ISBN : 978-602-74835-8-3
Penanggungjawab
Sri Renani Pantjastuti
Penyusun:
Kadarisman
Editor:
Romi Siswanto
Penyunting:
Wendi Kuswandi
Reviewer
Sugiyono
Samsudi
Apri Nuryanto
Widiyanto
Penerbit:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Redaksi:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jl. Pintu Satu Senayan, Gedung D Lantai 12
Komplek Kantor Kemdikbud, Jakarta Pusat 10270
Telp./Fax (021) 57974106
E-mail: kesharlindunga@gmail.com
Segala puji dan syukur kami panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan Prosiding Diseminasi Hasil Pengalaman
Terbaik Olimpiade Guru Nasional Pendidikan Menengah Tahun 2017.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................. i
Daftar Isi ………………………………………………………….. ii-iii
1 I Whatsapp Iguana - Dwi Haryanti,M.Pd. 1-15
8 Dual Class dalam pembelajaran bahasa Inggris di SMA Negeri 1 108- 125
Pati - Palita Ruhamaningtyas, S. Pd
ii
11 Meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan berbicara dalam 150-161
bahasa Inggris Siswa Kelas X Usaha perjalanan wisata semester
genap tahun pelajaran 2016/2017 melalui Instatalk: One-Minute-
Talking Caption - Nurul Mawaddah, S.Pd
iii
I WHATSAPP IGUANA
Dwi Haryanti, M.Pd.
SMA Negeri 1 Cirebon, Cirebon, Jawa Barat
A. Pengantar
Menulis surat pribadi seolah tanpa tantangan. Hal ini terjadi, salah
satunya karena pesan yang disampaikan bersifat pribadi sehingga seolah tidak
memiliki aturan. Akibatnya tidak sedikit si pengirim dan si penerima surat
menyampaikan ide, gagasan, dan pesan pada surat pribadi tanpa
mengindahkan kaidah serta struktur yang berterima.
Sekolah menengah atas sebagai tempat peserta didik memperoleh
pengetahuan hampir untuk segala hal, seyogyanya memberikan pula
pengalaman belajar menulis surat pribadi. Diharapkan dengan memiliki
pengalaman menulis surat pribadi, peserta didik dapat mengirimkan pesan
secara efektif dan efisien.
Melihat pentingnya menulis surat pribadi untuk media penyampai pesan,
sekolah menengah atas memberikan lahan dalam salah satu kompetensi dasar
yang khusus membangun pengetahuan menulis surat pribadi dan menyusun
surat pribadi secara mandiri.
Best Practice ini memaparkan keberhasilan memberikan pengalaman
belajar menulis surat pribadi bagi siswa sekolah menengah atas kelas XI.
Paparan ini disajikan sedemikian rupa sehingga mudah untuk ditiru dan
dikembangkan di sekolah lain dengan peserta didik yang berbeda.
Semoga paparan keberhasilan pembelajaran menulis surat pribadi ini
menjadi inspirasi bagi guru lain sehingga pendidikan di Indonesia semakin
maju.
1
A. Masalah
a) Latar Belakang Masalah
2
peserta didik mampu menulis sesuai dengan tujuan sosial, struktur dan fitur
kebahasaan yang sesuai. Dengan demikian komunikasi ragam tulis menjadi
efektif.
Salah satu jenis layanan SMS yang dapat dimanfaatkan sebagai media
dalam pembelajaran menulis adalah Whatsapp. Whatsapp dalam best practice
ini selanjutnya ditulis WA. WA adalah jenis layanan pesan singkat yang
dapat digunakan pada iPhone, BlackBerry, Android, Windows Phone dan
telepon pintar merek lainnya untuk bertukar teks, gambar, video, dan audio
dengan dukungan koneksi internet.
Fitur WA memberikan ruang bagi peserta didik untuk berlatih
menuliskan pesan singkat seperti misalnya surat pribadi. Berlatih menulis
surat pribadi pada WA penting dikuasai peserta didik. Selama ini peserta
didik menuliskan pesan tanpa mengindahkan struktur dan pilihan kosakata
yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kepada siapa pesan tersebut dikirim.
Mengacu pada fitur layanan yang disediakan oleh WA serta pentingnya
menyampaikan pesan secara terstruktur, best practice ini melaporkan
bagaimana penggunaan WA berhasil memfasilitasi siswa SMAN 1 Cirebon
kelas 11 dalam menguasai keterampilan menulis pesan personal, yaitu surat
pribadi dalam mata pelajaran Bahasa Inggris.
b) Permasalahan
Masalah menulis surat pribadi dalam Bahasa Inggris yang dihadapi oleh
siswa kelas 11 SMAN 1 Cirebon mencakup:
3
3. Menulis surat sudah ketinggalan zaman karena SMS lebih berfungsi
ketimbang surat terutama untuk surat pribadi.
4. Sulit untuk memulai menulis surat dengan alasan tidak ada ide
5. Khawatir tata bahasa dan kosa katanya salah.
c) Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi strategi pemecahan masalah
Mengkaji telah terbiasanya peserta didik menggunakan SMS pada WA
namun belum menggunakan struktur dan fitur kebahasaan yang tepat. Strategi
pemecahan masalah yang telah berhasil dilakukan adalah menerapkan
pembelajaran ubiquitos learning atau ‘pembelajaran yang menggunakan dan
didukung oleh teknologi yang dapat digunakan kapan saja, dimana saja dan
sesuai dengan konteks peserta didik’ (de Sousa Monteiro dkk., 2014).
Dukungan penggunaan gawai untuk berhasilnya pembelajaran menulis
surat pribadi pada WA merupakan adopsi pembelajaran berbasis teknologi
dengan menggunakan alat seperti telepon pintar, personal digital assistants
(PDAs), iPads atau yang lainnya. Viberg & Gronlund (2012, pada Dwee &
Nurhidayah, 2017) menamai pembelajaran dengan strategi ini sebagai
mobile-assisted language learning (MALL).
Best practice ini mengimplementasikan strategi ubiquitos learning
dengan cara mobile-assisted language learning sehingga peserta didik
mampu menulis surat pribadi sesuai dengan konteks dengan sangat baik.
2. Penjelasan tahapan operasional pelaksanaan
Secara garis besar tahapan operasional pelaksanaan penggunaan WA
dalam pembelajaran berbasis teknologi adalah sebagai berikut:
- Mengidentifikasi materi ajar dari Silabus.
- Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
- Mengamati penggunaan gawai yang dilakukan oleh peserta didik.
4
- Mengumumkan penggunaan WA dalam pembelajaran menulis surat
pribadi
- Membentuk grup WA, khusus hanya untuk personal letter.
- Melakukan diskusi, dan menulis surat pribadi pada grup WA.
5
b. Implementasi Strategi I Whatsapp Iguana
6
pribadi yang didalamnya memuat kegiatan dirinya sendiri atau kegiatan
orang disekitarnya.
Selanjutnya, KD 4.6.1 dan 4.6.2 menuntut agar pendidik membantu
peserta didik menguasai keterampilan menyusun teks surat pribadi baik
ragam lisan maupun tulis.
Identifikasi terhadap pengetahuan dan keterampilan dari KD 3.6 dan KD
4.6.1. dan 4.6.2 mengarahkan pendidik untuk menyediakan pengalaman
belajar menulis surat yang menarik, menantang, sekaligus mendidik namun
sesuai dengan konteks kehidupan peserta didik saat ini.
Materi ajar yang memenuhi kebutuhan KD 3.6, KD 4.6.1. dan 4.6.2 di
atas adalah surat pribadi yang dibuat oleh Alex kepada ibunya. Alex
membujuk ibunya agar mengizinkannya memiliki Iguana. Alex berjanji akan
membersihkan kandang Iguana setiap hari. Ibunya membalas surat Alex
dengan menanyakan bagaimana nanti jika Iguananya tumbuh besar dan bisa
saja Iguana tersebut memakan mereka. Seluruh pertukaran pesan pribadi ini
disampaikan dalam bentuk surat pribadi yang menarik yang ditulis oleh
Karen Kaufman Orloff. Surat lengkap antara Alex dengan Ibunya dapat
dilihat pada lampiran 1. I wanna Igunana.
2. Pembuatan RPP
Pembuatan RPP merupakan langkah kedua yang dilakukan segera setelah
materi ajar sesuai kebutuhan KD ditetapkan. Pelaksanaan pemberian
pengalaman belajar menulis surat pribadi dilakukan dalam 3 pertemuan @ 90
menit di kelas 11 pada materi Bahasa Inggris wajib.
Rincian kegiatan inti pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut.
Pertemuan 1:
- Membuat grup WA khusus untuk personal letter (grup WA dapat dilihat
pada lampiran 2. Grup WA Pesonal Letter).
7
- Menerima teks I wanna Iguana.
- Membaca teks.
- Menjawab reading comprehension dengan menggunakan quiz (lihat
lampiran 3. Quiz).
- Menerima contoh template surat pribadi- letter graphic organizer (lihat
lampiran 4. Letter Graphic Organizer).
- Memasukkan teks I wanna Iguana kedalam template berdasarkan
identifikasi bagian-bagian surat.
- Melakukan penilaian terhadap hasil kerja peserta didik.
Pertemuan 2:
- Peserta didik merancang surat pribadi dengan terlebih dahulu melakukan
evaluasi terhadap contoh surat.
- Membuat surat pribadi kepada ibunya
- Mengunggah surat pribadi ke grup WA Personal letter dengan waktu
terakhir pengunggahan pukul 14.00 pada hari pelajaran diberikan.
- Peserta didik diminta melakukan diskusi tentang isi atau struktur surat
pada grup WA. (berlangsung hingga pertemuan berikutnya dengan
ubiquitos learning).
- Mengizinkan peserta didik untuk membalas surat di grup.
- Melakukan pemantauan dan penilaian terhadap surat yang diunggah.
Pertemuan 3:
- Membahas surat pribadi yang diunggah di WA di dalam kelas.
- Melakukan class conference untuk mendiskusikan kelebihan dan
kekurangan surat pribadi yang dibuat dari unsur struktur, fitur
kebahasaan dan ketepatan pengunggahan surat pada grup WA.
- Meminta peserta didik untuk menulis surat kepada Presiden Jokowi atas
kunjungannya ke kota Cirebon.
8
- Meminta peserta didik untuk menulis surat pribadi kepada teman yang
berada di luar kota dengan menggunakan WA pribadi masing-masing.
- Meminta peserta didik untuk mengunggah screenshot dari surat yang
telah dikirim berikut minimal satu balasannya.
- Melakukan penilaian surat pribadi yang diunggah peserta didik.
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran I wanna Iguana untuk menulis surat pribadi
dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan dengan
kegiatan pendahuluan yang mendorong peserta didik untuk termotivasi
menulis pesan dalam bahasa Inggris dengan etika bahasa ragam tulis yang
benar.
Kegiatan inti berisi pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran sesuai
rencana pembelajaran yang dituliskan pada sub bab no.2 perencanaan RPP
pada best practice ini.
Kegiatan pembelajaran ditutup dengan kegiatan penutup seperti
memberikan feedback, melakukan refleksi, dan mengajak peserta didik
untuk bertulis pesan pada WA dengan menggunakan etika yang benar.
4. Penilaian pembelajaran
Penilaian pembelajaran dilakukan secara otentik berdasarkan
pembelajaran otentik. Dengan kata lain, penilaian dilakukan seiring
berjalannya pemberian pengalaman belajar menulis surat pribadi
berlangsung. Setiap produk hasil pembelajaran dinilai dan didokumentasikan.
Sedangkan sikap yang muncul dicatat pada jurnal.
9
pada keterampilan adalah terpenuhinya tuntutan KD 4.6.1 dan 4.6.2. pada KD 4.6.1
yakni menangkap makna ditandai dengan diperolehnya data perolehan skor quiz.
Skor menunjukkan bahwa 90% dari 39 peserta didik memperoleh angka diatas 80,
10 poin lebih tinggi dari KKM sekolah yang ditetapkan.
Dear Mom,
Today, after school I will attend a scout event. But I forgot to bring my scout
uniform. So please bring me a scout uniform. I will wait at school.
Thanks Mom
Your lovely daughter
10
April
Dear April ,
I cannot come to my school either. You can go home to take your uniform or
just follow the schout event with the clothes you are wearing now.
Love,
Mommy
Surat yang ditulis oleh siswa #7 dan respon dari guru yang mengambil
peran sebagai ibu si pengirim surat menunjukkan bahwa ada pertukaran pesan
singkat yang dilakukan antara si pengirim dan si penerima pesan. Dalam
komunikasi dengan menggunakan fitur pesan singkat, pertukaran pesan di
atas telah mencapai tujuan pertukaran informasi yang ingin dicapainya.
Kedua, capaian hasil dalam aspek pengetahuan. Mengacu pada surat
pribadi yang ditulis siswa #7 di atas terlihat bahwa dia memiliki pengetahuan
menulis surat pribadi dari unsur fungsi sosial, struktut teks dan unsur
kebahasannya. Dari unsur fungsi sosial, siswa no #7 menulis surat pribadi
dengan tujuan menyampaikan pesan agar masalahnya dibantu diselesaikan
oleh ibunya. Dari unsur struktur teks, terlihat bahwa siswa #7 memiliki
11
pengetahuan bahwa surat pribadi terdiri dari 4 bagian. Bagian kesatu adalah
tanggal. Dia menulis March 31st 2017. Bagian kedua adalah greeting atau
salam pembuka. Dia menulis Dear Mom. Bagian ketiga adalah body atau isi
surat. Pada isin surat dia menuliskan tujuan menulis surat dan harapan yang
diinginkan terjadi melalui pesan isi surat. Bagian terakhir adalah closing atau
penutup. Pada bagian penutup siswa #7 menulis Thanks Mom, your lovely
daughter, dan nama jelas.
Ciri kebahasaan yang digunakan oleh siswa #7 diantaranya adalah
kosa kata yang hanya digunakan pada saat menulis surat. Kata dear, thanks
Mom, your lovely daughter adalah sebagian dari kosa kata khusus yang
digunakan pada surat.
Ketiga, capaian dalam sikap. Berdasarkan hasil observasi, sikap yang
muncul diantaranya tepat waktu, jujur, dan sabar. Tepat waktu merupakan
sikap yang pertama tercatat pada jurnal berdasarkan ketepatan peserta didik
mengirimkan surat pribadi ke group. Selanjutnya, menulis surat pribadi tidak
dapat dilakukan oleh orang lain, peserta didik secara jujur harus memakai
gawainya sendiri dan menulis suratnya sendiri kemudian dikirim ke grup.
Cara ini melatih peserta didik untuk jujur.
Setelah surat pribadi diunggah ke grup, berbagai komentar muncul.
Hadirnya beragam komentar meminta peserta didik untuk sabar menerima
kritik dan saran untuk perbaikan surat pribadinya.
Selain ketiga aspek capaian yang telah disebutkan, peserta didik
menyatakan bahwa mereka senang sekali menggunakan gawai untuk
pembelajaran bahasa Inggris. Beberapa diantara mereka bahkan melanjutkan
kegiatan berkirim surat pribadi melalui WA dalam bahasa Inggris dengan
teman yang tinggal di luar kota untuk bertukar informasi mengenai kegiatan
keseharian mereka. Seperti terlihat pada lampiran 4.
12
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Pengimplementasian WA dalam pembuatan surat pribadi menghadapi
beberapa kendala, yakni:
- Peserta didik tidak memiliki pulsa internet sehingga pengiriman surat dan
komentar terlambat.
- Wifi yang disediakan oleh sekolah tidak mampu melayani kebutuhan peserta
didik.
- Membuktikan surat pribadi yang diunggah pada grup WA benar-benar
dibuat oleh peserta didik.
- Peserta didik menulis surat pada template dalam bentuk lampiran doc. Hal
ini memperlambat surat pribadi untuk dibaca grup dan pendidik karena harus
dibuka terlebih dahulu.
- Peserta didik menulis surat pada buku, kemudian fotonya diunggah ke group.
Cara ini menyulitkan pada saat pengoreksian karena gambar (.jpg) tidak
dapat ditulisi.
e. Faktor-faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung yang membantu terlaksananya penggunaan
WA adalah:
- Sekolah mengizinkan peserta didik untuk menggunakan gawai dalam
pembelajaran.
- Peserta didik melakukan koreksi terhadap surat temannya sehingga terjadi
peer correction dan diskusi antar teman di dalam grup.
- Peserta didik menyadari kesalahan penulisan setelah suratnya diunggah.
Kesalahan terdeteksi peserta didik ketika menyadari bahwa surat pribadi
ditulis secara terburu-buru sehingga lupa untuk menggunakan auto correct.
13
f. Alternatif Pengembangan
Penggunaan teks I wanna Iguana dapat dikembangkan untuk
memberikan pengalaman belajar menulis teks jenis Exposition. Pada teks I
wanna Iguana terdapat kalimat-kalimat membujuk (Persuasive Strategies)
yang menjadi dasar bagi teks Exposition. Selain itu, teks ini mencontohkan
cara memberikan alasan yang dapat pula digunakan untuk materi peminatan
dengan prompt (pertanyaan pemicu) yang lebih sulit misalnya: should school
start later? Berdasarkan fakta sekolah masuk pukul 6.30). Jawaban dari
pertanyaan tersebut dapat menjadi teks bentuk Discussion.
Metode ubiquitos learning dengan dengan strategi mobile-assisted
language learning (MALL) dapat kembali diterapkan untuk mengawal
diskusi terhadap jawaban-jawban yang muncul menanggapi prompt yang
diberikan. Dengan demikian diskusi tidak berbatas pada ruang kelas dan jam
pelajaran tertentu. Semua taggapan dan komentar yang muncul akan dapat
menjadi bahan yang cukup sebagai bagian dari argument dan supporting
ideas pada penulisan teks berbentuk Discussion ataupun Exposition.
C. Kesimpulan dan Harapan
14
Cirebon Kelas 11 sehingga mereka mampu menyusun teks surat pribadi
sesuai konteks.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa strategi ubiquitos learning
dengan cara mobile-assisted language learning atau pembelajaran berbasis
teknologi dengan menggunakan alat seperti telepon pintar yang dapat
digunakan kapan saja, dimana saja dan sesuai dengan konteks peserta didik
berhasil mengantarkan peserta didik mampu menulis surat pribadi dengan
kualifikasi sangat baik.
Keberhasilan penggunaan fitur SMS pada Whatsapp sebaiknya
diduplikasi di sekolah lain yang mengizinkan peserta didik menggunakan
gawai di dalam pembelajaran. Duplikasi ini memungkinkan lahirnya para
penulis pesan singkat yang beretika, yang tidak meninggalkan struktur dan
ciri kebahasaan khusus untuk menulis pesan.
Daftar Pustaka
Alessi, S.M., & Trollip’s, S.R. (2001) Multimedia for Learning: Methods and
Development (3rd ed). Boston: Allyn and Bacon.
Alsaleem, B. I. (2013). The Effect of "Whatsapp" Electronic Dialogue
Journaling on Improving Writing Vocabulary Word Choice and VOice of
EFL Undergraduate Saudi Students. Arab World English Joournal, 213-
225.
De Sousa Monteiro, B., Gomes, A. S., & Neto, F. M. M. (2014). Youubi:
Open software for ubiquitous learning. Computers in Human Behavior
55, 1145-1164.
Dwee, C., & Nurhidayah, M. (2017). What’s up with Whatsapp: Writing on
the Go. Malaysia: Universiti Tun Hussein Onn/Department of English &
Linguistics.
15
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM BAHASA
INGGRIS MENGGUNAKAN TEHNIK BERMAIN PERAN
Hesti Suarti
Sma Negeri 8 Pontianak
A. Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis untuk Best Practice
yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berbicara dalam Bahasa Inggris
Menggunakan Tehnik Bermain Peran”. Meskipun ada beberapa hambatan
yang muncul dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil
menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis
hendak menyampaikan terima kasih kepada kepala SMA Negeri 8 Pontianak
dan pejabat Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat
atas ijin dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan kerja dan
keluarga yang juga telah banyak membantu penulis baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tentunya penulis berharap agar tulisan ini dapat
membantu rekan-rekan sejawat dan juga peserta didik serta masyarakat dalam
meningkatkan keahlian berbicara dalam bahasa Inggris.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya karya tulis ini. Penulis berharap
semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
16
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari
oleh para peserta didik di Indonesia. Di SMA Negeri 8 Pontianak, bahasa
Inggris dipelajari selama dua jam pelajaran setiap minggu, sesuai dengan
alokasi waktu yang ada pada kurikulum 2013. Ada empat aspek keahlian
yang dipelajari para peserta didik pada saat mereka mempelajari bahasa
Inggris. Salah satunya adalah berbicara.
Berkenaan dengan ini, dalam proses belajar yang salah satu tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris,
keaktifan peserta didik memegang peranan penting. Guru diharapkan untuk
bisa melibatkan peserta didik secara aktif agar mengembangkan
keterampilan dan mampu mendorong mereka untuk memperoleh hasil
belajar yang baik.
17
Saat ditanya mengenai alasannya, mereka tesebut menyatakan bahwa
mereka tidak percaya diri dan malu untuk berbicara secara berpasangan di
depan kelas. Mereka memiliki kekuatiran bahwa mereka akan ditertawakan
oleh peserta didik lainnya, dan mereka tidak terbiasa menjadi pusat perhatian
pada saat mereka praktek berbicara dalam bahasa Inggris. Hal ini sejalan
dengan pendapat Morales (2008) yang menyatakan bahwa penyebab peserta
didik sulit untuk berbicara adalah dikarenakan mereka mungkin takut diejek
ataupun tidak diperdulikan.
Hal ini dapat merugikan peserta didik dikarenakan nilai berbicara mereka
yang kurang akan membuat rata-rata nilai berbicara harian pada kompetensi
dasar yang dipelajari menjadi lebih rendah.
b. Permasalahan
Berdasarkan observasi awal, permasalahan yang muncul pada kasus ini
adalah keengganan peserta didik dan rendahnya kemampuan berbicara
menggunakan bahasa Inggris pada peserta didik kelas XI IPS 2 di SMA
Negeri 8 Pontianak. Hal ini dapat dilihat dari jumah peserta didik yang
memutuskan tidak tampil yaitu sebanyak 12 orang, dari total 38 orang. Lebih
jauh lagi, hal ini menyebabkan rata-rata nilai berbicara harian mereka adalah
51.
c. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan awal, penulis memutuskan untuk
mengganti tehnik berbicara berpasangan menjadi tehnik bermain peran dalam
kelompok kecil agar peserta didik merasa terdorong untuk mempraktekkan
kemampuan berbicara mereka menggunakan ungkapan-ungkapan yang
mereka pelajari selanjutnya, yaitu Menanyakan dan Menyatakan Pendapat.
Dalam bermain peran, peserta didik diberi kesempatan bermain dan
mengeksplorasi melalui kegiatan bermain peran dalam sebuah kelompok
18
kecil sehingga dapat mendorong rasa percaya diri mereka untuk berlatih dan
mempraktekkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris mereka. Seperti
pendapat Morales (2008), bermain peran dapat membuat peserta didik
menjadi spontan dan melepaskan energi kreatif mereka, sehingga mereka
tidak merasa perlu malu diejek ataupun tidak diperdulikan karena mereka
melakukannya dalam sebuah kelompok kecil. Hasil akhir yang diharapkan
dari penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI IPS 2 dapat
mempraktekkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris mereka,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Adapun garis besar tahapan operasional pelaksanaan meningkatkan
kemampuan berbicara peserta didik menggunakan tehnik bermain peran
adalah sebagai berikut:
Kegiatan Awal (15 menit)
- Berdoa dan bersykur kepada Tuhan atas karunia kesempatan yang
diberikan untuk belajar
- Menyapa peserta didik
- Mengulang materi yang telah diajarkan sebelumnya.
- Meminta peserta didik duduk dalam kelompok kecil terdiri atas 3-4.
Kegiatan Inti (70 menit)
Eksplorasi
- Peserta didik memperhatikan rekaman video singkat yang diputarkan
guru, menggunakan ungkapan yang telah mereka pelajari ada
pertemuan sebelumnya, yaitu ungkapan Menanyakan dan Menyatakan
Pendapat dalam kelompok-kelompok kecil yang telah dibentuk.
Elaborasi
- Peserta didik diminta membuat percakapan untuk kemudian dilakonkan
di depan kelas menggunakan ungkapan yang telah dipelajari.
19
- Peserta didik diminta untuk tampil mempraktekkan percakapan yang
telah mereka buat dalam bentuk bermain peran.
Konfirmasi
- Guru memberikan umpan balik atas penampilan peserta didik.
20
1. Persiapan: mengulas kosakata, pengetahuan yang berkaitan dengan dunia
nyata dan konteks bermain peran;
2. Pemodelan dan pemunculan: menampilkan percakapan dan memunculkan
unsur kebahasaan yang digunakan; dan
3. Pelatihan dan ulasan: meminta peserta didik berlatih menggunakan media
sebagai pendukung.
Sebagai tambahan, Anderson (2006) menyatakan bahwa bermain peran
adalah populer dimata guru dan peserta didik dikarenakan bermain peran
menyediakan latihan lisan yang sangat penting dalam mempelajari bahasa;
menyediakan kesempatan kepada para peserta didik untuk mencoba
menerapkan pengetahuan di dunia nyata; membiarkan mereka menjadi orang
lain dan meninggalkan kecemasan mereka; dan menyediakan elemen
bermain dalam latihan yang berlawanan dengan latihan di buku latihan
mereka.
Berkaitan dengan hal-hal diatas, teknik bermain peran dianggap sebagai
salah satu tehnik pembelajaran yang sesuai untuk memotivasi peserta didik
dalam meningkatkan kemampuan berbicara mereka dikarenakan bermain
peran mendorong peserta didik untuk bekerja sama, dikarenakan bermain
peran harus dilakukan secara berkelompok. Lebih jauh lagi, motivasi peserta
didik untuk praktek berbicara didepan kelas bisa didapatkan melalui
kompetensi yang dikembangkan melalui pengalaman secara umum namun
terpicu secara langsung melalui percontohan, komunikasi mengenai harapan-
harapan dan instruksi langsung ataupun sosialisasi dengan orang lain,
terutama dengan orang tua atau guru. Hal ini bisa dialami peserta didik
melalui teknik bermain peran (Brophy, 2004).
Sebagai tambahan, bermain peran melibatkan peserta didik sebagai
pelaku, guru sebagai fasilitator, dan konten yang berkaitan dengan dunia
21
nyata. Bermain peran digunakan sebagai teknik dalam meningkatkan
motivasi peserta didik dan lingkungan yang dikondisikan agar sesuai dengan
penerapan bermain peran yang dikaitkan dengan dunia nyata.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Permasalahan yang diangkat pada Best Practice ini adalah keengganan
peserta didik dalam mempraktekkan kemampuan berbicara dalam bahasa
Inggris, dan ini mengakibatkan kurangnya nilai rata-rata harian para peserta
didik. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk mengganti tehnik yang
digunakan dalam mempraktekan keahlian berbicara peserta didik, dari tehnik
praktek berbicara secara berpasangan menjadi tehnik bermain peran dalam
kelompok kecil.
Tehnik bermain peran ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 30
Agustus 2016 di kelas XI IPS 2. Pelajaran bahasa Inggris berlangsung pada
jam ke 1 dan 2, yaitu pukul 7.00 – 8.30. Jumlah peserta didik dalam satu
kelas adalah sebanyak 38 orang. Adapun pada pelaksanaannya, guru
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kelas dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 3-4 orang.
2. Menerapkan tindakan yang mengacu pada rencana pembelajaran yang
telah disusun sebelumnya.
3. Setiap kelompok diberikan materi yang kemudian akan dipraktekkan di
depan kelas, yaitu membuat percakapan untuk bermain peran
menggunakan ungkapan menanyakan dan menyatakan pendapat secara
berkelompok.
4. Selanjutnya masing-masing kelompok mempraktekkan percakapan yang
telah mereka buat dengan menggunakan teknik bermain peran di depan
kelas dalam waktu maksimal 5 menit untuk tiap-tiap kelompok.
5. Memberikan penilaian terhadap penampilan siswa-siswi.
22
6. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
c. Hasil yang Dicapai
Pada awalnya, peserta didik masih terlihat sungkan untuk menampilkan
hasil kerja mereka menggunakan tehnik bermain peran. Kemudian kelompok
pertama memberanikan diri untuk mempraktekkan percakapan menggunakan
ungkapan Menanyakan dan Menyatakan Pendapat dalam bentuk bermain
peran yang telah mereka buat.
Pada saat tampil, beberapa peserta didik terlihat gugup dan berbicara
dengan tersendat-sendat, namun lama kelamaan mereka terlihat lebih santai,
menjadi lebih percaya diri dan berbicara dengan lebih lancar.
Setelah kelompok pertama selesai, peserta didik lain memberikan
penghargaan berupa tepukan tangan. Kemudian kelompok dua memberanikan
diri untuk tampil juga. Anggota kelompok dua terlihat lebih percaya diri
dikarenakan mereka tidak malu menampilkan ekspresi dan nada suara yang
memancing tawa peserta didik lainnya.
Setelah dua kelompok menampilkan permainan peran mereka, peserta
didik lainnya terlihat lebih santai dan menunjukkan ketertarikan untuk juga
mempraktekkan kemampuan berbicara mereka di depan kelas juga. Mereka
terlihat lebih percaya diri mempraktekkan kemampuan berbicara berbahasa
Inggris mereka dikarenakan mereka melakukannya dalam kelompok
kelompok kecil, bukan hanya berpasangan; dan mereka merasa bahwa
mereka juga bisa melakukan apa yang teman mereka telah lakukan
sebelumnya. Mereka juga merasa lebih percaya diri karena mereka
mendapatkan dukungan dari teman-teman sekelompoknya.
Lebih jauh lagi, pada saat peserta didik menampilkan hasil kerja mereka,
penulis mendapati bahwa peserta didik memahami materi dengan baik
dikarenakan mereka sudah berhasil menggunakan ungkapan menanyakan dan
23
menyatakan pendapat dalam percakapan dengan baik. Ada kelompok yang
mengangkat permasalahan biasa seperti menanyakan dan menyatakan
pendapat mengenai penampilan atau hal-hal kesukaan mereka. Namun, ada
juga beberapa kelompok yang mengangkat permasalahan yang sedang
dibahas di media massa pada saat itu. Peserta didik terlihat lebih kritis
mengungkapkan pendapat mereka walaupun beberapa tata bahasa dan
kosakata mereka masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan.
