1978 5844
Serba Serbi
PPh Pasal 21
16
Teknis Pembetulan dan Kompensasi
Lebih Bayar Atas Kenaikan PTKP Pada
66 Perhitungan PPh Pasal 21 Atas
Penghasilan Pegawai Tetap Yang
Mengundurkan Diri Dalam Tahun Berjalan
e-SPT Masa PPh Pasal 21/26
39 85
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Pengajuan Permohonan Aktivasi EFIN Bagi
Ekspatriat Wajib Pajak Badan
43 88
Permintaan Keterangan Dan Atau Bukti Dalam
Tempat Terutang PPh Pasal 21
Rangka Pemeriksaan Pajak
47 92
Karena Kecepatan, Kemudahan dan Sharing Forum :
Akurasi adalah Prioritas.. Pemotongan PPh 21 ke karyawan
55 100
Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk Sharing Forum :
Elektronik (e-Faktur) yang Rusak Atau Akumulasi Penghasilan Kena Pajak
Hilang
103
Peraturan – Peraturan Baru
Nasikhudin
Pengamat Perpajakan
B
ulan Ramadhan memang bulan yang Dan salah satu kebahagiaan yang dibawa
istimewa bagi umat Islam di Indonesia, oleh Ramadhan adalah dibagikannya Tunjangan
tidak hanya karena di bulan tersebut Hari Raya atau yang kondang dengan istilah
umat muslim di seluruh dunia THR bagi para karyawan di Indonesia. Menurut
menjalankan ibadah puasa, yakni menahan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor
lapar dan dahaga sejak imsak hingga matahari 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya
terbenam di barat, tetapi juga bulan Ramadhan Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan,
telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau disebut
Banyak sekali hal yang bisa dibahas mengenai THR Keagamaan adalah pendapatan non upah
puasa Ramadhan di Indonesia, bahkan antara yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada
daerah yang satu dengan yang lain menjalankan Pekerja/Buruh atau Keluarganya menjelang Hari
puasa dengan adat yang berbeda-beda, misalnya Raya Keagamaan. Dengan kata lain, THR tidak
perihal membangunkan orang-orang untuk hanya dibayarkan saat umat muslim merayakan
melaksanakan makan sahur, tradisi padusan hari raya Idul Fitri, tetapi THR juga dibayarkan
(mandi sebelum menjelang Ramadhan), tradisi kepada umat lain yang merayakan hari besar
pukul bedug, dll. Ramadhan selalu membawa keagamaan, misalnya hari raya Natal bagi umat
cerita dan kebahagiaan tersendiri. Kristiani, Nyepi bagi umat Hindu, Waisak bagi
umat Budha dan Imlek bagi umat Konghucu.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 5
1. Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan
THR harus dibayarkan oleh
perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu)
pengusaha, yaitu: bulan dihitung dengan cara:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai
badan hukum yang menjalankan suatu masa kerja 12 (dua belas) bulan atau
perusahaan milik sendiri; lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung
b. orang perseorangan, persekutuan, atau berdasarkan rata-rata upah yang
badan hukum yang secara berdiri sendiri diterima dalam 12 (dua belas) bulan
menjalankan perusahaan bukan miliknya; terakhir sebelum hari raya keagamaan;
atau b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa
c. orang perseorangan, persekutuan, atau kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan,
badan hukum yang berada di Indonesia upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud rata-rata upah yang diterima tiap bulan
pada huruf a dan b yang berkedudukan di selama masa kerja.
luar wilayah Indonesia. 2. Apabila besaran THR telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan perjanjian
Menurut Peraturan Menteri tersebut
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan
kerja bersama, atau kebiasaan yang telah
kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai
dilaksanakan, maka besaran THR yang
masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus
dipergunakan adalah mana yang lebih tinggi
atau lebih. THR dibayarkan kepada Pekerja/
antara besaran THR yang telah ditetapkan
Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan
tersebut atau besaran THR menurut
Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor
tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu
6 tahun 2016.
tertentu.
3. THR dibayarkan 1 (satu) kali dalam 1
Besarnya THR diatur sebagai berikut: (satu) tahun sesuai dengan hari raya
a. bagi Pekerja/Buruh yang telah mempunyai keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh
masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus kecuali ditentukan lain sesuai dengan
menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 kesepakatan Pengusaha dan Pekerja/Buruh
(satu) bulan upah; yang dituangkan dalam perjanjian kerja,
b. bagi Pekerja/Buruh yang mempunyai masa peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus 4. THR dibayarkan paling lambat 7 (tujuh) hari
tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, sebelum hari raya keagamaan
diberikan secara proporsional sesuai masa 5. THR dibayarkan dalam bentuk uang dengan
kerja dengan penghitungan: menggunakan mata uang Negara Republik
Indonesia
(masa kerja)
x 1 (Satu) Bulan Upah 6. Pengusaha yang terlambat membayarkan
12
THR dikenai denda sebesar 5% (lima
persen) dari total THR yang harus dibayar
Yang dimaksud dengan upah 1 (satu) bulan
sejak berakhirnya batas waktu kewajiban
tersebut terdiri dari:
Pengusaha untuk membayar
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah
bersih (clean wages) atau 7. Denda tersebut dikelola dan dipergunakan
untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh yang
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
diatur dalam peraturan perusahaan atau
Beberapa ketentuan lain terkait pembayaran perjanjian kerja bersama
THR yang perlu diketahui diantaranya: 8. Pengusaha yang tidak membayarkan THR
EDISI 04, JUNI 2016
6 ISSN : 1978-5844
dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor
perundang-undangan. PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Ada Hak Negara dalam THR PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang
Pasal 21 UU PPh mengatur bahwa pemberi Pribadi mengkategorikan penerima penghasilan
kerja wajib melakukan pemotongan pajak atas menjadi dua, yaitu pegawai dan bukan pegawai.
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, Pegawai sendiri dibagi lagi menjadi dua jenis,
jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.
bentuk apa pun yang diterima oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri. Yang dimaksud Pegawai
Tetap
pemberi kerja dalam pasal tersebut adalah
Pegawai
pemberi kerja yang membayarkan gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain Pegawai
Penerima Tidak Tetap
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan Penghasilan
oleh pegawai atau bukan pegawai. Oleh karena
UU PPh mengenal penghasilan “dengan nama Bukan
dan dalam bentuk apapun”, maka terdapat hak Pegawai
Negara berupa PPh Pasal 21 pada setiap kegiatan
pembayaran THR sebagaimana telah kita bahas Definisi dari masing-masing istilah di atas
di atas. disajikan dalam tabel berikut :
Orang pribadi selain Orang pribadi yang Pegawai yang Pegawai yang hanya
pegawai tetap dan bekerja pada pemberi menerima atau menerima penghasilan
pegawai tidak tetap/ kerja, berdasarkan memperoleh apabila pegawai yang
tenaga kerja lepas perjanjian atau penghasilan dalam bersangkutan bekerja
yang memperoleh kesepakatan kerja jumlah tertentu secara berdasarkan jumlah
penghasilan dengan baik secara tertulis teratur, termasuk hari bekerja, jumlah
nama dan dalam maupun tidak tertulis, anggota dewan unit hasil pekerjaan
bentuk apapun dari untuk melaksanakan komisaris dan anggota yang dihasilkan, atau
pemotongan PPh Pasal suatu pekerjaan dalam dewan pengawas, penyelesaian suatu
21 dan/atau PPh Pasal jabatan atau kegiatan serta pegawai yang jenis pekerjaan yang
26 sebagai imbalan tertentu dengan bekerja berdasarkan diminta oleh pemberi
jasa yang dilakukan memperoleh imbalan kontrak untuk suatu kerja.
berdasarkan perintah yang dibayarkan jangka waktu tertentu
atau permintaan dari berdasarkan periode yang menerima
pemberi penghasilan tertentu, penyelesaian atau memperoleh
pekerjaan, atau penghasilan dalam
ketentuan lain yang jumlah tertentu secara
ditetapkan pemberi teratur
kerja, termasuk orang
pribadi yang melakukan
pekerjaan dalam
jabatan negeri
Apabila kita cermati, perbedaan pegawai secara teratur (tidak berdasarkan permintaan),
tetap dan pengawai tidak tetap terletak pada maka pegawai tersebut diklasifikasikan sebagai
penghasilan yang diterimanya. Apabila pegawai pegawai tetap. Definisi pegawai tetap yang
menerima penghasilan secara teratur dan bekerja berlaku berdasarkan PER-32/PJ/2015 biasanya
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 7
berbeda dengan definisi pegawai tetap yang sebagai pegawai tetap.
berlaku umum. Berdasarkan PER-32/PJ/2015
pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak Berikutnya, penghasilan yang diterima
kerja diklasifikasikan sebagai pegawai tetap, masing-masing pegawai juga berbeda. Tabel
sedangkan dalam definisi yang berlaku umum, berikut menyajikan penghasilan yang diterima
pegawai kontrak biasanya tidak diklasifikasikan oleh masing-masing penerima penghasilan di atas:
Penghasilan Teratur Upah harian, adalah upah atau Penghasilan dengan nama dan
imbalan yang diterima atau dalam bentuk apapun yang
Gaji atau upah, segala macam
diperoleh pegawai yang terutang terutang atau diberikan kepada
tunjangan, dan imbalan dengan
atau dibayarkan secara harian bukan pegawai sehubungan
nama apapun yang diberikan
dengan pekerjaan, jasa, atau
secara periodic berdasarkan Upah mingguan adalah upah
kegiatan yang dilakukan, antara
ketentuan yang ditetapkan oleh atau imbalan yang diterima
lain berupa honorarium, komisi,
pemberi kerja, termasuk uang atau diperoleh pegawai yang
lembur terutang atau dibayarkan
fee, dan penghasilan sejenis
lainnya
secara mingguan Upah satuan
adalah upah atau imbalan yang
Penghasilan Tidak Teratur diterima atau diperoleh pegawai Imbalan yang bersifat
yang terutang atau dibayarkan berkesinambungan adalah
Penghasilan selain penghasilan berdasarkan jumlah unit hasil imbalan kepada bukan pegawai
yang bersifat teratur, yang pekerjaan yang dihasilkan yang dibayar atau terutang lebih
diterima sekali dalam setahun
Upah borongan adalah upah dari satu kali dalam satu tahun
atau periode lainnya, antara
atau imbalan yang diterima atau kalender sehubungan dengan
lain bonus, Tunjangan Hari Raya
diperoleh pegawai yang terutang pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
(THR), jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, atau imbalan sejenis atau dibayarkan berdasarkan
lainnya dengan nama apapun jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan
Apabila kita cermati ketentuan-ketentuan Apa pegawai tidak tetap/bukan pegawai tidak
yang diatur dalam Peraturan Menteri bisa memperoleh THR? Tentu saja bisa, namun
Ketenagakerjaan (Permen Ketenagakerjaan) tata cara pemotongan PPh Pasal 21-nya berbeda
nomor 6 tahun 2016 dengan Peraturan Dirjen dengan tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas
Pajak nomor PER-32/PJ/2015 tersebut, maka: THR bagi pegawai tetap. THR yang dibayarkan
a. Permen Ketenagakerjaan tidak mengenal kepada pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas
istilah pegawai tetap atau tidak tetap, tetapi atau kepada bukan pegawai diklasifikasikan
hanya melihat pekerja/buruh dari lamanya sebagai penghasilan biasa.
bekerja: bahwa THR dibayarkan kepada
seluruh pekerja/buruh dengan syarat telah Tata Cara Penghitungan PPh Pasal
bekerja lebih dari 1 (satu) bulan 21 atas THR
b. PER-32/PJ/2015 mengatur bahwa THR Pada dasarnya THR dianggap sebagai
merupakan penghasilan yang diterima penghasilan yang bersifat tidak teratur, oleh
oleh pegawai tetap dan termasuk sebagai karena itu berdasarkan ketentuan PER-32/
penghasilan yang sifatnya tidak teratur PJ/2015 tata cara penghitungan PPh Pasal 21
karena hanya diterima 1 (satu) kali saja atas THR adalah sebagai berikut:
dalam 1 ( satu) tahun kalender.
EDISI 04, JUNI 2016
8 ISSN : 1978-5844
1. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Oleh karena itu menurut hemat penulis,
teratur yang disetahunkan ditambah dengan dalam rangka pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan tidak teratur berupa THR; THR pemberi kerja dapat mengikuti langkah-
2. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan langkah sebagai berikut:
teratur yang disetahunkan tanpa THR 1. buatlah daftar seluruh karyawan/pegawai,
3. selisih antara PPh Pasal 21 menurut beri keterangan status kepegawaian, lamanya
penghitungan pada angka 1 dan 2 adalah bekerja dan agama/keyakinan pegawai
PPh Pasal 21 atas THR untuk menentukan kapan dibayarnya THR.
Contoh:
No Nama Pegawai Nomor Induk jenis kelamin Agama Lama Bekerja Status Kepeg.
2. Setelah dibuat daftar seperti angka 1, (PT), pegawai tidak tetap (PTT), atau bukan
tambahkan keterangan status pegawai pegawai (BP).
sesuai PER-32/PJ/2015, yaitu pegawai tetap
Nama Nomor jenis Lama Status
No Pegawai Induk Agama Status Kepeg.
kelamin Bekerja PER-32
1 Andi 332801 Laki-laki Islam 2 Th 3 Bln Peg Ttp PT
2 Siti 332802 Perempuan Katolik 3 Th 2 Bln Peg Kontrak PT
3 Budi 332803 Laki-laki Islam 0 Th 3 Bln Tng Ahli BP
4 Rani 332804 Perempuan Islam 2 Th 1 Bln Peg Kontrak PTT
5 Yuli 332805 Perempuan Islam 1 Th 6 Bln Peg Ttp PT
3. Setelah membuat daftar seperti angka 2, Dalam contoh ini adalah THR atas Hari
pemberi kerja dapat menentukan pegawai Raya Idul Fitri, sehingga pegawai yang akan
mana saja yang akan mendapatkan THR. mendapatkan THR adalah:
Nama Nomor jenis Lama Status
No Pegawai Induk Agama Status Kepeg.
kelamin Bekerja PER-32
1 Andi 332801 Laki-laki Islam 2 Th 3 Bln Peg Ttp PT
2 Budi 332803 Laki-laki Islam 0 Th 3 Bln Tng Ahli BP
3 Rani 332804 Perempuan Islam 2 Th 1 Bln Peg Kontrak PTT
4 Yuli 332805 Perempuan Islam 1 Th 6 Bln Peg Ttp PT
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 yaitu Andi, Budi, Rani dan Yuli. Identitas, jabatan
dan besaran gaji dan tunjangan yang dibayarkan
atas THR kepada 4 orang tersebut disajikan dalam tabel
Pada bulan Juni 2015 PT ABC akan berikut:
membayarkan THR kepada 4 orang pegawainya,
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 9
Seluruh pegawai di atas telah memiliki NPWP. PPh Pasal 21 atas THR yang dibayarkan
kepada Pegawai Tetap
Sesuai dengan peraturan di bidang
ketenagakerjaan, PT ABC membayarkan THR Andi dan Yuli merupakan pegawai tetap
sebesar 1x gaji dan tunjangan setiap bulan. Maka di PT ABC. Maka pada bulan Juni penghasilan
penghitungan PPh Pasal 21 nya adalah sebagai yang diterima oleh Andi dan Yuli adalah sebagai
berikut: berikut:
PPh Pasal 21 atas THR yang Dibayarkan dibayar sebesar Rp50.000/unit pekerjaan yang
kepada Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja diselesaikan dan dibayarkan secara bulanan. Jika
Lepas pada bulan Juni Rani berhasil menyelesaikan 60
Diketahui Rani merupakan tenaga kerja unit pekerjaan, maka besarnya upah dan THR
lepas yang dipekerjakan oleh PT ABC. Rani yang diterima Rani pada bulan Juni adalah:
Nama Status
No PTKP Upah/Unit Jumlah Unit Upah THR Jumlah
Pegawai PER-32
1 Rani TK/0 PTT 50.000 60 3.000.000 3.000.000 6.000.000
Maka besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan Sehingga PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas
Rani yang dibayarkan pada bulan Juni adalah: penghasilan bulan Juni sebesar Rp36.000.000,-
dikenai PPh Pasal 21 sebesar Rp150.000,-
Upah bulan Juni = 6.000.000,-
PPh Pasal 21 atas THR yang dibayarkan
Penghasilan Neto setahun = 72.000.000,-
kepada Bukan Pegawai
PTKP = 36.000.000,-
Budi merupakan tenaga ahli yang
Penghasilan Kena Pajak = 36.000.000,-
dipekerjakan oleh PT ABC. Pada bulan Juni
PPh Pasal 21 setahun = 1.800.000,- penghasilan Budi adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 sebulan = 150.000,-
Budi diketahui telah bekerja selama 3 bulan Sehingga besarnya PPh Pasal 21 yang
(dari bulan Maret 2015. Sehingga besarnya dipotong dari penghasilan Budi pada bulan Juni
penghasilan dan PPh Pasal 21 Budi dari bulan sebesar Rp62.500 + Rp3.750.000 = Rp3.812.000,-
Maret dihitung sebagai berikut:
50% x Ph PTKP PKP Tarif PPh Pasal 21
Bulan Ph. Bruto PKP
Bruto Sebulan Kumulatif PPh Terutang
Maret 40.000.000 20.000.000 3.750.000 16.250.000 16.250.000 5% 812.500
April 40.000.000 20.000.000 3.750.000 16.250.000 32.500.000 5% 812.500
Mei 40.000.000 20.000.000 3.750.000 16.250.000 48.750.000 5% 812.500
Juni 60.000.000 30.000.000 3.750.000 1.250.000 50.000.000 5% 62.500
25.000.000 75.000.000 15% 3.750.000
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 11
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat kita simpulkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pada dasarnya ketentuan pada Permen Ketenagakerjaan tetap dapat
diakomodasi oleh Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-32/PJ/2015
b. Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-32/PJ/2015 mengenal konsep THR hanya
dibayarkan kepada pegawai tetap saja, sedangkan penerima penghasilan lain
hanya dikenal istilah “penghasilan” saja. Oleh karena itu dalam hal bukan pegawai
atau pegawai tidak tetap menerima dividen, penghitungannya tetap mengikuti
tata cara sesuai Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-32/PJ/2015
Semoga bermanfaat.
