yang lain .

212
jadi situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai
kesuksesan.

Selain itu, salah satu upaya untuk membentuk karakter peserta didik adalah melalui
pembelajaran berbasis lingkungan. Pembelajaran berbasisi lingkungan adalah suatu
strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran, sumber dan sarana
belajar. Model ini juga diharapkan dapat membantu mengatasi masalah sampah dengan
reduce, reuse, dan recycle. Model ini terutama mendukung langkah “reuse” yaitu
menggunakan kembali barang yang sudah tidak terpakai sehingga menjadi sesuatu yang
bermanfaat, sehingga sampah akan berkurang jumlahnya (reduce).

B. IMPLEMENTASI STRATEGI

Strategi pembelajaran diimpementasikan dengan menggunakan metode dan media


pembelajaran yang menarik, menyenangkan serta membebaskan sehingga peserta didik
akan termotivasi dalam proses belajar mengajar. Peserta didik akan semakin merasa
bertanggung jawab dalam belajar dan pada akhirnya hasil yang dicapai juga akan maksimal.
Adapun implementasi dari Colbase adalah sebagai berikut:

1. Orientasi

Pada tahap orientasi ini, beberapa kegiatan yang dilakukan, khususnya oleh guru adalah :

a. Guru melakukan komunikasi dengan kepala sekolah dan teman sejawat tentang
pelaksanaan model pembelajaran colbase.

b. Guru memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai pentingnya


pencapaian kompetensi sekaligus peningkatan karakternya.

c. Guru menjelaskan pelaksanaan model pembelajaran colbase yang akan


diimplementasikan dalam kompetensi mata pelajaran.

2. Penugasan atau Proyek

213
Pada tahap penugasan atau tahap pelaksanaan proyek ini, beberapa kegiatan guru dan
peserta didik adalah sebagai berikut :

a. Guru memandu peserta didik dalam pembentukan kelompok kerja dengan sistem
acak.

b. Guru memberikan proyek berdasarkan materi yang diajarkan, yaitu ‘memelihara


unggas pedaging’ dengan menggunakan bahan dasar sampah atau limbah.

c. Peserta didik mulai bekerja dalam kelompoknya, menentukan produk yang akan
dibuat dengan bahan dasar sampah tersebut. Sampah utama yang harus
dimanfaatkan adalah sampah di lingkungan sekitar baik lingkungan sekolah
maupun lingkungan rumah mereka.

d. Peserta didik melakukan diskusi untuk menentukan inovasi produk yang akan
dibuat dan proses pembuatannya.

3. Presentasi

Pada tahap presentasi atau assesmen ini beberapa kegiatan yang dilakukan baik guru
maupun peserta didik adalah sebagai berikut :

a. Guru memberikan waktu selama kurang lebih 1 bulan untuk menyelesaikan produk
mereka, kemudian mereka harus presentasi di depan kelas beserta menunjukkan
hasil kerjanya.

b. Kelompok yang lain menjadi audience dan harus memberikan pertanyaan atau
tanggapan kaitannya denga perencanaan, proses produksi atau hasil dari karya yang
dipresentasikan.

4. Sosialisasi

Tahap terakhir adalah tahap sosialisasi, kegiatan yang dilakukan pada tahap sosialisasi
ini adalah :

214
a. Guru memberikan apresiasi atau penghargaan berupa nilai baik secara kelompok
maupun individu serta memajang hasil kerja atau produk peserta didik di ruang
guru, hal ini sebabkan karena sekolah belum mempunyai tempat display khusus
hasil kerja atau karya peserta didik.

b. Guru memberitahukan kepada rekan sejawat, bahwa model pembelajaran ini sangat
efektif diterapkan di SMK Negeri 4 Tidore Kepulauan karena selain dapat
meningkatkan kompetensi peserta didik, juga dapat menumbuhkan beberapa
karakter positif pada peserta didik.

C. HASIL DAN DAMPAK YANG DICAPAI

Pembelajaran yang mendidik merupakan suatu cara yang digunakan untuk


membimbing peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan serta
keterampilan yang diperlukan peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang mendidik ini
melalui suatu proses yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.

Model pembelajaran Colbase yang telah diterapkan penulis di SMK Negeri 4 Tidore
Kepulauan, memberikan hasil sebagai berikut:

1. Terhadap peserta didik

Hasil yang terlihat pada peserta didik adalah sebagai berikut :

a. Model pembelajaran ini terbukti efektif dapat meningkatkan kemampuan atau


kompetensi peserta didik dalam penguasaan materi pembelajaran produktif
agribisnis ternak unggas.