Namun terlihat jelas ada peningkatan dalam frekuensi penampilan
dibandingkan sebelumnya, dan ini menyebabkan adanya peningkatan nilai
rata-rata harian peserta didik. Pada materi sebelumnya dimana peserta didik
diminta mempraktekkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris mereka
secara berpasangan, 12 peserta didik memutuskan tidak tampil.
Grafik 1
Jumlah Peserta Didik yang Tidak Mempraktekkan Kemampuan Berbicara di
Depan Kelas
24
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam pelaksanaannya, kendala yang dihadapi penulis adalah keterbatasan
waktu. Jumlah peserta didik di kelas XI IPS 2 adalah sebanyak 38 orang, yang
terbagi menjadi 10 kelompok. 8 kelompok terdiri atas 4 orang, dan 2 kelompok
terdiri atas 3 orang. Namun setelah dilakukan pertimbangan mengenai kisaran
waktu yang tersedia, dimana setiap kelompok disediakan waktu tampil maksimal
adalah 5 menit, jumlah anggota tersebut diubah menjadi 8 kelompok yang terdiri
atas 6 kelompok yang beranggotakan 5 orang dan 2 kelompok yang berisikan 4
orang. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat memiliki waktu yang cukup
untuk menyiapkan percakapan dan penampilan mereka, dan berlatih. Respon
peserta didik terhadap perubahan jumlah anggota ini sangat baik. Mereka
mendukung tambahan jumlah anggota dikarenakan mereka akan lebih percaya
diri apabila anggota kelompok mereka menjadi lebih ramai.
Sebagai tambahan, beberapa peserta didik yang kemampuanya berada diatas
rata-rata terlihat mendominasi pembuatan percakapan dimana peserta didik yang
kemampuannya dibawah rata-rata tampak pasif dan kurang melibatkan diri
mereka. Penulis kemudian mengingatkan peserta didik untuk bekerja sama dan
melibatkan setiap anggota kelompok dalam prosesnya.
Selain itu, beberapa peserta didik terlihat ribut dikarenakan mereka terlalu
bersemangat dalam mempersiapkan percakapan dan berlatih sehingga
25
mengganggu kelompok-kelompok lain. Dalam hal ini, guru mengingatkan para
peserta didik tersebut untuk bisa menghargai kelompok-kelompok lain dengan
cara memelankan suara mereka agar tidak mengganggu kelompok-kelompok
lain.
e. Faktor-faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung keberhasilan dari strategi meningkatkan
kemampuan berbicara dalam bahasa inggris peserta didik menggunakan tehnik
bermain peran adalah sebagai berikut:
1. Keaktifan dan ketertarikan peserta didik terhadap pembelajaran yang
berlangsung.
2. Dukungan dari rekan guru bahasa Inggris.
3. Kerjasama dan respon yang baik dari Kepala Sekolah, guru bimbingan dan
konseling serta wali kelas yang turut mendukung usaha meningkatkan
kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris peserta didik.
f. Alternatif Pengembangan
Dari hasil pelaksanaan tehnik bermain peran dalam meningkatkan
kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, penulis mendapati bahwa dapat
dilakukan pengembangan agar menjadi lebih baik lagi dengan alternatif:
1. Melakukan kompetisi internal kelas dimana para peserta didik dapat
menentukan kelompok mana yang terbaik menurut mereka dalam bermain
peran, dan mendapatkan hadiah dari guru untuk meningkatkan motivasi
mereka.
2. Menggunakan tehnik bermain peran pada mata pelajaran lain seperti bahasa
Indonesia atau pun mata pelajaran lain dikarenakan inti dari tehnik ini adalah
meningkatkan kemampuan lisan peserta didik, yang mana bisa diterapkan
pada mata pelajaran lain.
26
C. Kesimpulan dan Harapan
Dari hasil implementasi tehnik bermain peran yang telah dilaksanakan
mengenai peningkatan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris peserta didik
kelas XI IPS 2 di SMA Negeri 8 Pontianak menggunakan tehnik bermain peran,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pada jumlah penampil dan rata-rata nilai harian
peserta didik pada dua tehnik yaitu tehnik berpasangan dan tehnik
bermain peran dalam kelompok kecil.
2. Ada perubahan perilaku positif dimana peserta didik lebih banyak
melibatkan diri dan berpartisipasi aktif pada tehnik bermain peran dalam
kelompok kecil dibandingan dengan tehnik berpasangan.
3. Terdapat korelasi positif antara partisipasi aktif peserta didik dengan nilai
rata-rata harian, dimana semakin tinggi partisipasi peserta didik dalam
mempraktekkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris mereka,
semakin tinggi pula rata-rata nilai harian yang didapat.
4. Berdasarkan daftar nilai (terlampir), terdapat peningkatan rata-rata nilai
harian yang signifikan pada saat menggunakan tehnik bermain peran
dibandingkan dengan saat menggunakan tehnik berpasangan.
Berdasarkan poin-poin diatas, tehnik bermain peran dapat dinyatakan
berhasil meningkatkan partisipasi aktif peserta didik. Dengan kata lain, tehnik
bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik
dalam bahasa Inggris. Sebagai hasil akhir, rata-rata nilai harian peserta didik
pun meningkat.
Berdasarkan kesimpulan diatas, rekomendasi yang dapat diajukan sebagai
penguatan dan perbaikan dimasa depan adalah:
1. Guru dapat lebih menanamkan nilai kebersamaan pada semua peserta
didik agar pada saat pelaksanaan kegiatan, proses pembelajaran tidak
27
didominasi oleh peserta didik yang kemampuannya berada diatas rata-
rata, sementara peserta didik yang kemampuannya dibawah rata-rata
menjadi pasif dan kurang melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
2. Guru dapat menerapkan tehnik bermain peran pada mata pelajaran lain
karena tehnik bermain peran dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi lisan peserta didik secara umum.
3. Guru dapat memotivasi peserta didik untuk lebih percaya diri dan tertarik
serta melibatkan diri mereka selama kegiatan belajar menggunakan tehnik
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
4. Peserta didik dapat lebih percaya diri dengan menanamkan kesadaran
bahwa bahasa Inggris tidaklah sulit dipelajari dan didasarkan pada
kehidupan sehari-hari; serta setiap partisipasi dan usaha peserta didik
selama proses pembelajaran sangat dihargai.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. 2006. Role Plays for Today. Surrey: Delta Publishing. Retrieved
on September 17, 2016 from
http://learningenglishfiles.blogspot.co.id/2016/01/role-plays-for-today-
activities-to-get.html
28
http://www.erasmusgrobina.lv/images/motivation/JereE.Brophy.Motivati
ng-Students.pdf
29
30
Penerapan Teknik Arel dalam menulis Karangan Argumentatif Bahasa
Inggris kelas XI SMA Negeri Plus Provinsi Riau
Kholidin, M.Pd.
SMA Negeri Plus, Riau
A. Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Best Practice ini. Penulisan
Best Practice ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mengikuti
kegiatan Lomba Olimpiade Guru Nasional (OGN) yang diselenggarakan di
Yogyakarta, tanggal 18 s.d 21 Juli 2017.
30
4. Seluruh guru dan staf Tata Usaha SMA Negeri Plus yang telah
memberikan dorongan semangat kepada penulis untuk mengikuti
kegiatan Lomba Olimpiade Guru Nasional (OGN) tahun 2017.
5. Istri, anak-anak tercinta, dan keluarga yang telah banyak memberikan
do’a, dukungan moril dan spiritual untuk mengikuti kegiatan Lomba
Olimpiade Guru Nasional (OGN) tahun 2017.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Best Practice ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan. Amin.
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Rendahnya kemampuan menulis argumentatif (Analytical Exposition,
Hortatory Exposition, dan Discussion) dalam pembalajaran Bahasa Inggris,
menjadi permasalahan yang penulis temukan di tempat penulis bertugas. Hal ini
terlihat dari hasil karangan siswa dalam teks argumentatif, baik itu teks dengan
jenis Analytical Exposition, Hortatory Exposition, maupun Discussion, dari segi
penulisan karangan, siswa masih kesulitan dalam merangkai kata-kata yang
menjadi sebuah paragraf dalam sebuah karangan argumentatif. Dan ketika
melihat secara keseluruhan, hasil karangan yang di tulis siswa dinilai dari segi
judul, tema, dan isinya terlihat tidak sesuai (tidak koheren) dengan paragraf yang
tidak beraturan.
Menulis (Writing) merupakan keterampilan akhir berbahasa yang harus
dimiliki siswa setelah menyimak (Listening), berbicara (Speaking), dan
membaca (Reading). Oleh karena itu, menulis sering dianggap keterampilan
yang paling sukar. Saat menulis, seseorang akan memanfaatkan keterampilan
berbahasa yang lain, yaitu menyimak dan membaca. Dalam menulis sebuah
gagasan, ide, dan pikiran, seseorang akan mengolah informasi yang
31
diperolehnya dari proses menyimak atau proses membaca sehingga menjadi
sebuah informasi dalam bentuk tulisan atau karangan.
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa, penulis menemukan
bahwa kemampuan menulis karangan argumentatif dalam Bahasa Inggris masih
rendah. Rendahnya keterampilan siswa tersebut dapat diketahui antara lain siswa
belum memahami benar hakikat karangan argumentasi, bagaimana karakteristik
isi karangan argumentasi, serta bagaimana langkah-langkah menulis karangan
argumentasi. Siswa belum terampil dalam menghadirkan latar belakang masalah
dalam karangan, siswa belum terampil menyampaikan fakta untuk membuktikan
pendapatnya, belum terampil menyimpulkan karangan pada bagian akhir tulisan
argumentasi. Selain itu, menurut beberapa orang siswa metode pembelajaran
dalam kompetensi menulis (writing) dianggap jenuh dan membosankan. Hal
tersebut membuat minat siswa dalam menulis sangat rendah karena merasa
menulis itu sulit. Di sisi lain, penulis selaku salah satu guru Bahasa Inggris juga
mengakui bahwa masih banyak siswa yang berperilaku negatif saat mengikuti
pembelajaran. Mereka sering kali bergurau, mengantuk, dan tidak serius dalam
mengerjakan tugas-tugas.
Dari pemaparan di atas, ditemukan adanya kesenjangan antara harapan
dan kenyataan yang menjadi permasalahan serius dalam pembelajaran menulis
karangan argumentatif berbahasa Inggris baik dalam bentuk Analytical
Exposition, Hortatory Exposition, maupun Discussion. Permasalahan tersebut
diakibatkan karena pembelajaran yang dilakukan selama ini masih bersifat
konvensional. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang masih
menggunakan cara-cara pembelajaran lama dan cenderung kurang inovatif.
Teknik yang digunakan dalam pembelajaran juga seringkali masih
menggunakan metode konvensional yaitu ceramah.
32
b. Permasalahan
Dari latar belakang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan
yang dibahas adalah sebagai berikut:
a) Kemampuan menulis karangan argumentatif dalam Bahasa Inggris,
khususnya karangan dalam bentuk Hortatory Exposition siswa SMA Negeri
Plus Provinsi Riau kelas XI, masih rendah.
b) Perlu adanya metode metode pembelajaran menulis (Writing) berbahasa
Inggris karangan argumentatif, yang inovatif, kreatif dan tepat sasaran
sehingga membuat siswa mudah memahami bagaimana membuat teks
argumentatif yang baik.
c. Strategi Pemecahan Masalah
33
Dalam penerapan teknik atau metode AREL dalam proses pembelajaran
menulis teks argumentatif berbahasa Inggris, maka tahapan-tahapan
operasional pelaksanaannya di jelaskan sebagai berikut:
34
(reasoning) dari kelompok R, dan bukti-bukti berupa fakta atau data dari
kelompok E.
B. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Keterampilan menulis (Writing) dalam bahasa inggris merupakan
keterampilan yang dianggap oleh sebagaian besar siswa sebagai keterampilan
berbahasa yang paling sulit dikuasai. Keterampilan menulis sejatinya
merupakan suatu proses yang harus melalui banyak latihan. Keterampilan
menulis tidak dapat diperoleh dengan hanya mempelajari tata bahasa dan
mempelajari pengetahuan teori menulis. Seseorang yang memiliki
keterampilan menulis dapat menuangkan semua ide atau gagasannya dalam
bentuk bahasa tulis. Seseorang juga akan memperoleh keuntungan yang
banyak dengan memiliki keterampilan menulis.
Pembelajaran menulis karangan argumentatif (Analytical Exposition,
Hortatory Exposition, dan Discussion) dalam bahasa Inggris bertujuan agar
siswa mampu memahami karakteristik dan cara penulisan karangan
argumentasi, terampil dalam menuangkan ide, gagasan, serta pendapatnya
secara logis. siswa terampil dalam menghadirkan, menyeleksi, dan
mengemukakan fakta-fakta untuk membuktikan kebenaran argumennya,
siswa terampil menyampaikan pemecahan masalah dan simpulan yang logis,
siswa juga diharapkan terampil menggunakan bahasa yang baik dan benar
saat menulis. Diharapkan karangan teks argumentatif yang dihasilkan adalah
karangan argumentatif yang benar sesuai dengan kriteria penulisan karangan
argumentasi.
Penemuan fakta di lapangan sebagaimana terungkap dalam latar
belakang masalah, kemampuan menulis karangan argumentatif dalam bahasa
Inggris, khususnya siswa di tempat penulis mengajar, masih rendah.
35
Rendahnya keterampilan siswa tersebut dapat diketahui antara lain siswa
belum memahami benar hakikat karangan argumentasi, bagaimana
karakteristik isi karangan argumentasi, serta bagaimana langkah-langkah
menulis karangan argumentasi. Siswa belum terampil dalam menghadirkan
latar belakang masalah dalam karangan, siswa belum terampil menyampaikan
fakta untuk membuktikan pendapatnya, belum terampil menyimpulkan
karangan pada bagian akhir tulisan argumentasi. Selain itu, menurut beberapa
orang siswa metode pembelajaran dalam kompetensi menulis (writing)
dianggap jenuh dan membosankan. Hal tersebut membuat minat siswa dalam
menulis sangat rendah karena merasa menulis itu sulit. Di sisi lain, penulis
selaku salah satu guru Bahasa Inggris juga mengakui bahwa masih banyak
siswa yang berperilaku negatif saat mengikuti pembelajaran. Mereka sering
kali bergurau, mengantuk, dan tidak serius dalam mengerjakan tugas-tugas.
Dari hal tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan inovasi
pembelajaran menulis (writing) Bahasa Inggris di kelas XI SMA Negeri Plus
Provinsi Riau dengan menggunakan teknik AREL (Argument, Reasoning,
Evidence and Link Back).
Pemakaian teknik AREL menurut penulis merupakan teknik yang
cukup tepat untuk membimbing siswa menghasilkan karangan teks
argumentatif yang baik. Dengan penggunaan teknik AREL, siswa dibimbing
menyampaikan argumen secara runut atau secara berurutan. Pertama, siswa
akan diminta untuk menyampaikan satu atau beberapa argumen. Kemudian,
siswa diminta untuk mencari alasan mengapa argumen tersebut penting.
Selanjutnya, siswa diminta untuk mencari data atau fakta-fakta pendukung
argumennya. Dan terakhir siswa diminta untuk mengkolaborasikan argumen,
alasan, dan data atau fakta tentang topik atau tema yang dipilihnya. Dari
36
langkah-langkah ini maka akan dihasilkan sebuah karangan argumentatif
yang baik.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
- Argument
Argument adalah kalimat utama dari pendapat yang akan kita kemukakan,
sebagai contoh:
“We do not need School uniform.”
- Reasoning
Reason adalah alasan kenapa kita mengeluarkan pendapat yang ada di
kalimat utama, contohnya:
“it burdens parents to buy school uniforms for their child or children. If they
have more children they should pay more for the school uniform.”
- Evidence
Evidence adalah bukti dari kalimat yang kita keluarkan, contohnya:
“for example, a father of 5 children in Cirebon, west Java, committed a
suicide because he was unable to pay school needs for his children.”
37
- Link Back
Link Back adalah statemen kalimat utama yang diulang kembali dan
dipertegas (diberi penekanan). contoh:
“students in the school shouldnot be burdened to wear school uniform. Let
the students free to wear their own clothes”
Dari langkah-langkah di atas, maka akan tersusun sebuah paragraph
dari teks argumentatif yang tersusun dengan baik, sebagai contoh berikut ini
merupakan teks argumentatif hortatory exposition dari penerapan teknik
AREL di atas:
Students do not need to wear school uniforms. Moreover, providing school
uniform for some parents are also too expensive. There a was sad case, for
example, a father of 5 children in Cirebon, west Java, committed a suicide
because he was unable to pay school needs for his children. Students in the
school shouldnot be burdened to wear school uniform. That’s why let the
students free to wear their own clothes during school.
Dari penjelasan tentang teknik AREL di atas, maka penulis mencoba
menerapkannya dalam pembelajaran menulis (Writing) dalam teks
argumentatif Bahasa Inggris (Analytical Exposition, Hortatory Exposition,
dan Discussion). Adapun tahapan-tahapan dalam implementasi strategi
pemecahan masalah dapat dijelaskan dalam langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut:
1. Pada pertemuan awal, siswa diharapkan mampu menyimpulkan apa yang
dimaksud dengan text argumentatif beserta perbedaan-perbedaan jenis teks
argumentatif.
2. Guru menyampaikan informasi bahwa dalam menyampaikan argumen yang
baik, argumen tersebut harus diperkuat dengan alasan yang kuat dan adanya
data atau fakta sebagai bukti untuk mendukung argumen tersebut.
3. Guru memperkenalkan teknik AREL, yaitu teknik menyampaikan argumen
yang baik harus memiliki 4 (empat) hal yaitu: adanya satu atau beberapa
argument (A); adanya alasan yang kuat untuk mendukung argumen (R);
38
adanya bukti berupa fakta atau data (E); dan kesimpulan dari argumen
tersebut (L).
4. Guru membagi siswa dalam (4) empat kelompok, yaitu kelomok A, R, E. dan
L.
5. Guru menuliskan topik atau tema (motion) di Papan Tulis.
6. Kelompok A diminta untuk memberikan satu atau beberapa argumen yang
menguatkan topik atau tema.
7. Kelompok R diminta untuk mencari satu atau beberepa alasan (reasoning)
untuk mendukung argumen dari kelompok A.
8. Kelompok E diminta untuk memperkuat alasan dengan memberikan contoh-
contoh berupa fakta atau data untuk mendukung argumen kelompok A dan
alasan dari kelompok R.
9. Kelompok L diminta untuk membuat kesimpulan dalam bentuk paragraph
yang tersusun dari kumpulan argumen dari kelompok A, alasan-alasan
(reasoning) dari kelompok R, dan bukti-bukti berupa fakta atau data dari
kelompok E.
10. Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan kembali langkah-
langkah penyampaian argumentasi dengan teknik AREL.
39
c. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai dengan pembelajaran ini adalah meningkatnya
kemampuan siswa dalam menulis karangan argumentatif (Analytical
Exposition, Hortatory Exposition, dan Discussion). Hal ini dibuktikan dengan
membandingkan hasil karangan argumentatif siswa dalam bentuk karangan
hortatory exposition kelas XI pada tahun ajaran 2016/2017 dengan hasil
karangan argumentatif hortatory exposition siswa di kelas yang sama pada
tahun ajaran sebelumnya, yaitu tahun 2015/2016. Siswa di tahun ajaran
2016/2017 rata-rata mampu menulis karangan argumentatif secara baik,
berurutan, dan jelas. Sementara siswa pada tahun ajaran 2015/2016 rata-rata
masih belum mampu membuat karangan argumentatif secara baik.
Hasil lain yang dicapai dari kemampuan siswa dalam menerapkan teknik
AREL dalam menyampaikan argumen adalah beberapa kali siswa SMA Negeri
Plus menjuarai Lomba Debat, Baik Lomba Debat Bahasa Inggris, maupun
Lomba Debat Berbahasa Indonesia, baik di tingkat Provinsi maupun tingkat
Nasional.
40
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam implementasi teknik AREL ini tidak terlepas dari kendala-kendala
yang di hadapi penulis. Ada beberapa kendala dalam mengimplementasikan
teknik AREL dalam pembelajaran menulis (Writing) teks argumentatif pada
kelas Bahasa Inggris Peminatan di kelas XI di tempat penulis mengajar, yaitu
SMA Negeri Plus Provinsi Riau. Pertama, kemampuan berbahasa Inggris siswa
SMA Negeri Plus Provinsi Riau tidak merata. Ada beberapa siswa memiliki
kemampuan berbahasa Inggris di atas rata-rata yaitu sebanyak 30%, namun
sebagian besar siswa berbahasa inggris berada pada level yang cukup mampu,
yaitu 40%, dan sebagian lagi, yaitu sebanyak 30% berada pada level yang
kurang mampu. Untuk mengatasi kendala ini, penulis selalu membagi siswa
secara merata ke dalam masing-masing kelompok.
e. Faktor-faktor Pendukung
42
dalam debat. Dalam penggunaan metode ini karangan argumentatif harus
memiliki 4 (empat) hal yaitu: adanya satu atau beberapa argumen (A);
adanya alasan yang kuat untuk mendukung argumen (R); adanya bukti
berupa fakta atau data (E); dan kesimpulan dari argumen tersebut (L).
4) Penggunaan metode atau teknik AREL telah mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis karangan argumentatif (Analytical
Exposition, Hortatory Exposition, dan Discussion). Hal ini dibuktikan
dengan membandingkan hasil karangan argumentatif siswa dalam bentuk
karangan Hortatory Exposition kelas XI pada tahun ajaran 2016/2017
dengan hasil karangan argumentatif Hortatory Exposition siswa di kelas
yang sama pada tahun ajaran sebelumnya, yaitu tahun 2015/2016.
Dari beberapa simpulan yang dipaparkan di atas, maka penulis
mengajukan beberapa rekomendasi, yaitu:
1) Guru Bahasa Inggris hendaknya memberikan porsi yang cukup dalam
pembelajaran menulis (Writing) teks berbahasa Inggris dengan
memberikan bimbingan agar siswa mampu menulis dalam bahasa Inggris
dengan baik.
2) Metode pembelajaran dengan teknik AREL bisa menjadi alternatif pilihan
bagi guru Bahasa Inggris sebagai metode pembelajaran yang baru dalam
pembelajaran menulis karangan (Writing) khususnya karangan dengan
jenis teks argumentatif (Analytical Exposition, Hortatory Exposition, dan
Discussion).
3) Metode pembelajaran dengan teknik AREL bisa juga diterapkan dalam
pembelajaran menulis karangan (Writing) di luar jenis teks argumentatif
seperti narrative, descriptive, explanation, bahkan karya tulis ilmiah.
43
4) Guru Bahasa Inggris hendaknya mampu mencari metode pembelajaran
yang kreatif dan inovatif, untuk bisa membuat pembelajaran menjadi
bermakna di dalam setiap prosesnya.
DAFTAR PUSTAKA
Emi, Emilia. 2012. Pendekatan Genre-Based Dalam Pengajaran Bahasa
Inggris: Petunjuk untuk Guru. Bandung: Rizi Press, Indonesia.
Poerwati, Loeloek Endah & Sofan Amri. 2013. Panduan Memahami
Kurikulum 2013.
Sudarwati, Theresia & Eudia Grace. 2017. Pathway to English Untuk
SMA/MA Kelas XI Kurikulum 2013 Yang Disempurnakan Kelompok
Peminatan: Buku Siswa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tarigan, Henri Guntur. 2009. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor.
20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan..
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor.
24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran
Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2015/12/12/keterampilan-menulis-
karangan-argumentasi, diakses tanggal 1 Juli 2017 jam 20.00 WIB.
http://derianggraini.blogspot.co.id/2009/09/materi-dan-tugas-bahasa-
indonesia-3.html, diakses tanggal 1 Juli 2017 jam 22.00 WIB.
44
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS DALAM BAHASA INGGRIS
PESERTA DIDIK SMK NEGERI 2 DENPASAR MENGGUNAKAN STRATEGI
‘ATM’ (AMATI, TIRU, MODIFIKASI)
A. Pengantar
Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga best practice ini dapat diselesaikan
pada waktunya. Best practice berjudul “Meningkatkan Keterampilan Menulis
Dalam Bahasa Inggris Peserta Didik SMK Negeri 2 Denpasar Menggunakan
Strategi ‘ATM’ (Amati, Tiru, Modifikasi)” disusun sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Olimpiade Guru Nasional 2017. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Ibu Kepala Dinas beserta seluruh staf, yang
senantiasa memberi dukungan dan semangat, Bapak Kepala SMK Negeri 2
Denpasar yang senantiasa memberikan dorongan, rekan-rekan guru di SMK
Negeri 2 Denpasar yang telah memberikan masukan dan saran, para siswa
SMK Negeri 2 Denpasar, serta semua pihak yang telah memungkinkan
penulis menyusun best practice ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat
kelemahan dan kekurangan dalam best practice ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun akan disambut dengan tangan terbuka demi
perbaikan best practice ini. Akhir kata, penulis berharap best practice ini bisa
menjadi salah satu inspirasi dalam
upaya menciptakan proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
45
B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Bahasa Inggris memainkan peran penting dalam kehidupan di
masyarakat. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris digunakan di
berbagai belahan dunia untuk berkomunikasi satu sama lain. Mengingat
pentingnya peran bahasa Inggris, maka pemerintah memasukkan bahasa
Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, termasuk
di Sekolah Menengah Kejuruan. Peserta didik di Sekolah Menegah Kejuruan
disiapkan untuk menguasai kompetensi keahliannya masing-masing. Sebagai
nilai tambah, mereka perlu menguasai bahasa asing, khususnya bahasa
Inggris. Kedua hal tersebut akan menjadi bekal ketika mereka lulus, saat
mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, memasuki
dunia kerja, ataupun ketika berwirausaha. Salah satu keterampilan berbahasa
Inggris yang diajarkan ialah keterampilan menulis. Upaya yang penulis
lakukan untuk membantu para peserta didik meningkatkan keterampilan
menulis ialah dengan menerapkan strategi ‘ATM’, yaitu Amati, Tiru,
Modifikasi. Strategi ini diterapkan pada paserta didik kelas X Semester 2 di
SMK Negeri 2 Denpasar, pada saat peserta didik mempelajari Kompetensi
Dasar 3.9 dengan topik bahasan tentang Recount Text, suatu jenis bacaan
tentang menceritakan kembali peristiwa yang telah terjadi di waktu lampau.
46
menunjukkan dari 36 peserta didik, hanya 5 yang berhasil meraih nilai di atas
KKM. Oleh karena itu perlu dilakukan pengulangan proses pembelajaran
yang dimulai pada pertemuan ke 5 menggunakan strategi ‘ATM’.
b. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, rumusan masalah pada
best practice ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi ‘ATM’ meningkatkan keterampilan menulis peserta
didik kelas X Semester 2 di SMK Negeri 2 Denpasar?
2. Apakah terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang mencapai KKM
setelah diterapkannya strategi ‘ATM’ pada peserta didik kelas X Semester
2 di SMK Negeri 2 Denpasar?
c. Strategi Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi permasalahan kesulitan siswa dalam menyusun teks
Recount, maka diterapkan strategi ‘ATM’ (Amati, Tiru, Modifikasi). Dalam
pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan operasional, yaitu:
1. Persiapan
Pada tahap ini, penulis menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Penulis juga mempersiapkan media yang diperlukan untuk kegiatan
mengamati, berupa gambar berseri lengkap dengan contoh kalimat untuk
masing-masing gambar. Contoh juga dilengkapi dengan hasil akhir berupa
teks Recount sederhana yang menceritakan isi gambar. Untuk kegiatan
meniru, penulis mempersiapkan handout berupa gambar berseri untuk
dibagikan kepada siswa.
2. Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan ada 3 proses yang terjadi, yaitu:
a. Amati
47
Dalam proses pembelajaran sebelumnya, proses mengamati juga terjadi,
namun yang diamati oleh para peserta didik langsung berupa teks Recount
sederhana. Untuk tahap pengulangan pembelajaran ini, penulis merubah
strategi dalam pemanfaatan media yang digunakan. Penulis menggunakan
media gambar berseri yang dilengkapi dengan kata kunci dalam tahap awal,
sebelum memberikan contoh berupa teks Recount di bagian akhir penjelasan
dalam proses pembelajaran.
b. Tiru
Pada tahap ini, para peserta didik diberi gambar berseri, namun tanpa kata
kunci. Peserta didik kemudian mencoba meniru membuat kalimat
sebagaimana yang telah dicontohkan.
c. Modifikasi
Para peserta didik telah mengamati dan meniru contoh dalam menyusun
teks Recount pada tahap sebelumnya. Pada kegiatan Modifikasi, para peserta
didik mencoba menuliskan pengalamannnya sendiri ke dalam teks Recount.
3. Evaluasi Hasil
Pada tahap ini penulis mengevaluasi hasil yang dicapai para peserta didik.
Hasil tersebut lalu diamati untuk mengetahui sejauh mana strategi yang
diterapkan mampu meningkatkan hasil belajar para peserta didik.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pemecahan masalah berupa pembelajaran ‘ATM’ dipilih oleh
penulis karena prosesnya sederhana, memfokuskan pada keaktifan para
peserta didik selama proses pelaksanaan, dan pada akhirnya mengasah
kemampuan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan yang
dimilikinya.
48
Proses pembelajaran menggunakan strategi ’ATM’ ini disebut sederhana
karena dalam pelaksanaannya tidak membutuhkan persiapan yang rumit,
sumber belajar yang dipergunakan bisa diperoleh melalui browsing di
internet ataupun dibuat sedemikian rupa oleh guru agar sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tahapan dalam proses penerapannya pun hanya terdiri dari
tiga bagian, yaitu: Amati, Tiru, Modifikasi. Pada tahap pertama yaitu
mengamati, para peserta didik belum perlu berpikir tentang hal yang rumit,
mereka cukup mengamati contoh yang disampaikan oleh guru. Pada tahap
meniru, para peserta didik sudah dilengkapi dengan pengetahuan dasar
seputar Recount Text, sehingga mereka mampu membuat kalimat berdasarkan
gambar berseri yang diberikan oleh penulis. Selanjutnya, untuk tahap
modifikasi, para peserta didik mendapatkan penguatan melalui tahap-tahap
yang telah dilalui, sehingga mampu menciptakan teks berjenis Recount
berdasarkan pengalamannya sendiri.
Selain itu strategi pembelajaran ‘ATM’ cocok diterapkan karena
selama proses pelaksanaan pembelajaran, para peserta didik berperan aktif
mencari informasi tentang hal yang belum mereka ketahui, mengkonfirmasi
informasi tentang hal yang sudah mereka ketahui sebelumnya, dan pada
akhirnya mengembangkan kemampuan mereka baik secara tertulis maupun
secara lisan.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian latar belakang, strategi
pemecahan masalah mulai diterapkan pada pertemuan ke 5 dari 7 kali
pertemuan yang dialokasikan untuk pembelajaran tentang teks Recount.
