Anda di halaman 1dari 109

ISSN : 1978-5844

EDISI 05 | JULI | 2016

1978 5844

Your Center of Excellence in Taxation

Teknis Pembetulan dan Kompensasi


Lebih Bayar Atas Kenaikan PTKP Pada
Selamat Datang PTKP Baru e-SPT Masa PPh Pasal 21/26

Serba Serbi
PPh Pasal 21

Mulai 1 Juli 2016


Tunjangan Hari Raya : Seluruh Pengusaha
Ketentuan Yang Berlaku Pindah KPP, kena Pajak Wajib
dan Tata Cara Kode KPP di NPWP Membuat Faktur Pajak
Pemotongan Pasal 21-nya Tidak Berubah? Berbentuk Elektronik
EXECUTIVE DIRECTOR
Hendy Setiawan
DAPU
R EDAKSI
Semester pertama tahun 2016 telah berakhir,
beberapa ketentuan perpajakan yang akan diberlakukan di
EDITOR awal semester kedua pun kian menjadi tajuk pemberitaan
Dikdik Suwardi di berbagai media. Seperti halnya pemberlakuan
Daniel Belianto peraturan mengenai penerapan e-Faktur secara Nasional
Sigit Prasetyo
Herwikson Sitorus
dan penerapan pembayaran pajak hanya menggunakan
e-Billing secara Nasional, penerapan kenaikan PTKP pun
DATA CENTER sudah tidak menjadi isapan jempol belaka. Setelah Wajib
Etika Widiyanti
Pajak dibuat harap-harap cemas mengenai kapan
Nuraini
Tati Nurhayati pemberlakuan peraturan mengenai kenaikan PTKP,
Irda Nurdaheni akhirnya pada tanggal 22 Juni 2016 Pemerintah melalui
Imam Juhdi Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri
TECHNICAL SUPPORT Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016
Yoga Al Kautzar P Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena
Nining Susilawati Pajak, yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016. Dari segi
Winandar Hermawan pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, kenaikan
Randa Eka Putra
Muhammad Rajiv PTKP akan berdampak langsung terhadap penghitungan
dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau 26.
ADMINISTRATION & FINANCE
Hellyana Ortax Bulletin Edisi Kelima Bulan Juli ini memuat
Dwi Ayu Rengga Saresa beberapa konten pembelajaran PPh Pasal 21 seperti Teknis
Ilia Salamah
Olivia Nisa Pembetulan dan Kompensasi Lebih Bayar atas Kenaikan
PTKP pada e-SPT Masa PPh Pasal 21/26, Penghitungan PPh
MARKETING Pasal 21 Atas Penghasilan Pegawai Tetap Yang
Safrida Utami
Rondhi Mengundurkan Diri Dalam Tahun Berjalan, Pengawasan
Mailan David Pembayaran Masa PPh Pasal 21, Pembahasan
Pauzi Zakaria Komprehensif e-SPT PPh Pasal 21/26 Versi 2.3.0.0 . Sharing
Ratna Sari member Ortax pada forum juga diulas dan ditanggapi
Rhisca Nudewi
Lely Rakhmawaty
secara komprehensif, sehingga pembaca juga diharapkan
Triana Fauziah tahu dan mengerti beberapa kasus perpajakan khususnya
PPh 21 yang terjadi di lapangan. Terdapat konten lainnya
SUPPORT
Edi Sukardi
selain ulasan PPh Pasal 21 di Ortax Bulletin Edisi kali ini
Arief Riyanto Akbar yaitu mengenai teknis praktis terkait e-Billing seperti
Yuniarsih Pengajuan permohonan aktivasi EFIN untuk WP Badan;
ALAMAT REDAKSI
dan terkait e-Faktur seperti Syarat dan Ketentuan
Gedung Pemuda, Lantai 2 Pemberian Sertifikat Elektronik.
Jl.Pemuda Raya No.66 Rawamangun
Jakarta - Indonesia 13220 Penerbitan Ortax Bulletin edisi kali ini terasa sangat
Phone : (021) 47865713 istimewa dikarenakan bertepatan dengan Bulan Suci
Fax : (021) 47881350 Ramadhan 1437 H. Tidak lupa kami segenap Tim Redaksi
Email : redaksi@ortax.org
Ortax Bulletin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri
Web : www.ortax.org
1437 H, Minal Aidin Wal Faidzin, Taqabalallahu minnaa wa
minkum. Mohon maaf lahir dan batin.
Follow us :
Silahkan nikmati alternatif lain membaca konten Ortax.
@Redaksi_Ortax
Semoga konten yang disajikan bermanfaat bagi rekan Ortax.
Ortax
Redaksi Ortax Salam Ortax.
Redaksi Ortax
Redaksi Ortax
D A FIsiT A R
04 Tunjangan Hari Raya :
Ketentuan Yang Berlaku dan Tata Cara
Pemotongan Pasal 21-nya
62 Syarat dan Ketentuan Pemberian
Sertifikat Elektronik

12 Selamat Datang PTKP Baru 64 Prosedur Pemberian dan Pencabutan


Sertifikat Elektronik

16
Teknis Pembetulan dan Kompensasi
Lebih Bayar Atas Kenaikan PTKP Pada
66 Perhitungan PPh Pasal 21 Atas
Penghasilan Pegawai Tetap Yang
Mengundurkan Diri Dalam Tahun Berjalan
e-SPT Masa PPh Pasal 21/26

23 Implikasi Perhitungan PPh Pasal 21 Untuk


Pegawai Tetap Yang Mendaftarkan NPWP
72 Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, THT/JHT
Baru Pada Tahun Berjalan

29 Pembahasan Komprehensif e-SPT PPh


Pasal 21/26 Versi 2.3.0.0 77 PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

37 Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang


Pedoman Standar Gaji Karyawan Asing 83 Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah
dan Penghargaan

39 85
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Pengajuan Permohonan Aktivasi EFIN Bagi
Ekspatriat Wajib Pajak Badan

43 88
Permintaan Keterangan Dan Atau Bukti Dalam
Tempat Terutang PPh Pasal 21
Rangka Pemeriksaan Pajak

47 92
Karena Kecepatan, Kemudahan dan Sharing Forum :
Akurasi adalah Prioritas.. Pemotongan PPh 21 ke karyawan

49 Pindah KPP, Kode KPP di NPWP Tidak


Berubah? 95
Sharing Forum :
DPP PPN & PPh 22 Atas Impor

53 Mulai 1 Juli 2016 Seluruh Pengusaha


Kena Pajak Wajib Membuat Faktur Pajak
Berbentuk Elektronik
98
Sharing Forum :
Potongan Pajak Atas Notaris

55 100
Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk Sharing Forum :
Elektronik (e-Faktur) yang Rusak Atau Akumulasi Penghasilan Kena Pajak
Hilang

103
Peraturan – Peraturan Baru

57 Pengawasan Pembayaran Masa PPh


Pasal 21
Yang Terbit Di Juni 2016
EDISI 04, JUNI 2016
4 ISSN : 1978-5844

Tunjangan Hari Raya :


Ketentuan Yang Berlaku dan
Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21-nya

Nasikhudin
Pengamat Perpajakan

Tunjangan Hari Raya dan Ketentuan yang Mengatur

B
ulan Ramadhan memang bulan yang Dan salah satu kebahagiaan yang dibawa
istimewa bagi umat Islam di Indonesia, oleh Ramadhan adalah dibagikannya Tunjangan
tidak hanya karena di bulan tersebut Hari Raya atau yang kondang dengan istilah
umat muslim di seluruh dunia THR bagi para karyawan di Indonesia. Menurut
menjalankan ibadah puasa, yakni menahan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor
lapar dan dahaga sejak imsak hingga matahari 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya
terbenam di barat, tetapi juga bulan Ramadhan Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan,
telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau disebut
Banyak sekali hal yang bisa dibahas mengenai THR Keagamaan adalah pendapatan non upah
puasa Ramadhan di Indonesia, bahkan antara yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada
daerah yang satu dengan yang lain menjalankan Pekerja/Buruh atau Keluarganya menjelang Hari
puasa dengan adat yang berbeda-beda, misalnya Raya Keagamaan. Dengan kata lain, THR tidak
perihal membangunkan orang-orang untuk hanya dibayarkan saat umat muslim merayakan
melaksanakan makan sahur, tradisi padusan hari raya Idul Fitri, tetapi THR juga dibayarkan
(mandi sebelum menjelang Ramadhan), tradisi kepada umat lain yang merayakan hari besar
pukul bedug, dll. Ramadhan selalu membawa keagamaan, misalnya hari raya Natal bagi umat
cerita dan kebahagiaan tersendiri. Kristiani, Nyepi bagi umat Hindu, Waisak bagi
umat Budha dan Imlek bagi umat Konghucu.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 5
1. Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan
THR harus dibayarkan oleh
perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu)
pengusaha, yaitu: bulan dihitung dengan cara:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai
badan hukum yang menjalankan suatu masa kerja 12 (dua belas) bulan atau
perusahaan milik sendiri; lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung
b. orang perseorangan, persekutuan, atau berdasarkan rata-rata upah yang
badan hukum yang secara berdiri sendiri diterima dalam 12 (dua belas) bulan
menjalankan perusahaan bukan miliknya; terakhir sebelum hari raya keagamaan;
atau b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa
c. orang perseorangan, persekutuan, atau kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan,
badan hukum yang berada di Indonesia upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud rata-rata upah yang diterima tiap bulan
pada huruf a dan b yang berkedudukan di selama masa kerja.
luar wilayah Indonesia. 2. Apabila besaran THR telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan perjanjian
Menurut Peraturan Menteri tersebut
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan
kerja bersama, atau kebiasaan yang telah
kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai
dilaksanakan, maka besaran THR yang
masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus
dipergunakan adalah mana yang lebih tinggi
atau lebih. THR dibayarkan kepada Pekerja/
antara besaran THR yang telah ditetapkan
Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan
tersebut atau besaran THR menurut
Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor
tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu
6 tahun 2016.
tertentu.
3. THR dibayarkan 1 (satu) kali dalam 1
Besarnya THR diatur sebagai berikut: (satu) tahun sesuai dengan hari raya
a. bagi Pekerja/Buruh yang telah mempunyai keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh
masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus kecuali ditentukan lain sesuai dengan
menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 kesepakatan Pengusaha dan Pekerja/Buruh
(satu) bulan upah; yang dituangkan dalam perjanjian kerja,
b. bagi Pekerja/Buruh yang mempunyai masa peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus 4. THR dibayarkan paling lambat 7 (tujuh) hari
tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, sebelum hari raya keagamaan
diberikan secara proporsional sesuai masa 5. THR dibayarkan dalam bentuk uang dengan
kerja dengan penghitungan: menggunakan mata uang Negara Republik
Indonesia
(masa kerja)
x 1 (Satu) Bulan Upah 6. Pengusaha yang terlambat membayarkan
12
THR dikenai denda sebesar 5% (lima
persen) dari total THR yang harus dibayar
Yang dimaksud dengan upah 1 (satu) bulan
sejak berakhirnya batas waktu kewajiban
tersebut terdiri dari:
Pengusaha untuk membayar
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah
bersih (clean wages) atau 7. Denda tersebut dikelola dan dipergunakan
untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh yang
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
diatur dalam peraturan perusahaan atau
Beberapa ketentuan lain terkait pembayaran perjanjian kerja bersama
THR yang perlu diketahui diantaranya: 8. Pengusaha yang tidak membayarkan THR
EDISI 04, JUNI 2016
6 ISSN : 1978-5844

dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor
perundang-undangan. PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Ada Hak Negara dalam THR PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang
Pasal 21 UU PPh mengatur bahwa pemberi Pribadi mengkategorikan penerima penghasilan
kerja wajib melakukan pemotongan pajak atas menjadi dua, yaitu pegawai dan bukan pegawai.
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, Pegawai sendiri dibagi lagi menjadi dua jenis,
jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.
bentuk apa pun yang diterima oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri. Yang dimaksud Pegawai
Tetap
pemberi kerja dalam pasal tersebut adalah
Pegawai
pemberi kerja yang membayarkan gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain Pegawai
Penerima Tidak Tetap
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan Penghasilan
oleh pegawai atau bukan pegawai. Oleh karena
UU PPh mengenal penghasilan “dengan nama Bukan
dan dalam bentuk apapun”, maka terdapat hak Pegawai
Negara berupa PPh Pasal 21 pada setiap kegiatan
pembayaran THR sebagaimana telah kita bahas Definisi dari masing-masing istilah di atas
di atas. disajikan dalam tabel berikut :

Pegawai Tidak Tetap /


Bukan Pegawai Pegawai Pegawai Tetap
Tenaga Kerja Lepas

Orang pribadi selain Orang pribadi yang Pegawai yang Pegawai yang hanya
pegawai tetap dan bekerja pada pemberi menerima atau menerima penghasilan
pegawai tidak tetap/ kerja, berdasarkan memperoleh apabila pegawai yang
tenaga kerja lepas perjanjian atau penghasilan dalam bersangkutan bekerja
yang memperoleh kesepakatan kerja jumlah tertentu secara berdasarkan jumlah
penghasilan dengan baik secara tertulis teratur, termasuk hari bekerja, jumlah
nama dan dalam maupun tidak tertulis, anggota dewan unit hasil pekerjaan
bentuk apapun dari untuk melaksanakan komisaris dan anggota yang dihasilkan, atau
pemotongan PPh Pasal suatu pekerjaan dalam dewan pengawas, penyelesaian suatu
21 dan/atau PPh Pasal jabatan atau kegiatan serta pegawai yang jenis pekerjaan yang
26 sebagai imbalan tertentu dengan bekerja berdasarkan diminta oleh pemberi
jasa yang dilakukan memperoleh imbalan kontrak untuk suatu kerja.
berdasarkan perintah yang dibayarkan jangka waktu tertentu
atau permintaan dari berdasarkan periode yang menerima
pemberi penghasilan tertentu, penyelesaian atau memperoleh
pekerjaan, atau penghasilan dalam
ketentuan lain yang jumlah tertentu secara
ditetapkan pemberi teratur
kerja, termasuk orang
pribadi yang melakukan
pekerjaan dalam
jabatan negeri

Apabila kita cermati, perbedaan pegawai secara teratur (tidak berdasarkan permintaan),
tetap dan pengawai tidak tetap terletak pada maka pegawai tersebut diklasifikasikan sebagai
penghasilan yang diterimanya. Apabila pegawai pegawai tetap. Definisi pegawai tetap yang
menerima penghasilan secara teratur dan bekerja berlaku berdasarkan PER-32/PJ/2015 biasanya
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 7
berbeda dengan definisi pegawai tetap yang sebagai pegawai tetap.
berlaku umum. Berdasarkan PER-32/PJ/2015
pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak Berikutnya, penghasilan yang diterima
kerja diklasifikasikan sebagai pegawai tetap, masing-masing pegawai juga berbeda. Tabel
sedangkan dalam definisi yang berlaku umum, berikut menyajikan penghasilan yang diterima
pegawai kontrak biasanya tidak diklasifikasikan oleh masing-masing penerima penghasilan di atas:

Penghasilan Pegawai Tidak


Penghasilan Pegawai Tetap Tetap/Tenaga Kerja Lepas Penghasilan Bukan Pegawai

Penghasilan Teratur Upah harian, adalah upah atau Penghasilan dengan nama dan
imbalan yang diterima atau dalam bentuk apapun yang
Gaji atau upah, segala macam
diperoleh pegawai yang terutang terutang atau diberikan kepada
tunjangan, dan imbalan dengan
atau dibayarkan secara harian bukan pegawai sehubungan
nama apapun yang diberikan
dengan pekerjaan, jasa, atau
secara periodic berdasarkan Upah mingguan adalah upah
kegiatan yang dilakukan, antara
ketentuan yang ditetapkan oleh atau imbalan yang diterima
lain berupa honorarium, komisi,
pemberi kerja, termasuk uang atau diperoleh pegawai yang
lembur terutang atau dibayarkan
fee, dan penghasilan sejenis
lainnya
secara mingguan Upah satuan
adalah upah atau imbalan yang
Penghasilan Tidak Teratur diterima atau diperoleh pegawai Imbalan yang bersifat
yang terutang atau dibayarkan berkesinambungan adalah
Penghasilan selain penghasilan berdasarkan jumlah unit hasil imbalan kepada bukan pegawai
yang bersifat teratur, yang pekerjaan yang dihasilkan yang dibayar atau terutang lebih
diterima sekali dalam setahun
Upah borongan adalah upah dari satu kali dalam satu tahun
atau periode lainnya, antara
atau imbalan yang diterima atau kalender sehubungan dengan
lain bonus, Tunjangan Hari Raya
diperoleh pegawai yang terutang pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
(THR), jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, atau imbalan sejenis atau dibayarkan berdasarkan
lainnya dengan nama apapun jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan

Apabila kita cermati ketentuan-ketentuan Apa pegawai tidak tetap/bukan pegawai tidak
yang diatur dalam Peraturan Menteri bisa memperoleh THR? Tentu saja bisa, namun
Ketenagakerjaan (Permen Ketenagakerjaan) tata cara pemotongan PPh Pasal 21-nya berbeda
nomor 6 tahun 2016 dengan Peraturan Dirjen dengan tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas
Pajak nomor PER-32/PJ/2015 tersebut, maka: THR bagi pegawai tetap. THR yang dibayarkan
a. Permen Ketenagakerjaan tidak mengenal kepada pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas
istilah pegawai tetap atau tidak tetap, tetapi atau kepada bukan pegawai diklasifikasikan
hanya melihat pekerja/buruh dari lamanya sebagai penghasilan biasa.
bekerja: bahwa THR dibayarkan kepada
seluruh pekerja/buruh dengan syarat telah Tata Cara Penghitungan PPh Pasal
bekerja lebih dari 1 (satu) bulan 21 atas THR
b. PER-32/PJ/2015 mengatur bahwa THR Pada dasarnya THR dianggap sebagai
merupakan penghasilan yang diterima penghasilan yang bersifat tidak teratur, oleh
oleh pegawai tetap dan termasuk sebagai karena itu berdasarkan ketentuan PER-32/
penghasilan yang sifatnya tidak teratur PJ/2015 tata cara penghitungan PPh Pasal 21
karena hanya diterima 1 (satu) kali saja atas THR adalah sebagai berikut:
dalam 1 ( satu) tahun kalender.
EDISI 04, JUNI 2016
8 ISSN : 1978-5844

1. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Oleh karena itu menurut hemat penulis,
teratur yang disetahunkan ditambah dengan dalam rangka pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan tidak teratur berupa THR; THR pemberi kerja dapat mengikuti langkah-
2. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan langkah sebagai berikut:
teratur yang disetahunkan tanpa THR 1. buatlah daftar seluruh karyawan/pegawai,
3. selisih antara PPh Pasal 21 menurut beri keterangan status kepegawaian, lamanya
penghitungan pada angka 1 dan 2 adalah bekerja dan agama/keyakinan pegawai
PPh Pasal 21 atas THR untuk menentukan kapan dibayarnya THR.
Contoh:

No Nama Pegawai Nomor Induk jenis kelamin Agama Lama Bekerja Status Kepeg.