215
b. Kepercayaan diri peserta didik menjadi semakin tinggi dalam proses pemeliharaan
ternak unggas karena hasil yang diperoleh dari pemeliharaan juga sangat
memuaskan dan tidak mengecewakan.

c. Peningkatan karakter positif peserta didik semakin terlihat terutama karakter


kerjasama, kepedulian terhadap lingkungan, dan kreativitas peserta didik.

d. Memperoleh penghargaan dalam Lomba Kompetensi Siswa (LKS) sebagai juara


harapan 1 Tingkat Nasional tahun 2016.

2. Terhadap teman sejawat (guru)

a. Model pembelajaran ini menjadi inspirasi bagi teman sejawat untuk menerapkan
pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif.

b. Sebagai motivasi bagi teman sejawat untuk menciptakan pembelajaran yang


kondusif, menyenangkan dan lingkungan kerja yang mendukung.

3. Terhadap sekolah

a. Sekolah semakin dikenal di lingkungan sekitar.

b. Minat peserta didik untuk mendaftar di SMK Negeri 4 Tidore Kepulauan,


khususnya program keahlian Agribisnis Ternak Unggas semakin meningkat.

c. Sebagai pengembangan program sekolah bersih dan sehat serta berwirausaha.

Selain menghasilkan banyak hal positif, pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif dengan
colbase berdampak positif bagi peserta didik, guru dan sekolah. Dampak tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Bagi peserta didik

a. Peserta didik semakin aktif, kreatif dan inovatif dalam menghasilkan berbagai karya
produk inovatif.

216
b. Berkarakter kuat dan lebih matang dalam bertindak.

c. Peserta didik dapat bersaing dalam Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK di
tingkat Nasional.

2. Bagi Guru

a. Semangat berinovasi dalam pembelajaran tinggi.

b. Kompetensi guru semakin meningkat.

3. Bagi sekolah

a. Animo pendaftar meningkat.

b. Kepercayaan masyarakat meningkat karena pencapaian prestasi dari peserta didik.

D. KENDALA YANG DIHADAPI

Selain hasil dan dampak yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran tersebut,
penerapan model pembelajaran ini juga tidak terlepas dari berbagai kendala. Beberapa
kendala tersebut bersumber dari peserta didik, rekan guru maupun sekolah. Secara umum
kendala yang dihadapi dalam implementasi model pembelajaran colbase ini relatif kecil.
Untuk lebih jelasnya, beberapa kendala masih muncul dalam penerapan model
pembelajaran colbase, diantaranya:

1. Dari peserta didik

a. Sebagian besar peserta didik masih memiliki disiplin dan motivasi belajar yang
rendah, sehingga masih membutuhkan pengawasan yang ekstra dari guru dalam
proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulil (2015) bahwa salah satu
masalah dalam pembelajaran adalah berkurangnya motivasi para peserta didik
untuk belajar dan berpartisipasi dalam pembelajaran.

217
b. Kondisi jalan yang sangat rusak serta tidak adanya sarana transportasi ke sekolah
khususnya kendaraan umum, sehingga sebagian besar peserta didik harus berjalan
kaki kurang lebih 3 sampai 5 km untuk mencapai lokasi sekolah. Hal ini
menyebabkan sering kali peserta didik terlambat dalam mengikuti pembelajaran.

2. Dari guru

a. Kesibukan guru baik di sekolah maupun di rumah yang cukup tinggi, sehingga
untuk berinovasi dan menciptakan media kurang waktu.

b. Beberapa guru masih sulit keluar dari zona nyaman, mereka hanya datang,
mengajar, pulang atau SMP (sudah mengajar pulang).

3. Dari Sekolah

a. Masih kurangnya ICT, sehingga untuk akses berinovasi masih kurang fasilitas.

b. Jaringan internet yang masih sangat terbatas sehingga untuk mengakses informasi
sangat terbatas.

c. Tidak tersedianya ruang pajangan untuk hasil karya peserta didik, sehingga hasil
pekerjaan belum terdokumentasi dengan baik.

E. FAKTOR PENDUKUNG

Keberhasilan dalam penerapan model pembelajaran bukanlah sesuatu yang mudah dan
instant. Pembentukan karakter ini melalui berbagai tahap mulai dari pemahaman,
penumbuhan dan pembiasaan pada perilaku atau behavior. Hal ini sesuai dengan pendapat
Shoimin (2014) bahwa proses pembentukan karakter melalui tahapan moral knowing, moral
feeling dan moral action. Proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik
doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya. Siswa akan mencintai berbuat baik karena
dorongan interal dari dalam dirinya sendiri.