Pada pertemuan ke 5, penulis mengulang kembali proses pembelajaran
dengan menggunakan strategi ‘ATM’ (Amati, Tiru, Modifikasi). Kepada
para peserta didik ditampilkan slide gambar berseri berupa kegiatan
49
seseorang bernama Hyper Harry. Pada masing-masing gambar terdapat kata
kunci berupa kata kerja dan pada beberapa gambar terdapat kata benda yang
menjadi objek. Di bawah masing-masing gambar diberi contoh kalimat. Para
peserta didik diberi kesempatan mengamati contoh yang ditampilkan.
Mereka juga dipersilakan menulis contoh-contoh tersebut di buku catatan.
Berikut ini merupakan sebagian gambar berseri yang dilengkapi dengan
contoh kalimat yang diamati para peserta didik.
Gambar 1
Gambar berseri beserta contoh kalimat
Pada bagian akhir ditayangkan slide berupa teks Recount yang tersusun
dari kalimat-kalimat yang terdapat pada masing-masing gambar. Pada teks
Recount tersebut juga diberi kata hubung yang diperlukan agar kalimat-
kalimat tersebut menjadi suatu paragraf yang padu. Para peserta didik
mengamati teks Recount tersebut kemudian mencatat. Selanjutnya para
peserta didik diberi kesempatan bertanya seputar hal yang telah mereka
amati. Beberapa siswa bertanya tentang struktur kalimat Simple Past Tense
dan bentuk-bentuk perubahan kata kerja. Pada akhir kegiatan pembelajaran,
kepada para peserta didik ditayangkan slide gambar tanpa disertai kalimat.
50
Para peserta didik diberi kesempatan menyebutkan kalimat yang tepat untuk
menceritakan isi gambar.
Pada pertemuan ke 6, penulis membagi peserta didik ke dalam beberapa
kelompok, terdiri dari 4 orang. Penulis mengusahakan kemampuan peserta
didik heterogen dalam kelompok tersebut. Selanjutnya, kepada para peserta
didik dibagikan handout berupa gambar berseri, menceritakan kegiatan
seseorang bernama Dizzy Daisy. Pada gambar berseri tersebut tidak terdapat
kata kunci berupa kata kerja. Para peserta didik diberi kesempatan mencari
kata yang tepat dan mereka bisa mendiskusikannya dengan teman
sekelompok. Selanjutnya peserta didik menuliskan kalimat untuk
menceritakan masing-masing gambar, lalu menyusun kalimat-kalimat
tersebut menjadi sebuah Recount Text. Berikut ini ialah gambar berseri yang
terdapat pada handout.
Penulis meminta beberapa peserta didik dari masing-masing kelompok
untuk membacakan hasil kerja mereka. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan para peserta didik untuk meniru contoh-contoh yang diberikan
pada pertemuan sebelumnya. Apabila terdapat kekeliruan atau kekurangan,
penulis memberikan masukan dan perbaikan pada para peserta didik. Peserta
didik kemudian mengumpulkan hasil tertulis dari apa yang telah mereka
kerjakan pada pertemuan tersebut.
Pada pertemuan ke 7, hasil kerja para peserta didik dibagikan. Peserta
didik kemudian diberi kesempatan untuk mengamati perbaikan yang ada pada
hasil kerja mereka yang baru dibagikan. Peserta didik juga diberi kesempatan
untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya atau bertanya kepada guru bila
ada hal yang belum dipahami seputar menyusun teks Recount. Selanjutnya,
sebagai bahan penilaian, peserta didik diberi tugas untuk memodifikasi apa
yang telah mereka pelajari pada tahap-tahap sebelumnya. Peserta didik
51
diminta untuk menyusun sebuah teks Recount yang menceritakan tentang
pengalaman mereka yang paling berkesan dengan tema “My Memorable
Experience”. Mereka bisa menggunakan teks Recount yang telah mereka
kerjakan pada handout sebagai contoh. Kepada para peserta didik
diinformasikan bahwa ada beberapa hal yang menjadi poin penilaian pada
hasil tulisan mereka, yakni: Content (Isi dari teks tersebut sesuai dengan jenis
wacana yang ditugaskan dan gagasan mampu dikembangkan dengan baik),
Organization of Text (Bagian-bagian teks sesuai dengan genre yang
ditugaskan dan diolah menjadi teks yang padu dan mudah dipahami),
Grammar (tata bahasa yang digunakan sesuai dengan genre teks), Vocabulary
(penggunaan kosakata yang tepat untuk menyampaikan gagasan), Mechanic
(Penggunaan tanda baca yang tepat).
Pada akhir proses pembelajaran, para peserta didik mengumpulkan hasil
tulisan mereka untuk diberi nilai.
c. Hasil yang Dicapai
52
Selanjutnya, data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah peserta
didik yang mencapai KKM. Sebelum penerapan strategi pembelajaran ‘ATM’,
jumlah peserta didik yang berhasil melampaui KKM adalah 5 orang dari total
36 siswa atau hanya sebesar 13,8%. Setelah penerapan strategi ‘ATM’ seluruh
peserta didik di kelas tersebut mampu meraih nilai lebih besar atau sama
dengan KKM.
53
a) Dukungan dari bapak kepala sekolah yang senantiasa mendorong para
pendidik di lingkungan sekolah untuk meningkatkan kompetensi serta
keterampilan dalam mengajar.
b) Dukungan dari pihak manajemen sekolah berupa fasilitas yang memadai,
seperti fasilitas Wifi yang bisa dimanfaatkan untuk mencari informasi di
internet, serta menyediakan sarana yang diperlukan untuk mencetak
lembar kerja yang diperlukan, serta fasilitas di kelas berupa LCD yang
menunjang proses kegiatan belajar.
c) Dukungan dari teman-teman sejawat yang senantiasa terbuka untuk diajak
berdiskusi, dukungan atas ide yang akan diaplikasikan dalam proses
pembelajaran, serta masukan dan saran selama proses pembelajaran.
d) Sumber referensi yang tidak terbatas di internet ataupun media lainnya
e) Peserta didik yang mau aktif, kooperatif dan kreatif selama proses
pembelajaran
f. Alternatif Pengembangan
Dalam pelaksanaan Model ‘Amati Tiru dan Modifikasi’ penulis melihat
bahwa ada beberapa alternatif pengembangan yang bisa dilakukan, antara
lain:
1. Beberapa peserta didik sudah cukup memiliki pemahaman dasar tentang
materi yang diajarkan, sehingga perlu penanganan untuk lebih
mengembangkan kemampuan yang mereka miliki (Enrichment). Bentuk
pengayaan yang dapat dikembangkan ialah cara menerapkan strategi yang
lebih sederhana bagi mereka yakni strategi AKsi (Amati lalu Kreasikan).
Sebagai salah satu alternatif penerapan strategi AKsi, para peserta didik
diberikan cerita tentang suatu kejadian yang merupakan hasil rekaan
(fiksi). Cerita tersebut hanya berupa bagian awal saja (Orientation).
Selanjutnya, para peserta didik diberi kesempatan untuk mengkreasikan
54
ide-ide mereka dengan menggunakan kata-kata kerja dan kalimat dengan
tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Hasil tulisan mereka dapat dimuat di
handout atau Modul sebagai contoh untuk peserta didik lainnya.
2. Hasil tulisan peserta didik yang dianggap bagus dapat dibacakan oleh
peserta didik dan direkam. Hasil rekaman dapat digunakan untuk contoh
dalam kegiatan mengamati pada proses pembelajaran di kelas-kelas
lainnya.
D. Kesimpulan dan Harapan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa strategi pembelajaran ‘ATM’ (Amati, Tiru, Modifikasi) merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan kemampuan menulis dalam bahasa Inggris. Melalui penerapan
strategi pembelajaran ‘ATM’, hasil belajar peserta didik mengalami
peningkatan. Jumlah peserta didik yang mampu mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal pun bertambah. Strategi pembelajaran ini sederhana
dalam pelaksanaannya dan berfokus pada keaktifan para peserta didik. Dalam
pelaksanaannya terdapat pengulangan untuk penguatan kemampuan para
peserta didik sehingga pada tahap akhir proses pelaksanaannya, para peserta
didik mampu membuat suatu modifikasi berdasarkan apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh para peserta didik setelah diterapkannya
strategi Pembelajaran ‘ATM’ ini, terlihat bahwa strategi pembelajaran
tersebut mampu meningkatkan keterampilan menulis para peserta didik.
Dengan demikian, strategi ini dapat dicoba oleh para pendidik yang lain,
sebagai salah satu alternatif strategi dalam pembelajaran bahasa Inggris.
55
Berdasarkan pengalaman penulis dalam menerapkan model pembelajaran
‘ATM’, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menerapkan
strategi pembelajaran ini, yaitu:
a. Pada tahap kegiatan mengamati, hendaknya para peserta didik dibantu
dengan memanfaatkan media pembelajaran, seperti gambar atau video
yang dapat membuat para peserta didik fokus dan berkonsentrasi. Untuk
gambar dapat dipilih yang sederhana dan apabila memungkinkan,
menceritakan kegiatan yang tidak jauh berbeda dari apa yang peserta
didik pernah lakukan.
b. Pada tahap meniru, pendidik hendaknya mengontrol secara menyeluruh
selama proses pelaksanaan dan memastikan semua peserta didik
mengikuti tahap ini dengan baik. Bagi peserta didik dengan kemampuan
yang lebih, tahap ini akan dapat diselesaikan dengan cepat, maka sebagai
alternatif mereka dapat diberi peran untuk ikut membantu rekannya yang
belum paham. Ini akan membantu menguatkan pemahaman mereka dan
akan menjadi dorongan positif bagi rekannya untuk bertanya tanpa
merasa sungkan, karena yang ditanyai adalah teman sendiri. Sedangkan
bagi peserta didik dengan kemampuan kurang, perlu mendapat perhatian
lebih agar bisa mengikuti dan menyelesaikan tahap ini dengan baik.
c. Pada tahap modifikasi, dalam pembelajaran Recount Text, para pendidik
bisa memberikan pilihan bagi para peserta berupa beberapa tema yang
bisa dikembangkan sesuai kemampuan masing-masing peserta didik.
Selain itu pemberian tema juga akan lebih membantu peserta didik untuk
fokus pada tema tertentu dan tidak perlu banyak berpikir tentang kejadian
apa yang bisa mereka ceritakan ketika menyusun sebuah teks Recount.
DAFTAR PUSTAKA
56
Ceranic, Helena. 2011. Resources for Teaching English: 11-14. London:
Continuum International Publishing Group
Depdiknas. 2002. Contextual Teaching And Learning. Jakarta: Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Fletcher, Mark. 2004. Timesaver Visual Grammar. Great Britain: Ashford
Colour Press
Harmer, Jeremy. 2007. How to Teach Writing. Malaysia
Paul, Dennis. 2000. The Funbook of Creative Writing. USA: Remedia
Publications Inc.
Emilia, Emi. 2011. Pendekatan Genre Based Dalam Pengajaran Bahasa
Inggris: Petunjuk untuk Guru. Bandung: Rizqi press.
Scrivener, Jim. 2005. Learning Teaching. U.K.: Scotprint
Tim Redaksi Focus Media. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional. Bandung: Focus
Media.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Kencana Prenada Media: Jakarta.
57
PENGGUNAAN PERMAINAN SURAT RAHASIA (SECRET
LETTER) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS
KALIMAT PAST TENSE
M. Dwi Hardani, M. Pd
SMA NEGERI 1 MERAWANG, Bangka Belitung
A. Pengantar
Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin. Puji syukur tak terkira penulis haturkan
ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
menyelesaikan best practice ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta segenap
umatnya hingga akhir zaman. Dalam menyelesaikan best practice ini, penulis
juga hendak menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada pihak-
pihak sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Merawang Kab. Bangka Provinsi Kep.
Bangka Belitung, ibu Dra. Hj. Nihlatin Nisa, beserta seluruh guru-guru
dan staf tata usaha SMA Negeri 1 Merawang yang telah memberikan
dukungan dalam penyelesaian best practice ini.
2. Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
3. khususnya bidang Pendidikan SMA, atas pembinaan yang telah diberikan.
58
4. Keluarga yang telah mendukung selama ini, baik ayah ibu maupun
mertua, terkhusus kepada istri tercinta Dio Andespa Putrika Dewi, S.Pd.
yang telah merelakan waktunya untuk berbagi dalam mendukung
penyelesaian best practice ini.
Semoga kedepan best practice ini dapat menyumbangkan manfaat
dalam perbaikan pendidikan khususnya pembelajaran bahasa Inggris di SMA
Negeri 1 Merawang.
B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Penguasaan Bahasa Inggris sangat penting pada saat ini dikarenakan
penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Oleh karena itu,
pengajaran Bahasa Inggris sudah diperkenalkan pada tingkat pendidikan yang
terendah. Di Indonesia sendiri, Bahasa Inggris mulai diajarkan pada tingkat
pendidikan dasar, yakni sekolah tingkat pertama, hingga ke tingkat perguruan
tinggi. Bahkan, di beberapa sekolah dasar sudah diperkenalkan Bahasa
Inggris sebagai muatan lokal/ pelajaran tambahan.
Pada tingkat pendidikan menengah, berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, ada beberapa tujuan pengajaran Bahasa
Inggris, yaitu: (1) mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam
Bahasa Inggris, baik secara lisan maupun tulisan, yang meliputi kemampuan
mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan
menulis (writing); (2) menumbuhkan kesadaran akan hakikat dan pentingnya
Bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama
belajar; dan (3) mengembangkan pemahaman keterkaitan antara bahasa dan
budaya serta memperluas cakrawala budaya, sehingga siswa memiliki
wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya
(Depdiknas, 2006).
59
Dalam kaitan dengan kurikulum tersebut, pembelajaran bahasa Inggris di
tingkat sekolah menengah dirumuskan dalam bentuk standar kompetensi
yang harus dikuasai oleh siswa. Kemudian, standar kompetensi tersebut
dijabarkan lagi ke dalam kompetensi dasar yang mencakup penguasaan
keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan mendengarkan (listening),
berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
Diantara keterampilan-keterampilan tersebut, keterampilan menulis
(writing) adalah salah satu yang tidak disukai baik oleh guru maupun oleh
siswa (Mukminatien, 1991). Keterampilan menulis (writing) dianggap
sebagai keterampilan yang paling rumit untuk siswa kuasai karena mencakup
langkah-langkah yang kompleks, yaitu pra-menulis, menulis rancangan, dan
merevisi tulisan. Selain itu, writing juga mencakup aspek-aspek seperti isi
tulisan, kosakata, tata bahasa/ struktur, dan tanda baca. Di lain pihak, guru
juga kurang tertarik untuk mengajarkan keterampilan menulis karena
membutuhkan waktu untuk menyiapkan dan juga menilainya.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang tepat untuk bisa mengajarkan
keterampilan menulis kepada siswa. Strategi tersebut dapat diaplikasikan
dalam tahap pra-menulis maupun saat sedang menulis rancangan. Salah satu
strategi yang dapat digunakan oleh guru adalah melalui permainan, salah
satunya melalui permainan surat rahasia (secret letter).
b. Permasalahan
Sebagaimana telah diuraikan di bagian pendahuluan di atas, keterampilan
menulis (writing) dianggap sebagai keterampilan yang paling sulit untuk
dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris. Sehingga, guru perlu
menentukan strategi yang paling tepat untuk digunakan di kelas dalam
pembelajaran writing.
60
Seperti yang sudah kita ketahui, kegiatan menulis dimulai dari menyusun
kata menjadi frasa dan klausa, kemudian menjadi kalimat. Dari kalimat
tersebut, baru kemudian dapat dikembangkan menjadi paragraf, kemudian
menjadi wacana, bab dan pada akhirnya menjadi sebuah buku. Semua diawali
dengan kemampuan menyusun kata menjadi kalimat yang padu dan
bermakna dengan struktur yang tepat.
Salah satu permasalahan yang masih terjadi di SMA Negeri 1 Merawang
adalah banyak siswa yang belum dapat menulis kalimat padu dengan struktur
kalimat yang benar. Ketika mereka diminta untuk menulis kalimat, banyak
yang tidak menuliskan subjek/ objek kalimat dengan tepat, penggunaan
bentuk kata kerja yang tidak sesuai, serta penggunaan keterangan, baik
keterangan waktu maupun keterangan tempat, yang belum sesuai. Hal ini
disebabkan siswa masih belum dapat memahami konsep struktur kalimat
yang benar dalam bahasa Inggris. Hal ini berarti bahwa kemampuan siswa
dalam memahami dan menguasai materi tentang struktur kalimat masih
rendah.
Oleh karena itu, guru dalam pembelajaran di kelas dalam hal menulis
kalimat perlu menggunakan strategi/ teknik yang dapat membantu siswa
memahami konsep struktur kalimat. Salah satu teknik yang dapat digunakan
oleh guru adalah melalui permainan menulis kalimat menggunakan metode
surat rahasia (secret letter).
c. Strategi Pemecahan Masalah
Deskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih
Surat rahasia (secret letter) adalah sebuah permainan menuliskan kalimat
dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa per kelompok. Masing-masing
siswa menyiapkan selembar kertas kecil berukuran 10 x 13 cm (satu helai
kertas buku tulis dibagi empat). Tiap-tiap siswa harus menuliskan satu kata
61
sesuai struktur kalimat yang hendak ditulis (subyek, predikat, obyek dan
keterangan), namun tanpa boleh diketahui oleh siswa lainnya. Setiap siswa
menulis secara bersamaan, dan setiap selesai menulis satu kata, kertas harus
dilipat agar kata yang telah ditulis tidak diketahui oleh siswa lainnya. Kertas
tersebut kemudian dioper ke siswa di sebelahnya searah jarum jam/ ke siswa
di sebelah kirinya, sehingga setiap nanti kalimat yang ditulis tersusun dari
kata-kata yang ditulis oleh siswa yang berbeda. Siswa harus menulis satu
kata, tanpa boleh mengintip kata yang tertutup dalam lipatan yang sudah ada
dalam surat tersebut. Setelah seluruh struktur kalimat lengkap ditulis, siswa
baru diperbolehkan membacakan kalimat yang tertulis di kertas yang
dipegangnya. Kemudian permainan dilanjutkan dengan kertas baru dan
kalimat baru.
Penjelasan tahapan operasional pelaksanaannya
Sebelum memulai kegiatan menulis kalimat menggunakan permainan
secret letter, guru menjelaskan tentang struktur kalimat dan fungsi masing-
masing bagian kalimat (subyek, predikat, obyek, dan keterangan) sesuai
dengan tema/ jenis teks yang di bahas. Guru kemudian membagi siswa ke
dalam kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Setiap kelompok kemudian duduk
dalam lingkaran.
Setiap siswa kemudian menyiapkan selembar kertas kecil. Setelah itu,
guru meminta siswa menuliskan subyek di bagian atas kertas, lalu melipatnya
agar tertutup dan kemudian mengoperkan ke teman di sebelah kirinya
(perputaran searah jarum jam). Setelah itu, guru meminta siswa menuliskan
predikat/ kata kerja di kertas yang ada di tangannya di bawah lipatan pertama,
lalu melipat lagi kertas, dan mengoperkannya lagi. Demikian seterusnya
dilanjutkan dengan menuliskan obyek dan keterangan kalimatnya. Guru harus
mengawasi agar tidak ada siswa yang mengintip kata yang ada dalam lipatan.
62
Setelah selesai menuliskan keterangan dan mengoperkan ke teman di kirinya,
masing-masing siswa membacakan kalimat dengan membuka semua lipatan
kertas yang ada di tangannya.
Pada awalnya, kalimat yang tertulis di kertas mungkin terdengar lucu atau
maknanya menjadi aneh. Namun, fokus yang diharapkan disini adalah siswa
memahami konsep struktur kalimat berupa penggunaan subyek, predikat,
obyek dan keterangan.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi hal tersebut, guru harus menemukan strategi yang tepat
dalam mengajarkan pengetahuan tentang konsep struktur dan unsur penyusun
kalimat tersebut. Tentu saja, akan menjadi kurang menarik jika guru hanya
63
mengajarkan teori dan konsep tentang struktur dan unsur kalimat di kelas
dengan cara tradisional seperti metode ceramah. Oleh karena itu, guru harus
menemukan cara lain yang lebih menyenangkan dalam mengajarkan konsep
tersebut (Davies & Pearse, 2000). Salah satu cara yang dapat dipilih oleh
guru adalah melalui permainan. Belajar melalui permainan akan menambah
variasi dalam belajar dan meningkatkan motivasi siswa dengan cara
memberikan dorongan yang masuk akal untuk dapat mengunakan bahasa
sasaran. Untuk siswa, permainan dapat memberikan rangsangan yang tepat
untuk meningkatkan motivasi dalam belajar (Lewis, 1999).
64
hasil pengamatan dan tes tulis membuat kalimat past tense, masih banyak
siswa yang mendapatkan nilai yang belum maksimal. Untuk meningkatkan
hasil belajar siswa tersebut pada best practice ini digunakan permainan surat
rahasia (secret letter). Subyek dalam kegiatan best practice ini adalah siswa
kelas X2 SMA Negeri 1 Merawang semester genap tahun pelajaran 2016-
2017.
Sebelum permainan dimulai, guru meminta siswa untuk menuliskan 10
kalimat menggunakan keterangan waktu lampau (past tense) , yang terdiri
dari 5 kalimat positif dan 5 kalimat negatif. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan dasar/ awal yang sudah dimiliki siswa dalam
pemahaman konsep kalimat.
Setelah siswa selesai menulis kalimat tersebut, guru kemudian meminta
siswa untuk saling mengoper jawaban untuk diperiksa oleh siswa yang
berbeda. Di tahap ini ini yang perlu diperiksa bukan jawaban yang benar atau
salah, tetapi keberadaan unsur-unsur penyusun kalimat (subyek, predikat,
obyek dan keterangan). Sembari siswa memeriksa jawaban temannya, guru
menjelaskan konsep struktur dan unsur-unsur penyusun kalimat beserta
fungsinya masing-masing. Kemudian siswa diminta melingkari jika di
kalimat yang ditulis oleh temannya terpenuhi unsur-unsur kalimat di atas.
Setelah itu, guru meminta siswa membuat kelompok terdiri dari 4-5 siswa
dan duduk secara melingkar tanpa meja. Siswa kemudian diminta
menyiapkan kertas kecil berukuran 10 x 13 cm (satu helai kertas buku tulis
dibagi empat). Guru kemudian meminta siswa menuliskan nama salah satu
siswa sekelas yang bukan satu kelompok dengannya sebagai subyek kalimat
dibagian atas kertas, lalu melipatnya agar tertutup, dan mengoperkan
kertasnya ke siswa di sebelah kiri masing-masing (searah jarum jam). Setelah
itu, tiap siswa kemudian diminta menuliskam kata kerja berbentuk past tense
65
di bagian bawah lipatan yang ada, lalu dilipat lagi dan dioperkan lagi.
Kemudian dilanjutkan dengan menulis nama teman yang sekelompok
dengannya sebagai obyek kalimat, dilipat lagi dan dioperkan lagi. Setelah itu,
dilanjutkan dengan menulis keterangan tempat dan waktu, dilipat dan
dioperkan lagi. Langkah terakhir, siswa membuka semua lipatan kertas dan
membacakan kalimat yang tertulis pada surat rahasia yang ada di tangannya
masing-masing. Kalimat-kalimat yang tertulis mungkin akan terdengar lucu,
namun terpenuhi struktur dan unsur-unsur kalimatnya. Permainan kemudian
dilanjutkan dengan kertas baru dan kalimat baru dengan berbagai variasi
subyek, predikat, obyek dan keterangan pelengkap kalimat.
Di bagian akhir, siswa kemudian kembali diminta untuk menulis 10
kalimat past tense sebagai posttest yang juga terdiri dari 5 kalimat positif dan
5 kalimat negatif. Sebelum menulis, guru merangkum kembali penjelasan
tentang struktur dan unsur-unsur kalimat berdasarkan pengalaman belajar
yang telah dilakukan siswa pada kegiatan belajar di hari tersebut. Setelah
selesai dan dikumpulkan jawabannya, siswa diminta menceritakan bagaimana
kesan yang dirasakannya dari kegiatan belajar dan permainan yang telah
dilaksanakan.
c. Hasil yang Dicapai
Untuk mengetahui keberhasilan dari strategi yang dipilih, penulis
membandingkan antara hasil pretest dan posttest siswa, serta mengamati
kondisi siswa selama penerapan strategi melalui kegiatan observasi. Untuk
menilai hasil pretest dan posttest, penulis menggunakan rubrik sebagai
berikut.
Tabel 1. Rubrik Penilaian Kalimat
66
Dari hasil pretest, diperoleh nilai rata-rata untuk seluruh siswa yaitu
80,31. Dari 32 siswa, 23 orang siswa (71,88%) sudah memperoleh nilai
mencapai/ melampaui KKM yang telah ditetapkan, yakni 75. Sedangkan, 9
orang siswa (28,12%) masih belum mencapai KKM. Sedangkan dari hasil
posttest, diperoleh nilai rata-rata untuk seluruh siswa yaitu 89,13. Dari 32
siswa, 30 orang siswa (96,88%) sudah memperoleh nilai mencapai/
melampaui KKM, dan 1 orang siswa (3,12%) masih belum mencapai KKM.
Dengan membandingkan hasil pretest dengan posttest, dapat dilihat ada
peningkatan baik dari rata-rata nilai, maupun jumlah siswa yang mencapai
KKM. Atau dengan kata lain, penggunaan strategi permainan surat rahasia
(secret letter) berhasil meningkatkan pencapaian siswa dalam menulis
kalimat past tense.
Dari hasil pengamatan keterlibatan siswa melalui lembar observasi,
diketahui bahwa hampir seluruh siswa sangat tertarik dengan strategi
pembelajaran dengan permainan surat rahasia tersebut. Terlebih juga, lebih
dari 85 % siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan bermain dan
juga terlihat sangat menikmati kegiatan permainan tersebut. Dan ketika
diminta untuk menulis kalimat selama proses pembelajaran, kebanyakan
siswa (80%) juga terlihat sangat percaya diri dalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran menggunakan permainan surat rahasia (secret letter) sangat
67
efektif dalam merangsang keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran,
sebagaimana tujuan belajar masa kini yang berpusat pada siswa (student-
centered learning) dan bukan lagi hanya berpusat pada guru.
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam penerapan strategi ini, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh
penulis. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah kurangnya motivasi dan
minat siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris, terutama dalam
pembelajaran untuk keterampilan menulis, dan kurangnya pengetahuan yang
dimiliki oleh siswa dalam penguasaan materi bahasa Inggris, dalam hal ini
kurangnya penguasaan kata kerja bentuk past tense baik yang beraturan
(regular) maupun yang tidak beraturan (irregular).
Kendala yang pertama yaitu kurangnya motivasi dan minat belajar siswa
dalam pelajaran bahasa Inggris. Hal ini sudah menjadi permasalahan umum
di sekolah penulis, dikarenakan masih dirasa belum perlunya penguasaan
bahasa Inggris bagi mereka. Bisa ataupun tidaknya mereka menguasai bahasa
Inggris tidak dirasa ada dampaknya di kehidupan mereka setelah
menyelesaikan pendidikan, dikarenakan latar belakang keluarga dan
lingkungan, seperti dari keluarga petani, pedagang, dan nelayan. Banyak dari
mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan
memilih langsung bekerja, sehingga motivasi untuk dapat menguasai bahasa
Inggris masih sangat kurang. Hal ini semakin menyulitkan ketika guru
hendak mengajarkan keterampilan menulis, yang merupakan keterampilan
yang sangat kompleks. Pada awalnya, banyak dari siswa ketika diminta untuk
menulis kalimat masih menunjukkan keengganan. Namun, hal ini dapat
diatasi dengan memilih strategi yang tepat, salah satunya dengan
menggunakan permainan surat rahasia (secret letter).
68
Kendala kedua yang dihadapi oleh penulis adalah kurangnya penguasaan
materi bahasa Inggris, terutama penguasaan kosakata berupa kata kerja
bentuk past (kata kerja kedua), baik kata kerja yang beraturan (regular)
maupun yang tidak beraturan (irregular). Tentu saja hal ini akan menyulitkan
siswa ketika diminta untuk membuat kalimat positif dengan menggunakan
keterangan waktu lampau (past tense). Untuk mengatasinya, penulis
mewajibkan siswa untuk membawa kamus cetak yang memiliki daftar kata
kerja, dan meminta siswa untuk menghafal 5 (lima) kata kerja per minggu.
d. Faktor-faktor Pendukung
Selain menghadapi berbagai kendala yang diuraikan diatas, ada juga
beberapa faktor pendukung keberhasilan penggunaan strategi permainan surat
rahasia (secret letter) tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah kemudahan
untuk menyiapkan permainan dan keingintahuan siswa yang besar terhadap
permainan surat rahasia.
Faktor pendukung yang pertama adalah kemudahan menyiapkan
permainan surat rahasia. Permainan ini hanya membutuhkan beberapa lembar
kertas kecil dan penjelasan di papan tulis, sehingga sangat mudah untuk
menyiapkan permainan tersebut. Dengan demikian, permainan tersebut tidak
memerlukan alat dan bahan yang mahal, dan dapat dengan mudah diterapkan
di sekolah mana saja, termasuk sekolah-sekolah di lokasi yang tidak
terjangkau akses listrik dan internet. Terlebih lagi, permainan tersebut tidak
memerlukan settingan lokasi tertentu, sehingga dapat diterapkan di dalam
maupun di luar kelas. Siswa juga dapat memainkan permainan tersebut tanpa
perlu ada guru yang mendampingi, sehingga dapat dimainkan di waktu luang
dan melatih siswa untuk dapat menulis kalimat bahasa Inggris yang benar.
Faktor pendukung berikutnya yaitu besarnya rasa keingintahuan siswa
terhadap permainan surat rahasia. Memang permainan surat rahasia tersebut
69
baru pertama diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris di SMA Negeri 1
Merawang. Sehingga, kebanyakan siswa masih belum mengetahui apa yang
akan dilakukan mereka dikelas, dan merasa penasaran dengan permainan
tersebut. Saat permainan mulai dilakukan, banyak dari siswa merasa senang
dan bersemangat untuk memainkannya. Ditambah lagi dengan hasil
kalimatnya yang terdengar lucu, semakin menambah semangat siswa untuk
menyelesaikan tugas menulis kalimat dengan permainan surat rahasia (secret
letter) tersebut.
e. Alternatif Pengembangan
Selain digunakan dalam pembelajaran/ latihan menuliskan kalimat,
permainan surat rahasia (secret letter) ini juga dapat dipergunakan lebih
lanjut seperti untuk menyusun teks sederhana (10-15 kalimat). Dalam hal ini,
sebelum siswa mulai menulis, guru terlebih dahulu memberikan tema/ garis
besar cerita yang hendak ditulis. Baru setelah itu, setiap kelompok diberikan
tugas untuk menulis kalimat yang kemudian akan disusun menjadi teks sesuai
dengan struktur teks masing-masing.