1 Andi 332801 Laki-laki Islam 2 Th 3 Bln Peg Ttp


2 Siti 332802 Perempuan Katolik 3 Th 2 Bln Peg Kontrak
3 Budi 332803 Laki-laki Islam 0 Th 3 Bln Tng Ahli
4 Rani 332804 Perempuan Islam 2 Th 1 Bln Peg Kontrak
5 Yuli 332805 Perempuan Islam 1 Th 6 Bln Peg Ttp

2. Setelah dibuat daftar seperti angka 1, (PT), pegawai tidak tetap (PTT), atau bukan
tambahkan keterangan status pegawai pegawai (BP).
sesuai PER-32/PJ/2015, yaitu pegawai tetap
Nama Nomor jenis Lama Status
No Pegawai Induk Agama Status Kepeg.
kelamin Bekerja PER-32
1 Andi 332801 Laki-laki Islam 2 Th 3 Bln Peg Ttp PT
2 Siti 332802 Perempuan Katolik 3 Th 2 Bln Peg Kontrak PT
3 Budi 332803 Laki-laki Islam 0 Th 3 Bln Tng Ahli BP
4 Rani 332804 Perempuan Islam 2 Th 1 Bln Peg Kontrak PTT
5 Yuli 332805 Perempuan Islam 1 Th 6 Bln Peg Ttp PT

3. Setelah membuat daftar seperti angka 2, Dalam contoh ini adalah THR atas Hari
pemberi kerja dapat menentukan pegawai Raya Idul Fitri, sehingga pegawai yang akan
mana saja yang akan mendapatkan THR. mendapatkan THR adalah:
Nama Nomor jenis Lama Status
No Pegawai Induk Agama Status Kepeg.
kelamin Bekerja PER-32
1 Andi 332801 Laki-laki Islam 2 Th 3 Bln Peg Ttp PT
2 Budi 332803 Laki-laki Islam 0 Th 3 Bln Tng Ahli BP
3 Rani 332804 Perempuan Islam 2 Th 1 Bln Peg Kontrak PTT
4 Yuli 332805 Perempuan Islam 1 Th 6 Bln Peg Ttp PT

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 yaitu Andi, Budi, Rani dan Yuli. Identitas, jabatan
dan besaran gaji dan tunjangan yang dibayarkan
atas THR kepada 4 orang tersebut disajikan dalam tabel
Pada bulan Juni 2015 PT ABC akan berikut:
membayarkan THR kepada 4 orang pegawainya,
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 9

Nama Nomor Lama Status Gaji Pokok/ Tunjangan


No PTKP Jabatan
Pegawai Induk Bekerja PER-32 Upah per bulan
1 Andi 332801 2 Th 3 Bln TK/1 Staf Keuangan PT 4.200.000/Bulan 6.800.000/Bulan
2 Budi 332803 0 Th 3 Bln K/2 Tenaga Ahli BP 40.000.000/Bulan 0
3 Rani 332804 2 Th 1 Bln TK/0 Tenaga Kerja Lepas PTT 50.000/unit 0
4 Yuli 332805 1 Th 6 Bln K/3 Staf Adm PT 3.800.000/Bulan 5.200.000/Bulan

Seluruh pegawai di atas telah memiliki NPWP. PPh Pasal 21 atas THR yang dibayarkan
kepada Pegawai Tetap
Sesuai dengan peraturan di bidang
ketenagakerjaan, PT ABC membayarkan THR Andi dan Yuli merupakan pegawai tetap
sebesar 1x gaji dan tunjangan setiap bulan. Maka di PT ABC. Maka pada bulan Juni penghasilan
penghitungan PPh Pasal 21 nya adalah sebagai yang diterima oleh Andi dan Yuli adalah sebagai
berikut: berikut:

Nama Status Jumlah


No PTKP Gaji Pokok Tunjangan THR
Pegawai PER-32 Pembayaran
1 Andi TK/1 PT 4.200.000 6.800.000 11.000.000 22.000.000
4 Yuli K/3 PT 3.800.000 5.200.000 9.000.000 18.000.000

a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan Setahun dan THR

Uraian Andi Yuli


Gaji Dan Tunjangan sebulan 11.000.000 9.000.000
Gaji Dan Tunjangan Setahun 132.000.000 108.000.000
THR 11.000.000 9.000.000
Jumlah Penghasilan Bruto Setahun 143.000.000 117.000.000
Pengurangan Biaya Jabatan 5% 6.000.000 5.850.000
Penghasilan Neto Setahun 137.000.000 111.150.000
PTKP 39.000.000 48.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun 98.000.000 63.150.000
PPh Pasal 21 Terutang 9.700.000 4.472.500

b. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan Setahun

Uraian Andi Yuli


Gaji Dan Tunjangan sebulan 11.000.000 9.000.000
Gaji Dan Tunjangan Setahun 132.000.000 108.000.000
Pengurangan Biaya Jabatan 5% 6.000.000 5.400.000
Penghasilan Neto Setahun 126.000.000 102.600.000
PTKP 39.000.000 48.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun 87.000.000 54.600.000
PPh Pasal 21 Terutang 8.050.000 3.190.000
EDISI 04, JUNI 2016
10 ISSN : 1978-5844

c. PPh Pasal 21 yang Terutang di bulan Juni

Uraian Andi Yuli


a. PPh Pasal 21 atas Gaji, Tunjangan dan THR setahun 9.700.000 4.472.000
b. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan setahun 8.050.000 3.190.000
c. PPh Pasal 21 atas THR (a-b) 1.650.000 1.282.000
d. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan sebulan (b/12) 670.833 265.833
e. Jumlah PPh Pasal 21 Terutang di Bulan Juni (d+c) 2.320.833 1.547.833

PPh Pasal 21 atas THR yang Dibayarkan dibayar sebesar Rp50.000/unit pekerjaan yang
kepada Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja diselesaikan dan dibayarkan secara bulanan. Jika
Lepas pada bulan Juni Rani berhasil menyelesaikan 60
Diketahui Rani merupakan tenaga kerja unit pekerjaan, maka besarnya upah dan THR
lepas yang dipekerjakan oleh PT ABC. Rani yang diterima Rani pada bulan Juni adalah:

Nama Status
No PTKP Upah/Unit Jumlah Unit Upah THR Jumlah
Pegawai PER-32
1 Rani TK/0 PTT 50.000 60 3.000.000 3.000.000 6.000.000

Maka besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan Sehingga PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas
Rani yang dibayarkan pada bulan Juni adalah: penghasilan bulan Juni sebesar Rp36.000.000,-
dikenai PPh Pasal 21 sebesar Rp150.000,-
Upah bulan Juni = 6.000.000,-
PPh Pasal 21 atas THR yang dibayarkan
Penghasilan Neto setahun = 72.000.000,-
kepada Bukan Pegawai
PTKP = 36.000.000,-
Budi merupakan tenaga ahli yang
Penghasilan Kena Pajak = 36.000.000,-
dipekerjakan oleh PT ABC. Pada bulan Juni
PPh Pasal 21 setahun = 1.800.000,- penghasilan Budi adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 sebulan = 150.000,-

Nama Lama Status


No PTKP Jabatan Honor THR Jumlah
Pegawai Bekerja PER-32
1 Budi 0 th 3 bln K/2 Tenaga Ahli BP 40.000.000 20.000.000 60.000.000

Budi diketahui telah bekerja selama 3 bulan Sehingga besarnya PPh Pasal 21 yang
(dari bulan Maret 2015. Sehingga besarnya dipotong dari penghasilan Budi pada bulan Juni
penghasilan dan PPh Pasal 21 Budi dari bulan sebesar Rp62.500 + Rp3.750.000 = Rp3.812.000,-
Maret dihitung sebagai berikut:
50% x Ph PTKP PKP Tarif PPh Pasal 21
Bulan Ph. Bruto PKP
Bruto Sebulan Kumulatif PPh Terutang
Maret 40.000.000 20.000.000 3.750.000 16.250.000 16.250.000 5% 812.500
April 40.000.000 20.000.000 3.750.000 16.250.000 32.500.000 5% 812.500
Mei 40.000.000 20.000.000 3.750.000 16.250.000 48.750.000 5% 812.500
Juni 60.000.000 30.000.000 3.750.000 1.250.000 50.000.000 5% 62.500
25.000.000 75.000.000 15% 3.750.000
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 11

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat kita simpulkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pada dasarnya ketentuan pada Permen Ketenagakerjaan tetap dapat
diakomodasi oleh Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-32/PJ/2015
b. Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-32/PJ/2015 mengenal konsep THR hanya
dibayarkan kepada pegawai tetap saja, sedangkan penerima penghasilan lain
hanya dikenal istilah “penghasilan” saja. Oleh karena itu dalam hal bukan pegawai
atau pegawai tidak tetap menerima dividen, penghitungannya tetap mengikuti
tata cara sesuai Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-32/PJ/2015
Semoga bermanfaat.