218
Demikian pula halnya pada penerapan model pembelajaran colbase tentunya melalui
suatu perjalanan yang sulit dan lama. Keberhasilan penerapan model pembelajaran tersebut
tak lepas dari adanya faktor pendukung baik saat perencanaan ataupun pelaksanaannya.
Beberapa faktor pendukung sebagai penguat implementasi colbase, diantaranya:

1. Peserta didik

a. Sebagian besar peserta didik antusias dengan model pembelajaran yang aktif,
kreatif, inovatif dan tentunya menyenangkan.

b. Peserta didik semakin peduli dengan masalah sampah dan lingkungan pada
umumnya.

2. Guru / Rekan sejawat

a. Guru yang kooperatif dan mau belajar dengan hal-hal baru.

b. Sebagian besar masih berusia muda, sehingga semangat mengajar masih relatif
tinggi.

3. Sekolah

a. Adanya anggaran untuk pelaksanaan pembelajaran, khususnya pengadaan peralatan


pembelajaran dan pengembangan profesi guru, walaupun jumlahnya masih sangat
terbatas.

b. Program kerja sekolah yang sejalan dengan inovasi pembelajaran.

F. ALTERNATIF PENGEMBANGAN

Penerapan model pembelajaran colbase ini telah terbukti efektif dalam meningkatkan
kompetensi pengetahuan, keterampilan dan karakter peserta didik. Selain itu model
pembelajaran ini juga telah menginspirasi rekan-rekan guru dan peserta didik untuk
berinovasi dan kreatif dalam pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan

219
pembelajaran berbasis lingkungan. Selain itu seorang guru harus mampu mengenal dan
menggunakan berbagai metode mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Asmani (2016)
bahwa guru harus mampu mengenal dan menggunakan metode mengajar, yakni dengan
mempelajari macam-macam metode mengajar, dan berlatih menggunakan macam-macam
metode mengajar. Pembelajaran berbasis lingkungan merupakan salah satu model
pembelajaran yang sangat efektif dalam meningkatkan kompetensi dan karakter peserta
didik. Oleh karena itu, maka alternatif pengembangan sangat dibutuhkan dalam rangka
perbaikan dan penerapan model yang lebih baik dalam pembelajaran. Berikut beberapa
alternatif pengembangan yang dapat dilakukan:

1. Pengembangan pada peserta didik

a. Diadakan pelatihan pemanfaatan/pengolahan limbah menjadi sesuatu yang berguna


dan dapat bernilai jual.

b. Pelatihan wirausaha bagi peserta didik agar mampu menjadi enterprenur sejati dan
menginspirasi dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan berwirausaha.

2. Pengembangan pada guru

a. Pelatihan tentang pembelajaran yang aktif, inovatif dan kreatif, sehingga semua
guru nantinya mampu bekerja sama dalam melakukan pembelajaran yang bermakna
dan menyenangkan atau pembelajaran yang mendidik.

b. Pendidikan berbasis lingkungan dikembangkan dalam pembelajaran mata pelajaran


lain. Model pembelajaran ini telah diadopsi beberapa rekan sejawat dalam
pembelajarannya, antara lain guru IPA, memanfaatkan sampah plastik dalam
kompetensi dasar didaur ulang, guru seni budaya dengan memanfaatkan limbah
botol plastik bekas air mineral menjadi sebuah kerajinan tangan, serta beberapa
guru produktif agribisnis tanaman pangan dan hortikultura yang pembelajarannya
langsung berhadapan dengan lingkungan.

3. Pengembangan oleh sekolah

220
a. Colbase telah dikembangkan menjadi program pengembangan sekolah yaitu
pemanfaatan limbah dalam pemeliharaan unggas pada unit produksi.

b. Model pembelajaran ini dapat dikembangkan menjadi program SMK berwirausaha


apabila sebagian besar peserta didik telah mampu berkreasi dengan memanfaatkan
limbah sebagai bahan dasarnya.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Sebagai upaya menuju peningkatan mutu dan profesionalisme guru maka guru dituntut
untuk terus mengembangkan diri. Salah satunya dengan berperan aktif mengembangkan
kemampuan kreativitas dan inovasi tinggi dalam pembelajaran sehingga menarik dan
menyenangkan peserta didiknya. Uraian pengalaman mengelola pembelajaran yang
menarik sebagaimana diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif dengan colbase dilaksankan dengan empat
tahapan yaitu: (1) Orientasi, (2) proyek, (3) presentasi, (4) Sosialisasi.