Nasikhudin
Pengamat Perpajakan
13 Juni 2016
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=87
Selamat
Datang PTKP Baru
B
ulan Ramadhan bulan yang penuh pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan (UU
berkah tak terkecuali untuk para PPh).
wajib pajak, selain tax amnesty,
kenaikan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) aturannya baru saja Pembahasan
dikeluarkan. Praktis PPh 21 untuk pegawai PTKP merupakan pengurangan penghasilan
maupun penerima penghasilan lainnya yang neto yang diperkenankan oleh undang-undang
berhak mendapatkan pengurang PTKP menjadi Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah
lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan untuk terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) tahun 2008 tentang pajak penghasilan. PTKP
jumlah penghasilan neto harus dikurangi hanya diberikan kepada Wajib Pajak orang
terlebih dahulu dengan PTKP. Kemudian untuk pribadi / perseorangan sesuai dengan ketentuan
mendapatkan pajak penghasilan terutang, pasal 6 ayat 3 UU PPh.
penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 13
Tabel 1. Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak
Untuk diri Tambahan Tambahan Tambahan
Dasar Hukum Wajib Pajak untuk WP untuk seorang untuk keluarga Mulai Berlaku
(WP) kawin isteri* sedarah dan
semenda**
UU No.8 Tahun 1983 Rp 960.000 Rp 480.000 Rp 960.000 Rp 480.000 1 Januari 1984
928/KMK.04/1993 Rp 1.728.000 Rp 864.000 Rp 1.728.000 Rp 864.000 1 Januari 1994
UU No.10 Tahun 1994 Rp 1.728.000 Rp 864.000 Rp 1.728.000 Rp 864.000 1 Januari 1995
361/KMK.04/1998 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 1 Januari 1999
UU No.17 Tahun 2000 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 1 Januari 2001
564/KMK.03/2004 Rp 12.000.000 Rp 1.200.000 Rp 12.000.000 Rp 1.200.000 1 Januari 2005
137/PMK.03/2005 Rp 13.200.000 Rp 1.200.000 Rp 13.200.000 Rp 1.200.000 1 Januari 2006
UU No.36 Tahun 2008 Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 1 Januari 2009
162/PMK.011/2012 Rp 24.300.000 Rp 2.025.000 Rp 24.300.000 Rp 2.025.000 1 Januari 2013
122/PMK.010/2015 Rp 36.000.000 Rp 3.000.000 Rp 36.000.000 Rp 3.000.000 Tahun 2015
101/PMK.010/2016 Rp 54.000.000 Rp 4.500.000 Rp 54.000.000 Rp 4.500.000 Tahun 2016
Sumber : Diolah Penulis berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pelaksanaan
status kawin dengan 1 (satu) anak. 2. Nampak secara nyata tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
Yang dimaksud hubungan keluarga sedarah
3. Tidak pula turut dibantu oleh lain-lain
dan semenda adalah :
anggota keluarga atau oleh orang tuanya
1. Sedarah sendiri.
o lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar
kandung menyumbang, membantu, bertanggung jawab
o ke samping satu derajat : Saudara dan sebagainya, tidak termasuk dalam menjadi
kandung tanggungan sepenuhnya.
2. Semenda
o lurus satu derajat : Mertua, anak tiri PTKP Atas Warisan
o ke samping satu derajat : Saudara Ipar Penghasilan dari Warisan yang belum terbagi
pada prinsipnya merupakan hak dan dapat
Dengan demikian maka termasuk tidak dibagikan kepada para ahli Waris yang berhak,
mendapat tambahan pengurangan PTKP adalah : dan penghasilan tersebut harus digunggungkan
dengan penghasilan lainnya yang diterima atau
1. Saudara kandung, karena termasuk dalam diperoleh masing-masing ahli Waris.
pengertian keluarga sedarah kesamping satu
derajat; Oleh karena itu, dalam menghitung PKP
2. Saudara ipar, karena termasuk dalam masing-masing ahli Waris telah memperoleh
pengertian keluarga semenda kesamping pengurangan berupa PTKP, maka dalam
satu derajat; menghitung PKP atas penghasilan yang berasal
3. Saudara dari bapak/ibu, karena tidak dari Warisan yang belum terbagi tidak diberikan
termasuk dalam pengertian keluarga pengurangan berupa PTKP.
sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus. Dampak kenaikan PTKP tentunya dirasakan
oleh Pegawai dan Penerima Penghasilan yang
Yang dimaksud dengan anak berhak atas PTKP, sehingga pajak yang terutang
akan menjadi lebih kecil. Kenaikan PTKP
angkat diharapkan dapat meningkatkan daya beli
Anak angkat yang dimaksud adalah seseorang masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan
yang memenuhi kriteria sebagai berikut : ekonomi. Selamat datang PTKP baru!!
Tautan :
Rajiv Aji adalah karyawan pada PT. Selalu
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=134
Senyum dengan status TK, maka besarnya PTKP
Rajiv Aji adalah Rp. 54.000.000,-. Jika Rajiv Aji
mempunyai tanggungan anak angkatnya maka
besarnya PTKP Rajiv Aji adalah:
Untuk diri sendiri (WP) Rp. 54.000.000,-
Tanggungan 1 orang Rp. 4.500.000,-
Jumlah PTKP Rp. 58.500.000,-
I
su kenaikan PTKP untuk tahun pajak telah menyetujui usulan pemerintah untuk
2016 menjadi topik yang cukup hangat menaikkan Penerimaan Tidak Kena Pajak
diperbincangkan di masyarakat. Beberapa (PTKP) sebesar 50 persen pada tahun 2016.
pertanyaan pun bermunculan mengenai hal Dengan demikian, besaran PTKP untuk tahun
tersebut, seperti benarkah kenaikan Penghasilan 2016 menjadi Rp54 juta per tahun, atau Rp4,5
Tidak Kena Pajak (PTKP) akan diberlakukan dan juta per bulan.”
seandainya benar kapan berlakunya? Kemudian
apa dampak bagi pihak pemotong atas kenaikan Berdasarkan hal tersebut maka sudah
PTKP ini? Sebagaimana dikutip dalam website terjawab bahwa kenaikan PTKP bukan isapan
resmi Kementrian Keuangan pada tanggal 13 jempol belaka, dimana akan terjadi kenaikan
April 2016 dikatakan bahwa: menjadi Rp 54 juta per tahun yang hanya tinggal
menunggu waktu. Kenaikan PTKP ini sendiri
“Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diusulkan mulai berlaku pada Bulan Januari
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 17
2016. Namun demikian, pengumuman kenaikan dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21.
secara resmi baru akan dilakukan pada Bulan Adapun kaitan PTKP dalam menentukan besaran
Juni 2016. Bila benar demikian, maka kondisi ini PKP adalah sebagai berikut:
sama dengan diberlakukannya kenaikan PTKP
a. bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun
di pertengahan pada Tahun 2015 yang juga
berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi
berlaku surut. Dari segi pelaksanaan kewajiban
PTKP
perpajakan khususnya Pemberi Kerja, dampak
kenaikan PTKP akan membuat Pemberi Kerja b. bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar
“extra effort” untuk melakukan pembetulan penghasilan bruto dikurangi PTKP
penghitungan PPh Pasal 21 Masa sebelumnya c. bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud
yang menggunakan PTKP lama, serta melakukan dalam Pasal 3 huruf c PER 32/PJ/2015,
kompensasi atas kelebihan PPh Pasal 21 dalam sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 sebagai penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
dampak dari kenaikan PTKP.
Apabila diperlihatkan pada Bagian B Formulir
1721-A1 mengenai Bukti Pemotongan Pajak
PTKP menentukan besaran Penghasilan Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap Atau
Penghasilan Kena Pajak Penerima Pensiun Atau Tunjangan Hari Tua/
Jaminan Hari Tua Berkala, PTKP diposisikan
Besaran PTKP akan menentukan besaran
sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan
Terkait dengan Wajib Pajak yang diberikan tambahan PTKP. Selain itu Wajib Pajak
mendapatkan pengurangan berupa PTKP, yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan
berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU No. 36 Tahun semenda dalam garis keturunan lurus yang
2008 disebutkan bahwa di samping untuk menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya
dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin orang tua, mertua, anak kandung, atau anak
EDISI 04, JUNI 2016
18 ISSN : 1978-5844
angkat diberikan tambahan PTKP untuk paling disebabkan oleh PKP yang juga mengalami
banyak 3 (tiga) orang. Berdasarkan hal tersebut penurunan karena kenaikan PTKP yang
maka besaran PTKP akan digambarkan sebagai digunakan. Dengan demikian, pembetulan
berikut: penghitungan PPh Pasal 21 akibat kenaikan PTKP,
menyebabkan PPh
21 sebelumnya
mengalami kelebihan
setor. Untuk tahun
pajak 2015 sesuai
Pasal 27 PER-32/
PJ/2015 ditegaskan
bahwa dalam hal
terdapat kelebihan
setor, maka dapat
dikompensasikan
mulai Masa Pajak Juli
2015 sampai dengan
Desember 2015.
PPh Pasal 21
Nama Status/ Jumlah Iuran
No Penghasilan Pensiun
Pegawai Tanggungan Bruto Karyawan Pembetulan: Pembetulan: Kurang/
0 1 Lebih bayar
1 Manda Irdasari TK/0 15.723.810 153.000 1.540.196 1.393.946 (146.250)
2 Senja Nawita TK/0 10.220.477 99.450 722.733 576.483 (146.250)
3 Moldy Danuarji TK/0 8.910.159 86.700 536.271 390.021 (146.250)
4 Joan Suprapto TK/0 4.717.143 45.900 120.517 71.767 (48.750)
5 Jamo Surahmat* TK/0 2.935.111 28.560 44.085 0 (44.085)
Jumlah PPh Pasal 21 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Keterangan:
Metode Pemotongan adalah gross *Tidak Memiliki NPWP
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 19
Dengan asumsi jumlah penghasilan bruto 2. Mengubah PPh Dipotong sesuai dengan
dan pengurang bulan Januari sampai dengan Penghitungan
Juni sama, maka rekapitulasi pembetulan adalah Dalam mengubah PPh yang dipotong
sebagai berikut: Wajib Pajak dapat mengubahnya secara
manual langsung pada aplikasi e-SPT PPh
PPh Pasal 21
Pasal 21/26 atau dengan metode impor
Masa dengan menghapus terlebih dahulu data
Pembetulan: Pembetulan: Kurang/
0 1 Lebih bayar yang telah diinput kemudian lakukan impor
ulang.
Januari 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Februari 2.963.802 2.432.217 (531.585) a. SPT 1721 – I Masa Pajak yang dibetulkan
Maret 2.963.802 2.432.217 (531.585) (Normal)
April 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Mei 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Juni 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Jumlah PPh Pasal 21 (3.189.150)
Lakukan ketiga langkah di atas untuk masa- Apabila diperhatikan bahwa dengan adanya
masa yang akan dibetulkan (dalam studi kasus kompensasi PPh Pasal 21 akan mengurangi
ini yaitu Masa Pajak Februari sampai dengan PPh Pasal 21 di masa bersangkutan, maka dari
Juni 2015) segi pemberi kerja akan merasakan langsung
manfaat dari kenaikan PTKP dari segi cashflow
Menerima Kompensasi dari SPT Pembetulan karena beban pajak yang ditanggung dan
yang Kelebihan Setornya telah kompensasi dibayarkan pemberi kerja ke kas negara akan
berkurang. Apabila akibat adanya kompensasi
4. Setelah melakukan pembetulan dari Masa dari masa sebelumnya yang menyebabkan lebih
Pajak Januari s/d Juni 2015, maka buka bayar, dapat dilakukan kompensasi kembali atas
SPT Induk Masa Juli SPT Bagian B.2. kelebihan bayar tersebut.
Penghitungan PPh, kemudian pilih masa
pajak dan tahun pajak dimana atas kelebihan
bayar akan dikompensasi.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 21
PENUTUP
Besaran PTKP akan menentukan besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan
dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21. Pembetulan penghitungan PPh Pasal
21 akibat kenaikan PTKP menyebabkan PPh 21 sebelumnya mengalami kelebihan
setor. Atas kelebihan setor tersebut, pemberi kerja dapat mengkompensasikan ke
masa berikutnya. Beberapa hal teknis perlu dilakukan dengan benar dalam melakukan
pembetulan dan kompensasi lebih bayar pada e-SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26,
sehingga dari sisi pemberi kerja akan dapat merasakan langsung manfaat dari kenaikan
PTKP dari segi cashflow.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Pajak Penghasilan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Nomor PER - 14/PJ/2013 tentang Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan Orang Pribadi
Penyampaian Surat Pemberitahuan 4. http://www.kemenkeu.go.id/Berita/
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/ mulai-januari-2016-ptkp-naik-jadi-
Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti rp54-juta-tahun , diakses pada 14 Juni
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 2016
21 Dan/Atau Pasal 26.
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=129
P TK be
PJUNI
EDISI 04, 2016rubah diteng
ah tahun?
22 ISSN : 1978-5844
Sering melakukan revisi penghitungan akibat perubahan data?
Sering Melakukan Pembetulan SPT?
bah-ubah?
Komponen Penghasilan Beru
Pegawai Daftar NPWP ditengah tahun?
h pegawai?
Gross up tidak untuk seluru
Pindah Cabang berkali kali?
Dan berbagai permasalahan teknis PPh 21 lainnya….
kselerasi
Simplifying
the complexity PPh21
N
omor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bulan yang disetahunkan telah melebihi
merupakan nomor yang diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pegawai
kepada Wajib Pajak sebagai sarana tetap tersebut wajib mendaftarkan diri pada
dalam administrasi perpajakan yang kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak kedudukan Wajib Pajak. Di dalam praktiknya,
dan kewajiban perpajakan. Bagi Wajib Pajak terkait dengan kepemilikan NPWP dimungkinkan
Orang Pribadi (WPOP) yang tidak menjalankan seorang pegawai tetap suatu perusahaan baru
usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas mendaftarkan diri pada tahun berjalan karena
seperti halnya pegawai tetap suatu perusahaan, baru memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan,
NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya ataupun dikarenakan alasan lainnya. Terkait
setelah penghasilan Wajib Pajak pada suatu dengan kondisi tersebut, lebih jauh akan terdapat
EDISI 04, JUNI 2016
24 ISSN : 1978-5844
implikasi terkait Penghitungan PPh Pasal 21. ayat 4 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 32/
PJ/2015, dijelaskan bahwa:
Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan pajak
yang dipotong berdasarkan kondisi riil subjektif Berdasarkan hal tersebut disebutkan bahwa
dan objektif wajib pajak. Salah satu kondisi terkait selisih pengenaan tarif lebih tinggi sebesar
riil subjektif yaitu mengenai kepemilikan 20%, perusahaan dapat memperhitungkan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang akan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan
mempengaruhi ketepatan penghitungan PPh selanjutnya pada tahun kalender berikutnya.