Selain itu, dalam tahap yang lebih tinggi, permainan ini juga dapat
dikembangkan untuk menulis teks yang lebih panjang. Dalam hal ini, setiap
siswa tidak hanya menulis satu kalimat, namun harus menyusun satu paragraf
sesuai struktur teks, misalnya paragraf introduction/ orientation/ thesis,
complication/ argument/ description, dan seterusnya.
D. Kesimpulan dan Harapan
Pembelajaran keterampilan menulis (writing) masih menjadi momok
dalam pembelajaran bahasa Inggris dikelas disebabkan oleh tahapan-tahapan
yang rumit dalam menulis, seperti menentukan gagasan, menulis rancangan,
dan merevisi rancangan. Selain itu, karena memerlukan persiapan yang tidak
70
mudah, guru bahasa Inggris pun merasa agak kurang tertarik jika harus
mengajarkan keterampilan menulis tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, guru membutuhkan strategi yang tepat
untuk bisa mengajarkan keterampilan menulis kepada siswa. Salah satu
strategi yang dapat digunakan oleh guru adalah melalui permainan, salah
satunya melalui permainan surat rahasia (secret letter).
Surat rahasia (secret letter) adalah sebuah permainan menuliskan kalimat
dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa per kelompok. Masing-masing
siswa menyiapkan selembar kertas kecil berukuran 10 x 13 cm (satu helai
kertas buku tulis dibagi empat). Tiap-tiap siswa harus menuliskan satu kata
sesuai struktur kalimat yang hendak ditulis (subyek, predikat, obyek dan
keterangan), namun tanpa boleh diketahui oleh siswa lainnya. Setiap siswa
menulis secara bersamaan, dan setiap selesai menulis satu kata, kertas harus
dilipat agar kata yang telah ditulis tidak diketahui oleh siswa lainnya. Kertas
tersebut kemudian dioper ke siswa di sebelahnya searah jarum jam/ ke siswa
di sebelah kirinya, sehingga setiap nanti kalimat yang ditulis tersusun dari
kata-kata yang ditulis oleh siswa yang berbeda. Siswa harus menulis satu
kata, tanpa boleh mengintip kata yang tertutup dalam lipatan yang sudah ada
dalam surat tersebut. Setelah seluruh struktur kalimat lengkap ditulis, siswa
baru diperbolehkan membacakan kalimat yang tertulis di kertas yang
dipegangnya. Kemudian permainan dilanjutkan dengan kertas baru dan
kalimat baru.
Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan permainan secret letter, terjadi
perbaikan dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari hasil posttest
setelah dibandingkan dengan hasil pretest, dimana nilai rata-rata posttest
adalah 89,13, sedangkan nilai rata-rata pretest adalah 80,31. Juga terjadi
peningkatan jumlah siswa yang tuntas dan mencapai KKM dimana pada saat
71
pretest hanya 23 siswa (71,88%) yang tuntas, sedangkan pada saat posttest
menjadi 30 siswa (96,88%) yang mencapai KKM. Atau dengan kata lain,
penggunaan strategi permainan surat rahasia (secret letter) berhasil
meningkatkan pencapaian siswa dalam menulis kalimat past tense.
Dari hasil best practice tersebut, penulis memberikan beberapa
rekomendasi sebagai berikut:
1. Permainan secret letter bisa diaplikasikan tidak hanya untuk menulis
kalimat sederhana, tetapi bisa dikembangkan untuk menulis kalimat
yang lebih kompleks, atau untuk menyusun teks sederhana dan rumit.
2. Rekan peneliti berikutnya sebagai bahan acuan dan pertimbangan untuk
penelitian yang sama atau sejenis dengan metode atau teknik
pengambilan data yang berbeda sehingga dapat dipastikan bahwa
penggunaan permainan secret letter secara valid benar-benar dapat
meningkatkan nilai hasil belajar siswa dan motivasi belajar siswa,
khususnya dalam pembelajaran bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Davies, P., & Pearse, E. 2000. Success in English Teaching: A Complete
Introduction to Teaching English at Secondary School Level and Above.
Hong Kong: Oxford University Press.
Depdiknas. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Tingkat SMA
dan MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Lewis, G., & Bedson, G. 1999. Games for Children. Oxford: Oxford
University Press.
Mukminatien, N. 1991. Making a Writing Class Interesting. TEFLIN Journal,
Vol. 4 (2), pp. 129-145. October 1991.
72
Widdowson, H.G. 1978. Teaching Language as Communication. Oxford:
Oxford University Press.
Sugianto, M.Pd.
Smk Negeri 2 Bontang, Kalimantan Timur
A. Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan Best Practice ini dapat terselesaikan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan. Best Practice ini merupakan narasi
73
pengalaman nyata penulis sebagai guru Bahasa Inggris dalam memecahkan
masalah masih kurang terampilnya siswa SMK Negeri 2 Bontang dalam
menyimak teks Bahasa Inggris.
Best Practice ini berupaya memberikan gambaran detail dalam bentuk
narasi bagaimana penulis melaksanakan Best Practice mulai dari tahapan
mempersiapkan video youtube, mengembangkan Learning Tasks, dan yang
lebih penting adalah pelaksanaanya di dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang
bagaimana merancang dan menggunakan video youtube untuk kegiatan
pembelajaran dan menjadi bahan referensi bagi rekan guru yang lain. Penulis
menyadari bahwa penyusunan Best Practice ini masih terdapat kekurangan
dan kelemahan. Oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan demi
perbaikan praktik pembelajaran di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini
memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan.
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah kejuruan, selain bertujuan untuk
mempersiapkan siswa mengikuti ujian nasional yang selama ini bersifat wajib
untuk diikuti oleh para siswa, keterampilan berbahasa Inggris juga bertujuan
untuk memberikan bekal bagi para lulusan untuk memasuki dunia kerja.
Keterampilan berbahasa yang dimaksudkan meliputi: membaca, menyimak,
menulis, dan berbicara. Keterampilan memahami teks tertulis dan juga teks
menyimak akan membantu mereka berhasil dalam ujian nasional. Sedangkan
agar mereka nantinya mampu berkomunikasi aktif dalam Bahasa Inggris
ketika memasuki dunia kerja, semua keterampilan berbahasa tersebut harus
siswa kuasai.
74
Kontradiksi dengan target kompetensi Bahasa Inggris bagi lulusan SMK,
ternyata kemampuan menyimak siswa masih sangat kurang. Rendahnya
pemahaman menyimak Bahasa Inggris siswa ini menurut penulis disebabkan
beberapa hal. Pertama, materi pelajaran yang kurang menarik. Kedua, cara
mengajar yang sepenuhnya berdasarkan pada buku teks. Ditambah lagi
asumsi bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran yang sulit untuk
dipelajari yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa. Meskipun
tentunya tidak dapat digeneralisasi untuk semua siswa, minat belajar ini akan
mempengaruhi motivasi mengikuti pelajaran yang merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan belajar. Brown (2000:160) dan Dornyei (dalam
Mishan, 2005) menjadikan motivasi sebagai faktor kunci dan memainkan
peran penting bagi keberhasilan belajar siswa.
Penggunaan gambar, termasuk di dalamnya gambar bergerak (video)
dalam pembelajaran di dalam kelas memiliki banyak keuntungan baik dari
sisi guru maupun siswa. Dari sisi siswa, Lambert & Carpenter (2005)
menyatakan bahwa ketika disuguhkan dengan gambar (image) perhatian
siswa lebih terfokus, emosi akan terbangkitkan, dan mereka akan
memprosesnya dengan lebih cepat dibandingkan jika mereka mendapatkan
stimulasi dalam bentuk kata-kata. Dari sisi guru, saat ini guru tidak perlu
repot untuk menyiapkan video sendiri untuk digunakan di dalam kelas. Guru
dapat memilih dan kemudian mengunduh video dari www.youtube.com
untuk digunakan dalam proses pembelajaran di kelas mereka.
b. Permasalahan
Peran buku teks yang masih sangat sentral dalam konteks sekolah, yang
kebanyakan tidak memiliki materi menyimak, memberikan kontribusi
terhadap masih kurangnya kemampuan siswa dalam memahami teks
75
menyimak Bahasa Inggris. Kalaupun dilengkapi dengan materi menyimak,
tidak banyak yang merupakan rekaman oleh penutur asli.
Kualitas buku teks seperti diuraikan diatas menyebabkan siswa kurang
terpajan dengan materi menyimak yang dapat meningkatkan kemampuan
mereka. Untuk mengatasinya guru biasanya hanya membacakan teks lisan
yang ada dalam buku teks kepada siswanya. Pelajaran menyimak semacam
ini dapat dipastikan tidak akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
memahami teks menyimak, kurang menarik, dan juga kurang menantang bagi
siswa. Kelas yang demikian kurang memotivasi siswa dalam belajar. Oleh
karena itu penggunaan YouTube dalam praktik pembelajaran di kelas akan
melengkapi kesenjangan materi belajar (terutama menyimak) yang
diharapkan akan dapat meningkatkan motivasi belajar sehingga siswa mampu
memahami teks menyimak dengan lebih baik.
c. Strategi Pemecahan Masalah
Deskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis menggunakan materi ajar
berupa video yang penulis unduh dari www.youtube.com dan mendesain
Learning Task yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan kelas. Best
practice ini akan menarasikan bagaimana penulis menggunakan video
YouTube dipandu oleh Learning Task yang dikembangkan sesuai dengan
tuntutan kurikulum untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
Operasional pelaksanaan
Setelah mengidentifikasi permasalahan siwa yang memiliki motivasi
belajar rendah, penulis mengembangkan materi ajar dalam betuk Learning
Task yang akan memandu siswa menggunakan video YouTube di dalam
kelas yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah pembelajaran berdasrkan
Kurikulum 2013. Learning Task ini kemudian diintegrasikan ke dalam
76
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Data tentang motivasi siswa di dalam
kelas yang menggunakan materi ajar video YouTube diperoleh dengan
beberapa instrumen yang dilakukan oleh siswa maupun oleh penulis sebagai
guru di kelas.
Sebelum pelakasanaan pembelajaran di kelas, penulis mempersiapkan
bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum untuk kelas 2 SMK. Materi ajar
dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Bahan ajar
sesuai dengan tema; (2) Materi ajar sesuai dengan minat siswa; (3) Tingkat
kesulitan sesuai dengan kemampuan siswa; (4) Bahan ajar merupakan materi
otentik.
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam
mengembangkan materi ajar:
a. Mengamati Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada silabus.
b. Mencari di www.youtube.com dan mengunduh video yang sesuai dengan
silabus dan memiliki tingkat kesulitan sesuai dengan kemampuan siswa.
c. Menyiapkan transkrip tertulis dari video yang diunduh.
d. Mendesain tugas pembelajaran (learning tasks).
B. Setelah ditetapkan materi ajar yang akan digunakan, penulis
kemudian menyusun dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang akan
dijadikan acuan bagi kegiatan di kelas. Pembahasan dan Solusi
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Best Practice ini menggunkan Video YouTube yang sudah banyak
digunakan di dalam kelas atas keunggulannya sebagai materi pembelajaran
karena murah dan mudah diakses. Namun demikian, penelitian-penelitian
yang telah dilakukan lebih banyak membahas tentang berbagai keuntungan
menggunakan video YouTube. Tidak banyak yang membahas secara detail
bagaimana menggunakan video YouTube yang tersedia gratis secara efektif
77
sebagai materi belajar didalam kelas, bukan hanya sebagai materi pelengkap
untuk menarik perhatian siswa.
Video YouTube dijadikan pilihan dengan beberapa alasan. Pertama,
fasilitas ini dapat digunakan secara gratis. Selain itu, video YouTube
merupakan salah satu materi otentik. Otentik menurut Harmer (1991) materi
yang didesain untuk penutur asli dari bahasa tersebut (daam hal ini Bahasa
Inggris); merupakan teks riil (baik lisan maupun tulisan); dan dibuat bukan
untuk kepentingan pembelajaran. Tentang penggunaan materi otentik dalam
pembelajaran, banyak argumen yang mendukungnya. Satu diantanya adalah
Guariento & Morley (2001:347) yang menyatakan bahwa materi otentik akan
meningkatkan motivasi belajar siswa. Tentang penggunaan video YouTube,
terdapat banyak penelitian. Almurashi (2006:32) terdorong untuk
mengadakan penelitian tentang penggunaan website youtube karena
pengunaannya yang begitu besar, ketersediaanya yang gratis, dan
penggunaannya yang mudah. Alasan yang lain adalah telah banyak penelitian
yang dilakukan berkaitan dengan keuntungan menggukanan YouTube di
dalam kelas. Berk (2009) menyebutkan lebih dari 15 keuntungan berkaitan
dengan penggunaan video di dalam kelas. Berk juga membahas tentang
teknik-teknik dasar menggunakan video klip dalam pembelajaran. Penelitian
yang lain juga dilakukan oleh Prensky (2009) yang meyakinkan tentang
efektifitas penggunaan video youTube dalam pengajaran.
78
Wilson mengutip dari Willmot dkk (2012) yang menyatakan bahwa video
mampu menginspirasi dan melibatkan siswa secara aktif ketika dimasukkan
dalam kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk di
dalamnya meningkatnya motivasi, meningkatnya keterampilan
berkomunikasi, dan meningkatnya nilai siswa. Penulis berkeyakinan bahwa
video dalam pembelajaran akan memberikan manfaat secara maksimal,
terutama dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami teks
menyimak jika disertai dengan Learning Task yang jelas dan dikembangkan
sesuai dengan tuntutan kurikulum. Learning Task inilah yang akan menjadi
panduan bagi guru dan siswa dalam upaya meningkatkan keterampilan
berbahasa mereka serta memotivasi mereka pada saat yang bersamaan. Video
YouTube bukan hanya video yang memberikan hiburan dari kejenuhan
materi pelajaran yang ada dalam buku teks, namun berperan sebagai materi
pembelajaran pokok.
80
juga mengadaptasi dari http://esl-voices.com/library/13736-2/classics-lesson-
plans/lesson-plan-for-the-last-leaf-by-o-henry/ dalam proses pengembangan
Learning Task.
B. Pembahasan dan Solusi
a. Implementasi Pembelajaran Menggunakan Video YouTube
Implementasi penggunaan video YouTube ini dilakukan berdarkan
dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya
yang terdiri dari Pendahuluan, Kegiatan Inti, dan Penutup. Pendekatan
saintifik mendasari penyusunan kegiatan inti pembelajaran ini.
1. Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, penulis sebagai guru berusaha membangun
rapport agar siswa merasa nyaman dan menyapa mereka dalam Bahasa
Inggris agar tercipta atmosfir yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran.
Meskipun demikian, nampak beberapa siswa yang kurang memberikan
respon. Beberapa dari mereka masih sibuk dengan buku dan topik-topik
pelajaran sebelumnya. Penulis mencoba menarik perhatian mereka dengan
menyapa secara individu dan menanyakan kabar mereka hari itu. Strategi ini
lumayan berhasil, sehingga siswa yang sebelumnya belum fokus, menjadi
lumayan memberikan perhatian. Kegiatan berlanjut dengan memeriksa
kehadiran siswa dan mengisi agenda mengajar kelas.
Karena berencana untuk belajar melalui cerita pendek, penulis kemudian
bertanya apakah diantara siswa pernah membaca cerita pendek dan meminta
siswa yang telah membaca untuk mengingat judulnya dan secara singkat
menceritakan tentang pada cerita pendek yang pernah mereka baca. Penulis
kemudian membahas kembali untuk mengingatkan apa itu cerita pendek
(Learning Task: Preview) dan menyampaikan bahwa hari ini mereka akan
membahas cerita pendek, tetapi melalui video YouTube. Mendengar kata
81
video dan kata YouTube mereka nampak senang, karena mereka sudah akrab
dengan kosa kata YouTube.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan Pembelajaran diawali dengan siswa dan juga penulis sebagai
gurunya mengamati gambar sehelai daun yang warnanya mulai menguning
seperti daun yang sudah tua dengan tulisan The Last Leaf. Mereka mulai
menghubung-hubungkan gambar dengan judul dan pengetahuan mereka
tentang cerita pendek. Beberapa diantara pendapat yang muncul adalah: a
story of an old tree, a tree in front of grandma’s house, children climbed a
tree, leaf and life, dan lain sebagainya. Guru tidak memberikan judgement
atas pendapat-pendapat yang dikemuka-kan siswa.
Untuk memberikan pengetahuan prasyarat, siswa kemudian mengerjakan
tugas kosa kata penting yang sudah dipersiapkan pada lembar kegiatan.
Sebelum mengerjakan, guru membimbing siswa mengucapkan kata-kata
tersebut dengan benar. Siswa menjodohkan kata dengan maknanya yang juga
dalam Bahasa Inggris. Kegiatan ini diharapkan akan memudahkan siswa
memahami teks dalam video nantinya. Dalam proses menyelesaikan tugas ini
ternyata siswa mengalami kesulitan karena makna/artinya juga dalam Bahasa
Inggris, sehingga menimbulkan kesulitan ganda bagi mereka. Beberapa siswa
menyarankan agar maknanya diganti dengan padanan kata dalam Bahasa
Indonesia saja.
Setelah selesai mengerjakan tugas kosa kata dan guru yakin bahwa
mereka telah memahami dengan benar maknanya, siswa kemudian diajak
untuk menonton potongan video YouTube pada adegan awal selama 2 menit
15 detik. Pemotongan ini sengaja dilakukan karena hanya bertujuan untuk
memberikan gambaran kepada siswa tentang cerita yang akan mereka
pelajari. Sebelum video diputar, penulis memberikan instruksi bahwa setelah
82
menonton, mereka harus menuliskan 5 pertanyaan tentang hal yang mereka
ingin ketahui dari cerita The Last Leaf. Agar tejadi komunikasi antar siswa,
setelah selesai menyusun pertanyaan, mereka kemudian saling bertanya
kepada temannya untuk membandingkan dan mengetahui apakah teman yang
lain memiliki pertanyaan yang sama atau memiliki jawaban atas pertanyaan
yang mereka tulis. Siswa tidak harus menjawab pertanyaan temannya jika
memang mereka tidak mengetahui. Pada kesempatan ini guru dan juga siswa
dapat saling mengoreksi bentuk pertanyaan, baik dari kosa kata maupun
susunan gramatikalnya. Diantara pertanyaan yang muncul adalah: Where
does the man go? / Who is the man? / Who are the girls?/ Is the girl sick? /
What do the girls do? / What kind of leaves are they? / Why are they looking
at the leaves?
Untuk mengumpulkan informasi lebih banyak lagi, siswa menonton video
cerita The Last Leaf versi lengkapnya. Sambil menonton, siswa
menyelesaikan tugas meng-identifikasi pernyataan salah/benar dan juga
melengkapi kalimat berdasarkan video yang mereka sedang tonton. Setelah
semua siswa selesai dengan tugasnya, mereka membandingkan jawaban
dengan teman. Ketika ada jawaban yang berbeda mereka mendiskusikannya
hingga mencapai kata sepakat tentang jawaban yang benar enurut versi
mereka. Bagian ini diakhiri dengan mendiskusikan jawaban dipandu oleh
guru.
Menggunakan informasi dari video YouTube yang telah mereka tonton
dan juga dari tugas-tugas yang telah mereka kerjakan, siswa membuat
rangkuman cerita The Last Leaf yang dipandu dengan teks rumpang
(Complete the Story). Jawaban yang benar didiskusikan di kelas. Masih
terkait dengan cerita, siswa kemudian berdiskusi jika mereka adalah bagian
dari cerita dengan menjawab pertanyaan pada Language to Focus. Siswa
83
membuat kalimat-kalimat sesuai dengan yang diminta. Misalnya: If I were in
Sue's house, I would invite a shaman. / If I were in Sue’s house I would bring
Johnsy to the hospital. / He would still have painted the leaf if he had known
that it would result in his death. / He would have asked other person to paint
the leaf. Kalimat-kalimat yang ditulis oleh siswa kemudian didiskusikan dari
sisi susunan gramatikalnya. Bersama-sama dengan siswa, guru
menyimpulkan bahwa itu adalah contoh kalimat pengandaian. Kemudian
guru memberikan contoh-contoh lain dalam konteks keseharian. Setelah
memahami tentang kalimat pengandaian, siswa kemudain mencoba membuat
kalimat-kalimat pengandaian yang berakiatan dengan kehidupan mereka
sehari-hari.
Sebagai bagian akhir dari tema ini, siswa memeragakan percakapan
Adegan Awal cerita dengan terlebih dahulu menonton dan melengkapi teks
percakapan (Practice the Dialog). Atas pertimbangan waktu, siswa tiadak
memeragakan dialog di depan kelas, tetapi mereka memeragakannya dengan
kelompok masing-masing. Guru memberikan umpan balik kepada setiap
kelompok berkaitan dengan pengucapan, intonasi, dan unsur kebahasaan
lainnya.
3. Penutup
Sebagai penutup, guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui apakah
siswa sudah memahami cerita The Last Leaf dan kalimat pengandaian jika
terjadi suatu keadaan/kejadian/peristiwa. Sebagai pengayaan, siswa diberikan
tugas untuk membuat cerita (1 paragraf) tentang apa yang akan mereka
lakukan untuk membantu orang sakit dan miskin jika mereka memiliki
banyak uang (Personalize it). Mereka akan berbagi cerita dengan teman
84
sekelasnya pada pertemuan berikutnya. Untuk unjuk kerja yang lebih
kompleks dalam bentuk menampilkan drama tidak dapat dilaksanakan karena
waktu untuk Kelas XI tidak banyak karena terkurangi oleh waktu Praktek
Kerja Industri. Demkian juga dengan ide untuk membuat video rekaman
cerita yang diperankan oleh siswa, meskipun nampaknya menarik dan
menantang, belum dapat dilakukan karena keterbatasan alokasi waktu dan
juga memerlukan syarat keterampilan multimedia yang harus dikuasai oleh
siswa.
b. Hasil yang Dicapai
Best Practice penggunaan video YouTube yang dilengkapi dengan
Learning Task ini memberikan dampak pada kemampuan siswa memahami
teks Bahasa Inggris dan juga secara tidak langsung juga meningkatkan
motivasi belajar mereka.
Pertama, siswa memiliki pemahaman yang lebih baik ketika mereka
menggunakan materi ajar menyimak YouTube yang dilengkapi dengan
Learning Task. Bagian awal Learning Task yang memberikan informasi
umum dan juga diskusi tentang pengalaman pribadi yang berhubungan tema
yang akan dipelajari, serta meminta siswa untuk belajar kosa kata baru yang
merupakan kunci memahami teks yang akan mereka simak, membantu
mereka ketika menyimak dan mengerjakan kegiatan yang menunjukkan
pemahaman mereka terhadap teks.
Kedua, pengamatan yang dilakukan oleh penulis sebagai guru di kelas
dengan menunjukkan bahwa para siswa sangat memperhatikan dalam proses
pembelajaran dan lebih aktif dalam kegiatan diskusi, terutama diskusi dalam
kelompok kecil atau diskusi berpasangan. Siswa juga memiliki tanggung
jawab tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas. Penulis juga melakukan
diskusi kelompok dengan beberapa siswa. Dalam diskusi ini siswa
85
dipersilahkan untuk mengungkapkan pendapat mereka secara bebas tentang
pengalaman beljar menggunakan video YouTube. Dalam diskusi ini
terungkap bahwa materi pembelajaran ini lebih menarik, lebih santai, dan
dirasakan lebih mudah dengan adanya panduan Learning Task. Siswa merasa
diberikan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan
dengan bebas. Keuntungan lain yang mereka rasakan adalah bahwa mereka
merasa lebih mudah paham dan lebih bisa fokus pada kegiatan pembelajaran.
Oleh karenanya mereka masih menginginkan materi pembelajaran yang
menggunakan video YouTube. Khusus untuk pemilihan video, mereka
meminta untuk dipilihkan yang lebih menarik lagi. Untuk hal ini mungkin
diperlukan diskusi lebih lanjut tentang video yang seperti apa yang mereka
inginkan dan dapat membantu belajar mereka.
Best Practice ini memberikan satu pemahaman tentang bagaimana
memanfaatkan materi ajar otentik yang tersedia untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Uraian di atas menunjukkan bahwa motivasi siswa cukup
tinggi setelah mereka memiliki kesempatan untuk belajar dengan
menggunakan video YouTube dan menunjukkan pemahaman yang lebih baik
terhadap teks menyimak yang mereka pelajari. Dalam satu workshop yang
penulis lakukan dengan rekan-rekan guru, mereka sangat antusias dan akan
mencoba mengaplikasikannya dalam kelas mereka.
c. Kendala-kendala yang Dihadapi
86
percakapan di YouTUbe masih belum dalam layout yang standar, sehinnga
penulis harus melakukan penyuntingan agar lebih mudah dibaca.
d. Faktor-faktor Pendukung
Sebagai generasi milenia, para siswa saat ini tentu sudah tidak asing
dengan hal-hal yang berhubungan dengan internet. Keakraban dan
pengalaman mereka menggunakan YouTube memberikan poin tersendiri bagi
penggunaannya di dalam kelas. Mereka lebih antusias dan merasa menjadi
bagian dari materi pembelajaran tersebut.
e. Alternatif Pengembangan
Penggunaan YouTube dalam pembelajaran sangat terbuka untuk lebih
dieksplorasi oleh guru. Guru dapat memilih video YouTube yang paling
sesuai dengan keinginan dan selera siswa, termasuk di dalamnya video-video
yang sedang viral diantara generasi milenia ini. Hal ini diharapkan akan lebih
menarik dan melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Pengembangan berikutnya adalah dalam hal desain video Learning Task
yang akan sangat menentukan arah, respon dan capaian belajar siswa. Agar
pembelajaran berkesinambungan, penggunaan video dan desain Learning
Tasks dibuat secara berjenjang berdasarkan tingkat kesulitan dan prasyarat
pengetahuan dan kompetensi berbahasa. Berbagai teori pembelajaran dapat
diterapkan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran video.
87
Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong siswa lebih aktif
dalam belajar mandiri. Mereka dapat didorong untuk memilih video untuk
dibahas bersama di kelas, atau bahkan mereka dapat membuat video
YouTube sendiri tentang suatu topik pembelajaran, dalam Bahasa Inggris
tentunya. Project semacam ini diharapkan agar siswa lebih mampu
beraktualisasi dan percaya diri dalam menggunakan bahasa yang mereka
pelajari.
C. Kesimpulan dan Harapan
88
mendekati riil. Menggunakan video YouTube yang sebenarnya tidak didesain
untuk kegiatan pembelajaran dapat menjadi alternatif materi ajar yang murah
dan mudah untuk digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Materi pembelajaran audio visual ini lebih sesuai untuk siswa yang dalam
kesehariannya sudah terlingkupi oleh hal-hal yang berkaitan dengan internet
dan juga multiedia. Karena menggunakan materi yang sesuai dengan generasi
mereka yang diistilahkan sebagai generasi milenia, para siswa merasa materi
ini lebih relevan dan lebih merasa menjadi bagian dari materi pembelajaran
tersebut.
Penulis berkeyakinan bahwa apabila kita sebagai guru mengadopsi dan
mengintegrasikan materi pembelajaran yang berbasis teknologi yang
dipersiapkan dengan baik melalui perancangan Learning Task, maka motivasi
belajar siswa akan lebih meningkat dan lebih mandiri dalam belajar sehingga
kesempatan untuk berhasil dalam menguasai keterampilan berbahasa Inggris
akan lebih terbuka. Meskipun kata mandiri dalam konteks belajar siswa ini
memerlukan upaya yang lebih keras karena kebanyak dari siswa memiliki
pengalaman beajar yang berpusat pada guru. Kemandirian dalam belajar ini
dapat dimulai dengan mengenalkan mereka dengan berbagai materi belajar
yang dapat mereka peroleh sendiri secara gratis, mengenalkan mereka dengan
cara atau teknik menggunakannya, serta memberikan contoh konkritnya.
Seperti halnya dengan penggunaan video YouTube yang memiliki fitur-fitur
yng berguna bagi belajar mandiri mereka.
Berkaitan dengan peran guru di dalam kelas, salah satunya adalah
mendesain kegiatan pembelajaran yang lebih menantang dan mendorong
siswa untuk lebih banyak berinteraksi tidak hanya dengan teks yang mereka
baca, simak, atau tonton, tetapi juga dengan teman sejawat mereka dalam
interaksi berpasangan atau dalam kelompok.
89
Daftar Pustaka
Guariento, W. and Morley. (2001). Text and task authenticity in the EFL
Classroom. ELT Journal, 55 (4), 347 – 353.
http://esl-voices.com/library/13736-2/classics-lesson-plans/lesson-plan-for-
the-last-leaf-by-o-henry/
https://www.youtube.com/ watch?v=teHasbE_gqM.
90
Prensky, M. (2009). Make Those You Tubes!. Artikle akan diterbitkan dalam
Educational Technology
91
A. Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan best practice dengan
judul PENGGUNAAN SMS UNTUK MENINGKATKAN KUANTITAS
DAN KUALITAS TEKS NARATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 KEDIRI.
Best practice ini disusun guna memenuhi persyaratan Olimpiade Guru
Nasional 2017 dan merupakan laporan dari proyek yang dilaksanakan oleh
penulis pada siswa Kelas XI Program Lintas Minat Semeser Ganjil Tahun
Pelajaran 2016/2017.
92
B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
93
sikap siswa. Siswa yang mendapatkan nilaI tinggi dan siswa yang
mendapatkan nilai rendah dalam mengarang menerapkan cara dan sikap yang
berbeda. Siswa yang mendapatkan nilai tinggi melibatkan imaginasi mereka
dalam tahap mencari ide dan membuat perencaaan dan kerangka yang lebih
baik guna menghasilkan teks naratif yang menarik. Sedangkan siswa dengan
nilai rendah cenderung “hanya” menyelesaikan tugas mengarang. Siswa yang
mendapatkan nilai tinggi melakukan revisi dan editing lebih sering sehingga
kesalahan dalam teks mereka juga lebih sedikit (Yulianto:2013).
b. Permasalahan
Berdasarkan pengalaman mengajar ketrampilan menulis teks naratif siswa
kelas XI, penulis menemukan fakta bahwa karya siswa: 1) berisi cerita yang
sudah ada dan masih sederhana, 2) menggunakan deskripsi tempat dan
suasana yang kurang mendetail, 3) kurang melibatkan perasaan atau emosi
para pelaku dalam cerita yang dibuat, dan 4) menunjukkan banyak kesalahan
pada penggunaan kata kerja pada Past Tense dan Direct Speech yang
merupakan ciri khas teks naratif. Keempat hal ini selain bisa menggangu
pembaca dalam memahami isi cerita yang mereka susun, penulis
beranggapan bahwa teks naratif siswa tersebut masih bisa ditingkatkan (lihat
Lampiran 1).
