Anda di halaman 1dari 18

Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Journal Reading

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

PERKEMBANGAN TERAPI MOLLUSCUM CONTAGIOSUM PADA ANAK

Devy Pratiwi Ibrahim


1710029031

Pembimbing:

dr. Agnes Kartini, Sp.KK, FINSDV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

MEI 2019
PERKEMBANGAN TERAPI MOLLUSCUM CONTAGIOSUM PADA ANAK

P. Gerlero,a Á. Hernández-Martínb,∗
a Servicio de Dermatología, Hospital Sirio Libanés, Buenos Aires, Argentina
b Servicio de Dermatología, Hospital Infantil del Ni˜no Jesús, Madrid, Spain Received 30 October 2017;
accepted 18 January 2018 Available online 1 May 2018

Abstrak
Molluscum contagiosum adalah salah satu infeksi virus paling umum yang diumpai pada
anak. Penyakit ini merupakan infeksi jinak yang dapat sembuh sendiri, tetapi dalam
pengobatannya dapat menjadi suatu tantangan, terutama ketika pasien mengalami beberapa lesi
atau ketika lesi bergejala dan sangat terlihat. Ada beberapa pilihan pengobatan yang tergantung
pada jumlah, lokasi lesi, pengalaman dari dokter yang merawat, dan preferensi orang tua atau
pengasuh anak. Artikel ini mebahas tentang perbaruan pengobatan untuk moluskum
kontagiosum, dengan fokus khusus pada pasien yang imunokompeten.

Pengantar
Molluscum contagiosum (MC) disebabkan oleh virus DNA dari genus Molluscipoxvirus , famili
Poxviridae. Saat ini, virus ini dikategorikan ke dalam 2 jenis (MCV-1 dan MCV-2) dan 4
genotipe berbeda. Genotipe 1 berperan dalam 98% dari kasus yang tercatat di Amerika Serikat,
genotipe 2 dan 3 lebih banyak terjadi di Eropa, Australia dan pada pasien dengan infeksi HIV 1,
sedangkan genotipe 4 jarang ditemukan.2 MC adalah salah satu dari 50 penyakit yang paling
sering ditemukan di seluruh dunia. Angka kejadian per tahunnya berkisar antara 2% - 10% dan
prevalensinya 5,1% - 11,5%.5 Angka tersebut sangat bervariasi tergantung pada populasi yang
diteliti. Periode inkubasi berkisar mulai 14 hari hingga 6 bulan. Berbeda dengan virus herpes,
MC tidak bertahan seperti halnya infeksi laten. Berdasarkan tinjauan literatur Australia
didapatkan bahwa MC banyak terjadi pada anak usia sekolah yang sering mengunjungi kolam
renang.6 Namun, tidak ada bukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa transmisi dapat dicegah
secara efektif dengan tidak berenang di kolam renang.7 Variabel lain seperti kontak langsung,
fomite, dan daerah beriklim tropis juga dikaitkan dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi. 6
Penelitian lain menyebutkan bahwa orang yang menggunakan spons mandi atau handuk yang
bergantian dengan pasien memiliki 3 kali lipat risiko terinfeksi.8 Tindakan pencegahan tertentu
efektif untuk mencegah penularan seperti memandikan anak bergantian, menghindari
penggunaan spons mandi dan handuk bergantian, dan menutupi lesi MC. Secara klinis MC
ditandai dengan adanya papul seperti warna kulit dan/atau nodul dengan umbilikasi sentral. Pada
beberapa pasien, lesi ini dapat dikelilingi oleh halo eksim, yang dikenal sebagai dermatitis
moluskum. Hal tersebut merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas terhadap antigen virus dan
dapat berkembang menjadi abses atau lesi yang kurang khas secara morfologis (Gambar 1).

Gambar 1. Perbedaan manifestasi klinis Molluscum Contagiosum (MC) A. Papul berwarna pink pada kelopak mata
dengan gambaran umbilikasi sentral; B. Lesi sesil dengan morfologi yang kurang khas di sebelah lesi lain
merupakan karakteristik MC; C. Reaksi eksematiform (dermatitis molluscum) disekitar lesi MC; D. Lesi inflamasi
dan abses

Setiap area kulit atau membran mukosa dapat terinfeksi namun jarang ditemukan lesi
pada telapak kaki, telapak tangan, dan membran mukosa.6 Anak sering mengalami dermatitis
atopik (DA) terkait. Dalam suatu review retrospektif dari 696 kasus MC anak, 259 (37,2%)
memiliki riwayat DA dan 38,8% memiliki dermatitis moluskum.9 Pada pasien dengan riwayat
DA atau imunodefisiensi, lesi cenderung lebih banyak jumlahnya dan bertahan lama. Pada pasien
imunokompeten, infeksi kulit yang disebabkan oleh MC dapat sembuh sendiri. Ada beberapa
pilihan pengobatan namun tidak ada yang secara signifikan lebih efektif.10 Dalam memilih
pengobatan untuk pasien pediatri, prioritas pengobatan ditujukan untuk menghindari rasa sakit
dan meminimalkan risiko jaringan parut. Selain itu, penting untuk meyakinkan orang tua dan
memberi tahu mereka tentang perjalanan penyakit dan hasil pengobatan yang diharapkan. Hasil
survei orang tua anak dengan MC menemukan bahwa mereka khawatir tentang adanya jaringan
parut, pruritus, kemungkinan penularan, rasa sakit, dan efek pengobatan.6 Namun hal tersebut
tidak berpengaruh pada kualitas hidup anak.