Pasal 21. Apabila terdapat kondisi riil subjektif Namun demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal
dimana tidak memiliki NPWP maka atas 21 atas selisih tersebut tidak termasuk kredit
penghasilan yang diterima akan dipotong PPh pajak bagi pegawai pada Surat Pemberitahuan
Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi sebesar 20%. Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Pribadi untuk tahun pajak yang bersangkutan.
kepemilikan NPWP, sangat dimungkinkan Begitu sebaliknya, jumlah pemotongan PPh
pegawai tetap suatu perusahaan baru Pasal 21 termasuk kredit pajak bila atas selisih
mendaftarkan diri pada tahun berjalan dengan pengenaan tarif lebih tinggi tidak diperhitungkan
berbagai alasan tertentu. Pendaftaran NPWP dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya
pada tahun berjalan menyebabkan perhitungan setelah memiliki NPWP.
PPh Pasal 21 yang telah dihitung sebelumnya
menjadi kurang tepat karena PPh Pasal 21
yang telah dipotong pada bulan sebelumnya
kelebihan potong sebesar 20%. Pada Pasal 20 Contoh
STUDI
Kasus
Dalam hal Pegawai Tetap atau Indra Anwar, status belum menikah dan tidak
penerima pensiun berkala memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada
sebagai penerima penghasilan PT Sumber Mawar Melati dengan memperoleh
yang telah dipotong PPh Pasal gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar
Rp 5.500.000,-, dan yang bersangkutan
21 dengan tarif yang lebih tinggi
membayar iuran pensiun kepada perusahaan
sebagaimana dimaksud pada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
ayat (1) mendaftarkan diri untuk disahkan oleh Menteri Keuangan setiap
memperoleh Nomor Pokok Wajib bulan sebesar Rp 200.000,. Indra Anwar baru
Pajak dalam tahun kalender yang memiliki NPWP pada bulan Juni 2015 dan
bersangkutan paling lama sebelum menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada
PT Sumber Mawar Melati untuk digunakan
pemotongan PPh Pasal 21 untuk
sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan
Masa Pajak Desember, PPh Pasal Juni.
21 yang telah dipotong atas selisih
pengenaan tarif sebesar 20% (dua Pembahasan:
puluh persen) lebih tinggi tersebut 1. Perhitungan PPh Pasal 21 Indra
diperhitungkan dengan PPh Pasal Anwar Jika Tidak Memiliki NPWP
21 yang terutang untuk bulan-bulan atau Memiliki NPWP
selanjutnya setelah memiliki
Perhitungan PPh Pasal 21 saat Tidak
Nomor Pokok Wajib Pajak. Memiliki NPWP:
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 25
No DESKRIPSI JUMLAH
Kasus
2 Tunjangan PPh -
3 Tunjangan Lainnya, Lembur dsb -
4 Honorarium dan Imbalan Lain sejenisnya -
5 Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja -
6 Penerimaan Dalam Bentuk Natura -
7 Tantiem, Bonus , Gratifikasi, Jasa Produk, THR -
8 Jumlah Penghasilan Bruto 5.500.000
PENGURANGAN :
9 Biaya Jabatan 275.000
10 Iuran Pensiun/ THT /JHT 200.000
11 Jumlah Pengurangan 475.000
PENGURANGAN :
9 Biaya Jabatan 275.000
10 Iuran Pensiun/ THT /JHT 200.000
EDISI 04, JUNI 2016
26 ISSN : 1978-5844
No DESKRIPSI JUMLAH
Contoh 11 Jumlah Pengurangan 475.000
Selisih Perhitungan PPh Pasal 21 Indra Anwar saat Tidak Memiliki NPWP dan
Memiliki NPWP pada Masa Januari s.d Mei 2015:
Tidak Memiliki NPWP : 5 x Rp 121.500,- : Rp 607.500,-
Memiliki NPWP : 5 x Rp 101.250,- : (Rp 506.250,-)
Selisih PPh Pasal 21 : Rp 101.250,-
Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal
21 terutang untuk bulan Desember 2015, maka jumlah PPh Pasal 21 yang
harus dipotong untuk bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp
121.500,00 dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan
selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena jumlah tersebut sudah
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya,
jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan
oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
PENGURANGAN :
9 a. Biaya Jabatan atas penghasilan teratur (No. 1 s/d 6) 3.300.0000
b. Biaya Jabatan atas penghasilan tidak teratur ( No. 7) -
10 Iuran Pensiun/ THT /JHT 2.400.000
11 Jumlah Pengurangan 5.700.000
PENUTUP
Pegawai Tetap atau penerima pensiun secara berkala sebagai penerima penghasilan
yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi dan mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP dalam tahun berjalan, implikasi Perhitungan PPh Pasal 21
atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi yaitu:
a. Diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki
NPWP, dan atas selisih pengenaan tarif tersebut tidak termasuk kredit pajak dalam
SPT PPh OP, atau
b. Tidak diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya setelah
memiliki NPWP dan atas selisih pengenaan tarif tersebut termasuk kredit pajak
dalam SPT PPh OP
Referensi
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=128
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 29
Pembahasan Komprehensif
e-SPT PPh Pasal 21/26 Versi 2.3.0.0
D
alam rangka memberikan kemudahan (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
kepada Wajib Pajak dalam pajak; dan/atau
melaksanakan kewajiban perpajakan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
PPh Pasal 21 yaitu membuat dan dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
menyampaikan SPT PPh Pasal 21 sesuai dengan lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1
PER-14/PJ/2013, Direktorat Jenderal Pajak (satu) masa pajak; dan/atau
(Ditjen Pajak) mewajibkan pemotong pajak yang
melakukan penyetoran pajak dengan SSP
:
dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu)
terhadap pegawai tetap dan penerima masa pajak.
pensiun atau THT/JHT berkala dan/atau
PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara Wajib menggunakan e-SPT PPh Pasal 21/26.
dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari Aplikasi e-SPT terus disempurnakan (perubahan
20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa yang bersifat mayor maupun minor) agar dapat
pajak; dan/atau berjalan optimal sesuai dengan ketentuan
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak yang berlaku. Sampai dengan saat ini terdapat
Final) dan/atau Pasal 26 dengan bukti beberapa patch update e-SPT PPh Pasal 21 yang
pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 berguna untuk melakukan perbaikan terhadap
EDISI 04, JUNI 2016
30 ISSN : 1978-5844
aplikasi e-SPT PPh Pasal 21. Terakhir pada update patch e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 versi
Januari 2016 Ditjen Pajak merilis patch update yang terbaru yaitu 2.3 pada hari Selasa, 19
versi 2.3 Salah satu perubahan yang cukup Januari 2016. Adapun beberapa perubahan yang
menarik adalah adanya fitur prepopulated 1721- terjadi pada aplikasi e-SPT PPh Pasal 21/26 versi
A1 dan 1721-A2. Fitur ini mendukung adanya yang terbaru 2.3 yaitu :
integrasi SPT PPh 21 dengan SPT PPh Orang 1. Perubahan Constrain pada Basis Data
Pribadi, dimana saat WPOP mengisi SPT PPh sehingga dapat menampung pemotongan
OP secara online maka otomatis bukti potong bulanan dengan NPWP sama (00.000.000.0-
A1 yang telah dilaporkan oleh pemberi kerja 000.000) dan nama yang sama
melalui file CSV, langsung terinput pada SPT
2. Perubahan perhitungan upah kumulatif
PPh OP sehingga WP tidak mengalami kesulitan
dalam satu bulan kalender menjadi
dalam pengisian SPT OPnya. The Organisation
Rp.8.000.000,- (PER-32/PJ/2015)
for Economic Co-operation and Development
(OECD) Center of Tax Policy & Administration 3. Akomodasi KJS 104 dan penyandingannya
Report menyebut bahwa “pre-populated return”, dengan KJS 100
yaitu penginputan data dari pihak ketiga atau 4. Pemenuhan data prepopulated A1 dan A2
pihak lainnya dapat dijadikan salah satu sarana 5. Minor Change pada beberapa kolom aplikasi
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dalam 6. Perubahan Versi Aplikasi menjadi V.2.3.0.0
mengurangi cost administration Wajib Pajak
Untuk melakukan update patch e-SPT PPh ke
Kebijakan prepopulated return diharapkan versi 2.3, User atau Wajib Pajak harus melakukan
dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak instalasi e-SPT PPh 21/26 Versi 2.2.0.0 terlebih
karena dalam pengisian SPT OP nya menjadi lebih dahulu, kemudian baru dapat melakukan update
mudah. Selain fitur prepopulated dalam patch e-SPT PPh 21/26 ke versi 2.3.0.0. Patch update
update 2.3 terdapat beberapa perubahan, berikut versi 2.3.0.0 ini cukup berbeda dengan Patch
akan dibahas lebih lanjut mengenai perubahan- update sebelumnya versi 2.2.0.1, dimana selain
perubahan pada aplikasi e-SPT PPh 21 versi 2.3. update di level Aplikasi, update juga dilakukan di
level Database. Berikut ini patch aplikasi e-SPT
Direktorat Jenderal Pajak telah merilis
PPh 21/26 versi 2.3.
Pada nomor 1 s/d 8 gambar diatas merupakan diinput dalam melakukan pelaporan PPh Pasal
data pegawai tetap yang sudah pernah diinput 21/26 menggunakan versi terbaru ini.
dalam SPT Masa 1721 – I (Satu Masa Pajak).
Namun, sewaktu data yang sama diinput kembali Selain itu, apabila user ingin menghapus
pada menu pemotongan pajak bulanan (1721 – I) beberapa data pemotongan pajak bulanan yang
data tersebut masih tetap bisa masuk, sehingga sudah pernah diinput (nomor 9 s/d seterusnya)
berdampak pada bertambahnya jumlah pegawai maka seluruh data pemotongan pajak bulanan
tetap, jumlah penghasilan bruto dan jumlah pegawai tetap akan terhapus seluruhnya.
PPh yang dipotong. Dengan demikian, hal ini Sehingga dibutuhkan ketelitian bagi user dalam
cukup riskan bagi Wajib Pajak atau user apabila menginput data pemotongan pajak bulanan baik
tidak menyadari adanya data yang sudah pernah secara key in (manual) maupun impor data.
EDISI 04, JUNI 2016
32 ISSN : 1978-5844
Gambar 3. e-SPT PPh 21/26 V.2.3.0.0 Menghapus Beberapa Data Pemotongan Pajak Bulanan
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 33
Perubahan ini dapat dilihat dalam e-SPT PPh
Perubahan Penghitungan Upah
21/26 versi 2.3 pada menu referensi, kemudian
Kumulatif Dalam Satu Bulan pilih Tarif selanjutnya klik Upah Harian.
Kalender
Perubahan dasar penghitungan upah
kumulatif bagi penghasilan yang diterima oleh
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan, dan uang saku harian
dalam satu bulan kalender sudah sesuai dengan
Pasal 15 dalam Peraturan Direktur Jenderal Gambar 4. e-SPT PPh 21/26 Menu Upah Harian
Pajak Nomor PER – 32/PJ/2015, dengan teknis
penghitungan sebagai berikut :
Penghasilan
Penghasilan
Tarif dan DPP
Akomodasi KJS 104 dan
Kumulatif
Sehari
Sebulan Penyandingannya dengan KJS 100
< Rp 300.000 < Rp 3.000.000 Tidak dilakukan Dalam Lampiran II PER-38/PJ/2009 tentang
pemotongan PPh 21
Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak terdapat
5% x Kode Jenis Setoran untuk jenis PPh Pasal 26 atas
> Rp 300.000 < Rp 3.000.000
(Upah - Rp 300.000)
Jasa terkait pembayaran PPh Pasal 26 yang harus
> Rp 300.000
> Rp 3.000.000 5% x (Upah - PTKP/360) disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib
< Rp 300.000
Pajak Luar Negeri yang tercantum dalam SPT
Tarif Pasal 17 x Jumlah
> Rp 300.000 > Rp 8.200.000 Masa PPh Pasal 26. Perubahan ini hanya terjadi
Penghasilan Kena Pajak
< Rp 300.000 pada menu 1721 – IV yang diberikan tanda
yang disetahunkan
merah pada gambar dibawah ini :
Tabel 1 Teknis Penghitungan PPh 21 Bagi Pegawai Tidak
Tetap/Tenaga Kerja Lepas
Gambar 6. e-SPT PPh 21/26 Menu Referensi PTKP Gambar 9. Halaman Utama e-SPT PPh 21/26 Versi 2.3.0.0
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 35
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, aplikasi e-SPT PPh 21/26 versi
2.3.0.0 memiliki beberapa update seperti halnya “terobosan” mengenai pemenuhan data
prepopulated 1721-A1 dan 1721-A2 dimana seluruh komponen 1721 A1/A2 yang telah
dinput ke dalam aplikasi e-SPT PPh Pasal/26 dan telah dilaporkan oleh Pemberi Kerja
ke Kantor Pajak, secara default data tersebut akan terhimpun dan langsung terinput
dalam SPT Tahunan WP Orang Pribadi yang bersangkutan. Selain terdapat beberapa
fiture lainnya yang di-update dengan baik, e-SPT PPh 21/26 versi 2.3.0.0 masih memiliki
beberapa bugs yang cukup berarti khususnya pada menu pemotongan pajak bulanan
yang datanya dapat diinput kembali dengan data yang sama baik melalui menu impor
ataupun secara manual (duplikasi data). Hal ini menjadi cukup berisiko bagi Wajib Pajak
atau user apabila tidak menyadari adanya duplikasi data dalam melakukan pelaporan
PPh Pasal 21/26 menggunakan versi terbaru ini.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penyetoran Dan Pelaporan Pajak
Perubahan Keempat atas Undang- Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Pajak Penghasilan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Orang Pribadi
Nomor PER – 14/PJ/2013 Tentang 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Nomor PER-44/PJ/2015 tentang
Penyampaian Surat Pemberitahuan Perubahan Keempat Atas Peraturan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti 38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal Surat Setoran Pajak
21 dan/atau Pasal 26 5. http://www.kemenkeu.go.id/en/
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak node/42825 diakses pada 15 Juni 2016
Nomor PER – 32/PJ/2015 Tentang
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=127
EDISI 04, JUNI 2016
36
INPUT DATA PENGHASILAN ...
ISSN : 1978-5844
Kustom Kertas
Komponen Kerja
Penghasilan Penghitungan PEMBETULAN PPh 21
01 CUMA 5 MENIT
02
Dilengkapi dengan
Rekapitulasi Pembetulan
Manajemen
Lebih Informasi lebih lanjut …
Bayar Telp : (021) 4786 5713
Faks : (021) 4788 1350
05 Email Pemasaran : sales@ortax.org
Email Bantuan Teknis :
support@ortax.org |support@integral.co.id
And many more…
www.pph21.id
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 37
INFO ORTAX
S
ehubungan dengan besarnya Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
pedoman standar gaji karyawan ini, yang dimaksud dengan standar gaji karyawan
asing yang sudah tidak sesuai dengan asing adalah besaran penghasilan bruto 1 (satu)
kondisi nyata dari gaji yang diterima bulan sehubungan dengan pekerjaan berupa gaji
oleh karyawan asing pada saat ini, maka dan imbalan lain yang diterima atau diperoleh
berdasarkan pertimbangan ini diterbitkanlah karyawan asing yang bekerja dalam bidang-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP bidang di luar bidang pengeboran minyak dan
– 173/PJ./2002 tentang Pedoman Standar Gaji gas bumi.
Karyawan Asing pada tanggal 22 Mei 2002.
Pedoman standar gaji karyawan asing
Namun, Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini
tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur
sudah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2002 dan
Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal:
digunakan mulai tahun pajak 2002.