2. Implementasi colbase dapat meningkatkan karakter positif dan kompetensi peserta


didik, serta dapat menigkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah atas prestasi-
prestasi yang diraih guru dan peserta didiknya.

B. REKOMENDASI OPERASIONAL

Beberapa rekomendasi yang dapat diambil dari best practice pembelajaran aktif, kreatif
dan inovatif dengan colbase:

221
1. Guru harus selalu melakukan inovasi dan pembelajaran yang menarik agar peserta
dididk semakin termotivasi dalam pencapaian kompetensi dan karakter positif.

2. Kepala sekolah harus memfasilitasi guru dalam dalam menciptakan inovasi


pembelajaran.

3. Sekolah lain dapat mengadopsi model ini untuk menciptakn sekolah sehat dan SMK
wirausaha.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, J Ma’mur. 2016. Great Teacher. Kiat Sukses Menjadi Guru Inspiratif, Inovatif
dan Motivatif. Yogyakarta : DIVA Press.

Damayanti. 2016. Sukses Menjadi Guru Humoris dan Idola yang Akan Dikenang
Sepanjang Masa. Yogyakarta : Araska.

Dirman, CD dan Juarsih. 2014. Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran yang
Mendidik. Jakarta : Rineka Cipta.

E, Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Badung: Remaja Rosdakarya.

Hosnan, M. 2014. PendekATAN Saintifik dan Kontekstual dalam pembelajaran Abad 21.
Bogor : Ghalia Indonesia.

Koesoema, A Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta: Grasindo.

Raharjo, K.B. 2013. Model Pembelajaran Kolaborasi (Collaborative Learning).


www.haritsme.blogspot.com. Diakses tanggal 15 April 2017.

Rahmat, Imadadun. 2016. Mendidik dengan Keteladanan dan Pembiasaan. Kata


Pengantar. Yogyakarta : Gava Media.

Shoimin, Aris. 2014. Guru Berkarakter Untuk Implementasi Pendidikan Karakter.


Yogyakarta : Gava Media.

222
Ulil, M. 2015. Masalah-masalah dalam Pembelajaran dan Pemecahannya.
basorpoenya.blogspot.co.id. diakses tanggal 4 April 2017.

KREATIVITAS GURU MENERBITKAN BUKU

Adiati, S.Pd., M.Pd.I.


SMKN 3 Kota Jambi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Menyongsong penggunaan


Kurikulum 2013 secara serempak di Indonesia yang dianggap sebagai pembawa
perubahan dalam dunia pendidikan Indonesia, pada pelaksanaanya masih terdapat kendala-
kendala. Sebahagian sekolah masih menggunakan Kurikulum 2006 atau KTSP. Pemerintah
memberikan kebebasan kepada semua sekolah yang ada di Indonesia dalam
pelaksanaannya, apakah menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum 2006 atau KTSP.
Di sisi lain, pemerintah telah memberikan dukungan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013
berupa penyiapan perangkat-perangkat Kurikulum 2013, salah satunya adalah penyediaan
buku-buku teks dan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Pembelajaran mata pelajaran Bahasa
Inggris kepada siswa kelas X, XI dan XII baik SMK maupun SMK sesuai
Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006/KTSP membutuhkan buku teks yang sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru mata pelajaran,
sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran tidak menemui kesulitan dalam memahami
setiap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswa. Terkadang buku teks yang
ada masih membutuhkan tambahan buku lain sebagai pelengkap dalam pembelajaran
Bahasa Inggris kepada siswa sesuai RPP yang diajarkan.

