Anda di halaman 1dari 182

PROSIDING DISEMINASI HASIL PENGALAMAN TERBAIK KEGIATAN

PEMILIHAN GURU SMA DAN SMK BERPRESTASI TINGKAT


NASIONAL TAHUN 2017

DIREKTORAT PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN MENENGAH

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROSIDING DISEMINASI HASIL PENGALAMAN TERBAIK
OLIMPIADE GURU NASIONAL PENDIDIKAN MENENGAH TAHUN 2017

ISBN : 978-602-74835-8-3

Penanggungjawab
Sri Renani Pantjastuti

Penyusun:
Kadarisman

Editor:
Romi Siswanto

Penyunting:
Wendi Kuswandi

Reviewer
Sugiyono
Samsudi
Apri Nuryanto
Widiyanto

Desain Sampul & Tata Letak


Handini & Lukmanul Hakim

Penerbit:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Redaksi:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jl. Pintu Satu Senayan, Gedung D Lantai 12
Komplek Kantor Kemdikbud, Jakarta Pusat 10270
Telp./Fax (021) 57974106
E-mail: kesharlindunga@gmail.com

Cetakan Pertama, Oktober 2017

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan Prosiding Diseminasi Hasil Pengalaman
Terbaik Olimpiade Guru Nasional Pendidikan Menengah Tahun 2017.

Penyusunan prosiding diseminasi ini merupakan apresiasi terhadap


para guru yang telah mengirimkan karyanya dari perwakilan provinsi masing-
masing yang telah melalui seleksi tingkat daerah.

Prosiding ini menjadi media dokumentasi dan publikasi ilmiah dari


Olimpiade Guru Nasional Pendidikan Menengah Tahun 2017 yang telah
memiliki ISBN dari Perpustakaan Nasional. Tentunya kami menyadari dalam
prosiding ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan
penyusunan prosiding yang akan datang, kami berharap hal tersebut tidak
mengurangi nilai, makna dan manfaat prosiding ini bagi dunia pendidikan
Indonesia.

Terimakasih kami sampaikan kepada para Guru, Panitia Pelaksana


serta pihak-pihak terkait yang ikut serta dalam penyusunan prosiding ini,
semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak dengan
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Jakarta, 07 November 2017


Direktur Pembinaan Guru Dikmen
Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan,

Ir. Sri Renani Pantjastuti, MPA

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................. i
Daftar Isi ………………………………………………………...... ii-iii
1 Penggunaan Quipper School sebagai tugas terstruktur untuk 1-14
meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam mata pelajaran
Fisika di SMAN 1 Kota Sukabumi - Fasal Elahi, S.Pd., M.Pfis.

2 Model Team Assisted Individualization untuk mengatasi kesulitan 15-33


belajar fisika
Siswa kelas X MIPA-3 SMAK Santa Maria Malang - Josephine
Maria Windajanti, S.Pd., M.Si.

3 Mengajarkan Interferensi Young menggunakan cahaya Laser, 34-44


Kardus, kertas putih, Mistar, Les, Stick Es dan Rambut - Ferenika
Sinaga,S.Si

4 Penggunaan metode demonstrasi dengan flash animasi dan 45-59


alat peraga dalam materi pengukuran panjang untuk menarik
antusias belajar siswa kelas X di SMA Negeri 19 Medan Tahun
Ajaran 2016/2017 - Irma Afrianti Simanjuntak, S.Si, M.Si

5 Menghadirkan atun pada pembelajaran hukum kekekalan 60-72


momentum dengan metode eksam - Purwoyaji, S.T.

6 Meningkatkan capaian remedial peserta didik dengan metode tutor 73-88


sebaya - Joko Untoro, S.Pd

7 Bersenang-senang dengan gaya angkat ke atas – Eddy, S.Kom. 89-101

8 Dengan analisis video tracker, konsep gerak dalam fisika menjadi 102-113
lebih mudah dipahami - Supriyadi

9 Pembinaan olimpiade Fisika siswa SMA Negeri 3 Pematangsiantar 114-125


untuk persiapan mengikuti Olimpiade Sains Nasional tingkat
Kabupaten/Kota - Monang Hutapea, S.Pd, M.M

10 Penerapan strategi pembelajaran React untuk meningkatkan 126-142


kemampuan konsep Fisika dan hasil belajar siswa - Tata Suharta,

ii
S.Si., M.Pd.

11 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two- 143-156


Stray - Mardianto, S.Pd. M.Pfis.

12 Teknik tips dan trik sebagai upaya peningkatan motivasi dan hasil 157-161
belajar siswa SMA Negeri 1 Kerajaan - Samson Ginting,S.Pd

13 Penyelesaian persoalan gerak parabola dengan menggunakan 162-168


persamaan matematika yang sederhana - Sugiantoro

14 Pola pembinaan anggota kir SMAN 1 Garut dengan menggunakan 169-171


“Siklus Mls” untuk meningkatkan prestasi dalam Lomba–Lomba
Fisika - Dudung Abdalloh Saputra, M.Pd

iii
Penggunaan Quipper School sebagai Tugas Terstruktur untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa dalam Mata Pelajaran Fisika
Di SMAN 1 Kota Sukabumi

Fasal Elahi, S.Pd., M.PFis.


SMA Negeri 1 Kota Sukabumi, Jawa Barat

A. Pengantar
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Robbi Allah SWT, atas
karunia dan kasih sayang-Nya lah saya dapat menyelesaikan penulisan
pengalaman membimbing siswa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Semoga dengan penulisan best practice ini dapat menjadi alternatif mengatasi
permasalahan peserta didik dalam pembelajaran Fisika. Adapun strategi dan
metoda yang digunakan adalah dengan Penggunaan Quipper School sebagai
Tugas Terstruktur untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa dalam
Mata Pelajaran Fisika.

Pada kesempatan ini saya pun tidak lupa mengucapkan terimakasih


setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Rachmat Mulyana, S.Pd, M.Hum selaku Kepala sekolah SMAN 1


kota Sukabumi atas dukungan dan motivasinya
2. Rekan-rekan guru di SMAN 1 kota Sukabumi, yang memberikan
semangat dan masukannya.
3. Keluarga di rumah yang selalu ikhlas memberikan waktu nya untuk
penyusunan best practice ini
Semoga penulisan best practice ini dapat diterima dan bisa dilakukan
secara konsisten untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada tahun-tahun
berikutnya.

1
Demikian penulisan best practice ini saya buat dengan sungguh-sungguh,
walaupun jauh dari kesempurnaan yang semestinya, saya mengharapkan
penulisan pengalaman saya ini bermanfaat untuk teman sejawat khususnya
dan umummnya untuk rekan guru seperjuangan.
B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Mengembangkan pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan dalam
merancang suatu pembelajaran yang harus dikembangkan guru sebagai
bentuk pertanggungjawaban kegiatan profesinya kepada masyarakat, sejawat,
dan peserta didik. Dalam mengembangkan pembelajaran, guru harus mampu
mengejawantahkan prinsip-prinsip pedagogi dan pembelajaran dalam suatu
perencanaan, dan kemudian merealisasikan perencanaan tersebut dalam
bentuk pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran dapat mengikuti suatu model pembelajaran yang
telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) yang relevan dan diberlakukan, atau guru menerapkan model
atau pendekatan lain yang sesuai dengan pendekatan saintifik. Model
pembelajaran yang dikembangkan harus dapat mengembangkan kompetensi
sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Ada beberapa prinsip pembelajaran dalam kurikulum 2013, yaitu :
1. berpusat pada peserta didik,
2. mengembangkan kreativitas peserta didik,
3. menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang,
4. bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika,
5. pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari
tahu”.

2
6. menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan
berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Dalam kurikulum 2013 guru dituntut untuk mengembangkan model-
model Pembelajaran di SMA yang mengacu pada karakteristik Kurikulum
2013 salah satunya adalah pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu”
menjadi “aktif mencari tahu”. Artinya guru tidak lagi menjadi “penguasa
kelas” yang bertugas mentransfer pengetahuan tapi siswa juga dituntut aktif
dalam mencari materi pembelajaran dan bagaimana pemecahan masalahnya.
Fisika merupakan salah satu bagian dalam Ilmu Pengetahuan Alam yang
berasal dari fenomena alam. Dalam belajar fisika, keaaktifan siswa sangat
diperlukan. Keaktifan dalam belajar fisika terletak pada dua segi, yaitu aktif
dalam bertindak (hands activity) dan aktif berpikir (minds activity) (Pipit
Yogantari : 2015).
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam
kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip pembelajaran dalam
kurikulum 2013 adalah dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
teknolgi. Perkembangan teknologi saat ini sangat memungkinkan untuk
melakukan pembelajaran dimana saja dan kapan saja. Banyak media online
yang menyediakan wadah bagi guru dan siswa untuk melakukan
pembelajaran diluar kelas dan diluar jam pelajaran, salah satunya adalah
quipper school.
Berdasarkan observasi, minat, motivasi belajar siswa serta penguasaan
konsep pada mata pelajaran fisika cukup rendah.
b. Permasalahan

3
Bagaimana pengaruh penerapan quipper school sebagai Tugas Terstruktur
untuk Meningkatkan hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Fisika di
SMAN 1 Kota Sukabumi?
c. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran yang
berdasarkan prinsip pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah dengan
menggunakan quipper school sebagai tugas terstruktur dalam proses KBM.
Quipper School merupakan layanan e-learning tidak berbayar untuk guru
dan siswa. Quipper School terdiri dari dua bagian, yaitu : portal guru dan
portal siswa. Portal guru adalah tempat dimana guru dapat mengelola kelas
secara online dan melihat perkembangan siswa. Berikut ini adalah hal-hal
yang dapat dilakukan guru saat menggunakan portal guru di Quipper School
:
1. Mengirim tugas dan ujian
2. Membuat konten edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan
3. Melihat dan mengunduh analisa, guru dapat mengakses informasi
mengenai tingkat pengerjaan, pencapaian, kekuatan dan kelemahan siswa
4. Bekerja sendiri atau bersama-sama, memudahkan guru mengelola
kelasnya sendiri atau berkolaborasi dengan dua guru atau lebih pada kelas
atau sekolah yang sama
Sedangkan portal siswa adalah tempat dimana siswa belajar yang berisi
fitur-fitur berikut ini :
1. Tugas dan pembelajaran umum, siswa dapat mengerjakan topik tertentu
yang dianjurkan oleh guru atau belajar materi apapun dari kurikulum
secara mandiri
2. Fitur pesan, siswa dan guru dapat berkomunikasi menggunakan fitur ini

4
3. Fitur seperti games, quipper memberikan hadiah kepada siswa berupa
koin yang dapat ditukarkan dengan tema, sehingga siswa dapat
menyesuaikan lingkungan belajar yang mereka inginkan. Siswa juga
dapat melihat bagaimana proses teman sekelasnya pada tampilan
kronologi.
Quipper School sangat mudah digunakan baik oleh guru maupun siswa.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menggunakan Quipper School
sebagai alternatif pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Guru melakukan registrasi untuk mendapatkan akun dari Quipper School
2. Guru membuat kelas dalam Quipper School yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Guru dapat membuat lebih dari satu kelas
3. Guru memberikan kode kelas kepada siswa agar siswa dapat masuk ke
dalam kelas yang telah dibuat dan dapat mengakses tugas maupun materi
yang telah disiapkan sebelumnya oleh guru.
Setelah siswa masuk ke dalam kelas yang telah dibuat oleh guru dalam
Quipper School, dalam pembelajaran tatap muka guru dapat menanamkan
konsep-konsep yang akan dimunculkan dalam Quipper School. Selanjutnya
guru dapat memberikan tugas mandiri di luar jam pelajaran sekolah.

C. Pembahasan dan Solusi


a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Quipper School merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan
untuk menunjang proses pembelajaran dalam kurikulum 2013. Adapun
beberapa keunggulan dari penggunaan Quipper School ini adalah pertama,
Quipper School tidak berbayar atau gratis. Siswa dapat mendaftar dengan
akun facebook atau email dan tidak perlu verifikasi email, demikian pula
dengan guru yang mendaftar dalam quipper school bisa dengan akun

5
facebook atau email yang diverifikasi dengan mudah. Kedua, siswa bisa
mengerjakan menggunakan telepon seluler atau smartphone, laptop atau PC
yang terkoneksi dengan internet. Ketiga, guru bisa membuat soal yang
disesuaikan dengan materi pembelajaran di kelas. Keempat, siswa dapat
belajar dimanapun dan kapanpun tidak terbatas hanya pembelajaran di dalam
kelas atau pembelajaran tatap muka. Kelima, hasil kerja siswa dapat dengan
mudah diakses oleh guru. Guru dapat mengetahui pencapaian siswa dalam
mengerjakan soal atau tugas yang telah diberikan. Berdasarkan beberapa
keunggulan diatas Quipper School dapat dijadikan sebagai alternatif
pembelajaran di sekolah.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Memperhatikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan menengah, salah satu prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
kurikulum 2013 adalah Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Pada pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia nomor 22 Tahun 2016, proses pelaksaanaan
pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran;
b. memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang
peserta didik;

6
c. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan
e. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran.
Pemilihan pendekatan tematik dan /atau tematik terpadu dan/atau saintifik
dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan.
a. Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif
yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas
pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong
peserta didik untuk melakuan aktivitas tersebut.
b. Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta.
Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini
memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam
domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik,

7
tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar
berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk
mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual,
baik individual maupun kelompok, disarankan yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
c. Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan
sub topik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus
mendorong peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga
penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu
melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning)
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara
individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:

8
a. seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang
diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah
berlangsung;
b. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c. melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas,
baik tugas individual maupun kelompok; dan
d. menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya.
(Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2016)
Implementasi yang dilakukaan adalah mengunakan Quipper School
sebagai kegiatan tindak lanjut berupa tugas terstruktur, tugas ini diberikan
pada siswa untuk memperdalam pemahaman siswa tentang konsep yang telah
dipelajari.
Berikut ini beberapa foto siswa menggunakan quipper school dengan
menggunakan smartphone dan netbook di rumah dan di lingkungan sekolah.

9
c. Hasil yang Dicapai
Penggunaan Quipper School Sebagai tugas terstruktur dalam mata
pelajaran fisika meningkatkan hasil belajar. Ini terlihat dari nilai tugas yang
cukup baik. Disamping itu Quipper School juga dapat menambah motivasi
belajar siswa karena membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
Quipper School memiliki fitur-fitur yang memfasilitasi siswa untuk
berinteraksi dengan guru baik di dalam proses pembelajaran atau di luar
proses pembelajaran. Interaksi ini dapat dilakukan di mana dan kapan saja,
sehingga mempermudah siswa untuk tetap berkomunikasi tanpa harus
bertemu.
Quipper School juga memiliki fitur yang memfasilitasi penyapaian
materi pembelajaran yang dapat menyajikan kombinasi antara teks, gambar,
foto, grafik, animasi dan video sebagai kesatuan penyampaian isi materi
pelajaran. Adanya kombinasi tersebut membuat materi yang sulit diamati
secara langsung menjadi diminati karena mampu menampilkan suatu tahapan
prosedur secara jelas. Quipper School dapat menghilangkan kebosanan siswa
dengan pembelajaran yang lebih bervariasi dan dapat digunakan untuk belajar
secara mandiri. Quipper School menyediakan fitur Assignment yang dapat
memungkinkan pemberian tugas baik tugas individu maupun kelompok untuk
siswa. Fitur ini juga dilengkapi dengan fitur exam yang menyediakan latihan-

10
latihan soal. Fitur ini memiliki banyak variasi tipe soal, mulai dari pilihan
ganda hingga soal menjodohkan sehingga siswa tidak akan merasa bosan.
Siswa dapat langsung mengetahui apakah jawaban mereka benar atau salah
dan mengetahui nilai yang mereka dapatkan.
Siswa terlihat antusias mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
media Quipper School. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan motivasi
belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Peningkatan motivasi
belajar siswa terjadi karena Quipper School memiliki fitur-fitur yang menarik
perhatian siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Quipper School dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran dalam
kurikulum 2013, namun dalam pelaksanaannya ada beberapa kendala yang
dihadapi dalam penggunaan Quipper School, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki siswa seperti komputer,
smartphone dan akses internet
2. Akses internet yang tidak merata di luar sekolah. Sukabumi merupakan
kota kecil yang titik akses internetnya belum merata pada semua daerah
3. Tidak semua siswa paham dengan teknologi informasi jadi perlu
dibimbing secara berkala
4. Guru tidak dapat memantau siswa apakah ia sedang bekerja sama atau
memang bekerja sendiri.
5. Model pembelajarannya terbatas hanya pada bentuk diskusi forum dan
tanya jawab sehingga sangat memungkinkan ada materi-materi tertentu
yang tidak bisa disampaikan, misalnya materi yang memerlukan
praktek.
e. Faktor-faktor Pendukung

11
Adapun yang menjadi faktor pendukung dalam penggunaan Quipper
School dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Jaringan wifi sekolah yang memadai sehingga siswa dapat mengakses
Quipper School dengan mudah
2. Sebagian besar siswa sudah memiliki smart phone yang dapat digunakan
untuk mengakses Quipper School
3. Adanya dukungan Kepala sekolah dan rekan guru
4. Efisien dari segi waktu, tempat, biaya
f. Alternatif Pengembangan
Guru sebagai tenaga pendidik dapat mengembangkan Penggunaan
Quipper School sebagai alternatif untuk meningkatkan pemahaman konsep
siswa di sekolah. Selain itu Quipper School juga berisi fitur-fitur yang
memungkinkan guru untuk mengembangkan potensi dirinya dengan
menambahkan materi-materi pembelajaran ke dalam Quipper School, selain
itu juga guru dapat membuat konten soal-soal baik berupa soal pilihan ganda
maupun uraian.
Quipper School tidak hanya dapat digunakan pada pelajaran fisika tetapi
dapat juga diadaptasi oleh mata pelajaran yang lain. Selain itu dengan
adanya kurikulum 2013 sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat
mengembangkan sistem yang sama, yaitu pembelajaran berbasis web.
Pembelajaran berbasis web ini dapat memungkinkan banyak sekolah
menggunakan sumber daya yang sama, sehingga kualitas materi di berbagai
sekolah bisa di standarisasi dan tidak terbatas pada wilayah selama akses
internet mendukung.
D. Kesimpulan dan Harapan

Pada kurikulum 2013 guru harus merancang suatu pembelajaran yang


dikembangkan sebagai bentuk pertanggungjawaban profesinya.

12
Pengembangan pembelajaran harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip
pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013. Model pembelajaran
adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah
dengan menggunakan Quipper School sebagai tugas terstruktur. Pada
Penggunaan Quipper School sebagai tugas terstruktur dalam mata pelajaran
fisika didapat hasil pemahaman konsep siswa meningkat.
Mengacu kepada prinsip-prinsip pembelajaran dalam kurikulum 2013,
Quipper School dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat
diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Quipper School tidak hanya dapat
digunakan pada pembelajaran fisika saja, tetapi juga dapat digunakan untuk
berbagai mata pelajaran yang lain. Penggunaan Quipper School yang cukup
mudah dan berisi fitur-fitur yang mendukung proses pembelajaran sangat
baik dijadikan sebagai alternatif pembelajaran di luar sekolah atau di luar jam
pelajaran. Penggunaan Quipper School juga dapat disinergikan dengan
metode pembelajaran yang lain.
Ada beberapa keunggulan dalam menggunakan Quipper School,
diantaranya adalah situs Quipper School dapat diakses tanpa berbayar atau
gratis, penggunaan Quipper School tergolong mudah, dapat diakses dimana
dan kapan saja selama terkoneksi internet, siswa dan guru dapat terus
berkomunikasi dengan menggunakan fitur yang disediakan oleh Quipper
School, guru dapat langsung melakukan evaluasi dengan mengakses hasil
pekerjaan siswa..

DAFTAR PUSTAKA

Donni Juni Priansa (2014), Manajemen Peserta Didik Dan Model


Pembelajaran, Bandung, Afabeta.

13
Hamzah B.Uno (2010). TEORI MOTIVASI Dan PENGUKURANNYA,
Gorontalo, Perpustakaan Nasional.

https://link.quipper.com/id/organizations/5538c55b87df07000301b868/dashb
oard.

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22


Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah,
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pipit Yogantari (2015), Identifikasi Kesulitan Siswa dalam Pembelajaran


Fisika, FMIPA Universitas Negeri Malang.

Sitti Sabriani, Penerapan Pemberian Tugas Terstruktur Disertai Umpan Balik


Pada Pembelajaran Langsung Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil
Belajar Siswa (Studi Pada Materi Pokok Struktur Atom Kelas X6 SMA
Negeri 3 Watampone). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar

Usman, M.U (1994), Menjadi Guru Profesional, Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya.

14
MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION
UNTUK MENGATASI KESULITAN BELAJAR FISIKA
SISWA KELAS X MIPA-3 SMAK SANTA MARIA MALANG

Josephine Maria Windajanti, S.Pd., M.Si.


SMAK Santa Maria Malang, Jawa Timur

A. Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah Best Practice yang berjudul
“Model Team Assisted Individualization untuk Mengatasi Kesulitan
Belajar Fisika Siswa Kelas X MIPA-3 SMAK Santa Maria Malang” yang
merupakan salah satu komponen penilaian pada final Olimpiade Guru
Nasional tahun 2017.

15
Makalah ini berisi deskripsi tentang penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) yang digunakan untuk
mengatasi masalah hasil prestasi belajar yang rendah. Model ini juga
diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa SMAK Santa Maria Malang
saat belajar Fisika.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, baik dari
isi makalah ataupun kebahasaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran dari pembaca makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan Indonesia
sebagai bahan acuan untuk merancang metode pembelajaran yang bisa
diterapkan di sekolah masing-masing.

Demikian pengantar dari penulis, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberi petunjuk kepada kita. Amin.

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan visi pendidikan tahun 2020 dari Ofsted, Inggris, yang
menyatakan bahwa “In the last decade, it seems that we have established the
notion that an appreciation of the „how‟ students learn is at least as
important as „what‟ they learn”, yang artinya pengembangan kurikulum di
abad ke-21 lebih ditekankan pada bagaimana mengembangkan suatu konsep
“learning how to learning” (Gilbert, 2006). Untuk itu guru diharapkan bisa
melaksanakan “high quality teaching”, dengan menerapkan strategi
pembelajaran yang mampu meningkatkan ketrampilan berpikir siswa.
Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem
Pendidikan Indonesia. Pada K-13 untuk tingkat SMA, materi IPA dan
matematika diharapkan sesuai dengan standar Internasional (misalnya PISA

16
dan TIMSS), sehingga pemerintah berharap kualitas pendidikan bisa setara
dengan pendidikan di luar negeri. Namun hasil tes PISA 2015 menyatakan
bahwa Indonesia masih berada di peringkat 63 dari 72 negara peserta, dengan
skor untuk sains 403, dengan skor yang masih berada 90 poin di bawah rata-
rata (OECD, 2016).
Konsep K-13 pada ruang lingkup Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
telah memberikan ilustrasi pengembangan metakognisi pada jenjang SMA
disamping kemampuan faktual, konseptual dan prosedural (Kemendikbud,
2013a). Untuk mencapai SKL maka proses pembelajaran harus memenuhi
standar proses. Proses pembelajaran di sekolah hendaknya diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang, sehingga
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, sehingga dapat meningkatkan
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat dan minat siswa
(Kemendikbud, 2013b). Oleh karena itu proses pembelajaran harus lebih
berorientasi pada siswa (student centered learning), dengan lebih
menekankan pada keaktifan siswa daripada keaktifan guru dalam proses
pembelajaran (Alsa, 2011).
Metakognisi merupakan pengetahuan dan keyakinan mengenai proses
kognitif seseorang, serta usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses
berperilaku dan berpikir (Ormrod, 2008). Ada dua hal penting yang
mendasari pengertian aktivitas metakognitif, yaitu kesadaran tentang kognisi
dan pengaturan proses kognisi ketika belajar atau menyelesaikan masalah
(Chairani, 2013). Pengembangan metakognisi siswa berarti mengembangkan
kebiasaan berpikir positif dan kebiasaan berpikir hirakhis sesuai kaidah
ilmiah agar terbentuk kepercayaan diri (self-confidence).
Salah satu metode yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif, di mana siswa bekerja

17
sama dalam kelompok kecil saat menyelesaikan tugas terstruktur dari guru.
Inti dari pembelajaran kooperatif adalah adanya interdependensi positif, di
mana antarsiswa ada saling ketergantungan untuk meraih tujuan
pembelajaran bersama yang positif. Dalam prosesnya, siswa bekerja sama
dalam kelompok kecil untuk memaksimalkan pembelajaran semua anggota
dengan saling berbagi sumber daya, saling memberikan dukungan, dan
merayakan keberhasilan bersama mereka (Sharan, 2002).
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang diciptakan oleh R.E.
Slavin adalah untuk mengakomodasi masalah heterogenitas siswa, terutama
untuk mengatasi masalah siswa dalam pelajaran yang membutuhkan
kemampuan matematis adalah Team Assisted Individualization (TAI) (Slavin,
1985). Dengan menggabungkan dua elemen kunci yaitu pencapaian tujuan
kelompok dan akuntabilitas individual, maka pembelajaran kooperatif TAI
telah terbukti dapat mengatasi masalah siswa yang kurang secara akademis
sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat secara signifikan (Slavin,
2008). Beberapa peneliti membuktikan bahwa model TAI sangat cocok untuk
mata pelajaran fisika yang mengutamakan hitungan untuk penyelesaian
masalah (Pramestasari and Qohar, 2016; Tama, 2017; Ulva and Damayanti,
2017).
b. Permasalahan
Sebagian besar siswa sekolah menengah menganggap Fisika adalah
mata pelajaran yang sulit dipahami. Dengan banyaknya rumus dan rangkaian
peristiwa abstrak yang membutuhkan penalaran, minat siswa dalam belajar
fisika rendah. Beberapa alasan yang sering diungkapkan antara lain: kurang
paham konsep, tidak hafal rumus dan lambang besaran, kurang memahami
soal dan langkah penyelesaiannya. Akibatnya hasil penilaian fisika selalu
rendah.