Jenis Pengobatan untuk MC


Pilihan pengobatan untuk lesi MC tercantum pada Tabel 1. Beberapa yang telah digunakan pada
pasien anak dijelaskan di bawah ini.

Tabel 1. Pilihan Pengobatan untuk Moluskum Kontagiosum dan Tingkat Bukti yang Sesuai.
Pengobatan Pengobatan topikal, Pengobatan Pengobatan
topikal, Imunoterapi Destruktif, Rumahan/ lain
Rumah
Rawat jalan Rawat jalan Alami
-Silver nitrate -Krim imiquimod 5% -Cimetidinea Cryotherapy: - Australian -Adhessive
a, b
essential oil tape
-Asam -Cidofovir, IV b -Kuretaseb
Trichloroacetic -Benzoyl peroksidaa, b -Tea tree
-Ekstrusi oil -Hipertermia
b
-Interferon-α
-Podofilin -Hidrogen peroxidab manual
-Tunggu dan
a,b -Candidin
-Cantharidin -Kalium hidroksidaa, b -Laser lihat
karbon
-Asam Salisilata,b dioksida

-Laser pulsed
dyea, b
Singkatan: IV, intravena.
a
Didasarkan pada bukti yang berorientasi pada kualitas pasien yang tidak konsisten atau terbatas, menurut SORT.
b
Berdasarkan pada konsensus, praktik biasa, pendapat, bukti yang berorientasi penyakit, atau seri kasus untuk studi
diagnosis, perawatan, pencegahan, atau penyaringan , menurut SORT. Diadaptasi dari Forbat et al 42 dan Ebell et al.51
Metode Destruktif
Metode destruktif adalah metode yang paling umum digunakan dan mengakibatkan kerusakan
keratinosit yang terinfeksi oleh virus MC. Prosedurnya sederhana dan murah, sangat efektif
apabila dilakukan oleh seorang profesional.

Kuretase
Kuretase adalah prosedur sederhana dan relatif murah, jaringan yang diambil dapat disimpan
untuk analisis histopatologis apabila hasil diagnostik meragukan.11Krim EMLA
(Eutectic Mixture of Local Anesthetics), campuran obat anestesi lokal (2,5% lidokain dan 2,5%
prilokain), sering digunakan pada anak-anak untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh
prosedur, meskipun pemberiannya pada lesi MC dapat menyebabkan reaksi purpura lokal yang
dapat sembuh sendiri12,13 (Gambar. 2).

Gambar 2. Reaksi purpura akibat pemberian krim EMLA (eutectic mixture of local anesthetics) topikal dan berhenti
dalam waktu 1 jam

Risiko keracunan sistemik juga harus dipertimbangkan jika EMLA diberikan pada aarea
yang luas, terutama pada bayi berusia kurang dari 3 bulan (Tabel 2). Kuretase merupakan salah
satu metode yang paling efektif. Sebuah studi retrospektif pada tahun 1879 menemukan bahwa
70% anak sembuh setelah pengobatan tunggal, 26% memerlukan 2 pengobatan, dan hanya 4%
yang memerlukan 3 perawatan.15 Tingkat kepuasan sangat tinggi (97% pada anak dan orang
tua). Percobaan acak terkontrol yang membandingkan efektivitas kuretase, cantharidin, asam
salisilat dengan asam glikolat, dan imiquimod menemukan bahwa kuretase adalah yang paling
efektif, dapat menghasilkan resolusi lengkap pada 80,6% pasien tanpa kekambuhan setelah 6
bulan.16 Kekurangan dari kuretase diantaranya membutuhkan anestesi lokal, rasa sakit,
perdarahan, dan risiko jaringan parut.17

Tabel 2. Dosis Anjuran Maksimal dan Area Penerapan Campuran Eutektik dari Anestesi Lokal.
Usia dan/atau Berat Total Dosis Maksimal Area Pemberian Waktu Pemberian
Badan (gr) Maksimal (cm2) Maksimal (jam)
0-3 bln atau < 5 kg 1 10 1
12 bln dan > 5 kg 2 20 4
6 thn dan > 10 kg 10 100 4
12 thn dan > 20 kg 20 200 5