Nasikhudin
Pengamat Perpajakan
13 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=87

taxbase versi 6.0


Your tax information partner

Kini seluruh informasi penting


sehubungan dengan PAJAK
tersedia di komputer Anda dan Update Data setiap hari (Online Update)
Digunakan lebih dari 250 Kantor Pajak dan Ribuan Perusahaan di Seluruh Indonesia

Available for Tax Office


- Versi Korporat (Client Server)
- Versi Kiosk (Touchscreen)
Contact us
Gedung Pemuda, 2nd Floor
Jl. Pemuda Raya No.66 Rawamangun
Jakarta - Indonesia 13220
Phone : 021 - 4786 5713 | Fax : 021 - 4788 1350
Website : www.taxbase.ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
12 ISSN : 1978-5844

Selamat
Datang PTKP Baru
B
ulan Ramadhan bulan yang penuh pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan (UU
berkah tak terkecuali untuk para PPh).
wajib pajak, selain tax amnesty,
kenaikan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) aturannya baru saja Pembahasan
dikeluarkan. Praktis PPh 21 untuk pegawai PTKP merupakan pengurangan penghasilan
maupun penerima penghasilan lainnya yang neto yang diperkenankan oleh undang-undang
berhak mendapatkan pengurang PTKP menjadi Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah
lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan untuk terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) tahun 2008 tentang pajak penghasilan. PTKP
jumlah penghasilan neto harus dikurangi hanya diberikan kepada Wajib Pajak orang
terlebih dahulu dengan PTKP. Kemudian untuk pribadi / perseorangan sesuai dengan ketentuan
mendapatkan pajak penghasilan terutang, pasal 6 ayat 3 UU PPh.
penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 13
Tabel 1. Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak
Untuk diri Tambahan Tambahan Tambahan
Dasar Hukum Wajib Pajak untuk WP untuk seorang untuk keluarga Mulai Berlaku
(WP) kawin isteri* sedarah dan
semenda**
UU No.8 Tahun 1983 Rp 960.000 Rp 480.000 Rp 960.000 Rp 480.000 1 Januari 1984
928/KMK.04/1993 Rp 1.728.000 Rp 864.000 Rp 1.728.000 Rp 864.000 1 Januari 1994
UU No.10 Tahun 1994 Rp 1.728.000 Rp 864.000 Rp 1.728.000 Rp 864.000 1 Januari 1995
361/KMK.04/1998 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 1 Januari 1999
UU No.17 Tahun 2000 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 Rp 2.880.000 Rp 1.440.000 1 Januari 2001
564/KMK.03/2004 Rp 12.000.000 Rp 1.200.000 Rp 12.000.000 Rp 1.200.000 1 Januari 2005
137/PMK.03/2005 Rp 13.200.000 Rp 1.200.000 Rp 13.200.000 Rp 1.200.000 1 Januari 2006
UU No.36 Tahun 2008 Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 1 Januari 2009
162/PMK.011/2012 Rp 24.300.000 Rp 2.025.000 Rp 24.300.000 Rp 2.025.000 1 Januari 2013
122/PMK.010/2015 Rp 36.000.000 Rp 3.000.000 Rp 36.000.000 Rp 3.000.000 Tahun 2015
101/PMK.010/2016 Rp 54.000.000 Rp 4.500.000 Rp 54.000.000 Rp 4.500.000 Tahun 2016
Sumber : Diolah Penulis berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pelaksanaan

Keterangan : HB/... Wajib pajak kawin yang telah hidup


berpisah ditambah banyaknya
*) Tambahan untuk seorang isteri yang
tanggungan anggota keluarga.
penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami
**) Tambahan untuk keluarga sedarah dan
Penentuan besarnya PKP untuk
semenda dalam garis keturunan lurus serta Orang Pribadi
anak angkat, yang menjadi tanggungan Untuk menentukan besarnya PKP,
sepenuhnya, paling banyak 3 orang Penghasilan neto dikurangi dengan PTKP
Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke untuk diri sendiri, tambahan untuk yang kawin,
waktu dengan Peraturan Menteri Keuangan dan tambahan untuk setiap anggota keluarga
setelah dikonsultasikan dengan Dewan sedarah dan keluarga semenda dalam garis
Perwakilan Rakyat. keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)
orang.
Status Wajib Pajak terdiri dari :

TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan Waktu penentuan besarnya PTKP


banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya Penghitungan besarnya PTKP ditentukan
tanggungan anggota keluarga; menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun
pajak atau pada awal bagian tahun pajak.
K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya
seorang) yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami, ditambah Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2016 Wajib
dengan banyaknya tanggungan anggota Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1
keluarga; (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir
PH/... Wajib pajak kawin yang secara tertulis setelah tanggal 1 Januari 2016, maka besarnya
melakukan perjanjian pemisahan harta PTKP yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk
dan penghasilan; tahun pajak 2016 tetap dihitung berdasarkan
EDISI 04, JUNI 2016
14 ISSN : 1978-5844

status kawin dengan 1 (satu) anak. 2. Nampak secara nyata tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
Yang dimaksud hubungan keluarga sedarah
3. Tidak pula turut dibantu oleh lain-lain
dan semenda adalah :
anggota keluarga atau oleh orang tuanya
1. Sedarah sendiri.
o lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar
kandung menyumbang, membantu, bertanggung jawab
o ke samping satu derajat : Saudara dan sebagainya, tidak termasuk dalam menjadi
kandung tanggungan sepenuhnya.
2. Semenda
o lurus satu derajat : Mertua, anak tiri PTKP Atas Warisan
o ke samping satu derajat : Saudara Ipar Penghasilan dari Warisan yang belum terbagi
pada prinsipnya merupakan hak dan dapat
Dengan demikian maka termasuk tidak dibagikan kepada para ahli Waris yang berhak,
mendapat tambahan pengurangan PTKP adalah : dan penghasilan tersebut harus digunggungkan
dengan penghasilan lainnya yang diterima atau
1. Saudara kandung, karena termasuk dalam diperoleh masing-masing ahli Waris.
pengertian keluarga sedarah kesamping satu
derajat; Oleh karena itu, dalam menghitung PKP
2. Saudara ipar, karena termasuk dalam masing-masing ahli Waris telah memperoleh
pengertian keluarga semenda kesamping pengurangan berupa PTKP, maka dalam
satu derajat; menghitung PKP atas penghasilan yang berasal
3. Saudara dari bapak/ibu, karena tidak dari Warisan yang belum terbagi tidak diberikan
termasuk dalam pengertian keluarga pengurangan berupa PTKP.
sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus. Dampak kenaikan PTKP tentunya dirasakan
oleh Pegawai dan Penerima Penghasilan yang
Yang dimaksud dengan anak berhak atas PTKP, sehingga pajak yang terutang
akan menjadi lebih kecil. Kenaikan PTKP
angkat diharapkan dapat meningkatkan daya beli
Anak angkat yang dimaksud adalah seseorang masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan
yang memenuhi kriteria sebagai berikut : ekonomi. Selamat datang PTKP baru!!

1. Seseorang yang belum dewasa;


2. Yang tidak tergolong keluarga sedarah atau
Contoh Kasus
semenda dalam garis lurus dari Wajib Pajak; Randa Darma adalah karyawan PT. Kalang
dan Kabut dengan status K/0 (kawin belum
3. Menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib mempunyai anak). Pada tanggal 3 Agustus
Pajak. 2016 anak pertama lahir, besarnya PTKP
Randa Darma pada tahun 2016 adalah:
Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya
menurut UU PPh berdasarkan keadaan yang Untuk diri sendiri (WP) Rp. 54.000.000,-
dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu :
Status Kawin Rp. 4.500.000,-

1. Tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak; Jumlah PTKP Rp. 58.500.000,-


EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 15

Contoh Kasus Referensi


Junimart Satria adalah karyawan PT. Maju 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
Jalan dengan status K/1 (kawin dengan 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
tanggungan anak 1 orang), besarnya PTKP Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Junimart Satria adalah: Tentang Pajak Penghasilan.
Untuk diri sendiri (WP) Rp. 54.000.000,- 2. Peraturan Menteri Keuangan
Status Kawin Rp. 4.500.000,- Nomor 101/PMK.010/2016 tentang
Tanggungan 1 orang anak Rp. 4.500.000,- Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Jumlah PTKP Rp. 63.000.000,- Tidak Kena Pajak
3. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor
Yoga Antara adalah karyawan yang berstatus S - 112/PJ.41/1995 tentang Penghasilan
K/I/3 (kawin dengan 3 orang anak). Istri Yoga Tidak Kena Pajak
Antara mempunyai penghasilan dari usaha
salon yang dimilikinya. Penghasilan keduanya
digabung maka besarnya PTKP adalah: Tim Redaksi Ortax
Untuk diri sendiri (WP) Rp. 54.000.000,- Ortax.org
Status Kawin Rp. 4.500.000,- 30 Juni 2016
Tanggungan 3 orang anak Rp. 13.500.000,-
Penghasilan Istri Rp. 54.000.000,-
Jumlah PTKP Rp. 126.000.000,-

Tautan :
Rajiv Aji adalah karyawan pada PT. Selalu
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=134
Senyum dengan status TK, maka besarnya PTKP
Rajiv Aji adalah Rp. 54.000.000,-. Jika Rajiv Aji
mempunyai tanggungan anak angkatnya maka
besarnya PTKP Rajiv Aji adalah:
Untuk diri sendiri (WP) Rp. 54.000.000,-
Tanggungan 1 orang Rp. 4.500.000,-
Jumlah PTKP Rp. 58.500.000,-

Eko Sampurno adalah karyawan pada PT. Benar


Sejahtera, pada akhir tahun 2015 bercerai
dengan istrinya yang telah dikaruniai 2 orang
anak. Berdasarkan keputusan pengadilan, kedua
anaknya menjadi tanggungan sepenuhnya Eko
Sampurno. Maka besarnya PTKP Eko Sampurno
pada tahun 2016 adalah:
Untuk diri sendiri (WP) Rp. 54.000.000,-
Tanggungan 2 orang Rp. 9.000.000,-
Jumlah PTKP Rp. 63.000.000,-
EDISI 04, JUNI 2016
16 ISSN : 1978-5844