EDISI 04, JUNI 2016
38 ISSN : 1978-5844
1. Terdapat petunjuk bahwa pembukuan Wajib 2. Jenis usaha dari perusahaan tempat
Pajak tidak benar sehingga tidak dapat karyawan asing memperoleh penghasilan
dihitung besarnya pajak yang seharusnya (pemberi kerja);
terutang; 3. Kedudukan atau jabatan karyawan
2. Diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa asing dalam perusahaan tempat yang
terdapat pembayaran gaji karyawan asing bersangkutan bekerja.
yang tidak seluruhnya dibukukan untuk
pelunasan PPh Pasal 21 atau Pasal 26; Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Pedoman Standar Gaji Karyawan Asing beserta
3. Pemeriksa tidak mendapatkan data yang lampirannya, dapat Anda lihat pada KEP - 173/
dapat digunakan untuk menentukan jumlah PJ./2002
gaji karyawan asing dalam rangka penetapan
jumlah PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang
terutang. Ortax.org
22 Juni 2016
Penggunaan pedoman standar gaji karyawan
asing harus memperhatikan beberapa kondisi
dibawah ini:
U
ntuk meningkatkan pertumbuhan tinggi dari tenaga kerja lokal.
ekonomi, salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah Ekspatriat dapat berstatus sebagai Subjek
menarik investasi Asing ke Indonesia. Pajak Luar Negeri atau sebagai Subjek Pajak
Selain membawa modal, keahlian dan teknologi, Dalam Negeri. Hak dan Kewajiban Perpajakan
investasi asing juga dapat menyerap tenaga kerja terkait penetapan status ini tentunya memiliki
baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja perbedaan mulai dari tarif pajak yang dikenakan,
asing atau yang kita kenal dengan ekspatriat. hak mendapatkan pengurangan berupa PTKP
hingga kewajiban penyampaian SPT.
Dari sudut pandang perpajakan, investasi
asing tidak hanya meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan
negara dari Pajak Penghasilan Badan, namun yang diterima oleh subjek pajak. Dalam
peningkatan penerimaan negara juga dapat menentukan aspek pajak terhadap ekspatriat
berasal dari PPh Orang Pribadi, khususnya terlebih dahulu ditentukan apakah ekspatriat
penghasilan ekspatriat yang umumnya jauh lebih sebagai subjek pajak luar negeri ataupun subjek
EDISI 04, JUNI 2016
40 ISSN : 1978-5844
Mr James sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT Nusantara
Abadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima)
Contoh Kasus
bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2015. Pada tanggal 20 April 2015 perjanjian kerja tersebut
diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2015.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status Mr James adalah tetap sebagai Wajib
Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status Mr James berubah
dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari
2015. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2015 atas penghasilan bruto Mr James telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT Nusantara Abadi.
Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan Mr James untuk masa
Januari sampai dengan Agustus 2015, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan
disetor PT Nusantara Abadi atas penghasilan Mr James sampai dengan Maret tersebut, dapat
dikreditkan terhadap pajak Mr James sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
PENUTUP Referensi
Dalam mengenakan pajak 1. Undang-Undang Republik Indonesia
penghasilan kepada ekspatriat Nomor 36 Tahun 2008 tentang
terlebih dahulu harus dilihat Perubahan Keempat atas Undang-
kondisi subjek pajaknya. Kondisi Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
subjek pajak menentukan dalam
Pajak Penghasilan
jenis pemotongan PPh yang
dikenakan. Untuk ekspatriat yang 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
berstatus sebagai subjek pajak luar Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang
negeri maka dikenakan PPh Pasal Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
26, sedangkan untuk ekspatriat Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
yang berstatus sebagai subjek pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
dalam negeri maka dikenakan Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
PPh sesuai ketentuan perpajakan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
domestik yaitu UU PPh sesuai jenis Orang Pribadi
penghasilan yang diterima. Atas
penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi atau badan luar negeri yang
berubah status menjadi Wajib Pajak Tim Redaksi Ortax
dalam negeri atau bentuk usaha Ortax.org
tetap, pemotongan pajaknya tidak 29 Juni 2016
bersifat final sehingga potongan
pajak tersebut dapat dikreditkan
dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.
Tautan :
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=132
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 43
TEMPAT TERUTANG
PPh PASAL 21
Daniel Belianto
Praktisi Pajak
P
ertumbuhan suatu Perusahaan dapat dan dibebankan dalam pembukuan Kantor Pusat.
dilihat dari kegiatan perluasan usaha Walaupun demikian, dalam praktiknya juga
yang dilakukan. Perluasan usaha timbul permasalahan kewenangan bila dikaitkan
tersebut dapat berupa pendirian Kantor dengan pemenuhan kewajiban perpajakan
Cabang atau Kantor Perwakilan. Peruntukan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21. Tidak
Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang jarang terjadi suatu tarik ulur antara tempat
dimaksud tersebut juga disesuaikan dengan pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal
tujuan dan maksud tertentu. Misalnya pendirian 21 antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Lokasi
Kantor Cabang yang bertindak sebagai Kantor Cabang dengan KPP dimana Kantor
kepanjangantangan dari Kantor Pusat ditujukan Pusat didirikan dan bertempat kedudukan.
untuk melakukan kegiatan main business di
daerah yang sebelumnya tidak dapat dijangkau,
sedangkan Kantor Perwakilan hanyalah sebagai PPh Pasal 21 dipungut oleh
kantor yang mengurusi administrasi saja. Dari Pemerintah Pusat
segi kewenangan pun bisa jadi tidak seluruhnya
dilimpahkan ke Kantor Cabang atau Kantor Dalam memori penjelasan Pasal 2 ayat 1
Perwakilan dan diatur secara jelas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
anggaran dasar perusahaan. Salah satu contohnya Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-
yaitu kewenangan atas perlakukan biaya Kantor Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Cabang, yang mana pembayaran tersebut Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, disebutkan
umumnya langsung dilakukan oleh Kantor Pusat bahwa:
EDISI 04, JUNI 2016
44 ISSN : 1978-5844
PENUTUP
PPh Pasal 21 adalah salah satu jenis pajak penghasilan yang pemungutannya
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yang kemudian terdapat pembagian penghasilan
ke daerah untuk melaksanakan konsep desentralisasi. Terkait dengan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan yang dilakukan oleh Pemberi Kerja, berdasarkan SE - 23/
PJ.43/2000 bahwa PPh Pasal 21 tidak menganut asas pemusatan dan merujuk pada
pada tempat pelaksanaan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Namun demikian, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan PER-32/PJ/2015 menyebutkan bahwa tempat
terutangnya PPh Pasal 21 yaitu dimana pihak yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran penghasilan.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa,
Nomor 36 Tahun 2008 tentang dan Kegiatan Orang Pribadi.
Perubahan Keempat atas Undang- 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Nomor SE - 23/PJ.43/2000 tentang
Pajak Penghasilan. Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan
2. Undang-Undang Republik Indonesia PPh Pasal 21 Dan Atau Pasal 26
Nomor 19 Tahun 2000 tentang 6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor Kep - 258/PJ./2000 tentang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Direktur
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Jenderal Pajak Nomor : KEP-22/
3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah PJ./1995 tentang Pelimpahan
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun Wewenang Direktur Jenderal Pajak
2005 tentang Dana Perimbangan. Kepada Para Pejabat Di Lingkungan
4. Peraturan Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana
Pajak Nomor PER - 32/PJ/2015 Telah Diubah Terakhir Dengan
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Pemotongan, Penyetoran, dan Nomor : KEP-205/PJ./1999.
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=90
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 47
Karena Kecepatan,
Kemudahan dan
Akurasi adalah
Masih pakai Excel untuk
hitung PPh 21 ? Prioritas..
Tidak Khawatir dengan
Human Error ?
M
enghitung PPh 21 merupakan
kegiatan rutin bagian HRD atau
bagian Pajak. Sebagian besar
memilih menggunakan bantuan
Ms Excel yang formulanya dibuat
Yakin hitungannya sudah sendiri maupun didapatkan dari Pihak ketiga.
Akurat ? Kemampuan Ms Excel untuk urusan hitung
menghitung, menyajikan data hingga membuat
Sudah siap PPh 21-nya grafik tentu sudah tidak diragukan lagi. Tapi
diperiksa ? jika berbicara tentang human error, keamanan
hingga reliabilitas ketika melibatkan data yang
cukup besar sepertinya Anda harus berpikir
ulang untuk menggunakan Ms Excel, terlebih
EDISI 04, JUNI 2016
48 ISSN : 1978-5844
ketika Anda mengaktifkan iterative calculation Data PPh 21 yang anda proses setiap bulan
untuk menghitung tunjangan pajak. tentu saja akan tersebar menjadi beberapa file
Ms Excel. Anda harus melakukan manajemen file
Permasalahan lainnya muncul ketika Anda dengan apik agar mudah dilakukan proses temu
mendapatkan formula Ms Excel dari pihak kembali ketika Anda membutuhkan (misalnya
ketiga, “Apakah Anda yakin hitungannya sudah ketika dilakukan pemeriksaan pajak dan pihak
akurat?” Kebenaran penghitungan formula Ms pemeriksa meminta kertas kerja penghitungan).
Excel tersebut tentu saja harus Anda uji terlebih File-file ini rentan terhapus, terkena virus,
dahulu sebelum Anda menggunakannya. Untuk diambil oleh pihak yang tidak bertangung jawab
dapat menguji kebenaran penghitungan, Anda dan sejumlah masalah lainnya terkait dengan
harus memahami terlebih dahulu mekanisme manajemen file.
penghitungan PPh 21 dengan berbagai kondisi
subjektif dan objektif.
Ortax.org
Akselerasi PPh 21 akan informasi lebih lanjut
H
ari ini mata ku sangat protektif dengan keluarga besarku dan langsung menuju ke
terhadap jam dinding di ruanganku, ruang makan untuk menaruh makanan yang telah
sudah hampir 10 kali ku pandangi jam kubeli. Sambil ngabuburit diadakan Kultum dan
itu. Hal itu bukan tanpa sebab, hari tidak berapa lama adzan berkumandang suasana
ini di rumahku diadakan buka puasa bersama pun langsung ricuh berebut makanan terutama
keluarga besar dan tentu sebagai tuan rumah aku keponakan-keponakanku yg masih kecil. Sambil
harus standby di rumah sebelum acara di mulai. menikmati hidangan tiba-tiba dari belakang ada
Jam hampir menunjukan pukul setengah 5, aku yang menepuk pundaku, ternyata beliau adalah
langsung siap-siap untuk berangkat menuju pamanku yang jadi finance manager di suatu
mesin absensi. Ya jam pulang di kantorku selama perusahaan yang terdaftar di Kantor Pelayanan
bulan Ramadhan ini dimajukan setengah jam Pajak (KPP) Pratama di Wilayah Jakarta Selatan.
dari biasanya. Aku harus teng go (istilah pulang Sambil ngobrol panjang lebar, tiba-tiba pamanku
tepat waktu) karena terbayang macetnya jalanan bertanya “Kamu dulu kuliahnya pajak kan ya?”
dan belum lagi harus membeli makanan untuk ujarnya. “Iya Om, kenapa?” tanyaku. “Gini, Om
berbuka. lagi bingung kantor Om kan pindah alamat ya,
otomatis pindah KPP kan ya? Nah ngurusnya
Satu Jam perjalanan berlalu akhirnya sampai gimana? Bagian pajak di kantor Om kebetulan
dirumah, ternyata di rumahku sudah ramai baru resign nih” tanyanya. “Oh gitu, mudah kok
keluarga besar, langsung saja aku Om itu ada diaturan
bersilaturahmi
TAXPERIENCE PER-20/PJ/2013 ada di
Pindah KPP,
Kode KPP di NPWP
Tidak Berubah?
EDISI 04, JUNI 2016
50 ISSN : 1978-5844
pasal 33 nya, jadi nanti Om isi formulir sesuai Pamanku selaku Wajib Pajak (WP) terdaftar.
lampirannya aturan itu terus laporin ke KPP” Kebetulan KPP nya cukup dekat dari kantorku
jelasku. “Oh gitu aja? Sip deh thanks ya nanti Om sehingga hanya sekitar 15 menit di perjalanan.
lakuin deh”ujarnya. “Iya gitu aja kok Om, nanti Sesampainya disana aku tengak-tengok sekitar
Om dapat NPWP baru dengan ganti kode KPP untuk mencari keberadaan Pamanku yang
nya karena perusahaan Om pindah wilayah kerja terakhir whatsapp kalau sudah sampai di KPP,
KPP” jelasku. sekitar 2 menit aku mencari ternyata beliau
sudah di depan lift menunggu, langsung aku
hampiri kemudian menyalami beliau. Petugas
12.345.678.9-123.456 pelayanan mengarahkan kami untuk menemui
Account Reperesentative yang disebut juga AR,
Kode KPP yang ruangannya berada dilantai atas. Kami pun
Gambar 1. Format NPWP langsung naik keatas untuk menemui AR yang
dimaksud. Sesampainya di lantai atas, kami
“Hm NPWPnya baru ya, kode KPP nya juga dipersilahkan masuk dan duduk di ruangan
beda oke oke sip, makasih ya”ujarnya. diskusi oleh AR tersebut, kemudian kita coba
jelaskan duduk permasalahannya tentang tidak
Seminggu berlalu sejak acara bukber seperti berubahnya kode KPP di NPWP ketika WP
biasa aku menjalani rutinitasku bekerja, sehabis terdaftar di KPP yang baru setelah WP pindah
sholat dzuhur aku istirahat sebentar di Masjid lokasi. Setelah menyimak duduk permasalahan
kantorku sambil bermain handphone, baru saja kami, AR memahami masalahnya kemudian
membuka handphoneku langsung terdapat memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
panggilan masuk ternyata dari pamanku yang “Jadi begini bapak-bapak, saya sudah paham
kemarin. “Haloo assalamualaikum, eh Om ada apa masalah terkait pindah lokasi ini, memang betul
Om tumben nih telepon saya, biasanya kan Om sesuai peraturan sebelumnya bahwa ketika WP
sibuk meeting hehe” ujarku. “waalaikumsalam, terdaftar di KPP yang baru setelah WP pindah
ah kamu bisa aja gak sesibuk itu kok, kamu lagi lokasi NPWP yang diterbitkan akan berubah
sibuk gak? Om mau nanya-nanya lagi boleh gak?” kode KPP nya sesuai dengan KPP Baru” jelasnya.
tanyanya. “Oh enggak kok om ini saya lagi tidur- “Nah tuhkan betul om” ujarku sambil memotong
tiduran aja di Masjid hehe, boleh Om, gimana- penjelasan AR. “Iya betul pak, tapi terdapat Surat
gimana?” tanyaku. “Jadi gini terkait diskusi kita Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 44/
pas bukber, Om udah lapor nih suratnya terus Pj/2015 tentang Struktur Penomoran Nomor
tadi ada surat ternyata balasan dari KPPnya, Pokok Wajib Pajak Dan Penerapan Nomor
plus kartu NPWPnya tapi pas Om cek kok kode Pokok Wajib Pajak Tetap yang berlaku sejak
KPPnya gak ganti ya?” tanyanya heran. “Lah yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2015. Pada
bener Om? Setau saya kalau pindah gitu harusnya butir 2 huruf a Materi Surat Edaran tersebut…”
berubah deh”ujarku sambil keheranan. “Iya bener ujar AR sambil membuka aplikasi peraturan di
nih, Om pegang kok NPWP barunya, hmm kamu komputernya dan menggeser layar komputernya
ada waktu gak besok? Temenin ke KPP boleh gak? kearah kami. “Ini pak disini dijelaskan bahwa:
Om gak terlalu paham pajak nih, takut bingung
pas nanya-nanya disana” ajaknya. “Besok ya om?