223
Berangkat dari kondisi di atas dan didukung kebiasaan menulis modul, penulis
tergerak untuk menerbitkan buku teks mata pelajaran Bahasa Inggris guna mendukung
pembelajaran Bahasa Inggris baik di SMK, SMA, MAK dan MA sesuai RPP dan modul
yang telah penulis buat berdasarkan Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 atau KTSP.
Buku merupakan salah satu acuan bagi tenaga pendidik untuk mencapai tujuan
pembelajaran, dimana buku mata pelajaran Bahasa Inggris yang isinya merupakan
penjabaran dari silabus Bahasa Inggris berdasarkan Kurikulum yang berlaku. Menulis buku
merupakan aspirasi penulis dalam menuangkan keahlian penulis dalam hal ini pengetahuan
dan ketrampilan yang dimiliki dalam proses pembelajaran. Menurut Sutanto (2010) bahwa
penulisan buku harus sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, buku digunakan
untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Penerbitan buku teks bukanlah pekerjaan yang mudah, terutama pada saat pertama
kali penerbitan buku teks. Buku yang pertama kali penulis terbitkan adalah buku teks
Bahasa Inggris kelas X untuk SMK, SMA, MAK dan MA sesuai kurikulum 2013. Banyak
kendala-kendala yang penulis hadapi, terutama pada ketelitian penulisan buku, baik isi
maupun penggunaan bahasa dan gambar agar sesuai dengan materi pelajaran RPP, aturan
yang berlaku dan menarik minat membaca dan belajar siswa.
B. Permasalahan
Permasalahan penulis dalam membuat buku teks pelajaran Bahasa Inggris kelas XI
untuk SMK, SMA, MAK dan MA sesuai kurikulum yang berlaku adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menulis buku teks Bahasa Inggris kelas XI untuk SMK, SMA, MAK dan
MA sesuai kurikulum 2013?
2. Bagaimana membuat lay-out, melakukan editing dan membuat desain cover?
3. Bagaimana menerbitkan buku dan siapa penerbitnya?
4. Bagaimana mengatasi pembiayaan penerbitan buku?

C. Strategi Pemecahan Masalah


Strategi pemecahan masalah yang diambil dalam mengatasi permasalahan sebagaimana
di atas adalah sebagai berikut:

224
1. Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang cara menulis buku yang baik dan
benar serta diminati banyak pembaca dengan cara belajar dari teman atau kenalan yang
pernah atau berpengalaman menulis buku dan membaca internet.
2. Meminta bantuan kepada siapa saja yang bisa membantu dalam penerbitan buku.
3. Menerbitkan buku dengan mitra penerbit yang kooperatif dengan biaya yang murah
namun berkualitas sesuai kemampuan keuangan penulis.
4. Memasarkan buku untuk membiayai penerbitan buku dan mendapatkan penghasilan
tambahan.
Strategi pemecahan masalah di atas dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Pengumpulan informasi akurat yang dibutuhkan untuk penerbitan buku.
2. Penyiapan materi pelajaran sesuai RPP kurikulum yang berlaku.
3. Mengumpulkan buku referensi, informasi internet, modul, data-data dan gambar
pendukung untuk penulisan buku.
4. Proses penulisan naskah buku.
5. Proses pembuatan lay out, editing dan pembuatan desain cover.
6. Proses penerbitan buku berikut ISBN.
7. Proses pemasaran buku.

PEMBAHASAN
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Penulisan buku teks pelajaran harus bersifat tersusun sistematis agar mudah untuk
dipelajari. Permasalahan penulisan buku teks pelajaran sebagaimana diurai pada bab
pendahuluan di atas membutuhkan strategi yang tepat dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar
dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka
peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlah mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan

225
kemampuan kinestetis, dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional
pendidikan (Sitepu, 2012).
Pengumpulan informasi sebanyak dan seakurat mungkin sangat berguna bagi penulis dalam
penerbitan buku. Notoatmodjo (2008) berpendapat bahwa semakin banyak memiliki
informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan terhadap seseorang dan
dengan pengetahuan tersebut bisa menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang itu
akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian jelaslah
bahwa informasi sangat berguna untuk menambah pengetahuan penulis dalam penerbitan
buku. Semakin banyak informasi yang terkumpul akan semakin meningkatkan kemampuan
penulis dalam penerbitan buku.
Seseorang bilamana tidak mampu akan meminta pertolongan atau bantuan. Begitu juga
penulis, membutuhkan bantuan baik dari keluarga atau saudara maupun kepada teman atau
kenalan untuk mendukung penulis dalam penerbitan buku. Hal yang tidak dapat penulis
lakukan sendiri adalah pekerjaan pembuatan lay out, proses editing dan pembuatan desain
cover. Bersyukur penulis mempunyai keluarga yang mempunyai kemampuan baik di bidang
komputer dan mempunyai pengetahuan yang luas, sehingga penulis tidak mengalami
banyak kesulitan untuk mendapatkan bantuan penerbitan buku. Namun ternyata penerbit
memberikan penawaran jasa untuk perkerjaan tersebut, bilamana tidak dapat bantuan dari
keluarga, saudara, teman atau kenalan maka jasa penerbit merupakan alternatif untuk
keberhasilan penerbitan buku. Hanya saja jasa penerbit tersebut harus dibayar dengan
jumlah satuan yang disepakati bersama. Berikut kutipan tentang tolong menolong yang
diambil dari internet “Manusia adalah makhluk individualis, namun sekaligus makhluk
sosial. Manusia membutuhkan privasi, namun tidak akan pernah mampu hidup tanpa
campur tangan dan pertolongan orang lain. Tolong menolong dalam kebaikan merupakan
salah satu bentuk sikap hidup yang didambakan oleh umat manusia di seluruh muka bumi.
Sikap hidup saling tolong menolong dapat mewujudkan terciptanya kedamaian bagi umat
manusia. Sikap hidup saling tolong menolong merupakan kunci dan tips hidup tentram di
mana pun kita berada.”