TEKNIS PEMBETULAN DAN KOMPENSASI


LEBIH BAYAR ATAS KENAIKAN PTKP
PADA E-SPT MASA PPh PASAL 21/26

I
su kenaikan PTKP untuk tahun pajak telah menyetujui usulan pemerintah untuk
2016 menjadi topik yang cukup hangat menaikkan Penerimaan Tidak Kena Pajak
diperbincangkan di masyarakat. Beberapa (PTKP) sebesar 50 persen pada tahun 2016.
pertanyaan pun bermunculan mengenai hal Dengan demikian, besaran PTKP untuk tahun
tersebut, seperti benarkah kenaikan Penghasilan 2016 menjadi Rp54 juta per tahun, atau Rp4,5
Tidak Kena Pajak (PTKP) akan diberlakukan dan juta per bulan.”
seandainya benar kapan berlakunya? Kemudian
apa dampak bagi pihak pemotong atas kenaikan Berdasarkan hal tersebut maka sudah
PTKP ini? Sebagaimana dikutip dalam website terjawab bahwa kenaikan PTKP bukan isapan
resmi Kementrian Keuangan pada tanggal 13 jempol belaka, dimana akan terjadi kenaikan
April 2016 dikatakan bahwa: menjadi Rp 54 juta per tahun yang hanya tinggal
menunggu waktu. Kenaikan PTKP ini sendiri
“Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diusulkan mulai berlaku pada Bulan Januari
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 17
2016. Namun demikian, pengumuman kenaikan dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21.
secara resmi baru akan dilakukan pada Bulan Adapun kaitan PTKP dalam menentukan besaran
Juni 2016. Bila benar demikian, maka kondisi ini PKP adalah sebagai berikut:
sama dengan diberlakukannya kenaikan PTKP
a. bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun
di pertengahan pada Tahun 2015 yang juga
berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi
berlaku surut. Dari segi pelaksanaan kewajiban
PTKP
perpajakan khususnya Pemberi Kerja, dampak
kenaikan PTKP akan membuat Pemberi Kerja b. bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar
“extra effort” untuk melakukan pembetulan penghasilan bruto dikurangi PTKP
penghitungan PPh Pasal 21 Masa sebelumnya c. bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud
yang menggunakan PTKP lama, serta melakukan dalam Pasal 3 huruf c PER 32/PJ/2015,
kompensasi atas kelebihan PPh Pasal 21 dalam sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 sebagai penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
dampak dari kenaikan PTKP.
Apabila diperlihatkan pada Bagian B Formulir
1721-A1 mengenai Bukti Pemotongan Pajak
PTKP menentukan besaran Penghasilan Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap Atau
Penghasilan Kena Pajak Penerima Pensiun Atau Tunjangan Hari Tua/
Jaminan Hari Tua Berkala, PTKP diposisikan
Besaran PTKP akan menentukan besaran
sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan

Gambar 1. Bagian B Formulir 1721-A1 e-SPT PPh 21/26

Terkait dengan Wajib Pajak yang diberikan tambahan PTKP. Selain itu Wajib Pajak
mendapatkan pengurangan berupa PTKP, yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan
berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU No. 36 Tahun semenda dalam garis keturunan lurus yang
2008 disebutkan bahwa di samping untuk menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya
dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin orang tua, mertua, anak kandung, atau anak
EDISI 04, JUNI 2016
18 ISSN : 1978-5844

angkat diberikan tambahan PTKP untuk paling disebabkan oleh PKP yang juga mengalami
banyak 3 (tiga) orang. Berdasarkan hal tersebut penurunan karena kenaikan PTKP yang
maka besaran PTKP akan digambarkan sebagai digunakan. Dengan demikian, pembetulan
berikut: penghitungan PPh Pasal 21 akibat kenaikan PTKP,
menyebabkan PPh
21 sebelumnya
mengalami kelebihan
setor. Untuk tahun
pajak 2015 sesuai
Pasal 27 PER-32/
PJ/2015 ditegaskan
bahwa dalam hal
terdapat kelebihan
setor, maka dapat
dikompensasikan
mulai Masa Pajak Juli
2015 sampai dengan
Desember 2015.

Gambar 2. Besaran PTKP

*) Sebagaimana dikutip dalam website resmi Contoh Studi Kasus Penghitungan


Kementerian Keuangan pada 13 April 2016
Pada Bulan Jui 2015 di saat PMK Nomor :
Kenaikan PTKP menyebabkan 122/PMK.010/2015 mengenai Kenaikan PTKP
diterbitkan, PT Ortax Indonesia mulai melakukan
Lebih Bayar pembetulan atas SPT Masa PPh Pasal 21 Masa
Kenaikan PTKP di tahun berjalan akan Januari-Juni 2015 yang sebelumnya telah
mempengaruhi penghitungan PPh Pasal 21 dilaporkan. PT Ortax Indonesia akan melakukan
sebelumnya yang telah dihitung, disetor dan kompensasi setiap masa yang mengalami
dilaporkan. Hal tersebut dikarenakan bila PPh kelebihan bayar ke Masa Juli 2015. Adapun data
Pasal 21 (sebelum kenaikan PTKP) dihitung perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai PT Ortax
kembali menggunakan PTKP yang baru, maka Indonesia sebelum dan sesudah pembetulan
PPh Pasal 21 akan mengalami penurunan yang bulan Januari s.d. Juni adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21
Nama Status/ Jumlah Iuran
No Penghasilan Pensiun
Pegawai Tanggungan Bruto Karyawan Pembetulan: Pembetulan: Kurang/
0 1 Lebih bayar
1 Manda Irdasari TK/0 15.723.810 153.000 1.540.196 1.393.946 (146.250)
2 Senja Nawita TK/0 10.220.477 99.450 722.733 576.483 (146.250)
3 Moldy Danuarji TK/0 8.910.159 86.700 536.271 390.021 (146.250)
4 Joan Suprapto TK/0 4.717.143 45.900 120.517 71.767 (48.750)
5 Jamo Surahmat* TK/0 2.935.111 28.560 44.085 0 (44.085)
Jumlah PPh Pasal 21 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Keterangan:
Metode Pemotongan adalah gross *Tidak Memiliki NPWP
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 19
Dengan asumsi jumlah penghasilan bruto 2. Mengubah PPh Dipotong sesuai dengan
dan pengurang bulan Januari sampai dengan Penghitungan
Juni sama, maka rekapitulasi pembetulan adalah Dalam mengubah PPh yang dipotong
sebagai berikut: Wajib Pajak dapat mengubahnya secara
manual langsung pada aplikasi e-SPT PPh
PPh Pasal 21
Pasal 21/26 atau dengan metode impor
Masa dengan menghapus terlebih dahulu data
Pembetulan: Pembetulan: Kurang/
0 1 Lebih bayar yang telah diinput kemudian lakukan impor
ulang.
Januari 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Februari 2.963.802 2.432.217 (531.585) a. SPT 1721 – I Masa Pajak yang dibetulkan
Maret 2.963.802 2.432.217 (531.585) (Normal)
April 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Mei 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Juni 2.963.802 2.432.217 (531.585)
Jumlah PPh Pasal 21 (3.189.150)

Teknis Pembetulan dan


Kompensasi Lebih Bayar pada
e-SPT Masa PPh Pasal 21/26
Terkait dengan lebih bayar akibat
pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21/26, berikut
ini beberapa hal teknis yang perlu dilakukan
dalam pembetulan dan kompensasi lebih bayar b. SPT 1721 – I Masa Pajak Pembetulan
pada e-SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26
adalah sebagai berikut:
Melakukan Pembetulan SPT
1. Buka SPT Normal Masa Januari 2015
kemudian Buat SPT Pembetulan

Melakukan Kompensasi Kelebihan Setor


pada SPT Pembetulan
3. Buka Induk SPT Bagian B.2. Penghitungan
PPh , kemudian pilih masa dan tahun, dimana
atas kelebihan bayar akan dikompensasi.
EDISI 04, JUNI 2016
20 ISSN : 1978-5844

Lakukan ketiga langkah di atas untuk masa- Apabila diperhatikan bahwa dengan adanya
masa yang akan dibetulkan (dalam studi kasus kompensasi PPh Pasal 21 akan mengurangi
ini yaitu Masa Pajak Februari sampai dengan PPh Pasal 21 di masa bersangkutan, maka dari
Juni 2015) segi pemberi kerja akan merasakan langsung
manfaat dari kenaikan PTKP dari segi cashflow
Menerima Kompensasi dari SPT Pembetulan karena beban pajak yang ditanggung dan
yang Kelebihan Setornya telah kompensasi dibayarkan pemberi kerja ke kas negara akan
berkurang. Apabila akibat adanya kompensasi
4. Setelah melakukan pembetulan dari Masa dari masa sebelumnya yang menyebabkan lebih
Pajak Januari s/d Juni 2015, maka buka bayar, dapat dilakukan kompensasi kembali atas
SPT Induk Masa Juli SPT Bagian B.2. kelebihan bayar tersebut.
Penghitungan PPh, kemudian pilih masa
pajak dan tahun pajak dimana atas kelebihan
bayar akan dikompensasi.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 21

PENUTUP
Besaran PTKP akan menentukan besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan
dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21. Pembetulan penghitungan PPh Pasal
21 akibat kenaikan PTKP menyebabkan PPh 21 sebelumnya mengalami kelebihan
setor. Atas kelebihan setor tersebut, pemberi kerja dapat mengkompensasikan ke
masa berikutnya. Beberapa hal teknis perlu dilakukan dengan benar dalam melakukan
pembetulan dan kompensasi lebih bayar pada e-SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26,
sehingga dari sisi pemberi kerja akan dapat merasakan langsung manfaat dari kenaikan
PTKP dari segi cashflow.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Pajak Penghasilan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Nomor PER - 14/PJ/2013 tentang Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan Orang Pribadi
Penyampaian Surat Pemberitahuan 4. http://www.kemenkeu.go.id/Berita/
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/ mulai-januari-2016-ptkp-naik-jadi-
Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti rp54-juta-tahun , diakses pada 14 Juni
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 2016
21 Dan/Atau Pasal 26.