Ekstrusi Manual
Nukleus yang terumbilisasi dari lesi dapat diambil secara manual menggunakan tangan
atau salah satu dari instrument berikut (pisau bedah, jarum insulin, slide, atau forsep)
(Gambar. 3). Bekas luka yang dihasilkan mirip dengan luka karena kuretase. Teknik ini sangat
menarik karena sederhana, cepat dan dapat dipelajari oleh pasien, anggota keluarga, dan perawat
sehingga dapat dilakukan di rumah.11

Gambar 3. Ekstrusi manual badan molluscum dengan jari; A. Lesi ditekan diantara dua jari; B dan C badan
molluscum diekstrusi; D. kerusakan jaringan minimal
Asam Trikloroasetat
Asam trikloroasetat menyebabkan kerusakan jaringan dengan koagulasi kimia segera dan
nekrosis superfisial. Digunakan pada konsentrasi 20% dan 35% dan diberikan berulang di tengah
lesi sampai putih, dan menutupi seperti bentuk embun beku. Pada kasus anak-anak dengan MC
di wajah dirawat dengan asam trikloroasetat topikal, tidak pernah dilaporkan adanya iritasi
atau perubahan pigmentasi yang jelas, hanya dilaporkan rasa menyengat ringan selama
penggunaan, dan menghasilkan hasil yang baik.19 Efek samping yang dapat terjadi termasuk
pruritus di daerah yang diobati, iritasi pada kulit di sekitarnya, ulserasi, dan jaringan parut.

Asam salisilat
Asam salisilat adalah agen keratolitik yang dijual dengan konsentrasi 10% hingga 30%. Pada uji
coba terkontrol tentang penggunaan kalium hidroksida (KOH) 10% atau kombinasi dari asam
salisilat dan asam laktat 16,7% pada 26 pasien MC berusia 2-12 tahun tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan antar kelompok setelah 6 minggu.20 Efek samping yang dapat terjadi
termasuk iritasi, pruritus, sensasi terbakar, dan pengelupasan kulit.

Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida (HP) adalah zat pengoksidasi dan antiseptik yang kuat yang dapat
menonaktifkan virus pox in vitro.21 Pengobatan dengan HP, yang dijual di luar Spanyol dalam
krim 1%, menghasilkan penyembuhan lesi yang lengkap pada pasien berusia 8 bulan dengan MC
genital ketika diberikan setiap mengganti popok selama 1 minggu.22 Para penulis mengaitkan
penyembuhan yang cepat akibat paparan yang baik antara virus dengan HP karena kulit tertutup
oleh popok. Studi lain menyatakan dari 12 pasien MC yang diobati dengan krim HP 1% yang
diberikan dua kali sehari selama 21 hari berturut-turut, hasilnya 67% pasien sembuh penuh tanpa
kekambuhan setelah 6 bulan masa tindak lanjut. Uji klinis yang tepat diperlukan untuk
mengkonfirmasi keefektifan dan keamanan HP untuk perawatan MC pada anak.

Cantharidin
Cantharidin adalah agen vesicant yang diproduksi oleh kumbang Lyttavesicatoria.23 Ketika
diberikan pada kulit, inhibitor phosphodiesterase ini dapat menghasilkan bula intraepidermal
yang jarang meninggalkan bekas luka karena lokasinya yang superfisial.17 Agen ini tersedia pada
konsentrasi 0,7%-0,9%, dan setelah aplikasi harus dibiarkan selama 2-4 jam tanpa penutup dan
kemudian dihilangkan dengan sabun dan air.17 Penulis lain mengusulkan bahwa dalam kasus lesi
yang resisten cantharidin harus dibiarkan kering selama 5-10 menit dan kemudian ditutup dengan
perekat.24 Pengobatan dapat diulang pada interval 1-4 minggu. Dalam studi retrospektif dari 300
anak dengan MC yang dirawat dengan cantharidin, angka kesembuhan mencapai 90% dengan
18
rata-rata 2,1 pengobatan. Dalam 24-48 jam terbentuk bula yang menyakitkan, menambah
risiko superinfeksi sekunder. Kasus lymphangitis dengan edema kelenjar getah bening setelah
pengobatan dengan cantharidin juga telah dilaporkan.25 Mengingat risiko-risiko ini cantharidin
tidak dianjurkan untuk MC pada wajah atau daerah anogenital.16

