341 109 874 1 10 20190502
341 109 874 1 10 20190502
Penulis
Iin Aprika
Iin_aprika@gmail.com
Nurhayati Olii
nurhayati.olii03@gmail.com
ABSTRAK
Kata Kunci : Capital Asset Pricing Model (CAPM), Arbitrage Pricing Theory
(APT)
ABSTRACT
This study aims to describe the application of the Capital Asset Pricing Model
(CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) models in making stock investment
decisions. This study uses descriptive-quantitative research methods. The data
ACCOUNTIA: Accounting, Trusted, Inspiring, Authentic Journal
collection technique used is documentation, the data source used is primary data
obtained from the Indonesia Stock Exchange (IDX). The object of the study was eight
companies in the pharmaceutical sub-sector listed on the Indonesia Stock Exchange.
Based on the results of the research that has been done, it shows that of the eight
sample companies studied using the Capital Asset Pricing Midel (CAPM) model
predicting as many as five companies experiencing Overvalued, three companies
experience Undervalued, while the Arbitrage Pricing Theory (APT) model predicts
an overall of eight companies get a level of stock returns (Ri) smaller than one. For
the accuracy of the two models, there is no difference in the accuracy of the Arbitrage
Pricing Theory (APT) model and the Capital Asset Pricing Model (CAPM) model.
Keywords: Capital Asset Pricing Model (CAPM), Arbitrage Pricing Theory (APT)
HASIL PENELITIAN DAN Pasific Tbk. Yang artinya tingkat return yang
PEMBAHASAN diharapkan oleh investor lebih rendah dari
a. Hasil Penelitian return minimumnya, atau menggambarkan
Setelah melakukan penelitian pada suatu sekuritas yang harga pasarnya (market
Perusahaan Sub sektor farmasi, maka price) terlalu tinggi dibandingkan dengan
diperoleh Data Indeks Harga Saham harga wajarnya (offer stock) Fahmi (2015 :
Gabungan (IHSG), Data Suku Bunga Bank 343). Hal tersebut disebabkan oleh
Indonesia (SBI), Data Inflasi, Data menurunnya tingkat suku bunga bank
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), Indonesia dan Indeks Harga Saham
Data Suku Bunga, Data Kurs Valuta Asing Gabungan (IHSG) pada perusahan.
dan Data Jumlah Uang Beredar dalam Sementara pada perusahaan,
periode 2013, 2014, 2015, 2016, 2017 dan Indofarma Tbk., Kimia Farma Tbk. Dan
2018 sebagai dasar tolak ukur untuk menilai Merck Indonesia Tbk. Lebih banyak
kondisi saham perusahaan. Tolak ukur yang dikategorikan Undervalued yang artinya
digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham tersebut lebih rendah dari pada
Analisis Capital Asset Pricing Model harga sekuritas pasar atau harga wajarnya.
(CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan
(APT) untuk menentukan keputusan pada tingkat suku Bunga Bank Indonesia,
Investasi saham pada suatu perusahaan. yang disebabkan karena terjadinya inflasi dan
juga adanya perbaikan ekonomi global di
1. Hasil Keputusan Investasi pada tengah berlanjutnya proses konsolidasi
Capital Asset Pricing Model ekonomi domestik mengarah ke kondisi yang
(CAPM) pada sub sektor farmasi lebih seimbang. Hal tersebut juga terjadi
periode 2013-2018 akibat peningkatan pada Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG), yang disebabkan oleh
Hasil penelitian Capital Asset Pricing
adanya peningkatan volume perdagangan
Model pada Sub sektor Farmasi menunjukan
dan nilai total transaksi naik sehingga
bahwa terdapat lima perusahaan yang
berdampak pada kenaikan harga saham
tergolong Overvalued, yaitu pada perusahaan
(bisnis.tempo.co.id). Kenaikan Indeks
Darya-Varia Laboratoria Tbk., Kalbe Farma
Harga Saham Gabungan (IHSG) juga
Tbk., Pyridam Farma Tbk., Industri jamu &
didukung karena adanya fundamental
Farmasi Sido Muncul Tbk. dan Tempo Scan
Volume 3, No.1, April 2019, Hal 10
ACCOUNTIA: Accounting, Trusted, Inspiring, Authentic Journal
ekonomi Indonesia yang baik. Selain itu, menandakan bahwa risiko sistematis saham
kinerja emiten secara menyeluruh juga lebih besar dibandingkan dengan risiko
tercatat begitu positif (finance.detik.com). sistematis pasar, sedangkan return minimum
Penyebab lainnya adalah kondisi pada saham KAEF, KLBF, PYFA, SIDO,
perekonomian Indonesia cenderung stabil dan TSPC lebih kecil dari return harapannya.