18
Keadaan serupa juga terjadi di SMAK Santa Maria Malang yang
mempunyai 6 kelas paralel untuk kelas X, dengan 3 kelas peminatan MIPA
dan 3 kelas peminatan IPS. Jumlah siswa pada kelas peminatan MIPA
berjumlah 33 sampai 35 siswa. Siswa di sekolah kami berasal dari kota
Malang dan luar kota di pulau Jawa, serta dari luar pulau Jawa seperti
Kalimantan, NTT, dan Papua. Kemampuan akademis siswa-siswa tersebut
sangat heterogen. Sebagian siswa, terutama yang berasal dari luar kota
seringkali mengalami kesulitan belajar saat awal proses pembelajaran di
SMA. Kemampuan awal yang lebih rendah (khususnya kemampuan
menghitung), menyebabkan terhambatnya kemajuan belajar siswa, padahal
seharusnya potensi yang mereka miliki cukup baik. Dari hasil evaluasi
penilaian tengah semester mata pelajaran fisika pada kelas X MIPA-3,
sebanyak hampir 50% siswa mendapatkan nilai di bawah KKM (nilai 75).
Dari hasil analisis, masalah utama yang terjadi adalah persoalan akademis
dalam penyelesaian soal fisika. Dua penyebab utama adalah kurangnya
pemahaman konsep dan rendahnya kemampuan penyelesaian soal.
Dampaknya adalah penurunan motivasi siswa untuk mempelajari fisika. Dari
hasil pengamatan cukup banyak siswa pasif dan acuh tak acuh dalam proses
pembelajaran sebagai akibat suatu kondisi siswa yang kurang dapat
mengikuti pembelajaran fisika dengan baik. Hal tersebut merupakan masalah
yang harus segera diatasi, karena target hasil proses belajar siswa di SMA
menurut K-13 seharusnya sudah pada tahapan pengembangan kemampuan
metakognisi siswa.
c. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka
permasalahan urgen yang harus diselesaikan adalah peningkatan kemampuan
menghitung dan kemampuan berpikir prosedural untuk penyelesaian masalah

19
fisika. Selain itu harus dipikirkan strategi yang bisa mengakomodasi
heterogenitas kemampuan akademis siswa. Hal ini karena waktu
instruksional bisa terbuang sia-sia jika kita menyamakan teknik pembelajaran
untuk siswa dengan kemampuan akademis rendah dan tinggi dengan guru
sebagai pusat (teacher centered) dengan model pembelajaran ceramah.
Strategi pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk
mengakomodasi heterogenitas kemampuan siswa adalah model pembelajaan
kooperatif. Model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menangani
siswa berkemampuan akademis rendah adalah model pembelajaran
kooperatif tipe TAI. Pelaksanaan perbaikan proses pembelajaran Fisika di
kelas X MIPA-3 SMAK Santa Maria Malang, dilaksanakan pada pertengahan
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
Tahapan operasional pelaksanaan model TAI untuk menyelesaikan
permasalah belajar fisika di kelas X MIPA-3 SMAK Santa Maria Malang
meliputi langkah-langkah berikut.
 Guru melakukan pembagian kelompok. Kelas dibagi menjadi 6 kelompok
dengan anggota 5-6 orang. Dasar pembagian kelompok adalah variasi
kemampuan akademis berdasarkan nilai PTS dan variasi gender.
 Guru memberikan materi singkat secara klasikal menjelang pemberian
kuis kepada semua kelompok. Metode yang digunakan adalah tanya
jawab tentang konsep fisika yang sedang dipelajari, dengan pertimbangan
kemampuan siswa yang belum mampu belajar mandiri.
 Guru memberikan tugas berupa kuis secara individual kepada siswa.
 Siswa mendiskusikan hasil pekerjaan individu siswa dalam kelompok.
Dalam kegiatan kelompok, tiap anggota saling memeriksa jawaban
temannya, kemudian mendiskusikannya. Siswa berkemampuan akademis
tinggi diarahkan untuk dapat melaksanakan kegiatan tutor sebaya. Guru

20
sebagai fasilitator, memberikan bantuan pada siswa yang membutuhkan
dan melakukan penilaian kerja kelompok.
 Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan peningkatan
perolehan nilai individu untuk meningkatkan motivasi siswa.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan belajar
fisika siswa kelas X MIPA-3 SMAK Santa Maria Malang adalah penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Beberapa alasan pemilihan strategi
pemecahan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
 Peningkatan keaktifan siswa dapat diperoleh melalui kegiatan dalam
kelompok kecil pada pembelajaran kooperatif. Hal ini karena akan selalu
terjadi interaksi antaranggota kelompok. Dalam model TAI, salah satu
komponennya adalah student creative, yang berarti keberhasilan
kelompok ditentukan oleh keberhasilan individu dalam kelompok. Jadi
pembagian kelompok secara heterogen akan merangsang tiap anggota
berperan aktif untuk keberhasilan kelompoknya (Alsa, 2011).
 Komponen team study pada model TAI yaitu aktivitas belajar yang harus
dilakukan dalam kelompok dapat diarahkan pada pelaksanaan tutor
sebaya sebagai usaha untuk membantu siswa tersebut mengatasi
kekurangannya dalam memahami materi pembelajaran dan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan
fisika. Kegiatan tutor sebaya didukung dengan kegiatan guru untuk
membantu siswa yang memerlukan. Hal ini akan meningkatkan
kemampuan metakognitif siswa dalam mengembangkan kompetensi
menguasai materi dan menerapkan strategi belajar (Chairani, 2013).

21
 Adanya fase facts test yaitu adanya tugas atau kuis yang harus
diselesaikan lebih dulu oleh siswa secara individual membuat siswa lebih
mempersiapkan diri dan lebih mau memperhatikan saat diberikan
penjelasan oleh guru pada fase teaching group.
 Pemberian penghargaan pada kelompok belajar yang ditentukan
berdasarkan kinerja anggota kelompok dapat meningkatkan motivasi,
karena siswa merasa lebih dihargai dan diterima, terutama bagi siswa
yang mendapatkan kemajuan belajar yang baik.
Penulis memilih penerapan model pembelajaran cooperative tipe TAI ini
juga berdasarkan bukti dari hasil evaluasi skala besar TAI menunjukkan
bahwa model ini sangat mengakomodasi siswa yang berkemampuan rendah,
terutama perkembangan perilaku sosial dan emosionalnya (Slavin et al.,
1984). Model ini juga berhasil menunjukkan efek positif terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa (Slavin, 2008). Hal ini kebutuhan semua
siswa dapat diakomodasi di ruang duduk biasa atau kelas reguler.

b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah


Implementasi yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
metakognisi dalam pembelajaran fisika di kelas X MIPA-3 SMAK Santa
Maria Malang adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Tujuannya adalah membangun fondasi untuk belajar secara aktif, sehingga
tercapai peningkatan motivasi belajar dan prestasi akademik siswa. Selain itu
diharapkan juga terjadi peningkatan kemampuan metakognisi siswa yang
ditandai dengan pencapaian tiga aspek metakognitif yang terkait dengan
pembelajaran fisika yaitu keyakinan dan intuisi, pengetahuan tentang proses
berpikir, serta kesadaran dan pengaturan diri (Chairani, 2013).

22
Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan diawali dengan
pembentukan kelompok belajar. Kelompok ditentukan oleh guru berdasarkan
suatu placement test yaitu hasil penilaian tengah semester (PTS). Kelas
dibagi menjadi 6 kelompok dengan variasi gender dan variasi kemampuan
akademik siswa.
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian materi secara singkat oleh
guru dilanjutkan dengan pengerjaan kuis individu seperti Gambar 2.1 dan 2.2
berikut.
Gambar
2.1
Guru
member
ikan
materi

Gambar 2.2 Siswa mengerjakan kuis

23
Implementasi strategi pembelajaran yang dilakukan menekankan pada
pemberian kuis, diharapkan dapat memfokuskan siswa pada materi pelajaran
yang dianggap penting dan dapat merangsang tanggung jawab siswa untuk
menyelesaikan tugas tersebut.
Setelah siswa mengerjakan kuis individu maka siswa dalam kelompok
akan mendiskusikan hasil jawabannya dalam kelompok. Saat bekerja dalam
kelompok, siswa saling memeriksa jawaban temannya, kemudian saling
berdiskusi hingga mendapatkan jawaban yang benar. Peran guru sebagai
fasilitator untuk bernegosiasi dengan siswa, bukan imposisi-instruksi, seperti
tampak pada Gambar 2.3 dan 2.4 berikut.

Gambar 2.3 Siswa berdiskusi kelompok


Gambar 2.4 Negosiasi siswa dan guru

Proses diskusi kelompok dengan model TAI ditujukan untuk


membantu individu siswa yang kurang mampu secara akademik, dengan
pengondisian terjadinya tutor sebaya, agar bisa mengatasi kelemahan dalam

24
penyelesaian soal fisika, sehingga prestasi belajar siswa tersebut dapat
ditingkatkan.
Adapun rangkaian kegiatan dalam kelompok diskusi pada penerapan
model TAI mencakup beberapa aspek berikut:
 Mendorong siswa untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.
 Mengembangkan kebiasaan berpikir positif sehingga meningkatkan rasa
percaya diri (self-confidence).

 Mengembangkan kebiasaan berpikir secara hirarkhis dengan melatih


untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah.
 Meningkatkan kemampuan berkomunikasi semua anggota kelompok.
 Mendorong siswa untuk selalu mempunyai motivasi dan menikmati
aktivitas belajar agar tujuan belajarnya dapat tercapai.
 Meningkatkan kerjasama dengan mendorong siswa untuk mau saling
berbagi saat berada dalam kelompok, di mana siswa dengan kemampuan
akademik tinggi mau selalu membantu teman lain yang mengalami
kesulitan.
Pada saat proses diskusi kelompok, guru berada di antara siswa yang sedang
bekerja, sehingga guru sebagai fasilitator siap membantu kelompok yang
mengalami kesulitan.
Setelah proses diskusi kelompok selesai, siswa mempunyai
kesempatan untuk menuliskan hasil kerjanya di papan tulis dan

25
membahasnya di depan teman sekelasnya, sehingga semua siswa dapat
mengetahui hasil yang benar seperti tampak pada Gambar 2.5. Siswa yang
menuliskan hasil kerjanya dan berani membahas hasil kerjanya tersebut
diberikan reward berupa tambahan poin nilai.

Gambar 2.5 Siswa mengkomunikasikan hasil kerja kelompok

Pada tahap akhir setelah proses penilaian dilakukan maka guru


mengumumkan dan memberikan reward pada kelompok siswa yang
mengalami peningkatan hasil belajar yang signifikan. Reward yang diberikan
adalah pemberian sertifikat sebagai kelompok yang “super” atau “hebat”
sesuai peningkatan hasil belajar seperti Gambar 2.6. Selain itu ada
penambahan poin nilai kelompok.
80.0
Gambar 2.6 Pemberian reward berupa 70.0
sertifikat 60.0
PERSENTASE SISWA

c. Hasil yang Dicapai 50.0 Indikator 6

40.0 Indikator 5
Pembelajaran kooperatif dengan tipe
30.0 Indikator 4
TAI ini dilakukan selama 4 kali pertemuan
20.0 Indikator 3
untuk proses penguasaan materi, dan
10.0 Indikator 2
diakhiri dengan penilaian harian untuk KD
0.0 Indikator 1
yang dipelajari. Pada pertemuan ketiga, TA SA A TA SA A
teramati siswa sudah mulai terbiasa dengan PERTPERT
I PERT
II PERT
III IV TA : tidak aktif
A : aktif
PERSENTASE SA : sangat
JUMLAH SISWA (%)

ritme proses yang dilakukan. Hal positif yang tampak adalah siswa tampak
lebih menikmati proses belajar dan lebih aktif, sehingga siswa yang semula

26
pasif mulai berani untuk bertanya saat guru berkeliling mendampingi
kelompok-kelompok diskusi. Siswa juga semakin mempunyai rasa percaya
diri saat mengerjakan dan membahas hasil pekerjaannya di papan tulis.
Berdasarkan hasil pengamatan guru saat mendampingi siswa pada proses
belajar dalam kelompok, didapatkan suatu hasil berupa peningkatan keaktifan
siswa yang dapat diamati pada Gambar 2.7 berikut.
Indikator 1:
Siswa menyampaikan pendapat
Indikator 2:
Siswa menanggapi pertanyaan
Indikator 3:
Siswa berinteraksi dalam diskusi kelompok
Indikator 4:
Siswa bertanya
Indikator 5:
Siswa mengerjakan tugas
Indikator 6:
Siswa berani menyajikan jawaban di depan kelas

Gambar 2.7. Perbandingan tingkat keaktifan


40 32
29
siswa
JUMLAH SISWA

30 20
20 15
Setelah penerapan model 6
10 3
pembelajaran kooperatif tipe TAI, terjadi
0
peningkatan prestasi akademik yang ditinjau PTS KUIS PH
HASIL PRESTASI BELAJAR (KKM =…
dari perkembangan nilai siswa. Untuk TIDAK TUNTAS (NILAI < KKM)

placement test digunakan hasil penilaian tengah semester (PTS), sedangkan


penilaian kuis (yang didapat dari rata-rata nilai kuis tiap pertemuan) dan hasil

27
penilaian harian (PH) untuk satu bagian kompetensi dasar (KD) digunakan
sebagai acuan untuk menentukan perkembangan nilai siswa.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan model ini, hasil nilai PTS
siswa kelas X MIPA-3 yang berjumlah 35 orang menunjukkan bahwa
sebanyak 20 siswa (57%) belum mencapai nilai tuntas dengan nilai rata-rata
kelas 71. Hasil ini berubah cukup signifikan jika ditinjau dari hasil nilai kuis
dan PH, dimana jumlah siswa yang nilainya tidak tuntas berkurang sangat
drastis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8, yaitu sebanyak lebih dari 80%
siswa dapat mencapai nilai tuntas. Hal tersebut menunjukkan kondisi bahwa
siswa yang semula tertinggal karena mempunyai kemampuan akademis yang
kurang, ternyata mengalami peningkatan hasil belajar.
Gambar 2.8. Perbandingan jumlah siswa yang tidak tuntas dan sudah tuntas
pada hasil PTS, Kuis, dan PH.
Ditinjau dari perkembangan prestasi individu dan prestasi kelompok,
hasil yang diperoleh individu dengan rentang perkembangan nilai 0-10, 11-
20, atau >20 dapat dilihat pada Gambar 2.9. Dari grafik tersebut tidak ada
siswa yang mengalami penurunan nilai atau nilai yang tetap, sementara
modus peningkatan ada pada rentang kenaikan nilai antara 11-20 poin. Ini
berarti terjadi peningkatan nilai yang signifikan.

Grafik 2.9. Perkembangan prestasi belajar individu

Sementara itu, dari hasil nilai kelompok dapat diamati bahwa hasil
belajar setiap kelompok juga meningkat seperti pada Gambar 2.10. Jika
dianalisis maka bisa dikatakan bahwa semua siswa juga lebih siap mengikuti
proses pembelajaran karena selalu diberikan kuis, sehingga muncul kebiasaan
positif untuk selalu belajar. Hasil penilaian harian pada mata pelajaran fisika

28
1918
20

JUMLAH SISWA
18 1514
16
14
12
10
8
6 3
4 00 00 1
2 meningkat hingga mencapai nilai
0
rata-rata 83 (ada kenaikan 12 poin
NILAI PTS-
KUIS dari nilai PTS), sedangkan hasil

NILAI PTS- nilai kuis mencapai nilai rata-rata


PH
POIN PERKEMBANGAN NILAI 82.
Gambar 2.10. Peningkatan nilai kelompok kerja

Dapat dinyatakan pula terjadi peningkatan kemampuan berpikir


secara prosedural, yang dapat dilihat dari hasil kerja siswa saat mengerjakan
soal kuis yang merupakan soal yang menuntut kemampuan berpikir
prosedural (contoh soal terlampir). Kemudian, dengan meningkatnya sikap
dan kebiasaan belajar yang positif disertai peningkatan nilai yang signifikan,
berarti kemampuan metakognisi siswa juga mengalami peningkatan.

d. Kendala-kendala yang Dihadapi


Selama pelaksanaan proses pembelajaran dengan model TAI terdapat
beberapa kendala yang dapat diuraikan sebagai berikut.
 Saat awal model pembelajaran ini mulai dilaksanakan, proses diskusi
masih berlangsung kurang efektif. Hal ini karena siswa-siswa yang
mempunyai kemampuan akademis lebih baik dari teman lainnya masih
mempunyai egoisme yang tinggi untuk mau membantu teman lainnya,
maka guru harus cukup sabar untuk senantiasa memberi pengertian pada
siswa-siswa tersebut untuk membantu pada proses pembelajaran. Dan
juga beberapa siswa yang belum mempunyai motivasi belajar juga cukup
menghambat berlangsungnya
proses pembelajaran.
25 22
PENINGKATAN NILAI

20 17 17 1718 17 18 
15 15 15
KELOMPOK

13 13
15 odel pembelajaran ini
10
5
29
0

NILAI PTS-
KUIS
membutuhkan waktu proses yang lebih panjang, terutama saat awal
proses ini mulai dilakukan. Guru masih harus meluangkan waktu cukup
lama untuk membantu siswa yang mempunyai kemampuan akademis
rendah, karena harus lebih sabar saat membantu siswa tersebut agar bisa
mengerti materi yang diberikan. Siswa dengan kemampuan matematis
yang rendah membutuhkan pendampingan khusus untuk dapat mengatasi
masalahnya. Hal ini menyebabkan target materi yang ada di kurikulum
tidak dapat terselesaikan.
e. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor yang menjadi pendukung selama pelaksanaan proses
pembelajaran dengan model TAI di SMAK Santa Maria Malang dapat
diuraikan sebagai berikut.
 Siswa mempunyai tingkat kedisiplinan yang baik, sehingga mudah
untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif.
 Tersedianya sarana-prasarana yang memadai seperti buku pegangan
yang dimiliki oleh semua siswa, buku perpustakaan sebagai
penunjang, laboratorium fisika, dan akses internet bebas di sekolah.
 Dalam tiap kelas selalu ada siswa-siswa yang mempunyai
kemampuan akademis tinggi, sehingga bisa membantu guru untuk
memberikan bimbingan pada teman kelompoknya yang
membutuhkan.
f. Alternatif Pengembangan
Berdasarkan pengalaman dari pembelajaran yang telah dilaksanakan,
maka untuk mencapai hasil yang lebih optimum dan meminimumkan kendala
yang dihadapi, dapat dilakukan pengembangan terhadap strategi yang telah
diterapkan dengan alternatif sebagai berikut.

30
 Dilakukan pendekatan dan bimbingan secara lebih intensif terhadap
siswa yang kurang mampu secara akademik agar kebutuhan siswa dapat
terpenuhi dengan baik sehingga dicapai hasil belajar yang lebih
optimum, misal dengan memberikan pelajaran tambahan di luar jam
belajar reguler.
 Dilakukan penggabungan antara model pembelajaran TAI dengan
beberapa model pembelajaran dengan pendekatan saintifik lainnya,
seperti Problem-based Learning, Discovery Learning, dan Project-
based Learning, karena akan dapat lebih melatih penerapan kemampuan
berpikir metakognitif.
 Dilakukan kerjasama dengan mata pelajaran lainnya yang juga
membutuhkan kemampuan berpikir prosedural dan metakognitif yang
tinggi, misal dengan mata pelajaran matematika dan kimia sehingga
pembimbingan yang diberikan pada siswa lebih terpadu.

D. Kesimpulan dan Harapan

Berdasarkan hasil pemaparan di atas, maka setelah pelaksanaan


pembelajaran fisika dengan model kooperatif tipe Team Assisted
Individualized (TAI) yang dilaksanakan di kelas X MIPA SMAK Santa
Maria Malang dapat diambil suatu simpulan bahwa:
1. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa, khususnya bagi siswa yang mempunyai
kemampuan akademis rendah.
2. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan
kemampuan berpikir prosedural dan metakognitif.

31
3. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
Mengacu pada hasil penelitian mengenai best practice pada
pembelajaran fisika, peneliti akan mengungkapkan beberapa rekomendasi
yang diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait
sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya di
sekolah menengah sebagai berikut.
1. Untuk guru, diharapkan bisa mengubah paradigma berpikir tentang
bagaimana proses pembelajaran dapat dilakukan, bukan lagi secara
‘teacher centered”, tetapi harus bergeser ke “student centered” agar visi
pembelajaran abad 21 dapat tercapai.
2. Untuk kepala sekolah, diharapkan bisa mendorong dan memfasilitasi
guru-guru di sekolahnya untuk senantiasa mengembangkan
kompetensinya sebagai guru profesional. Hal ini bisa dilakukan dengan
pelaksanaan supervisi yang teratur dan pelaksanaan kegiatan
pengembangan keprofesian guru.
3. Untuk pengembang kurikulum tingkat pusat, diharapkan bisa selalu
mensosialisasikan dan mengadakan pelatihan bagi guru, agar kompetensi
guru dapat ditingkatkan terutama dalam kemampuan melaksanakan
pembelajaran yang sesuai dengan visi dan misi kurikulum 2013 demi
terciptanya generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas.
4. Untuk pemerintah, diharapkan adanya kebijakan pemerintah yang
mendukung pengembangan penelitian yang lebih intensif untuk kemajuan
pendidikan dengan melibatkan peneliti perguruan tinggi, badan penerbit,
pengembang perangkat lunak, dan dunia usaha.

DAFTAR PUSTAKA

32
Alsa, A., 2011. Pengaruh Metode Belajar Team Assited Individualization
terhadap Prestasi Belajar Statistika pada Mahasiswa Psikologi. J. Psikol.
38, 82–91.
Chairani, Z., 2013. Aktivitas Metakognisi Sebagai Salah Satu Alat Untuk
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah
Matematika. Dipresentasikan pada Konggres Nasional Pendidikan
Matematika V, Himpunan Matematika Indonesia, pp. 652–658.
Gilbert, C., 2006. 2020 Vision Report of the Teaching and Learning in 2020
Review Group. DfES Publications, PO Box 5050 Sherwood Park
Annesley, Nottingham.
Kemendikbud, 2013a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud, Jakarta.
Kemendikbud, 2013b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud, Jakarta.
OECD, 2016. PISA 2015 Results in Focus. OECD.
Ormrod, E.J., 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang, 6th ed. Erlangga, Jakarta.
Pramestasari, E.A., Qohar, A., 2016. Application of Guided Journal in
Cooperative Learning in Team Assisted Individualization (TAI) Type To
Support Mathematical Communication Capability Of Class VIII-A
Students at SMP Negeri 2 Malang. IOSR J. Res. Method Educ. 6, 71–76.
Sharan, S., 2002. Cooperative Learning. Asia Pasific J. Educ. 22, 95–105.
Slavin, R.., 2008. Cooperative Learning, Success for All, and Evidence-based
Reform in Education. J. Educ. Didact. 2, 151–159.

33
Slavin, R.E., 1985. Team-Assisted Individualization: Combining Cooperative
Learning and Individualized Instruction in Mathematics, in: Slavin, R..,
Sharan, S., Kagan, S., Lazarowitz, R.H., Schmuck, R. (Eds.), Learning to
Cooperate, Cooperate to Learn. Springer Science+Business Media, LLC,
pp. 177–209.
Slavin, R.E., Madden, N.A., Leavey, M., 1984. Effect of Cooperative
Learning and Individualized Instruction on Mainstreamed Students. J.
Except. Child. 50, 434–443.
Tama, B.J., 2017. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Team
Assisted Individualization dan Metode Drill. J. SAP Vol 1 No 3 April
2017 1, 322–332.
Ulva, S.M., Damayanti, P., 2017. Perbedaan Pembelajaran Team Assisted
Individualization (TAI) Dan Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC) Pada Peserta Didik Kelas VIII (Materi Lensa).
KEGURU J. Ilmu Pendidikan Dasar 82–92.

MENGAJARKAN INTERFERENSI YOUNG MENGGUNAKAN


CAHAYA LASER, KARDUS, KERTAS PUTIH, MISTAR, LES, STICK
ES DAN RAMBUT

Ferenika Sinaga, S.Si


SMA Swasta Marisi, Medan, Sumatera Utara

A. Pengantar
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya terutama hikmat dan waktu dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Best Practice yang berjudul

34
“MENGAJARKAN INTERFERENSI YOUNG MENGGUNAKAN
CAHAYA LASER, KARDUS, KERTAS PUTIH, MISTAR, STICK ES
DAN RAMBUT.”

Best Practice ini disusun untuk meningkatkan hasil belajar siswa di SMA
Swasta Marisi Medan sebagai syarat mengikuti Olimpiade Guru Nasional
(OGN) 2017. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan Best Practice ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Breham Sinaga,S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Marisi


Medan yang telah memberi motivasi dan memfasilitasi penulis.
2. Rekan-rekan sejawat dan keluarga besar SMA Swasta Marisi Medan yang
telah memberikan dukungan moril kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa Best Practice ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan Best Practice ini di masa yang akan
datang.

A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan secara bertahap dan terbatas
pada tahun 2013/2014 disejumlah satuan pendidikan meliputi SD, SMP,
SMA dan SMK. Kurikulum 2013 bertujuan mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara
yang beriman dan produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka dalam proses pembelajaran
kurikulum 2013 pada satuan pendidikan harus diselenggarakan secara

35
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologi peserta didik (Permendikbud 59,2014:949).

Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada


kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri pengetahuan yang
didasarkan pada pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan
generalisasi sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran dengan memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik ini dilaksanakan untuk mencapai
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi keterampilan
akan bertahan lebih lama dari kompetensi pengetahuan, sedangkan yang akan
terus melekat dan dibutuhkan oleh peserta didik adalah sikap. Adapun
kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (KI-1) dan
individual-sosial (KI-2) dan kompetensi pengetahuan (KI-3) (Permendikbud
59,2014:958).

Kompetensi dasar yang harus dicapai siswa salah satunya adalah aspek
pengetahuan 3.7 dan aspek keterampilan 4.7 tentang mengamati pola terang
gelap di layar pada peristiwa interferensi Young. Kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh pesesrta didik adalah mampu menyebutkan arti dari
besaran-besaran terkait materi interferensi Young. Baik jarak antar celah ke
layar,jarak antar celah, jarak pola gelap-terang dan orde terang atau gelap
yang dimaksudkan dalam materi tersebut.

Permasalahan yang muncul ketika guru menjelaskan konsep Interferensi


Young untuk mengamati pola gelap-terang di layar adalah banyaknya siswa
yang masih belum memahami mengapa bisa terjadi pola gelap-terang di

36
layar. Banyak juga siswa yang masih belum mampu secara matematis
mengubah satuan-satuan fisika yang seharusnya sudah dikuasai sebagai
syarat memahami materi Interferensi Young.

Masalah lainnya adalah kurangnya minat belajar siswa ketika guru


menjelaskan materi Interferensi Young dengan menggunakan buku pegangan
siswa serta slide di in focus. Guru sudah sangat antusias menjelaskan materi
tersebut dengan menggunakan in focus sementara siswa masih tetap belum
paham dan hasil belajarnya pun kurang memuaskan. Konsep Interferensi
Young ini bersifat abstrak sehingga dibutuhkan model pembelajaran yang
bersifat nyata/konkret. Untuk memecahkan maslah tersebut, maka dalam
pembelajaran Fisika dibutuhkan alat peraga. Alat peraga yang sudah
dirancang sedemikian rupa diharapkan mampu meningkatkan minat belajar
dan hasil belajar siswa yang lebih meningkat dibandingkan dengan metode
ceramah yang dilakuakn guru sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik


mengembangkan alat peraga yang terbuat dari cahaya laser, kardus, kertas
putih, mistar dan rambut untuk mengamati pola gelap-terang di layar.

b. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah dalam


pembelajaran Interferensi Young dalam menentukan pola gelap-terang di
layar adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana membelajarkan siswa untuk dapat menyebutkan arti dari


besaran-besaran terkait materi Interferensi Young
2. Bagaimana membelajarkan siswa mengimajinasikan pola gelap-terang
di layar

37
3. Bagaimana membelajarkan siswa dalam merancang media/alat peraga
supaya terbentuk pola Interferensi yang diinginkan
c. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
1. Deskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih
Adapun strategi pemecahan masalah yang dlakukan oleh penulis adalah
dengan merancang alat peraga sederhana yang terdiri dari cahaya
laser,mistar,kardus,kertas putih,rambut. Alat dan bahan ini mudah diperoleh
siswa. Nana Sudjana berpendapat bahwa dengan menggunakan alat peraga
dapat menambah minat dan perhatian siswa untuk belajar serta memberikan
pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri
pada diri siswa.

2. Penjelasan tahapan operasional pelaksanaannya


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembelajaran Interferensi
Young adalah:
- Cahaya laser
- Mistar

38
- Kertas putih
- Kardus
- Rambut
- Stick es
- Lem perekat
Tahapan pembuatan alat peraga pada pembelajaran Interferensi Young
adalah sebagai berikut:

a. Membentuk stick es menjadi berbentuk segi empat.

b. Menempelkan sehelai rambut secara vertikal seperti gambar dengan


cara kedua ujung rambut dilengeketkan pada stick es
c. Melengketkan stick es di permukaan kardus bekas
d. Memposisikan kertas di belakang celah atau rambut.

e. Menembakkan sinar laser tepat pada sehelai rambut yang sudah


diposisikan secara vertikal terhadap bidang kardus tersebut.