Bisa kok tapi pas jam istirahat paling om saya NPWP tidak berubah
bisanya, gimana Om?” tanyaku. “Oh oke gapapa
langsung ketemu di sana aja ya” ujarnya. “Oke
meskipun Wajib Pajak pindah
Om besok ketemu disana ya” ujarku. tempat tinggal/tempat
kedudukan atau mengalami
Keesokan harinya setelah sholat dzuhur,
pemindahan tempat terdaftar
aku langsung berangkat ke KPP Pratama di
Wilayah Jakarta Timur dimana perusahaan
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 51
Sehingga atas dasar surat edaran ini pihak didiskusikan lagi silahkan kontak saya di sini ya
KPP sudah benar pak bahwa menerbitkan NPWP pak atau kalau mau datang diskusi langsung juga
tanpa merubah kode KPP seperti yang Bapak boleh”, sambil AR menyerahkan kartu nama.
terima.” Tanyaku kembali heran, “lho ternyata “Baik-baik pak kalau begitu kami pamit ya pak,
ada aturan barunya ya pak terkait hal itu? Saya mari” ujar pamanku sambil bangkit dari tempat
kira aturannya tidak ada perubahan pak, eh tapi duduk dan bersalaman kemudian meninggalkan
tunggu deh kalau misal kode KPP di nomor NPWP ruangan. Sambil berlalu meninggalkan ruangan
gak berubah terus taunya perusahaan tersebut di terpintas satu pemikiran “kerja di dunia pajak
KPP mana gimana tuh?”. “Oh itu dijelaskan di memang harus selalu update aturan ya biar gak
butir 2 huruf d nya pak bahwa: ketinggalan informasi, eh tapi dengan aturan
ini jangan-jangan DJP sudah makin maju ya
sehingga semua dapat terintegrasi, semoga bisa
dalam hal memerlukan menjadi lebih baik.
identifikasi KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar,
identifikasi dilakukan melalui
sistem informasi Direktorat
Jenderal Pajak Aku hanya
seseorang yang ingin
mengaktualisasikan
diri dengan bercerita
“Jadi memang sudah benar ya pak untuk
kode KPP di nomor NPWP akan tetap seperti Sigit Prasetyo
ini? Tanya pamanku untuk meyakinkan sekali
lagi. Apabila bapak ingin cetakan surat edaran
ini untuk jadi pegangan bapak kalau misal ada
Sigit Prasetyo
pertanyaan dari atasan atau pihak yang terkait 24 Juni 2016
dengan kebutuhan informasi tersebut, silakan
dapat unduh secara gratis di laman pajak.go.id
atau laman lainnya seperti ortax.org .” ujar AR
sambil menawarkan. “Terimakasih banyak ya
pak atas informasinya” ucap Pamanku. “Adalagi
pak yang mungkin ingin didiskusikan?” tanya Tautan :
AR. “Saya rasa sudah cukup jelas pak terimakasih http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=89&list=2
sekali lagi pak” ucap pamanku. “Baik sama-
sama pak, kalau nanti misal ada yang ingin
52 ORTAX
EDISI 04, JUNI 2016 Rabu,
20 Juli 2016
ISSN : 1978-5844
UNDANG-UNDANG
Prosedur apa yang
harus dilakukan?
Pemberlakuan
TAX AMNESTY
Undang-Undang Tax
Amnesty memberikan
kesempatan luas untuk
memenuhi segala kewajiban
perpajakan yang selama ini
terabaikan dengan fasilitas khusus.
Cukup bayar pokoknya saja tanpa
sanksi dan hilangnya risiko
pemeriksaan/pengusutan tindak pidana
pajak.
Pelatihan ini juga dirancang secara komprehensif, sehingga peserta memahami secara utuh dan
komprehensif implementasi Undang-undang Tax Amnesty. Dapatkan pemahaman lebih dalam
mengidentifikasi Pokok-pokok Undang-undang Tax Amnesty: Apa dan siapa yang bisa memanfaatkan Tax
Amesty, Faktor-faktor pertimbangan memanfaatkan Tax Amesty, serta Prosedur memanfaatkan Tax
Amnesty.
Trainer :
Ortax Team INVESTASI
Rp 1.600.000,- /person
Informasi dan Pendaftaran : (Sertifikat, Modul, 2 x Coffee Break & Lunch)
INFO ORTAX
U
ntuk melaksanakan ketentuan Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur
Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Pajak Berbentuk Elektronik. Keputusan Direktur
Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal 1 Juli
tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata 2014.
Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak,
perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Penetapan Pengusahan Kena Pajak yang
Pajak tentang Penetapan Pengusaha Kena diwajibkan membuat Faktur Pajak Berbentuk
Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Elektonik dilakukan secara bertahap yaitu
Berbentuk Elektronik. Direktur Jenderal Pajak sebagai berikut:
pada tanggal 20 Juni 2014 telah menetapkan
1. Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP
Faktur Pajak berbentuk elektronik untuk
- 136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha
EDISI 04, JUNI 2016
54 ISSN : 1978-5844
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Jasa Kena Pajak mulai tanggal 1 Juli 2014 Pajak ini. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat
adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana Faktur Pajak berbentuk elektronik sesuai dengan
tercantum dalam Lampiran I Keputusan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 136/ perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
PJ/2014. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak berpindah
2. Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya,
Faktur Pajak berbentuk elektronik untuk kewajiban untuk membuat Faktur Pajak
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau berbentuk elektronik tetap berlaku.
Jasa Kena Pajak mulai tanggal 1 Juli 2015. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan pada ketentuan ini, dapat Anda lihat pada : KEP - 136
Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor /PJ/2014
Wilayah DJP : Wajib Pajak Besar; Jakarta
Khusus; Jakarta Pusat; Jakarta Selatan;
Jakarta Utara; Jakarta Barat; Jakarta Timur;
Banten; Jawa Barat I; Jawa Barat II; Jawa
Tengah I; Jawa Tengah II; DI Yogyakarta;
Jawa Timur I; Jawa Timur II; Jawa Timur III Ortax.org
dan DJP Bali. Pengusaha Kena Pajak yang 27 Juni 2016
dikukuhkan tersebut setelah tanggal 1 Juli
2015 diwajibkan membuat Faktur Pajak
berbentuk elektronik dimulai pada tanggal
Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan
pada Kantor Pelayanan Pajak.
Tautan :
3. Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=80
Pajak sebagaimana poin 1 dan 2 di atas, wajib
membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik
untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/
atau Jasa Kena Pajak mulai tanggal 1 Juli
2016. Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha
Kena Pajak yang dikukuhkan setelah tanggal
1 Juli 2016 sebagai Pengusaha Kena Pajak
yang wajib membuat Faktur Pajak berbentuk
elektronik untuk penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak mulai tanggal
Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
INFO ORTAX
D
alam rangka mewujudkan SE - 58/PJ/2015 tentang Tata Cara Penyelesaian
keseragaman dan memperhatikan Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk
unsur pengendalian internal terkait Elektronik (e-Faktur) Yang Rusak Atau Hilang.
tindak lanjut atas permintaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini
data Faktur Pajak berbentuk elektronik ditetapkan di Jakarta, 28 Juli 2015. Tujuan
(e-Faktur), maka perlu disusun Surat Edaran Surat Edaran ini adalah memberikan penjelasan
Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam dan prosedur standar bagi unit terkait dalam
pelaksanaan prosedur permintaan data Faktur menindaklanjuti dan mengawasi permintaan
Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur). Direktur data e-Faktur. Ruang lingkup Surat Edaran ini
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor meliputi pelaksanaan prosedur tindak lanjut
EDISI 04, JUNI 2016
56 ISSN : 1978-5844
atas permintaan data Faktur Pajak berbentuk Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat
elektronik. Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/
PJ/2014 tentang Tata Cara Permintaan Data
Atas data e-Faktur rusak atau hilang, hal Faktur Pajak Berbentuk Elektronik dicabut dan
teknis yang perlu dilakukan oleh Pengusaha dinyatakan tidak berlaku lagi.
Kena Pajak adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan permintaan data e-Faktur yang Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
rusak atau hilang secara tertulis ke Kantor Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini beserta
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena lampiran mengenai tata cara tindak lanjut
Pajak terdaftar dengan menyampaikan surat atas permintaan data faktur pajak berbentuk
permintaan data e-Faktur sebagaimana elektronik (E-Faktur) yang rusak atau hilang,
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal dapat Anda lihat : SE - 58/PJ/2015
Pajak Nomor PER-16/PJ/2014;
b. Menerima Bukti Penerimaan Surat dalam
hal Surat Permintaan sudah diisi lengkap; Ortax.org
17 Juni 2016
c. Menerima pemberitahuan melalui email yang
terdaftar untuk melakukan pengambilan
data e-Faktur ke Kantor Pelayanan Pajak
atau pemberitahuan permohonan tidak
dapat diproses;
d. Melakukan pengambilan data e-Faktur Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=76
ke Kantor Pelayanan Pajak dengan
menunjukkan asli Bukti Penerimaan Surat,
Kartu Identitas sesuai dengan identitas
pemohon yang masih berlaku;
e. Menerima data e-Faktur yang rusak atau
hilang setelah sebelumnya memasukan
password dan menandatangani tanda terima.
PENGAWASAN PEMBAYARAN
MASA PPh PASAL 21
D
i dalam ilmu manajemen keuangan penghitungan penerimaan anggaran, dimana
dikenal suatu konsep Time value of negara berupaya agar penerimaan negara
money dimana nilai uang pada waktu dapat dioptimalkan pada masa sekarang untuk
sekarang akan lebih berharga dari pada mencapai target tersebut. Salah satu yang
nilai uang pada masa yang akan datang. Apabila menjadi concern utama pemerintah dalam
disederhanakan dalam penilaian terhadap uang, mengamankan penerimaan negara berasal
maka nilai Rp10.000 yang diterima saat ini akan dari sektor pajak, hal ini dikarenakan pajak
lebih bernilai atau lebih tinggi dibandingkan merupakan penyumbang terbesar penerimaan
dengan Rp10.000 yang akan diterima dimasa negara dibandingkan dengan sektor lainnya.
akan datang. Kondisi ini dikarenakan nilai Kaitan konsep time value of money dengan pajak
uang yang senantiasa berubah menurut waktu bagi negara bahwa diperlukan suatu pengawasan
dengan disebabkan oleh banyak faktor yang pembayaran pajak sehingga realisasi penerimaan
mempengaruhi seperti adanya inflasi, perubahan akan ter-capture dengan sebagaimana mestinya
suku bunga, maupun keadaan politik yang dan nilai uang akan menjadi bermanfaat jika
dinamis. diterima saat ini.
Bagi suatu negara, konsep time value of Melalui hal tersebut, Pemerintah akan
money dapat dipergunakan dalam proses dapat “meramalkan” dampak yang akan terjadi
EDISI 04, JUNI 2016
58 ISSN : 1978-5844
ke depan terkait realisasi penerimaan dan pembayaran masa yang jumlah pembayaran
langkah kebijakan apa yang perlu dikeluarkan pajaknya dianggap telah sesuai dengan
setelahnya. Pengawasan dapat dilakukan ketentuan
dalam bentuk pengawasan oleh petugas pajak 2. Pembayaran yang dianggap tidak wajar
terhadap pembayaran pajak setiap masa Wajib yaitu pembayaran masa yang jumlahnya
Pajak yang dilakukan. Hal tersebut juga selaras mengalami kenaikan atau penurunan setiap
dengan adanya pengawasaan dari sistem self bulannya dan/atau tidak sesuai ketentuan
assesment yang dianut dalam pemungutan pajak 3. Tidak ada pembayaran/nihil.
di Indonesia, dimana penghitungan, penyetoran,
dan pembayaran pajak sebelumnya dilakukan Pada umumnya bentuk kegiatan pengawasan
sendiri oleh Wajib Pajak. pembayaran masa adalah dengan penyusunan
tabelaris pengawasan pembayaran masa yang
Pengertian dan Ruang Lingkup berisi beberapa hal sebagai berikut:
Pengawasan Pembayaran Masa 1. Perbandingan masa pajak sekarang, masa
pajak sebelumnya dan masa pajak yang sama
Pembayaran Masa adalah pembayaran
pada tahun sebelumnya untuk setiap jenis
pajak yang wajib dilaksanakan oleh Wajib Pajak
pajak atas seluruh WP yang diawasi sesuai
untuk setiap masa pajak berdasarkan ketentuan
dengan ketentuan surat edaran ini
perpajakan yang berlaku. Sedangkan, Pengawasan
Pembayaran Masa meliputi kegiatan pengawasan 2. Melakukan analisa kewajaran serta
yang dilakukan terhadap pembayaran masa melakukan tindak lanjut atas pengawasan
Wajib Pajak baik langsung maupun tidak pembayaran masa yang meliputi :
langsung yang dilakukan oleh petugas pajak a. Pembayaran yang dianggap wajar
pada suatu bulan tertentu. Adapun Pengawasan b. Pembayaran yang dianggap tidak wajar
pembayaran masa dilakukan terhadap seluruh c. Tidak ada pembayaran/nihil.
jenis pajak, namun demikian petugas pajak perlu
memperlihatkan terhadap beberapa jenis pajak 3. Melakukan tindak lanjut atas pengawasan
yang pembayarannya didasarkan atas kegiatan pembayaran masa yang meliputi :
usaha atau transaksi ekonomi tertentu dari a. himbauan dan konseling
masing-masing Wajib Pajak. Perkiraan jumlah b. tindak lanjut himbauan dan konseling
pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk yaitu usulan pemeriksaan atau
setiap masa pajak yang nilainya berdasarkan hasil memantau realisasi pembayarannya.
analisa pembayaran sesuai dengan data transaksi
Terkait dengan Tabelaris Pengawasan
yang dilakukan Wajib Pajak. Jenis Pembayaran
Pembayaran Masa dibuat sesuai dengan
Masa terdiri dari :
Lampiran II.a Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
1. Pembayaran yang dianggap wajar yaitu SE - 27/PJ/2012, sebagai berikut:
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung pengawasan masa PPh Pasal 21, Wajib Pajak
penuh 1 (satu) bulan sesuai dengan Pasal 8 ayat dapat dihimbau untuk memberikan penjelasan
2a UU No. 28 Tahun 2007. Dalam hal ditemukan terkait hal tersebut.
terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada
PENUTUP
Pengawasan Pembayaran Masa merupakan salah satu kebijakan pengawasan yang
dilakukan oleh petugas pajak terhadap pembayaran masa Wajib Pajak baik langsung
maupun tidak langsung pada suatu bulan tertentu, untuk memaksimalkan time value of
money pada penerimaan negara. Pengawasan Pembayaran Masa PPh Pasal 21, dilakukan
dengan membandingkan pembayaran masa atau tahun sebelumnya pada periode yang
sama, sehingga dapat dianalisa suatu pembayaran dianggap wajar atau tidak wajar.
Apabila ditemukan pembayaran yang tidak wajar dan ternyata ditimbulkan adanya
kesalahan penghitungan yang menyebabkan PPh Pasal 21 kurang bayarnya bertambah,
Wajib Pajak akan dihimbau untuk melakukan pembetulan, sehingga atas pembetulan
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar tersebut, akan dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor Per - 14/PJ/2013 tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/
2. Undang-Undang Republik Indonesia Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
Perubahan Ketiga atas Undang- 21 Dan/Atau Pasal 26.
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang 4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Ketentuan Umum Perpajakan. Nomor SE - 27/PJ/2012 Tentang
Pengawasan Pembayaran Masa
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=119
21 Juli 2016 Ortax Training Center,
Jakarta EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 61
Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan beban karyawan, namun pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan
atas penghasilan karyawan bersifat mandatory (wajib), sehingga perusahaan wajib memiliki wawasan dan
strategi yang efektif guna mengindari tingginya cost compliance dan resiko sanksi terkait perubahan
PTKP dan penghitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan.
Pelatihan ini dirancang mulai dari konsep pemotongan PPh Pasal 21/26, penentuan golongan penerima
dan jenis penghasilan, mekanisme pemotongan dan teknis penghitungan PPh Pasal 21/26, teknis dan
contoh penghitungan PPh Pasal 21, administrasi dan pelaporan PPh 21, studi kasus dan overview
pengisian PPh 21 Masa sesuai PER-14/PJ/2013 dengan aplikasi eSPT, pemahaman dampak perubahan
PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2015, sampai dengan pembetulan SPT PPh 21 secara
manual dan eSPT
INFO ORTAX
D
alam rangka memberikan
kemudahan, kenyamanan, dan
Pemberian
- 3/PJ.02/2014 Tentang Syarat dan Ketentuan
Pemberian Sertifikat Elektronik. PENG - 3/
PJ.02/2014 ditetapkan di Jakarta, 19 Desember
Sertifikat 2014.
bersangkutan secara langsung ke KPP tempat e. Pengurus harus menunjukkan asli dan
PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan menyerahkan fotocopy kartu identitas berupa
untuk dikuasakan ke pihak lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
b. Pengurus adalah: Keluarga (KK).