Dari kuesioner yang diberikan kepada siswa (lihat Lampiran 2), diketahui
hal-hal yang menyebabkan siswa tidak bisa menghasilkan teks naratif yang
baik, yaitu: 1) tidak tertarik dalam pelajaran mengarang, 2) hanya ingin
menyelesaikan tugas menulis saja, 3) tidak tahu bagaimana mengembangkan
cerita. Penulis meyakini bahwa ketiga hal inilah yang menjadi masalah di
kelas.
94
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa permasalahan bersumber pada
siswa dan guru. Siswa merasa kurang tertarik dengan kegiatan menulis teks
naratif, sehingga tidak serius menulis. Sedangkan guru tidak menyediakan
siswa dengan strategi menulis teks naratif yang baik dan tidak membimbing
siswa dalam kegiatan menulis.
Menurut Celce-Murcia dkk. (1995:10) salah satu pendukung berhasilnya
pembelajar mencapai discourse competence adalah strategic competence.
Oleh sebab itu penulis merasa sangat perlu mengatasi ketiga masalah di atas
dengan menggunakan metode yang benar benar bisa memotivasi siswa dalam
menulis, membantu siswa mengatasi kesulitan selama menulis, dan
menyediakan strategi menulis teks naratif yang efektif dan efisien.
Strategi yang akan penulis gunakan adalah Story Modification Strategy
(SMS), yaitu sebuah strategi yang dikembangkan sendiri oleh penulis di
mana siswa hanya mengubah sebagian dari cerita yang sudah ada. Strategi
ini terinspirasi oleh fakta di mana banyak cerita dapat dibuat berbeda hanya
dengan mengubah setting waktu, tempat, karakter, atau alurnya (plot).
Adapun prosedur lengkap dari strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pre-writing
a. guru memberi motivasi (motivating).
b. guru menunjukkan model teks naratif (modelling).
c. guru dan siswa berlatih menyederhanakan/meringkas model teks tadi
menjadi beberapa kalimat saja (summarizing).
2. Whilst-writing
a. guru memberi contoh cara memodifikasi (modification) cerita pada teks
model tersebut. Bagian yang dimodifikasi adalah lokasi cerita (setting
of place), waktu kejadian (setting of time), nama-nama tokoh dan
karakterisasinya, atau alurnya (plot).
95
b. Dari contoh modifikasi tersebut, siswa mencoba membuat kerangka
sendiri berdasarkan cerita yang sudah dihafalnya.
c. Kerangka dikonsultasikan pada guru.
d. Siswa mengembangkan sendiri ceritanya menjadi cerita lengkap dan
memberi ilustrasinya.
e. Guru memonitor proses penyusunan tulisan siswa.
f. Sebelum mengumpulkan, dalam kelompok kecil siswa diminta saling
menukar cerita untuk mendapatkan komentar/masukan dari teman
sekaligus melaksakanan proses revising dan editing.
3. Post-writing: publishing
a. Bila sudah selesai, pekerjaan dikoreksi atau dikomentari guru.
b. Bila siswa sudah merevisi sesuai koreksi dari guru, hasil revisi
dikumpulkan dan dijilid menjadi buku kumpulan cerita kelas tersebut.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
96
Kedua, SMS mencakup langkah-langkah penting dalam kegiatan
menulis. Motivasi diperlukan karena siswa akan lebih bertanggung jawab atas
pekerjaannya bisa sudah termotivasi (Renandya:2005). Setelah termotivasi
siswa harus mengenal bentuk teks yang akan ditulis dengan memberi model
teks beserta penjelasannya (Cunningham & Allington:(2007). Meringkas atau
membuat peta konsep diperlukan sebagai upaya memberi siswa scaffold atau
pondasi sehingga tahu bagaimana menulis dan apa yang akan mereka tulis.
Seperti memangkas daun dari pohonnya sehingga kita tahu bentuk pohonnya,
maka dengan meringkas, siswa akan tahu bentuk dan isi teksnya nanti.
Ringkasan dilakukan pada cerita yang sudah ada di memori siswa. Dengan
demikian aktivasi schemata diperlukan. Menurut studi yang dilakukan Sun
(2014), siswa akan meraih hasil baik dalam menulis dalam bahasa Inggris
bila mendapatkan tugas yang berorientasi pada schemata. Modifikasi adalah
inti dari kegiatan ini. Tahap ini membutuhkan creative thinking. Siswa
mungkin memilih cerita yang sama, namun tingkat kreativitas dan imajinasi
siswa yang tertuang pada teks naratif yang dibuat akan berbeda. Oleh karena
itu, model teks yang telah diringkas akan membantu siswa dalam
mengembangkan imaginasi dlam mendapatkan ide (Lutfiyah:2009).
97
Pelaksanaan pembelajaran menulis teks naratif menggunakan SMS dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Motivating
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini sehingga
mereka tertarik dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Do you like to write narative texts?
What can we do if we have skills in writing narrative texts?
Do you know how to write narrative texts?
Setelah itu siswa diminta menyebutkan pengarang ternama yang mereka
ketahui dan bagaimana mereka bisa sukses. Penulis memberi contoh penulis
terkenal seperti Andrea Hirata dengan karyanya berjudul “Laskar Pelangi”
dan J.K. Rowling dengan karyanya yang berjudul “Harry Potter”. Kemudian
penulis menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran hari itu adalah
mengarang/menulis teks naratif. Penulis juga menjelaskan bahwa karangan
mereka nanti dikumpulkan, dibendel menjadi buku kumpulan cerita pendek,
dan diserahkan ke perpustakaan untuk dijadikan bahan bacaan. Kegiatan ini
ditargetkan penulis selesai dalam waktu maksimal tiga minggu pada
September 2016; dua minggu mengerjakan menulis, dan satu minggu untuk
proses publikasi.
2. Modelling
Penulis juga menyampaikan untuk kegiatan menulis teks naratif tersebut,
siswa akan dikenalkan dengan strategi menulis teks naratif, yaitu SMS. Pada
tahap ini siswa berlatih bersama-sama dengan guru mempraktikkan SMS.
Siswa bersama-sama diminta menceritakan kembali teks yang berjudul The
Rabbit’s Revenge (Wuryanti:2015) secara lisan. Cerita ini sudah dibahas
pada pertemuan sebelumnya. Berikut ini adalah teks berjudul The Rabbit’s
Revenge.
98
The Rabbit’s Revenge
Long, long time ago a rabbit and a lion were neighbours. The lion was very
proud, and was fond of boasting about his strength. And though they were
such close neighbours, the lion looked down upon the rabbit, and used to
bully and frighten her. Finally, the rabbit could stand it no longer and wanted
to get her own back.
One day she went to the lion and said, “Good day, respected elder
brother. Imagine it, I met an animal over there who looked exactly like you,
and he said to me, ‘Is there anyone in the world who dares stand up to me/ if
there is, let him come and have a duel with me. If there is no one, all of you
have to submit to my rule and be my servants!” “Oh, he was an intolerable
braggart! He is so puffed up with pride that his eyes can’t even light on
anyone!” added the rabbit.
“Oho,” the lion said. “Didn’t you mention me to him?”
“Yes, indeed,” the rabbit replied. “but it would have been better if I hadn’t.
When I described how strong you were, he just sneered and said dreadfully
rude things. He even went so far as to say that he wouldn’t take you for his
attendant!”
The lion flew into a rage and roared, “Where is he? Where is he?” So the
rabbit took the lion behind a hill and, not going too near herself, pointed to a
deep well from a distance, and said, “He is down there, in the well.”
The lion hastened to the well and glared angrily into it. Yes there as his
rival who even glared back at him angrily. The lion roared, and his enemy
roared back. The lion became so furious that his hair stood on end. So did his
enemy’s in the well. The lion showed his teeth and lashed out with his paws
to scare his rival and his enemy in the well retaliated! In a fit of anger the lion
99
sprang into the air with all his might and then flung himself at the enemy in
the well. The result was that the proud lion was instantly drowned.
3. Summarizing
Kegiatan berikutnya adalah meringkas teks The Rabbit’s Revenge.
Kegiatan meringkas dilakukan dua tahap. Berikut ini adalah contoh proses
sumarizing kesatu dari teks berjudul The Rabbit’s Revenge. Proses
simplifikasi yang pertama, teks asli diringkas menjadi 8 kalimat saja tetapi
bisa mewakili struktur generik dari teks naratif: orientation, complication,
resolution, dan re-rientation/coda:
a) A rabbit and a lion were neighbors.
b) The lion was very proud, looked down upon the rabbit, and used to
bully and frighten her.
c) The rabbit could stand it no longer and wanted to get her own back.
d) An animal challenged the lion.
e) The animal was in the well.
f) The lion roared, and his enemy roared back.
g) The lion sprang into the air and flung himself at the enemy in the well.
h) The result was that the proud lion was instantly drowned.
Pada simplifikasi yang kedua, delapan kalimat ini kemudian diringkas lagi
sehingga siswa mendapatkan inti dari cerita tersebut menurut plot, setting
waktu dan tempat. Berikut contoh ringkasan kedua.
Plot A proud lion, looking down the rabbit, an animal challenging him, the
lion fell into the well, drowned/dead
Characters A proud lion
Setting of time in the past
Setting of place Well, forest,
4. Modifying
100
Kemudian, dari ringkasan kedua di atas, dibuat alternatif kerangka
modifikasi pada cerita The Rabbit’s Revenge, misalnya pada karakter dan
tempat kejadian seperti alternatif modifikasi di bawah ini.
Aspek modifikasi Cerita Asal Cerita Baru Character A proud lion A
beautiful cat Plot Looked down upon the rabbit Looked down upon the
mouse There was an animal challenging him There was a more beautiful cat
He fell into the well The more beautiful cat attacked her Drowned, dead
broken face, not dead Setting of Time In the past In the past
Setting of Place Well, In the forest In the house, in the yard
Kegiatan modifikasi adalah langkah inti dari strategi ini. Dalam tahap ini,
guru melatih siswa membuat alternatif modifikasi ini secara bersama-sama
secara lisan dan ditulis di papan tulis, dengan penekanan bahwa komponen
yang dapat dimodifikasi yaitu; karakter proud lion diganti beautiful cat, the
rabbit diganti the mouse, dan another animal diganti a more beautiful cat.
Pada bagian akhir tokoh utamanya drowned and dead diganti dengan broken
face tapi not dead pada tokoh a more beautiful cat pada cerita baru.
Sedangkan setting tempat, dan waktu tetap. Target hari itu adalah bahwa di
akhir pertemuan siswa sudah terlatih membuat modifikasi dan dapat
menentukan cerita yang akan dimodifikasi dan merencanakan bagian mana
dari cerita itu yang akan dimodifikasi. Selanjutnya siswa dapat meneruskan
membuat kerangkanya di rumah.
5. Revising dan editing
Pada pertemuan selanjutnya siswa membuat kerangka cerita baru
berdasarkan cerita yang dia pilih. Selama membuat kerangka karangan,
penulis selalu memonitor apa yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di
luar kelas. Sesi ini penulis juga menjawab pertanyaan terkait dengan
grammar, vocabulary, atau memberi komentar atas cerita yang mereka buat.
101
Setelah dikumpulkan dalam bentuk soft copy, pekerjaan siswa direvisi dan
diedit bilamana perlu (lihat Lampiran 3). Siswa diminta memberikan
deskripsi yang lebih panjang tentang sebuah tempat dan tokoh dalam cerita
mereka. Misalnya, ketika seorang siswa menulis,”One day, an ugly old
woman came to his castle...” penulis menyarankannya untuk menjelaskan
bagaimana keadaan wanita itu sehingga dia disebut “ugly” atau jelek.
Dia bisa menambahkan ”...she had wrinkles on her forehead, yellow teeth and
bad smell!”. Saya juga memberikan saran pada pada kalimat seperti ini ”He
was surprised to see her because she was his lost fiancée, Callista!” Siswa ini
bisa menambahkan “His heart bit faster, he held his breath. He could not say
anything....she was his lost fiancee, Callista!” untuk memberikan gambaran
yang lebih detil dan melibatkan perasaan pada ekspresi “surprised”.
Dalam pertemuan ini, siswa harus mengumpulkan pekerjaan mereka
dalam bentuk soft file untuk mendapatkan umpan balik dan pengamatan yang
lebih dalam. Dalam tahap ini beberapa tulisan dikembalikan karena penulis
yakin bahwa tulisan mereka hanya meng-copy-paste dari cerita yang ada di
internet, misalnya; Mouse Deer and Tiger (lihat Lampiran 4). Pekerjaan
lainnya juga dikembalikan, seperti The Princesses And the Peanut Seed.
Cerita yang terakhir ini dianggap masih sangat mirip dengan cerita asliya,
yaitu The Princess And The Pea. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan
cerita aslinya dan menyuruh siswa penulisnya untuk membandingkan. Oleh
karena itu dia diminta untuk merevisinya dan melakukan beberapa perubahan
pada beberapa bagian dari cerita tersebut. Perhatian penulis juga pada
pemakaian tenses. Koreksi banyak diberikan penulis terkait dengan
penggunaan kata kerja bentuk lampau, terutama dalam kalimat langsung dan
tidak langsung. Setelah memberikan umpan balik, komentar, dan koreksi,
102
tulisan dalam bentuk file dikembalikan supaya siswa dapat membenahi
tulisannya dan mengumpulkannya lagi sebagai karya final.
6. Publishing
Pertemuan selanjutnya beberapa siswa mempresentasikan teks naratifnya
di depan kelas menggunakan LCD. Siswa lain diberi kesempatan
mengomentari atau bertanya tentang teks naratif yang dipresentasikan.
Selanjutnya adalah mendengarkan kesan-kesan siswa dalam melaksanakan
tugas mengarang (lihat Lampiran 5). Semua siswa pada akhirnya dapat
menyelesaikan tugasnya dan mengaku senang dengan kegiatan ini. Terakhir,
siswa ditugasi penulis untuk membendel karya mereka untuk dijadikan buku
berisi kumpulan cerita dari kelas mereka.
c. Hasil Yang Dicapai
Hasil yang didapat dari kegiatan ini dibagi menjadi dua bagian; 1)
peningkatan kualitas dan kuantitas teks naratif siswa, dan 2) sikap positif
siswa terhadap kegiatan ini.
103
- ditinjau dari jenis modifikasinya, karya siswa tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 4 kategori: 1) modifikasi sebagian dari sebuah
cerita, misalnya Jasmine and Arabic Shoes yang mengubah cerita
Aladdin, 2) modifikasi untuk menciptakan sebuah cerita legenda,
misalnya “Kalasan Lake”, yang mengadaptasi dari cerita legenda Toba
Lake ke dalam ceritanya dan mencoba mengarang sebuah cerita untuk
sebuah danau kecil di dekat rumahnya, 3) mengkombinasikan lebih dari
satu cerita, seperti cerita berjudul “Klotok Mountain”, sebuah cerita
tentang asal mula sebuah bukit di kota Kediri dengan menggabung
cerita “Sangkuriang” dengan “Gunung Kelud”, dan kategori 4), yaitu
menciptakan cerita dari kebiasaan binatang, seperti cerita berjudul Why
did Female Mosquitoz Bit Human? Cerita ini terinspirasi oleh cerita
yang berjudul Why does the Cock Eat the Millipede?
- Sedangkan panjangnya teksnya juga mengalami peningkatan
dibanding dengan tulisan siswa sebelumnya. Panjang bervariasi mulai
dari 281 kata sampai 1034 kata dalam satu teks naratif. Hal ini
menunjukkan peningkatan karena sebelum penggunaan strategi ini,
panjang teks antara 182 kata sampai 340 saja (lihat Lampiran 6)
b. Kualitas teks naratif
Dilihat dari sisi isi cerita, teks naratif siswa cenderung lebih menarik
karena pembaca akan mendapati cerita yang dibacanya berbeda dari apa yang
ada di benak mereka. Dari sisi performa fisik, tulisan siswa juga lebih
menarik untuk dinikmati karena ditampilkan dalam bentuk buku yang dihiasi
ilustrasi gambar yang menarik (lihat Lampiran 7).
2. Sikap positif siswa
Hasil observasi selama kegiatan menulis menunjukkan bahwa siswa
sangat antusias dalam menyelesaikan tugas menulis. Antusiasme siswa
104
ditunjukkan mulai pada saat disajikan tentang penulis novel yang sukses, saat
melakukan modifikasi secara berkelompok maupun secara individu. Mereka
menunjukkan rasa senang dan sangat aktif mengikuti kegiatan ini.
Berdasarkan kuesioner yang diberikan setelah kegiatan ini selesai, siswa
mengatakan bahwa mengarang dengan cara mengubah cerita yang telah
mereka hafal itu lebih mudah. Mereka mengaku menikmati kegiatan
mengubah atau mengganti tokoh-tokoh yang ada dalam cerita semau mereka
sendiri (lihat Lampiran 8).
Mereka juga mengatakan senang karena terbantu dengan keberadaan
penulis/guru di kelas ketika mereka mengalami masalah terkait dengan
pengembangkan ide, kosa kata, dan tata bahasa. Mereka juga senang ketika
hasil karya mereka dibukukan dan akan diserahkan ke perpustakaan sebagai
bahan bacaan. Beberapa siswa merasa malu menunjukkan hasil pekerjaannya.
Namun setelah dijelaskan tujuan guru berkeliling kelas adalah membantu bila
siswa mengalami masalah, mereka bisa terbuka menunjukkan pekerjaannya.
d. Kendala-Kendala Yang Dihadapi
Kendala utama yang dihadapi penulis dalam melaksanakan kegiatan ini
adalah waktu pelaksanaan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh siswa kelas XI
program lintas minat. Dalam kelas lintas minat, diberlakukan moving class
sehingga siswa harus berpindah dari ruang kelas regulernya untuk ke kelas
lintas minat. Perpindahan ini membuat siswa datang tidak tepat waktu
sehingga alokasi waktu yang ditentukan dalam rencana pembelajaran sering
tidak cukup. Selain itu, kelas lintas minat di sekolah penulis dilaksanakan di
siang hari, jam ke 8 dan 9, yaitu jam 13.00 WIB – 14.30 WIB. Jam belajar
siang ini juga cukup mengganggu konsentrasi siswa.
Selain masalah waktu, gambar yang digunakan siswa sebagai ilustrasi
sebagian tidak sesuai benar dengan tokoh atau cerita yang disusun. Ini karena
105
siswa menyusun ceritanya dulu baru kemudian mencari ilustrasinya di
internet.
e. Faktor-Faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung berhasilnya pembelajaran menggunakan SMS
di antaranya adalah; 1) lingkungan sekolah sangat terbuka untuk
pengembangan guru baik di dalam kelas maupun di luar kelas, 2) strategi ini
merupakan inovasi penulis sendiri dan sudah biasa digunakan penulis dalam
pembelajaran ketrampilan menulis teks naratif sebelumnya sehingga dalam
kegiatan ini tidak mengalami kendala yang berarti, 3) siswa sangat antusias
dan menyukai strategi baru yang mereka terapkan sehingga pembelajaran
dapat berlangsung dengan baik.
f. Alternatif Pengembangan
Sebagai strategi alternatif dalam pembelajaran teks naratif, SMS bisa
dikembangkan sebagai berikut;
a. SMS bisa disajikan dalam bentuk animasi
b. SMS bisa dicoba diterapkan untuk jenis teks lain, misalnya teks deskriptif
c. untuk siswa yang sangat berbakat menulis naratif, bisa diberi tantangan
untuk mengembangkan ceritanya menjadi sepanjang short story atau
bahkan novel
d. guru dapat menyusun program lintas mapel dengan guru seni rupa untuk
membantu siswa dalam membuat sendiri ilustrasinya
e. guru bisa menularkan pelaksanaan SMS bisa pada mapel bahasa
Indonesia
f. produk yang dihasilkan dari SMS ini bisa digunakan untuk
menunjang gerakan literasi sekolah baik literasi baca ataupun tulis.
D. Kesimpulan dan Harapan
106
Berdasarkan hasil yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, kesimpulan
best practice ini adalah sebagai berikut;
1. SMS dapat membantu siswa meningkatkan kuantitas dan kualitas teks
naratif siswa. Sebelum menggunakan strategi ini siswa hanya menulis
teks naratif sederhana sehingga sebagian besar kurang menarik dari sisi
ide cerita dan tingkat penguasaan unsur bahasanya. Dengan SMS siswa
dapat menghasilkan karangan yang lebih baik tata bahasanya dan lebih
menarik baik dari sisi cerita maupun tampilan fisiknya.
2. SMS juga mampu meningkatkan motivasi siswa dalam menulis teks
naratif. Bila pada mulanya siswa banyak terbebani dengan tugas ini dan
banyak menghabiskan waktu untuk mencari ide cerita untuk
dikembangkan, maka dengan strategi ini siswa merasa dimudahkan,
karena mereka hanya membuat perubahan atau modifikasi dari cerita
yang telah mereka ketahui.
Berdasarkan implementasi strategi ini, supaya berhasil dalam
pembelajaran ketrampilan menulis teks naratif, guru sebaiknya
1. memberikan motivasi, pondasi (scaffolding), dan strategi menulis
sebelum memberi siswa melaksanakan tugas menulis.
2. menggunakan SMS ini sebagai strategi alternatif dalam upaya mengatasi
permasalahan siswa dalam menyelesaikan tugas menulis teks naratif.
3. membiasakan siswanya untuk banyak membaca guna memperkaya
schemata dan meningkatkan kompetensi mereka untuk memproses
seluruh schemata yang dimiliki siswa untuk dapat menghasilkan tulisan
yang berkualitas.
4. menerapkan process approach di mana guru selalu membimbing, dan
memonitor siswa dalam melaksanakan tugas mengarang dari awal hingga
akhir tugas menulis.
107
DAFTAR PUSTAKA
Wuryanti, M.S. (2015). Mini Smart Book Bahasa Inggris SMA. Indonesia
Tera: Yogyakarta.
Yulianto, B. 2013. The Strategies Used By The High Achievers And Low
Achievers Of The Tenth Graders Of SMAN 1 Kediri In Writing Narrative
Texts. Thesis Magister Pendidikan Bahasa Inggris Pasca Sarjana
Universitas Negeri Malang tidak diterbitkan.
108
DUAL CLASS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SMA NEGERI 1 PATI
Palita Ruhamaningtyas, S. Pd
SMA NEGERI 1 PATI, Jawa Tengah
A. Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan kasih dan
rahmat-Nya sehingga penyusunan Best Practice yang berjudul DUAL
CLASSDALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMA NEGERI
1 PATI dapat terselesaikan dengan baik. Tanpa bantuan berbagai pihak pula,
penyusunan laporan ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu, antara lain:
1. Budi Santosa, S. Pd., M. Pd., M. Si., Kepala SMA Negeri 1 Pati
2. Rekan-rekan Guru Bahasa Inggris SMA Negeri 1 Pati
3. Rekan-rekan Guru MGMP Bahasa Inggris Kabupaten Pati
4. Peserta Didik SMA Negeri 1 Pati
Penulisan best practice ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan
mengikuti Olimpiade Nasional Guru (OGN) Tahun 2017, yang
diselenggarakan oleh Kesharlindung Direktorat Jendral Pendidikan
Menengah.
Penulis menyadari bahwa Laporan Best Practice ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak yang dapat bermanfaat dalam penyempunaan dan perbaikan tindak
109
lanjut. Semoga pelaksanaan dan hasil Best Practice ini dapat memberikan
manfaat dan peningkatan dalam proses pembelajaran di kelas.
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
110
Meskipun demikian, permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran
masih saja terjadi. Misalnya, keterbatasan waktu belajar yang cukup di dalam
kelas untuk mengakomodir kegiatan pembelajaran. Terkadang pula motivasi
peserta didik dalam mengembangkan keilmuan mereka dalam kegiatan
mengasosiasi dan mengkomunikasikan masih kurang. Perhatian peserta didik
terkadang teralihkan ke social media.
Menurut Franco (2010), apabila guru dapat memanfaatkan internet secara
maksimal, hasil dan minat belajar siswa akan meningkat. Virtual
Classroom, sebagai alternatif, merupakan layanan di internet yang dapat
digunakan untuk mempermudah pembelajaran bahasa baik di dalam maupun
di luar kelas tanpa terbatasi waktu. Harwood dan Blackstone (2012)
menggunakan Facebook sebagai media dalam mengajar Listening, dan
menambah waktu interaksi siswa dengan guru, siswa dan siswa, serta siswa
dengan bahasa itu sendiri.
Mempertimbangkan hal-hal tersebut, penulis menggunakan Dual Class
(Edmodo Virtual Class) yang mendukung pembelajaran bahasa inggris yang
inovatif, efesien, efektif, dan menyenangkan bagi peserta didik. Kegunaan
Edmododi antaranya untuk menyediakan sumber belajar online dan offline,
latihan-latihan soal dan praktek, penilaian harian, panduan dan bimbingan
secara bebas, kapanpun dan dimanapun. Bahkan siswa pemalu dapat
terdorong untuk bertanya dan berkembang. Dengan pemanfaatan Dual Class
(Edmodo Virtual Class)ini, penulis berharap hasil belajar dan motivasi belajar
bahasa inggris dapat meningkat.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan suatu rumusan masalah
yaitu “Apakah Penggunaan Dual Class (Edmodo Virtual Class) sebagai
111
media pembelajaran dan sumber belajar dapat meningkatkan hasil belajar dan
motivasi belajar Bahasa Inggris Peserta Didikdi SMA Negeri 1 Pati?”
C. Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah
Istilah Dual Class di sini memiliki dua makna. Yang pertama, menurut
KBBI, dual artinya ganda atau memiliki dua bagian yang berbeda. Dalam hal
ini, Dual Class dibagi menjadi Kelas Luring (Tatap Muka) yaitu Kelas yang
diselenggarakan di sekolah dan Kelas Daring yang dilakukan dengan
memanfaatkan SItus Edmodo.
Yang kedua, Dual Class merupakan singkatan dari Edmodo Virtual
Class.Virtual Classdisebut juga dengan e-learning, merupakan alternatif
pembelajaran di dalam dan luar jam pembelajaran yang memanfaatkan media
internet dengan mengintegrasikan aspek materi dan evaluasi pembelajaran,
serta interaksi komunikasi yang luas, efisien, dan efektif (Surjono, 2009).
Fleksibilitas waktu dan tempat menjadi alasan utama keunggulan Virtual
Classoom. Otonomi pembelajar merupakan elemen penting karena Online
Learning menawarkan kesempatan belajar mandiri dalam student-centered
learning (McBrien, Jones, dan Cheng, 2009). Salah satu virtual classroom
gratis yang menyediakan banyak fitur dan kemudahan bagi guru dalam
pemanfaatannya pada pembelajaran Bahasa Inggris adalah
www.edmodo.com yang tersedia pula dalam bentuk aplikasi pada
smartphone.
2. Tahapan Operasional Pelaksanaan
Adapun tahapan operasional pelaksanaan Edmodo Virtual Classroom
dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Pati adalah sebagai
berikut:
112
a. Persiapan: (1) Menganalisa kebutuhan peserta didik, dan (2) menyediakan
materi, media, dan evaluasi yang akan digunakan.
b. Pelaksanaan: (1) Membuat akun guru pada edmodo; (2) membuat grup
sesuai kelas yang diampu, (3) meminta peserta didik membuat akun
edmodo dan bergabung ke dalam grup; (4) mengupload materi dan
evaluasi pembelajaran berupa quiz dan tugas sesuai kebutuhan; (5)
melakukan interaksi dengan peserta didik.
c. Evaluasi: (1) Memanfaatkan hasil penilaian; dan (2) membantu peserta
didik yang mengalami kendala.
B. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
113
menggunakan situs www.edmodo.com dan sistem aplikasinya pada
android smartphone.
Menurut Nu’man (2014: 4), Edmodo adalah platform media sosial yang
dimanfaatkan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di
luar kelas sebagai jawaban dari tantangan global dunia pendidikan.
Siahaan (2004) dalam Sutanta (2009) menyebutkan 3 (tiga) fungsi e-
Learningdalam pembelajaran, yaitu sebagai suplemen (tambahan),
komplemen (pelengkap), dan substitusi (pengganti). Tiga fungsi tersebut
dijabarkan menjadi manfaat Edmodo bagi peserta didik, antara lain:
a. Peserta didik dapat memperoleh sumber belajar atau materi
pembelajaran berupa file .word, .ppt, video, audio, link, dllserta soal-
soal (latihan dan ulangan) yang harus diselesaikan.
b. Peserta didik dapat mengakses informasi tentang nilai yang diperoleh
dari setiap tes yang diselesaikan.
c. Peserta didik dapat belajar dari komputer pribadi ataupun smartphone
dengan memanfaatkan jaringan internet
d. Peserta didik dapat mengatur sendiri waktu dan tempat mereka belajar
(time and place flexibility).
e. Jumlah peserta didik di dalam suatu grup atau kelas online tidak
dibatasi.
f. Peserta didik dapat berinteraksi dengan sesama peserta didik atau
dengan guru karena platform edmodo mirip dengan fitur facebook
dimana peserta dapat mempublish dan memberi komentar.
Sedangkan manfaat edmodo bagi guru, yaitu:
114
b. Guru dapat memberikan penilaian harian berupa ulangan, tugas, proyek,
produk, dan lain-lain dengan edmodo.
c. Guru dapat mengetahui waktu pengumpulan tugas dan tes yang dilakukan
oleh peserta didik termasuk yang terlambat akan ada notifikasinya.
d. Guru dapat mengunduh hasil penilaian yang didapatkan secara otomatis
ataupun manual serta mendapatkan analisis soal dan nilai dari tes dan
tugas yang diberikan.
e. Guru dapat memantau belajar peserta di luar kelas dan memberikan
kesempatan bagi mereka untuk berinteraksi di luar kelas baik.
Dalam hal pembelajaran dengan menggunakan Dual Class sebagai
sumber belajar dan media pembelajaran, penulis berharap Dual Class akan
meningkatkan motivasi belajar, aktivitas belajar, dan hasil belajar peserta
didik di SMA Negeri 1 Pati.