39
f. Mengamati hasil interferensi Young pada layar atau kertas putih
g. Memvariasikan besaran-besaran terkait seperti jarak celah ke layar

atau mengganti cahaya laser dengan panjang gelombang yang berbeda


B. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Penulis memilih alat peraga sederhana seperti cahaya
laser,mistar,kardus,lem,stick es, rambut karena alat dan bahan ini mudah
diperoleh siswa. Kardus yang berfungsi sebagai dasar untuk menahan stick es
bias diperoleh dari kardus bekas yang sering dibuang orang. Stick es juga

bias diperoleh dari sisa makanan es. Cahaya laser juga bisa diperoleh dari
toko mainan anak-anak dengan harga terjangkau. Sementara mistar
digunakan untuk mengukur jarak celah ke layar.
Selain itu pemilihan rambut sebagai celah karena langsung bisa
diperoleh dengan mudah tanpa mengeluarkan biaya. Keseluruhan bahan ini

40
jika dibuat dan disusun dengan baik dapat digunakan dalam waktu yang
cukup lama karena cahaya laser,mistar,kertas putih,lem,stick es,kardus
termasuk bahan-bahan yang tidak mudah rusak. Pemilihan alat peraga seperti
cahaya laser,lem,mistar,stick es,rambut untuk pembelajaran interferensi
Young dilakukan sebagai solusi karena belum tersedianya alat spektrometer
cahaya yang asli di sekolah dengan alasan utama karena keterbatasan dana.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan
dengan peristiwa interferensi Young. Dengan memahami konsep Interferensi
Young diharapkan siswa mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun peristiwa yang bias diamati adalah lapisan tipis, misalnya
gelembung sabun,langit biru.
Dengan mempelajari konsep interferensi Young siswa diharapkan
mampu menganalisis dan memecahkan berbagai soal interferensi Young
karena materi ini sangat sering muncul dalam ujian nasional maupun seleksi
masuk perguruan tinggi negeri.
Pemberian tugas individu juga terus dilakukan oleh guru untuk
meningkatkan kemampuan kuantitatif siswa dalam menganalisis soal-soal
interferensi. Dengan adanya alat peraga tersebut siswa menjadi lebih tertarik
mendalami soal-soal yang diberikan oleh guru sebagai latihan/PR di rumah.
c. HASIL YANG DICAPAI
1. Aktivitas belajar siswa
Selama proses pembelajaran berlangsung siswa dalam kelompok
menyumbangkan ide dan berinteraksi dengan temannya untuk mengamati
hasil pembacaan pola terang gelap di layar. Selain itu dalam kelompok siswa
aktif bertanya, menjawab dan menanggapi teman sekelompoknya tentang

41
hasil pola interferensi dan pemecahan soal-soal yang diberikan oleh guru
terhadap masing-masing kelompok.

Dalam kegiatan pembelajaran, siswa mencoba memvariasikan


panjang gelombang cahaya laser tetapi jarak celah dan layar tetap. Selain itu,
siswa juga mencoba memvariasikan jarak celah ke layar dengan panjang
gelombang tetap.

2. Hasil belajar siswa

Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga ditujukan untuk


mencapai hasil belajar yang meningkat. Pembelajaran dilaksanakan di kelas
XII-IPA. Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan saintifik. Setelah
pembelajaran dilaksanakan guru memberikan ulangan untuk melihat
pemahaman siswa tentang interferensi Young. Secara umum hasil belajar
siswa setelah menggunakan alat peraga sangat baik. 24 orang siswa dari 26
orang siswa kelas XII-IPA mencapai ketuntasan belajar yang diharapkan
yaitu 75, sedangkan 2 orang siswa masih berada di bawah KKM yang
ditetapkan mengaku tidak mengingat arti dari lambang besaran yang
dimaksud soal dan ada juga yang tidak bias mengubah satuan yang
diharapkan dengan satuan dalam soal.

Tabel 1. Hasil ulangan harian siswa

42
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Adapun kendala-kendala yang dihadapi pada saat mengajarkan materi
Interferensi Young ini adalah:

43
1. Mengalami kesulitan saat memposisikan rambut dalam keadaan vertikal
tegang
2. Mengalami kesulitan dalam mengkondisikan cahaya dalam ruangan untuk
mengamati pola gelap terang di layar/kertas
e. Faktor-faktor Pendukung

1. Tersedianya cukup banyak stick es bekas makanan es di sekitar


lingkungan sekolah
2. Tersedianya cukup banyak kardus di sekitar lingkungan sekolah
3. Tersedianya cukup banyak rambut sebagai celah tanpa biaya
4. Tersedianya cahaya laser dengan harga murah
5. Tersedianya mistar,lem dan kertas putih dengan harga murah
f. Alternatif Pengembangan

1. Susunan alat peraga yang akan dibuat sebaiknya langsung 1 set tanpa
harus memegang layar.

2. Merancang spectrometer cahaya yang lebih akurat

3. Membentuk kelompok belajar di luar sekolah untuk meningkatkan


kemampuan kuantitatif

C. Kesimpulan dan Harapan

Penggunaan alat peraga secara umum mempermudah guru dalam


mengajarkan interferensi Young.
Pembelajaran menggunakan alat peraga cahaya laser, mistar, lem,
stick es,kertas putih,rambut dan kardus bekas dapat diterapkan di sekolah
manapun karena menggunakan bahan-bahan yang sederhana dan mudah
diperoleh.

44
Pembelajaran menggunakan cahaya laser, mistar, lem, stick es, kertas
putih, rambut dan kardus bekas untuk memahami interferensi Young dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap interferensi cahaya.
Pembelajaran menggunakan alat peraga dari cahaya laser, mistar,
stick es, lem, kertas putih, kardus bekas dan rambut dapat meningkatkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Setelah melakukan penelitian melalui Best Practice ini penulis
memberikan beberapa saran/rekomendasi:
1. Perlu diupayakan spektrometer cahaya standar
2. Perlunya peningkatan kuantitatif yang mendasar bagi siswa sehingga
tidak sulit dalam menyelesaikan soal-soal berhitung.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor


59 Tahun 2014 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Atas.2014.
Jakarta:diperbanyak oleh Badan Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor


64 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.2013. Jakarta:diperbanyak oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan.

Rusman. 2012. Model-model pembelajaran mengembangkan profesional


guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sudjana, N. 2009. Dasar-Dasar Proses Mengajar. Bandung: Sinar


Baru Algensindo Offset.

45
PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI
DENGAN FLASH ANIMASI DAN ALAT PERAGA
DALAM MATERI PENGUKURAN PANJANG
UNTUK MENARIK ANTUSIAS BELAJAR SISWA
KELAS X DI SMA Negeri 19 Medan Tahun Ajaran
2016/2017

Irma Afrianti Simanjuntak, S. Si, M. Si


SMA Negeri 19 Medan, Sumatera Utara

A. Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa akhirnya penulis dapat
menyusun Best Practice dengan judul Penggunaan Metode demonstrasi
dengan flash animasi dan alat peraga dalam materi pengukuran panjang untuk
menarik antusias belajar siswa kelas X di SMA Negeri 19 Medan tahun
ajaran 2016/2017. Penulisan best pracitice ini diajukan sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Olimpiade Guru Nasional tahun 2017. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunannya. Penulis menyadari bahwa best practice ini masih jauh
kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan. Akhir kata penulis berharap best practice ini
semoga bermanfaat bagi pembaca

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah

Fisika adalah pelajaran yang sering menjadi “momok” bagi peserta


didik. Hal ini juga dialami oleh penulis pada saat masih di bangku SMA.
Anugerah bagi penulis bahwa pada saat kelas 2 SMA penulis bertemu dengan

46
guru Fisika yang sangat super tapi simpel sehingga pelajaran Fisika menjadi
sangat menyenangkan dan selalu ditunggu, sehingga penulis memberanikan
diri untuk mengambil jurusan Fisika di USU pada tahun 2002 dan
menyelesaikan studi S1 pada tahun 2007 lalu pada tahun 2008 melajutkan
studi mengambil akta mengajar di Universitas Muslim Nusantara (UMN)
Medan dan selesai tahun 2009. Penulis mulai berstatus sebagai guru pada
tahun 2008 di SMA swasta Palapa Medan dan menjadi PNS pada tahun 2011
ditempatkan di SMA Negeri 19 Medan sampai pada saat ini.
SMA Negeri 19 Medan merupakan SMA yang mayoritas siswanya
merupakan siswa yang memiliki kemampuan belajar (kognitif) dan daya
serap yang masih tergolong rendah. Hal ini dominan dipengaruhi oleh
lingkungan. SMA Negeri 19 Medan yang kurang mendukung siswa untuk
fokus belajar. SMA Negeri 19 Medan berada di dekat Pelabuhan Belawan.
Mayoritas orang tua peserta didik adalah golongan ekonomi lemah dengan
pekerjaan nelayan, buruh pabrik dan pekerja serabutan dengan tingkat
pendidikan orangtua adalah SMP atau SMA. Abang atau kakak peserta didik
juga banyak yang hanya melajutkan pekerjaan yang dilakukan oleh
orangtuanya. Lingkungan demikian membuat siswa kurang termotivasi
untuk gigih belajar sehingga siswa terbiasa dengan suasana tidak termotivasi.
Hal ini terlihat dari rerata hasil belajar siswa yang selalu memprihatinkan,
khususnya pada pelajaran fisika.

Kondisi peserta didik dari lingkungan sosialnya kemudian dihadapkan


pada fakta bahwa sekolah harus menjalankan kurikulum 2013. Penerapan
kurikulum 2013 menitikberatkan pada siswa (student center) dengan guru
hanya sebagai motivator, bukan sebagai satu-satunya atau sebagai ujung

47
tombak dari pembelajaran. Artinya diperlukan kesiapan dari siswa sebelum
sampai di sekolah untuk memulai proses pembelajaran.
Besaran, satuan dan vektor adalah bab permulaan bagi siswa yang
duduk di kelas X pada kurikulum 2013. Penulis yang juga sebagai instruktur
kota dalam implementasi kurikulum 2013 harus berupaya agar tujuan dari
kurikulum 2013 ini tercapai di SMA Negeri 19 Medan yaitu menciptakan
lulusan yang komunikatif,berpikir kritis (critical thingking), kemampuan
hidup yang mengglobal (kolaboratif) dan kreatif.
Pengukuran panjang adalah salah satu subbab dari besaran, satuan dan
vektor. Metode ceramah akan sangat membosankan bagi peserta didik karena
dalam penggambaran alat dibutuhkan waktu yang cukup lama sehingga
memberi celah bagi peserta didik untuk berkurang konsentrasinya dalam
pembelajaran. Untuk menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna dan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan kognitif dan daya serap yang
masih tergolong rendah, maka peserta didik dituntut untuk benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan siswa. Sehingga aktivitas
pembelajaran tidak hanya meningkatkan pemahaman,daya serap siswa pada
materi pelajaran dan melibatkan kemampuan berpikir tetapi juga kerja sama
antara siswa.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu metode pembelajaran


yang menarik. Penulis menggunakan metode demonstasi menggunakan flash
animasi dan alat peraga. Metode demonstrasi adalah metode mengajar
dengan cara memperagakan barang, kejadian baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang disajikan (Muhibbin Syah, 2000:22). Penggunaan metode
ini diharapkan memunculkan motivasi siswa karena materi yang akan

48
disampaikan tidak hanya dipaparkan secara lisan dan dituliskan di papan oleh
guru namun juga dapat dilihat dan dilatih berulang-ulang memakai video
animasi dan melihat alat ukurnya serta memakai alat ukurnya secara
langsung. Dalam pelaksanaannya siswa dibagi dalam beberapa kelompok
yang beranggotakan 6-7 orang siswa yang merupakan campuran menurut
tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku Guru menyampaikan materi
pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka memastikan
bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran yang
disampaikan. Masing-masing kelompok memilki 1 buah laptop dan guru
membagikan video animasi kepada masing-masing kelompok. Alat peraga
kemudian dibagikan kepada masing-msing kelompok secara bergantian
karena minimnya ketersediaan alat. 15 menit menjelang pembelajaran
berakhir, guru membagikan LAS (Lembar Aktivitas Siswa) sebagai umpan
balik (feedback) dari pembelajaran yang telah berlangsung.

b. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas, diperoleh


masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pelajaran Fisika selalu dianggap sulit


2. Siswa berasal dari latar belakang sosial yang tidak
mendukung/memotivasi
3. Daya pikir siswa kurang
4. Pembelajaran yang masih monoton
5. Penerapan penggunaan metode demonstrasi melalui video animasi dan
penggunaan alat peraga dalam materi pengukuran sebagai salah satu

49
alternatif dalam membangun semangat siswa dan menggali kemampuan
berpikirnya dalam pelajaran fisika
c. Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih

Penulis memilih metode demonstrasi dalam materi pengukuran


karena:

a. Dapat membuat pembelajaran lebih nyata


Peserta didik dapat melihat langsung alat ukur panjang dan dapat
menggunakannya. Peserta didik juga dapat menggunakan media
animasi sehingga pembelajaran lebih menarik
b. Peserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang sedang
dipelajari
Dengan menggunakan video animasi, peserta didik dapat berulang
kali mencoba setiap pengukuran tanpa membutuhkan waktu yang
lama. Penggunaan alat ukur memberikan stimulus bagi peserta didik
untuk membandingkan penggunaan aplikasi dengan alat ukur yang
sebenarnya.
c. Peserta didik dirangsang untuk aktif mengamati dan menyesuaikan
teori dengan praktek dengan mencobanya sendiri
2. Penjelasan tahapan operasional pelaksanaan

Dalam melaksanakan metode demonstrasi, penulis melakukan


tahapan berikut :

a. Tahap persiapan
 Guru memaparkan tujuan pembelajaran dari materi pengukuran

50
 Guru memaparkan tahapan dari demonstrasi yang akan
dilaksanakan
 Guru memberikan contoh penggunaan alat peraga dan penggunaan
aplikasi animasi
b. Tahap pelaksanaan

(1) Langkah Pembukaan


 Siswa dibagi ke dalam 5 kelompok yang beranggotakan 6-7 orang
 Guru memberikan gambaran sekilas materi pembelajaran berkaitan
dengan tujuan pembelajaran yang telah disampaikan sebelumnya
 Guru memaparkan tugas yang akan dikerjakan oleh peserta didik

(2) Langkah pelaksanaan demonstrasi


 Guru menunjuk salah seorang peserta didik untuk melakukan
demonstrasi memakai alat peraga dan aplikasi
 Guru memastikan seluruh peserta didik memperhatikan temannya
yang sedang melakukan demonstrasi

51
 Seluruh peserta didik dalam kelompoknya masing-masing
melaksanakan demonstrasi sesuai dengan petunjuk dan contoh yang
ada
(3) Langkah akhir demonstrasi
 Lembar aktivitas siswa (LAS) dibagikan pada seluruh peserta didik
dengan memanggil ketua kelompok masing-masing
 Diberikan waktu 15 menit untuk mengerjakannya dan dikumpulkan
dalam kelompok masing-masing
 Guru memberikan kesimpulan akhir dari pembelajaran
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Penulis memilih metode demonstrasi dalam materi pengukuran


panjang karena beberapa alasan antara lain :

1. Ketersediaan alat peraga


Ketersediaan alat peraga adalah faktor utama dalam pemilihan metode
demonstrasi. SMA Negeri 19 memiliki 5 mikrometer sekrup yang masih
berfungsi dengan baik. Jangka sorong hanya ada 1 yang dimiliki penulis.
Penulis juga memiliki beberapa apliksi flash animasi yang dapat dipakai
pada pembelajaran.
2. Pembelajaran tidak monoton
Tahun ajaran 2016/2017 adalah tahun kedua penulis mengajar fisika
untuk kelas X. Penulis belum pernah sebelumnya mencoba model
pembelajaran di tahun ajaran sebelumnya karena penulis selalu mengajara
di kelas XII sehingga orientasi penulis adalah strategi penyelesaian soal
UN dan soal SBMPTN. Untuk peserta didik kelas XII, strategi
penyelesaian soal UN dan SBMPTN yang lebih tepat. Materi pengukuran

52
dengan metode demonstrasi memberikan peluang bagi siswa
membandingkan kilasan teori yang dipaparkan guru dan yang terdapat
pada buku teks dengan alat peraga atau flash animasi
3. Memberikan ruang bagi siswa untuk melatih psikomotorik
Psikomotorik adalah salah satu yang harus dinilai oleh guru kepada
peserta didik selain kognitif dan afektif. Seluruh materi fisika kelas X
memiliki nilai psikomotorik yang bahkan dapat dinilai dari setiap
kompetensi dasar (KD). Kelompok yang beranggotakan 6-7 orang
diberikan waktu 45 menit dapat mengembangkan dirinya masing-masing
untuk memakai alat dan aplikasi. Artinya diharapkan tidak 1 atau 2 orang
saja yang aktif dalam pelaksanaannya tapi keseluruhannya. Hal ini
didukung dalam pembagian kelompok, peserta didik disebarkan
berdasarkan kemampuan ilmiah, agama dan suku. Diharapkan dengan
penyebaran demikian peserta didik dapat saling membantu satu sama lain.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

Implementasi metode demonstrasi dalam materi pengukuran dipilih


sebagai strategi pemecahan masalah adalah :

1. Menggunakan alat peraga yang tersedia di laboratorium IPA


Fisika sebagai salah satu ilmu pasti (sains) berisi teori, hukum, azas atau
postulat yang kebenarannya sebagian dapat dengan mudah dilihat dalam
kehidupan sehari-hari. SMA Negeri 19 memiliki cukup banyak alat
peraga IPA walaupun penulis secara jujur tidak mengetahui cara
perakitan dan penggunaan alat peraga tersebut karena alat tersebut tiba
tanpa adanya “manual book”. Penulis tetap berusaha untuk
memanfaatkan alat yang ada sesuai dengan kemampuan penulis. Salah
satu contoh alat peraganya adalah tentang pengukuran. Anak-anak sejak

53
belum mengecap pendidikan sudah pernah melihat ataupun menggunakan
alat ukur panjang yang biasa dikenal penggaris atau mistar. Dalam
pembelajaran, penulis mencoba membuka ruang berpikir logis siswa
dengan mengambil beberapa benda yang mudah dijumpai di kelas dan
mengajak peserta didik untuk mengukur panjang, lebar atau tebalnya
masing-masing. Beberapa benda tersebut ada yang tepat di garis yang ada
pada mistar. Sebagai contoh, tebal sebuah penghapus papan tulis lebih
dari 6,5 cm tetapi tidak sampai 6,6 cm. Maka penulis melempar
pertanyaan kepada peserta didik “jadi berapa sebenarnya tebal penghapus
tersebut?”. Ada peserta didik menjawab 6,5 cm saja, atau 6,6 cm saja, ada
yang menjawab 6,55 cm karena melihat bahwa tebal yang dimaksud
berada ditengah pengukuran kedua skala pilihan tadi. Penulis melanjutkan
bahan lain dengan ukuran lebih kecil (koin) untuk diukur tebal dan
diameternya, sehingga para peserta didik seluruhnya sepakat bahwa
bahan tersebut tidak bisa diukur. Penulis menunjukkan dua buah alat ukur
panjang lainnya yaitu jangka sorong dan mikrometer sekrup. Penulis
menjelaskan ketelitian alat-lat tersebut dan cara penggunaannya.
2. Membangun semangat siswa dalam belajar fisika
Penulis yang bukan sarjana kependidikan menyadari bahwa ilmu
kependidikan yang tidak pernah didapat tersebut harus dipelajari secara
otodidak dengan pemanfaatan sumber belajar yang ada. Penulis
mengawali karir mengajar sebagai tentor di salah satu bimbingan belajar
dan penulis masih aktif sampai saat ini. Di bimbingan belajar tersebut,
penulis dilatih untuk mengajar konsep fisika secara lebih menyenangkan
dan mengerjakan soal secara sistematis. Hal ini didukung karena penulis
selalu ditunjuk sebagai guru kelas XII sehingga metode mengajar di
bimbingan belajar tersebut dapat diterapkan. Sejak tahun ajaran

54
2015/2016, penulis ditunjuk untuk mengajar siswa kelas X dan ditunjuk
sebagai instruktur kurikulum 2013. Metode ceramah tidak sepenuhnya
berhasil, ditandai dengan situasi kelas dan nilai peserta didik pada tahun
ajaran 2015/2016. Oleh karena itu, penulis pada tahun ajaran 2016/2017
mencoba menerapkan model pembelajaran yang cukup mudah dipahami
dan dipraktekkan yaitu metode demonstrasi. Antusias siswa pun
meningkat bila dibandingkan dengan siswa di tahun ajaran sebelumnya
karena pembelajaran tampak nyata bagi peserta didik.
3. Membuka ruang gerak peserta didik dalam mengembangkan kemampuan
psikomotoriknya
Sebagian dari peserta didik kelas X di SMA Negeri 19 adalah tipe yang
tertutup. Tujuannya tidak lain untuk menutupi kelemahan kognitifnya.
Dalam pembelajaran pada saat teori, peserta didik banyak yang hanya
diam saja dengan tatapan mata yang tidak fokus. Metode demonstrasi
membuka peluang bagi peserta didik untuk mencoba alat yang sesuai
dengan teori yang disampaikan.
c. Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai oleh penulis adalah

1. Nilai rata-rata peserta didik di tahun ajaran 2015/2016 adalah 40,25 tetapi
pada tahun ajaran 2016/2017 naik menjadi 55,45 untuk kompetensi dasar
(KD) yang sama.
Salah satu ukuran keberhasilan suatu pembelajaran adalah nilai yang
dicapai oleh peserta didik. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
disepakati oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di SMA
Negeri 19 adalah 75. Untuk mencapai nilai 75 bukanlah hal yang mudah
bagi siswa SMA Negeri 19 Medan karena seperti yang telah dipaparkan

55
oleh penulis pada latar belakang bahwa peserta didik berasal dari latar
belakang keluarga dan sosial yang kurang perduli arti pendidikan. Seluruh
guru SMA Negeri 19 Medan selalu berupaya untuk memotivasi siswa
agar memiliki semangat dan motivasi belajar. Penetapan KKM 75 jikalau
dilihat dari sudut pandang positif dapat memacu siswa untuk berusaha
mendapatkan angka tersebut. Pada akhir KD pengukuran ternyata rata-
rata nilai kognitif peserta didik hanya mencapai angka 55,45. Penulis
menyadari bahwa nilai tersebut masih jauh di bawah KKM namun sudah
mengalami peningkatan dibandingkan nilai di tahun ajaran sebelumnya
walaupun peserta didik berasal dari latar belakang yang sama.
Penyempurnaan dari metode belajar ini akan dilakukan oleh penulis pada
KD berikutnya.
2. Antusias siswa dalam pembelajaran meningkat
Menjadikan fisika menjadi pelajaran yang menarik adalah tantangan bagi
setiap guru fisika. Penggunaan metode demonstrasi memicu antusias
siswa dalam memahami pelajaran fisika. Peserta didik tertarik dengan
penggunaan flash animasi . Hal ini tidak mengherankan karena beberapa
tahun belakangan ini anak usia sekolah lebih merasa tertarik dengan hal
yang berbau komputer dan cepat untuk digunakan. Alat peraga yang
langsung digunakan membuat siswa langsung dapat memakai alat yang
terlihat dalam laptop secara langsung
3. Penulis mengasah kemampuan pribadi dalam mengajar
Metode ceramah yang selama ini digunakan penulis ternyata tidak cukup
efektif membangun suasana belajar yang menarik. Dengan menggunakan
flash animasi dan metode demonstrasi maka penulis mendapatkan
pengalaman baru dalam mengajar dan mendidik peserta didik
d. Kendala-kendala yang dihadapi

56
1. Peserta didik kurang percaya diri
Peserta didik belum terbiasa untuk mengemukakan pendapat di depan
kelas sehingga sebagai pembicara di depan kelas pasti siswa yang masuk
dalam peringkat kelas. Kecenderungan ini karena peserta didik SMA Negeri
19 Medan sebagian besar berasal dari keluarga kurang mampu dan kurang
perhatian orang tua. Hampir seluruh siswa kedua orang tuanya bekerja
sehingga waktu untuk berkomunikasi dengan orangtua nya masing-masing
sangat terbatas sehingga siswa tidak memiliki kepercayaan diri yang baik saat
berada di sekolah.

2. Suasana kelas belum kondusif

Aktivitas siswa dalam menanggapi pemaparan yang ada di depan kelas


belum tertib seperti yang diharapkan. Hal ini dikarenakan masing-masing
kelompok mempersiapkan diri untuk tampil di depan kelas atau kelompok
tersebut sudah maju sehingga merasa tanggungjawabnya telah selesai. Faktor
ini berkaitan dengan yang pertama di atas. Kurang percaya diri sehingga
masing-masing peserta didik berusaha agar sangat hapal dengan hasil yang
hendak dipaparkannya.

3. Penulis belum berpengalaman dalam menggunakan model


pembelajaran

Penulis memilih memakai metode demonstrasi karena lebih mudah


dilaksanakan. Penulis belum pernah memakai model pembelajaran lain
sehingga belum ada pembandingnya.

e. Faktor-faktor Pendukung

57
1. Kepala Sekolah SMA Negeri 19 selalu mendukung segala usaha guru
untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga dapat memunculkan
ketertarikan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Materi yang dipaparkan tergolong materi yang mudah dimengerti
Materi yang tergolong sulit sebagai contoh hukum Newton, harus tetap
dipaparkan secara detail tentang analisi gaya-gaya. Hal ini menurut
penulis hanya dapat dilakukan dengan metode ceramah.
3. Penulis didukung oleh rekan-rekan sejawat agar proses penulisan dan
pembuatan dokumentasi boleh dilaksanakan. Penulis bersyukur didukung
oleh rekan-rekan yang sangat mendukung setiap hal yang dilakukan
penulis untuk mengembangkan potensi diri di sekolah.
f. Alternatif Pengembangan
1. Digunakan metode yang berbeda dalam materi yang sama di rombongan
belajar dengan tingkat intelektualitasnya hampir sama dengan kelas
yang diuji.
SMA Negeri 19 pada tahun ajaran 2016/2017 memiliki 6 kelas MIA
dengan kelas unggulan berada di kelas X MIA 1. Penulis menggunakan
metode ini di kelas X MIA 5, namun penulis tidak mengajar di kelas X
MIA 4 dan X MIA 6. Penggunaan metode yang berbeda ini akan
dilaksanakan penulis jika di tahun ajaran berikutnya penulis mendapat
beberapa kelas yang tingkat kemampuan kognitifnya hampir sama.

Peserta didik dapat diajak untuk membuat sendiri jangka sorong untuk
menanggulangi kekurangan yang ada. Jangka sorong dapat dibuat dengan
menggunakan pipa air. Keterbatasan alat yang ada seharusnya tidak menjadi
keterbatasan dalam mengembangkan potensi diri dari peserta didik.

D. Kesimpulan dan Harapan

58
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, maka simpulan Best Practice ini adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi


berjalan cukup baik, ditandai dengan antusias siswa dalam belajar fisika
dibandingkan dengan memakai metode ceramah.
2. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan dengan tahun
ajaran sebelumnya untuk materi yang sama. Peningkatan nilai kognitif
peserta didik walaupun tidak signifikan cukup memberikan semangat bagi
pribadi penulis sendiri karena usaha yang dilakukan penulis memberikan
dampak yang positif bagi peserta didik
Penggunaan metode demonstrasi harus lebih mempertimbangkan
waktu yang tersedia karena dalam 2 x 45 menit sudah mencakup keseluruhan
proses.
Metode demonstrasi agar berhasil maka seluruh peserta didik harus
aktif ambil bagian dalam proses pembelajaran. Jumlah siswa 35 orang dengan
alokasi waktu 2 x 45 menit dengan keterbatasan laptop dan alat maka
sebagian siswa hanya melihat hal yang dilakukan temannya saja. Menurut
Syaiful Bahri Djamarah (2008:211) salah satu kelebihan metode demonstrasi
adalah ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu
panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dalam waktu yang pendek
namun hal ini sulit dicapai dengan keterbatasan alat di lingkungan sekolah

Pada saat pemaparan hasil diskusi, guru harus lebih memotivasi setiap
siswa untuk percaya diri mengemukakan pendapat di depan kelas.