1. orang yang nyata-nyata mempunyai f. Dalam hal pengurus merupakan Warga
wewenang ikut menentukan Negara Asing, pengurus harus menunjukkan
kebijaksanaan dan/atau mengambil asli dan menyerahkan fotocopy paspor, Kartu
keputusan dalam menjalankan Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau Kartu
perusahaan sebagaimana dimaksud Izin Tinggal Tetap (KITAP).
dalam Undang-Undang KUP dan g. Pengurus harus menyampaikan softcopy
2. namanya tercantum dalam SPT Tahunan pas foto terbaru yang disimpan dalam
PPh Badan tahun pajak terakhir yang Compact Disc (CD) atau media lain sebagai
jangka waktu penyampaiannya telah kelengkapan surat permintaan sertifikat
jatuh tempo pada saat pengajuan surat elektronik (file foto diberi nama: NPWP
permintaan sertifikat elektronik. PKP-nama pengurus-nomor kartu identitas
pengurus).
c. SPT Tahunan PPh Badan harus sudah
disampaikan ke KPP dengan dibuktikan Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti syarat dan ketentuan bagi PKP cabang atau
penerimaan surat/tanda terima pelaporan PKP yang berbentuk kerja sama operasi dalam
SPT. PENG - 3/PJ.02/2014 ini beserta format surat
d. Dalam hal pengurus namanya tidak pada lampiran, dapat Anda lihat pada PENG - 3/
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan, PJ.02/2014
maka pengurus tersebut harus menunjukkan
asli dan menyerahkan fotocopy: Ortax.org
23 Juni 2016
1. Surat pengangkatan pengurus yang
bersangkutan dan
2. Akta pendirian perusahaan atau asli
penunjukan sebagai BUT/Permanent
Establishment dari perusahaan induk di
luar negeri. Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=77
EDISI 04, JUNI 2016
64 ISSN : 1978-5844
INFO ORTAX
S
urat Edaran Direktur Jenderal Pajak Tujuan dari Surat Edaran ini ialah untuk
ini dimaksudkan untuk menjelaskan memberikan penjelasan dan keseragaman
prosedur pemberian dan pencabutan prosedur penyelesaian atas :
Sertifikat Elektronik sebagaimana diatur
a.
permintaan dan/atau permintaan
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
pencabutan Sertifikat Elektronik Pengusaha
PER-28/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemberian
Kena Pajak,;
dan Pencabutan Sertifikat Elektronik.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 65
b.
permintaan dan/atau permintaan Permohonan Kode Aktivasi dan Password,
pencabutan Sertifikat Elektronik bagi Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dan Sertifikat Elektronik, serta Permintaan,
pemusatan tempat terutang Pajak Pengembalian, dan Pengawasan Nomor Seri
Pertambahan Nilai (PPN) untuk tempat Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak
kegiatan usaha yang dipusatkan,; berlaku.
c. pencabutan Sertifikat Elektronik secara Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
jabatan. Surat Edaran ini beserta lampirannya, silahkan
kunjungi : SE – 69/PJ/2015.
Prosedur Kerja dan Jangka Waktu
Penyelesaian :
Ortax.org
a. Prosedur Penyelesaian Permintaan Sertifikat 13 Juni 2016
Elektronik mengacu pada Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
b.
Prosedur Penyelesaian Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik mengacu Tautan :
pada Lampiran II yang merupakan bagian http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=73&list=1
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini.
c. Prosedur Penyelesaian Permintaan Sertifikat
Elektronik Bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Pemusatan Tempat Terutang
PPN untuk Tempat Kegiatan Usaha yang
Dipusatkan mengacu pada Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
d.
Prosedur Penyelesaian Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik Bagi
Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan
Pemusatan Tempat Terutang PPN untuk
Tempat Kegiatan Usaha yang Dipusatkan
mengacu pada Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak ini.
e. Prosedur Penyelesaian Pencabutan Sertifikat
Elektronik Secara Jabatan mengacu pada
Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini.
PENGHITUNGAN
PPh PASAL 21
ATAS PENGHASILAN
PEGAWAI TETAP
YANG MENGUNDURKAN
DIRI DALAM TAHUN
BERJALAN
A
danya karyawan yang resign atau harus diselesaikan atau dilimpahkan dengan cara-
mengundurkan diri hampir pasti cara yang beretika dan penuh tanggungjawab
terjadi disetiap perusahaan. Mencapai kepada karyawan lainnya.
karir dan penghasilan yang lebih baik
merupakan salah satu alasan seorang karyawan Begitu pula dengan kewajiban perusahaan
meninggalkan perusahaan. Pada saat seorang untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 21
karyawan mengundurkan diri dan disetujui oleh (PPh 21) karyawan. Selain hak dan kewajiban
pihak perusahaan maka untuk selanjutnya hak tersebut, terkait aspek perpajakan perusahaan
dan kewajiban masing-masing pihak akan segera harus memperhatikan apa saja yang menjadi
berakhir. Dari sisi ketenagakerjaan, pembayaran kewajiban dalam pemotongan PPh 21 bagi
pesangon atau penghargaan atau penggantian karyawan yang mengundurkan diri dalam
hak yang seharusnya diterima oleh karyawan tahun berjalan guna terhindar dari sanksi
harus dibayarkan oleh perusahaan. Secara etika administrasi perpajakan. Bulan dimana seorang
moral, segala pekerjaan yang masih belum tuntas karyawan mengundurkan diri dan disetujui
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 67
oleh perusahaan, dalam terminologi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
disebut sebagai masa pajak terakhir. Masa Pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong
terakhir adalah masa Desember atau Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan
tertentu di mana karyawan atau Pegawai Tetap sampai dengan bulan sebelum masa pajak
berhenti bekerja. terakhir.
Terdapat mekanisme penghitungan PPh 21 c. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah
yang berbeda antara masa pajak terakhir dengan dipotong sampai dengan bulan sebelum
masa lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya masa pajak terakhir tersebut lebih besar
penghitungan kembali yang harus dilakukan oleh daripada PPh Pasal 21 terutang atas
pihak perusahaan atau pemotong. Penghitungan seluruh penghasilan teratur dan tidak
kembali dapat menyebabkan terjadinya kurang teratur yang diterima dari pemotong pajak
potong ataupun lebih potong atas PPh 21 bagi dalam tahun kalender yang bersangkutan,
karyawan yang mengundurkan diri sebelum misalnya dalam hal pegawai berhenti
Masa Pajak Desember. Apabila Perusahaan bekerja pada pertengahan tahun, atas
menerapkan kebijakan pemotongan PPh 21 kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
dengan Gross Method (PPh 21 dipotong langsung tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap
dari penghasilan karyawan, tidak ditanggung yang berhenti bekerja bersamaan dengan
oleh perusahaan) dan terdapat kelebihan potong pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21
akibat adanya karyawan yang mengundurkan (Form 1721-A1/A2).
diri dipertengahan tahun berjalan, maka Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
sudah menjadi kewajiban pemotong untuk untuk Pegawai Tetap yang bersangkutan,
mengembalikan kelebihan PPh 21 kepada pemotong pajak dapat memperhitungkan
karyawan yang bersangkutan. Kelebihan tersebut dengan PPh Pasal 21 terutang atas
oleh pihak pemotong diperhitungkan dengan penghasilan Pegawai Tetap lainnya dalam
PPh 21 karyawan lainnya. Masa Pajak yang sama, sehingga jumlah PPh
Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong
Berikut ini teknis penghitungan PPh Pasal 21 pajak untuk Masa Pajak tersebut telah
yang terutang pada masa pajak tertentu untuk mempertimbangkan jumlah kelebihan
pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum pemotongan PPh Pasal 21 yang telah
bulan Desember : diberikan oleh pemotong pajak kepada
Pegawai Tetap yang berhenti bekerja.
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh Penghitungan kembali sebagai dasar
dari pemotong pajak dalam tahun kalender pengisian Form 1721 Al atau 1721 A2 dan
yang bersangkutan, baik penghasilan yang pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk
teratur maupun yang tidak teratur. Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana
pegawai tetap berhenti bekerja. Penghitungan
b. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong kembali ini dilakukan pada :
untuk bulan Desember atau bulan tertentu
untuk Pegawai Tetap yang berhenti bekerja a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja
sebelum bulan Desember adalah sebesar atau pensiun
selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas b. bulan Desember bagi pegawai tetap yang
seluruh penghasilan teratur dan tidak bekerja sampai akhir tahun kalender dan
teratur yang diterima dari pemotong pajak bagi penerima pensiun yang menerima uang
dalam tahun kalender yang bersangkutan, pensiun sampai akhir tahun kalender.
EDISI 04, JUNI 2016
68 ISSN : 1978-5844
Amsori yang berstatus menikah namun belum memiliki tanggungan merupakan salah
satu pegawai yang bekerja di PT Ortax Indonesia. Amsori setiap bulan memperoleh
gaji sebesar Rp 6.000.000 dan Tunjangan Jabatan sebesar Rp 3.000.000 serta
Studi
membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp 200.000 setiap bulan. Namun pada
Kasus tanggal 1 Juli 2015, yang bersangkutan berhenti bekerja dari PT Ortax Indonesia.
Selama bekerja di PT Ortax Indonesia, Amsori hanya menerima penghasilan berupa
gaji dan Tunjangan Jabatan saja. Kebijakan pemotongan PPh Pasal 21 PT Ortax
Indonesia adalah gross method.
Pembahasan :
Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan menggunakan
Forecasting Methods sesuai lampiran PER-32/PJ/2015:
Nama Amsori
Jabatan Supervisor Tax
Status K/0
Masa Penghasilan
Ber NPWP Ya
Keterangan Berhenti Bekerja 1 Juli 2015
Gaji Rp 6.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 3.000.000 +
Penghasilan Bruto Rp 9.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Ph Bruto) Rp 450.000
Iuran Pensiun Rp 200.000 +
Total Pengurang Rp 650.000 -
Apabila selama Januari s/d Mei 2015 tidak terdapat perubahan penghasilan bagi
Amsori, maka jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetorkan oleh PT Ortax Indonesia
selama 5 bulan yaitu sebesar 5 x Rp 348.333 = Rp 1.741.665
Nama Amsori
Jabatan Supervisor Tax
Studi
Status K/0
Masa Penghasilan Januari s/d Juni
Kasus Ber NPWP Ya
Keterangan Berhenti Bekerja 1 Juli 2015
Gaji Rp 36.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 18.000.000 +
Penghasilan Bruto Rp 54.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Ph Bruto) Rp 2.700.000
Iuran Pensiun Rp 1.200.000 +
Total Pengurang Rp 3.900.000 -
Catatan :
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.186.665 wajib dikembalikan
oleh PT Ortax Indonesia kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti
pemotongan PPh Pasal 21, yaitu 1721 A1.
PENUTUP
Dengan adanya karyawan atau Pegawai Tetap yang mengundurkan diri dalam tahun
berjalan, maka pihak pemotong harus melakukan penghitungan kembali atas jumlah
PPh 21 yang sudah disetorkan dengan jumlah PPh 21 yang sebenarnya. Apabila
Perusahaan menerapkan kebijakan pemotongan PPh 21 dengan Gross Method (PPh
21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan, tidak ditanggung oleh perusahaan)
dan terdapat kelebihan potong akibat adanya karyawan yang mengundurkan diri
dipertengahan tahun berjalan, maka sudah menjadi kewajiban pemotong untuk
mengembalikan kelebihan PPh 21 kepada karyawan yang bersangkutan. Kelebihan
tersebut oleh pihak pemotong diperhitungkan dengan PPh 21 karyawan lainnya.
Selain itu, pemotong juga wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling
lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Pajak Penghasilan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=126
23 Juli 2016 Ortax Training Center, Jakarta
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 71
ORTAX TRAINING
P
emutusan Hubungan Kerja (PHK) Apapun sebab terjadinya PHK sebagaimana
seringkali dihubungkan dengan kondisi dikemukakan di atas, Undang-Undang Ketenaga-
negatif yang terjadi akibat adanya kerjaan mewajibkan Perusahaan untuk mem-
tindakan pelanggaran berat dari sisi bayarkan uang pesangon dan atau uang peng-
pekerja atau karena penurunan produktifitas hargaan masa kerja dan uang penggantian hak
dan kemampuan finansial Perusahaan sehingga yang seharusnya diterima. Penghitungan uang pe-
Perusahaan mengambil kebijakan untuk sangon, uang penghargaan dan uang penggantian
melakukan rasionalisasi. PHK juga dapat hak diatur secara rinci dalam UU Ketenagakerjaan.
disebabkan karena pekerja mengundurkan diri, Apabila Perusahaan mengikutkan pekerjanya pada
habis masa kontrak, memasuki usia pensiun atau program pensiun/ Jaminan Hari Tua, pekerja juga
karena pekerja meninggal dunia. Selain itu PHK berhak atas penghasilan berupa Uang Manfaat
juga dapat terjadi karena Perusahaan melakukan Pensiun/Tunjangan Hari Tua (THT)/Jaminan
peleburan, penggabungan dan atau perubahan Hari Tua (JHT).
status. Dalam praktek PHK juga dapat terjadi
karena faktor-faktor lain diluar koridor hukum Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang
yang menyebabkan timbulnya perselisihan Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan
antara pekerja dan perusahaan. Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 73
pada umumnya jumlahnya relatif besar Tarif PPh Pasal 21 diatas diterapkan
dibandingkan penghasilan rutin yang diterima atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang
sebelumnya. Dari sudut pandang perpajakan, dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2
penghasilan tersebut di atas merupakan objek (dua) tahun kalender.
pajak. Secara umum atas penghasilan tersebut
akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 yang
PT. Ortax Indonesia melakukan pembayaran
bersifat Final dengan menerapan tarif progresif
Uang Pesangon kepada Reno Purnomo
yang lebih rendah dari ketentuan umum tarif
(Ber-NPWP) secara bertahap dengan jadwal
Pajak Penghasilan. Dengan demikian maka
pembayaran sebagai berikut :
manfaat yang diperoleh menjadi lebih besar
dan memberikan keringanan, kemudahan, a. 01 Januari 2014 Rp 240.000.000
kesederhanaan, dan kepastian hukum. b. 07 Juni 2015 Rp 120.000.000
c. 25 Juli 2015 Rp 120.000.000
Penghasilan yang diterima atau diperoleh
Pegawai atas Uang Pesangon, Uang Manfaat d. 01 Januari 2016 Rp 120.000.000
Pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), atau
Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21
Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan
yang terutang adalah sebagai berikut:
3. PPh Pasal 21 yang bersifat final dipotong Lapisan Penghasilan Tarif PPh
Lapisan 21 Atas
oleh pemberi kerja. Bruto
Pesangon
4. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Lapisan 1 Rp 0 s.d Rp 50.000.000 0%
Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Lapisan 2 >Rp 500.000.000 5%
Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh
Pasal 21.
Tarif PPh Pasal 21 diberlakukan atas jumlah
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang
kumulatif Uang Manfaat Pensiun, THT, atau
Pesangon secara bertahap atau berkala kepada
THT yang dibayarkan dalam jangka waktu paling
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja,
lama 2 (dua) tahun kalender.
1. Pegawai dianggap belum menerima hak
atas Uang Pesangon.
2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari
melalui pembayaran secara bertahap atau Dana Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles
berkala tidak terutang PPh Pasal 21 yang meminta pembayaran sekaligus atas manfaat
PENUTUP
Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
dikenankan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Jika terdapat bagian penghasilan yang
terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan
PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau
dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Nomor 36 Tahun 2008 tentang 16/PMK.03/2010 tentang Tata
Perubahan Keempat atas Undang- Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Pajak Penghasilan Uang Manfaat Pensiun, THT, Dan THT
2. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun Yang Dibayarkan Sekaligus.
2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang Dibayarkan Sekaligus
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=120
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 77
S
umber Daya Manusia (SDM) merupakan tertentu, tidak jarang Perusahaan menggunakan
salah satu faktor penting yang jasa dari orang pribadi yang bukan pegawai dari
menentukan kelestrarian Perusahaan. perusahaan tersebut yang memiliki keahlian
Berbagai keahlian dibutuhkan agar khusus termasuk keahlian dengan legalitas
operasional perusahaan dapat berjalan secara khusus seperti Notaris, Pengacara, Dokter dan
efektif dan efisien. Untuk mendapatkan SDM sebagainya.
yang berkualitas diperlukan Sistem pengelolaan
SDM yang baik. Dalam terminologi perpajakan, khususnya
PPh Pasal 21, orang pribadi selain pegawai yang
Terkait pengelolaan SDM, biasanya setiap memberikan jasa kepada perusahaan disebut
Perusahaan memiliki kebijakan sendiri seperti dengan “Bukan Pegawai”. Kelompok bukan
penyusunan struktur organisasi, perekrutan pegawai cukup beragam dengan berbagai kondisi
pegawai, pelatihan dan lain sebagainya. Kebijakan subjektifnya. Teknis penghitungan PPh Pasal 21
ini tentunya bertujuan agar seluruh pegawai untuk kelompok ini dapat berbeda, bergantung
yang bekerja di perusahaan tersebut memiliki pada sejumlah kondisi. Berikut ini akan dibahas
kualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan secara komprehensif mengenai penghitungan
perusahaan. Untuk pekerjaan-pekerjaan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai.