115
3) Guru memberikan Group Code kepada Peserta Didikagar mereka dapat
bergabung dalam Group sesuai denga kelas masing-masing.
4) Ketika Peserta Didik sudah masuk ke dalam Group, mereka dapat
mengakses apapun yang dipublikasikan oleh guru, misalnya materi
pembelajaran, gambar, video pembelajaran, sumber belajar lain yang
relevan, penugasan, dan quiz. Mereka juga dapat mempublikasikan
sumber belajar lain yang mereka miliki untuk berbagi dengan teman-
temannya. Selain itu, baik guru maupun peserta didik dapat saling
berbalas-balasan pesan sehingga memungkinkan adanya diskusi terbuka
dan tertutup.
5) Guru menyiapkan materi-materi pembelajaran untuk dipublikasikan lewat
Edmodo. Materi tersebut disesuaikan dengan kurikulum dan kebutuhan
setiap jenjang peserta didik. Peserta didik diharapkan untuk
mengeksplorasi informasi-informasi yang mereka dapat agar informasi
tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar mereka.
6) Setiap kali guru ataupun peserta didik mempublikasikan sesuatu, ada
notifikasi pada situs, aplikasi smartphone, atau email yang
memberitahukan dan mengingatkan baik guru maupun peserta didik akan
tugas-tugas dan tes mereka. Bahkan guru dapat mengetahui siapa yang
terlambat mengumpulkan atau menyelesaikan tugas dan tesnya.
7) Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya baik melalui
beranda Group yang bisa diakses oleh peserta didik lain ataupun lewat
direct message yang hanya bisa diakses oleh guru dan peserta didik yang
bertanya.
8) Guru memberikan tugas dan quiz untuk dinilai.Ketika memberi
penugasan, instruksi yang jelas harus digunakan seperti termasuk batas
waktu pengerjaan.
116
9) Proses mengakses atau menggunakan edmodo dilakukan di luar kelas
baik sebelum atau sesudah pembelajaran materi baru. Apabila
dibutuhkan, penugasan dapat dibahas pada saat tatap muka.
10) Guru menyiapkan rubrik penilaian sikap untuk menilai sikap kejujuran,
tanggung jawab, dan disiplin dalam mengerjakan tugas dan quiz yang
diberikan.
11) Guru mengecek keaktifan siswa pada setiap penugasan dan quiz.
12) Guru mengecek hasil belajar siswa pada setiap penugasan dan quiz.
117
untuk teks Exposition (Materi lengkap lihat lampiran 2). Selain Materi
berupa PowerPoint Presentation, Guru juga dapat melampirkan File
dalam berbagai format termasuk video dan audio file (lihat lampiran 3).
118
Gambar 3. Quiz pada Materi Discussion Text
Pada Gambar tersebut diketahui paling lambat waktu pengerjaan quiz,
jumlah pertanyaan, dan jumlah peserta didik yang sudah menyelesaikan
quiz. Peserta didik juga dapat bertanya jika menemui kesulitan atau
memberikan konfirmasi sudah menyelesaikan pada kolom Reply atau
komentar.
d. Guru dapat mengetahui cita-cita peserta didik melalui profil yang mereka
buat untuk dijadikan referensi guru dalam menggali dan mengembangkan
potensi siswa. Contoh sebagai berikut:
Gambar 4. Career and Goal
e. Guru dapat memberikan apresiasi kepada peserta didik berupa Badge.
Dengan Badge ini, peserta didik dapat merasa bangga dengan hasil yang
mereka capai. Bentuk apresiasi seperti di bawah ini dapat memberikan
motivasi siswa untuk berhasil dan berusaha untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dari sebelumnya.
Gambar 5. Badge
119
Peserta didik tersebut memiliki 2 (dua) badge yaitu level 1 Bobbi the
Bookworm karena berhasil menjawab 3 (tiga) pertanyaan ELA dan Star
Performer karena nilai yang didapat pada quiz dan tugas sangat bagus di
antara teman-temannya.
f. Edmodo memungkinkan peserta didik untuk bertanya dan berkomunikasi
dengan guru dan antar peserta didik melalui kolom komentar yang bisa
diakses orang banyak ataupun lewat direct message yang hanya bisa
diakses oleh guru dan peserta didik yang bertanya. Seperti contoh pada
gambar 8 di bawah ini. Ketika guru memberikan peringatan kepada
peserta didik tentang keterlambatan mereka dalam mengerjakan quiz,
peserta didik menanggapi dengan segera.
120
Gambar 7. Progess Nilai yang Dapat Diunduh oleh Guru
2. Peningkatan Integrative Motivation dan Instrumental Motivation
Belajar melalui Dual Class
Prosentase Range Nilai
(Edmodo Virtual Class) adalah 0.00% 3.03%
9.09%
belajar yang menyenangkan dan
mengurangi adanya 27.27%
‘ancaman/tekanan’ dalam belajar. 60.61%
121
Penilaian tersebut kemudian dirata-rata per peserta didik [(T1+T2+T3/3)].
Hasilnya dinyatakan dalam diagram di bawah ini:
Diagram 1. Rata-rata Penilaian Harian
KD So That and Such That Kelas XII IPA 10 Rata-rata Penilaian Harian KD
So That and Such That pada kelas XII IPA 10 menunjukkan hasil yang
signifikan. Semua peserta didik di kelas mendapatkan nilai di atas KKM = 70
(Daftar nilai lihat lampiran7). Sebanyak 3.03% peserta didik mendapat nilai
80-85, 27.27% peserta didik mendapat nilai 86-90, 60.61%peserta didik
mendapat nilai di atas 90-95, dan 9.09% peserta didik mendapat nilai di atas
95.
Penulis meyakini ketika motivasi siswa dalam belajar meningkat, maka
meningkat pula hasil belajar mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan Stevick (1976) bahwa suasana belajar dan Caroll (1973) bahwa
attitude mempengaruhi aptitude.
d. Kendala-kendala yang Dihadapi
Meskipun dapat dikatakan bahwa internet sudah digunakan secara luas
oleh berbagai lapisan masyarakat, pemanfaatan Dual Class sebagai sumber
belajar dan media pembelajaran tetaplah menghadapi kendala dalam
penerapannya di sekolah, yaitu antara lain:
1. Tidak semua peserta didik memiliki smartphone, atau komputer untuk
mengakses internet. Sehingga tidak setiap saat mereka bisa mengakses
Dual Class.
2. Masalah koneksi internet, missal kehabisan pulsa internet, sinyal internet
yang terkadang lemot.
3. Masalah kedisiplinan peserta didik. Peserta didik terkadang terlambat
untuk mengerjakan tugasnya. Permasalahan ini dapat diatasi dengan fitur
pada edmodo yang bisa mengunci tugas dan quiz sehingga bisa
122
memberikan efek jera pada peserta didik yang terlambat. Guru bisa juga
mengingatkan lewat status atau postingandi edmodo atau direct message.
4. Tidak banyak guru yang memanfaatkan edmodo sehingga dukungan dari
guru lain terasa kurang.
e. Faktor-faktor Pendukung
Pemanfaatan Dual Class dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMA
Negeri 1 Pati dikatakan berhasil karena adanya faktor pendukung sebagai
berikut:
124
3. Disarankan kepada sekolah untuk memfasilitasi dan menerapkan Dual
Class pada mata pelajaran tertentu, sehingga dapat lebih menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
McBrien, J.L., Jones, P., and Cheng, R. (2009). Virtual Spaces: Employing a
Synchronous Online Classroom to Facilitate Student Engagement in
Online Learning. International Review of Research in Open and Distance
Learning Volume 10, Number 3. ISSN: 1492-3831
125
Miller, S. (2009). 50 Ways to Use Twitter in the Classroom. Retrieved from
TeachHUB.com
126
PENGGUNAAN TEKNIK “BIT POTION” DALAM MENUNJANG
PEMAHAMAN SISWA TENTANG MATERI ANALYTICAL
EXPOSITION TEXT
Mughits Rifai, S.Pd.
SMK Mekanika Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat
A. Pengantar
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahi nikmat
takhingga kepada penulis, sehingga hanya berkat rahmat-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan karya tulis best practice berjudul “Penggunaan Teknik
“BIT PoTion” Dalam Menunjang Pemahaman Siswa Tentang Materi
Analytical Exposition Text” ini. Selawat dan salam semoga selalu
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sang pembawa risalah.
Mempelajari teks memang bukan perkara mudah, apalagi
mengajarkannya. Untuk menanamkan pemahaman yang tepat tentang hal ini
pun tidak bisa disamaratakan karena tiap siswa memiliki potensi yang
berbeda. Namun, sebagai guru kita seharusnya mencari jalan terbaik dengan
segala yang kita punya. Tentu saja semua ini harus dilakukan tanpa
127
mengesampingkan minat dan potensi siswa. Untuk itulah karya tulis best
practice ini disusun. Penulis menyadari bahwa semua yang tergambar dalam
karya tulis ini belum tentu dapat diterapkan pada siswa atau kelas lain. Oleh
karena itu, penulis membuka pintu selebar-lebarnya untuk pengembangan
karya tulis ini ke arah yang lebih baik.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung terbitnya karya tulis ini dan berharap semoga karya tulis ini
dapat memberikan manfaat di dalam dunia pendidikan Indonesia.
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran mengenai teks-teks fungsional di dalam kelas sering kali
terpaku hanya dalam ranah kognitif. Sehingga, alih-alih mengajari siswa
untuk dapat mengenali teks dan kemudian membuatnya, sebagian guru hanya
mengajari siswa untuk dapat mengingat fungsi jenis teks tertentu dan struktur
umumnya ditambah dengan mengetahui unsur kebahasaan yang biasanya
terdapat dalam jenis teks tersebut. Hal ini mengakibatkan kemampuan siswa
hanya terkurung dalam ingatan dan pengetahuan saja. Padahal, dalam
pembelajaran mengenai teks-teks fungsional, idealnya siswa diharapkan
dapat mengenali dan menganalisis untuk kemudian membuat teks yang
sejenis.
Permasalahan ini terutama terletak pada bagaimana guru dapat
merangsang kemampuan berpikir siswa untuk sampai pada simpulan tertentu.
Dalam hal ini, siswa diharapkan dapat mengasosiasikan dan membandingkan
teks yang ada di sekitarnya dan menarik kesimpulan mengenai fungsi,
128
struktur, dan unsur kebahasaan. Dan, yang terpenting, siswa dapat
mereproduksi teks yang sejenis dengan bahasanya sendiri berdasarkan
contoh-contoh teks yang ada di sekitarnya.
Di sisi lain, siswa pun kadang terpaku memandang teks hanya sebagai
kumpulan kalimat yang terjalin dengan baik dan membangun satu kesatuan
gagasan yang padu. Sehingga, hal ini tidak jarang malah menghambat
kreatvitas siswa dalam membangun sebuah teks. Banyak siswa yang akhirnya
menyerah untuk membuat teks karena merasa kebingungan mencari kata-kata
yang tepat untuk menggambarkan gagasannya dalam kalimat-kalimat utuh.
Walhasil, tidak ada teks yang berhasil dibuat oleh siswa.
Akibat dari ini semua, proses pembelajaran yang seharusnya
mengaktifkan kemampuan berpikir siswa untuk meningkatkan
kompetensinya malah menjadi tidak lebih dari sekadar menumpuk ingatan
dalam memori manusia yang tidak tak terbatas.
Situasi permasalahan seperti ini ditemui oleh penulis dalam pembelajaran
mengenai analytical exposition text pada kelas XI. Pemahaman siswa
mengenai jenis teks semacam ini masih rendah. Alih-alih memiliki
kompetensi untuk mengembangkan teks dan mengenali bagian-bagiannya
dengan mudah, para siswa hanya mampu menyebutkan tujuan fungsional dan
struktur umum teks tanpa mampu mengenali bagian per bagian.
Melihat permasalahan-permasalahan ini, penulis merasa tertantang untuk
menemukan strategi yang tepat dalam membantu siswa memahami teks
sekaligus membuatnya dalam bentuk yang paling sederhana namun
menyenangkan. Dari sinilah, muncul gagasan untuk menggunakan infografis
sebagai media untuk membantu siswa dalam memahami dan sekaligus
membuat teks fungsional.
b. Permasalahan
129
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, ada dua
rumusan permasalahan dalam best practice ini, yaitu:
1. Bagaimana efektivitas penggunaan infografis dalam pembelajaran Bahasa
Inggris untuk menunjang pemahaman siswa tentang analytical exposition
text?
2. Seberapa besar tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran dengan
menggunakan infografis untuk menunjang pemahaman siswa tentang
analytical exposition text?
c. Strategi dan Pemecahan Masalah
Dalam mengatasi permasalahan yang muncul pada pembelajaran
mengenai analytical exposition text, ada beberapa alternatif solusi yang
dilakukan. Namun, hasil akhirnya masih belum sesuai dengan harapan.
Berangkat dari evaluasi terhadap alternatif solusi yang dilakukan, akhirnya
muncullah alternatif solusi yang lain yang dianggap dapat menjawab
persoalan yang ada. Alternatif solusi tersebut adalah dengan menggunakan
infografis di dalam pembelajaran mengenai analytical exposition text.
Berbicara tentang infografis (Bahasa Inggris: infographics), hal ini
memang bukan sesuatu yang baru. Namun begitu, bukan pula sesuatu yang
kuno. Infografis adalah salah satu produk desain grafis yang merupakan
singkatan dari dua kata, information dan graphics. Menurut
houseofinfographics.com, infografis adalah sebuah bentuk visualisasi data
yang menyampaikan informasi kompleks kepada pembaca agar dapat
dipahami dengan lebih mudah dan cepat. Media visual infografis ini sangat
mirip dengan poster. Bedanya, infografis biasanya memuat informasi bukan
ajakan. Informasi yang disajikan berbentuk visual grafis.
Penggunaan infografis yang dimaksud di sini adalah siswa membuat
infografis mengenai topik tertentu sesuai dengan jenis analytical exposition
130
text yang dipelajari. Dalam mencapai tujuan pembelajran, penggunaan
infografis ini dilakukan melalui tahapan-tahapan khusus yang diberi label
BIT PoTion, kependekan dari Brainstorm, Information Acquirement, Text
Analysis, Production and Presentation, dan Evaluation and Reflection.
Tahapan-tahapan inilah yang diharapkan dapat mengarahkan pembuatan
infografis oleh siswa untuk membantu mereka mengenali bagian-bagian
analytical exposition text dan dapat mengembangkan karangan berjenis
serupa secara mandiri.
131
selama proses pembelajaran. Sedangkan siswa bercermin tentang
peningkatan kompetensi yang telah dicapai.
B. Pembahasan dan Solusi
132
1. Infografis merupakan media pembelajaran ideal
2. Pembelajaran menggunakan strategi ini menerapkan bentuk kegiatan
yang sesuai dengan amanat dalam silabus.
3. Kegiatan dalam proses pembelajaran menggunakan strategi ini beragam
untuk mengakomodasi potensi siswa yang berbeda.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai,
kegiatan pembelajaran menggunakan strategi ini dititikberatkan pada
peningkatan kompetensi siswa dalam hal memahami struktur umum
analytical exposition text dengan produk akhir berupa media visual
infografis.
Dalam mencapai hal ini, proses pembelajaran yang dilakukan
menggunakan teknik BIT PoTion (Brainstorm, Information Acquirement,
Text Analysis, Production and Presentation, dan Evaluation and
Reflection). Teknik ini didasarkan pada pendekatan inquiry-based dan
melewati beberapa tahap seperti tergambar dalam bagan berikut.
information
brainstorming text analysis
acquirement
production
evaluation dan
and
reflection
presentation
1. Brainstorm
Dalam pendekatan inquiry-based, tahapan ini dikenal dengan istilah
engagement; menghubungkan pengetahuan siswa dengan kecakapan yang
akan dikuasai. Pada tahap awal ini, guru melakukan brainstorming untuk
menggali pengetahuan siswa tentang sebuah topik yang akan dijadikan
pembahasan dalam pembelajaran mengenai analytical exposition text.
Pada tahap ini, siswa diharapkan untuk secara aktif menjawab pertanyaan
133
guru dan mengemukakan pendapat pribadinya tentang topik yang
disajikan oleh guru. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian siswa dan
mengarahkan pembelajaran kepada analytical exposition text.
2. Information Acquirement
Tahap berikutnya disebut fase exploration di mana siswa mengamati
dan mengeksplorasi fenomena tertentu dengan bimbingan guru. Pada
tahap ini, kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil. Masing-masing
kelompok diberikan teks tentang topik yang disajikan oleh guru. Siswa
kemudian menemukan dan mencatat gagasan-gagasan pokok dari tiap
paragraf. Gagasan-gagasan pokok yang sudah dicatat kemudian diubah ke
dalam bentuk visual menggunakan metode mind-mapping.
3. Text Analysis
Tahapan yang ketiga ini dinamai fase explanation. Pada fase ini,
siswa menjelaskan pemahaman mereka terhadap konsep yang sedang
dipelajari melalui serangkaian kegiatan. Pada tahap ini guru memberikan
penjelasan singkat mengenai apa yang dimaksud dengan thesis statement,
argument, dan reiteration. Pada kegiatan berikutnya, siswa menandai
tiap-tiap gagasan pokok sebagai thesis statement, argument, dan
reiteration. Di samping itu, siswa juga menjelaskan secara singkat
tentang jawaban mereka dan diikuti dengan koreksi oleh guru bilamana
perlu.
4. Production and Presentation
Tahap keempat ini yaitu fase elaboration yang menuntut siswa
mampu menerapkan konsep yang mereka pahami dari fase sebelumnya ke
dalam konteks untuk meningkatkan pemahamannya. Pada tahap ini, siswa
diberi tugas untuk membuat infografis dengan tema bebas namun tetap
mengarah kepada analytical exposition text. Pembelajaran kemudian
134
dilanjutkan dengan unjuk kerja dari tiap kelompok atas karya infografis
yang sudah dihasilkan. Siswa diharapkan untuk dapat menjelaskan
bagian-bagian infografis sesuai dengan struktur generic analytical
exposition text.
5. Evaluation dan Reflection
Tahap akhir yang disebut fase evaluation memungkinkan siswa
menilai pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan mereka sebagai hasil
dari proses pembelajaran yang telah dilalui. Pada tahap akhir ini, siswa
bercermin dan merenungi peningkatan kompetensi yang mereka alami
berkenaan dengan pemahaman mereka tentang analytical exposition text.
Refleksi ini dilakukan dengan menggunakan comprehension-checking
questions (CCQ). Bagi guru, hal ini dapat dijadikan evaluasi terutama
untuk melihat pencapaian tujuan pembelajaran dari proses pembelajaran
yang terjadi.
d. Hasil yang Dicapai
Untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran ini, digunakan beberapa
kriteria dalam mengukur hasil yang dicapai. Beberapa kriteria tersebut adalah
kandungan argumen, kandungan fitur bahasa analytical exposition text, dan
keragaman tema yang diusung.
1. Kandungan argumen
Dilihat dari kandungan argumen, terdapat 11 dari 13 karya infografis
siswa (85%) yang mengandung kalimat berisi argumen. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa memahami pentingnya argumen dalam
analytical exposition text. Di samping itu, ini juga memudahkan siswa
mengidentifikasi bagian-bagian dalam analytical exposition text selain
thesis yang menjadi topik utamanya.
2. Kandungan ciri-ciri bahasa analytical exposition text
135
Ciri-ciri bahasa analytical exposition text banyak muncul dalam karya
infografis siswa. Di antara beberapa ciri-ciri bahasa yang muncul yaitu
modals, action verb, dan adjective. Dari 13 karya infografis siswa, 11 di
antaranya memiliki ciri-ciri bahasa analytical exposition text. Hanya 2
dari 13 infografis (15%) yang tidak memiliki ciri-ciri bahasa analytical
exposition text. Ini menunjukkan kemampuan siswa dalam berpikir cukup
tinggi dan mencerminkan kemampuan siswa untuk mengembangkan
karangan analytical exposition text.
3. Keragaman tema
Tema yang muncul dalam karya infografis siswa berjumlah 7 topik:
smoking, drug, sport, woods, water, free sex, dan iluminati. Keragaman
topik ini menggambarkan kreativitas siswa dan daya berpikir siswa yang
tereksplorasi dengan baik melalui pembelajaran menggunakan infografis.
136
1. Kemampuan bahasa Inggris siswa masih rendah. Hal ini menyulitkan
siswa dalam mengungkapkan gagasannya, sehingga guru harus selalu siap
membantu.
2. Keaktifan siswa dalam kelompok masih didominasi oleh beberapa orang
saja. Solusi untuk hal ini adalah pembagian tugas dalam kelompok
dengan bimbingan guru.
3. Kurangnya daya kreativitas sebagian siswa. Hal ini salah satunya terlihat
dari pemilihan topik yang masih seragam. Untuk mengatasi ini, guru
membimbing siswa untuk dapat menghasilkan argumen yang berbeda.
f. Faktor-faktor pendukung
Keberhasilan best practice ini tentu bukan hanya didukung oleh satu
faktor, tapi beberapa faktor. Di antara beberapa faktor pendukung
keberhasilan best practice ini antara lain adalah:
1. Dukungan Kepala Sekolah dalam bentuk motivasi maupun penghargaan
yang tidak bisa diukur dengan materi.
2. Dukungan sekolah dalam pengadaan ATK dan keperluan lain demi
terselenggaranya pembelajaran.
3. Minat dan motivasi siswa yang tinggi terutama bagi siswa yang menyukai
kegiatan desain grafis.
g. Alternatif Pengembangan
Untuk mengembangkan teknik penggunaan infografis dalam
pembelajaran ini, guru bisa meminta siswa untuk memanfaatkan situs web
penyedia layanan gratis untuk membuat infografis, seperti Piktochart.com
dan Canva.com tanpa mengurangi kreativitas siswa. Hal ini diharapkan dapat
memudahkan siswa dan sekaligus meningkatkan literasi digital mereka.
137
Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, ada dua poin yang bisa
dijadikan simpulan, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
138
Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Yogyakarta: Diva Press.
Marko Wibisono
SMA Al Hikmah, Surabaya
A. Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWTkarena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan Best Practice:
PENERAPAN ATM-LINK UNTUK PENINGKATAN MOTIVASI SISWA
DALAM PEMBELAJARAN HORTATORY EXPOSITION TEXT PADA
SISWA KELAS XI IPS-1 SMA AL HIKMAH SURABAYA.
139
Best Practice ini disusun sebagai salah satu persyaratanni mengikuti
Olimpiade Guru Nasional 2017. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada Yth:
A. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Pada era global yang mempersyaratkan efektifitas dan kecepatan di segala
bidang, manusia harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan di segala
lini zaman. Kecepatan beradaptasi dalam pemanfaatan teknologi informasi
dan menjadi bagian di dalamnya akan menjadi nilai tambah bagi manusia
milenia ini.
Kenyataan ini juga berdampak pada perkembangan kurikulum di
Indonesia. Dengan berbagai tuntutan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan jaman, kurikulum terus berubah (dan memang sudah
selayaknya demikian) hingga apa yang kita alami saat ini yaitu Kurikulum
2013. Kurikulum yang menekankan pada proses scientific learning ini
diharapkan mampu menjadikan siswa sosok yang kreatif dan inovatif. Tujuan
140
mbelajaran Bahasa Inggris di tingkat SMA adalah siswa mampu
menggunakan Bahasa Inggris untuk mendapatkan dan mengolah informasi.
Sehingga, terdapat pergeseran dari pendekatan pengajaran pada aspek
linguistik berbasis bentuk (grammar) menjadi fungsi (communication).
Pendekatan yang diterapkan ini jamak dikenal dengan Communicative
Approach. Oleh karenanya, kemampuan untuk mencari, mengolah, dan
mensitesa informasi dari berbagai media harus dimiliki oleh semua peserta
didik. Selain itu, mereka juga harus bisa berkomunikasi dan membangun
networking dengan sesamanya melintasi wilayah, ras, dan kepentingan sekali
lagi karena adanya globalisasi.
Terkait dengan pendekatan komunikatif di atas, salah satu jenis teks yang
sangat menekankan kemampuan berkomunikasi untuk mengemukakan
argumen adalah hortatory exposition text. Sesuai dengan Silabus yang
tercantum pada Kurikulum 2013, materi ini merupakan materi yang wajib
diajarkan pada siswa kelas XI. Jenis teks persuasif ini bertujuan untuk
mempengaruhi pembaca agar menyetujui argumen penulis. Oleh karenanya,
siswa pada jenjang tersebut harus memiliki kemampuan untuk
mengemukakan argumen secara lisan atau tertulis. Dalam kenyataannya,
masih banyak siswa yang merasa kesulitan untuk mengungkapkan
argumennya. Konsep pengajaran yang sebelumnya berbasis pada guru telah
menempatkan siswa hanya sebagai objek yang harus menerima tanpa adanya
keterlibatan untuk menentukan argumennya.
b. Permasalahan
Materi teks berbentuk hortatory exposition bertujuan mempengaruhi
pembaca agar menyetujui argumen penulis mengenai topik yang sedang
dibahas. Oleh karenanya, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan argumen secara tulis dan lisan. Namun, selama proses
141
pembelajaran di kelas, siswa kesulitan untuk mengungkapkan argumennya
secara jelas, runtut, dan berterima. Salah satu faktor kesulitan ini adalah
keengganan dan ketakutan untuk menyampaikan argumen, ketakutan untuk
membuat kesalahan berbahasa saat mengungkapkan argumen, karena
kemungkinan cemoohan teman. Masalahnya adalah siswa tidak termotivasi
untuk belajar menyampaikan argumen di dalam kelas yang kurang suportif.
Demotivasi ini ditandai dengan beberapa tindakan seperti izin meninggalkan
kelas, tidak memperhatikan guru, berbicara dengan teman, dan mengantuk.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, permasalahan yang bisa
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengajaran Hortatory Exposition menggunakan ATM-
link?
2. Apakah siswa yang diajar dengan menggunakan metode ATM-Link
memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang diajar dengan metode konvensional?
c. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di dalam kelas, maka diperlukan
sebuah metode yang mampu membangkitkan motivasi siswa agar lebih
termotivasi untuk mengungkapkan argumennya dan terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Untuk itu penulis mengimplementasikan metode
ATM-Link.
Deskripsi strategi pemecahan masalah
ATM-Link adalah metode yang dilakukan pada best practice ini.
ATM yang dimaksudkan disini adalah akronim dari Amati-Tiru-
Modifikasi. Sedangkan Link adalah menghubungkannya ke situs
berplatform e-learning yaitu www.edmodo.com.
142
ATM-Link adalah konsep blended learning yang mendukung
pembelajaran saintifik. Pada model pembelajaran ini, siswa akan
mengamati, menanya, menalar, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan
materi yang dipelajari.
Alasan pemilihan metode ini karena konsep ini melibatkan siswa
untuk berinteraksi melalui media sosial melalui situs edmodo. Siswa yang
telah akrab dengan media sosial populer seperti facebook tidak akan
mengalami kesulitan berarti karena fitur yang tersedia di edmodo mirip
dengan situs tersebut. Kenyataannya, semua siswa memiliki gadget yang
mendukung proses ini. Dengan gadget ini siswa akan terlibat langsung
dalam pembelajaran dan akhirnya termotivasi untuk memberikan
argumen.
Penjelasan tahapan operasional pelaksanaan
ATM-Link dilaksanakan dalam dua tahap yaitu luring (luar jaringan /
offline) dan daring (dalam jaringan / online). Pada tahap luring, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu hortatory exposition text.
Setelah itu, guru membagi kelompok secara heterogen dimana satu
kelompok terdiri dari 10 orang sehingga akan ada 2 kelompok di dalam
kelas.
Setelah kelompok terbentuk, pembelajaran memasuki tahap kedua
yaitu daring. Tahap ini mempunyai persiapan dan pelaksanaan. Pada
persiapan terdapat lima langkah. Pertama, guru membuat akun di
edmodo.com. Setelah itu, guru membuat grup pada akunnya. Ketiga,
dengan kode yang diberikan oleh guru, siswa diminta membuka laman
www.edmodo.com dengan menggunakan laptop atau telepon pintarnya
dan membuat akun baru pada website tersebut. Selanjutnya guru
menjelaskan fitur-fitur yang ada di situs tersebut. Pada langkah
143
berikutnya, guru mengunggah file-file yang terkait dengan pembelajaran
hortatory exposition text berupa contoh-contoh teks, struktur dan fungsi
kebahasaan, serta fungsi sosial teks. Guru juga mengunggah file-file tugas
yang akan di-setting sesuai waktu yang diinginkan. Pada langkah terakhir,
guru mengelompokkan siswa menjadi dua sub-group, dimana setiap grup
terdiri dari 10 siswa.
Tahap pelaksanaan ATM-LINK dimulai dengan Amati. Pada tahap
ini, siswa diminta mengunduh file modul dan mengamati karakteristik
teks hortatory exposition. Berikutnya, guru memberikan topik yang perlu
dikritisi kepada setiap sub-group. Pada tahapan Tiru, siswa menggunakan
model pengungkapan argumen dari modul untuk mengkritisi topik yang
diberikan. Pada tahap modifikasi, siswa diminta membuat paragraf
pendek berisikan komentar mengenai topik yang telah diberikan.
Komentar dari setiap siswa ini selanjutnya dishare ke grup kelas.
Pada tahap LINK, , guru meminta siswa membuat karangan tentang
topik yang dikembangkan sebagai hasil diskusi sebelumnya. Tahapan ini
dilakukan di ruang kelas.
Aktifitas di dunia maya adalah aktifitas tanpa batasan ruang dan waktu.
Dengan Internet, pengguna memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan
hiburan misalnya menonton film atau siaran olahraga, mendengarkan lagu-
lagu favorit serta pilihan lain yang disiarkan secara langsung. Penggunaan
smart phone di kalangan remaja lebih banyak digunakan untuk sarana media
sosial. Pengelola Jasa Internet Indonesia mengadakan survey untuk
mengetahui tingkat penetrasi internet di kalangan remaja pada tahun 2016.
144
Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat penetrasi pengguna kelompok
internet yang berusia antara 10-14 tahun mencapai 100 % dengan jumlah 768
ribu. Secara keseluruhan 97,4 pengguna internet mengakses media sosial
pada aktifitas daringnya (Sugiharto, 2016).
147
c. Hasil Yang Dicapai
Dari pelaksanaan metode ATM-LINK di kelas XI IPS-1 SMA Al Hikmah
Surabaya didapatkan hasil yang cukup menggembirakan dimana 17 dari 20
siswa bisa membuat 5 kalimat berisi argumen tentang topik yang diberikan.