Membangun kepercayaan diri peserta didik SMA Negeri 19 Medan


telah diupayakan antara lain adalah dengan gerakan literasi sekolah (GLS).
Setiap hari siswa secara bergantian harus memaparkan apa yang telah

59
dibacanya pada hari-hari sebelumnya. Fakta di lapangan, siswa yang
memaparkan cerita jarang berganti dan siswa yang berani memaparkan cerita
pada umumnya adalah siswa yang mendapat peringkat di kelas.
Keterbatasan alat yang ada maka dianjurkan untuk membuat jangka
sorong dari bahan yang mudah diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta

Syah, Muhibbin (2003). Psikologi belajar. Jakarta : Raja Grafindo persada

60
MENGHADIRKAN ATUN PADA PEMBELAJARAN HUKUM
KEKEKALAN MOMENTUM DENGAN METODE EKSAM

Purwoyaji, S.T.
SMA Negeri 4 Kisaran, Asahan, Sumatera Utara

A. Pengantar
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penyusunan
dan pelaksanaan Best Practice ini dapat terselesaikan sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan. Sungguh tidak ada kekuatan apapun bagi makhlukNya
yang lemah untuk dapat melakukan kebaikan tanpa iradah Nya.

Best Practice adalah merupakan laporan uraian pengalaman nyata


pendidik dalam mencari solusi dari berbagai masalah- masalah yang dijumpai
dalam pelaksanaan pembelajaran dari peserta didik yang difasilitasi pendidik
dalam hal ini penulis yang bertugas di SMA Negeri 4 Kisaran.

Penyusunan Best Practice ini dapat terselesaikan tentunya tidak terlepas


dari bantuan yang diberikan oleh keluarga, teman, sekolah dan instansi yang
terkait di provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada semua pihak
yang mendukung selesainaya penulisan best practice ini.

61
Penulis pula menyadari bahwa penyusunan Best Practice ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kelemahan didalamnya, masih jauh dari
kesempurnaan, olehnya itu saran dan kritikan dapat kami terima dengan
penuh lapang dada . Akhirnya penulis berharap best practice ini dapat
membawa kebaikan bagi pendidikan di Indonesia dan semoga Allah
melimpahkan kebaikan kepada kita semua. Amin.

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah

Kurikulum 2013 menuntut satuan pendidikan untuk melakukan


perubahan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
guru (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student-centered learning). Hal ini disesuaikan dengan
tuntutan pembelajaran yang akan mempengaruhi perkembangan anak di masa
depan, dimana anak harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking
and learning skils). Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah
kecakapan berpikir kritis (critical thinking), memecahkan masalah (problem
solving), kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Kecakapan-kecakapan
itu yg sering dikatakan sebagai Kecakapan Abad 21 yang harus dimiliki oleh
siswa. Siswa dapat memiliki kecakapan-kecakapan itu apabila guru mampu
mengembangkan pembelajaran dengan aktivitas kegiatan-kegiatan yang
menantang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah.
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah Assessmen atau Penilaian.
Assessmen dapat diberikan diantara siswa sebagai feedback, oleh guru
dengan rubrik penilaian yang telah disiapkan oleh guru atau berdasarkan
kinerja serta produk yang mereka hasilkan.

62
Rendahnya capaian peserta didik pada pada kompetensi Hukum
Kekekalan Momentum tidak terlepas dari sulitnya siswa memahami
pembelajaran hukum kekekalan momentum yang biasanya disampaikan
dengan simulasi atau ceramah oleh guru.
b. Permasalahan
Peserta didik selalu berpikir mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata
pelajaran yang dianggap sulit dan tidak disukai. Peserta didik menganggap
mata pelajaran Fisika penuh dengan rumus dan hitung menghitung. Di
tambah lagi dengan proses penanaman pengetahuan dari pendidik ke peserta
didik selalu menghadirkan hal yang abstrak didalam pikiran peserta didik.
Untuk itu perlu dihadirkan suatu pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan
pembelajaran dan kompetensi dasar yang dimiliki siswa sesuai dengan
tuntutan kurikulum saat ini.
Untuk mencapai kompetensi yang dituntut yang berkaitan dengan hukum
kekekalan momentum, kesulitan utama adalah tidak tersedianya peralatan
laboratorium yang memadai untuk menghadirkan pembelajaran yang dapat
membangkitkan minat, nalar, komunikasi dan kerjasama antar peserta didik.
Peralatan yang memadai juga cukup mahal hingga mencapa belasan juta
rupiah per unitnya. Untuk into penulis mencoba membuat peralatan yang
memadai untuk dapat digunakan.
Menurut pengamatan penulis terdapat 3 (tiga) permasalahan yaitu :
a. Sulitnya peserta didik memahami konsep karena konsep yang di
sampaikan masih abstrak dan tidak nyata
b. Kemampuan peserta didik yang masih rendah dalam melakukan
eksperimen
c. Kemampuan peserta didik yang masih kurang dalam
mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain

63
c. Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah
Untuk membangkitkan minat dan aktivitas belajar siswa dibutuhkan
strategi dari seorang guru. Untuk pembelajaran yang menstimulasi
kemampuan psikomotorik guru harus berusaha memilih model pembelajaran
dan strategi pembelajarannya.
Untuk mengatasi permasalahan yang disampaikan penulis
menggunakan strategi Eksam (Eksperimen dan Sampaikan) yang terdiri 2
bagian yaitu
a. Peserta didik melakukan eksperimen
b. Peserta didik menyampaikan hasil eksperimen
2. Tahapan Operasional Pemecahan Masalah
a. Persiapan
Menyiapkan alat yang tepat untuk praktik siswa yaitu :
1. Satu set airtrack dari pipa
2. Satu set timer counter buatan
3. Lembar Kerja Siswa
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan di kelas X IPA 2 dengan alokasi waktu 3 Jam
Tatap Muka (3 x 45 menit)
c. Evaluasi
Menyediakan perangkat evaluasi
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Berawal dari sulitnya melakukan eksperimen pada hukum kekekalan


momentum, karena untuk mengukur kecepatan setelah tumbukan dan tidak

64
adanya airtrack dan timer counter di laboratorium SMA Negeri 4 Kisaran.
Sebelumnya penulis hanya menyampaikan pembelajaran ini hanya dengan
menunjukan simulasi terjadinya peristiwa tumbukan. Namun setelah penulis
membuat peralatan sederhana yaitu airtrack yang terbuat dari pipa dan timer
counter dengan menggunakan sensor cahaya dari bahan yang didapat kan di
Kisaran akhirnya penulis dapat memfasilitasi peserta didik melakukan
pembelajaran denga strategi EXSAM yang merupakan singkatan dari
Eksperimen dan Sampaikan.

Dengan melakukan tahapan-tahapan EXSAM, menurut penulis peserta


didik telah melakukan pembelajaran yang memenuhi pembelejaran dengan
pendekatan saintifik 5M yaitu:

1. Mengamati (Observing)
2. Menanya ( Questioning)
3. Mengumpulkan informasi dengan mencoba (Experimenting)
4. Mengasosiasikan (Ascosiating)
5. Menyajikan (Communicating)
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

Selanjutnya tahapan operasional yang telah dilakukan dalam best practice


ini, lebih rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
a. Perencanaan (Planning)
Kegiatan perencanaan dimulai dengan pembuatan ATUN-1 yang terdiri
dari
1. Airtrack unit buatan

65
Airtrack buatan ini terbuat dari pipa yang penampangnya berbentuk
persegi. Pipa diberi lubang dengan diameter 1 mm dengan jarak antar
lubang 1 cm (lihat foto)

Untuk membuat airtrack ini dibutuhkan 1 buah blower untuk


membersihkan abu computer. Blower ini digunakan untuk meniupkan
udara kedalam pipa yang digunakan sebagai airtrack sehingga balok yang
berada diatas airtrack ini dapat melayang dan bergerak dengan gaya
gesekan mendekati nol.

2. Timer Counter dengan sensor cahaya


Timer counter terdiri dari :
a. Sensor cahaya
Peralatan ini terdiri dari infra red led yaitu komponen yang dapat
memancarkan gelombang infra merah dengan panjang gelombang
sekitar 950 nm dan sebuah phototransistor yang akan bekerja sebagai
saklar dengan menggunakan sensor cahaya. Prinsip kerja
phototransistor adalah pristiwa efek fotolistrik. Saat photo transistor
mendapat cahaya electron terlepas dari keeping katoda menuju anoda
sehingga mengalir arus listrik.
Alat dan bahan :
o Phototransistor 2 buah
o IR infrared LED 940nm 2 buah
o Resistor 1K 2 buah
o Papan PCB
o Jack stereo male 2 buah
o Kabel audio 3 meter
o Solder

66
o Timah solder
o Gunting
o Tang potong kabel

Rangkaian Sensor
Pin D13
Pin D11 Pin D12

Phototran IR Led Phototran IR Led


sistor Emiter sistor Emiter

GND GND GND GND

Rangkaian sensor cahaya

67
b. Microcontroler arduino uno
Microcontroler arduino adalah peralatan yang dapat melakukan proses
input dan output sesuai dengan yang diinginkan perekayasa. Untuk itu
dibutuhkan program sehingga microcontroller arduino dapat bekerja
sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam hal ini input sinyal berasal
dari fotogate dan outputnya adalah layar TFT.

c. Layar TFT

68
Layar TFT digunakan untuk menampilkan hasil pengukuran Timer
Counter. Pada pin tft potong pin yang berhubungan dengan pin digital
yang bernomor 10, 11, 12, 13 dan GND. Pin-pin ini berguna untuk pin
digital untuk di hubungkan dengan sensor cahaya.

Kaki ini di
potong
Gambar layar TFT
b. Merancang Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa Memuat
1. Tujuan Percobaan
2. Prosedur percobaan
3. Rangkaian Percobaan
4. Data Hasil Pengamatan
5. Analisis Data Pengamatan
6. Pertanyaan
7. Kesimpulan
c. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

69
c. Hasil yang Dicapai
Dari hasil pengamatan didapat data sebagai berikut:
1. Minat Belajar

70
2. Peningkatan hasil belajar

d. Kendala-kendala yang Dihadapi


Pada metode ini terdapat hambatan :
1. Jika peserta didik melakukan kesalahan procedure maka kesimpulan yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada pada sumber belajar.
2. Waktu yang dibutuhkan relative lama untuk satu pembelajaran
3. Peralatan ATUN masih belum banyak
4. Jumlah anggota perkelompok masih banyak, sehingga tidak setiap peserta
didik dapat beraktifitas dengan baik
e. Faktor-faktor Pendukung
1. Sekolah dapat memberi dana untuk membuat peralatan ATUN. Untuk 1
unitnya berkisar Rp 600.000
2. Dukungan dari teman pendidik di sekolah baik materil maupun moril
untuk terwujudnya mengangkat permasalahan ini menjadi Best Practice
penulis
3. Terdapatnya proyektor yang cukup untuk setiap kelas untuk murid
melakukan presentasi

71
4. Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Kisaran Esmi Pohan, M.Pd yang selalu
memberi dukungan penuh kepada penulis untuk berkreatifitas dan
berkarya
f. Alternatif Pengembangan
1. Metode EKSAM dengan menggunakan ATUN ini dapat juga dilakukan
dalam kompetensi yang lain yang membutuhkan lintasan tanpa gesekan
dan pengukuran kecepatan yang sulit dilakukan dengan menggunakan
peralatan laboratorium yamg ada
2. Dengan metode ini kompetensi dasar dalam mata pelajaran fisika selain
Hukum Kekekalan Momentum juga dapat dilakukan, sehingga
membentuk paradigma baru bahwa fisika bukanlah pelajaran berhitung
yang hanya ada dalam konsep yang abstrak.

D. Kesimpulan dan Harapan

Berdasarkan hasil pengamatan dari pendidik terhadap minat dan capaian


hasil belajar peserta didik, terdapat peningkatan minat dan pengetahuan
peserta didik tentang hokum kekekalan momentum. Disamping itu terdapat
perbaikan kompetensi peserta didik dalam menyampaikan pertanyaan,
pendapat ataupun tanggapan terhadap suatu permasalahan. Juga dalam
eksperimen dan penyusunan laporan terbentuk kerjasama kelompok yang
menghasilkan nilai-nilai gotongroyong dan toleransi.
Dengan eksperimen peserta didik terlatih untuk menggunakan metode
ilmiah dalam menghadapi permasalahan, dan membentuk sikap peserta didik
yang kritis dan bersikap ilmiah dalam menanggapi suatu permasalahan.
Metode ini juga memberikan aktivitas pembelajaran yang lebih banyak
dilakukan oleh peserta didik sendiri. Tentu inilah yang diharapkan dalam

72
pembelajaran yang dituntut pada kurikulum 2013, dimana peserta didik
mengalami hal-hal yang bersifat objektif dan realistis.
Disisi lain bagi pendidik, terdapat dorongan semangat untuk selalu
berkreatifitas sesuai pengetahuan dan kegigihan pendidik untuk selalu
menyikapi permasalahan pembelajaran dengan selalu berusaha membuat
peralatan, media pembelajaran dan metode pembelajaran yang dapat
memfasilitasi peserta didik untuk belajar.
Bagi penulis sendiri dengan membuat peralatan ATUN ini dapat memberi
semangat untuk terus mencoba menghadirkan peralatan pealatan lain yang
dapat memberi manfaat kepada tercapainya generasi emas yang diharapkan
oleh bangsa Indonesia. Pembelajaran dengan menggunakan metode
EKSAM ini sangat baik digunakan untuk pembelajaran pembelajaran sains,
dimana pada pembelajaran sains selalu dituntut kompetensi peserta didik
yang selalu bersikap kritis dan ilmiah. Disamping itu metode ini akan
menghadirkan pembelajaran yang didominasi oleh aktivitas peserta didik
daripada pendidik. Penulis berharap dalam pembelajaran pada pelajaran
Fisika dengan menggunakan metode eksperimen lebih banyak dihadirkan,
sehingga baik pendidik dan peserta didik mendapatkan aktvitas yang
menyenangkan dalam mengajar dan belajar. Penulis juga berharap peralatan
Timer counter dengan menggunakan sensor cahaya yang digunakan sebagai
salah satu bagian dari ATUN (Airtrack Unit) dapat digunakan untuk
percobaan percobaan yang membutuhkan pengukuran kecepatan untuk
menggantikan peralatan Timer counter yang dijual dengan harga cukup
mahal. Dan semoga peralatan ini juga dapat menjadi sumbangsih penulis
untuk pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

73
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana
Prima
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media Pembelajaran. Bandung: CV.
Wacana Prima
Johnson, Lou Anne. 2009. Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Jakarta: PT
Indeks
Manshur, Ibnu. 2016. Cara Penulisan dan Contoh Daftar Pustaka yangBaik
dan Benar. http://www.muslimedianews.com/2016/02/cara-penulisan-
dan-contoh-daftar.html. Diakses pada 21 April 2017.

Depdikbud. 2016. Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016. Jakarta:


Depdikbud.

74
MENINGKATKAN CAPAIAN REMEDIAL PESERTA DIDIK
DENGAN METODE TUTOR SEBAYA

Joko Untoro, S. Pd
SMA Negeri 8 Jakarta, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

A. Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya, sehingga dapat
melaksanakan penulisan best practice sebagai kelengkapan peserta
Olimpiade Guru Nasional yang akan dilaksanakan di Yogyakarta mulai
tanggal 18 Juli 2017 sampai dengan 21 Juli 2017. Dengan melalui berbagai
kendala akhirnya saya dapat menyelesaikan penulisan best practice ini.

Best practice ini merupakan kegiatan cuplikan dari sebagian kegiatan


pembelajaran yang penulis lakukan, dan saya telah berusaha menyusun
dengan semaksimal mungkin dengan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
berkontribusi demi terlaksananya penyusunan karya tulis ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari bahwa karya tulis ini sangat
sederhana dan banyak kekurangan baik dari susunan kalimat maupun kata-
katanya. Oleh karena itu menulis dengan senang hati menerima kritik dan
saran demi tindak lanjut dari karya tulis ini.

75
Namun demikian penulis tetap berharap karya tulis ini dapat memberikan
sedikit inspirasi dan dorongan kepada rekan-rekan guru agar dapat
melaksanakan kegiatan serupa dengan lebih baik dan sempurna.

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Penilaian merupakan bagian akhir dari suatu proses pembelajaran yang
harus dilakukan seorang guru setelah proses pembelajaran selesai
dilaksanakan. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian Kompetensi
Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI). Kurikulum 2013 yang merupakan
kurikulum berbasis kompetensi dimana penilaian menggunakan acuan
kriteria, yaitu penilaian yang membandingan capaian peserta didik dengan
kriteria kompetensi yang ditetapkan. Hasil penilaian seorang peserta didik
dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang merupakan ketuntasan
belajar minimal (KKM). Dari hasil ulangan harian ada beberapa peserta didik
yang capaian nilainya di bawah KKM (75). Di bawah ini saya sajikan tabel
peserta remedial pada ulangan pertama dan kedua.
Tabel 1.1 : Daftar peserta remedial kelas X MIPA – I
Materi : Impuls dan momentum Materi : Gerak harmonic

76
Hasil penilaian yang sudah dianalisis akan digunakan untuk menentukan
tindak lanjut berupa program remedial bagi peserta didik dengan pencapaian
kompetensi di bawah ketuntasan minimal dan program pengayaan untuk
peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan. Disamping itu hasil penilaian
juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru untuk dapat digunakan
dalam perbaikan proses pembelajaran. Pada kenyataannya program remedial
bisa terjadi lebih dari sekali untuk setiap Kompetensi Dasar (KD). Bahkan
untuk peserta didik tertentu bisa sampai dua atau tiga kali melakukan
remedial untuk satu penilaian dalam satu kompetensi dasar.

77
Seorang guru mempunyai peran yang sangat besar untuk membantu
peserta didik yang menghadapi masalah belajar seperti ini, karena hal
tersebut dapat menimbulkan rasa rendah diri atau putus asa bagi peserta
didik. Di sini guru mempunyai peran sebagai pebimbing dan bukan hanya
sekedar mengajar. Sesuai dengan UU No 15 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dengan
memedomani UU No 15 tahun 2005 di atas, sebagai seorang guru yang
profesional harus bisa membantu peserta didik penilaian mencapai hasil yang
baik.
Dalam situasi seperti ini guru (sebagai fasilitator dan organisator)
ditantang agar mampu melaksanakan proses pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan, interaktif dan mampu memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam setiap proses pembelajaran. Dengan demikian
peserta didik meningkatkan penguasaan materi pembelajaran dan
mendapatkan hasil yang baik.
Permasalahan
Permasahan yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah rendahnya
capaian hasil remedial peserta didik untuk mencapai ketuntasan. Dengan
keadaan seperti ini penulis terpacu untuk melakukan program remedial yang
lebih menarik, menyenangkan dan menumbuhkan minat peserta didik untuk
peduli terhadap temannya, berani untuk bertanya dan menyampaikan
pendapat. Untuk menciptakan kegiatan remedial seperti di atas, penulis
menggunakan metode “Tutor Sebaya”. Oleh karena itu fokus dari karya tulis
ini adalah bagaimana meningkatkan capaian remedial peserta didik untuk
mencapai ketuntasan dalam pembelajaran.

78
b. Strategi Pemecahan Masalah
Untuk dapat mencapai tujuan kegitan tersebut di atas, penulis memilih
metode Tutor Sebaya, karena metode ini kegiatan pembelajarannya terpusat
pada peserta didik. Pemilihan metode ini juga didasarkan pada tingginya
keterlibatan peserta didik untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Terkadang bantuan yang diberikan teman sebayanya akan memberikan hasil
yang lebih baik dari pada apa yang diberikan guru. Peran teman sebaya dapat
menumbuhkan dan membangkitkan persaingan hasil belajar yang sehat,
karena yang dijadikan tutor eksistensinya diakui oleh teman sebaya. Dalam
interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan antara peserta didik yang satu
dengan yang lain saling membantu dan membutuhkan dalam pembelajaran
untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
Dengan metode ini peserta didik akan terbiasa untuk berbagi dan saling
membantu sesama teman, memunculkan keberanian untuk bertanya karena
tidak akan ada rasa sungkan terhadap teman sendiri dan menumbuhkan kerja
sama antar peserta didik. Oleh karena itu, untuk menerapkan metode ini
penulis menyusun tiga tahapan besar pembelajaran sebagai berikut :
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Evaluasi
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus dapat memilih suatu
metode pembelajaran yang dirasa tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, metode adalah
pengetahuan tentang tata cara mengerjakan sesuatu atau bahan. Sedangkan
pembelajaran adalah bahan pelajaran atau proses penyajian bahan pelajaran.

79
Pada pemecahan masalah ini, metode pembelajaran Tutor Sebaya dipilih
oleh penulis karena metode ini terpusat pada siswa dengan lebih banyak
melibatkan peserta didik untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar
mengajar. Dari kegiatan ini peserta didik tidak hanya belajar materi-materi
untuk persiapan remedial, tetapi terdapat banyak hal yang dapat diperoleh,
antara lain : belajar berbagi sesama teman, belajar menyampaikan pendapat,
belajar berani bertanya, dan menghargai sesama.
Menurut Anita Lie Hidayati (2004, 7) bahwa pengajaran oleh rekan
sebaya (tutor sebaya) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru.
Hal ini disebabkan karena latar belakang para siswa mirip satu dengan
lainnya dibanding dengan skemata guru.
Sedang menurut Suharsimi Arikunto (2002, 62) disebutkan bahwa
adakalanya seorang siswa lebih mudah menerima keterangan yang diberikan
kawan sebangku atau kawan yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau
malu untuk bertanya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut penulis memilih metode Tutor
Sebaya untuk mengatasi kesulitan pembelajaran peserta didik yang mengikuti
program remedial untuk mencapai ketuntasan pelaksanaan remedial.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode di atas,
penulis membagi menjadi tiga tahapan besar, yaitu : persiapan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahapan ini kegiatan dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a. Pemilihan tutor

80
Dalam pemilihan tutor ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan.
Menurut Suharsimi Arikunto, seorang tutor seharusnya memiliki kriteria
sebagia berikut:
1) Dapat diterima atau disetujui oleh seluruh atau sebagian besar siswa
2) Dapat menerangkan bahan-bahan materi yang dibutuhkan siswa
3) Tidak tinggi hati atau keras hati terhadap sesama teman
4) Mempunyai daya kreatifitas yang cukup untuk memberikan bimbingan
kepada temannya
Disamping kriteria di atas, penulis menambahkah bahwa seorang tutor
juga harus mempunyai kemampuan fisika yang lebih dibanding dengan
teman-teman lain yang akan mendapatkan meteri dari tutor, bersedia dan
ikhlas meluangkan waktu untuk membantu temannya.
b. Penyusunan materi yang akan diajarkan
Penyusunan materi pembelajaran dilakukan oleh guru berdasarkan
kompetensi yang akan diujikan. Guru menyusun soal-soal latihan yang
akan digunakan dalam pelatihan peserta remedial. Soal yang disusun
harus mempunyai tingkat kesulitan tidak lebih dari soal tes utama dan
tidak menyimpang dari indikator yang ditetapkan.
c. Memberikan pelatihan atau pembekalan kepada tutor
Dalam pelatihan tutor terdapat beberapa hal yang harus disampaikan oleh
guru, yaitu :
1) Pokok-pokok dan batasan-batasan materi yang harus disampaikan tutor
kepada teman-temannya
2) Urutan penyampaian materi dan cara menyampaikannya. Dalam hal ini
tutor juga dapat menggunakan caranya sendiri untuk menyampaikan
materi kepada teman-temannya. Cara yang digunakan oleh tutor tidak
harus sama dengan apa yang diinginkan guru, karena bisa saja cara dan

81
kemampuan yang digunakan tutor lebih mudah dimengerti oleh teman-
temannya.
Gambar 2.1 : Pengarahan guru kepada tutor

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu :
a. Pembentukan kelompok
Menurut pengalaman, biasanya jumlah peserta remedial tidak terlalu
banyak. Rata-rata peserta didik yang mengikuti program remedial
berkisar 30% sampai 40% dari seluruh peserta didik. Jumlah kelompok
disesuaikan dengan jumlah peserta remedial dan tutor yang tersedia.
Biasanya dalam satu kelompok dapat terdiri dari dua sampai tiga
peserta didik dengan seorang tutor.
b. Sebelum dilaksanakan ulangan perbaikan, dilakukan dua kali tutorial
dengan setiap pertemuan selama kurang lebih 60 menit yang dilakukan
diluar jam belajar. Pada tutorial pertama dan kedua dilakukan
pembahasan materi dengan indikator berbeda.
c. Setelah kegiatan tutorial selesai, peserta diberikan kesempatan untuk
bertanya kepada guru, tentang materi yang belum dikuasai. Tujuannya

82
agar peserta didik mendapatkan penguatan dan keyakinan dengan
materi yang telah disampaikan oleh tutor.
d. Untuk pertemuan berikutnya dengan indikator berbeda, dilakukan rotasi
tutor agar siswa yang mendapat bimbingan tidak merasa bosan. Hal ini

merupakan tantangan bagi tutor agar dapat menghadapi kelompok yang


berbeda. Selain itu hal ini merupakan pembelajaran bagi siswa
penerima materi untuk bisa menerima tutor yang berbeda.

Gambar 2.2 : Pelaksanaan tutorial

Gambar 2.3 : Pelaksanaan ulangan Perbaikan

83
3. Tahap Evaluasi
Pada tahapan ini dilakukan evaluasi pelaksanaan dari kegiatan tutorial.
Evaluasi pelaksanaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
1) Evaluasi tahap pertama dilalukan setiap selesai kegiatan tutorial. Guru
melakukan pertemuan dengan semua tutor untuk mendiskusikan
permasalahan yang muncul saat pelaksanaan tutorial dan juga untuk
mengetahui peserta didik yang sangat aktif dan kurang aktif selama
pelaksanaan turorial. Tujuan evaluasi ini agar pelaksanaan tutorial
berikutnya dapat berjalan lebih baik dan efektif.
2) Evaluasi tahap kedua guru akan meminta saran dari peserta didik yang
mendapatkan bimbingan, tentang kegiatan yang telah dilaksanakan.
Saran yang diperoleh, akan digunakan oleh guru untuk mengetahui
apakah metode tutorial disenangi atau tidak oleh penerima kegiatan.
Gambar 2.4 : Diskusi guru dengan tutor

Gambar 2.5 : Diskusi guru dengan peserta remedial

84
c. Hasil yang dicapai
Untuk mengetahui hasil yang dicapai dari kegiatan ini
dilakukan perbandingan perolehan nilai-nilai remedial, yaitu nilai ketika tidak
dilakukan kegiatan tutorial dan setelah dilakukan kegiatan tutorial. Hasil
capaian remedial ulangan pertama dan kedua dapat dilihat pada table di
bawah ini.