EDISI 04, JUNI 2016
78 ISSN : 1978-5844
Pengertian dan Jenis Profesi Bukan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai dan
Pegawai Kategorisasi dalam SPT PPh 21
Penerima penghasilan Bukan Pegawai Dalam SPT PPh Pasal 21 Bukan Pegawai dapat
adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan dilihat pada formulir 1721-VI Bukti Potong Tidak
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang Final dan untuk pengelompokan bukan pegawai
memperoleh penghasilan dengan nama dan disederhanakan kedalam enam kategori:
dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal
21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa a. Imbalan Kepada Distributor Multi Level
yang dilakukan berdasarkan perintah atau Marketing (MLM)
permintaan dari pemberi penghasilan. b. Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
c. Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
Bukan Pegawai yang menerima atau
d. Imbalan Kepada Tenaga Ahli
memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa, meliputi: e. Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang
Menerima Penghasilan yang Bersifat
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan Berkesinambungan
bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, f. Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat
dan aktuaris Berkesinambungan
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,
pelawak, bintang film, bintang sinetron, Terdapat tiga cara penghitungan PPh Pasal
bintang iklan, sutradara, kru film, foto 21 untuk Bukan Pegawai:
model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan 1. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
seniman lainnya Berkesinambungan Memperoleh PTKP
3. Olahragawan
PPh 21 = ((50% x Penghasilan Bruto)-
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah,
PTKP Sebulan) x Tarif Pasal 17
penyuluh, dan moderator
Dihitung secara kumulatif
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk
teknik, komputer dan sistem aplikasinya, 2. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
telekomunikasi, elektronika, fotografi, Berkesinambungan Tidak Memperoleh
ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa PTKP
kepada suatu kepanitiaan
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x
7. Agen iklan
Tarif Pasal 17
8. Pengawas atau pengelola proyek
Dihitung secara kumulatif
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan atau yang menjadi perantara
10. Petugas penjaja barang dagangan
3. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
11. Petugas dinas luar asuransi dan/atau Berkesinambungan Tidak Memperoleh
12. Distributor perusahaan multilevel marketing PTKP
atau direct selling dan kegiatan sejenis
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x
lainnya
Tarif Pasal 17
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 79
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah :
Penghasilan Tarif
50% dari
Penghasilan PTKP Penghasilan Kena Pajak Pasal 17 PPh Pasal
Bulan Penghasilan
Bruto (Rupiah) (Rupiah) Kena Pajak Kumulatif ayat (1) 21 terutang
Bruto
(Rupiah) (Rupiah) Huruf a (Rupiah)
(Rupiah)
UU PPh
Contoh Kasus
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah :
Dasar Penghasilan Kena
Penghasilan Tarif PPh Pasal 21
Bulan Pemotongan PPh Pajak Kumulatif
Bruto (Rupiah) Pasal 17 terutang (Rupiah)
Pasal 21 (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3)=50%x(2) (4) (5) (6)=(3)x(5)
Januari 45.000.000,00 22.500.000,00 22.500.000,00 5% 1.125.000,00
Februari 49.000.000,00 24.500.000,00 47.000.000,00 5% 1.225.000,00
Contoh Kasus
sebesar Rp 5.000,000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
5% x 50% Rp 5.000.000,00 = Rp 125.000,00
Dalam hal Mulyadi Santoso tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
120% x 5% x 50% Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000,00
bagian gaji atau upah dari pegawai yang penghasilan bruto tersebut termasuk
dipekerjakan tersebut maka besarnya pemberian jasa dan material atau barang.
penghasilan bruto tersebut adalah sebesar Dalam hal jumlah penghasilan bruto
jumlah yang dibayarkan dibayarkan kepada dokter yang melakukan
b. Melakukan penyerahan material atau barang praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka
maka besarnya jumlah penghasilan bruto besarnya jumlah penghasilan bruto adalah
hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien
apabila dalam kontrak/perjanjian tidak melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum
dapat dipisahkan antara pemberian jasa dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah
dengan material atau barang maka besarnya sakit dan/atau klinik.
PENUTUP
Dalam pemotongan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai perlu diperhatikan mengenai
mapping kategori Bukan Pegawai, dimana terdapat dua kategori besar dalam
Bukan Pegawai yaitu Bukan Pegawai Berkesinambungan dan Bukan Pegawai Tidak
Berkesinambungan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hak untuk Bukan Pegawai
memperoleh pengurang PTKP dengan memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.
Ketentuan lain yang perlu juga dipahami dalam hal Bukan Pegawai mempekerjakan
orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar
jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut. Dalam hal Bukan Pegawai melakukan penyerahan material atau
barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja
dan untuk Dokter jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar
oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik.
Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor PER-32/PJ/2015 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Pajak Penghasilan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi
Tautan :
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=133
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 83
INFO ORTAX
Pengenaan Pajak Penghasilan
Atas Hadiah dan Penghargaan
U
ntuk memberikan kepastian (2) sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
hukum dan kelancaran pelaksanaan jumlah penghasilan bruto dan bersifat final oleh
pengenaan Pajak Penghasilan atas penyelenggara undian. Namun, atas hadiah atau
hadiah dan penghargaan, Direktur penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan
Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur kegiatan, dan penghargaan dikenakan Pajak
Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 Tentang Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan
a. dalam hal penerima penghasilan adalah
Penghargaan. Peraturan ini mulai berlaku pada
orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri,
tanggal 1 Mei 2015.
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan
Penghasilan berupa hadiah dari undian, Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 dari jumlah
perlombaan, serta kegiatan dan penghargaan penghasilan bruto
merupakan objek Pajak Penghasilan. Atas hadiah b. dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib
undian dipotong Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap,
EDISI 04, JUNI 2016
84 ISSN : 1978-5844
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan objek Pajak Penghasilan yang wajib dilaporkan
Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan
dari jumlah bruto dengan memperhatikan Wajib Pajak yang bersangkutan.
ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini beserta
c. dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib contoh penghitungan pajak pada lampirannya,
Pajak badan termasuk Bentuk Usaha Tetap, dapat Anda lihat pada PER-11/PJ/2015
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan
berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah Ortax.org
penghasilan bruto. 23 Juni 2016
CONTACT US
Gedung Pemuda, Lantai 2 Jl. Pemuda Raya No.66 Rawamangun, Jakarta - Indonesia 13220
Phone : (021) 47865713 | Fax : (021) 47881350 | Email : sales@ortax.org | website : www.ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 85
INFO ORTAX
Pengajuan Permohonan
Aktivasi EFIN Bagi
Wajib Pajak Badan
D
alam rangka menyesuaikan dengan Ditjen Pajak, untuk dapat melakukan Transaksi
perkembangan teknologi informasi Elektronik dengan Ditjen Pajak melalui Layanan
dan meningkatkan pelayanan kepada Pajak Online dalam rangka melaksanakan hak
Wajib Pajak, telah diberikan layanan dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak dapat
elektronik untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memiliki EFIN dengan mengajukan permohonan
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban aktivasi EFIN. Bagi Wajib Pajak badan, syarat
perpajakannya serta menjamin keamanan dan ketentuan pengajuan permohonan aktivasi
transaksi elektronik dengan Direktorat Jenderal EFIN adalah sebagai berikut:
Pajak (Ditjen Pajak). Hal ini telah diatur dalam tata
a. Permohonan aktivasi EFIN dilakukan oleh
cara pengamanan transaksi elektronik melalui
pengurus yang ditunjuk untuk mewakili
penetapan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
badan dalam rangka melaksanakan hak dan
Nomor PER-41/PJ/2015 tentang Pengamanan
kewajiban perpajakannya
Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online.
b. Pengurus mengisi, menandatangani, dan
Wajib Pajak harus memiliki Electronic Filing menyampaikan Formulir Permohonan
Identification Number (EFIN) yang diterbitkan oleh Aktivasi EFIN dengan mendatangi secara
EDISI 04, JUNI 2016
86 ISSN : 1978-5844
langsung KPP tempat Wajib Pajak terdaftar rangka pelaksanaan hak dan kewajiban
c. Pengurus menunjukkan asli dan perpajakan.
menyerahkan fotokopi dokumen berupa: Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
1. Surat penunjukan pengurus yang persyaratan dan ketentuan lainya bagi Wajib
bersangkutan untuk mewakili badan Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang
dalam rangka melaksanakan hak dan merupakan kantor cabang beserta Formulir
kewajiban perpajakannya. Permohonan Aktivasi EFIN, dapat Anda lihat
2. Identitas diri berupa : pada SE - 69/PJ/2015
o KTP dalam hal pengurus merupakan
warga Negara Indonesia atau
Ortax.org
o Paspor dan KITAS atau KITAP dalam 27 Juni 2016
hal pengurus merupakan warga
negara asing
3. Kartu NPWP atau SKT atas nama yang
bersangkutan dan
4. Kartu NPWP atau SKT atas nama Wajib Tautan :
Pajak badan. http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=79
Get
DEMO
Phone: (021) 47865713 | Email: sales@ortax.org | Website : http://efakturcsv.ortax.org
ORTAX Rabu-Kamis, 27-28 Juli 2016
Ortax Training Center,
ISSN : Jakarta
EDISI 04, JUNI 2016
1978-5844 87
TRAINING (09.00-16.30 WIB)
“PPh Pasal 21
komprehensif -
Konsep, Model
& Compliance
Strategy Yang
Efektif” Trainer :
Ortax Team
Pahami Teknis Penanganan Lebih Bayar Akibat Perubahan PTKP.
Pada tanggal 22 Juni 2016 Pemerintah melalui Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak, yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.
Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan beban karyawan, namun pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan
atas penghasilan karyawan bersifat mandatory (wajib), sehingga perusahaan wajib memiliki wawasan
dan strategi yang efektif guna mengindari tingginya cost compliance dan resiko sanksi terkait perubahan
PTKP dan penghitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan.
Pelatihan ini dirancang mulai dari konsep pemotongan PPh Pasal 21/26, penentuan golongan penerima
dan jenis penghasilan, mekanisme pemotongan dan teknis penghitungan PPh Pasal 21/26, teknis dan
contoh penghitungan PPh Pasal 21, administrasi dan pelaporan PPh 21, studi kasus dan overview
pengisian PPh 21 Masa sesuai PER-14/PJ/2013 dengan aplikasi eSPT, pemahaman dampak perubahan
PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2015, sampai dengan pembetulan SPT PPh 21 secara
manual dan eSPT.
INVESTASI
Informasi dan Pendaftaran : Rp 2.500.000,- /person
Ortax Team. (021) 47865713 (Sertifikat, Modul, 2 x Coffee Break & Lunch)
P
emeriksaan pajak sebagaimana pajak. Bahkan dapat dikatakan bahwa kegiatan
didefinisikan dalam UU KUP adalah menghimpun data, keterangan dan/atau bukti
serangkaian kegiatan menghimpun merupakan kunci penentu keberhasilan seorang
dan mengolah data, keterangan, dan/ pemeriksa pajak dalam melaksanakan tugasnya.
atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif
dan profesional berdasarkan suatu standar Data, keterangan, dan/atau bukti yang
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan dihimpun tersebut dapat diperoleh dari empat
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau sumber:
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan 1. Dari dalam (internal) Direktorat Jenderal
ketentuan peraturan perundang-undangan Pajak;
perpajakan. 2. Dari wajib pajak yang diperiksa;
Dari definisi tersebut diatas dapat 3. Dari pihak lain yang terkait dengan wajib
disimpulkan bahwa kegiatan menghimpun data, pajak;
keterangan dan/atau bukti merupakan bagian 4. Data yang terbuka untuk umum sehingga
yang sangat penting dalam suatu pemeriksaan dapat diakses secara bebas.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 89
Untuk data, keterangan dan/atau bukti c. memberikan keterangan lain yang
yang diperoleh dari dalam (internal) Direktorat diperlukan.
Jenderal Pajak maupun data yang terbuka untuk
umum sehingga dapat diakses secara bebas Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut
(data dari internet, majalah, publikasi, media dapat disimpulkan bahwa pemeriksa pajak
massa dst) hampir tidak ada kendala hukum bagi memiliki kewenangan untuk meminta keterangan
seorang pemeriksa pajak untuk mendapatkannya yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan pajak.
sehingga tidak akan didiskusikan dalam artikel Lebih jelasnya lagi, dinyatakan dalam memori
ini. Sedangkan, data yang diperoleh dari wajib penjelasan Pasal 29 ayat (3) UU KUP bahwa dalam
pajak yang diperiksa dan data yang diperoleh hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan
dari pihak lain yang terkait dengan wajib pajak lain selain buku, catatan, dan dokumen lain,
menyangkut hak pribadi/badan untuk menjaga wajib pajak harus memberikan keterangan lain
kerahasiaannya (privacy) sehingga memiliki yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau
konsekuensi hukum apabila pemeriksa pajak keterangan lisan.
melaksanakan permintaan keterangan dengan
Tata cara permintaan keterangan tertulis
cara yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
dan/atau lisan ini diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/
Permintaan Keterangan dan atau PMK.03/2013 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/
Bukti kepada Wajib Pajak yang PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan.
Diperiksa
Dalam Pasal 39 Peraturan Menteri Keuangan
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk Nomor 17/PMK.03/2013 diatur bahwa untuk
melakukan pemeriksaan pajak telah diatur dalam memperoleh penjelasan yang lebih rinci,
Pasal 29 UU KUP. Dalam praktiknya, kewenangan pemeriksa pajak melalui kepala unit pelaksana
Direktur Jenderal Pajak ini dilimpahkan pemeriksaan dapat memanggil wajib pajak, wakil,
kepada pemeriksa pajak yang ditunjuk dengan kuasa dari wajib pajak, pegawai atau anggota
Surat Perintah Pemeriksaan. Dalam memori keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak
penjelasan Pasal 29 ayat (2) UU KUP dinyatakan melalui penyampaian surat panggilan. Apabila
bahwa pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pihak yang dipanggil tersebut hadir memenuhi
pemeriksa yang memiliki tanda pengenal panggilan maka dilakukanlah wawancara oleh
pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah pemeriksa pajak. Pemberian keterangan dalam
Pemeriksaan. wawancara tersebut didokumentasikan dalam
sebuah berita acara yang ditandatangani oleh
Dalam Pasal 29 ayat (3) UU KUP diatur lebih
pihak yang memberi keterangan dan pihak
lanjut kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib
pemeriksa pajak.
pajak yang sedang diperiksa, yaitu:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan Yang menarik dari ketentuan tersebut adalah
buku atau catatan, dokumen yang kuasa wajib pajak maupun karyawan wajib pajak
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang diperlakukan sama dengan wajib pajak itu sendiri
berhubungan dengan penghasilan yang dan tidak diperlakukan sebagai pihak ketiga.
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Oleh karena itu permintaan keterangan kepada
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; kuasa maupun karyawan wajib pajak harus
sepengetahuan wajib pajak.
b. memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruang yang dipandang perlu Lalu apa sanksi yang dapat dikenakan
dan memberi bantuan guna kelancaran terhadap wajib pajak atau pihak yang akan
pemeriksaan;dan/atau dimintai keterangan apabila tidak hadir atau
EDISI 04, JUNI 2016
90 ISSN : 1978-5844
PENUTUP
Dari uraian sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permintaan
keterangan dan/atau bukti merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pemeriksaan pajak yang merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang
kepada Direktur Jenderal Pajak. Meskipun permintaan keterangan dan/atau bukti
kepada wajib pajak dan kepada pihak ketiga pada hakekatnya memiliki tujuan yang sama
tetapi permintaan keterangan dan/atau bukti kepada wajib pajak dan kepada pihak
ketiga mempunyai dasar hukum dan tata cara pelaksanaan yang berbeda. Sanksi yang
dapat diberikan kepada wajib pajak dan pihak ketiga yang tidak bersedia memberikan
permintaan dan/atau bukti yang diminta pun berbeda.