226
Mendapatkan penerbit yang kooperatif sangat berguna bagi penulis terutama bagi
pemula. Kita akan mendapatkan pelayanan dan kerjasama yang baik dalam penerbitan
buku. Penerbit akan memberikan petunjuk tentang tata cara penerbitan buku dan hal apa
saja yang harus kita lakukan. Poin terpenting dari penerbit yang kooperatif adalah bilamana
ada permasalahan akan diselesaikan dengan baik-baik dan terhindar dari hal-hal buruk
terjadi dalam penerbitan buku. Banyak penerbit yang menawarkan jasa penerbitan buku
yang terdapat di internet. Penulis memilih penerbit yang menawarkan jasa penerbitan buku
yang murah namun berkualitas dan sesuai dengan kemampuan finansial penulis. Berikut
kutipan dari internet tentang penerbit “Dalam dunia kepenulisan, kita akan banyak
menemukan berbagai macam penerbit, mulai dari yang sudah besar (terkenal) hingga yang
masih merintis. Kondisi tersebut nantinya juga berdampak pada kualitas buku yang akan
kita terbitkan sendiri”.
Pemasaran buku sangat penting bagi penulis dalam penerbitan buku. Hasil pemasaran buku
sangat membantu penulis dalam penerbitan buku yaitu untuk mengatasi permasalahan
pembiayaan penerbitan buku. Di sisi lain pemasaran buku juga memberikan penghasilan
tambahan bagi penulis atas karya penulisan buku. Menurut Deliyanti (2010) bahwa
pemasaran merupakan suatu perpaduan dari aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan
untuk mengetahui kebutuhan konsumen melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran
produk dan jasa yang bernilai serta mengembangkan promosi, distribusi, pelayanan dan
harga agar kebutuhan konsumen dapat terpuaskan dengan baik pada tingkat keuntungan
tertentu. Pemasaran yang dilakukan penulis terutama pada sekolah tempat penulis bekerja,
kemudian pada sekolah-sekolah lain. Promosi buku penulis lakukan melalui media sosial
facebook, teman-teman sejawat dan sekolah-sekolah tingkat menengah atas yang ada di
provinsi Jambi melalui kepala sekolah.

B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah


1. Proses pengumpulan informasi
Hal terpenting dari pengumpulan informasi adalah menjawab pertanyaan “Apakah saya
bisa menerbitkan buku?”. Hal pertama yang dilakukan adalah mencari penerbit buku kepada