Tabel 2.1 : Daftar capaian remedial kelas X MIPA – I


Materi : Impuls dan momentum

85
Materi : Gerak harmonik

Tabel 2.2 : Persentase capaian remedial peserta didik kelas X MIPA- I pada
ulangan pertama dan kedua

Dari perolehan nilai-nilai tersebut, ternyata kegiatan tutorial yang


telah dilaksanakan terbukti sangat signifikan dalam perolehan nilai peserta
didik. Persentase peserta didik yang mencapai ketuntasan lebih besar
dibandingkan dengan sebelum dilaksanakannya kegiatan tutorial, walaupun
persentase perubahannya tidak terlalu besar.
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam setiap proses pencapaian suatu tujuan pasti akan ada kendala
dan hambatan yang ditemui. Termasuk dalam kegiatan pembelajaran dengan
metode tutor sebaya ini. Kendala mulai muncul ketika memasuki tahapan
kedua yaitu tahapan pembagian kelompok. Kendala-kendala yang penulis
hadapi adalah:

86
1. Peserta didik cenderung memilih anggota kelompoknya sendiri sesuai
dengan kebiasaan sehari-hari mereka bergaul.
Solusi : Penulis memberikan arahan bahwa pembagian kelompok
didasarkan atas kesamaan materi ujian yang belum tercapai ketuntasannya
dan banyaknya materi yang akan dipelajari.
2. Kelompok yang mendapatkan tutor teman karibnya cenderung tidak mau
berganti tutor yang lain.
Solusi : Dalam sistem tutorial, penulis sudah tetapkan bahwa tutor yang
akan bekerja pada tiap kelompok akan bergantian untuk setiap materi
pertemuan. Sehingga, setiap kelompok akan mengalami pertemuan
dengan tutor yang berbeda.
3. Pada peserta didik tertentu yang ketercapaian indikatornya sangat rendah,
dua kali tutorial belum bisa menyelesaikan materi yang disiapkan.
Solusi: Materi yang belum sempat dibahas selama tutorial boleh
ditanyakan kepada tutor atau guru. Peserta didik diberikan waktu sampai
sebelum ulangan perbaikan dilaksanakan.
e. Faktor-Faktor Pendukung
Keberhasilan pelaksanaan metode ini tentunya tidak terpelas dari faktor-
faktor pendukung yang ada. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Semangat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, karena
kegiatan pembelajaran ini dilaksanakan berbeda dengan kegiatan
pembelajaran biasanya, yaitu pematerinya temannya sendiri.
2. Adanya fasilitas perpustakaan yang menyediakan buku-buku pelajaran
pendukung dan internet sekolah, sehingga peserta didik (khususnya tutor)
dapat mencari materi pengembangan dari berbagai sumber.
f. Alternatif Pengembangan

87
Metode pembelajaran tutor sebaya dapat dikembangkan dalam beberapa
kegiatan pembelajaran fisika di dalam kelas maupun di luar kelas, kelompok
maupun klasikal. Beberapa alternatif yang dapat dilaksanakan dari
pembelajaran tutor sebaya yaitu :
1. Kegiatan belajar kelompok di dalam kelas yang bukan hanya
pembelajaran Fisika, tetapi dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran.
2. Kegiatan yang dilaksanakan di luar kelas, seperti pada saat karyawisata
atau study tour. Hal ini dilakukan dengan cara tutor diberikan kesempatan
untuk menjelaskan tempat-tempat wisata yang dikunjungi seperti halnya
seorang guide.
D. Kesimpulan dan Harapan

Berdasarkan analisis dan pembahasan tentang kegiatan Tutor Sebaya


dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Tutor sebaya dapat memberikan solusi bagi peserta didik yang belum
mencapai ketuntasan dalam belajar
2. Metode tutor sebaya dapat menjadi salah satu metode pembelajaran
alternatif yang dapat digunakan guru untuk pencapaian tujuan
pembelajaran yang lebih baik.
3. Metode pembelajaran Tutor Sebaya dapat melatih peserta didik untuk
belajar kreatif dalam menyampaikan suatu pendapat, ide, atau gagasannya
kepada orang lain.
4. Melalui kegiatan Tutor Sebaya dapat menumbuhkan rasa percaya diri
dengan tidak malu untuk bertanya.
5. Kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh peserta didik, akan lebih
menyenangkan dan mengurangi rasa bosan dalam proses pembelajaran.

88
6. Pembelajaran dengan metode ini harus tetap dalam pengawasan dan
koordinasi guru, agar dapat berjalan baik dan sesuai dengan tujuan yang
ditentukan.
Hasil yang diperoleh dari diterapkannya metode Tutor Sebaya untuk
peningkatan hasil remedial menunjukkan adanya partisipasi peserta didik
untuk aktif dalam kegiatan belajar dan menunjukkan adanya hasil yang baik.
Dengan demikian kegiatan Tutor Sebaya dapat diterapkan tidak hanya untuk
kegiatan remedial, tetapi dapat pula diterapkan pada pembelajaran materi-
materi fisika yang lain. Kegiatan pembelajaran dengan metode ini dapat pula
diterapkan secara klasikal ataupun kelompok, di dalam maupun diluar kelas.
Berdasarkan temuan-temuan yang dijumpai dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan metode tutor sebaya, terdapat beberapa hal yang penulis
remomendasikankan, yaitu :
1. Bagi guru yang belum pernah melakukan kegiatan pembelajaran dengan
metode tutor sebaya, disarankan untuk mencoba melaksanakan proses
pembelajaran dengan metode ini, karena hasil yang ada akan luar biasa
bagi peserta didik baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang.
Dengan melaksanakan metode ini, kita akan menyadari bahwa sebagai
seorang guru masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran.
2. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran dengan metode tutor sebaya
sangat besar. Guru mempunyai peran sebagai fasilitator, dimana guru
harus mampu memfasilitasi kegiatan pembelajaran agar dapat berjalan
dengan baik dan tidak membingungkan peserta didik, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Dalam hal ini terbukti bahwa guru tidak bisa
hanya duduk lalu menyerahkan seluruh kegiatan kepada peserta didik.
Guru harus tetap memantau, mengawasi, dan membimbing seluruh

89
kegiatan dari awal sampai akhir, karena tidak semua kelompok dapat
menjalankan kegiatannya dengan baik.
3. Proses kerja sama antar peserta didik terkadang terhalang oleh
pertemanan antar peserta didik. Biasanya peserta didik mempunyai
kelompok-kelompok pertemanan di dalam kelas, dan terdapat peserta
didik yang kurang bisa bersosialisasi sehingga cenderung menyendiri.
Disaat seperti ini guru mempunyai peran yang sangat besar dalam
pembagian kelompok, agar peserta didik merasa nyaman dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Guru harus memberikan arahan
kepada peserta didik sebelum pembentukan kelompok dilakukan, agar
siswa dapat saling menerima satu dengan yang lain.
4. Kepala sekolah agar senantisa memberikan dorongan dan motivasi
kepada guru-guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
menarik untuk pentercapaian ketuntasan kurikulum satuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. (2002). Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta: Rajawali.
Direktorat Pembinaan SMA dan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah .
(2014). Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta:
Dinas Pendidikan Provindi DKI Jakarta.
Direktorat Pembinaan SMA dan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah.
(2017). Panduan Penilaian. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hidayati Anita Lie. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
UU No 15 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

90
BERSENANG-SENANG DENGAN GAYA ANGKAT KE ATAS

Eddy, S.Kom.
SMA Bina Mulia, Pontianak, Kalimantan Barat

A. Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya lah, maka best practice yang berjudul “Bersenang-senang
dengan gaya angkat ke atas” ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan bisa
menginspirasi kita semua untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik
kita.
Akhir kata, penulis dengan penuh kerendahan hati memohon saran-saran
untuk perbaikan tulisan yang masih jauh dari sempurna ini. Terima kasih.
B. Masalah
a. Latar Belakang
Ketika anak saya masuk sekolah, taman kanak-kanak, guru berpesan
kepada orang tua agar ketika anak pulang ke rumah, jangan tanyakan tadi
belajar apa, tetapi tanyakan tadi main apa. Alasannya, guru taman kanak-
kanak tidak mau anak didik mereka ketika di usia dini sudah dibebani dengan
istilah belajar. Bermain bukan berarti tidak belajar. Jadi akan lebih baik jika
anak-anak tidak langsung dicerca dengan beban kata belajar.
Seiring dengan bertambahnya usia anak-anak, tingkat pendidikan yang
mereka masuki juga semakin tinggi. Tuntutan materi-materi di sekolah yang
perlu mereka kuasai agar dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
menjadi tantangan bagi mereka sebagai peserta didik di sekolah.

91
Setiap peserta didik, memiliki keunikan masing-masing. Minat terhadap
pelajaran yang disajikan dalam kurikulum yang mereka ikuti belum tentu
sama untuk setiap peserta didik. Walaupun demikian, syarat kenaikan kelas
menuntut mereka untuk tuntas di mata pelajaran yang mungkin mereka tidak
sukai dan kadang dianggap tidak bermanfaat bagi mereka kelak.
Berdasarkan pengalaman saya, ketidaktertarikan peserta didik terhadap
materi pelajaran bisa disebabkan beberapa hal, antara lain: konsep yang
dianggap susah, melibatkan banyak hitungan yang rumit, dan materi yang
dipelajari dianggap sesuatu yang tidak bermanfaat. Hal-hal tersebut
kadangkala diperparah dengan kondisi tenaga pengajar yang tidak
memberikan solusi dalam pembelajaran untuk mengatasi hal tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang monoton dan dianggap tidak mengasyikkan bagi
peserta didik membuat momok yang semakin besar bagai benteng
penghalang untuk menyukai materi yang disampaikan.
Ada kata pepatah “Tak kenal maka tak sayang”. Fisika sebagai pelajaran
yang dikenal peserta didik dengan kumpulan rumus dan hitungan yang rumit,
sudah tentu jauh dari menjadi pelajaran favorit mereka. Pengenalan peserta
didik akan pelajaran fisika seperti itu justru kesannya berkebalikan dengan
kata pepatah tadi karena terkesan makin mengenal fisika, maka semakin tidak
bisa menyayanginya.
Fisika seharusnya dikenal oleh peserta didik sebagai pelajaran yang
bukan berkutat pada rumusan dan hitungan. Fisika adalah pelajaran yang
memperkenalkan kepada mereka konsep-konsep fenomena alam yang dengan
kecerdasan manusia, konsep-konsep tersebut dimanfaatkan untuk kebaikan
hidup manusia. Konsep-konsep yang menjelaskan terjadinya fenomena alam
dan pemanfaatannya bagi kehidupan. Fenomena alam yang ada disekeliling
kita, kadang terabaikan dan tidak disadari, tetapi sebenarnya bermanfaat bagi

92
hidup. Pengenalan yang tepat tentang pelajaran fisika diharapkan sungguh-
sungguh membuat peserta didik menyukainya.
Salah satu materi yang dipelajari oleh peserta didik SMA dalam pelajaran
fisika adalah konsep gaya angkat ke atas yang diaplikasikan pada kerja
pesawat terbang. Ketika materi ini dijelaskan secara teoritis di ruang kelas,
peserta didik hanya mendapatkan pengetahuan saja tentang konsep tersebut.
Mereka tidak mengalami sendiri bagaimana konsep tersebut dimanfaatkan
secara langsung dengan diri mereka terlibat di dalamnya.
Simulasi digital yang ditayangkan untuk memperkuat pemahaman peserta
didik, tidaklah memberikan efek real yang lebih kuat dibanding pengalaman
langsung. Permasalahan ini melatarbelakangi untuk mengajak peserta didik
mempraktekkan sendiri di lapangan, hal sederhana yang mereka pernah
jumpai, tapi mengandung konsep gaya angkat ke atas. Penulis ingin mengajak
peserta didik memperoleh pengalaman menyenangkan saat berajar fisika dan
memancing mereka untuk menyukai fisika itu sendiri sebagai sesuatu yang
memberikan kesenangan dan manfaat dalam hidup mereka.
b. Permasalahan
Konsep gaya ke angkat ke atas merupakan konsep fisika yang aplikasinya
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Konsep tersebut diaplikasikan
pada pesawat terbang yang sering digunakan untuk keperluan transportasi
udara saat ini.
Permasalahan yang diangkat dalam karya best practice ini adalah
bagaimana menciptakan kegiatan pembelajaran fisika yang menyenangkan,
memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik, memancing atau
menumbuhkan rasa kecintaan peserta didik terhadap pelajaran fisika lewat
konsep gaya angkat ke atas.
c. Strategi Pemecahan Masalah

93
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini menitikberatkan pada
pengalaman belajar langsung dan menciptakan rasa suka terhadap pelajaran
fisika. Materi yang disampaikan adalah fluida dinamis dengan sub materinya
adalah gaya angkat ke atas sebagai aplikasi dari hukum Bernoulli.
Gaya angkat ke atas dimanfaatkan pada cara kerja pesawat terbang untuk
mengudara. Perbedaan tekanan antara sayap bagian atas dan bagian bawah
sayap akibat perbedaan kecepatan aliran udara menghasilkan gaya angkat ke
atas yang dimanfaatkan untuk mengangkat pesawat terbang.
Untuk memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik, maka
mereka diajak untuk membuat alat secara langsung yang menerapkan konsep
gaya angkat ke atas tersebut. Membuat pesawat terbang tentu sangatlah sulit
dan butuh waktu. Oleh karena itu, penulis mengajak peserta didik untuk
membuat layang-layang mainan.
C. Pembahasan dan Solusi

a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah


Sekolah tempat penulis mengabdikan diri sebagai pendidik adalah SMA
Bina Mulia yang berlokasi di kota Pontianak, ibu kota dari provinsi
Kalimantan Barat. Sebagai sekolah yang lokasinya di area pusat kota,
sebagian besar peserta didik berasal dari lingkungan yang kurang mengenal

permainan-permainan tradisional. Sebagai contoh, ketika ditanyakan apakah

94
mereka pernah bermain layang-layang, hampir semuanya menjawab tidak
pernah. Bermain layang-layang saja tidak pernah, apalagi membuat layang-
layang sendiri.
Dari hasil tanya jawab dengan peserta didik tersebut, penulis berinisiatif
mengajak peserta didik untuk belajar dengan konsep menyenangkan dengan
cara membuat layang-layang sendiri, menerbangkan, menjelaskan konsep
kerja layang-layang yang mereka buat dan menghubungkannya dengan
konsep gaya angkat ke atas. Hasil karya mereka nantinya juga dipamerkan
mading sekolah. Tujuannya agar pengalaman mereka ini juga bisa dibagikan
ilmunya ke kelas-kelas lain, memberikan apresiasi kepada hasil karya
mereka, dan menumbuhkan kepercayaan diri menulis.
Layang-layang adalah mainan sederhana yang kemampuan terbangnya
dapat dijelaskan dengan konsep gaya angkat ke atas. Gaya angkat ke atas
yang mengangkat layang-layang diperoleh dari perbedaan tekanan antara
bagian layang-layang yang menghadap ke atas dengan bagian layang-layang
yang menghadap ke bawah.
Ketika angin menerpa bagian bawah layang-layang, maka angin tersebut
akan tertahan sehingga tekanan angin di bagian atas layang-layang akan lebih
kecil. Akibat perbedaan tekanan tersebut, maka layang-layang akan tertekan
dari arah bawah ke atas.
Sumber: https://www.tes.com/lessons/c3iu2aoG6ejhsQ/how-do-kites-fly
Konsep kerja terbangnya layang-layang yang memanfaatkan perbedaan
tekanan antara dua sisi (atas dan bawah) untuk menghasilkan gaya angkat ke
atas sama seperti yang terjadi pada saya pesawat terbang, sehingga dengan
mempelajari konsep terbangnya layang-layang akan memberikan pemahaman
kepada peserta didik tentang aplikasi gaya angkat ke atas pada pesawat
terbang.

95
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Agar peserta didik memperoleh pengalaman yang lebih nyata, maka
mereka diminta untuk membuat sendiri layang-layangnya. Persiapan dimulai
dengan mengumumkan alat dan bahan yang diperlukan di blog penulis.
Diumumkan di blog agar peserta didik dapat melihat foto-foto alat dan
bahan yang dibutuhkan, sehingga menghemat waktu untuk menjelaskan di
kelas.
Berikut ini adalah alat dan bahan yang perlu disiapkan peserta didik.
1. Sapu lidi secukupnya (sebaiknya bawa satu ikat)
2. Kantong plastik besar tipis beberapa buah (Agar menarik, bawa yang
warnanya berbeda-beda)
3. Pisau dapur atau cutter
4. Kain lap atau serbet (PENTING)
5. Obat nyamuk bakar 1 buah
6. Korek api
7. Benang jahit, masing-masing minimal 1 gulung
8. Kaleng coca-cola atau sejenisnya, masing-masing 1 buah
9. Semangat untuk belajar dan menikmati tantangan (SANGAT PENTING)
(Sumber: https://thedreamclass.wordpress.com/2014/01/16/praktikum-
fisika-11-ipa-layang-layang)

96
Hampir semua peserta didik belum pernah membuat layang-layang
sendiri dan menerbangkannya. Oleh karena itu, penulis mengajarkan
langsung teknik pembuatan layang-layang sederhana.

Sumber: https://thedreamclass.wordpress.com
Dalam proses pembuatan ini, peserta didik diarahkan dan sambil
dipancing untuk memahami prinsip kerja pada layang-layang yang
memanfaatkan gaya angkat ke atas dengan menjelaskan bagian-bagian
dan penjelasan kenapa bagian tersebut dibuat seperti itu.

97
Dibagian akhir praktikum, peserta didik diajak untuk menerbangkan
sendiri layang-layang yang telah dibuat. Pengalaman ini diharapkan
memberi kesan yang mendalam bagi mereka bahwa fisika bukanlah
sesuatu yang menakutkan. Fisika adalah menyenangkan dan bermanfaat.

Sumber: https://thedreamclass.wordpress.com
Pasca praktikum, peserta didik diminta untuk membuat laporan praktikum
secara berkelompok dan karya tulis untuk dipamerkan di mading sekolah.
Penilaian dilakukan selama proses praktikum terkait dengan keaktifan

mereka. Penilaian juga dari hasil laporan beserta karya yang dipamerkan di
mading sekolah.
c. Hasil Yang Dicapai
Penilaian dilakukan dengan mengamati keaktifan peserta didik saat
praktikum dan laporan yang mereka buat secara berkelompok. Hasil yang
diperoleh dari praktikum layang-layang dijadikan pertanyaan dalam ulangan

98
harian. Hasil ulangan harian untuk materi ini sangat memuaskan karena
hampir semua peserta didik dapat menjelaskan dengan baik aplikasi konsep
gaya angkat ke atas yang terjadi pada layang-layang dan juga pesawat
terbang.
Untuk perhitungan besar gaya angkat ke atas, peserta didik ditekankan
untuk tidak sekedar menghapalkan rumus, tetapi memahami rumus tersebut.
Praktikum yang dilakukan tujuannya agar mereka lebih memahami makna
variabel-variabel dalam rumus yang akan mereka gunakan. Hasilnya juga
memuaskan. Sebagian besar peserta didik dapat menyelesaikan soal-soal
perhitungan besar gaya angkat ke atas pada pesawat terbang.
Hal penting yang diharapkan dari praktikum ini adalah membuat peserta
didik bersenang-senang dalam belajar fisika dan menyukainya. Hal ini
tercapai karena saat praktikum, kecerian sungguh-sungguh muncul dari wajah
mereka dan mereka juga mempertanyakan, untuk materi selanjutnya
aplikasinya apa untuk kehidupan manusia. Peserta didik juga berinisiatif
mengajak dan memberikan ide-ide yang bisa dilakukan untuk pertemuan
berikutnya. Hal ini juga memberikan kesan yang positif bagi penulis untuk
lebih kreatif dan termotivasi memberikan pengajaran yang lebih baik dan
menyenangkan lagi bagi peserta didik.

Sumber: https://thedreamclass.wordpress.com
d. Kendala-Kendala Yang Dihadapi

99
Kendala-kendala yang dihadapi:
1. Untuk melakukan praktik membuat layang-layang sampai ke usaha
menerbangkan layang-layang, membutuhkan waktu belajar yang cukup
panjang. Untuk mengatasi kendala ini, maka dilakukan koordinasi dengan
guru mata pelajaran pada jam pelajaran sebelumnya agar dapat dipakai
jam belajarnya untuk keperluan praktik fisika. Di pertemuan berikutnya,
jam yang telah diambil akan dikembalikan kepada guru yang
bersangkutan dengan mengambil jam pelajaran fisika, sehingga tidak
merugikan peserta didik dan guru mata pelajaran lain yang terpakai jam
pelajarannya.
2. Peserta didik sebagian besar belum pernah membuat layang-layang
sendiri, apalagi menerbangkannya, sehingga butuh waktu untuk
mengajari cara membuat layang-layang sederhana yang baik dan cara
menerbangkannya. Dalam praktiknya, proses pembuatan layang-layang
memberikan pemahaman yang baik kepada peserta didik tentang konsep
kerja layang-layang karena mereka menyusun sendiri bagian-bagian
layang-layang yang mereka buat. Pemahaman akan konsep fisika yang
diaplikasikan pada layang-layang tersebut akan lebih mudah dipahami,
berkesan, dan bertahan lama di ingatan mereka.

100
3. Bermain layang-layang memang mengasyikkan, tetapi dapat menjadi
berbahaya jika dilakukan di tempat yang tidak tepat dan menggunakan
alat yang dilarang. Untuk mencegah hal-hal yang dilarang pada
permainan layang-layang terjadi saat praktikum dilakukan, maka mainan
layang-layang yang dibuat adalah model layang-layang sederhana dari
kantong plastik dan lidi. Layang-layang diterbangkan dengan benang jahit
tipis dan ketinggian layang-layang dibatasi sejumlah panjang tali tersebut.
4. Proses pembuatan layang-layang membutuhkan alat yang tajam seperti
pisau untuk merapikan lidi yang digunakan sebagai rangka layang-layang.
Kecelakaan saat praktikum bisa saja terjadi, misalnya teririsnya jari
perserta didik secara tidak sengaja. Untuk meminimalkan hal ini terjadi
maka peserta didik sudah diberikan briefing terkait keselamatan kerja dan
pemantauan oleh guru dilakukan semaksimal mungkin. Untuk
mengantisipasi kondisi seandainya terjadi kecelakaan, maka obat dan
bahan UKS sudah dikoordinasikan dengan UKS sekolah untuk dibawah
ke lantai 6.
Sumber: https://thedreamclass.wordpress.com
e. Faktor-Faktor Pendukung

101
Faktor-faktor pendukung yang penulis peroleh dalam melaksanakan
praktik implementasi konsep gaya ke atas pada permainan layang-layang ini
antara lain:
1. Dukungan guru mata pelajaran lain yang bersedia jam mengajarnya
ditukar (diswitchkan ke pertemuan berikutnya).
2. Kondisi bangunan sekolah yang memiliki lapangan terbuka di lantai 6,
sehingga diperoleh kondisi angin yang cukup stabil untuk menerbangkan
layang-layang.
3. Tersedianya mading di sekolah untuk menampilkan kreatifitas peserta
didik, sehingga karya dan laporan peserta didik yang disusun dalam
bentuk cerita dapat dipamerkan di mading sekolah.
4. Peserta didik sebagian besar belum punya pengalaman membuat dan
bermain layang-layang, sehingga hal ini menjadi daya tarik bagi mereka.
f. Alternatif Pengembangan
Kegiatan praktikum yang penulis lakukan untuk mengaplikasikan
gaya angkat ke atas merupakan sub materi fluida dinamis. Fluida dinamis
merupakan materi yang menarik untuk dipraktikkan. Praktikum layang-
layang yang penulis lakukan masih dalam bentuk layang-layang
sederhana karena keterbatasan waktu.

Pengembangan lain yang dapat dilakukan misalnya membuat layang-


layang dengan model yang berbeda dan membuat analisa perbandingan
gaya angkat ke atas yang dihasilkan, memberikan ekor pada bagian
layang-layang dan dianalisa perbedaan keseimbangan pada layang-
layang.

D. Kesimpulan dan Harapan

102
Daya tarik fisika perlu diperkenalkan kepada peserta didik dengan
tepat. Kegiatan praktikum yang mengaplikasikan konsep fisika
memberikan daya tarik bagi peserta didik untuk belajar fisika. Praktikum
layang-layang mengajak peserta didik terlibat dari proses awal pembuatan
sampai kepada pameran hasil karya mereka di mading sekolah.
Praktikum layang-layang memberikan pengalaman belajar yang
menyenangkan bagi peserta didik dalam belajar fisika. Mempelajari
konsep fisika bisa dilakukan dengan mengajak peserta didik menjalani
proses langsung aplikasi konsep tersebut agar mereka lebih merasakan
manfaat ilmu yang mereka pelajari dan memberikan dampak kecintaan
terhadap ilmu tersebut.
Pembelajaran fisika perlu disajikan dengan baik sehingga peserta
didik mengenal fisika sebagai ilmu yang memberikan kesenangan dalam
mempelajarinya. Guru sebagai pendidik, diharapkan untuk selalu
berinovasi, menggunakan cara-cara yang menarik minat peserta didik.

Praktikum layang-layang yang dilakukan dapat dikembangkan lagi lebih


lanjut, misalnya dengan melakukan analisa perbedaan gaya angkat yang
dihasilkan dengan model layang-layang yang berbeda. Praktikum ini juga
dapat dikaitkan dengan materi keseimbangan, misalnya ketika layang-layang
diberi ekor, maka apa yang terjadi pada layang-layang saat diterbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Dipetik Juli 15, 2017, dari


https://www.tes.com/lessons/c3iu2aoG6ejhsQ/how-do-kites-fly

Eddy, S. (t.thn.). Dipetik Juli 15, 2017,


darihttps://thedreamclass.wordpress.com

103
DENGAN ANALISIS VIDEO TRACKER, KONSEP GERAK DALAM
FISIKA MENJADI LEBIH MUDAH DIPAHAMI

Supriyadi
SMA Dwiwarna Bogor, Jawa Barat

A. Pengantar
Alhamdulillaahirobbil’alamiin, segala puji dan syukur kehadiat Allah
Subhanahu wa ta‘ala yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang merupakan
pengalaman terbaik selama menjadi Guru Fisika di SMA Dwiwarna.
Penulisan karya tulis ilmiah Best Practice ini dilakukan dalam rangka
mengikuti Olimpiade Guru Nasional yang diselenggarakan oleh Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Menengah guna memotivasi guru dalam

104
meningkatkan proses pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan
mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Nugrahantoro Yudo, M.Sc, selaku Kepala SMA Dwiwarna, Dra. Retno
Anggarini, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, yang telah
memberi saran, bimbingan, tenaga dan pikiran serta kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti Olimpiade Guru Nasional.
2. Rekan-rekan Guru dan semua sivitas yang telah membantu, memberi
saran dan masukan guna meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran.
3. Siswa dan Siswi SMA Dwiwarna yang dengan serius dan tetap semangat
mengikuti pembelajaran di lingkungan SMA Dwiwarna.
Akhirnya hanya kepada Allah kita kembalikan semua urusan. Semoga
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
SMA Dwiwarna adalah sekolah berasrama yang didirikan untuk
menjawab tantangan pendidikan di era globalisasi. Masa di mana tidak ada
keterbatasan dalam memperoleh informasi, arus produk barang dan jasa tidak
mengenal batas negara, dan persaingan masyarakat di usia produktif semakin
ketat. Masa ini memerlukan generasi yang cerdas dan kreatif. Di sinilah,
SMA Dwiwarna mengambil peran sebagai pencetak generasi masa depan.
SMA Dwiwarna menerapkan pembelajaran Fisika sesuai kurikulum 2013.
Pembelajaran yang dilakukan berpusat pada siswa dengan menggunakan
pendekatan saintifik. Tujuan dari pembelajaran ini adalah menghasilkan
pengetahuan dan keterampilan langsung. Selain itu, pembelajaran bertujuan
agar siswa memiliki kompetensi kerja ilmiah, di antaranya mampu

105
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan
variabel, merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan
mengolah data, menarik kesimpulan, serta berkomunikasi secara lisan dan
tertulis. Selama pembelajaran berlangsung ditumbuhkan kompetensi sikap
spiritual dan sikap sosial.
Keberhasilan pembelajaran fisika di sekolah harus mampu menghan-
tarkan siswa memiliki kemampuan abad 21, di antaranya berpikir kritis,
kreatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi. Semua sarana dan
prasarana yang ada di lingkungan sekolah dimanfaatkan untuk meraih tujuan
ini. Termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang
berkembang sangat pesat. Siswa juga diharapkan terampil menggunakannya.
Dampak positifnya adalah siswa mampu mengembangkan semua potensi
yang dimilikinya.
Berdasarkan observasi, siswa di SMA Dwiwarna memiliki
kecenderungan umum yang mengukur prestasi terbatas pada kemampuan
menerapkan pengetahuan dalam menyelesaikan soal-soal yang bersifat
kognitif. Target utama siswa selama mengikuti pendidikan di SMA
Dwiwarna adalah memiliki nilai akademik yang tinggi agar mudah diterima
di perguruan tinggi favorit.
Keinginan siswa yang besar untuk meraih cita-citanya tidak diiringi
dengan semangat dan usahanya untuk belajar. Siswa beranggapan bahwa
kegiatan pembelajaran hanyalah proses yang berulang. Belajar, kemudian
mengerjakan tugas dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi, dilaluinya hanya
sebagai rutinitas yang tak bermakna. Hal ini menyebabkan siswa sulit
memahami dan mengingat materi pelajaran sehingga berdampak pada
penguasaan materi yang rendah.