Pada tahap berikutnya, semua siswa mampu menulis teks hortatory
exposition sederhana sesuai dengan struktur yang benar.
d. Kendala- kendala yang Dihadapi:
Dalam proses pembelajaran berbasis media sosial ini, terdapat beberapa
kendala yang muncul dilapangan. Kendala ini lebih bersifat teknis karena
terkait dengan jaringan internet. Pada beberapa provider tertentu kecepatan
internet melambat sehingga proses mengunggah dan mengunduh file menjadi
lebih lama. Di lain pihak, ketika guru menentukan deadline pengumpulan
tugas yang tersetting secara otomatis beberapa siswa mengeluh karena
kesulitan memenuhi tenggat waktu yang diberikan.
e. Faktor-Faktor Pendukung
Keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran berbasis sosial media ini
juga tidak bisa terlepas dari beragam faktor pendukung diantaranya:
ketersediaan gadget, koneksi internet, literasi digital, dan minat siswa.
148
Pada poin pertama, seluruh siswa di kelas XI-IPS1 sudah memiliki
smartphone dan laptop yang bisa digunakan untuk mengeksplorasi fitur-fitur
yang disediakan edmodo. Smartphone yang digunakan siswa menggunakan
O.S Android KitKat sebagai spesifikasi paling minimal. Beberapa
diantaranya bahkan sudah ber-O.S Marshmellow yang merupakan Android
terbaru. Sedangkan laptop yang digunakan siswa minimal berspesifikasi Intel
Dual Core Processor yang menggunakan Windows 7. Kedua gadget ini
memiliki peran yang sangat krusial untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis
media sosial.
Faktor pendukung berikutnya adalah ketersediaan jaringan internet.
Lokasi sekolah yang berada di Kota Surabaya sebagai ibukota Propinsi Jawa
Timur, memberikan keuntungan tersendiri. Sebagai kota metropolis, terdapat
banyak provider yang memberikan layanan akses internet dengan beragam
pilihan paket.
f. Alternatif Pengembangan
Perkembangan teknologi informasi yang sedemikian cepat, menuntut
semua warga sekolah untuk beradaptasi terhadap perkembangan zaman.
Penggunaan metode ATM-Link yang memanfaatkan situs media sosial
edmodo.com telah meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran
hortatory exposition. Hal ini terllihat dengan adanya peningkatan partisipasi
siswa dalam memberikan argumenny melalui diskusi sub group dan class
group. Metode ATM-Link mendukung proses autonomous learning siswa
karena mereka dituntut untuk aktif memberikan argumennya.
Penerapan ATM-Link ini juga memungkinkan adanya pengembangan
lebih lanjut. Mengingat metode ini sangat tergantung dengan adanya koneksi
internet yang lancar di sekolah, langkah pengembangan yang dimaksud
berupa perbaikan akses wifi sekolah untuk memastikan kestabilan koneksi
149
internet. Alternatif lainnya adalah memanfaatkan laboratorium komputer
sekolah untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbasis media sosial ini.
Pada tahapan lanjut, Metode ATM-Link yang digunakan untuk
pembelajaran teks hortatory exposition ini bisa digunakan untuk menyentuh
pembelajaran speaking melalui debat yang bisa dilakukan secara daring
ataupun luring.
C. Kesimpulan dan Harapan
Metode ATM-Link adalah metode pembelajaran berbasis media sosial
yang menggunakan akun di www.edmodo.com. ATM adalah akronim dari
Amati, Tiru, dan Modifikasi. Konsep ini membuat siswa menjadi lebih aktif.
Pemilihan edmodo sebagai media pembelajaran karena beragam kelebihan
yang diimilikinya diantaranya: tidak berbayar, fiturnya yang tidak asing
karena mirip facebook, dan beragam fitur tambahan yang juga mendukung
proses ujian secara daring.
Dengan ATM-Link siswa bisa melakukan interaksi dan diskusi dengan
siswa yang lain baik secara berpasangan, kelompok kecil, dan kelompok
besar. Proses ini dimungkinkan karena sebagai salah satu situs media sosial
berbasis pendidikan, edmodo menyediakan fitur-fitur pendukung aktifitas
tersebut. Karena fleksibilitas tersebut, siswa menjadi lebih aktif dalam proses
pembelajaran
Dengan Metode ATM-Link ini memungkinkan pembelajaran tidak hanya
dilakukan di dalam kelas. Pemilihan pembelajaran berbasis media sosial
bertujuan agar siswa bisa belajar lebih mandiri (autonomous learning) karena
semua lini masa (timeline) akan terlihat sehingga keaktifandan partisipasi
siswa terlihat.
Pembelajaran yang menggunakan media sosial ini juga mampu
meningkatkan motivasi siswa karena beberapa alasan misalnya: 1. Fitur yang
150
mudah dipahami; 2. Memungkinkan interaksi antar siswa secara pribadi atau
berkelompok; 3. Menawarkan komunikasi secara real time karena
menggunakan internet.
Penggunaan situs pendidikan berbasis media sosial menawarkan beragam
pengembangan yang bisa dieksplorasi lebih lanjut. Best Practice ini
dilaksanakan untuk membahas teks tulis berbentuk Hortatory Exposition.
Pada alternatif perkembangan, bisa dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengidentifikasi tingkat motivasi dan persepsi siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan media sosial berbasis pendidikan, edmodo.
DAFTAR PUSTAKA
152
pelajaran 2016/2017, saya memegang mata pelajaran Bahasa Inggris khusus
di Program Keahlian Usaha Perjalanan Wisata. Untuk Usaha Perjalanan
Wisata, ada beberapa kompetensi keahlian yang harus dikuasai siswa, dan
seluruh kompetensi tersebut tidak terlepas dari penguasaan Bahasa Inggris,
terlebih secara lisan. Untuk membekali lulusan dengan kompetensi yang
diinginkan, kemampuan mereka dalam berkomunikasi secara lisan dalam
bahasa Inggris sangatlah penting. Namun yang menjadi permasalahan adalah
kemampuan tersebut masih sangat minim. Jauh dibandingkan dengan
kemampuan mereka saat mengerjakan soal tertulis. Hal ini dapat dilihat pada
nilai ujian semester pertama mereka. Dari hasil observasi, mereka masih
mengalami kesulitan untuk mengemukakan ide mereka dalam bahasa Inggris
secara lisan, walaupun secara teori sudah mereka kuasai. Hal ini memang
bukan hanya permasalahan di SMK, di mana sebagai jenjang pendidikan
tingkat atas, diharapkan siswa mampu berkomunikasi maupun berbicara
dalam bahasa Inggris dengan lancar. Pada kenyataannya berbicara dalam
bahasa Inggris bagi siswa masih menjadi mimpi buruk. Dengan jumlah siswa
yang mencapai 33 orang di kelas X UPW, dan hanya 3 jam pelajaran per
minggu, waktu yang tersedia untuk latihan speaking masih minim.
Kali ini penulis mencoba fokus ke satu hal, yaitu memberikan mereka
kesempatan meningkatkan rasa percaya diri, tanpa perlu takut dinilai atau
takut melakukan kesalahan. Penulis mencoba menerapkan proyek InstaTalk:
One-Minute-Talking Caption. Nama ini terinspirasi dari Instagram yang
tentunya sudah tidak asing lagi bagi siswa. Dengan harapan konsep InstaTalk
lebih mudah dipahami oleh mereka.
b. Permasalahan
Dari latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan yang dibahas
dalam Best Practice ini adalah sebagai berikut:
153
1. Bagaimana pelaksanaan proyek InstaTalk: One-Minute-Talking Caption
dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam speaking bagi siswa kelas X
Usaha Perjalanan Wisata pada tahun pelajaran 2016/2017 semester 2
(genap)?
2. Berapa besar peningkatan kepercayaan diri siswa setelah menerapkan
InstaTalk: One-Minute-Talking Caption memberikan pengaruh terhadap
kemampuan speaking mereka?
c. Strategi Pemecahan Masalah
InstaTalk: One-Minute-Talking Caption merupakan proyek per tatap
muka di kelas dengan konsep menyerupai Instagram. Apabila pada Instagram
caption ditambahkan dalam bentuk tulisan, maka pada InstaTalk, caption
dilakukan secara lisan. Di sinilah muncul istilah One-Minute-Talking
Caption. Proyek ini dilaksanakan di 10 -15 menit akhir jam pelajaran, dan
tidak ada pengambilan nilai untuk siswa, hanya untuk observasi saja.
Berikut adalah tahapan operasional InstaTalk:
- Guru membagi kelas menjadi 6 kelompok, per kelompok terdiri dari 5-6
orang siswa.
- Dilakukan pemilihan nomor urut kelompok secara acak.
- Guru kemudian menunjukkan dua buah “tombol” tanda yang berarti
“suka” dan tanda yang berarti “komentar”.
- Guru menjelaskan fungsi kedua buah “tombol” tersebut, yang fungsinya
sama seperti di Instagram.
- Aturan dari InstaTalk: be positive and supportive.
- Apabila mereka menyukai apa yang disampaikan, mereka bisa
mengangkat tombol “suka”. Dan apabila mereka ingin memberi komentar
atau bertanya, mereka bisa mengangkat tombol “komentar”. Setiap
komentar harus positive dan supportive. Dengan kata lain, mereka harus
154
belajar menghargai, mendukung dan memperhatikan temannya. Mereka
juga belajar untuk melihat hal – hal positif.
- Kelompok yang mendapat urutan pertama, setiap anggotanya diminta
mempersiapkan masing- masing sebuah photo dengan topik yang telah
ditentukan.
- Waktu yang diberikan adalah satu minggu. Tiap anggota kelompok
tersebut harus maju satu per satu di 10-15 menit akhir jam pelajaran
Bahasa Inggris pada pertemuan berikutnya.
- Waktu untuk berbicara adalah 1 (satu) menit, karena itu disebut One-
Minute -Talking Caption.
- Dalam jangka waktu satu minggu, siswa dapat berkonsultasi atau berlatih
dengan sesama anggota, atau dengan guru.
- Saat InstaTalk berlangsung, siswa menjelaskan caption photo (syarat
photo: hasil karya sendiri, bukan diambil dari Internet) dalam waktu satu
menit. Kemudian siswa-siswa lain, kecuali anggota dari kelompok yang
sama, mengangkat “tombol” mereka. Mereka bisa mengangkat “Like”
atau “Comment”.
- Guru menunjuk beberapa siswa yang telah mengangkat tanda “Comment”
untuk memberikan komentar atau bertanya.
- Prosedur yang sama berlaku untuk pertemuan berikutnya. Namun topik
diganti sesuai topik yang disiapkan oleh guru.
- Guru memberikan dukungan, ucapan terimakasih, dan komentar
membangun untuk siswa-siswa yang sudah menjalankan InstaTalk
mereka termasuk siswa-siswa lainnya yang sudah berpartisipasi.
C. Pembahasan dan Solusi
a. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
155
Bueno, Madrid dan Mclaren (2006) mengemukakan bahwa keterampilan
berbahasa yang paling sulit bagi siswa adalah berbicara (speaking). Padahal
keterampilan inilah yang dipercayai sebagai keterampilan yang paling
penting di antara 4 keterampilan berbahasa. Ada beragam permasalahan yang
dihadapi saat berbicara. Menurut Tuan dan Mai (2015), beberapa
permasalahan dalam hal keterampilan berbicara yang seringkali ditemui oleh
para guru ketika membantu siswa untuk belajar berbicara di dalam kelas,
yaitu rasa malu, kurangnya pengetahuan akan topik yang dibicarakan,
rendahnya partisipasi, dan penggunaan bahasa ibu. eringkali siswa merasa
malu saat harus berbicara di depan kelas dengan alasan takut salah atau takut
dikritik dan dinilai. Saat tampil di depan kelas, seringkali juga siswa terdiam,
lupa apa yang ingin dibicarakan. Menurut Rivers (1968), siswa tidak tahu apa
yang harus dikatakan, kemungkinan karena guru memilih topik yang tidak
sesuai untuk mereka atau mereka sama sekali tidak memiliki pengetahuan
apapun tentang topik tersebut. Hal lain yang menjadi permasalahan dalam
kelas dengan jumlah besar adalah adanya dominasi siswa. Ada beberapa
siswa yang aktif, sedangkan yang lain hanya mendengarkan. Hal ini
menyebabkan kurangnya kesempatan bagi mereka untuk mencoba. Dan yang
terakhir adalah penggunaan bahasa ibu. Bahasa ibu yang dimaksud di sini
adalah bahasa Indonesia maupun bahasa daerah siswa. Saat mereka tidak tahu
apa yang harus dikatakan, mereka cenderung merasa nyaman
mengungkapkannya dalam bahasa ibu. Hal serupa yang juga dialami oleh
siswa-siswi kelas X UPW SMK Negeri 4 Banjarmasin. Dilihat dari
permasalahan yang ada, guru berusaha untuk pertama membuat mereka
merasa nyaman saat berbicara dengan mencoba membantu mereka
menumbuhkan rasa percaya diri. Tuan dan Mai (2015) juga memaparkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara siswa, yaitu kondisi
156
penampilan, faktor afektif, keterampilan listening, pengetahuan tentang topik
dan umpan balik dari pendengar. Penampilan siswa dipengaruhi oleh kondisi
meliputi tekanan, kualitas penampilan, dan banyaknya dukungan (Nation &
Newton, 2009). Faktor yang kedua yaitu faktor afektif. Krashen (1982)
menyebutkan bahwa ada banyak variabel afektif, tiga di antaranya adalah
motivasi, kepercayaan diri, dan rasa khawatir atau gugup. Faktor ketiga
adalah keterampilan listening. Shumin (1997) menyebutkan bahwa ketika
siswa berbicara, siswa yang lain menjawab melalui proses mendengarkan.
Siswa tidak akan dapat menjawab apabila mereka tidak memahami apa yang
dibicarakan. Sehingga dapat disimpulkan berbicara dan mendengarkan saling
terkait satu sama lain. Faktor keempat, pengetahuan tentang topik, seperti
halnya dikemukakan oleh Bachman and Palmer (1996), topical knowledge
adalah pengetahuan siswa tentang informasi terkait topik tersebut. Dengan
adanya topical knowledge siswa dapat menerapkan informasi yang mereka
ketahui ke dalam pembicaraan.
Faktor kelima adalah umpan balik atau feedback. Baker and Westrup
(2003) menyebutkan jika siswa selalu dikoreksi, mereka akan merasa tidak
termotivasi dan takut berbicara. Sehingga disarankan agar guru memberikan
koreksi dengan cara positif dan memberikan mereka dukungan saat siswa
berbicara.
Melihat dari permasalahan dan faktor-faktor tersebut di atas, InstaTalk:
One-Minute-Talking Caption dirasa oleh penulis sebagai hal yang patut
dicoba dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Konsep serupa dengan Instagram, sehingga siswa dapat memahami
konsep tanpa perlu penjelasan terlalu lama.
157
2. Photo yang digunakan adalah photo mereka sendiri sehingga mereka
memiliki “background knowledge” akan topik photo tersebut, walaupun
topik ditentukan oleh guru sesuai topik yang dipelajari di kelas.
3. Waktu yang diberikan adalah satu menit, cukup singkat, yang penting
mereka terbiasa berbicara di depan kelas. Waktu dapat ditingkatkan
sesudah mereka semua terbiasa.
4. Semua punya kesempatan berbicara, dan belajar menjadi pendengar yang
baik. Dan komentar yang diberikan harus bernilai positif. Hal ini bukan
berarti siswa harus berbohong, tapi lebih kepada bagaimana melihat sisi
positif dari penampilan temannya.
5. Dapat menekan penggunaan bahasa ibu, karena apabila siswa
menggunakan bahasa ibu saat menerangkan photonya, photo dianggap
gagal diunggah. Sehingga mereka harus mengulang lagi pada pertemuan
berikutnya. Hal ini juga dapat dihindari dengan adanya konsultasi dengan
teman maupun guru pada kurun waktu seminggu sebelum pertemuan
berikutnya.
6. Konsep pemberian “like” dan “comment” oleh para “followers” dapat
menarik perhatian siswa.
b. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
InstaTalk mulai dilaksanakan pada semester kedua tahun pelajaran
2016/2017 di kelas X UPW yang berjumlah 33 orang. Berikut adalah tahapan
pelaksanaan Instalk:
- Pertemuan pertama, guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok yang
terdiri dari 5-6 orang.
- Guru menjelaskan konsep InstaTalk. (lihat gambar 1)
- Pertemuan kedua sampai dengan ketujuh, di 10-15 menit akhir jam
pelajaran Bahasa Inggris, dilaksanakan InstaTalk. (lihat gambar 2)
158
- Guru membagikan reflection sheet kepada siswa (lihat gambar 3)
- Siklus kedua dilaksanakan pada pertemuan kedelapan sampai dengan
ketigabelas. Dengan urutan acak. Untuk siklus kedua telah dilaksanakan
perbaikan-perbaikan berdasarkan hasil observasi pada siklus 1, seperti
tata cara memberi komentar, pengumpulan gambar sebelum hari H,
konsultasi dijadwalkan, dan lain-lain.
c. Hasil yang Dicapai
Dari hasil observasi dan reflection sheet siswa, dapat dilihat:
1. Siswa merasa lebih nyaman dan percaya diri saat harus berbicara di
depan kelas setelah mereka melaksanakan InstaTalk.walaupun pada siklus
pertama dapat dilihat siswa masih berusaha beradaptasi dengan konsep
ini, namun nilai mereka cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari reflection
sheet yang mereka isi dan hasil observasi penampilan mereka.
2. Di siklus kedua, mereka sudah bisa mengatasi rasa takut dan rasa gugup
mereka, sehingga nilai mereka cenderung meningkat. Walaupun masih
ada beberapa yang hanya mengalami sedikit peningkatan.
Tabel tentang perbandingan siklus 1 dan 2 dapat dilihat pada lampiran.
d. Kendala yang Dihadapi
Pelaksanaan proyek InstaTalk ini menghadapi beberapa kendala, yaitu:
1. Karena diletakkan di 10-15 menit terakhir jam pelajaran Bahasa Inggris,
siswa sering hilang konsentrasi. (jam pelajaran ke 6-8, berakhir pukul
13.50 WITA)
2. Hal tersebut di atas juga sering terkendala oleh lamanya persiapan siswa.
Sehingga disiasati untuk mengumpulkan photo satu hari sebelum hari H.
3. Para “followers” masih malu-malu untuk memberi komentar, sehingga
mereka lebih sering hanya mengangkat tanda “like”.
159
4. Di siklus pertama, mereka belum menyadari pentingnya mempersiapkan
diri selama tenggang waktu yang diberikan. Namun di siklus kedua
mereka memanfaatkan waktu yang ada untuk berlatih bersama dengan
teman-teman di grup mereka.
5. Jumlah pertemuan di semester kedua terbatas karena adanya beberapa
kegiatan seperti Ujian Kompetensi Keahlian sehingga mereka tidak ada
kegiatan pembelajaran di sekolah.
e. Faktor Pendukung
Beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan InstaTalk sehingga dapat
berjalan dengan baik, yaitu:
1. Adanya sarana dan prasarana dari sekolah seperti LCD dan proyektor.
2. Hampir semua siswa memiliki telpon genggam dengan kamera, sehingga
mereka dapat mengambil dan menyimpan photo dengan mudah.
3. Konsep InstaTalk yang menyerupai Instagram menarik perhatian mereka,
terutama pengunaan tanda “like” dan “comment”
4. Kelas X UPW sangat kooperatif dan saling mendukung, sehingga mudah
untuk diarahkan.
f. Alternatif Pengembangan
160
2. Dapat dibuat sejenis kompetisi dengan berbagai “award”, seperti photo
dan caption dengan jumlah “like” terbanyak, “comment” terbaik, dan
masih banyak lagi tergantung kreatifitas guru dan siswa.
3. InstaTalk dapat pula dimasukkan dalam proses pembelajaran, bukan
hanya sekedar tambahan di 10-15 menit akhir jam pelajaran. Dapat
diterapkan dengan konsep official account, di mana siswa dibagi ke
dalam beberapa kelompok, kemudian mereka berdiskusi tentang suatu
topik, sebagai contoh, topik tentang legenda. Siswa dapat dibagi ke dalam
beberapa kelompok legenda rakyat. Nama kelompok menjadi nama
official account mereka. Kemudian mereka diberi kesempatan untuk
berdiskusi, mencari bahan baik di buku maupun di internet, dalam hal ini
photo dapat diambil dari Internet dengan menyebutkan sumber, dan
terakhir mereka mempresentasikan hasil diskusi tersebut menggunakan
konsep InstaTalk.
D. Kesimpulan dan Harapan
161
1. InstaTalk menekankan pada dukungan kepada siswa untuk menumbuhkan
dan meningkatkan rasa percaya diri mereka saat tampil berbicara dalam
Bahasa Inggris, jadi proyek ini sebaiknya dimulai di kelas X di semester
pertama.
2. Saat menjelaskan tata cara InstaTalk, guru sebaiknya menekankan dan
menjelaskan bagaimana cara memberi komentar yang positif, namun
bukan dibuat-buat.
3. Akan selalu ada siswa yang mendominasi saat pemberian komentar, hal
ini harus diantisipasi oleh guru dengan cara memberi ketentuan atau
membuat aturan bersama.
4. InstaTalk dapat terus dilaksanakan, namun harus memperhatikan rasa
jenuh siswa. Sehingga guru harus jeli kapan proyek bisa dilanjutkan atau
dihentikan sementara, atau diganti dengan konsep lain yang lebih
menantang tergantung kondisi siswa.
5. Untuk memastikan para “followers” benar-benar memahami isi InstaTalk
yang disampaikan oleh temannya, guru dapat memberikan pertanyaan
komprehensif mengenai isi caption yang disampaikan oleh siswa.
6. Konsep InstaTalk dapat juga diadaptasi untuk mengajarkan listening,
reading, dan writing.
7. Pembagian kelompok sebaiknya ditentukan oleh guru agar setiap
kelompok terdiri dari siswa yang beragam secara kemampuan.
DAFTAR PUSTAKA
Bachman, L., & Palmer, A. S. (1996). Language Testing in Practice. Oxford:
Oxford University Press.
Baker, J., & Westrup, H. (2003). Essential Speaking Skills: A Handbook for
English Language Teachers. London: Continuum.
162
Bueno, A., Madrid, D., & McLaren, N. (2006). TEFL in Secondary
Education. Granada: Editorial Universidad de Granada.
Krashen, S. D. (1982). Principles and Practice in Second Language
Acquisition. New York: Pergamon Press.
Nation, I. S. P., & Newton, J. (2009). Teaching ESL/EFL Listening and
Speaking. ESL & Applied Linguistics Professional Series. Routledge
Taylor & Francis Group.
Rivers, W. M. (1968). Teaching Foreign Language Skills. Chicago:
University of Chicago Press.
Shumin, K. (1997). Factors to Consider: Developing Adult EFL Students'
Speaking Abilities. English Teaching Forum, 35(3), 8. Diakses dari
http://eca.state.gov/forum/vols/vol35/no3/p8.htm
Tuan, N. H., & Mai, T. N. (2015). Factors Affecting Students’ Speaking
Performance at LE Thanh Hien High School. Asian Journal of
Educational Research, 3(2), 8-23.
163
SMA Negeri 1 Surakarta, Jawa Tengah
A. Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadira Allah SWT karena rahmat dan
ridhloNya penulis dapat menyelesaikan makalah best practice dengan judul:
“DOUBLE IN – TALK” SEBAGAI ALTERNATIF STRATEGI
PEMBELAJARAN MEMBACA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1
SURAKARTA. Makalah ini disusun untuk sebagai persyaratan mengikuti
Olimpiade Guru Nasional Tahun 2017. Penyusunan makalah ini dapat
terlaksana berkat dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, terutama kepada Dra. Harminingsih, M. Pd.,
Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan dorongan kepada
penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan berbagai pihak untuk memberikan kritik dan saran
kepada penulis demi kebaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Amin
B. Masalah
a. Latar Belakang Masalah
Membaca merupakan sebuah keterampilan berbahasa, di samping
mendengarkan (listening), berbicara (speaking), dan menulis (writing).
Kemampuan membaca merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali
sebuah bentuk visual, mengasosiasikan bentuk tersebut dengan suara atau
makna yang telah diketahui sebelumnya, berdasarkan pengalaman masa lalu,
serta memahami dan menafsirkan makna (Kennedy, 1981:5). Martha (1982:
24) menyatakan bahwa membaca merupakan sebuah proses yang kompleks
sehingga memang perlu diajarkan secara sengaja di sekolah-sekolah.
164
Kemampuan membaca sangat penting dimiliki oleh siswa sekolah
menengah. Kemampuan membaca akan membantu siswa dalam karir, dalam
study, maupun dalam membaca untuk kesenangan (reading for pleasure).
Itulah mengapa sangat penting bagi guru mengembangkan kegiatan membaca
yang efektif di dalam kelas (Harmer, 1998:68).
Terdapat beberapa strategi dalam mengembangkan kegiatan membaca,
dua di antaranya adalah strategi intensif reading dan ekstensif reading
(Brown, 2001:312). Intensif reading merupakan kegiatan membaca yang
dilakukan di dalam kelas, dan memusatkan perhatian pada aspek linguistic
dan semantic yang rinci dari sebuahh teks. Ekstensif reading biasanya
merupakan kegiatan di luar kelas dan memusatkan perhatian pada
pemahaman umum sebuah teks.
Pembelajaran membaca umumnya dilakukan oleh guru di dalam kelas
dengan menerapkan strategi intensive reading. Kegiatan membaca di
dilakukan untuk menggali struktur permukaan sebuah teks dan makna atau isi
sebuah teks secara mendalam. Teks yang dipelajari merupakan pilihan dari
guru. Kegiatan membaca intensif di dalam kelas sangat terbatas dan belum
mencukupi mengingat keterbatasan jam pembelajaran bahasa Inggris umum
yang tersedia, yaitu 2 jam. Sebagai alternatif dalam pembelajaran membaca,
penulis menerapkan strategi “Double In – Talk” yang merupakan
kepanjangan dari Intensif Reading – Independent Reading and Talk Show.
Strategi ini merupakan kombinasi dari strategi intensif dan ekstensif reading.
Tahap kegiatan pembelajaran Intensif reading dilakukan di dalam kelas,
sedangkan tahap Independent reading dilakukan di luar kelas, dan kegiatan
Talk show kembali dilakukan di dalam kelas, yang merupakan tahap
pelaporan dari apa yang telah dibaca dalam tahap membaca mandiri
(independent reading).
165
Strategi “Double In – Talk” mempunyai beberapa kelebihan, di
antaranya memberikan modelling kepada siswa bagaimana memproses
sebuah teks dan menggali informasi dari sebuah teks, memberikan
kesempatan siswa untuk memilih teks sesuai dengan minatnya dan
mempelajarinya secara mandiri, serta memberi peluang kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan berbicara siswa pada saat melaporkan isi
bacaan yang dibaca mandiri. Di samping itu strategi juga mengembangkan
keterampilan sosial siswa karena tahapan Independent Reading dan Talk
Show merupakan kegiatan kelompok.
b. Permasalahan
Berdasarkan uraian dalam pendahuluan di atas, maka permasalahan dalam
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan strategi “Double In – Talk” dalam pembelajaran
membaca di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta?
2. Bagaimana hasil penerapan strategi “Double In – Talk” dalam
pembelajaran membaca di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta?
c. Strategi Pemecahan Masalah
1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di lapangan penulis berusaha
menemukan strategi pemecahan masalah yang tepat yaitu dengan
menerapkan strategi “Double In – Talk” dalam pembelajaran membaca.
Strategi “Double In – Talk” merupakan perpaduan antara strategi intensive
reading dan extensive reading. Intensive reading merupakan strategi dalam
pembelajaran membaca yang merupakan kegiatan membaca di dalam kelas.
Kegiatan dalam intensive reading biasanya memusatkan perhatian pada
memahami makna literal dari sebuah teks (Brown, 2011:312). Sedangkan
extensive reading merupakan kegiatan membaca teks yang lebih panjang,
166
dapat berupa buku atau artikel panjang yang dilakukan di luar kelas (Brown,
2011:313). Extensive reading menekankan pada pemahaman umum tentang
teks dan unsur membaca untuk kesenangan (reading for pleasure).
Strategi “Double In – Talk” merupakan gabungan dari strategi intensif
dan ekstensif reading. Strategi ini dilaksanakan dalam tiga tahap di dalam, di
luar, dan di dalam kelas. Tujuan dari strategi ini secara umum adalah
memberikan bekal cara memproses sebuah teks kepada siswa, memberi
kesempatan siswa untuk membaca mandiri, serta meminta tagihan kepada
siswa berupa pelaporan apa yang telah dibaca secara mandiri di luar kelas.
2. Tahapan pelaksanaan
Implementasi strategi “Double In – Talk” dalam pembelajaran membaca
dilaksanakan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut:
a. Intensive reading
Intensive reading merupakan tahapan membaca intensif di dalam kelas.
Tahapan ini merupakan tahap di mana guru melakukan modeling kegiatan
membaca. Dengan melakukan modeling guru dapat memberikan contoh
kepada siswa bagaimana memproses sebuah teks dalam kegiatan membaca.
Dalam membaca intensif, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) mengidentifikasi tujuan teks, struktur teks, dan unsur kebahasaan dalam
teks; 2) menemukan topik/gagasan umum teks; 3) mengidentifikasi pikiran
utama paragraf; 4) membedakan pikiran utama dan pikiran penjelas dalam
paragraf; 5) menemukan infomasi tertentu baik yang tersurat maupun tersirat;
6) menentukan referen/rujukan kata dalam teks; dan 7) menemukan makna
kata dalam konteks tertentu di dalam teks.
b. Independent reading
Independent reading merupakan kegiatan membaca mandiri yang
dilakukan di luar kelas. Dalam independent reading siswa memproses sebuah
167
teks dalam kerja kelompok dengan teknik peer teaching. Dalam Independent
Reading kegiatan yang dilakukan adalah: 1) Siswa bersama kelompok
mencari teks sesuai dengan topik yang telah ditetapkan teks asli atau otentik;
2) Siswa menggali beragam informasi dalam teks yang telah dipilih; 3) Siswa
mempelajarai teks secara mandiri dengan langkah yang telah dimodelkan
oleh guru dalam tahap Intensive Reading; dan 4) Siswa menyiapkan
pelaporan tentang teks yang dibaca dalam bentuk talk show.
c. Talk show
Talk Show merupakan salah satu teknik pelaporan dalam strategi
“Double In – Talk”. Teknik pelaporan lain yang bisa digunakan adalah
presentasi. Talk show dipilih karena lebih menantang bagi siswa
dibandingkan presentasi. Dalam talk show siswa penyaji akan berbagi peran
sebagai Host yang memandu acara dan experts atau ahli yang akan
membahas topic yang akan dipilih. Siswa di luar kelompok penyaji akan
berperan sebagai audience dalam Talk Show.