Potasium hidroksida
Potassium hydroxide (KOH) adalah alkali yang mampu menembus dan merusak kulit dengan
melarutkan keratin. Zat ini digunakan dalam bentuk larutan pada konsentrasi 5%-20%, dan
digunakan pada lesi MC sekali atau dua kali per hari. Dalam percobaan prospektif, 35 anak
dengan lesi MC yang menerima pengobatan dua kali sehari dengan larutan KOH 10%, hasilnya
32 pasien mengalami resolusi lengkap.27 Peberian dihentikan pada 3 pasien karena rasa sengatan
yang berat dan infeksi sekunder. Keefektifan KOH telah dibandingkan dengan pengobatan MC
lainnya. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada percobaan yang membandingkan
efektifitas cryotherapy dengan larutan KOH 10% untuk pengobatan MC.26 Namun karena
banyaknya biaya dan efek lokal sekunder dari cryotherapy menjadikan pengguaan KOH lebih
disukai. Studi lain menemukan bahwa KOH 10% dan krim imiquimod 5% sama efektifnya,
hanya saja KOH memiliki onset yang lebih cepat.28 Penelitian selanjutnya membandingkan
antara KOH 10% yang dioleskan sekali sehari dengan kombinasi asam salisilat dan asam laktat,
dan hasilnya sama efektif untuk pengobatan MC.20 Karena KOH 10% merupakan pengobatan
noninvasif, berkhasiat, dan dapat diterapkan di rumah, banyak penulis menjadikannya sebagai
terapi lini pertama.29

Cryotherapy
Penggunaan nitrogen cair pada 196◦C menginduksi pebentukan kristal es intraseluler dan
ekstraseluler, yang menyebabkan kerusakan jaringan, perubahan membran sel dan sirkulasi
kulit.18 Nitrogen cair diberikan dengan menggunakan kapas atau disemprot selama 10 hingga 20
detik dalam 1 atau 2 siklus pengobatan, dengan interval 1-3 minggu. Studi prospektif lain juga
telah dilakukan untuk membandingkan keberhasilan antara pengobatan cryotherapy yang
diberikan per minggu dan imiquimod 5% yang diberikan 5 kali per minggu dengan melibatkan
74 anak dengan MC.30 Setelah 16 minggu pengobatan, resolusi lengkap terjadi pada 100% pasien
yang diobati dengan cryotherapy dan 91,8% dari mereka diobati dengan imiquimod,
tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Cryotherapy dapat diberikan dengan mudah
dan cepat namun kurang dapat ditoleransi oleh anak. Kerugiannya termasuk pembentukan lepuh,
jaringan parut, residu hiper atau hipopigmentasi.

Terapi Laser
Beberapa penulis mempertimbangkan terapi laser karbon dioksida (CO2) yang lebih cepat dan
kurang traumatis daripada kuretase. Penelitian pada 6 pasien yang diobati dengan laser CO2,
didapatkan hasil 70% pasien meninggalkan bekas luka hipertrofik dan keloid, dan oleh karena itu
penggunaannya pada anak-anak tidak direkomendasikan.31 Beberapa penulis menganggap terapi
pulse dye laser sangat berguna pada anak dengan lesi yang resisten. Karena hanya diperlukan
satu siklus pengobatan tunggal pada sebagian besar kasus, dan dapat mengurangi pengobatan
berulang.32 Namun, modalitas perawatannya mahal dan kadang-kadang membutuhkan anestesi
lokal. Kerugian terapi laser ini termasuk diantaranya nyeri lokal dan ketidaknyamanan, edema,
dan perubahan pigmen.

Imunoterapi
Metode imunoterapi didasarkan pada stimulasi respon imun seluler dan/atau humoral yang dapat
mengeliminasi infeksi virus.

Imiquimod
Imiquimod bersifat agonis terhadap reseptor 7 yang berbentuk seperti tol, berikatan pada reseptor
tersebut dan mengaktifkan respon imun serta menginduksi pembentukan interferon, interleukin
(IL)-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12, dan IL-1 reseptor antagonis. Efek antivirus dan antitumor
Imiquimod dimediasi oleh sistem imun adaptif dan bawaan.33 Imiquimod tersedia dalam bentuk
krim 5% yang digunakan malam hari, dibiarkan selama 8 jam, dan dibilas di pagi
hari. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan harian sementara yang lain menyarankan
3 kali per minggu.34 Suatu penelitian menyatakan bahwa 69% anak dengani MC mengalami
resolusi lengkap setelah pengobatan dengan krim imiquimod 5% yang diberikan 3 kali per
minggu selama 16 minggu.35 Efek samping lokal yang paling sering adalah eritema, pruritus,
menyengat, dan nyeri (Gambar. 4).