106
Pembelajaran pada materi Gerak Lurus bertujuan agar siswa mampu
menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus. Di materi ini, siswa
dituntut agar memiliki kemampuan menyajikan data dan grafik hasil
percobaan gerak benda untuk menyelidiki karakteristik gerak lurus dan
makna fisisnya. Keterbatasan alat ukur yang ada dan rendahnya keakuratan
data yang dihasilkan dapat menjadi kendala dalam proses pembelajaran
sehingga siswa juga mengalami kesulitan untuk memahami konsep tentang
gerak lurus. Padahal, penguasaan materi ini sangat diperlukan sebagai
prasyarat untuk mempelajari materi Gerak Parabola, Gerak Melingkar, dan
beberapa materi selanjutnya. Kendala yang muncul membuat siswa
memandang Fisika sebagai pelajaran yang sulit dan tidak termotivasi untuk
belajar Fisika lebih lanjut.
b. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan, dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Sulitnya siswa memahami konsep gerak dalam Fisika sehingga
penguasaan materi rendah.
2. Daya ingat siswa terhadap materi pembelajaran rendah. Siswa mengikuti
pembelajaran Fisika sebagai rutinitas yang tak bermakna. Materi yang
disampaikan sulit diingat dalam waktu yang lama.
3. Siswa tidak memiliki ketertarikan pada materi-materi Fisika. Siswa
mengikuti pembelajaran hanya sebatas prasyarat mendapatkan nilai
akademik. Hal ini akan mempengaruhi motivasi siswa untuk mengikuti
pembelajaran selanjutnya.
4. Siswa mudah menyerah saat menghadapi tantangan yang baru, di
antaranya menyelesaikan soal-soal yang memerlukan keterampilan

107
berpikir tingkat tinggi. Hal ini menyebabkan siswa sulit mengembangkan
potensinya, termasuk kemampuan berpikir dan keterampilan.
c. Strategi Pemecahan Masalah
Semua permasalahan yang ada harus segera diatasi. Guru perlu membuat
strategi pembelajaran yang berdampak pada tingkat penguasaan materi
tentang gerak benda. Persiapan pembelajaran dapat dilakukan dengan
menekankan budaya literasi pada siswa untuk membaca materi pelajaran atau
artikel yang berkaitan tentang gerak benda sebagai persiapan belajar.
Selanjutnya, demonstrasi sederhana tentang fenomena gerak benda dapat
dilakukan sebagai pendahuluan untuk menambah ketertarikan siswa pada
pelajaran Fisika.
Gerak benda adalah fenomena yang terlihat maka fakta ini bisa di
rekam, termasuk mendapatkan besaran fisika dari analisis video
menggunakan perangkat lunak Tracker. Perangkat lunak ini dapat dijadikan
sebagai alat bantu belajar bagi siswa. Siswa dapat bereksplorasi menemukan
sumber belajarnya sendiri dengan mencari benda bergerak disekitarnya,
merekam dengan kamera, dan menganalisis rekaman video dari gerak benda
menggunakan perangkat lunak Tracker. Siswa dapat berkolaborasi dengan
teman sekelas dan melakukan konfirmasi untuk menyimpulkan dan
menyajikan sebuah konsep yang utuh tentang gerak benda.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Persiapan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa akan berdampak


positif pada proses pembelajaran. Siswa akan lebih siap menerima materi
pembelajaran. Guru juga mampu membuat strategi pembelajaran yang
berdampak pada tingkat penguasaan materi dan prestasi siswa.

108
Membuka wawasan dengan fakta, melakukan pengukuran besaran
dari fakta tersebut dan mengasosiasinya untuk membangun sebuah konsep
adalah hal yang sangat diperlukan pada proses pembelajaran tentang gerak.
Apalagi, siswa dapat terlibat langsung di dalamnya menggunakan perangkat
lunak Tracker untuk menganalisis video dari benda yang bergerak. Siswa
yang menggunakan perangkat lunak Tracker selama pembelajaran
kompetensinya dapat berkembang dan pengetahuannya dapat meningkat
lebih baik bila dibandingkan dengan sekelompok siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan metode tradisional. Analisis video membantu siswa
untuk memahami prinsip-prinsip ilmu pengetahuan alam lebih dalam dan
mengembangkan keterampilan abstraksi dan proyeksi (Hockicko, 2012).
Siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan
mengomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis.
Aktivitas ini akan berkesan bagi siswa dan hasil dari konsep yang dibangun
akan memunculkan kepercayaan diri untuk mengaplikasikan pemahamannya
di kehidupan sehari-hari.
Penggunaan perangkat lunak Tracker meningkatkatkan pengalaman
pembelajaran fisika di atas penyelesaian soal teks dan demonstrasi
tradisional. Siswa mudah mendapatkan bahan dan melakukan eksperimennya
sendiri di luar jam pelajaran dengan hasil data yang akurat. Ini hanyalah
sebagian kecil alat yang memungkinkan siswa meningkatkan ketertarikannya
di bidang fisika dan sains di luar batas kelas dan sekolah.
b. Implementasi Strategi Pemecahann Masalah
Topik awal tentang gerak di kelas X bertujuan agar siswa mampu
menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan
konstan dan gerak lurus dengan percepatan konstan berikut penerapannya

109
dalam kehidupan sehari-hari misalnya keselamatan lalu lintas. Tujuan ini
disampaikan kepada siswa di awal pembelajaran. Materi dan model
penilaiannya juga perlu disampaikan di awal. Kesemuanya tersedia dalam
bentuk media cetak atau pun berbasis web sehingga siswa memiliki
kebebasan dalam menyiapkan proses belajar. Persiapan sebelum belajar akan
memudahkan siswa mengikuti pembelajaran tentang gerak.

Gambar 2.1 Tampilan web materi pembelajaran


Aktivitas pembelajaran diawali dengan demonstrasi tentang gerak.
Lalu siswa di beri kebebasan menganalisis fakta yang ada untuk membangun
konsep tentang gerak. Siswa mengambil data pengukuran untuk mendukung
pernyataannya tentang konsep gerak dengan merekam fenomena gerak
benda.
Gambar 2.2 Gerak lurus benda melintasi track.

110
Siswa juga bisa mengambil data di luar jam belajar.

Gambar 2.3 Siswa mengambil data di luar jam belajar (a) gerak jatuh
bebas dan (b) gerak parabola
Data rekaman video tentang gerak benda di analisis menggunakan
perangkat lunak Tracker. Perangkat lunak ini juga bisa digunakan untuk
menganalis berbagai video tentang fenomena alam yang berkaitan dengan
topik gerak. Dari analisis video tersebut siswa dapat memperoleh sekumpulan
data yang tersaji dalam bentuk grafik dan Tabel. Berikut contoh hasil analisis
video gerak parabola.

Gambar 2.4 Tampilan hasil analisis video gerak parabola

111
Data yang ditampilkan sebagai grafik dan tabel dianalisis siswa untuk
menemukan karakteristik gerak. Pada contoh ini adalah gerak parabola. Hasil
ini sudah memperlihatkan kompetensi siswa untuk menyajikan data dan
grafik hasil percobaan gerak benda untuk menyelidiki karakteristik gerak.
Selanjutnya, siswa akan menemukan makna fisisnya dengan mudah.
c. Hasil yang Dicapai
Pembelajaran pada materi tentang gerak memanfaatkan data hasil
analisis video Tracker membuat siswa lebih mudah memahami konsep gerak
dalam Fisika. Pengalaman siswa belajar dan terlibat dalam proses kerja
ilmiah di dalamnya membuat aktivitasnya lebih bermakna dengan
pemahaman konsep gerak yang sulit terlupakan. Potensi ini akan memotivasi
dirinya dan menambah kepercayaan diri dalam mengikuti pembelajaran
selanjutnya.
Siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya saat meng-
hadapi tantangan yang baru. Kemampuan menganalisis data dan menemukan
makna fisis dari setiap fenomena fisika akan melatih kemampuan
berpikirnya. Siswa jadi lebih berani berinovasi dan berkreativitas dalam
menyelesaikan soal yang memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi
atau menghadapi permasalahan yang baru. Indikator yang utama adalah,
secara tidak langsung, ada peningkatan nilai ujian Nasional pelajaran Fisika.
d. Kendala-Kendala yang Dihadapi
Pada pelaksanaannya, ada beberapa kendala dalam memanfaatkan
perangkat lunak Tracker sebagai alat bantu dalam pembelajaran dengan tema
gerak di Fisika. Di antaranya sebagai berikut.

112
1. Posisi gerakan benda harus pararel dengan bidang kamera. Jadi,
perangkat lunak ini tidak memungkinkan menganalisis gerak benda yang
arahnya menjauhi dan mendekati pengamat.
2. Pencahayaan obyek benda yang akan dianalisis harus cukup memadai
sesuai dengan kemampuan kamera merekam video. Warna benda juga
harus kontras dengan latar belakang agar data yang dihasilkan akurat
sehingga proses pengolahan data menjadi efektif.
e. Faktor-Faktor Pendukung
SMA dwiwarna sudah memiliki beberapa infrastruktur yang mendukung
proses pembelajaran dengan materi gerak, meliputi tersedianya komputer dan
jaringan internet. Adanya Asrama juga memungkinkan siswa untuk tinggal di
sekolah. Jadi, siswa punya waktu yang lebih banyak untuk mempersiapkan
dan mengikuti proses pembelajaran serta memiliki fleksibilitas waktu untuk
mengulang kembali pelajaran.
f. Alternatif Pengembangan
Kegiatan pembelajaran tentang konsep gerak dalam Fisika dapat
diperkaya sesuai dengan sumber daya yang ada di daerah/sekolah siswa.
Pembelajaran dapat dikaitkan dengan objek dan fenomena yang terjadi di
lingkungan terdekat. Selain itu dapat dikaitkan dengan konteks global
misalnya perubahan iklim, pemanasan global, sumberdaya energi dan energi
alternatif, serta perkembangan teknologi digital.
Sesuai dengan perkembangan teknologi, maka dalam pembelajaran
seyogianya juga dapat mengakses kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi sebagai sarana, sumber belajar maupun alat pembelajaran
misalnya industri teknologi informasi. Saat ini, sudah tersedia sensor gerak
yang mampu mendeteksi posisi, percepatan, dan putaran benda. Sensor ini
dapat ditempelkan pada benda yang akan diamati. Data yang dihasilkan dapat

113
diolah langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan
menampilkan grafik atau tabel. Kondisi dan keadaan gerak benda dapat
terpantau langsung
Pemanfaatan buku teks pelajaran tetap diperlukan untuk merangsang
minat baca dan meningkatkan kreativitas peserta didik. Lembar kerja siswa
(LKS) sedapat mungkin disusun oleh guru yang memberi peluang kreativitas
peserta didik terlibat dalam merancang prosedur kegiatan.
D. Kesimpulan dan Harapan

Sebagai pendidik kita harus senantiasa mencari solusi dari setiap


masalah yang dihadapi, terutama bagaimana meningkatkan pemahaman atau
kemampuan daya serap siswa terhadap materi yang dipelajari. Cara terbaik
adalah mendesain pembelajaran yang inovatif, menarik dan merangsang indra
penglihatan, pendengaran, bahkan siswa dapat memperoleh pengalaman
sendiri dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan sains. Termasuk
bagaimana mengolah dan mengasosiasi data untuk membangun sebuah
konsep atau makna fisis dari fenomena fisika yang Ia alami.
Pemanfaatan perangkat lunak Tracker untuk menganalisis video
tentang fenomena gerak membuat pembelajaran menjadi efektif. Siswa bisa
langsung mendapatkan data. Keakuratan data yang dihasilkan dapat
mempertajam analisis siswa terhadap karakteristik gerak benda. Dan yang
terpenting adalah siswa mengerti dan lebih mudah memahami materi yang
kita ajarkan, bukan sekedar menghafalnya. Dengan demikian, pemahaman ini
akan terbangun kuat dalam benaknya.
Pemanfaatan perangkat lunak Tracker dalam pembelajaran ini bisa
meningkatkan kemampuan daya serap siswa. Ketertarikan siswa akan
pelajaran Fisika juga bisa semakin meningkat di masa mendatang dan secara
tidak langsung dapat meningkatkan prestasi siswa dalam Ujian Nasional.

114
Keberhasilan proses pembelajaran perlu persiapan dan dukungan
pihak-pihak terkait.
1. Guru yang mengampu mata pelajaran Fisika harus selalu berinovasi dan
belajar memanfaatkan potensi dan sarana terbaik yang ada di lingkungan
sekolah. Termasuk di antaranya pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi.
2. Penyelenggara pendidikan sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai agar proses pembelajaran dapat berjalan optimal.
Ketersediaan internet dapat mempermudah ketersediaan informasi dan
kemutakhiran data guna mempercepat peningkatan kualitas pendidikan
nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Douglas Brown dan Wolfgang Christian, “Tracker”. 2012 di unduh dari


http://www.opensourcephysics.org

Hockicko, P. (2012). Attractiveness of learning physics by Means of Video


Analysis and Modeling Tools. Physics and Engineering, 23, 26.

Hockicko, P., Krišt′ ák, L. U., & Němec, M. (2015). Development of


students’ conceptual thinking by means of video analysis and interactive
simulations at technical universities. European Journal of Engineering
Education, 40(2), 145-166.

115
Kemendikbud. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah

PEMBINAAN OLIMPIADE FISIKA SISWA SMA NEGERI 3


PEMATANGSIANTAR UNTUK PERSIAPAN MENGIKUTI
OLIMPIADE SAINS NASIONAL TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Monang Hutapea, S. Pd, M.M


SMA Negeri 3 Pematangsiantar, Sumatera Utara

A. Pengantar
Puji dan syukur sudah sepantasnya kita ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya terutama untuk
penulis dalam menyelesaikan Best Practice yang berjudul : “PEMBINAAN
OLIMPIADE FISIKA SISWA SMA NEGERI 3 PEMATANGSIANTAR

116
UNTUK PERSIAPAN MENGIKUTI OLIMPIADE SAINS NASIONAL
TINGKAT KABUPATEN/KOTA”.
Best Practice ini disusun sebagai upaya meningkatkan proses pembinaan
siswa-siswi yang akan mengikuti seleksi Olimpiade Sains Kabupaten/Kota
dari SMA Negeri 3 Pematangsiantar dan salah satu syarat mengikuti final
Olimpiade Guru Nasional 2017 di Yogyakarta tanggal 18 – 21 Juli 2017.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan Best Practice ini. Ucapan terima
kasih penulis ucapkan secara khusus kepada :
1. Bapak Drs. Hinsa Simatupang selaku Kepala SMA Negeri 3
Pematangsiantar yang telah memberi masukan, motivasi dan
memfasilitasi penulis.
2. Keluarga besar LBB SSC Pematangsiantar yang telah memberikan
semangat dan dorongan kepada penulis
3. Rekan-rekan sesama guru dan keluarga besar SMA Negeri 3
Pematangsiantar yang telah memberikan dukungan moril dan materi
kepada penulis
4. Isteri dan anak-anak penulis yang telah memberikan semangat dan
motivasi
Penulis menyadari bahwa Best Practice ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan oleh penulis demi perbaikan dan kesempurnaan Best Practice ini
di masa yang akan datang.

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah

117
Olimpiade Sains Nasional adalah ajang berkompetisi dalam bidang sains
bagi para siswa pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Siswa yang mengikuti
Olimpiade Sains Nasional adalah siswa yang telah lolos seleksi
tingkat kabupaten/kota dan propinsi dan karenanya adalah siswa-siswa
terbaik dari propinsinya masing-masing.
Olimpiade Sains Nasional diadakan sekali dalam satu tahun di kota yang
berbeda-beda. Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian
seleksi untuk mendapatkan siswa-siswi terbaik dari seluruh Indonesia yang
akan dibimbing lebih lanjut oleh tim bidang kompetisi masing-masing dan
akan diikutsertakan pada olimpiade-olimpiade tingkat internasional
(Wilkipedia).
Berdasarkan webster new collegiate dictionary, sains adalah
“pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau
“pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum
alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode
ilmiah.Pengertian sains juga merujuk kepada susunan pengetahuan yang
orang dapatkan melalui metode tersebut.
Dengan melihat hal tersebut diatas, maka penyelenggaraan Olimpiade
Sains Nasional (OSN) bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dirasakan sangat penting. OSN dilaksanakan sebagai sarana untuk mengasah
dan menguji bakat, minat, serta kemampuan peserta didik dari seluruh
wilayah tanah air. Salah satu program Direktorat pembinaan Sekolah
Menengah atas (SMA), Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah,
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017 adalah melaksanakan
Olimpiade Sains nasional (OSn) yang terdiri atas 9 (Sembilan) bidang
keilmuan, yaitu : Matematika, Fisika, Kimia, Informatika/Komputer, Biologi,
astronomi, ekonomi, Kebumian, dan geografi.

118
Tujuan pelaksanaan OSN adalah untuk memfasilitasi dan memotivasi
siswa yang mempunyai bakat di bidang sains, sehingga para siswa dapat
meningkatkan kemampuan mereka sesuai dengan bidang ilmu yang
diminatinya dan menjaring siswa calon peserta Olimpiade Sains tingkat
Internasional. Kegiatan ini juga sekaligus dapat membentuk sikap/karakter
siswa yang jujur, disiplin, sportif, kreatif, serta menjalin persahabatan dan
berbagi pengalaman (sharing) antarsesama siswa sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagai upaya memberikan ruang bagi kreativitas dan potensi siswa di
bidang sains, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Dinas
Pendidikan Provinsi Riau, praktisi pendidikan, dan kalangan masyarakat
profesi, menyelenggarakan Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun 2017,
yaitu suatu aktivitas yang mewadahi berbagai kegiatan sains serta mampu
mengangkat potensi yang dimiliki siswa hingga dapat memberikan prestasi
dan kebanggaan bagi dunia pendidikan khususnya, dan bangsa Indonesia
pada umumnya.
Atas adanya Juknis dari Departemen Pendidikan Nasional tentang
penyelenggaraan OSN, maka SMA Negeri 3 Pematangsiantar melakukan
pelatihan dan pembinaan terhadap siswa-siswinya yang berminat terhadap
berbagai bidang studi yang diperlombakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
dan dananya dialokasikan dari Dana BOS.

a. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah yang
dijumpai penulis dalam pelatihan dan pembinaan terhadap siswa-siswi
menyongsong OSK dapat dirumuskan sebagai berikut :

119
1. Bagaimana menumbuhkan minat siswa-siswi untuk mengikuti pelatihan
dan pembinaan OSK
2. Bagaimana menciptakan siswa-siswi yang berpotensi untuk dapat
megerjakan soal-soal yang akan diujikan dalam OSK
b. Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih
Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dalam proses pelatihan
dan pembinaan siswa-siswi untuk menyongsong OSK harus dilakukan
pelatihan dan pembinaan secara intensive dengan melakukan pengajaran
pelatihan yang menarik, pembahasan soal-soal OSK yang sudah pernah
diujikan dan mencoba memprediksi bentuk-bentuk soal yang akan diujikan
berdasarkan soal-soal yang ada.
Soal-soal yang akan dipelajari dan dibahas penulis peroleh dari media
internet dan buku.
Proses pelatihan dan pembinaan yang dilakukan oleh penulis kepada
siswa-siswi yang akan dipersiapkan untuk mengikuti seleksi OSK dimulai
dengan pencarian siswa-siswi yang mempunyai potensi dengan cara
mendatangi kelas-kelas X dan XI jurusan IPA, kemudian penulis selaku
Pembina OSK mengambil langkah dengan berdiskusi dan meminta masukan
dari rekan-rekan guru yang mengajar di kelas X dan XI IPA.
2. Penjelasan tahapan operasional pelaksanaannya
1. Pemilihan siswa-siswi yang akan dilatih dan dibina
Siswa-siswi yang akan dibina dan dilatih dipilih berdasarkan masukan dari
guru-guru yang mengajar di kelas XI IPA. Dan diperoleh tiga orang siswa-
siswi yang kesemuanya berasal dari kelas XI IPA.
2. Pelatihan dan Pembinaan

120
Pelatihan dan pembinaan dilakukan secara rutin setiap minggunya sekali
pertemuan. Hari pelatihan dan pembinaan disepakati hari Selasa, pukul 15.00
WIB – 17.00 WIB.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pemecahan masalah yang dilakukan penulis pada program
pembinaan dan pelatihan adalah dilakukannya pembahasan soal-soal OSK
yang sudah pernah diujikan dengan terlebih dahulu mengajarkan topik yang
sesuai dengan soal yang akan dibahas. Pembelajaran akan topik yang sesuai
dengan soal yang akan dibahas diharapkan membantu siswa-siswi dalam
mengerjakan soal-soal OSK begitu juga soal-soal OSK yang akan diujikan.
Pada saat pembinaan dan pelatihan juga diberikan trik-trik khusus untuk
menjawab soal-soal, menceritakan pengalaman-pengalaman penulis dalam
mengikuti perlombaan-perlombaan antar guru-guru fisika baik yang bersifat
pribadi maupun atas nama sekolah.
Pembahasan soal-soal yang sudah pernah diujikan bertujuan untuk
menambah wawasan siswa-siswi yang akan dipersiapkan untuk mengikuti
OSK. Karena selama ini penulis hanya memberikan teori-teori ilmu fisika,
contoh-contoh soal yang berkaitan, maupun soal-soal aplikasi tanpa
membahas soal-soal OSK yang sudah pernah diujikan. Atas permintaan dan
saran dari salah seorang peserta yang sewaktu di kelas X sudah ikut dalam
pelatihan dan pembinaan, maka penulis mengubah cara pelatihan dan
pembinaan.
Pembahasan soal-soal OSK yang sudah pernah diujikan juga
dievaluasi berdasarkan kunci jawaban yang diberikan oleh Panitia OSK. Dan
penulis juga tidak memaksakan kemampuan penulis menjawab soal-soal jika
penulis tidak memahami soal tersebut. Penulis akan berupaya terlebih dahulu

121
mencari alternatif pemecahan masalah dari buku-buku pegangan yang
dimiliki oleh penulis seperti Fisika Dasar Edisi 7, Halliday-Resnick-Walker;
Buku Fisika SMA; maupun buku soal-soal olimpiade. Dan jika penulis
terbentur dalam pemecahan masalah, barulah penulis menanyakan kepada
guru-guru fisika lain atau dari sumber internet.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Pelaksanaan program pelatihan dan pembinaan siswa-siswi calon
peserta OSK menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran yang sesuai dengan
kurikulum ataupun silabus pada pelajaran fisika, seperti :
 Penjumlahan dan perkalian vektor
 Besaran dan satuan
 Analisa dimensi
 Gerak lurus
 Gerak parabola
 Gerak melingkar
 Hukum Newton
 Gaya normal dan gaya gesek
 Usaha, energi dan daya
 Energi potensial dan daya konservatif
 Momentum linier dan Impuls
 Tumbukan dan momentum tumbukan
 Momen Inersia
 Energi kinetik rotasi
 Kesetimbangan benda tegar
 Impuls dan momentum impuls
 Osilasi

122
Selanjutnya untuk proses pembelajaran kepada para siswa calon peserta
OSK diberikan materi-materi yang disesuaikan dengan tingkatan
pengetahuan yang sudah mereka terima sejak kelas X barulah memberikan
materi-materi yang belum mereka terima di kelas X dan XI. Proses pelatihan
dan pembinaan ini dilakukan penulis dari sekitar sebulan sejak masuk sekolah
sampai menjelang pelaksanaan OSK. Proses pelatihan dan pembinaan
berlangsung di sekolah setelah proses belajar mengajar selesai karena
program ini merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang dibiayai oleh dana
BOS.
c. Hasil yang Dicapai
Belajar sangat dibutuhkan adanya aktivitas, dikarenakan tanpa adanya
aktivitas proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Pada proses
aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek peserta didik, baik
jasmani maupun rohani sehingga perubahan perilakunya dapat berubah
dengan cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif
afektif maupun psikomotor (Nanang Hanafiah, 2010 : 23). Aktivitas belajar
adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam proses belajar
kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Lebih lanjut lagi piaget
menerangkan dalam buku Sardiman bahwa jika seorang anak berfikir tanpa
berbuat sesuatu, berarti anak itu tidak berfikir (Sardiman, 2011 : 1000).
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2010:24) menjelaskan bahwa
aktivitas belajar dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi peserta
didik, berupa hal-hal berikut ini:
1. Peserta didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai
wujud adanya motivasi internal untuk belajar sejati.
2. Peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang
dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral.

123
3. Peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya.
4. Menumbuh kembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang
demokratis di kalangan peserta didik.
5. Pembelajaran dilaksanakan secara konkret sehingga dapat menumbuh
kembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan
terjadinya verbalisme.
6. Menumbuh kembangkan sikap kooperatif dikalangan peserta didik
sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan dan serasi dengan kehidupan di
masyarakat di sekitarnya.
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap dan
keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja.
Dalam menjalani proses belajar mengajar, keaktifan peserta didik merupakan
faktor utama dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Selama proses pelatihan dan pembinaan peserta program untuk
mengikuti OSK siswa-siswi diajak untuk berkomunikasi secara aktif,
diberikan kesempatan bertanya, menjawab, dan berdiskusi mengenai topik
yang sedang dibahas. Para siswa secara aktif melakukan kegiatan
pembelajaran termasuk mencatat materi-materi yang sudah disampaikan.
Dalam kegiatan pembelajaran pada pelatihan dan pembinaan
olimpiade ini, para siswa aktif melakukan diskusi secara mandiri untuk lebih
memahami materi-materi dan soal-soal yang sudah pernah diujikan dalam
OSK. Siswa juga aktif mencari bahan-bahan yang relefan dari situs-situs
internet maupun lewat bahan-bahan bacaan.
Hasil yang dicapai penulis adalah bahwa pada pelaksanaan Olimpiade
Sains Kabupaten/Kota Pematangsiantar hampir setiap tahunnya dapat meraih
3 terbaik di bidang fisika untuk mengikuti kompetisi lanjutan di tingkat

124
provinsi Sumatera Utara. Dan sampai sejauh ini belum pernah meraih
peringkat untuk masuk ke tingkat Nasional, baru sebatas peringkat 7 (tujuh)
pada tingkat provinsi. Hal ini juga yang membuat penulis semakin
bersemangat dalam melaksanakan program pelatihan dan pembinaan siswa-
siswi untuk persiapan menghadapi Olimpiade Sains bidang studi fisika.
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Pada proses pelatihan dan pembinaan siswa-siswi SMA Negeri 3
Pematangsiantar untuk persiapan mengahadapi OSK bidang studi fisika,
penulis mendapatkan beberapa kendala yaitu :
1. Kurangnya minat siswa-siswi SMA Negeri 3 Pematangsiantar untuk
mengikuti Olimpiade Sains terutama bidang studi fisika.
2. Kurangnya kemampuan siswa-siswi SMA Negeri 3 Pematangsiantar
untuk belajar fisika.
3. Kurangnya frekuensi program pelatihan untuk persiapan mengikuti OSK.
4. Keterbatasan penulis dalam menyelesaikan soal-soal OSK fisika
e. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung pada proses pelatihan dan pembinaan siswa-
siswi SMA Negeri 3 Pematangsiantar yang dipersiapkan untuk menghadapi
OSK bidang studi fisika secara umum adalah :
1. Adanya anggaran dana BOS dari pihak sekolah untuk membantu biaya
transportasi penulis selama program pelatihan.
2. Adanya kepercayaan pihak sekolah kepada penulis untuk menjadi
Pembina OSK bidang studi fisika di SMA Negeri 3 Pematangsiantar.
3. Adanya dorongan semangat dari teman-teman guru sejawat untuk
menjadi Pembina dan sekaligus pelatih OSK bidang studi fisika.
4. Adanya dorongan moril yang diperoleh penulis dengan terpilihnya
menjadi salah satu instruktur nasional pada program guru pembelajar.