dan stagnan, sehingga penguatan IHSG Sementara pada saham INAF, KAEF dan
sebenarnya banyak pula didukung oleh MERK menunjukkan beta saham perusahaan
profitabilitas korporasi yang terus meningkat tersebut berada dibawah satu. Hal ini
(ekonomi.kompas.com). menandakan bahwa risiko sistematis saham
Berdasarkan hasil Capital Asset lebih kecil dibandingkan dengan risiko
Pricing Model (CAPM) dikatakan bahwa sistematis dipasar, serta return minimum
saham DVLA, KLBF, PYFA, SIDO, dan pada saham INAF, KAEF, dan MERK lebih
TSPC tidak layak dibeli menurut standar besar dari return yang diharapkan oleh
pengukurannya dikarenakan mengalami investor.
Overvalued. Menurut Herawanny dan Saifi Berdasarkan penjelasan diatas, oleh
(2017), perusahaan yang berada dalam para investor untuk menentukan apakah suatu
kondisi overvalued merupakan perusahaan sekuritas tersebut Undervalued atau
yang memiliki nilai intrinsiknya lebih rendah Overvalued sebagai dasar untuk melakukan
dari harga pasar sekarang. Sementara saham jual beli saham guna memperoleh Capital
KAEF, INAF dan MERK merupakan saham Gain. Seperti memilih saham KAEF, INAF
yang layak dibeli menurut standar dan MERK. yang Undervalued. Dan untuk
pengukuran CAPM karena di kategorikan mendapatkan Capital gain, sebaiknya
saham yang Undervalued. menurut Samsul memilih saham DVLA, KLBF, PYFA,
(2015:348) semakin tinggi risiko investasi SIDO, dan TSPC yang Overvalued. Akan
yang dihadapi semakin besar return tetapi jika untuk menghindari adanya
minimum yang diharapkan. Semakin besar kerugian sebaiknya menolak berinvestasi
beta saham berarti semakin besar return atau tidak membeli saham DVLA, KLBF,
minimum. Akan tetapi pada kasus saham PYFA, SIDO, dan TSPC.
DVLA, KLBF, PYFA, SIDO, dan TSPC 2. Pembahasan Capital Asset Pricing
menununjukkan beta saham pada perusahaan Model (CAPM) dan Arbitrage
tersebut berada di atas satu. Hal ini Pricing Theory (APT)
Model CAPM dan APT memiliki besar dari satu disetiap tahunnya. Ini
kemampuan yang sama untuk meramalkan menandakan bahwa APT tidak memberikan
keputusan investasinya pada perusahaan sub dampak tingkat pengembalian saham pada
sektor farmasi. Metode analisis Capital Asset perusahaan-perusahaan sub sektor farmasi
Pricing Model (CAPM) diharapkan dapat yang go publik di bursa efek Indonesia.
memberikan prediksi yang tepat antara Hasil dari penelitian ini berbeda
hubungan risiko sebuah aset dan tingkat dengan hasil penelitian Lemiyana (2015) dan
harapan pengembalian. Hasil dari estimasi Kristin Laia dan Ivonne Saerang (2015) yang
CAPM bahwa dari delapan perusahaan menyatakan bahwa terdapat perbedaan
sampel penelitian, tiga saham yang tergolong keakuratan antara CAPM dan APT.
saham undervalued karena tingkat return Lemiyana (2015) menyatakan bahwa CAPM
individu (Ri) lebih besar dari pada yang lebih akurat dibanding APT, sedangkan
diharapkan (E(Ri), sedangkan lima saham Kristin Laia dan Ivonne Saerang (2015)
tergolong saham yang overvalued, menyatakan bahwa APT lebih akurat
dikarenakan tingkat return individu (Ri) dibanding CAPM.