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
21 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=129
P TK be
PJUNI
EDISI 04, 2016rubah diteng
ah tahun?
22 ISSN : 1978-5844
Sering melakukan revisi penghitungan akibat perubahan data?
Sering Melakukan Pembetulan SPT?
bah-ubah?
Komponen Penghasilan Beru
Pegawai Daftar NPWP ditengah tahun?
h pegawai?
Gross up tidak untuk seluru
Pindah Cabang berkali kali?
Dan berbagai permasalahan teknis PPh 21 lainnya….

Akselerasi PPh 21 akan menjadi mitra setia Anda


menangani keruwetan permasalahan PPh 21 …

BUKAN SEKEDAR HITUNG OTOMATIS


Fleksibilitas tinggi terhadap perubahan aturan dan kebijakan internal
Adaptif terhadap data pegawai yang sering berubah
www.pph21.id

kselerasi
Simplifying
the complexity PPh21

Informasi lebih lanjut …


Telp : (021) 4786 5713
Faks : (021) 4788 1350
Email Pemasaran : sales@ortax.org
Email Bantuan Teknis :
support@ortax.org |support@integral.co.id
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 23

Implikasi Perhitungan PPh Pasal 21


untuk Pegawai Tetap yang mendaftarkan
NPWP baru pada Tahun Berjalan

N
omor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bulan yang disetahunkan telah melebihi
merupakan nomor yang diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pegawai
kepada Wajib Pajak sebagai sarana tetap tersebut wajib mendaftarkan diri pada
dalam administrasi perpajakan yang kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak kedudukan Wajib Pajak. Di dalam praktiknya,
dan kewajiban perpajakan. Bagi Wajib Pajak terkait dengan kepemilikan NPWP dimungkinkan
Orang Pribadi (WPOP) yang tidak menjalankan seorang pegawai tetap suatu perusahaan baru
usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas mendaftarkan diri pada tahun berjalan karena
seperti halnya pegawai tetap suatu perusahaan, baru memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan,
NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya ataupun dikarenakan alasan lainnya. Terkait
setelah penghasilan Wajib Pajak pada suatu dengan kondisi tersebut, lebih jauh akan terdapat
EDISI 04, JUNI 2016
24 ISSN : 1978-5844

implikasi terkait Penghitungan PPh Pasal 21. ayat 4 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 32/
PJ/2015, dijelaskan bahwa:
Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan pajak
yang dipotong berdasarkan kondisi riil subjektif Berdasarkan hal tersebut disebutkan bahwa
dan objektif wajib pajak. Salah satu kondisi terkait selisih pengenaan tarif lebih tinggi sebesar
riil subjektif yaitu mengenai kepemilikan 20%, perusahaan dapat memperhitungkan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang akan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan
mempengaruhi ketepatan penghitungan PPh selanjutnya pada tahun kalender berikutnya.
Pasal 21. Apabila terdapat kondisi riil subjektif Namun demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal
dimana tidak memiliki NPWP maka atas 21 atas selisih tersebut tidak termasuk kredit
penghasilan yang diterima akan dipotong PPh pajak bagi pegawai pada Surat Pemberitahuan
Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi sebesar 20%. Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Pribadi untuk tahun pajak yang bersangkutan.
kepemilikan NPWP, sangat dimungkinkan Begitu sebaliknya, jumlah pemotongan PPh
pegawai tetap suatu perusahaan baru Pasal 21 termasuk kredit pajak bila atas selisih
mendaftarkan diri pada tahun berjalan dengan pengenaan tarif lebih tinggi tidak diperhitungkan
berbagai alasan tertentu. Pendaftaran NPWP dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya
pada tahun berjalan menyebabkan perhitungan setelah memiliki NPWP.
PPh Pasal 21 yang telah dihitung sebelumnya
menjadi kurang tepat karena PPh Pasal 21
yang telah dipotong pada bulan sebelumnya
kelebihan potong sebesar 20%. Pada Pasal 20 Contoh
STUDI
Kasus
Dalam hal Pegawai Tetap atau Indra Anwar, status belum menikah dan tidak
penerima pensiun berkala memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada
sebagai penerima penghasilan PT Sumber Mawar Melati dengan memperoleh
yang telah dipotong PPh Pasal gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar
Rp 5.500.000,-, dan yang bersangkutan
21 dengan tarif yang lebih tinggi
membayar iuran pensiun kepada perusahaan
sebagaimana dimaksud pada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
ayat (1) mendaftarkan diri untuk disahkan oleh Menteri Keuangan setiap
memperoleh Nomor Pokok Wajib bulan sebesar Rp 200.000,. Indra Anwar baru
Pajak dalam tahun kalender yang memiliki NPWP pada bulan Juni 2015 dan
bersangkutan paling lama sebelum menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada
PT Sumber Mawar Melati untuk digunakan
pemotongan PPh Pasal 21 untuk
sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan
Masa Pajak Desember, PPh Pasal Juni.
21 yang telah dipotong atas selisih
pengenaan tarif sebesar 20% (dua Pembahasan:
puluh persen) lebih tinggi tersebut 1. Perhitungan PPh Pasal 21 Indra
diperhitungkan dengan PPh Pasal Anwar Jika Tidak Memiliki NPWP
21 yang terutang untuk bulan-bulan atau Memiliki NPWP
selanjutnya setelah memiliki
Perhitungan PPh Pasal 21 saat Tidak
Nomor Pokok Wajib Pajak. Memiliki NPWP:
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 25

No DESKRIPSI JUMLAH

Contoh PENGHASILAN BRUTO :

STUDI 1 Gaji 5.500.000

Kasus
2 Tunjangan PPh -
3 Tunjangan Lainnya, Lembur dsb -
4 Honorarium dan Imbalan Lain sejenisnya -
5 Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja -
6 Penerimaan Dalam Bentuk Natura -
7 Tantiem, Bonus , Gratifikasi, Jasa Produk, THR -
8 Jumlah Penghasilan Bruto 5.500.000

PENGURANGAN :
9 Biaya Jabatan 275.000
10 Iuran Pensiun/ THT /JHT 200.000
11 Jumlah Pengurangan 475.000

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 :


12 Jumlah Penghasilan Netto 5.025.000
13 Penghasilan netto masa sebelumnya -
14 Penghasilan Netto Setahun / Disetahunkan 60.300.000
15 PTKP 36.000.000
16 PKP setahun / Disetahunkan 24.300.000
17 PPh 21 atas PKP 1.215.000
18 PPh 21 Dipotong Masa Sebelumnya -
19 PPh 21 Terutang Setahun/Disetahunkan 1.215.000
20 PPh 21 Terutang Bulan ini 121.500

Perhitungan PPh Pasal 21 saat Memiliki NPWP:


No DESKRIPSI JUMLAH
PENGHASILAN BRUTO :
1 Gaji 5.500.000
2 Tunjangan PPh -
3 Tunjangan Lainnya, Lembur dsb -
4 Honorarium dan Imbalan Lain sejenisnya -
5 Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja -
6 Penerimaan Dalam Bentuk Natura -
7 Tantiem, Bonus , Gratifikasi, Jasa Produk, THR -
8 Jumlah Penghasilan Bruto 5.500.000

PENGURANGAN :
9 Biaya Jabatan 275.000
10 Iuran Pensiun/ THT /JHT 200.000
EDISI 04, JUNI 2016
26 ISSN : 1978-5844

No DESKRIPSI JUMLAH
Contoh 11 Jumlah Pengurangan 475.000

STUDI PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 :


Kasus 12 Jumlah Penghasilan Netto 5.025.000
13 Penghasilan Netto Masa Sebelumnya -
14 Penghasilan Netto Setahun / Disetahunkan 60.300.000
15 PTKP 36.000.000
16 PKP setahun / Disetahunkan 24.300.000
17 PPh 21 atas PKP 1.215.000
18 PPh 21 Dipotong Masa Sebelumnya -
19 PPh 21 Terutang Setahun/disetahunkan 1.215.000
20 PPh 21 Terutang Bulan ini 101.250

Selisih Perhitungan PPh Pasal 21 Indra Anwar saat Tidak Memiliki NPWP dan
Memiliki NPWP pada Masa Januari s.d Mei 2015:
Tidak Memiliki NPWP : 5 x Rp 121.500,- : Rp 607.500,-
Memiliki NPWP : 5 x Rp 101.250,- : (Rp 506.250,-)
Selisih PPh Pasal 21 : Rp 101.250,-

2. Perhitungan PPh Pasal 21 Indra Anwar Jika NPWP diserahkan kepada


Pemberi Kerja di Juni 2015
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan
Juni 2015, bila Indra Anwar kepemilikan NPWP diperhitungkan mulai di Juni
2015 oleh pemberi kerja, dengan asumsi penghasilan pada bulan Juni bulan
besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan tetap dan
teratur setiap bulan tersebut, adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 terutang sebulan
(sama dengan Perhitungan sebelumnya) Rp 101.250,-
Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20%
Sebelum memiliki NPWP (Januari-Mei 2015)
20% X 5 X Rp 101.250,- Rp 101.250,-
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Juni 2015 NIHIL

3. Perhitungan PPh Pasal 21 Indra Anwar Jika NPWP diserahkan kepada


Pemberi Kerja di Desember 2015
Perhitungan PPh Pasal 21 Masa Desember 2015
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan
Desember 2015, bila Indra Anwar kepemilikan NPWP diperhitungkan mulai
di Desember 2015 oleh pemberi kerja, dengan asumsi penghasilan pada bulan
Juni bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan tersebut, adalah sebagai berikut:
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 27

PPh Pasal 21 terutang sebulan


Contoh (sama dengan Perhitungan sebelumnya) Rp 101.250,-

STUDI Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20%

Kasus Sebelum memiliki NPWP (Januari-November 2015)


20% X 11 X Rp 101.250,00 Rp 222.750,-
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Desember 2015 ( Rp 121.500,-)

Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal
21 terutang untuk bulan Desember 2015, maka jumlah PPh Pasal 21 yang
harus dipotong untuk bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp
121.500,00 dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan
selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena jumlah tersebut sudah
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya,
jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan
oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.