227
siapa saja yang mempunyai informasi tentang penerbit buku. Mendapatkan informasi
penerbit buku juga penulis dapatkan dari media internet yang memberikan banyak informasi
akurat tentang penerbit buku, selain itu juga melalui iklan yang ada di koran dan majalah.
Hal kedua adalah mencari informasi tentang tata cara, aturan atau kaidah-kaidah penulisan
naskah buku yang baik dan benar serta diminati pembaca.
Hal ketiga adalah mendapatkan informasi teknik tentang penulisan buku dengan
komputer yang baik dan benar serta format-format naskah yang diterima penerbit. Selain itu
penting untuk mendapatkan informasi yang dapat melakukan pekerjaan di bidang komputer
dalam penerbitan buku. Dan yang terakhir adalah mendapatkan informasi akurat pemasaran
buku, kepada siapa buku dipasarkan dan berapa jumlah sesuai permintaan.
2. Meminta bantuan
Bantuan walaupun sedikit sangat bermanfaat untuk keberhasilan suatu usaha.
Terkadang hal-hal kecil bisa membuat suatu usaha atau pekerjaan tidak sukses. Oleh karena
itu, penulis memanfaatkan bantuan walau sekecil apapun guna keberhasilan penerbitan
buku. Bantuan dibutuhkan penulis untuk mengatasi permasalahan pekerjaan-pekerjaan yang
tidak bisa penulis lakukan sendiri seperti pembuatan lay out, proses editing dan pembuatan
desain cover. Bantuan ini berasal dari keluarga penulis sendiri. Syukur, penulis mempunyai
keluarga yang mempunyai keahlian di bidang komputer dan mempunyai wawasan yang luas
sehingga untuk pekerjaan tersebut, penulis tidak banyak menemui kendala. Di sisi lain,
bantuan juga didapat dari penerbit atas pengecekan ulang naskah buku yang mau dicetak
dan diterbitkan. Bantuan dari penerbit yang penulis dapatkan adalah pemeriksaan naskah
tulisan buku, format naskah, kesesuaian lay out buku, proses editing dan penambahan ISBN
pada desain cover.
3. Menerbitkan buku
Langkah utama dalam penerbitan buku adalah menemukan penerbit yang sesuai dengan
kondisi sebagaimana yang diharapkan. Penulis lebih menyukai penerbit yang bersifat
kooperatif dengan tujuan semua permasalahan yang timbul dalam penerbitan buku bisa
selesai dengan baik-baik. Hal ini penting, karena penulis merupakan pemula yang masih
minim pengalaman dalam penerbitan buku. Kondisi ini untuk menghindari terjadi hal buruk

228
dalam penerbitan buku. Penerbitan buku sendiri ternyata tidaklah sulit. Kuncinya ada pada
naskah buku yang kita tulis sudah benar dan bisa dipertanggungjawabkan, sesuai aturan
yang berlaku dan mengindahkan kaidah-kaidah penulisan buku. Hal-hal lain, penerbit bisa
membantu seperti penerbitan ISBN, proses lay out, editing dan desain cover. Hasil
negosiasi dengan penerbit akan menyepakati biaya penerbitan termasuk biaya pengeluaran
ISBN, biaya pengiriman, cara pembayaran dan lama pencetakan buku. Menerbitkan buku
tidak perlu datang ke kantor penerbit, cukuplah menghubungi via telepon dan pengiriman
naskah berikut desain cover melalui email dengan format yang telah ditentukan penerbit.
Setelah proses pencetakan buku selesai, penerbit langsung mengirim buku via ekspedisi
langganan penerbit ke alamat penulis yang telah diinformasikan sebelumnya.

4. Memasarkan buku
Setiap kegiatan akan membutuhkan biaya, apalagi proses penerbitan buku, tentulah
membutuhkan biaya. Mengatasi permasalahan pembiayan penerbitan buku dilakukan
penulis dengan cara memasarkan buku tersebut kepada pemakai. Sebelum melakukan
penerbitan buku, penulis sudah mempromosikan kepada siswa, guru, teman sejawat dan
kepala sekolah tentang rencana penulis menerbitkan buku. Hal ini untuk mendapatkan
infromasi sambutan dari konsumen atas buku yang akan penulis terbitkan. Bersyukur,
ternyata buku yang akan penulis terbitkan mendapatkan sambutan yang baik dari mereka
dan komitmen bersedia membeli buku yang penulis terbitkan. Kondisi ini sangat
menguntungkan penulis karena penulis bisa menentukan jumlah buku yang sesuai untuk
diterbitkan dan tidak menunggu lama buku untuk laku terjual.
Promosi penulis lakukan baik sebelum penerbitan buku maupun setelah penerbitan buku.
Kegiatan ini penulis lakukan baik langsung maupun tidak langsung seperti melalui media
sosial facebook, melalui telepon, dan media lainnya kepada pemakai. Penulis memberikan
bagi keuntungan kepada siapa saja yang mau memasarkan buku dan memberikan bonus
buku untuk jumlah satuan pesanan tertentu.
C. Hasil Yang Dicapai