lebih kecil dari return yang diharapkan Penyebab dari perbedaan ini dapat di
E(Ri). Pada saat posisi sekuritas lihat dari dua sisi, yaitu dari model CAPM
undervalued, rekomendasi untuk keputusan dan APT. Dari sisi CAPM adalah beta atau
yang diambil oleh investor adalah risiko sistematis yang dihasilkan CAPM
membeli/menahan saham tersebut, akan bervariasi sesuai dengan jumlah
sedangkan keputusan terhadap sekuritas periode yang digunakan dan nilai dari
overvalued adalah menjual sekuritas tersebut masing-masing periode. Lemiyana
sebelum harga saham mengalami penurunan. menggunakan periode estimasi beta selama 6
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tahun (2007-2012), Kristin Laia dan Ivonne
penerapan metode CAPM ini layak untuk Saerang (2015) menggunakan periode
digunakan sebagai metode estimasi dalam estimasi beta selama 2 tahun (2013-2014).
estimasi investasi untuk memperoleh hasil Tandelilin (2010) menyatakan bahwa data
yang efektif dan efisien, Nasuha (2013). yang diperoleh dari sumber yang berbeda
Pada tingkat pengembalian saham sering menghasilkan beta yang berbeda-
(Ri) disetiap perusahaan terdapat hasil beda. Perbedaan beta inilah yang
return saham lebih kecil dari satu dan lebih menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat
akurasi dalam peramalan return saham pada memprediksi return saham jika
tiap-tiap penelitian. Jika dilihat dari sisi dibandingkan dengan model Capital Asset
APT, faktor-faktor makro yang digunakan Pricing Model (CAPM). Pada model Capital
pada penelitian ini berbeda dengan faktor- Asset Pricing Model (CAPM) saham-saham
faktor yang digunakan oleh Lemiyana (2015) yang dapat dikategorikan efisien yaitu
dan Kristin Laia dan Ivonne Saerang (2015). DVLA, INAF dan MERK, sedangkan jika
Perbedaan ini disebabkan karena menggunakan Arbitrage Pricing Theory
faktor yang dimasukkan pada model APT (APT) saham-saham yang dikategorikan
sangatlah luas dan dalam kenyataannya efisien yaitu keseluruhan saham sub sektor
belum ada kesepakatan mengenai faktor- farmasi yang terdafar di Bursa Efek
faktor risiko yang relevan dan jumlah faktor Indonesia.
yang dimasukkan (Tandelilin, 2010). Hal ini Hasil penelitian ini juga dibuktikan
menyebabkan peneliti satu dengan lainnya oleh Denny Cahyo Prasetyo pada tahun
bebas memasukkan faktor pembentuk model 2015. Penelitian ini bertujuan untuk
APT, selama faktor-faktor tersebut menganalisis perbandingan tingkat akurasi
memenuhi kriteria seperti bersifat surprise CAPM dan APT dalam
dan termasuk kedalam jenis faktor meramalkan return saham perusahaan. Hasil
makroekonomi. Penyebab perbedaan analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat
keakuratan lainnya pada model APT adalah perbedaan keakuratan yang signifikan di
sama halnya dengan beta pada CAPM, yaitu antara model CAPM dan APT dalam
risiko sistematis akan bervariasi sesuai memprediksikan return saham perusahaan
dengan jumlah periode yang digunakan dan yang terdaftar di JII.
nilai dari masing-masing periode. hasil 6. KESIMPULAN
penelitian ini menunjukkan bahwa semakin Berdasarkan hasil penelitian yang
lama periode observasinya maka hasil telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa
peramalan dari masing-masing model pun pada analisis Capital Asset Pricing Model
menjadi semakin akurat. (CAPM) terdapat lima perusahaan yang
Dari beberapa pendapat diatas maka mengalami Overvalued atau saham tidak
memberikan gambaran bahwa tidak terdapat layak dibeli, yakni pada perusahaan, DVLA
adanya perbedaan keakuratan pada model ,KLBF, PYFA, SIDO, dan TSPC. Sementara
Arbitrage Pricing Theory (APT) dalam pada saham KAEF, INAF dan MERK