125
Dimana dengan terpilihnya penulis sebagai salah satu instruktur nasional
membuat penulis semakin berusaha untuk meningkatkan kemampuan
penulis terutama dalam pemanfaatan fasilitas komputer, serta jaringan
internet.
f. Alternatif Pengembangan
Untuk memperoleh hasil yang lebih optimal pada program pelatihan dan
pembianaan siswa-siswi dalam mengikuti Olimpiade Sains tingkat
Kabupaten/Kota khususnya di Pematangsiantar, penulis mempunyai beberapa
alternatif pengembangan, diantaranya :
1. Melakukan penjaringan secara dini sehingga diperoleh calon peserta
program pelatihan OSK bidang fisika dari tingkatan kelas X dan XI IPA.
2. Mengadakan program diskusi dan tanya jawab kepada para peserta
program pelatihan pada saat pelatihan. Sehingga kemampuan
berkomunikasi dan saling share antar peserta semakin meningkat.
3. Menganjurkan dan menyarankan kepada para peserta program pelatihan
dan pembinaan untuk lebih rajin mencari sumber-sumber pembelajaran
dari luar, misalnya Internet, buku-buku fisika yang relevan.
D. Kesimpulan dan Harapan

Setelah dilakukannya program pelatihan dan pembinaan terhadap siswa-


siswi untuk persiapan menghadapi Olimpiade Sains tingkat Kabupaten/Kota
khususnya Pematangsiantar, penulis dapat membuat kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ajang OSK merupakan ajang ilmiah yang bergengsi dikalangan para
siswa. Hal ini terlihat dari banyaknya program-program pelatihan dan
pembinaan yang penulis jumpai baik dari media cetak maupun media
internet (seperti facebook, whatsap, telegram).

126
2. Para peserta didik khususnya di SMA Negeri 3 Pematangsiantar kurang
meminati pelajaran fisika. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat
partisipasi peserta didik untuk mengikuti seleksi program pembinaan dan
pelatihan. Namun inilah yang menjadi salah satu pemicu semangat
penulis untuk mengadakan program pelatihan dan pembinaan.
3. Kurangnya kemampuan para peserta didik dalam memahami konsep
dasar matematika. Hal ini terlihat dari kurangnya para peserta didik dalam
hitungan perkalian,pembagian,penambahan, dan penjumlahan selama
diadakannya program pelatihan dan pembinaan. Karena pengetahuan
dasar operasional matematika merupakan faktor utama dalam
mempelajari fisika.
4. Kurangnya perhatian Pihak Sekolah terhadap program pelatihan dan
pembinaan untuk persiapan menghadapi Olimpiade Sains
Kabupaten/Kota. Hal ini terlihat dari minimnya anggaran dana BOS
(Bantuan Operasional Sekolah) untuk menunjang kegiatan
ekstrakurikuler. Sehingga membuat penulis selaku pembina dan pelatih
kurang bersemangat dan terkadang mengeluarkan biaya dari pribadi untuk
menambah semangat para peserta program.
Setelah melakukan program pelatihan dan pembinaan terhadap siswa-
siswi khususnya di SMA Negeri 3 Pematangsiantar, penulis lewat karya Best
Practice ini mempunyai beberapa saran/rekomendasi, yaitu :
1. Perlunya peningkatan program pengajaran para pesereta didik di tingkat
dasar.
2. Perlu diadakannya program pelatihan dan pembinaan kepada para guru
untuk dapat membina dan melatih para peserta program pelatihan OSK
dengan lebih baik lagi.

127
Pihak sekolah dapat lebih menambah alokasi dana BOS untuk kegiatan
ekstrakurikuler. Sehingga para guru lebih bersemangat.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah,Nanang. Dan Cucu, Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.


PT Refika Aditama. Bandung.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pedoman Pelaksanaan OSN SMA.


Tahun 2017.

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN REACT UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSEP FISIKA DAN HASIL
BELAJAR SISWA

Tata Suharta, S.Si., M.Pd.


SMA Negeri 1 Maja, Lebak, Bnaten

A. Pengantar

128
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat, inayah dan kesempatan pada penulis sehingga dapat membuat Best
Practice ini sebagai salah satu persyaratan dalam kegiatan Olimpiade Guru
Nasional (OGN) Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI.

Best Practice ini berisi tentang Penerapan Model Pembelajaran


Kontekstual dengan strategi REACT untuk meningkatkan kemampuan konsep
fisika dan hasil belajar siswa. Diharapkan Best Practice ini dapat membawa
dampak positif dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dan memberikan nilai
tambah atau kemudahan dalam melaksanakan tugas di sekolah.

Dengan selesainya penulisan Best Practice ini penulis mengucapkan


terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
masukan dalam pembuatan Best Practice ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Best Practice ini masih banyak


kekurangan dan kelemahannya, untuk itu mohon saran dan kritik dari semua
pihak yang membaca tulisan ini. Akhir kata penulis berharap Best Practice
ini bermanfaat terutama bagi teman – teman guru Fisika dan pembaca
lainnya.

B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan (Kemdikbud) telah berupaya untuk meningkatkan mutu sumber
daya manusia (SDM), melalui peningkatan mutu pendidikan. Salah satu

129
upaya yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu
melalui penyempurnaan kurikulum pendidikan dari tahun ke tahun yang kini
telah menjadi kurikulum 2013. Penerapan dari kurikulum 2013 menuntut
pembelajaran yang berpusat kepada Siswa (student centered), bukan lagi
berpusat pada guru (teacher centered). Siswa diharapkan dapat lebih berpikir
kreatif dan berinovasi serta mampu mengembangkan ilmu yang telah
diberikan oleh guru. Namun, fenomena yang berkembang saat ini, siswa
hanya diberikan teori dan penugasan yang menjadikan mereka bosan dalam
kegiatan pembelajaran.
Pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan atau rumus matematis saja
tetapi lebih menuntut pemahaman dan penerapan konsep, sehinggga terjadi
pembelajaran yang bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika siswa
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. (Davtyan, 2014). Dengan
demikian dalam pembelajaran Fisika, siswa diharapkan dapat membangun
pengetahuannya sendiri dengan peran aktifnya dalam proses pembelajaran.
Saat ini minat siswa dalam mempelajari lebih dalam mata pelajaran
fisika masih sangat rendah. Fisika selalu menjadi pelajaran yang dianggap
sulit, membosankan, serta minat dan ketertarikan Siswa terhadap mata
pelajaran fisika itu masih kurang. Sehingga pada saat guru menyampaikan
materi pelajaran fisika di depan kelas, kebanyakan siswa tidak termotivasi
untuk mengikuti pelajaran, hal ini dapat mengakibatkan prestasi belajar siswa
menurun. Oleh karena itu penting menciptakan kondisi tertentu agar siswa
selalu termotivasi dalam pembelajaran. Hal ini tentunya dibutuhkan
kesungguhan bagi guru untuk memperkaya strategi pembelajaran yang
selama ini diberikan. Guru dituntut selalu kreatif dan inovatif dalam memilih
model pembelajaran dengan kondisi siswa.
b. Permasalahan

130
Penulis dapat mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan sebagai
berikut:

1. Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru saat ini kurang
kreatif. Metode ceramah yang sering digunakan menjadi salah satu
penyebab kurang optimalnya proses pembelajaran.
2. Proses pembelajaran selama ini masih terkesan hanya berpusat pada guru
(teacher centered) yang menganggap bahwa guru adalah satu-satunya
sumber ilmu utama. Siswa hanya menjadi pendengar pasif, sementara
guru yang mendominasi bertindak aktif dalam memberikan
pengetahuan/informasi.
3. Pembelajaran saat ini belum memberikan kesempatan pada siswa untuk
memperoleh pengetahuan tentang alat, metode dan prosedur, serta
penerapan pengetahuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah.
4. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan hasil belajar fisika

siswa.
Berdasarkan identifikasi tersebut dirumuskan permasalahan yaitu,“
Bagaimanakah kemampuan pemahaman konsep fisika dan hasil belajar siswa
melalui pembelajaran kontekstual dengan strategi pembelajaran REACT?”
c. Strategi Penyelesaian Masalah
Sebagai pemecahan permasalahan di atas, sebuah solusi yang dapat
diterapkan yaitu dengan memperbaiki proses pembelajaran. Untuk
pembelajaran yang menstimulasi kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik guru harus cerdas memilih model pembelajaran. Ada pun salah

131
satu model pembelajaran yang dapat diajukan yaitu model pembelajaran
kontekstual dengan strategi REACT di bawah yang menekankan
kebermaknaan belajar.
Strategi pemecahan masalah yang dipilih dalam best practice ini
adalah model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT, yang
memiliki lima tahapan pembelajaran yang penting meliputi: Relating
(menghubungkan), Experiencing (mengalami), Applying (menerapkan),
Cooperating (berkerja sama), dan Transferring (transfer ilmu).
Gambar 1. Siklus strategi REACT ( sumber: E. Ultray)

Tahap-tahap dalam menyampaikan pembelajaran fisika dengan strategi


REACT sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan

Hasil analisa guru terhadap siswa mengenai penerapan pembelajaran


strategi REACT, maka perencanaannya meliputi: menyiapkan silabus,
menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membuat instrumen
penilaian dan rubrik penilaian, menyiapkan modul/ lembar kerja siswa,
menyiapkan media dan bahan ajar pembelajaran.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam penyampaian pembelajaran strategi REACT maka pembelajaran ini


diharapkan melalui 5 unsur tahapan yaitu: (CORD, 1999)

a. Relating (menghubungkan), belajar dalam suatu konteks pengalaman


nyata yang dialami atau pengetahuan awal siswa. Dengan kata lain,
relating adalah pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks yang
dikenal siswa.

132
b. Experiencing (mengalami), belajar berupa kegiatan siswa untuk
berartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan berupaya untuk
melakukan eksplorasi terhadap hal yang sedang dikaji, berusaha untuk
menemukan, dan menciptakan hal-hal yang baru dari pembelajaran.
c. Applying (mengaplikasi), penekanan belajar pada proses
mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki siswa dan
penerapannya. Pada applying, siswa bisa mengetahui dan memahami
aplikasi dari konsep fisika tersebut dalam pemecahan masalah dalam
dunia nyata.
d. Cooperating (kerja sama), belajar dengan konteks penekanan pada
sikap saling bekerja sama, sharing, dan saling berkomunikasi dengan
siswa lain.
e. Transferring (transfer ilmu), belajar dengan konteks penekanan pada
penggunaan dan pemindahan pengetahuan.

3. Tahap Evaluasi

Pembelajaran dikatakan berhasil apabila perubahan yang terjadi pada


aspek kognitif, sikap, maupun keterampilan siswa dalam memecahkan
permasalahan konsep fisika sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran,
serta meningkatnya pemahaman konsep fisika siswa dan hasil belajar siswa
sesuai dengan indikator pengukuran ketercapaian siswa.

C. Pembahasan dan Solusi


a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

133
Strategi pembelajaran REACT diyakini dapat membantu guru dalam
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep FISIKA siswa karena pada
pembelajaran dengan strategi pembelajaran REACT siswa tidak sekedar
menghafal rumus, tetapi siswa yang membangun pengetahuannya sendiri
dengan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konteks yang dikenali
siswa dan berpartisipasi aktif dalam menemukan konsep yang dipelajari
sehingga pembelajaran lebih bermakna dan nilai hasil belajar siswa dapat
meningkat. Pada strategi pembelajaran REACT, siswa juga diberikan
kesempatan untuk menggunakan konsep yang diperoleh dalam
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari materi yang dipelajari,
kemudian dapat menerapkan konsep yang telah dimilikinya dalam kehidupan
sehari-hari. Pada dasarnya pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa
dapat memproses informasi atau pengetahuan baru sesuai dengan konteks
pemikiran siswa. Model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT ini
dipandang efektif dalam mengembangkan pemahaman konsep siswa dan
melalui strategi pembelajaran ini siswa juga dapat mengembangkan dan
melatih keterampilan proses sains secara optimal. (Selamet, K., 2013). Dalam
pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT siswa selalu terlibat secara
aktif dalam pembelajaran, dimana tahapan pembelajaran meliputi kegiatan
menghubungkan, mengalami, mengaplikasikan, saling kerja sama, dan
mentransfer ilmu. Penerapan strategi pembelajaran REACT ini diharapkan
siswa dapat memiliki pemahaman konsep yang baik, bersifat aktif dan tidak
merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar
siswa dapat mengalami peningkatan. Proses pembelajaran ini juga dapat
menghubungkan fenomena-fenomena yang mereka temukan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa lebih mudah untuk menganalisis dan

134
menghubungkannya fenomena tersebut dalam pembelajaran, serta mampu
menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata.

b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah

Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan harus sesuai dengan


tahap-tahap atau kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.
Dengan adanya langkah-langkah dalam pembelajaran tersebut dapat
menolong guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran secara terstruktur
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah dibuat sehingga
kegiatan pembelajaran berlangsung sesuai dengan yang diharapkan.

Implementasi kegiatan pembelajaran dengan strategi pembelajaran


REACT disusun melalui tahapan sebagai berikut:

1. Tahap menghubungkan (relating)

Pada tahap ini siswa dilatih untuk menghubungkan materi


pembelajaran yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan
cara menonton video tentang materi elastisitas yaitu video manfaat
shockbreaker pada mobil. Selain itu siswa juga diminta mendemonstrasikan
dengan memberikan gaya tarik pada benda telah disiapkan oleh guru yaitu
karet, pegas, plastisin, plastik dan lain-lain. Siswa dapat mengamati sesuatu
hal dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi elastisitas,
sehingga Siswa menjadi lebih mudah untuk memahami materi elastisitas
yang dipelajari hal ini akan berdampak pada hasil belajar yang lebih baik.
Pada tahap ini siswa dapat membedakan benda elastis dan benda plastis, serta
dapat memahami konsep dan pengertian elastisitas.

2. Tahap mengalami (experiencing)

135
Tahap ini bertujuan untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi elastisitas yang dipelajari dengan cara melakukan
penyelidikan mengenai konsep materi Hukum Hooke yang dipelajari yakni
pertambahan panjang benda berbanding lurus dengan besar gaya yang
diberikan. Siswa melakukan penelitian dan penyelidikan tentang konsep
hukum Hooke sesuai lembar kegiatan siswa. Selain dapat memahami tentang
materi konsep hukum Hooke yang dipelajari, pada tahap ini juga dapat
memberikan kesan pembelajaran yang tidak membosankan serta tidak mudah
lupa karena Siswa mengalaminya sendiri.

Jika siswa sudah dapat memahami materi Hukum Hooke dan


tersimpan dalam otak kanan berupa pengalaman-pengalaman pembelajaran,
hal ini akan membuat Siswa lebih mudah mengingat materi yang dipelajari
dan tidak akan tidak mengalami kesulitan atau buta konsep dalam
mengerjakan permaslahan-permasalahan yang berhubungan dengan materi
hukum Hooke sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Tahap menerapkan (applying)

Tahap ini siswa dapat menerapkan konsep atau pengetahuan yang


telah dipahami dari kegiatan pembelajaran sebelumnya. Apabila siswa sudah
dapat menerapkan konsep materi atau pengetahuan secara benar, maka hal ini
berarti siswa sudah memahami materi tersebut. Tahap ini merupakan tahap
memantapkan pemahaman materi siswa. Hal ini dapat menjadikan siswa
lebih menguasai materi yang telah dipahaminya. Apabila siswa sudah
menguasai materi, maka siswa dapat dengan mudah mengerjakan
permaslahan-permasalahan yang diberikan oleh guru baik berupa soal secara

136
lisan maupun tertulis, sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa yang lebih baik.

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah


menganalisis permasalahan yang tertuang dalam lembar kegiatan siswa.
Permasalahan yang diberikan berupa permasalahan secara konsep (kualitatif)
dan juga penerapan soal-soal perhitungan tentang hukum Hooke (kuantitatif)
sebagaimana yang mereka ketahui dari konsep hukum Hooke.

4. Tahap kerja sama (Cooperating)

Mungkin sebagian siswa sudah dapat belajar secara mandiri, tapi bekerja
sama dalam belajar akan lebih memudahkan siswa dalam memahami konsep
materi, karena siswa yang belum paham akan mendapatkan bantuan dari
temannya sekelompok yang sudah paham. Agar proses kerja sama berjalan
efektif dan maksimal, guru harus membagi kelompok dengan secara
heterogen, baik dari segi prestasi, partisipasi, maupun gender.

Pada tahap ini kegiatan yang berlangsung diantaranya, diskusi


kelompok terhadap suatu permasalahan, saling bekerja sama dalam
melakukan penelitian, dan saling memberikan sharing pendapat dalam
memecahkan permasalahan yang ada pada lembar kegiatan siswa. Selain itu
pada kegiatan ini siswa yang sudah benar-benar menguasai konsep materi
elastisitas membantu temannya yang masih kurang menguasai konsep materi
elastisitas sehingga dapat menerima materi pelajaran dengan maksimal.

5. Tahap pemindahan informasi (Transfering)

Pada tahap ini siswa berlatih mempresentasikan hasil kerja kelompok


maupun melakukan kritik atau saran terhadap pendapat kelompok lain,

137
sehingga terjadi proses pemindahan ilmu pengetahuan atau pemikiran
diantara siswa, dan siswa dapat memahami materi yang sesuai
kemampuannya. Apabila siswa sudah mendapatkan infomasi atau pemikiran
dari siswa lain, maka siswa akan mengetahui mana konsep materi lebih baik
dan lebih mudah diingat. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah bisa
diisi dengan presentasi hasil kerja kelompok.

Pada setiap tahapan pembelajaran dengan strategi REACT, guru


memberikan penilaian berupa penilaian proses dan unjuk kerja setiap siswa
baik secara individu maupun kelompok, dan diakhir pembelajaran guru
memberikan penilaian dalam bentuk soal tertulis untuk mengetahui hasil
belajar siswa pada materi elastisitas dengan strategi pembelajaran REACT.

c. Hasil yang Dicapai

Setelah melakukan penilaian dan menjalankan metode pembelajaran


REACT di SMA Negeri 1 Maja Kabupaten Lebak Provinsi Banten, maka Best
practice yang telah dilaksanakan ini memiliki hasil atau dampak yang
signifikan terhadap kemampuan konsep dan hasil belajar fisika siswa pada
materi elastisitas dengan beberapa hasil yang cukup menggembirakan, yaitu:

1. Siswa lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Fisika,


karena tidak hanya mendengarkan guru berceramah lalu mengerjakan
soal-soal fisika, namun mereka terlibat secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran dan mengaitkannya dengan fenomena dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Pemahaman konsep fisika Siswa yang lebih baik dengan diterapkannya
model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT sesuai dengan
indikator kemampuan pehaman konsep fisika siswa baik dalam penyajian

138
konsep; penggunaan, pemanfaatan serta pemilihan prosedur tertentu; serta
penerapan konsep dalam memecahan suatu masalah.
3. Nilai hasil belajar fisika pada ulangan harian materi elastisitas mengalami
peningkatan.
4. Nilai unjuk kerja presentasi dan kegiatan praktikum fisika tentang hukum
Hooke mengalami peningkatan. Peningkatan nilai hasil belajar siswa baik
teori dan praktik fisika dapat dilihat pada nilai rata-rata ulangan harian
dan ujian praktikum siswa.
d. Kendala-Kendala yang Dihadapi
Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang dipilih
adalah sebagai berikut:

a. Strategi Pembelajaran REACT membutuhkan waktu yang relatif


banyak, supaya kelima tahap dalam strategi REACT dapat berjalan
dengan baik. Selama pembelajaran berlangsung ditemukan beberapa
kendala terutama mengenai waktu. Alokasi waktu yang telah
direncanakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama pada
tahap experiencing dan cooperating. Alokasi waktu yang disediakan
untuk tahap experiencing dan cooperating tidak mencukupi bagi siswa
sehingga berpengaruh terhadap alokasi waktu untuk kegiatan
selanjutnya.
b. Terkadang guru mengalami kesulitan dalam membagi kelompok siswa
secara heterogen yang meliputi keragaman kemampuan, gender, dan
keaktifan siswa, sehingga setiap tahapan pembelajaran berlangsung
secara optimal terutama pada saat melakukan eksperimen dan setiap
siswa terlibat aktif. Oleh karena itu, sebelum menerapkan strategi
pembelajaran REACT guru harus malakukan persiapan atau
perencanaan yang matang agar dalam pembelajaran dengan strategi

139
REACT guru lebih kreatif dalam mengarahkan dan membimbing siswa
ketika menghubungkan konsep materi dengan kondisi kehidupan
sehari-hari dan membuat siswa memahami materi pembelajaran fisika
di kelas dan strategi REACT berjalan dengan baik.
c. Siswa kadang kebingungan dengan materi yang sedang dibahas dan
sering bertanya terhadap guru serta terjadi ribut atau gaduh ketika
pembelajaran sedang berlangsung.
d. Faktor-Faktor Pendukung
Dalam mengembangkan media dan mempertajam model pembelajaran
REACT kepada Siswa, perlu dihimpun faktor-faktor yang menjadi kekuatan
rencana dan implementasinya. Beberapa faktor pendukung yang
memungkinkan strategi pemecahan masalah dapat terus diterapkan antara lain
adalah:
1. Adanya fasilitas sarana laboratorium fisika yang cukup memadai, sehingga
dalam kegiatan experiencing siswa dapat memanfaatkan peralatan dan
bahan di laboratorium dan guru tidak kesulitan dalam melakukan
pembelajaran strategi REACT.
2. Adanya fasilitas wifi sekolah, sehingga dalam kegiatan pembelajaran
siswa dapat memanfaatkan koneksi internet untuk mencari bahan atau
sumber belajar, sehingga pembelajaran strategi REACT dapat berjalan
dengan efektif dan efisien.
3. Adanya dukungan moril dan materil dari Kepala Sekolah dan Pembantu
Kepala Sekolah Bidang kurikulum dan Sarana dan Prasarana.
4. Adanya ide kreativitas dan inovasi guru mata pelajaran (MGMP) dalam
mengembangkan media dan model pembelajaran. Dari ide-ide teman guru
ini dapat memotivasi penulis untuk melakukan perubahan/perbaikan
pembelajaran sehingga pembelajaran lebih berkualitas.

140
e. Alternatif Pengembangan
Sebagai bentuk dukungan terhadap strategi pembelajaran REACT ini,
penulis melakukan beberapa alternatif pengembangan, sehingga upaya ini
semakin membuahkan hasil dan kinerja yang lebih baik, dengan cara:
1. Berkolaborasi dengan guru-guru MGMP untuk berbagi pengalaman
dalam pembelajaran fisika dengan model pembelajaran kontekstual
sehingga dapat lebih memperkaya ide-ide dan pengalaman menerapkan
dan mengembangkan model pembelajaran fisika terutama dengan strategi
REACT.
2. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide dan
peningkatan hasil konstruksi siswa dalam mengembangkan strategi
pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang
bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk
landasan pengembangan konsep fisika dan pengembangan strategi
pembelajaran.
3. Melibatkan siswa secara aktif dalam melakukan kegiatan eksplorasi
permasalahan. Hasil eksplorasi tidak hanya bertujuan untuk menemukan
jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan
untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah yang bisa
digunakan.
D. Kesimpulan dan Harapan

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan dalam karya tulis best practice ini,
penulis dapat memberi simpulan sebagai berikut:

1. Upaya peningkatan kemampuan konsep fisika dan hasil belajar Siswa


perlu dikemas dalam ide kreatif dan inovatif. Salah satu ide tersebut
dengan model pembelajaran kontekstual strategi REACT.

141
2. Hasil yang dicapai dalam melaksanakan best practice, yaitu :
a. Siswa lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
Fisika, karena tidak hanya mendengarkan guru berceramah lalu
mengerjakan soal-soal fisika, namun mereka terlibat secara langsung
dalam kegiatan pembelajaran dan mengaitkannya dengan fenomena
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kemampuan pemahaman konsep fisika Siswa semakin lebih baik
dengan diterapkannya model pembelajaran kontekstual dengan strategi
REACT melalui indikator kemampuan pehaman konsep fisika siswa
dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk; menggunakan dan
memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu; serta
mengaplikasikan konsep pada pemecahan masalah.
c. Nilai hasil belajar fisika pada flangan harian materi elastisitas
mengalami peningkatan.
d. Nilai unjuk kerja presentasi dan kegiatan praktikum fisika tentang
hukum Hooke mengalami peningkatan. Peningkatan nilai hasil belajar
siswa baik teori dan praktik fisika dapat dilihat pada nilai rata-rata
ulangan harian dan ujian praktikum siswa.
e. Model pembelajaran yang diberikan semakin tajam dan tercapainya
tujuan kompetensi dasar bagi siswa. Guru-guru mata pelajaran fisika
semakin kreatif dalam memilih model pembelajaran yang efektif.
3. Penerapan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
konsep fisika dan hasil belajar Siswa pada materi Hukum Hooke dan
susunan pegas semakin baik.
Dengan melihat dan merasakan banyaknya manfaat best practice ini,
maka penulis memberikan rekomendasi agar di masa yang akan datang,

142
pengalaman ini dapat lebih dikembangkan sehingga kualitas dan hasil
pembelajaran semakin meningkat. Berikut ini rekomendasi yang ditawarkan
penulis, yaitu :
1. Guru mata pelajaran fisika untuk dapat menjadikan strategi pembelajaran
REACT sebagai salah satu variasi dalam menggunakan strategi
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep fisika
dan hasil belajar siswa.
2. Guru mata pelajaran harus selalu melibatkan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan di sekitar lingkungannya sehingga siswa dapat dengan
mudah menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
3. Kepala Sekolah selaku manajer di sekolah agar terus berupaya
meningkatkan profesionalitas guru dengan mengikutsertakan diri dalam
forum ilmiah atau mengikuti perlombaan antar guru sehingga dapat
menambah kompetensi dan profesionalitasnya. Serta ide kreatif guru
cepat ditanggapi dan didukung oleh kepala sekolah baik kebutuhan akan
sarana, media dan fasilitas dalam pembelajaran.
4. Direktorat Jenderal GTK, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan agar lebih memprioritaskan kegiatan yang mengutamakan
peningkatan profesionalitas guru, dan menyediakan peningkatan anggaran
untuk peningkatan profesionalitas guru.

DAFTAR PUSTAKA

143
Crawford, LM, Teaching Contextual: Research, Rationale and Tachniques for
Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and
Sciences. Texas : CCI Publishing, 2001.

CORD, Teaching Science Contextually. Texas : CORD Communications,


Inc., 1999.

Davtyan, Ruzanna, ”Contextual Learning.”, University of Bridgpeort CT:


ASEE Zone 1 Conference, 2014.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud No. 54 Tahun 2013


tentang Standar Kompetensi MAPEL di Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah. Jakarta, 2013.

______,Permendikbud No. 59 Tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan


Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Jakarta,
2014.

Selamet, K., “Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual React terhadap


Pemahaman Konsep Fisika dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas
VIII SMP.” e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha, Vol. 3, 2013.

Siva Nur Ismaya, “Penerapan Model Pembelajaran Relating, Experiencing,


Applying, Cooperating, And Transferring (React) terhadap Motivasi dan
Hasil Belajar dalam Pembelajaran Fisika di Sma.” Jurnal Pendidikan
Fisika, Vol. 4(2), 2015: 121-127.

Ültay, E. “Implementing REACT Strategy in a Context-Based Physics Class:


Impulse and Momentum Example.” Energy Education Science and
Technology Part B: Social and Educational Studies, 4(1), 2012: 233-240.

144
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TWO-STAY TWO-STRAY

Mardianto, S.Pd. M. PFis.