Gambar 4.Iritasi karena pemberian imiquimod topical pada tangan kanan

Cimetidine
Cimetidin oral adalah antagonis reseptor histamin H2 yang memberikan efek imunomodulator
dengan merangsang hipersensitivitas tipe lambat. Dalam studi klinis pada 13 anak berusia <10
tahun yang diobati dengan 40 mg/kg cimetidin sekali sehari selama 2 bulan, didapatkan
hasil resolusi lengkap pada 9 pasien.36 Penulis menyimpulkan bahwa cimetidin dapat menjadi
alternatif yang mudah diaplikasikan, efektif, dan tanpa rasa sakit untuk lesi wajah, tersebar luas,
atau berulang pada anak yang imunokompeten. Namun, dalam uji coba double-blind yang
membandingkan pengobatan plasebo dengan oralcimetidine (35 mg/kg) sekali sehari selama
12 minggu pada pasien MC berusia 1-16 tahun, menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan
secara statistik antara plasebo dan kelompok perlakuan.37 Berdasarkan temuan ini, penulis
berpendapat bahwa efek yang diamati dalam penelitian lain mungkin dikarenakan hasil dari
resolusi lesi spontan. Efek samping cimetidin oral termasuk mual, diare, ruam, dan pusing,
namun jarang terjadi.36
Candidin
Candidin merupakan zat yang berasal dari ekstrak murni Candida albicans , biasanya digunakan
untuk mengobati kutil 38 tetapi telah diusulkan sebagai pilihan terapi MC.39 Diberikan secara
intralesi baik murni atau dikonsentrasi 50% dalam lidokain. Dosis diberikan sesuai dengan
antigen 0,2-0,3 mL. Dalam satu penelitian retrospektif dari 29 pasien MC di bawah usia 17 yang
diobati dengan 0,3 mL candidin intralesi menghasilkan respon global sebanyak 93%, dan respon
lengkap dan parsial masing-masing 55% dan 37,9%,.40 Sebagian besar mengalami efek samping
minimal, sakit di tempat injeksi dialami oleh 4 pasien. Pada ulasan retrospektif lain dari 25 kasus
MC yang diobati dengan candidin intralesi, sebanyak 14 (56%) kasus mengalami resolusi
lengkap, 7 (28%) mengalami respons parsial, dan yang tidak ada perbaikan klinis sebanyak 4
pasien (16%).39 Keuntungan dari imunoterapi dalam terapi MC termasuk induksi respon imun
memori untuk MC, berpotensi untuk menginduksi respon resolusi pada lesi yang tidak diobati di
area yang jauh secara anatomis, dan tidak ada efek samping.40 Namun, candidin, tidak tersedia di
Spanyol, jarang digunakan.

Perak nitrat
Perak nitrat dibuat dengan campuran 0,2 mL larutan 40% larutan perak nitrat dan 0,05 g
tepung. Campuran semitransparan ini diberikan di tengah lesi. Setelah 24 jam akan muncul
krusta gelap, dan setelah 14 hari lesi MC akan terlepas. Pengobatan pada 389 pasien MC dengan
40% perak nitrat menghasilkan angka kesembuhan 97,7% dan tidak menyebabkan
jaringan parut.41 Prosedur sederhana dan murah ini tidak menimbulkan rasa sakit dan
menyebabkan beberapa reaksi yang merugikan. seperti rasa sakit, menyengat, eritema, luka
bakar kimia, atau residu hiperpigmentasi.42

Terapi Antimitotik
Cidofovir
Cidofovir adalah analog nukleotida dari deoxycytidine monophosphate. Meskipun mekanisme
kerjanya tidak jelas, diketahui dengan menghambat polimerase DNA virus, karena itu
menghambat sintesis DNA virus. Cidofovir dapat diberikan secara intravena (5 mg/kg/minggu
selama 2 minggu diikuti dengan 5 mg/kg sekali setiap 2 minggu) atau secara topikal (1%-3%
krim atau gel, diberi setiap hari).43 Beberapa penelitian telah menggambarkan keberhasilan
cidofovir intravena atau topikal untuk terapi MC yang resisten terhadap pengobatan
lain.44 Namun, obat ini mahal dan perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan kemanjuran
dan keamanannya pada anak.

Perawatan lainnya
Beberapa obat yang langka belum memiliki buti kuat akan keberhasilannya, namun didapatkan
tidak berbahaya dan umumnya dapat diterima oleh orang tua dan pengasuh. Pengobatan seperti
itu mungkin berguna untuk pasien dengan lesi yang resisten pada pengobatan aktif. Perawatan ini
termasuk hipertermia lokal,45 menutup lesi dengan penutup,46 dan aplikasi ekstrak Polypodium
leucotomos topikal, imunoferon,47 zinc oksida, 48
asam azelaic, dan produk alami tertentu seperti
minyak atsiri daun lemon Australia.49

Tunggu dan lihat


Menunggu dan melihat sangat masuk akal karena MC bersifat jinak dan dapat sembuh
sendiri. Waktu untuk resolusi MC bervariasi. Dalam studi kohort prospektif, waktu rata-
rata untuk resolusi lesi MC pada 306 pasien MC di Inggris yang berusia 4-15 tahun adalah 13,3
bulan.50 30% belum selesai pada 18 bulan, dan 13% tetap tidak selesai pada 24 bulan. Namun,
banyak orangtua tidak bisa menerima estimasi waktu minimum untuk penyembuhannya dan
takut akan risiko penyebaran atau penularan ke anak-anak lain.23 Terlebih lagi, dalam beberapa
kasus penyakit ini dapat menjadi tidak nyaman dan menimbulkan stigmatisasi. Kekhawatiran
orang tua terkait dengan manifestasi klinis MC (jaringan parut, penyebaran, gatal, dan nyeri) dan
ketidaknyamanan karena pengobatan. Penelitian yang sama menemukan bahwa infeksi
tidak secara signifikan mempengaruhi kegiatan sehari-hari , kualitas hidup, atau produktivitas
individu di sekolah.