Perhitungan PPh Pasal 21 yang termasuk Kredit Pajak di SPT PPh OP


No DESKRIPSI JUMLAH
PENGHASILAN BRUTO :
1 Gaji 66.000.000
2 Tunjangan PPh -
3 Tunjangan Lainnya, Lembur dsb -
4 Honorarium dan Imbalan Lain sejenisnya -
5 Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja -
6 Penerimaan Dalam Bentuk Natura -
7 Tantiem, Bonus , Gratifikasi, Jasa Produk, THR -
8 Jumlah Penghasilan Bruto 66.000.000

PENGURANGAN :
9 a. Biaya Jabatan atas penghasilan teratur (No. 1 s/d 6) 3.300.0000
b. Biaya Jabatan atas penghasilan tidak teratur ( No. 7) -
10 Iuran Pensiun/ THT /JHT 2.400.000
11 Jumlah Pengurangan 5.700.000

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 :


12 Jumlah Penghasilan Netto 60.300.000
13 Penghasilan Netto Masa Sebelumnya -
14 Penghasilan Netto Setahun / Disetahunkan 60.300.000
15 PTKP 36.000.000
16 PKP setahun / Disetahunkan 24.300.000
17 PPh 21 atas PKP 1.215.000
18 PPh 21 Dipotong Masa Sebelumnya -
19 PPh 21 Terutang Setahun 1.215.000
EDISI 04, JUNI 2016
28 ISSN : 1978-5844

PPh Pasal 21 yang telah dipotong:


Contoh Bulan Januari - November 2015

STUDI 11 X Rp 121.500,- Rp 1.336.500,-

Kasus PPh Pasal 21 Setahun


PPh Pasal 21 lebih dipotong untuk diperhitungkan pada
Rp 1.215.000,-
(Rp 121.500,-)
bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya
Karena jumlah sebesar Rp 121.500,- sudah diperhitungkan dengan PPh
Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka
jumlah yang dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar
Rp 1.215.000,-.

PENUTUP
Pegawai Tetap atau penerima pensiun secara berkala sebagai penerima penghasilan
yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi dan mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP dalam tahun berjalan, implikasi Perhitungan PPh Pasal 21
atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi yaitu:
a. Diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki
NPWP, dan atas selisih pengenaan tarif tersebut tidak termasuk kredit pajak dalam
SPT PPh OP, atau
b. Tidak diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya setelah
memiliki NPWP dan atas selisih pengenaan tarif tersebut termasuk kredit pajak
dalam SPT PPh OP

Referensi
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
21 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=128
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 29

Pembahasan Komprehensif
e-SPT PPh Pasal 21/26 Versi 2.3.0.0

D
alam rangka memberikan kemudahan (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
kepada Wajib Pajak dalam pajak; dan/atau
melaksanakan kewajiban perpajakan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
PPh Pasal 21 yaitu membuat dan dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
menyampaikan SPT PPh Pasal 21 sesuai dengan lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1
PER-14/PJ/2013, Direktorat Jenderal Pajak (satu) masa pajak; dan/atau
(Ditjen Pajak) mewajibkan pemotong pajak yang
melakukan penyetoran pajak dengan SSP
:
dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu)
terhadap pegawai tetap dan penerima masa pajak.
pensiun atau THT/JHT berkala dan/atau
PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara Wajib menggunakan e-SPT PPh Pasal 21/26.
dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari Aplikasi e-SPT terus disempurnakan (perubahan
20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa yang bersifat mayor maupun minor) agar dapat
pajak; dan/atau berjalan optimal sesuai dengan ketentuan
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak yang berlaku. Sampai dengan saat ini terdapat
Final) dan/atau Pasal 26 dengan bukti beberapa patch update e-SPT PPh Pasal 21 yang
pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 berguna untuk melakukan perbaikan terhadap
EDISI 04, JUNI 2016
30 ISSN : 1978-5844

aplikasi e-SPT PPh Pasal 21. Terakhir pada update patch e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 versi
Januari 2016 Ditjen Pajak merilis patch update yang terbaru yaitu 2.3 pada hari Selasa, 19
versi 2.3 Salah satu perubahan yang cukup Januari 2016. Adapun beberapa perubahan yang
menarik adalah adanya fitur prepopulated 1721- terjadi pada aplikasi e-SPT PPh Pasal 21/26 versi
A1 dan 1721-A2. Fitur ini mendukung adanya yang terbaru 2.3 yaitu :
integrasi SPT PPh 21 dengan SPT PPh Orang 1. Perubahan Constrain pada Basis Data
Pribadi, dimana saat WPOP mengisi SPT PPh sehingga dapat menampung pemotongan
OP secara online maka otomatis bukti potong bulanan dengan NPWP sama (00.000.000.0-
A1 yang telah dilaporkan oleh pemberi kerja 000.000) dan nama yang sama
melalui file CSV, langsung terinput pada SPT
2. Perubahan perhitungan upah kumulatif
PPh OP sehingga WP tidak mengalami kesulitan
dalam satu bulan kalender menjadi
dalam pengisian SPT OPnya. The Organisation
Rp.8.000.000,- (PER-32/PJ/2015)
for Economic Co-operation and Development
(OECD) Center of Tax Policy & Administration 3. Akomodasi KJS 104 dan penyandingannya
Report menyebut bahwa “pre-populated return”, dengan KJS 100
yaitu penginputan data dari pihak ketiga atau 4. Pemenuhan data prepopulated A1 dan A2
pihak lainnya dapat dijadikan salah satu sarana 5. Minor Change pada beberapa kolom aplikasi
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dalam 6. Perubahan Versi Aplikasi menjadi V.2.3.0.0
mengurangi cost administration Wajib Pajak
Untuk melakukan update patch e-SPT PPh ke
Kebijakan prepopulated return diharapkan versi 2.3, User atau Wajib Pajak harus melakukan
dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak instalasi e-SPT PPh 21/26 Versi 2.2.0.0 terlebih
karena dalam pengisian SPT OP nya menjadi lebih dahulu, kemudian baru dapat melakukan update
mudah. Selain fitur prepopulated dalam patch e-SPT PPh 21/26 ke versi 2.3.0.0. Patch update
update 2.3 terdapat beberapa perubahan, berikut versi 2.3.0.0 ini cukup berbeda dengan Patch
akan dibahas lebih lanjut mengenai perubahan- update sebelumnya versi 2.2.0.1, dimana selain
perubahan pada aplikasi e-SPT PPh 21 versi 2.3. update di level Aplikasi, update juga dilakukan di
level Database. Berikut ini patch aplikasi e-SPT
Direktorat Jenderal Pajak telah merilis
PPh 21/26 versi 2.3.

Gambar 1. Patch Aplikasi e-SPT PPh 21/26 V.2.3.0.0


EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 31
tetap pasangan Suami-Istri dengan satu NPWP.
Perubahan Constrain pada Basis
Namun, setelah dilakukan simulasi ternyata data
Data Pemotongan Pajak Bulanan pemotongan pajak bulanan yang sudah pernah
Perubahan Constrain pada Basis Data ini diinput dapat diinput kembali baik melalui key in
dapat menampung pemotongan bulanan dengan maupun menu impor yang dapat menyebabkan
NPWP dan nama yang sama. Dengan adanya besarnya jumlah pegawai tetap, jumlah bruto
perubahan ini tentunya dapat mengakomodir atau PPh 21/26 yang terutang menjadi dua kali
sebuah perusahaan yang memiliki pegawai lipat dari yang sebenarnya (duplikasi data).

Gambar 2. e-SPT PPh 21/26 V.2.3.0.0 (1721-I Satu Masa Pajak)

Pada nomor 1 s/d 8 gambar diatas merupakan diinput dalam melakukan pelaporan PPh Pasal
data pegawai tetap yang sudah pernah diinput 21/26 menggunakan versi terbaru ini.
dalam SPT Masa 1721 – I (Satu Masa Pajak).
Namun, sewaktu data yang sama diinput kembali Selain itu, apabila user ingin menghapus
pada menu pemotongan pajak bulanan (1721 – I) beberapa data pemotongan pajak bulanan yang
data tersebut masih tetap bisa masuk, sehingga sudah pernah diinput (nomor 9 s/d seterusnya)
berdampak pada bertambahnya jumlah pegawai maka seluruh data pemotongan pajak bulanan
tetap, jumlah penghasilan bruto dan jumlah pegawai tetap akan terhapus seluruhnya.
PPh yang dipotong. Dengan demikian, hal ini Sehingga dibutuhkan ketelitian bagi user dalam
cukup riskan bagi Wajib Pajak atau user apabila menginput data pemotongan pajak bulanan baik
tidak menyadari adanya data yang sudah pernah secara key in (manual) maupun impor data.
EDISI 04, JUNI 2016
32 ISSN : 1978-5844

Gambar 3. e-SPT PPh 21/26 V.2.3.0.0 Menghapus Beberapa Data Pemotongan Pajak Bulanan
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 33
Perubahan ini dapat dilihat dalam e-SPT PPh
Perubahan Penghitungan Upah
21/26 versi 2.3 pada menu referensi, kemudian
Kumulatif Dalam Satu Bulan pilih Tarif selanjutnya klik Upah Harian.
Kalender
Perubahan dasar penghitungan upah
kumulatif bagi penghasilan yang diterima oleh
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan, dan uang saku harian
dalam satu bulan kalender sudah sesuai dengan
Pasal 15 dalam Peraturan Direktur Jenderal Gambar 4. e-SPT PPh 21/26 Menu Upah Harian
Pajak Nomor PER – 32/PJ/2015, dengan teknis
penghitungan sebagai berikut :