SMA Negeri 2 Merauke, Papua

145
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah
Aliyah (MA) merupakan jenjang pendidikan umum menengah. Fisika
merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak popular bahkan menjadi
momok di sebagian besar siswa tingkat SMA/MA, rumus-rumus sulit yang
hanya dipahami oleh orang-orang jenius saja menjadi gambaran yang
terlintas pertama kali di benak siswa ketika membayangkan fisika. Banyak
alasan yang dikemukakan sebagai penyebab kondisi seperti itu, di antaranya
fasilitas pembelajaran yang kurang khususnya peralatan laboratorium dan
yang paling banyak mendapat sorotan adalah rendahnya mutu guru (Sufian,
2005). Kualitas guru fisika sekolah menengah sampai saat ini dapat dikatakan
belum mempunyai mutu yang diharapkan. Sebagain besar cara mengajarnya
jarang menggunakan cara yang seharusnya diterapkan pada siswa tingkat
pendidikan menengah. Mereka mengajar dengan cara yang sangat monoton
dan telah dipraktekkan bertahun-tahun bahkan mulai berdinas menjadi
seorang guru, metode yang digunakan berkisar antara ceramah dan marah-
marah serta memberikan tugas rutin mengerjakan soal-soal kognitif yang
tertera di buku.
Peranan guru di dalam proses pembelajaran sangat memegang peranan
yang sangat penting dalam mensukseskan tujuan dari pembelajaran itu
sendiri. Inovasi dan kreatifitas sangat diperlukan sebagai seorang guru yang
profesional dalam melayani peserta didik untuk mencapai kompetensi dasar
yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Keterbatasan dari sarana dan
prasarana yang selama ini menjadi alasan klasik sebenarnya dengan

146
berinovasi dan berkreatifitas sang guru dapat menjadikan proses
pembelajaran tidak terkendala lagi.
Proses pembelajaran fisika di SMA Negeri 2 Merauke sendiri
berlangsung dalam sarana dan prasarana yang bisa dikatakan sudah sangat
memadai. Selain jumlah siswa dalam satu ruang kelas berkisar antara 25
sampai dengan 35 juga saat ini kondisi laboratorium fisika memiliki alat dan
bahan yang sudah memadai tetapi pelaksanaan praktikum dilakukan di ruang
kelas karena ruang laboratorium memiliki luas yang tidak memadai. Guru
fisika sendiri dalam proses pembelajaran sudah berusaha mengaktifkan
peserta didik melalui berdiskusi dengan teman sebangku kemudian secara
acak maju ke depan untuk melaporkan hasil diskusinya. Guru masih memiliki
porsi yang terbesar dalam proses pembelajaran terutama dalam memberi
penjelasan terhadap materi serta memberi contoh pembahasan terhadap soal-
soal kognitif.
Hasil ulangan harian terakhir materi fluida statis dan dinamik dari kelas
XI MIPA 2 dengan jumlah 28 peserta didik dan kriteria ketuntasan minimal
(KKM) 76 menunjukkan hasil hanya 2 siswa (7%) yang mendapat nilai 80 ke
atas, 8 siswa (28%) mendapat nilai 76 sampai dengan 79, dan 18 siswa (65%)
yang mendapat nilai di bawah KKM. Tentunya hasil tersebut belum
memberikan rasa kepuasan terhadap hasil dari proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan, karena jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan
masih tergolong tinggi yaitu 65%.
b. Permasalahan
Kenyataan di atas merupakan permasalahan yang harus segera dicarikan
solusinya karena proses pembelajaran yang telah diterapkan belum
memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Hasil pengamatan
menunjukkan terdapat beberapa permasalahan sebagai penyebab rendahnya

147
hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Guru masih terlalu dominan
dalam proses pembelajaran, siswa sudah diberikan kesempatan untuk aktif
dalam kegiatan diskusi tetapi kolaborasi yang terjadi hanya berpasangan
dengan teman sebangkunya, terdapat juga beberapa siswa yang tidak begitu
aktif karena hanya mengandalkan temannya.
Berdasar hasil pengamatan terungkap bahwa permasalahannya adalah
terletak pada kurangnya guru memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat
mengeksplorasi segala kemampuan yang dimiliki melalui kegiatan diskusi
dengan melibatkan teman yang lebih banyak dalam sebuah kelompok.
c. Strategi Pemecahan Masalah
Guna mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran
tersebut, maka perlu diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan
harapan peran guru semakin berkurang dan hanya bertindak sebagai
fasilitator serta memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masing-
masing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok sehingga siswa dapat secara
maksimal mengeksplorasi kemampuannya dalam membangun pengetahuan.
Hal ini mendasarkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman,
2014).
Salah satu tipe model pembelajaran koperatif adalah Two-Stay Two-Stray
yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran kooperatif
tipe Two-Stay Two-Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan
tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling
membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk
berprestasi. Model pembelajaran ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi

148
dengan baik (Miftahul, 2014). Selain itu model pembelajaran ini bertujuan
memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lainnya (Zainal, 2014). Struktur Two-Stay Two-
Stray yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan
kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada
kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar
yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan
tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam
kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling
bergantung satu sama lainnya.
B. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam
pembelajaran guna memberi kesempatan kepada siswa guna mengeksplorasi
kemampuan yang dimilikinya. Saat ini juga sudah banyak dikenalkan
pembelajaran yang berbasis PAIKEM GEMBROT yaitu Pembelajaran yang
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan dalam suasana Gembira
dan Berbobot. Hal ini memberikan banyak kesempatan kepada seorang guru
untuk dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan
situasinya guna menjadikan pembelajaran yang akan dilaksanakan benar-
benar memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk lebih aktif.
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi di lapangan, bahwa
pengaktifan siswa dalam pembelajaran belum begitu maksimal dan peran
guru sebagai sumber informasi masih terlalu dominan maka penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray dapat menjadi
alternatif pemecahan masalah yang terjadi. Melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray diharapkan akan

149
memberikan dampak yang sangat positif baik bagi guru sendiri di dalam
mengelola proses pembelajaran maupun khususnya siswa yang mendapat
kesempatan lebih luas untuk mengeksplorasi kemampuannya. Dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif Two-Stay Two-Stray, siswa akan
lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian
tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat
membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran Two-Stay
Two-Stray, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan
semangat siswa dalam belajar (aktif). Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan
oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokkan
materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa
dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu
konsep dengan pola pikir nara sumber.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Guna menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-
Stray maka diperlukan kolaborasi dengan teman sejawat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Ciri-ciri model pembelajaran
Two Stay Two Stray, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
(Supandi, 2011)

150
Menurut Lie (Supandi, 2011) secara garis besar pelaksanaan dari
model pembelajaran tipe Two-Stay Two-Stray mempunyai langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok
yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Sedangkan sintak atau tahapan-tahapan pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray sebagai berikut:
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat
silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa
dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing
anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan
prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal
dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang
berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu

151
kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa
mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan
masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing
kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan
cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing
kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain,
sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari
2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-
masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-
hasil kerja mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan
yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok
lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk
formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi
kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model
TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada
kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
Mendasarkan pada uraian penerapan model pembelajaran tipe Two-
Stay Two-Stray, maka dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas XI

152
MIPA 2 pada Rabu 17 Mei 2017 sesuai program semester yang berjalan
bertepatan dengan Kompetensi Dasar tentang Termodinamika dengan materi
usaha dalam termodinamika. Adapun implementasi model pembelajaran tipe
Two-Stay Two-Stray sebagai berikut:
1. Persiapan :
- Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tentang mesin
kalor, mesin pendingin dan mesin pemanas
- Guru membagi 28 siswa ke dalam 7 kelompok dengan masing-masing
kelompok beranggotakan 4 siswa, kondisi masing-masing kelompok
berbeda-beda meskipun jumlah antara siswa dan siswi adalah sama
yaitu 14. Guru hanya menentukan ketua kelompok yang diambilkan
dari siswa kategori atas dan selanjutnya dipersilakan setiap siswa untuk
bergabung dengan kelompoknya masing-masing.
2. Presentasi Guru :
- Guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan
menjelaskan materi tentang usaha dalam termodinamika.
3. Kegiatan kelompok :
- Guru membagikan lks yang berisi empat soal untuk dibahas masing-
masing kelompok tetapi untuk menghemat waktu maka hanya satu soal
saja yang menjadi kewajiban untuk dijelaskan kepada kelompok
lainnya.
- Masing-masing kelompok berdiskusi untuk membahas lks
- Selesai berdiskusi maka masing-masing kelompok mengutus dua
anggotanya untuk mengunjungi tiga kelompok lainnya guna
mendapatkan informasi hasil diskusi kelompoknya. Dua anggota
kelompok yang tetap tinggal bertugas untuk menjelaskan hasil diskusi
kelompoknya kepada dua siswa yang datang ke kelompoknya. Setelah

153
dua siswa mengunjungi semua kelompok lainnya, maka akan kembali
lagi ke kelompoknya sendiri guna menjelaskan informasi yang
didapatnya dari kelompok lain. Kemudian masing-masing kelompok
membahas hasil kerja dan temuannya.
4. Formalisasi :
- Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi berupa satu soal
yang menjadi tanggungjawabnya.
- Masing-masing kelompok dapat memberi komentar terhadap hasil
laporan kelompok lainnya.
- Guru mengajak siswa untuk bersama-sama membahas hasil kerjaan
masing-masing kelompok
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
- Kelompok belajar dibubarkan dan masing-masing siswa kembali ke
tempat duduknya
- Guru memberikan kuis berupa lima buah soal untuk dikerjakan oleh
masing-masing siswa.
- Guru akan mengumumkan nilai rata-rata kuis untuk masing-masing
kelompok dan memberikan penghargaan berupa hadiah.
c. Hasil Yang Dicapai
Sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-
Stray diketahui data hasil belajar pada KD sebelumnya adalah 2 siswa (7%)
yang mendapat nilai 80 ke atas, 8 siswa (28%) mendapat nilai 76 sampai
dengan 79, dan 18 siswa (65%) yang mendapat nilai di bawah KKM. Hasil
pengamatan yang dilakukan oleh teman sejawat sebagai observator saat
penerapan model pembelajaran tipe Two-Stay Two Stray menunjukkan
keaktifan siswa yang tinggi dan merata dalam proses pembelajarannya. Siswa
sangat antusias terutama dalam memberikan informasi kepada temannya yang

154
datang mengunjungi kelompoknya. Selain itu anggota kelompok yang sudah
berkunjung ke kelompok lain sangat aktif dalam memberi penjelasan kepada
temannya yang tetap tinggal di kelompoknya. Hasil kuis berupa lima buah
soal pilihan ganda yang dikerjakan oleh setiap siswa setelah kegiatan
pelaporan adalah sebagai berikut: empat siswa (14%) mendapat nilai 100,
duapuluh satu siswa (75%) mendapat nilai antara 80 dan tiga siswa (11%)
yang mendapat nilai di bawah KKM. Guna lebih jelas hasil kuis tersebut
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Berdasar hasil kuis tersebut jika dibandingkan dengan hasil belajar


pada kompetensi dasar sebelumnya, terlihat peningkatan siswa yang sudah
mencapai ketuntasan yaitu dari 35% (10 siswa) menjadi 89% (25 siswa) dan
penurunan siswa tidak tuntas dari 65% (18 siswa) menjadi 11% (3 siswa).
d. Kendala-kendala Yang Dihadapi
Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan termasuk dalam proses
pembelajaran tentunya terdapat beberapa hambatan yang dihambati. Hal ini
tentunya bukan menjadikan kegiatan terhenti tetapi dengan adanya kendala
yang dihadapi akan menjadikan kegiatan tersebut semakin baik ke depannya.

155
Demikian juga pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay
Two-Stray meskipun dapat menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan
tetapi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala. Berdasar
pengamatan dan evaluasi yang dilakukan terlihat adanya beberapa kendala,
antara lain:
- Ada beberapa siswa yang datang terlambat secara tidak bersamaan
- Terdapat kelompok yang menyelesaikan diskusinya dalam waktu yang
lama dibandingkan dengan kelompok lainnya.
- Ada beberapa siswa yang tidak aktif karena hanya mengandalkan teman
dalam kelompoknya
- Waktu yang tersedia kurang akibat dari diskusi kelompok yang molor
e. Faktor-faktor Pendukung
Dengan adanya beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray, tentunya harus
dicarikan solusi pemecahannya agar kendala tersebut tidak menjadi hambatan
dalam penerapan berikutnya. Guna mengatasi beberapa kendala tersebut tidak
terlepas dari bagaimana seorang guru dapat memanfaatkan segala potensi
yang tersedia sebagai faktor pendukung dalam penerapan model
pembelajaran tersebut.
f. Faktor-faktor pendukung
Dilihat dari siswa sebagai subyek dan juga sarana dan prasarana sekolah.
Beberapa faktor pendukung tersebut antara lain:
- Dibuat tata tertib yang mengatur ketegasan terhadap siswa yang datang
terlambat untuk mengikuti proses pembelajaran yang sedang berlangsung
- Pembuatan komitmen dengan peserta didik tentang keaktifannya dalam
pembelajaran

156
- Manajemen waktu pengelolaan kelas oleh guru dapat diberitahukan
kepada para peserta didik

g. Alternatif Pengembangan
Mendasarkan pada hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Two-Stay Two-Stray yang dapat membantu keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran dengan ditunjukkan melalui kerja sama, saling membantu,
saling menghormati, merasa menikmati suasana pembelajaran dan
kesempatan untuk mengeksplor segala kemampuan yang dimiliki oleh peserta
didik. Tentu kedepannya dari hasil pengamatan dan evaluasi penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray harus menjadi lebih
baik lagi dengan mempertimbangkan beberapa kendala yang telah dicarikan
solusinya.
Pengembangan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay
Two-Stray dapat dimulai dengan permasalahan yang diberikan oleh guru
kepada masing-masing kelompok untuk menjadi diskusi tidak hanya berupa
soal hitungan saja tetapi juga memuat permasalahan yang berkaitan dengan
konsep-konsep dasar. Tahap pelaporan juga dapat dikembangkan dengan
melibatkan lebih dari satu siswa yang akan saling melengkapi dalam
pelaporannya saat di depan kelas. Siswa yang datang terlambat boleh
mengikuti proses pembelajaran bila datang sebelum tahapan pembagian
kelompok. Perlu juga dicoba pembentukkan kelompok berdasar gender
artinya kelompok siswa dan siswi terpisah sehingga akan terbangun semangat
kompetisi di antara kelompok siswa dan kelompok siswi.
C. Kesimpulan dan Harapan

157
Berdasar dari hasil pengamatan dan evaluasi terhadap penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray dihasilkan beberapa
simpulan, antara lain:
- model pembelajaran ini dapat mengurangi peran guru sebagai sentral
dalam proses pembelajaran
- model pembelajaran ini dapat menjadikan siswa sebagai subyek bukan
obyek dalam proses pembelajaran
- model pembelajaran ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran
- model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dengan melihat hasil yang ditunjukkan dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Two-Stay Two-Stray maka ada beberapa yang
dapat dijadikan rekomendasi khususnya bagi guru yang ingin meningkatkan
daya inovasi, kreativitas dan semangat perubahan ke arah yang lebih baik.
Dalam menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menjadikan siswa
kita sebagai subyek atau pemain, maka model pembelajaran ini sangat patut
untuk diterapkan,
Kendala yang dihadapi dalam sebuah kegiatan khususnya proses
pembelajaran tidak menjadikan model pembelajaran yang kita terapkan pasti
tidak sesuai tetapi akan lebih menjadikannya sebuah model pembelajaran
yang fleksibel dengan beberapa perubahan yang tidak mendasar,
Jangan memastikan bahwa sebuah model pembelajaran akan membawa
keberhasilan tetapi bagaimana kita sebagai seorang guru dapat memilah dan
memilihnya sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan, model
pembelajaran ini dapat disesuaikan melalui kreativitas seorang sehingga
dapat diterapkan dengan segala situasi dan kondisi.

158
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta,


Jakarta

Hamalik Oemar, 2010, Psikologi Belajar dan Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta

Miftahul Huda, 2014, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-isu


Metodis dan Pragmatis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Rusman, 2014, Model-model Pembelajaran Mengembangkan


Profesionalisme Guru Edisi Kedua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta

Sudjana N, 2010, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru


Algensindo, Bandung

Sufian Noor (2005), Berapa Jam Kerja Seorang Guru SMA Satu Minggu,
http://www.freelists.org/archives/ppi/08-2005/msg00392.html, [2 Maret
2017]

Supandi, 2011, Model Pembelajaran Two Stay-Two Stray (TS-TS),


http://www.asikbelajar.com/2012/11/model-pembelajaran-two-stay-two-
stray.html, [29 Maret 2017]

Zainal, 2014, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Konstektual


(Inovatif), Yrama Widya, Bandung

159
TEKNIK TIPS DAN TRIK SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
SISWA SMA NEGERI 1 KERAJAAN

Samson Ginting,S.Pd
SMAN 1 KERAJAAN

A. Masalah
Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan menengah ( PP No. 7 Tahun 2008 tentang Guru). Rendahnya Motivasi
dan hasil belajar Fisika Kelas XII SMAN 1 Kerajaan.
Peserta didik tidak mengikuti bimbingan belajar maupun belajar
tambahan belajar di sekolah untuk menghadapi Ujian Sekolah Berstandar
Nasional (USBN) maupun Ujian Nasional ( UN )
a. Permasalahan
1. Apakah penggunaan Teknik Tips dan Trik dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kerajaan?
2. Apakah penggunaan Teknik Tips dan Trik dapat meningkatkan Hasil
3. Belajar siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kerajaan?

b. Strategi Pemecahan Masalah

160
1. Bagian 1 : Guru menyampaikan materi pembelajaran tanpa
menggunakan tips dan trik
2. bagian 2 : Guru menyampaikan materi pembelajaran
menggunakan tips dan trik
3. Bagian 3 : Guru membimbing siswa menemukan tips dan trik

B. Pembahasan dan Solusi


1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Keterbatasan sumber daya pendukung, seperti : buku-buku penunjang
siswa; Keterbatasan dana, siswa tidak ada yang mengikuti bimbingan belajar
maupun belajar tambahan di sekolah
Teknik yang dilakukan, walaupun sederhana diyakini akan membantu
siswa mudah memahami materi pembelajaran dan dibuktikan dengan hasil
belajar siswa
Siswa dengan bimbingan guru dapat menemukan sendiri tips dan trik

Hasil Diskusi kelompok menentukan Tips dan Trik

1. Kelompok 1 : Materi Listrik


a. Daya listrik yand diperlukan :
b. Rangkaian Resistor :
1. seri : untuk resistor nilai sama ; Rs= n.R
2. paralel : untuk n resistor bernilai sama Rp=R/n
c. Rangkaian Capasitor :
Seri : untuk mencari kapasitor pengganti rumusnya sama dengan
resistor paralel, hanya R diganti dengan C (kapasitas kapasitor)
2
V 
P'   p ln  .Plampu
 V 

161
yang mana :
• r xy = koefisie korelasi antara X dan Y
• N = Jumlah data
• X = Jumlah skor total X
• Y = Jumlah skor total Y
• X2= Jumlah kuadrat skor X
• Y2= Jumlah kuadrat skor Y
• XY = Jumlah perkalian X dan Y.
2. Kelompok 2 : medan magnet
• a. Medan magnet pada kawat lurus :
• Untuk arus kedua kawat searah :Jumlah medan magnet yang sama dengan nol
adalah ditengah kedua kawat
• Untuk arus kedua kawat berlawanan arah Jumlah medan magnet yang sama
dengan nol adalah disebelah kanan atau kiri kawat

 o .I
B
2 .a

yang mana :
r ii = koefisien reliabelitas instrumen
k = banyak soal
= jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
• b. Medan magnet pada kawat melingkar
menentukan banyak lilitan (N) jika diketahui sudut ϴ ;
3. Kelompok 3 gaya magnetik
pada penghantar lurus berarus: akan tarik menarik untuk arus searah
dan tolak menolak untuk arus berlawanan arah

162
4. Kelompok 4 : fisika modern
massa relativitas:
jika v = 0,6 c nilai
jika v = 0,8 c nilai
c. Hasil yang dicapai
Tabel angket motivasi belajar siswa: sebelum melakukan teknik tips dan trik

2. Angket motivasi belajar setelah guru melakukan tips dan trik

3. Angket motivasi belajar setelah guru melakukan pembimbingan


terhadap siswa untuk menemukan tips dan trik

Hasil Evaluasi Belajar


Setelah pembelajaran dilakukan dengan tiga perlakukan yang berbeda,
diperoleh hasil belajar dari rata-rata 41 tanpa tips dan trik menjadi 61
dengan tips dan trik dan rata-rata 81 dengan pembingan kepada siswa
d. Kendala-kendala yang dihadapi
1. Dibutuhkan ketekunan untuk menemukan tips dan trik
2. Tidak semua topik pembelajaran dapat dibuat tips dan trik
3. Kurangnya buku-buku fisika penunjang yang dimiliki peserta didik
e. Faktor- Faktor Pendukung

163
1. Semangat peserta didik untuk mengetahui tips dan trik pembelajaran
sangat tinggi
2. dukungan kepala sekolah untuk memfasilitasi peserta didik mengikuti
simulasi USBN/UN
3. Semangat penulis untuk berbagi tips dan trik terhadap peserta didik

f. Alternatif Pengembangan

Alternatif pengembangan yang dapat dilakukan, yaitu penggunaan


kartu fisika terhadap peserta didik. Guru membuat kartu fisika berisi tips dan
trik beserta contoh soal. Setelah dipelajari siswa, guru membentuk kelompok
diskusi, setelah diskusi siswa dan siswa lainnya saling bergantian sebagai
tutor sebaya.

164
PENYELESAIAN PERSOALAN GERAK PARABOLA
DENGAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN MATEMATIKA
YANG SEDERHANA

Sugiantoro

A. Masalah
a. Latar Belakang

165
b. Permasalahan

166
167
c. Strategimengatasi masalah

C. Pembahasan dan Solusi


a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah.

1. Sebelum membahas Gerak Parabola siswa diingatkan kembali konsep


tentang Gerak Lurus Beraturan dan Gerak Lurus Berubah Beraturan

2. Mengingatkan kembali pemahaman cos dan sin

Rangkuman Rumus Gerak Parabola

168
( Buku Paket )

Pada sumbu X (Gerak Lurus Beraturan)

 Vx = Vo Cos 

 X = Vo Cos .t

 Jarak terjauh

 Xt = 2 Vo Sin Cos/g

Pada Sumbu Y (Gerak Lurus Berubah Beraturan)

 Xt = Vo Sin . t – ½ g.t2

 Vy = VoSin  - g.t

 Hmax = Vo2.Sin2 /2g

 Tpuncak = VoSin /g

 Tjatuh= 2 VoSin /g

Rumus Sederhana Pada Gerak Parabola

 Tmax = 4 s.

169
Dalam arah vertikal kecepatan awal peluru sebesar 40 m/s dan setiap
sekon kecepatannya berkurang 10 m/s akibat percepatan gravitasi. Dengan
demikian Tmax = 40/10 = 4 S

 Tjatuh = 8 s.

Waktu peluru jatuh di tanah = 2 x T max = 8 S.

 Jarak terjauh sebesar 240 m.

Kecepatan peluru arah horizontal 30 m/s dan peluru jatuh dalam waktu 8
s. Jadi X max = 30 x 8 = 240 m

 Tinggi maksimum sebesar 80 m.

Kecepatan awal peluru arah vertical = 40 m/s dan waktu sampai puncak =
4s. Jadi tinggi maksimum = (40 x 4)/2 = 80 m.

1. Hasil atau Dampak yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih

Rumus Panjang

 Jumlah Murid 36

 Waktu sampai puncak = 31 = 86%

 Waktu jatuh = 29 = 81%

 Tinggi maksimum = 19 = 53%

 Jarak terjauh = 2 = 3,5%

Rumus Sederhana

 Jumlah Murid 36

 Waktu sampai puncak = 32 = 88%

170
 Waktu jatuh = 32 = 88%

 Tinggi maksimum = 25 = 69%

 Jarak terjauh = 32 = 88%

b. Kendala yang Dihadapi

Dalam pembahasan gerak parabola hal-hal yang menjadi kendala adalah :

 Siswa kurang memahami materi tentang Gerak Lurus Beraturan dan


Gerak Lurus Berubah Beraturan

 Siswa kurang memahami materi matematika tentang trigonometri

 Siswa kurang hafal nilai sin dan cos untuk sudut-sudut istimewa

 Siswa masih kurang terbuka menyampaikan hal-hal yang tidak


dipahami

5. Faktor Pendukung
1. Sarana prasarana ruang kelas mendukung pembelajaran
2. Suasana kelas kondusif
3. Siswa perhatian dan antusias
4. Kerja sama antar guru sangat baik

Kepala Sekolah sangat mendukung upaya guru untuk mencapai


pembelajaran yang efektif dan menyenangkan

f. Alternatif Pengembangan

Dengan rumus sederhana, siswa dapat dengan mudah menghitung


waktu benda sampai puncak, waktu benda sampai di tanah, tinggi maksimum,
jarak maksimum.

171
Pengembangan materi pembelajaran fisika tidak terpaku pada buku
paket.

Perlu diskusi antarguru bidang studi dan lintas bidang studi untuk mencapai
pembelajaran yang efektif

D. Kesimpulan dan Harapan

Siswa dapat memahami persoalan Gerak Parabola dengan baik apabila :

- persamaan matematika dibuat sesederhana mungkin

- dapat memahami konsep dasar tentang Gerak Lurus Beraturan dan Gerak
Lurus Berubah Beraturan

- memahami konsep dasar trigonometri dengan baik

Agar pembahasan gerak parabola berlangsung efektif maka :

- Siswa harus memahmi dan hafal rumus-rumus Gerak Lurus Beraturan


dan Gerak Lurus Berubah Beraturan
- Siswa harus memahami materi tentang Trigonometri
- Guru memberi penjelasan ulang materi tentang Gerak Lurus Beraturan,
Gerak Lurus Berubah Beraturan dan Trigonometri.

POLA PEMBINAAN ANGGOTA KIR SMAN 1


GARUT
DENGAN MENGGUNAKAN “SIKLUS MLS”
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI DALAM
LOMBA–LOMBA FISIKA

172
Dudung Abdalloh Saputra, M.Pd
SMAN 1 Garut, Jawa Barat

A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah

Hasil Yang Dicapai Dalam Mengikuti Lomba-Lomba Fisika Pada Tahun


2015

Hasil Yang Dicapai Pada Lomba-Lomba Fisika

1. Pada tahun 2015 tersebut ternyata belum memuaskan, maka saya


2. sebagai pembimbing kir fisika bertekad untuk meningkatkan
3. Kesiapan siswa dalam menghadapi lomba-lomba fisika
4. pada tahun 2016 dengan menggunakan “ siklus mls”,
5. Sehingga prestasi yang dicapai bisa lebih meningkat.
b. Permasalahan
- Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan
- Dalam makalah ini dijabarkan sebagai berikut : “bagaimana pola
- Pembinaan anggota kir sman 1 garut dengan mengunakan siklus
- Mls untuk meningkatkan prestasi dalam lomba–lomba fisika?
B. Pembahasan dan Solusi

173
Implementasi Best Practice

Rencana Kegiatan Pembinaan Anggota Kir Fisika

Sman 1 Garut Pada Tahun 2016

Hasil Yang Dicapai Dalam Menggikuti

Lomba-Lomba Fisika Pada Tahun 2016

C. Kesimpulan dan Harapan

174
Berdasarkan hasil analisis terhadap implementasi pelaksanaan strategi
atau metoda dan hasil yang dicapai, maka didapatkan kesimpulan bahwa : “
Pola pembinaan anggota KIR SMAN 1 Garut dengan menggunakan Siklus
MLS dapat meningkatkan prestasi dalam lomba–lomba fisika yang
ditunjukkan dengan meningkatnyta prestasi dalam olimpiade fisika tingkat
kabupaten (OSK) dan lomba fisika yang diselenggarakan oleh UPI Bandung
dan UIN Bandung, meskipun belum terjadi peningkatan dalam OSP, OSN
dan lomba fisika di IPB.

175

Anda mungkin juga menyukai