Pendekatan Kami terhadap Pengobatan MC


Karena MC cenderung sembuh secara spontan, kita sering memilih menunggu dan melihat,
terutama jika lesi tidak menunjukkan gejala dan orang tua lebih suka membiarkan penyakit
itu berjalan dengan sendirinya. Jika lesi menyebabkan ketidaknyamanan seperti terletak di area
yang sangat terlihat, atau pengucilan anak dari kegiatan sekolah, dapat dipilih perawatan
aktif. Pilihan perawatan tergantung pada banyaknya lesi, lokasi lesi, efek samping, preferensi
orang tua, dan pengalaman dokter. Secara umum, kami menghindari prosedur yang
menimbulkan rasa sakit atau yang menimbulkan risiko jaringan parut (misalnya, cryotherapy
terapi atau laser). Ekstrusi manual moluskum menggunakan jari adalah teknik yang sederhana
dan murah, dan sangat ideal ketika anak memiliki beberapa lesi dan takut instrumen seperti
kuret, pisau bedah, atau klem. Kuretase mungkin merupakan teknik yang paling efektif, tetapi
membutuhkan keterampilan dan kolaborasi yang baik dengan pasien, yang seringkali kurang
(khususnya dalam kasus yang membutuhkan perawatan berulang atau melibatkan lesi di
wajah). EMLA topikal dapat mengurangi rasa sakit, tetapi tidak dapat mengurangi rasa takut
pada anak. Selain itu, anestesi topikal sulit dilakukan pada lokasi tertentu seperti kelopak
mata. Meskipun pasien diberi sedasi namun pilihanj terapi ini dicadangkan untuk keadaan yang
sangat spesifik. Di Spanyol, KOH dijual dengan konsentrasi 5% dan 10% dan dapat diterapkan
di rumah. Kedua formulasi tersebut cocok untuk pasien dengan lesi yang banyak atau lesi pada
badan dan ekstremitas. KOH juga berguna ketika anak tidak koperatif atau ketika orang tua
menolak untuk dilakukan kuretase. Kami tidak menggunakan salah satu produk topikal lain yang
tersedia di Spanyol karena menurut pengalaman kami dapat menyebabkan iritasi lokal dan
menunjukkan keadaan yang relatif buruk.

Kesimpulan
Meskipun MC adalah salah satu penyakit kulit virus yang paling umum pada anak-anak, tidak
ada konsensus tentang pilihan pengobatan dan apakah pasien harus dirawat atau tidak. Tidak ada
bukti ilmiah yang secara jelas mendukung pengobatan khusus untuk MC. Sesuai dengan
rekomendasi taksonomi yang baru dikembangkan, untuk menilai kualitas, kuantitas, dan
konsistensi bukti terapi, dukungan untuk pilihan manajemen MC jatuh pada level B,
42,51
menunjukkan kurangnya konsisten dan bukti yang berkualitas tinggi. Pada prinsipnya, MC
diterapi menggunakan modalitas dengan rasa sakit dan jaringan parut yang minimal. Selain itu
juga penting untuk menentukan pengobatan yang paling tepat untuk setiap kasus.
REFERENSI

1. Molino AC, Fleischer AB, Feldman SR. Patient demographics andutilization of health care
services for molluscum contagiosum.Pediatr Dermatol. 2004;21:628---32.

2. Larralde M, Angles V. Actualizaciones sobre Molusco conta-gioso [cited 2017 April 5].
Available from: http://www.sap.org.ar/docs/publicaciones/molusco.pdf

3. Hay RJ, Johns NE, Williams HC, Bolliger IW, Dellavalle RP, Mar-golis DJ, et al. The Global
Burden of Skin Disease in 2010: Ananalysis of the prevalence and impact of skin conditions.
J Invest Dermatol. 2014;134:1527---34.

4. Gottlieb Scott L, Myskowsky Patricia L. Molluscum contagiosum.Int J Dermatol.


1994;33:453---61.

5. Basdag H, Rainer BM, Cohen BA. Molluscum contagiosum: Totreat or not to treat?
Experience with 170 children in an out-patient clinic setting in the northeastern United States.
PediatrDermatol. 2015;32:353---7.

6. Braue A, Ross G, Varigos G, Kelly H. Epidemiology and impactof childhood molluscum


contagiosum: a case series and crit-ical review of the literature. Pediatr Dermatol. 2005;22:287---
94.