229
Penulisan buku teks pelajaran bahasa Inggris kelas XI untuk SMK, SMA, MAK dan MA
kurikulum 2013 memberikan manfaat kepada sebagai berikut:
1. Siswa
 Memperoleh buku teks sesuai tuntutan kurikulum yang berlaku.
 Mengurangi kesulitan siswa memperoleh buku teks sesuai RPP dan materi yang
dipelajari tiap semester.
 Memudahkan siswa memahami mata pelajaran bahasa Inggris dalam proses
pembelajaran.
2. Guru
 Meningkatkan kreativitas dan prestasi guru.
 Memudahkan guru dalam menjalankan tugas pembelajaran bahasa Inggris.
 Menambah penghasilan guru.
3. Sekolah
 Meningkatkan mutu pendidikan sekolah.
 Meningkatkan akreditasi sekolah.
4. Instansi Pendidikan
 Meningkatkan pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
 Meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
 Meningkatkan mutu pendidikan nasional untuk mencapai standar nasional
pendidikan.
5. Masyarakat
 Memudahkan memperoleh buku teks bahasa Inggris khususnya kelas XI untuk
SMK, SMA, MAK dan MA sesuai kurikulum yang berlaku.
 Menambah pilihan bagi masyarakat untuk memiliki buku.

D. Kendala-kendala yang dihadapi


Adapun kendala-kendala yang dihadapi penulis dalam penerbitan buku adalah sebagai
berikut:
1. Kendala yang berasal dari penulis (faktor internal)

230
 Penulisan naskah buku membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang dituntut
memenuhi aturan yang berlaku dan kaidah-kaidah penulisan buku.
 Membutuhkan kemampuan yang memadai di bidang komputer.
 Kesulitan dana untuk membiayai penerbitan buku.
2. Kendala yang berasal dari luar (faktor eksternal)
 Belum adanya dukungan dari pemerintah, instansi terkait maupun sekolah dalam
pembiayaan penulisan buku.
 Belum adanya aturan pemberlakuan sekolah untuk menggunakan buku hasil karya
guru yang mengajar mata pelajaran pada sekolah tersebut.
E. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor yang mendukung penulis menerbitkan buku adalah sebagai berikut:
1. Motivasi kuat dari penulis untuk memberikan hasil karya terbaik dan meraih
prestasi terbaik di bidang pendidikan.
2. Adanya dukungan baik dari keluarga dan saudara maupun dari teman sejawat dan
pimpinan tempat penulis bekerja.
3. Tersedianya kebutuhan-kebutuhan untuk menulis dan menerbitkan buku.
F. Alternatif Pengembangan
Berdasarkan pengalaman penulis dalam menerbitkan, maka alternatif pengembangan adalah
sebagai berikut:
1. Menerbitkan buku teks mata pelajaran bahasa Inggris kelas X, XI dan XII untuk
SMK, SMA, MAK dan MA sesuai kurikulum yang berlaku.
2. Menerbitkan buku-buku mata pelajaran bahasa Inggris lain seperti buku teks kelas
XII berdasarkan kurikulum 2013 dan buku teks grammar.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada BAB I dan Bab II, maka simpulan
yang diambil adalah sebagai berikut:

231
1. Penerbitan buku membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan
tuntutan penulisan naskah yang baik dan benar, sesuai aturan yang berlaku dan
mengindahkan kaidah-kaidah penulisan buku.
2. Pemilihan penerbit yang sesuai dan memanfaatkan bantuan sebaik mungkin akan
mendukung penerbitan buku.
3. Pemasaran buku yang baik akan mendukung penerbitan buku.

B. Rekomendasi
Dalam rangka mendukung penulisan buku oleh guru mata pelajaran maka
direkomendasikan sebagai berikut:
1. Pemerintah, instansi terkait atau sekolah mengeluarkan aturan mengutamakan
penggunaan buku teks pada sekolah hasil karya guru mata pelajaran yang bekerja
pada sekolah masing-masing yang telah memenuhi persyaratan.
2. Meminta bantuan kepada siapa saja demi terciptanya hasil karya buku yang terbaik
yang mendapat sambutan dari pemakai.

DAFTAR PUSTAKA
B.P Sitepu. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Defenisi-Pengertian.com. Definisi dan Pengertian Informasi Menurut Para
Ahli.http://www.definisi-pengertian.com/2015/03/definisi-dan-pengertian-
informasi.html.
Deliyanti. 2010. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta. Laksbang.
Entrepreneurship Education Without Boundaries. Etika Tolong Menolong Agar Tidak
Menyakiti Orang Lain. http://ciputrauceo.net/blog/ 2016/2/4/etika-tolong-menolong-
agar-tidak-menyakiti-orang-lain.
Jogonulis. Mengenal Ciri-ciri Penerbit Buku Yang Baik.
https://penerbitdeepublish.com/mengenal-ciri-penerbit-buku-yang-baik/.
Sutanto Leo. 2010. Kiat Jitu Menulis dan Menerbitkan Buku. Jakarta. Erlangga.

232
233

Anda mungkin juga menyukai