Tujuan dari Talk Show adalah mengetahui sejauh mana siswa telah
memahami apa yang dibaca dalam tahap Independent Reading. Quiz
merupakan bagian dari Talk show, di mana kelompok penyaji akan
memberikan pertanyaan kepada siswa lain sebagai audiens. Tujuan quiz
adalah untuk mengajak audiens menyimak Talk Show dengan lebih seksama.
Talk Show dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Host membuka Talk
Show; 2) Expert (ahli) membahas topik yang dipilih; 3) Pertanyaan dari
penonton (audiens); dan 4) Quiz
168
Strategi “Double IN – Talk” oleh penulis diterapkan dalam pembelajaran
membaca. Salah satu Kompetensi Dasar yang dipilih adalah berkenaan
dengan Report text pada Kelas Bahasa dan Sastra Inggris (Bahasa Inggris
Liintas Minat). Kompetensi dasar ini berbasis genre, dan sangat potensial
untuk mengembangkan kegiatan membaca. Implementasi strategi dalam tiga
tahapan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Intensif Reading
Tahap pertama dalam strategi “Double IN – Talk” adalah Intensif
Reading. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca di dalam kelas yang
dipandu oleh guru. Kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Dalam kegiatan pembuka, guru mengucapkan salam, mengecek kehadiran
siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memberikan motivasi kepada
siswa untuk mempelajari materi terkait. Dalam kegiatan inti, ada beberapa
kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Guru melakukan
apersepsi dan memulai kegiatan dengan menayangkan gambar Drone. Setelah
bertanya jawab dengan siswa mengenai gambar yang ditayangkan, guru
membagikan worksheet yang di dalamnya terdapat teks bacaan dengan topic
Drone. guru membagi siswa dalam kelompok, satu kelompok terdiri dari
empat orang siswa. Siswa akan bekerja dalam kelompok. Guru melatih
mengucapkan kata-kata (Pronunciation Drill) secara klasikal, dilanjutkan
dengan membaca teks. Dengan panduan guru, siswa mendiskusikan tujuan,
struktur, dan unsur kebahasaan dalam teks. Kegiatan dilanjutkan dengan
mempelajari isi teks bacaan. Guru memberikan pertanyaan tentang isi bacaan
untuk memandu siswa memahami isi teks. Siswa secara aktif berdiskusi
dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan dalam lembar kerja
(worksheet). Kegiatan dalam kelompok tersebut merupakan salah satu bentuk
169
penerapan strategi active learning. L. Siberman dalam Hamdani (2011:49)
menyatakan bahwa active learning merupakan strategi pembelajaran yang
menyeluruh yang meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik
menjadi aktif. Selanjutnya Hamdani (2011:51) menyatakan bahwa beberapa
ciri pembelajaran aktif adalah adanya pengalaman langsung yang dialami
siswa, melibatkan interaksi dan komunikasi, serta adanya tahapan refleksi.
Setelah siswa mempelajari teks dalam kelompok, guru melakukan
monitoring dan memberikan bantuan apabila siswa mengalami kesulitan.
Kegiatan selanjutnya adalah pembahasan tentang isi bacaan yang dipandu
oleh guru. Pembahasan dilakukan dengan bentuk diskusi kelas. Dalam
diskusi ini guru dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa tentang isi
bacaan.
170
2. Tahap Independent Reading
Tahap kedua dalam strategi “Double IN – Talk” adalah Independent
Reading. Independent Reading merupakan kegiatan membaca mandiri yang
dilakukan oleh siswa di luar kelas. Siswa bekerja dalam kelompok yang telah
dibentuk sebelumnya. Siswa mencari teks jenis Report text dengan tema
Teknologi. Siswa mencari teks tentang teknologi terkini dan bermanfaat bagi
manusia. Beberapa topic yang dipilih antara lain tentang Oleo Sponge, 3D
Printing, Drone, Virtual Reality, dan sebagainya.
Setelah mendapatkan teks siswa mempelajari teks bersama kelompoknya.
Siswa menerapkan cara menggali informasi dalam teks yang telah dilakukan
dalam tahap Intensif Reading. Kegiatan membaca mandiri dalam tahap
Independent Reading sangat mendukung terlaksananya pembelajaran aktif.
Dengan cara ini, guru menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif
dan tanggung jawab belajar siswa. Hal ini merupakan sikap yang seyogyanya
dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran aktif (Hamdani, 2011:51).
Setelah memahami teks, siswa mempersiapkan pelaporan dengan
menggunakan Teknik Talk Show. Siswa akan membagi tugas ddalam
kelompok, membagi peran sebagai Host dan Expert. Host akan memandu
jalannya Talk Show, sedangkan expert akan memberikan penjelasan
mengenai topic yang dipilih. Disamping berbagi peran, siswa juga
mempersiapkan bahan tayang yang akan mendukung pelaksanaan Talk Show.
Talk show dimulai dengan opening yang disampaikan oleh Host. Dalam
opening Host memperkenalkan topik yang akan dibahas. Selanjutnya Host
memperkenalkan para ahli (expert) yang akan membahas topik tersebut. Talk
show dilanjutkan dengan pembahasan tentang topik yang dipilih. Talk show
ini bersifat interaktif, memungkinkan audience untuk mengajukan pertanyaan
tentang materi dalam Talk Show. Pembahasan topik dibantu dengan bahan
tayang yang telah dipersiapkan dalam tahap Independent Reading. Quiz
merupakan tahap akhir dalam pelaksanaan Talk Show. Di dalam quiz,
kelompok penyaji memberikan quiz kepada audience. Quiz diberikan agar
audience mencermati pembahasan dalam quiz dengan seksama.
b. Hasil yang Dicapai
172
Hasil yang dicapai dari penerapan strategi “Double In – Talk” adalah
sebagai berikut:
Pada tahap Intensive Reading, kegiatan pembelajaran membaca di dalam
kelas berjalan dengan aktif. Pembentukan kelompok untuk berdiskusi dan
mengerjakan lembar kerja atau worksheet sangat sesuai dengan strategi
pembelajaran aktif (active learning). Dengan bimbingan guru, siswa
memperoleh model bagaimana memproses sebuah teks. Siswa dapat
menggali beragam informasi sehubungan dengan jenis teks, yaitu tujuan,
struktur, serta unsur kebahasaan dalam Teks Report. Di samping itu, siswa
juga menggali informasi mengenai bacaan yang ada di dalam teks yang
dipilih. Siswa mempelajari tentang topik teks, pikiran utama paragraf,
informasi rinci tersurat dan tersirat, rujukan kata serta makna kata yang
terdapat dalam teks. Pengalaman dalam menggali informasi dalam teks ini
akan sangat bermanfaat untuk melakukan kegiatan membaca mandiri dalam
tahap Independent Reading.
Tahap Indepent Reading merupakan tahap kedua dalam strategi “Double
In – Talk”. Hasil yang dari pelaksanaan tahap ini adalah siswa telah mampu
melakukan membaca mandiri dalam kelompoknya. Siswa memilih bacaan
dalam topic Teknologi yang menarik minatnya. Siswa dalam satu kelas
memilih judul yang beragam, antara lain Oleo Sponge, Drone, Virtual
Reality, Three Dimensional Printing, serta topic lainnya. Setelah mempelajari
secara mandiri, siswa menyiapkan bahan tayangan untuk melaporkan isi
bacaan dalam bentuk Talk Show. Siswa akan menerapkan pengalaman
membaca dalam Intensive Reading dalam menggali informasi dalam teks,
menyarikan isi teks dan menyajikannya dalam bahan tayangan. Jadi
disamping ketrampilan membaca yang meningkat, siswa juga
173
mengembangkan kemampuannya dalam pemanfaatan teknologi computer
untuk menghasilkan tayangan yang menarik.
Tahap selanjutnya adalah Talk Show. Talk Show merupakan tahap
pelaporan dari apa yang dibaca dalam Independent Reading. Dengan
menyaksikan Talk Show kita dapat melihat sejauh mana siswa berhasil
menggali informasi tentang topik bacaan. Penguasaan informasi akan teruji
ketikan audiences mengajukan pertanyaan kepada penyaji yang berperan
sebagai expert. Hasil pengiring dari tahap ini adalah berkembangnya
kemampuan berbicara siswa (speaking). Talk Show merupakan sebuah teknik
yang efektif untuk melatih kemampuan berbicara siswa. Talk Show ditutup
dengan Quiz, di mana penyaji memberikan pertanyaan kepada audiences
tentang isi paparan.
Secara umum, hasil yang diperoleh setelah penerapan strategi “Double
In – Talk” adalah terbentuknya kemauan untuk membaca dan secara bertahap
akan terbentuk ketrampilan membaca pada siswa. Keterampilan ini perlu
dipupuk sedikit demi sedikit sampai siswa menjadi pembaca dan pembelajar
mandiri. Sedangkan dampak dari penerapan strategi “Double In – Talk” ini
adalah meningkatnya kemampuan membaca siswa. Sampel diambil dari salah
satu kelas, yaitu Kelas X MIPA 3, terlihat peningkatan nilai membaca.
Sebelum penerapan strategi “Double In – Talk” nilai rata-rata kelas adalah
68,18, sedangkan setelah penerapan nilai rata-rata kelas adalah 75,5. Dari
nilai tersebut dapat dilihat peningkatan kemampuan dalam membaca bahasa
Inggris.
c. Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam penerapan strategi “Double In – Talk” penulis menemukan
beberapa kendala. Beberapa kendala tersebut berkenaan dengan komitmen
siswa, perhatian siswa, dan alat evaluasi.
174
1. Komitmen siswa
Ketidaksiapan siswa merupakan salah satu kendala yang ditemukan
dalam penerapan strategi “Double In – Talk”. Sebagian siswa belum merasa
siap untuk melaporkan apa yang telah dibaca pada jadwal yang telah
disepakati sebelumnya. Ketidaksiapan tersebut disebabkan siswa tidak
memenuhi kesepakatan dalam kelompok dalam hal jadwal membaca
bersama, serta kerja kelompok untuk mempersiapkan Talk Show. Komitmen
siswa untuk memenuhi jadwal yang telah ditentukan untuk melakukan
pelaporan dalam tahap Talk Show masih harus ditingkatkan.
2. Partisipasi siswa
Partisipasi siswa untuk mengikuti presentasi penyaji dalam tahap
pelaporan atau Talk Show masih perlu ditingkatkan. Dalam suasana tertentu
siswa kurang memberikan perhatian yang maksimal terhadap penyajian
teman dari kelompok lain. Hal ini disebabkan karena topik yang kurang
menarik, cara penyampaian yang kurang menghidupkan suasana atau siswa
masih sibuk mempersiapkan presentasi kelompoknya sendiri.
3. Alat monitoring
Strategi “Double In – Talk” melibatkan kegiatan di luar kelas dalam
tahap Independent Reading. Berkenaan dengan hal tersebut perlu diterapkan
sistem monitoring dengan perangkatnya sehingg guru dapat memantau apa
yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Alat monitoring yang
memungkinkan diterapkan berupa checklist kegiatan mandiri yang berisi
laporan kegiatan apa saja yang telah dilakukan siswa serta tingkat partisipasi
siswa dalam kegiatan tersebut.
d. Faktor-faktor Pendukung
1. Faktor siswa
175
Siswa kelas X MIPA 3 adalah siswa yang menyukai tantangan. Kegiatan
mencari teks, membaca dan mempelajari secara mandiri memberikan
tantangan tersendiri bagi siswa. Pemilihan bahan bacaan juga menjadi hal
yang menarik karena siswa akan memilih penggunaan teknnologi yang lenih
canggih dari kelompok lain.
2. Faktor sarana dan prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai menjadi faktor
pendukung diterapkannya strategi “Double In – Talk”. Ketersediaan jaringan
internet sangat membantu siswa dalam mencari teks berupa artikel panjang.
Ketersediaan sarana LCD sangat membantu pada tahap Talk Show. Di
samping itu, sekolah memiliki ruangan khusus (bukan ruang kelas) yang
dapat diatur sebagai ruang studio tempat pelaksanaan Talk Show.
3. Faktor guru
Guru merupakan sutradara dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Guru dapat memilih alternatif pemecahan masalah di dalam kelas. Guru dapat
menggunakan model pembelajaran yang ada ataupun mengembangkan model
pembelajaran baru yang lebih mampu menjawab permasalahan yang ada.
e. Alternatif Pengembangan
Mengingat pentingnya keterampilan membaca bagi siswa, guru
seyogyanya mengembangkan kegiatan membaca yang menarik. Strategi
“Double In – Talk” merupakan salah satu strategi yang layak diterapkan
dalam pembelajaran membaca. Mengingat hasil yang telah dicapai penulis
dalam penerapan strategi tersebut, perlu adanya beberapa alternatif
pengembangan, antara lain:
1. Pengembangan instrumen monitoring
Kendala dalam hal komitmen untuk melakukan pelaporan yang kurang
maksimal dapat diatasi dengan instrumen monitoring. Dengan
176
menggunakan iinstrumen ini, guru dapat mengetahui perkembangan kerja
kelompok yang dilakukan siswa di luar kelas dan pada akhirnya dapat
mengetahui sejauh mana kesiapan siswa dalam melaporkan apa yang
telah dibaca.
2. Penggunaan teknik pelaporan yang bervariasi
Talk show merupakan tenik pelaporan yang dipilih. Siswa penyaji dapat
berperan sebagai host dan ahli yang akan membahas topic yang dipilih.
Alternatif lain bisa digunakan dalam pelaporan, yaitu dengan
menggunakan teknik video call atau tele-conference di mana siswa
penyaji melakukan presentasi dan diunggah melalui internet dan dapat
disaksikan oleh siswa lain di mana pun mereka berada.
3. Sosialisasi strategi “Double In – Talk”
Sebagai sebuah alternatif strategi dalam pembelajaran membaca, strategi
“Double In – Talk” perlu disosialisasikan dalam Musyawarah Guru Mata
Pelajaran Bahasa Inggris Kota Surakarta. Dengan sosialisasi tersebut
diharapkan penulis dapat berbagi pengalaman tentang pelaksanaan dan
hasil penerapan strategi “Double In – Talk” di dalam kelas.
D. Kesimpulan dan Harapan
Berdasarkan pembahasan dalam Bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa:
1. Penerapan strategi “Double In – Talk” dalam pembelajaran membaca di
kelas X SMA Negeri 1 Surakarta dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu
tahap Intensive Reading, Independent Reading, dan Talk Show. Intensive
reading merupakan kegiatan membaca yang dilaksanakan di dalam kelas,
dengan panduan guru. Tahap Independent Reading merupakan tahapan
membaca mandiri yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok di luar
177
kelas. Tahap Talk Show merupakan tahap pelaporan hasil membaca dalam
Independent Reading. Talk Show dilakukan di dalam kelas.
2. Hasil penerapan strategi “Double In – Talk” dalam pembelajaran
membaca di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta adalah sebagai berikut:
Dalam tahap Intensive Reading siswa mendapatkan gambaran yang jelas
bagaimana memproses sebuah teks dalam membaca. Dalam Independent
Reading siswa membangun kemandirian dan keterampilan membaca,
sedang dalam tahap Talk Show siswa dapat menunjukkan hasil membaca
mandirinya dan sekaligus melatih kemampuan berbicara dalam bahasa
Inggris.
Sesudah menerapkan strategi “Double In – Talk” penulis
merekomendasikan agar strategi tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan
membaca teks Bahasa Inggris di dalam kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas. H. 2001. Teaching by Principles. New York: Pearson
Education.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Harmer, Jeremy. 1998. How to Teach English. England: Longman.
Kennedy, Eddi C. 1981. Methods in Teaching Developmental Reading (2nd
Edition). USA : Peacock Publishers, Inc.
Martha, Dallmann. 1982. The Teaching of Reading. New York: Holt,
Rinehart, and Winston.
178
A. Masalah
Mengapa Grammar pada umumnya atau Tenses pada khususnya susah
dipelajari dan dipahami siswa?
Hipotesis
Diperlukan sebuah metode pembelajaran baru yang ringkas, mudah dan
menyenangkan bagi guru dan siswa. Metode Mind Mapping yang
dikombinasikan dengan Scientific Approach mampu menjawab permasalahan
tersebut.
179
Scientific Approach?
• Sebuah proses pembelajaran yang mencakup pengembangan ranah sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan
pendidikan.
• Kegiatannya meliputi: mengamati, menanya, menalar, menyaji dan
mencipta.
• Siswa diberi keleluasaan sepenuhnya secara aktif menelurkan ide dan
kreasinya.
• Peran guru hanya sebatas sebagai fasilitator, assisten dan moderator
Metodologi
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok tugas
Masing-masing kelompok diberi tugas dengan sub topik berbeda meski
masih dalam tema /topik yang sama. Misalnya topik: Simple Tenses,
dengan sub topik: Simple Present tense, Simple Past Tense, dan Simple
Future Tense
Tiap kelompok berdiskusi dan bekerjasama dalam pembuatan Mind
Mapping bersama teman dalam kelompok
Mempresentasikan Mind Mapping kepada kelompok lainnya
Hasil
Partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat ditandai dengan:
Siswa menjadi lebih aktif dalam mengamati, bertanya, mencari informasi
dan menuangkan informasi kedalam Mind Mapping
180
Siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan diskusi, kerjasama dalam
kelompok dan mengemukakan pendapat.
Siswa tidak mudah melupakan pengetahuan yang sudah dipahaminya
Suasana belajar menjadi lebih hidup dan menyenangkan
C. Kesimpulan dan Harapan
A. Pengantar
Karya Best Practice ini disusun sebagai salah satu prasyarat untuk dapat
ikut serta dalam tahapan final Olimpiade Guru Nasional tahun 2017. Namun,
lebih dari itu, tulisan ini lebih merupakan sebuah ode to living as a teacher
untuk penulis. Mengajar selama kurang lebih sepuluh tahun, ini adalah karya
pertama penulis. Seandainya tidak ada ‘paksaan’, mungkin karya inipun tidak
akan lahir. Semua pengalaman, tantangan yang dihadapi dan ide-idepun
hanya akan jadi buih. Kesempatan ini memaksa penulis menuangkan salah
satu pengalamannya.
Tulisan ini diangkat dari permasalahan pelik dalam dilema peran guru
sebagai guru sekaligus pembelajar. Kehadiran guru sangat dibutuhkan di
kelas. Siswa akan bekerja dalam kegelapan saat guru tidak hadir, terlepas
bahwasannya merekapun harus mampu dan disiapkan untuk menjadi pribadi-
pribadi mandiri. Meski demikian, guru juga membutuhkan ruang bagi
mengembangan dirinya. Panggilannya untuk memberi mendorongnya belajar
lebih banyak. Bak gayung bersambut, keinginan itu difasilitasi oleh
pemerintah dengan banyaknya program-program pengembangan diri yang
sayangnya kemudian mengorbankan banyak waktu guru untuk bersama
siswa-siswa di kelasnya.
Web 2.0 sebetulnya memberi solusi bagi hal ini. Dengan perkembangan
Internet ke arah komunikasi dan kolaborasi utuh, seharusnya ia bisa
dimanfaatkan oleh guru untuk tetap dapat menjangkau anak-anak didiknya di
manapun ia berada. Siswa tidaklah perlu jadi korban untuk sebuah
pengetahuan baru. Semoga karya best practice tentang pengaplikasian Web
182
2.0 dengan Wordpress Blogging ini bisa menjadi salah satu solusi dan
membawa kebermanfaatan untuk kita semua
B. Masalah
a. Latar Belakang Permasalahan
Pengembangan diri guru adalah hal yang sangat penting dilakukan.
sebagaimana diungkapkan Bal dan Cohen (1999): Professional development
for teachers is a key mechanism for improving classroom instruction and
student achievement. Begitu pentingnya sampai hal ini juga diamatkan dalam
perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 tahun
2015 Tentang Guru dan Dosen, pada Bab III Prinsip Profesionalitas Pasal
7.g.: memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
Konsekuensinya, pemanggilan tugas untuk mengikuti program
pengembangan perofesionalitaspu kemudian tidak dapat dielakkan, terlebih
jika seorang guru memang membutuhkannya dan secara langsung
pengembangan itu berimbas pada peningkatan kualitas kerjanya. Sementara
itu, guru juga dituntut untuk tetap memberikan pelayanan terbaik kepada
siswanya dengan kehadirannya di kelas.
Selama ini, banyak guru memilih untuk merancang tugas untuk
dikerjakan siswa selama ketidakhadirannya di kelas dan tidak melakukan
interaksi apapun dengan siswa sampai ia kembali ke sekolah. Hal ini
mungkin adalah hal yang paling mudah dilakukan jika guru hanya
meninggalkan sekolah selama satu atau dua hari. Kini, banyak program
pengembangan diri yang diberikan menyita banyak waktu. Di antaranya
dilakukan sampai sepuluh hari. Jika seorang guru mendapat tugas mengajar
dua jam saja di satu kelas dalam satu pekan, maka ia kemungkinan besar
berhalangan pada dua pertemuan. Bagaimana jika ia mengajar pada lebih dari
183
satu kelas? Banyak sekali sekolah yang memiliki lebih dari lima rombongan
belajar. Kita bisa kalkulasi bahwa ada sepuluh jam dalam satu pekan di mana
siswa bekerja mandiri di sekolah. Beruntung jika guru yang mendapat tugas
menjalani program hanya satu saja. Sayangnya ini jarang terjadi. Sebuah
program biasanya diberikan oleh semua mata pelajaran di waktu yang hampir
bersamaan. Pada tahun 2016, terdapat dua program besar pengembangan diri
guru yang terjadi secara simultan dan melibatkan hampir semua guru dari
semua mata pelajaran.
b. Permasalahan
Lamanya guru meninggalkan kelas dan meninggalkan tugas
menimbulkan permasalahan tersendiri. Masalah pertama, banyaknya
tumpukan tugas di meja guru saat ia kembali ke sekolah. Tentu ini bukanlah
sesuatu yang baik untuk memulai pertemuan kembali dengan siswa-siswa
kita karena tugas-tugas tersebut perlu diperiksa dengan seksama dan ini
memerlukan waktu, sementara guru perlu juga untuk segera
mendiskusikannya dengan kelas dan melanjutkan pembelajaran.
Masalah berikutnya berkaitan dengan manajemen kelas. Yang pertama,
kelas seringkali menjadi kurang kondusif karena kurangnya pengawasan dari
guru. Kecuali guru memberikan tugas yang dipersonalisasi, siswa dapat
dengan mudah menyalin pekerjaan temannya, terburu-buru menyelesaikan
tugas dan menggunakan banyak sisa waktu untuk melakukan hal lain yang
kurang produktif. Yang ke dua, jika pada waktu bersamaan ada lebih dari satu
kelas yang belajar mandiri, kondisi desruptif dapat timbul. Frekwensi
meninggalkan kelas yang tinggi juga dapat menimbulkan kurangnya interaksi
personal guru dengan siswa yang pada gilirannya menghilangkan rasa
percaya siswa terhadap guru. Ini berdampak pada peran guru sebagai seorang
role model, konselor, dan fasilitator. Dari permasalahan-permasalah tersebut,
184
dapat ditarik benang merah bahwa kahadiran guru di kelas sangatlah penting
dan tidak tergantikan oleh tugas mandiri. Penulis menemukan hal tersebut
terjadi di sekolah tempatnya mengajar, SMA Insan Cendekia Al Kausar.
Penulis sendiri harus menghadiri beberapa program pembekalan dan
pelatihan. Untuk itu diperlukan sebuah solusi yang menguntungkan bagi guru
maupun siswa. Dalam hal ini penulis memilih menggunakan Web 2.0 sebagai
solusi saat harus meninggalkan kelas.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah penggunaan Web 2.0
lewat Wordpress blogging dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran jarak
jauh?
c. Strategi Pemecahan Masalah
Pertama-tama, penulis mencari tahu tool Web 2.0 apakah yang paling
mungkin digunakan dengan kondisi di sekolah. Sekolah tempat penulis
mengajar adalah sebuah sekolah berasrama yang tidak memberikan akses
terhadap Internet secara leluasa lewat laptop maupun telepon genggam. Jadi,
untuk keperluan pembelajaran, sekolah menyediakan tiga tempat di mana
siswa dapat mengakses Internet dengan pengawasan guru yaitu lewat
Perpustakaan dan dua laboratorium komputer. Ketiga tempat ini dapat
diakses guru dengan melakukan request akses lewat google form kepada
Pusat Sumber Belajar. Artinya, guru tidak dapat menggunakan tool-tool Web
2.0 yang berupa aplikasi pada telepon genggam. Penulis juga mendapat
informasi bahwa seluruh siswa sudah dibuatkan akun blog menggunakan
engine Wordpress. Penulis berkesimpulan Wordpress blogging adalah yang
paling sesuai untuk kondisi siswa dan sekolah. Terlebih lagi, beberapa siswa
memang sudah terbiasa menggunakan blog.
Berikutnya, penulis menyusun rencana pembelajaran. Rencana
pembelajaran yang sudah disusun dapat digunakan dan penulis hanya
185
mengubah medium pembelajaran, yang sebelumnya direncanakan offline
berupa tatap muka langsung menjadi online.
Setelah itu, mulailah penulis melakukan posting di blognya. Berikut
adalah beberapa catatan strategi penulisan blog yang penulis gunakan:
186
wiki, blog, maupun aplikasi-aplikasi media sosial berada dalam cakupan Web
2.0.
Pada perkembangannya, Web 2.0 juga menyentuh dunia pendidikan salah
satu yang popular adalah penggunaan aplikasi-aplikasi media sosial dalam
pembelajaran. Penulis memilih Wordpress blogging sebagai tool Web 2.0
yang digunakan karena interface-nya yang sederhana dan mudah digunakan
bahkan oleh mereka yang baru mengenal blog. Selain itu, para siswa di
sekolah penulis sudah memiliki akun Wordpress sebelumnya jadi mereka
tinggal menggunakannya.
Wordpress juga memiliki keunggulan karena memungkinkan
pengembangan lebih jauh dengan banyaknya fitur yang dimiliki. Banyak
website dikembangkan menggunakan Wordpress sebagai engine mereka. Jika
seorang guru ingin memaksimalkan penggunaan Web 2.0 untuk segala hal
yang berkaitan dengan pembelajaran semisal mengupgrade blognya menjadi
Website, maka Wordpress dapat membantunya melakukan hal itu.
187
penulis melalui Wordpress blognya yang dapat diakses di alamat
n.kusworini.wordpress.com.
Pertemuan pertama (Reading for specific and general Information dan
Modelling of Text).
Guru memperkenalkan dirinya dan menggunakan format Teks Report dan
meminta siswa untuk balas memperkenalkan diri di blog mereka masing-
masing.
188
Guru harus melakukan diskusi tambahan berupa “Protecting Yourself
Online” setelah beberapa blogpost siswa menyebutkan identitas yang terlalu
kentara. Setelah itu guru melanjutkan diskusi dengan meminta siswa
menganalisis isi tulisan yang dibuat guru dan mengenali topic sentence setiap
paragrafnya.
189
Gambar 6 Arahan guru di pertemuan ke-3
190
Gambar 9 Penugasan membaca dengan KWL
191
mengumpulkan mengaku tidak hadir karena sakit sehingga pengerjaan tugas
terhambat.
Selain itu, komentar-komentar mereka di akhir proses online ini
menunjukkan bahwa lebih banyak siswa yang menyukai pembelajaran jarak
jauh seperti ini daripada penugasan offline yang biasa mereka dapatkan saat
guru tidak dapat hadir. Berikut adalah beberapa komentar positif yang
diterima penulis mengenai pembelajaran ini.
192
d. Kendala yang Dihadapi
Kendala utama yang dihadapi dalam pembelajaran menggunakan
Wordpress Blogging ini adalah kurangnya pengawasan secara langsung dari
operator laboratorium sehingga beberapa siswa didapati mengakses laman
web yang tidak diizinkan selama pembelajaran. Meski demikian, keberadaan
CCTV, NetSupport dan white list situs web yang sebelumnya dilakukan oleh
operator laboratorium komputer dapat meminimalisasi kunjungan ke situs-
situs terlarang. Kendala berikutnya adalah minimnya waktu yang bisa
digunakan oleh penulis dalam mengakses laman Wordpressnya di siang hari
selama pelatihan berlangsung sehingga penulis hanya dapat beberapa kali
berinteraksi secara real-time dengan siswa.
Yang terakhir, beberapa siswa lupa password mereka. Hal ini sangat
menghambat karena mereka terpaksa harus membuat akun baru dan
membutuhkan waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas.
e. Faktor-faktor Pendukung
193
Tersedianya akses Internet di sekolah dan kecepatannya yang memadai
sangat mendukung pembelajaran jarak jauh seperti ini. Selain itu, bantuan
teknis yang cepat dari teknisi laboratorium juga menjadi nilai tambah. Siswa
juga sebagian besar sudah sangat familiar dalam berinteraksi di blog sehingga
tidak memerlukan banyak bantuan teknis dalam penggunaannya.
f. Alternatif Pengembangan
Wordpress Blogging sangatlah terbuka untuk dikembangkan tidak hanya
menjadi sarana pemberian tugas. Salah satu alternatif pengembangannya
dalam materi Report adalah dengan menjadikan Wordpress sebagai sebuah
wiki yang menghimpun tulisan berbentuk Teks Report hasil karya siswa.
D. Kesimpulan dan Harapan
Pemanfaatan Web 2.0 dengan menggunakan Wordpress Blogging sangat
membantu guru untuk tetap menghadirkan diri di kelas meski guru sedang
berhalangan hadir di sekolah sehingga pembelajaran masih dapat berlangsung
seperti biasa. Saat kembali dari tugasnya di luar kelas, guru juga tidak harus
menemukan tumpukan tugas yang akan menyita banyak waktu untuk
dikoreksi atau akhirnya tercecer. Guru tinggal melanjutkan apa yang sudah
dilakukan secara online di kelas. Penggunaan Wordpress Blogging di satu sisi
dapat sangat membantu guru. Di sisi lain, kita harus tetap menyadari bahwa
kehadiran guru di kelas tidaklah tergantikan. Wordpress Blogging ini
hanyalah salah satu alternatif yang bisa guru gunakan jika sangat terpaksa
meninggalkan kelas untuk waktu yang cukup lama dan bukanlah sesuatu
yang bisa digunakan terus menerus sehingga guru sama sekali tidak hadir di
kelas.
194
DAFTAR PUSTAKA
195