7. Silverberg NB. A practical approach to molluscum contagiosum:is it high time to retire the
concept of non-intervention formolluscum contagiosum? Contemporary Pediatrics. 2007:63---6.

8. Choong KY, Roberts LJ. Molluscum contagiosum, swimmingand bathing: A clinical analysis.
Australas J Dermatol.1999;40:89---92.

9. Berger EM, Orlow SJ, Patel RR, Schaffer JV. Experience withmolluscum contagiosum and
associated inflammatory reactionsin a pediatric dermatology practice. Arch Dermatol.
2012;148:1257.

10. Van der Wouden JC, van der Sande R, Kruithof EJ, SollieA, van Suijlekom-Smit LW,
Koning S. Interventions for cuta-neous molluscum contagiosum. Cochrane Database Syst
Rev.2017;1599:1550---99.
11. Valentine CL, Diven D. Treatment modalities for molluscum con-tagiosum. Dermatol Ther.
2000;13:285---9.

12. Neri I, Savoia F, Guareschi E, Medri M, Patrizi A. Purpura afterapplication of EMLA cream
in two children. Pediatr Dermatol.2005;22:566---8.

13. Cervigón I, Torres-Iglesias LM, Palomo Á. Purpura after application of a eutectic mixture of
local anesthetic. ActasDermoSifiliogr. 2008;99:499---500.

14. Raso S, Fernandez J, Beobide E. Methehemoglobinemia andCNS toxicity after topical


application of EMLA to a 4-year-old girl with molluscum contagiosum. Pediatr
Dermatol.2006;23:592---3.

15. Harel A, Kutz AM, Hadj-Rabia S, Mashiah J. To treat molluscumcontagiosum or not----


Curettage: an effective, well-acceptedtreatment modality. Pediatr Dermatol. 2016;33:640---5.

16. Hanna D, Hatami A, Powell J, Marcoux D, Maari C, Savard P,et al. A prospective
randomized trial comparing the efficacyand adverse effects of four recognized treatments of
molluscumcontagiosum in children. Pediatr Dermatol. 2006;23:574---9.

17. Moye V, Cathcart S, Burkhart CN, Morrell DS. Beetle juice: Aguide for the use of
cantharidin in the treatment of molluscumcontagiosum. Dermatol Ther. 2013;26:445---51.

18. Ting PT, Dytoc MT. Therapy of external anogenital warts andmolluscum contagiosum: a
literature review. Dermatol Ther.2004;17:68---101.

19. Bard S, Shiman MI, Bellman B, Connelly EA. Treatment of facialmolluscum contagiosum
with trichloroacetic acid. Pediatr Der-matol. 2009;26:425---6.

20. Köse O, Ozmen I, Arca E. An open, comparative study of 10%potassium hydroxide solution
versus salicylic and lactic acidcombination in the treatment of molluscum contagiosum in chil-
dren. J Dermatolog Treat. 2013;24:300---4.

21. Bigardi A, Milani M. Successful treatment of molluscum conta-giosum skin infection with
hydrogen peroxide 1% cream. J EurAcad Dermatology Venereol. 2003;17:419.
22. Semkova K, Palamaras I, Robles W. Hydrogen peroxide 1% creamunder occlusion for
treatment of molluscum contagiosum in an8-month-old infant: An effective and safe treatment
option.Clin Exp Dermatol. 2014;39:560---1.

23. Coloe Dosal J, Stewart PW, Lin JA, Williams CS, Morrell DS.Cantharidin for the treatment
of molluscum contagiosum: Aprospective, double-blinded, placebo-controlled trial.
PediatrDermatol. 2014;31:440---9.

24. Epstein E. Cantharidin therapy for molluscum contagiosum inchildren. J Am Acad Dermatol.
2001;45:638.

25. Stazzone AM, Borgs P, Witte CL, Witte MH. Lymphangitisand refractory lymphedema after
treatment with topical can-tharidin. Arch Dermatol. 1994;130, 518-518.

26. Handjani F, Behazin E, Sadati MS. Comparison of 10% potas-sium hydroxide solution
versus cryotherapy in the treatmentof molluscum contagiosum: An open randomized clinical
trial.J Dermatolog Treat. 2014;25:249---50.

27. Romiti R, Ribeiro AP, Grinblat BM, Rivitti EA, Romiti N.Treatment of molluscum
contagiosum with potassium hydrox-ide: A clinical approach in 35 children. Pediatr
Dermatol.1999;16:228---31.

28. Metkar A, Pande SKU. An open, non randomized, comparativestudy of imiquimod 5%


cream versus 10% potassium hydroxidesolution in the treatment of molluscum contagiosum.
Indian JDermatol Venereol Leprol. 2008;74:614---8.