Referensi
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan
1983 sebagaimana beberapa kali Nomor 184/PMK.03/2015 tentang
diubah terakhir dengan Undang- Tata Cara Pemeriksaan;
undang Nomor 16 tahun 2009 tentang 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Ketentuan Umum dan Tata Cara 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Perpajakan; Permintaan Keterangan dan/atau
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor Bukti dari Pihak-pihak yang Terikat
17/PMK.03/2013 sebagaimana diubah Kewajiban
Rohmad Basuki
Pemeriksa Pajak Kanwil DJP Jakarta Utara
16 Juni 2016
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=121
EDISI 04, JUNI 2016
92 ISSN : 1978-5844
KUTIPAN
FORUM PILIHAN
“Pemotongan PPh 21 ke karyawan”
Kategori Forum : Pajak Penghasilan (PPh)
Link : http://ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62192
Pencetus : natenath
Tanggal : 08 Juni 2016
Pertanyaan :
b. Net Method
Saat terutang untuk setiap Masa
Metode dimana PPh Pasal 21 yang terutang
Pajak sebagaimana dimaksud
oleh karyawan ditanggung oleh pemberi
pada ayat (2) adalah akhir bulan
kerja dalam bentuk benefit in kind.
dilakukannya pembayaran atau pada
akhir bulan terutangnya penghasilan c. Gross Up Method
yang bersangkutan Metode dimana pemberi kerja memberikan
tunjangan pajak atas seluruh penghasilan
yang diterima oleh karyawan.
d. Mixed Method
Sehingga apabila untuk pembayaran gaji
Metode dimana pemberi kerja hanya
bulan April dan Mei 2016 sudah diakui sebagai
memberikan tunjangan pajak atas beberapa
hutang pada bulan yang bersangkutan, maka
jenis penghasilan saja.
jumlah PPh Pasal 21 juga sudah terutang pada
saat penghasilan yang bersangkutan diakui
sebagai hutang. Untuk itu, walaupun pembayaran Sehingga tunjangan pajak yang diberikan
gaji dilakukan pada Juni 2016 namun PPh Pasal oleh perusahaan dapat dimungkinkan apabila
21 sudah terutang pada saat Bulan April dan digunakan metode pemotongan melalui Gross Up
Mei, sehingga pembayaran PPh 21 ke kas negara Method atau Mixed Method Dalam hal pemotongan
harus disetorkan paling lama tanggal 10 Mei PPh 21 menggunakan metode Gross Up, maka
2016 untuk Masa April dan 10 Juni 2016 untuk jumlah PPh 21 dapat bersifat statis atau dinamis
Masa Mei. bergantung pada komponen penghasilan yang
diterima oleh karyawan. Apabila komponen
penghasilan mengalami perubahan, maka PPh
Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross Up
Tanggapan Kasus II juga dapat mengalami perubahan. Berikut ini
ilustrasi kasus terkait metode pemotongan PPh
Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan memberikan tunjangan PPh 21 :
21, secara umum terdapat beberapa metode
pemotongan, yaitu :
EDISI 04, JUNI 2016
94 ISSN : 1978-5844
Tuan Edhi (Ber-NPWP) bekerja di PT Ortax Indonesia sejak Januari 2015. Tuan Edhi
berstatus belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan. Selama Januari 2015, Tuan
Edhi Mendapatkan Gaji sebesar Rp 5.000.000 dan Tunjangan Makan sebesar Rp 1.000.00.
Iuran Pensiun yang dibayar oleh Tuan Edhi adalah sebesar Rp 50.000 setiap bulannya.
Sedangkan PT Ortax Indonesia membayarkan premi asuransi Tuan Edhi sebesar Rp
200.000 setiap bulannya. Berikut penghitungan PPh Pasal 21 pada bulan Januari 2015
dengan menggunakan Gross Method /Net Method, Gross Up Method, dan Mixed Method
(PTKP yang berlaku sesuai PMK Nomor 122/PMK.010/2015) :
KUTIPAN
FORUM PILIHAN
2
“DPP PPN & PPh 22 Atas Impor”
Kategori Forum : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Link : http://ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62595
Pencetus : dionhsb
Tanggal Forum : 08 Juni 2016
UPDATING
PENGELOLAAN
PPh BADAN
YANG EFEKTIF
Trainer :
Ortax Team
Sudah paham cara melakukan rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersial dan pengisian
dalam SPT Tahunan Badan perusahaan Anda?
Pada tanggal 13 Februari 2015, Wajib Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER - 03/PJ/2015 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Elektronik, dalam aturan
tersebut ditegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak mewajibkan kepada seluruh Wajib Pajak
untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam bentuk elektronik (e-SPT), sehingga aturan ini
menjadi sangat krusial bagi Wajib Pajak yang pada tahun sebelumnya masih menyampaikan SPT
Tahunan berbentuk formulir kertas (hardcopy). Selain itu, pengisian SPT PPh Badan dan
rekonsiliasi fiskal merupakan kegiatan rutin tahunan yang tidak dapat dihindari oleh Wajib Pajak,
khususnya bagi Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan Badan atau Wajib Pajak
yang melakukan perpanjangan penyampaian SPT.
Untuk itu, pelatihan ini didesain untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai
kegiatan rekonsiliasi fiskal komprehensif dan pengisian SPT Tahunan PPh Badan. Peserta
diharapkan dapat memahami poin-poin penting dalam proses rekonsiliasi Laporan Keuangan
Komersil dan Laporan keuangan Fiskal agar terhindar dari koreksi pajak, melakukan ekualisasi PPh
Badan dengan PPN dan PPh Badan dengan PPh Pasal 21/PPh Potput lainnya, dan menguasai step
by step pengisian SPT Tahunan PPh Badan yang efektif berikut persiapan-persiapan yang mutlak
diperlukan.
INVESTASI :
Rp 1.250.000,- /person
(Sertifikat, Modul, 2x Coffee Break & Lunch)
Informasi dan Pendaftaran :
KUTIPAN
FORUM PILIHAN
3
“Potongan Pajak Atas Notaris”
Kategori Forum : Lain-Lain
Link : http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62670
Pencetus : Hermita
Tanggal Forum : 14 Juni 2016
KUTIPAN
FORUM PILIHAN
4
“Akumulasi Penghasilan Kena Pajak”
Kategori Forum : PPh 21
Link : http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62553
Pencetus : rendysec
Tanggal Forum : 24 Juni 2016
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah:
Penghasilan Tarif
Penghasilan 50% dari PTKP Penghasilan Kena Pajak Pasal 17 PPh Pasal
Bulan
Bruto (Rupiah) Penghasilan (Rupiah) Kena Pajak Kumulatif ayat (1) 21 terutang
Bruto (Rupiah) (Rupiah) Huruf a (Rupiah)
UU PPh
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7) (8)=(5)X(7)
Januari 38.000.000,00 19.000.000,00 3.000.000,00 16.000.000,00 16.000.000,00 5% 800.000,00
Februari 40.000.000,00 20.000.000,00 3.000.000,00 17.000.000,00 33.000.000,00 5% 850.000,00
17.000.000,00 50.000.000,00 5% 850.000,00
Maret 42.000.000,00 21.000.000,00 3.000.000,00
1.000.000,00 51.000.000,00 15% 150.000,00
April 44.000.000,00 22.000.000,00 3.000.000,00 19.000.000,00 70.000.000,00 15% 2.850.000,00
Mei 45.000.000,00 22.500.000,00 3.000.000,00 19.500.000,00 89.500.000,00 15% 2.925.000,00
Juni 48.000.000,00 24.000.000,00 3.000.000,00 21.000.000,00 110.500.000,00 15% 3.150.000,00
Juli 50.000.000,00 25.000.000,00 3.000.000,00 22.000.000,00 132.500.000,00 15% 3.300.000,00
Agustus 52.000.000,00 26.000.000,00 3.000.000,00 23.000.000,00 155.500.000,00 15% 3.450.000,00
September 55.000.000,00 27.500.000,00 3.000.000,00 24.500.000,00 180.000.000,00 15% 3.675.000,00
Oktober 56.000.000,00 28.000.000,00 3.000.000,00 25.000.000,00 205.000.000,00 15% 3.750.000,00
November 58.000.000,00 29.000.000,00 3.000.000,00 26.000.000,00 231.000.000,00 15% 3.900.000,00
19.000.000,00 250.000.000,00 15% 2.850.000,00
Desember 60.000.000,00 30.000.000,00 3.000.000,00
8.000.000,00 258.000.000,00 25% 2.000.000,00
Jumlah 588.000.000,00 294.000.000,00 34.500.000,00
Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=130
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 103
S
elama bulan Juni 2016 ini setidaknya 06 Juni 2016. Sehubungan dengan bulan
terdapat beberapa peraturan, instruksi, Ramadhan 1437 Hijriyah, perlu dilakukan
pengumuman terkait perpajakan yang pengaturan dan penyesuaian jam pelayanan
dikeluarkan oleh Pemerintah. Berikut pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)
ini adalah daftar peraturan perpajakan selama Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor
bulan Juni 2016 : Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP), serta jam pelayanan
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak untuk berbicara dengan agen Kantor Layanan
Nomor SE – 24/PJ/2016 tentang Jam Informasi dan Pengaduan Direktorat
Pelayanan Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) selama bulan
Jenderal Pajak Selama Bulan Ramadhan Ramadhan 1437 Hijriyah.
1437 Hijriyah
Surat Edaran Direktur Jenderal ini
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta dimaksudkan untuk memberikan standar
EDISI 04, JUNI 2016
104 ISSN : 1978-5844
jam pelayanan oleh KPP, KP2KP dan KLIP PMK.03/2015 tentang Pengurangan
DJP selama bulan Ramadhan 1437 Hijriyah. atau Penghapusan Sanksi Administrasi
atas Keterlambatan Penyampaian Surat
Surat Edaran Direktur Jenderal ini Pemberitahuan, Pembetulan Surat
bertujuan untuk menjaga terlaksananya Pemberitahuan, dan Keterlambatan
pelayanan perpajakan yang prima kepada Pembayaran Atau Penyetoran Pajak,
masyarakat serta memberikan waktu kepada Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan
pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal tata persuratan yang bersifat teknis dan
Pajak untuk menjalani ibadah puasa pada memiliki klasifikasi khusus dan untuk
bulan Ramadhan 1437 Hijriyah. menunjang kelancaran tata persuratan
dan penatausahaan naskah, di perlukan
Sehubungan dengan diterbitkannya
pemberian Kode Khusus Pada Naskah
Surat Edaran ini, maka diberitahukan
Dinas Surat Pengantar Permohonan Terkait
beberapa hal yang harus perhatikan :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/
Jam pelayanan pada bulan Ramadhan PMK.03/2015 di Lingkungan Kantor
1437 Hijriyah adalah pukul 08.00 Pelayanan Pajak.
sampai dengan 15.00 waktu setempat.
Selisih waktu antara jam kerja dengan Kode khusus pada naskah dinas surat
jam pelayanan digunakan untuk pengantar permohonan terkait Peraturan
persiapan dalam memberikan pelayanan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015
(doa dan semangat pagi, pengarahan, di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak
merapikan tata ruang dan administrasi tercantum dalam Lampiran yang merupakan
serta persiapan bagi petugas TPT dan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
agen KLIP DJP) dan persiapan tutup Direktur Jenderal ini.
layanan (melakukan evaluasi layanan
yang telah diberikan, merapikan dan 3. Instruksi Presiden Republik Indonesia
menyelesaikan administrasi layanan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pemberian
pada hari tersebut). Pengurangan dan/atau Keringanan atau
Pembebasan Pajak Bea Perolehan Hak
Pada jam istirahat (termasuk hari
Atas Tanah dan Bangunan dan Retribusi
Jumat), pelayanan tetap diberikan
Izin Mendirikan Bangunan Rumah
dengan cara mengatur secara bergiliran
Umum Bagi Masyarakat Berpenghasilan
petugas yang beristirahat dan menambah
Rendah
jumlah petugas jika terjadi antrian yang
panjang. Instruksi ini dikeluarkan di Jakarta
tanggal pada tanggal 7 Juni 2016. Presiden
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak menginstruksikan kepada Gubernur Daerah
Nomor KEP - 93/PJ/2016 tentang Khusus Ibukota Jakarta dan Para Bupati/
Kode Khusus Pada Naskah Dinas Walikota untuk:
Surat Pengantar Permohonan Terkait
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/ 1. Mengambil langkah-langkah yang
PMK.03/2015 Di Lingkungan Kantor diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
Pelayanan Pajak kewenangan masing-masing, dalam
rangka pemberian kemudahan/bantuan
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta 7 pembangunan dan perolehan rumah
Juni 2016 dan mulai berlaku sejak tanggal umum bagi Masyarakat Berpenghasilan
ditetapkan. Dalam rangka pelaksanaan Rendah berupa pemberian pengurangan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/ dan/atau keringanan atau pembebasan
Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 105
dan Bangunan dan Retribusi Izin wewenang pemberian NPWP dalam rangka
Mendirikan Bangunan berdasarkan percepatan Investasi dengan Kriteria
kemampuan keuangan daerah sesuai Tertentu melalui PTSP Pusat di BKPM
dengan ketentuan peraturan perundang- kepada Kepala KPP Penerima.
undangan.
Direktur Jenderal Pajak berwenang
2. Menetapkan tata cara dan petunjuk melakukan perubahan data, pemindahan
teknis pemberian pengurangan dan/atau Wajib Pajak, penetapan Wajib Pajak non
keringanan atau pembebasan Pajak Bea efektif, atau penghapusan NPWP secara
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jabatan sesuai ketentuan peraturan
dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan perundang-undangan perpajakan apabila
kepada Masyarakat Berpenghasilan dikemudian hari diketahui terdapat data
Rendah dengan Peraturan Kepala Daerah dan/atau informasi yang berbeda dengan
berdasarkan peraturan perundang- data dan/atau informasi yang diberikan oleh
undangan. Wajib Pajak.
3. Gubernur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta melaporkan secara berkala Pada saat mulai berlakunya Peraturan
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Direktur Jenderal ini, Peraturan Direktur
Negeri. Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2015
tentang Tata Cara Pendaftaran dan
4. Bupati/Walikota melaporkan secara Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam
berkala kepada Gubernur selaku Wakil Rangka Percepatan Investasi dengan Kriteria
Pemerintah Pusat di Daerah dan Tertentu Melalui Pelayanan Terpadu Satu
Gubernur melaporkan kepada Presiden Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi
melalui Menteri Dalam Negeri. Penanaman Modal dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER – 5/PJ/2016 tentang Tata 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik
Cara Pendaftaran dan Pemberian Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016
Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Rangka tentang Penyesuaian Besarnya
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Penghasilan Tidak Kena Pajak
Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi
Penanaman Modal Peraturan ini ditetapkan di Jakarta
tanggal 22 Juni 2016. Peraturan ini berlaku
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta sejak tanggal diundangkan yaitu pada
tanggal 13 Juni 2016. Peraturan ini berlaku tanggal 27 Juni 2016.
sejak tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal
13 Juni 2016. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
disesuaikan menjadi sebagai berikut:
Dalam rangka memberikan kepastian
hukum dan meningkatkan pelayanan a. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat
kepada Wajib Pajak, perlu mengatur kembali juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
ketentuan mengenai tata cara pendaftaran pribadi;
dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak b. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus
dalam rangka percepatan investasi dengan ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
kriteria tertentu melalui Pelayanan Terpadu Pajak yang kawin;
Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi
Penanaman Modal. c. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat
juta rupiah) tambahan untuk seorang
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan isteri yang penghasilannya digabung
EDISI 04, JUNI 2016
106 ISSN : 1978-5844
Corporate
Tax Management
Rabu, 10 Agustus 2016
Manajemen
Pajak Rumah Sakit Sabtu, 13 Agustus 2016
dan Dokter
Manajemen Pajak
Lembaga Pendidikan
Selasa, 23 Agustus 2016 dan Perguruan Tinggi
Manajemen
Transfer Pricing
Kamis, 25 Agustus 2016
Manajemen Pajak
Holding, Merger
Sabtu, 27 Agustus 2016
dan Akuisisi
Manajemen Pajak
Usaha Bisnis Online Selasa, 30 Agustus 2016
Updating
Pengelolaan PPh
Badan Yang Efektif
CONTACT US
Gedung Pemuda, Lantai 2 Jl. Pemuda Raya No.66 Rawamangun Jakarta - Indonesia 13220
Phone : +62 21 47865713 | Fax : +62 21 47881350
Email : training@ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 109
Selamat
Hari Raya Idul Fitri
1437 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin