Anda di halaman 1dari 2

Menghadirkan Pendapatan Baru dari Business Sharing Pengelolaan Bisnis Ketenagalistrikan

Oleh: Gong Matua Hasibuan – EVP DIV PFM

Andainya PT PLN (Persero) (“PLN”) mampu menghasilkan tambahan pendapatan non tenaga listrik rata-rata Rp10.000/bulan
per pelanggan, niscaya kita akan mengumpulkan tambahan pendapatan sebesar Rp8,4 triliun/tahun dari 70 juta pelanggan
yang tersambung dalam sistem ketenagalistrikan PLN. Angka sebesar itu mengalahkan rata-rata laba bersih PLN dalam 10
(sepuluh) tahun terakhir. Masalahnya, layanan seperti apa yang dapat kita tawarkan kepada para pelanggan agar mereka
bersedia menambah belanja kepada PLN di luar pembayaran rekening listrik bulanan. Hari ini rasanya masih ‘mimpi’ untuk
mengukirkan pencapaian seperti itu. Akan tetapi mimpi itu boleh jadi akan menjelma menjadi keniscayaan apabila semua
insan PLN Group mampu menjadikannya sebagai sebuah peluang bisnis baru di tengah lambatnya pertumbuhan penjualan
tenaga listrik dan rendahnya margin usaha di bisnis setrum ini.
Kenapa kita harus melakukan diversifikasi bisnis seperti itu? Untuk saat ini dan setidaknya sampai beberapa tahun ke depan
akan sangat sulit bagi PLN untuk dapat tumbuh dari kemampuan pendanaan sendiri, mengingat bahwa bisnis PLN
menggunakan model cost plus margin. Meskipun tarif tenaga listrik non subsidi memungkinan untuk disesuaikan mengikuti
fluktuasi harga energi primer, nilai tukar Rupiah dan inflasi, namun persoalan tarif tenaga listrik sarat dengan kebijakan
politis. Dalam kenyataannya, regulator pada akhirnya memilih untuk menunda kebijakan tariff adjustment tersebut,
manakala kenaikan harga energi primer dan depresiasi nilai tukar Rupiah dapat mengakibatkan kenaikan tarif tenaga listrik
yang sangat signifikan dan memiliki potensi menurunkan daya beli dan daya saing pelanggan kita. Kebijakan untuk menunda
tariff adjustment tersebut pada gilirannya akan menggerus margin PLN, bahkan menjadi minus jika tidak dibarengi dengan
kompensasi lain dari regulator berupa tambahan subsidi listrik atau pembayaran lainnya.
Apa yang dapat dilakukan oleh PLN untuk dapat memelihara bottom line tetap positif? Tidak dapat dipungkiri bahwa masih
banyak kreatifitas konvensional yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya pokok penyediaan (“BPP”) tenaga listrik,
karena dengan menurunkan BPP tenaga listrik hingga lebih rendah dibandingkan revenue requirement akan menyisakan
margin yang positif bagi PLN. Diskursus tentang kreatifitas tersebut sudah menjadi program berkesinambungan setidaknya
dalam 5 (lima) tahun terakhir. Sayangnya diskursus yang kita jalani selama ini belum menghasilkan resultansi yang signifikan.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) dengan aset terbesar, PLN memiliki sumber daya yang terdistribusi di seluruh
wilayah Republik Indonesia baik sumber daya aset fisik, big data, maupun sumber daya manusia. Dengan distribusi sumber
daya yang merata seperti itu, selayaknya banyak potensi bisnis lain yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan bagi
PLN.
Lihatlah bentangan jaringan transmisi dan distribusi yang kita miliki, menginterkoneksikan penduduk di pusat kota hingga ke
pedesaan. PLN juga mendokumentasikan dengan baik data-data pelanggannya. Selain itu, kita sedang berhadapan dengan
perubahan perilaku pelanggan yang sedang terserang “keranjingan internet’’, ditambah pesatnya pertumbuhan shared
economy. PT Indonesia Comnets Plus (“ICON”) sebagai anak perusahaan PLN sejatinya telah mendapat amanat dari induknya
untuk memonetisasi aset tersebut menjadi sumber tambahan pendapatan PLN. Akan tetapi rasanya belum cukup sekedar
menyerahkan kepercayaan dan harapan itu kepada ICON semata. Diperlukan terobosan pemikiran dan inisiatif bisnis lain di
internal PLN dan bahkan kolaborasi semua organ PLN beserta anak perusahaannya untuk menjadikan potensi bisnis itu
menjadi penopang utama bottom line PLN di masa mendatang.
Menjual jasa telekomunikasi berupa pemanfaatan jaringan fiber optic (FO) yang selama ini menjadi pendukung infrastruktur
ketenagalistrikan telah dijalankan dengan baik oleh ICON. Saatnya PLN melakukan lompatan ke sharing business agar utilisasi
aset PLN mampu melipatgandakan pendapatan bagi PLN. Sebagai gambaran, aplikasi PLN Mobile sudah dilengkapi dengan
fitur yang memungkinkan pengguna dapat menelusuri alamat pelanggan di seluruh wilayah Indonesia. Cukup dengan
menginput nomor identitas pelanggan, maka aplikasi akan melakukan tagging dan menemukan alamat pelanggan dengan
akurat.
Pada saat yang sama, PT Haleyora Power beserta anak perusahaannya (“HP Group”) dan PT PLN Tarakan beserta anak
perusahannya (“PLNT Group”) saat ini mendapatkan amanah dari PLN untuk menjalankan fungsi operation and maintenance
instalasi transmisi dan distribusi serta fungsi billing management. Kedua fungsi ini memungkinkan HP Group maupun PLNT
Group untuk menyediakan infrastruktur maupun sumber daya manusia yang tersebar di seluruh Indonesia guna memastikan
bahwa infrastruktur ketenagalistrikan berikut transaksi bisnis dengan pelanggan dapat berjalan dengan baik.
HP Group saat ini sedang menginisiasi produk baru bernama Listrik-Q. Sebuah produk yang akan menyediakan layanan
gangguan instalasi pelanggan. Prinsip dasarnya adalah melegalisasi layanan yang selama ini diberikan oleh instalatur PLN
kepada pelanggan dalam hal terjadi gangguan pada instalasi pelanggan. Secara kontraktual, layanan yang diberikan oleh PLN
terbatas pada perbaikan instalasi milik PLN, yaitu infrastruktur ketenagalistrikan dari alat pembatas (kWh meter) ke luar,
sementara perbaikan yang dilakukan di dalam instalasi pelanggan merupakan kewajiban pelanggan. Dalam prakteknya, para
pelanggan lebih mempercayakan perbaikan instalasi tersebut kepada petugas PLN atau pegawai outsourcing yang dikirimkan
untuk melakukan pemeriksaan atas pengaduan pelanggan. Meskipun secara resmi PLN melarang petugas untuk menerima
pembayaran dari pelanggan atas jasa perbaikan instalasi tersebut, tetapi sangat lumrah juga manakala pelanggan
membayarkan sejumlah uang pengganti material dan ‘uang terima kasih’ atas jasa yang diberikan oleh petugas dimaksud.
Dengan Listrik-Q diharapkan HP Group akan mampu memberikan solusi terhadap semua jenis layanan ketenagalistrikan di
instalasi milik pelanggan, sehingga berhak menerima pembayaran yang sah dari pelanggan.
Lebih dari itu, kolaborasi antara ICON, HP Group, PLNT Group dengan PT Pos Indonesia, TIKI, JNE dan perusahaan logistik
lainnya barangkali akan membuka potensi bisnis di kemudian hari. Dengan memanfaatkan keunggulan aplikasi PLN Mobile,
data pelanggan PLN, infrastuktur dan tenaga kerja HP Group dan PLNT Group yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
tentunya ongkos logistik yang harus dikeluarkan oleh perusahaan logistik tersebut akan berkurang dalam jumlah yang
signifikan. Efisiensi itulah yang akan menjadi potensi revenue sharing bagi ICON, HP Group dan PLNT Group. Belum lagi
pendapatan turunan dari jasa iklan manakala aplikasi PLN Mobile dapat memposisikan diri sebagai market place yang mampu
menciptakan segmen pasar tersendiri. Bayangkan ada potensi 280 juta kandidat subscriber dari pelanggan PLN yang akan
mengakses market place untuk menikmati berbagai jenis layanan yang disediakan oleh PLN Group. Jika setiap hari ada 1%
saja yang mengakses market place tersebut, maka akan ada 2,8 juta kunjungan per hari ke website PLN.
Jika aset jaringan ketenagalistrikan dan turunannya memiliki potensi menghadirkan tambahan pendapatan bernilai triliunan
Rupiah, tentu terdapat juga potensi lain yang terkandung di balik aset lainnya yang secara total saat ini PLN menjadi BUMN
terbesar dalam kepemilikan asset. Barangkali akan banyak dari kita yang setuju jika PLN membutuhkan tambahan divisi yang
khusus mengurusi ‘penghapusan asset’. Saatnya kita balik cara berfikirnya, berhenti menghapuskan aset dan selektif membeli
aset. Saatnya menjadikan setiap asset yang ada menjadi business generator yang mampu menghasilkan pendapatan baru
untuk memastikan bahwa setiap tahun bottom line PLN akan senantiasa positif.

Anda mungkin juga menyukai