29. Can B, Topalo˘glu F, Kavala M, Turkoglu Z, Zindancı I, Sudogan S.Treatment of pediatric


molluscum contagiosum with 10% potas-sium hydroxide solution. J Dermatolog Treat. 2012:1---
3.

30. Al-Mutairi N, Al-Doukhi A, Al-Farag S, Al-Haddad A. Comparativestudy on the efficacy,


safety, and acceptability of imiquimod 5%cream versus cryotherapy for molluscum contagiosum
in chil-dren. Pediatr Dermatol. 2010;27:388---94.

31. Michel JL, le Pillouer-Prost A, Misery L. Lasers and viral tumorsin children. Med Laser
Appl. 2006;21:149---58.
32. Shahriari M, Makkar H, Finch J. Laser therapy in dermatology:Kids are not just little people.
Clin Dermatol. 2015;33:681---6.

33. Myhre PE, Levy ML, Eichenfield LF, Kolb VB, Fielder SL, MengTC. Pharmacokinetics and
safety of imiquimod 5% cream in thetreatment of molluscum contagiosum in children. Pediatr
Dermatol. 2008;25:88---95.

34. Arican O. Topical treatment of molluscum contagiosumwith imiquimod 5% cream in Turkish


children. Pediatr Int.2006;48:403---5.

35. Bayerl C, Feller G, Goerdt S. Experience in treating mollus-cum contagiosum in children


with imiquimod 5% cream. Br JDermatol. 2003;149:25---8.

36. Dohil M, Prendiville JS. Treatment of molluscum contagiosumwith oral cimetidine: clinical
experience in 13 patients. Pharma-col Ther. 1996;13:310---2.

37. Antony F, Cliff S, Ahmad A, Holden C. Double-blind placebo-controlled study of oral


cimetidine treatment for molluscumcontagiosum. Br J Dermatol. 2001;145:122---9.

38. Mu˜noz Garza FZ, Roé Crespo E, Torres Pradilla M, AguileraPieró P, Baltá Cruz S,
Hernandez Ruiz ME, et al. Intralesionalcandida antigen immunotherapy for the treatment of
recalci-trant and multiple warts in children. Pediatr Dermatol. 2015;32:797---801.

39. Maronn M, Salm C, Lyon V, Galbraith S. One-year experiencewith candida antigen


immunotherapy for warts and molluscum.Pediatr Dermatol. 2008;25:189---92.

40. Enns LL, Evans MS. Intralesional immunotherapy with candidaantigen for the treatment of
molluscum contagiosum in chil-dren. Pediatr Dermatol. 2011;28:254---8.

41. Niizeki K, Hashimoto K. Treatment of molluscum contagiosumwith silver nitrate paste.


Pediatr Dermatol. 1999;16:395---7.

42. Forbat E, Al-Niaimi F, Ali FR. Molluscum contagiosum:review and update on management.
Pediatr Dermatol.2017;34:504---15.

43. De Clercq E. Cidofovir in the treatment of poxvirus infections.Trends Pharmacol Sci.


2002;23:456---8.
44. Watanabe T, Kunihiko T. Cidofovir diphosphate inhibits mollus-cum contagiosum DNA
polymerase activity. J Am Acad Dermatol.2007;56.

45. Gao YL, Gao XH, Qi RQ, Xu J-L, Huo W, Tang J, et al. Clin-ical evaluation of local
hyperthermia at 44◦C for molluscumcontagiosum: pilot study with 21 patients. Br J
Dermatol.2017;176:809---12.

46. Lindau MS, Munar MY. Use of duct tape occlusion in the treat-ment of recurrent molluscum
contagiosum. Pediatr Dermatol.2004;21:609.

47. Brieva A, Guerrero A, Pivel JP. Inmunoferon, a glycoconju-gate of natural origin, inhibits
LPS-induced TNF- a productionand inflammatory responses. Int Immunopharmac 1. 2001:1979-
--87.

48. Safa GDL. Successful treatment of molluscum contagiosum witha zinc oxide cream
containing colloidal oatmeal extracts. IndianJ Dermatol. 2010;55:295---6.

49. Burke BE, Baillie JE, Olson RD. Essential oil of Australian lemonmyrtle (Backhousia
citriodora) in the treatment of mollus-cum contagiosum in children. Biomed Pharmacother.
2004;58:245---7.

50. Olsen JR, Gallacher J, Finlay AY, Piguet V, Francis NA.Time to resolution and effect on
quality of life ofmolluscum contagiosum in children in the UK: A prospec-tive community
cohort study. Lancet Infect Dis. 2015;15:190---5.

51. Ebell MH, Siwek J, Weiss BD, Woolf SH, Susman J, Ewig-man B, et al. Strength of
recommendation taxonomy (sort): Apatient-centered approach to grading evidence in the
medicalliterature. Am Fam Physician. 2004;69:548---56.

Anda mungkin juga menyukai