Penghasilan
Penghasilan
Tarif dan DPP
Akomodasi KJS 104 dan
Kumulatif
Sehari
Sebulan Penyandingannya dengan KJS 100
< Rp 300.000 < Rp 3.000.000 Tidak dilakukan Dalam Lampiran II PER-38/PJ/2009 tentang
pemotongan PPh 21
Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak terdapat
5% x Kode Jenis Setoran untuk jenis PPh Pasal 26 atas
> Rp 300.000 < Rp 3.000.000
(Upah - Rp 300.000)
Jasa terkait pembayaran PPh Pasal 26 yang harus
> Rp 300.000
> Rp 3.000.000 5% x (Upah - PTKP/360) disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib
< Rp 300.000
Pajak Luar Negeri yang tercantum dalam SPT
Tarif Pasal 17 x Jumlah
> Rp 300.000 > Rp 8.200.000 Masa PPh Pasal 26. Perubahan ini hanya terjadi
Penghasilan Kena Pajak
< Rp 300.000 pada menu 1721 – IV yang diberikan tanda
yang disetahunkan
merah pada gambar dibawah ini :
Tabel 1 Teknis Penghitungan PPh 21 Bagi Pegawai Tidak
Tetap/Tenaga Kerja Lepas

Gambar 5. e-SPT PPh 21/26 Menu Daftar SSP


EDISI 04, JUNI 2016
34 ISSN : 1978-5844

Login awal menggunakan e-SPT PPh 21/26


Pemenuhan Data Prepopulated A1
versi 2.3, Username secara default langsung
dan A2 tertulis “administrator”
Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya
pemenuhan data Prepopulated ini merupakan
salah satu sarana yang dilakukan oleh Ditjen
Pajak dengan memanfaatkan data pihak ketiga
dan data lainnya guna mengurangi beban Wajib
Pajak. Kebijakan ini telah diterapkan oleh Ditjen
Pajak pada aplikasi e-SPT versi yang terbaru
Gambar 7. e-SPT PPh 21/26 Login Database
yaitu 2.3, khususnya pada file CSV 1721 A1/A2
yang dilaporkan oleh pemotong atau perusahaan
kepada Kantor Pelayanan Pajak. Apabila pemotong Perubahan Versi Aplikasi menjadi
sudah melakukan pelaporan SPT Masa PPh 21/26 V.2.3.0.0
Desember menggunakan CSV yang sudah di create
Perubahan versi aplikasi e-SPT PPh 21/26
dari e-SPT PPh 21/26 versi 2.3, maka seluruh
versi 2.3 dapat dilihat pada menu Help, kemudian
data 1721 A1/A2 seperti jumlah penghasilan
pilih menu About maka akan tampil informasi
bruto, jumlah pengurang, nomor bukti potong
mengenai versi aplikasi e-SPT PPh 21/26 yang
dan komponen lainnya akan langsung terinput
sedang kita gunakan, seperti gambar dibawah ini :
dalam SPT Tahunan Orang Pribadi dari pegawai
yang bersangkutan. Hal ini dapat terjadi apabila
pegawai melaporkan SPT Tahunan Wajib Pajak
Orang Pribadinya secara online (e-Filling).

Minor Change pada Beberapa


Kolom Aplikasi
Berikut ini beberapa tambahan update pada
menu aplikasi e-SPT PPh 21/26 versi 2.3 :
Update Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian
Gambar 8. e-SPT PPh 21/26 Versi 2.3.0.0
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Selain melalui menu Help, user juga dapat
memastikan update aplikasi e-SPT PPh 21/26
versi 2.3 yang terbaru di sudut sebelah kiri pada
halaman utama e-SPT PPh 21/26, dengan tulisan
“e-SPT Masa 2126 – V.2.3.0.0”

Gambar 6. e-SPT PPh 21/26 Menu Referensi PTKP Gambar 9. Halaman Utama e-SPT PPh 21/26 Versi 2.3.0.0
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 35

PENUTUP
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, aplikasi e-SPT PPh 21/26 versi
2.3.0.0 memiliki beberapa update seperti halnya “terobosan” mengenai pemenuhan data
prepopulated 1721-A1 dan 1721-A2 dimana seluruh komponen 1721 A1/A2 yang telah
dinput ke dalam aplikasi e-SPT PPh Pasal/26 dan telah dilaporkan oleh Pemberi Kerja
ke Kantor Pajak, secara default data tersebut akan terhimpun dan langsung terinput
dalam SPT Tahunan WP Orang Pribadi yang bersangkutan. Selain terdapat beberapa
fiture lainnya yang di-update dengan baik, e-SPT PPh 21/26 versi 2.3.0.0 masih memiliki
beberapa bugs yang cukup berarti khususnya pada menu pemotongan pajak bulanan
yang datanya dapat diinput kembali dengan data yang sama baik melalui menu impor
ataupun secara manual (duplikasi data). Hal ini menjadi cukup berisiko bagi Wajib Pajak
atau user apabila tidak menyadari adanya duplikasi data dalam melakukan pelaporan
PPh Pasal 21/26 menggunakan versi terbaru ini.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penyetoran Dan Pelaporan Pajak
Perubahan Keempat atas Undang- Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Pajak Penghasilan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Orang Pribadi
Nomor PER – 14/PJ/2013 Tentang 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Nomor PER-44/PJ/2015 tentang
Penyampaian Surat Pemberitahuan Perubahan Keempat Atas Peraturan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti 38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal Surat Setoran Pajak
21 dan/atau Pasal 26 5. http://www.kemenkeu.go.id/en/
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak node/42825 diakses pada 15 Juni 2016
Nomor PER – 32/PJ/2015 Tentang

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
24 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=127
EDISI 04, JUNI 2016
36
INPUT DATA PENGHASILAN ...
ISSN : 1978-5844

dan Akselerasi PPh 21 yang akan


mengerjakan sisanya

Kustom Kertas
Komponen Kerja
Penghasilan Penghitungan PEMBETULAN PPh 21
01 CUMA 5 MENIT
02

Ragam Pembetulan karena


Kondisi Multi perubahan PTKP dapat
Subjektif NPWP dilakukan dengan
cepat dan akurat
03
04

Dilengkapi dengan
Rekapitulasi Pembetulan
Manajemen
Lebih Informasi lebih lanjut …
Bayar Telp : (021) 4786 5713
Faks : (021) 4788 1350
05 Email Pemasaran : sales@ortax.org
Email Bantuan Teknis :
support@ortax.org |support@integral.co.id
And many more…

www.pph21.id
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 37

INFO ORTAX

Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP – 173/PJ./2002


tentang Pedoman Standar Gaji Karyawan Asing

Keputusan Direktur Jenderal Pajak


tentang Pedoman Standar Gaji
Karyawan Asing

S
ehubungan dengan besarnya Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
pedoman standar gaji karyawan ini, yang dimaksud dengan standar gaji karyawan
asing yang sudah tidak sesuai dengan asing adalah besaran penghasilan bruto 1 (satu)
kondisi nyata dari gaji yang diterima bulan sehubungan dengan pekerjaan berupa gaji
oleh karyawan asing pada saat ini, maka dan imbalan lain yang diterima atau diperoleh
berdasarkan pertimbangan ini diterbitkanlah karyawan asing yang bekerja dalam bidang-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP bidang di luar bidang pengeboran minyak dan
– 173/PJ./2002 tentang Pedoman Standar Gaji gas bumi.
Karyawan Asing pada tanggal 22 Mei 2002.
Pedoman standar gaji karyawan asing
Namun, Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini
tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur
sudah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2002 dan
Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal:
digunakan mulai tahun pajak 2002.
EDISI 04, JUNI 2016
38 ISSN : 1978-5844

1. Terdapat petunjuk bahwa pembukuan Wajib 2. Jenis usaha dari perusahaan tempat
Pajak tidak benar sehingga tidak dapat karyawan asing memperoleh penghasilan
dihitung besarnya pajak yang seharusnya (pemberi kerja);
terutang; 3. Kedudukan atau jabatan karyawan
2. Diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa asing dalam perusahaan tempat yang
terdapat pembayaran gaji karyawan asing bersangkutan bekerja.
yang tidak seluruhnya dibukukan untuk
pelunasan PPh Pasal 21 atau Pasal 26; Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Pedoman Standar Gaji Karyawan Asing beserta
3. Pemeriksa tidak mendapatkan data yang lampirannya, dapat Anda lihat pada KEP - 173/
dapat digunakan untuk menentukan jumlah PJ./2002
gaji karyawan asing dalam rangka penetapan
jumlah PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang
terutang. Ortax.org
22 Juni 2016
Penggunaan pedoman standar gaji karyawan
asing harus memperhatikan beberapa kondisi
dibawah ini:

1. Kebangsaan dari karyawan asing yang


bersangkutan; Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=78

“Writing is A Great Way to Share


Your Knowledge”
Tuangkan gagasan dan pemikiran Anda terkait Kebijakan, Isu,
dan Permasalahan lainnya di bidang Perpajakan. Kami siap
menampungnya dan menjadikannya sebagai sebuah referensi
yang bermanfaat bagi masyarakat yang concern terhadap
masalah perpajakan.

Mengapa Memilih Ortax sebagai tempat


mempublikasikan karya Anda?

Ortax banyak Ortax terdaftar dengan Ortax


digunakan karena ISSN nomor 1978-5844 memberikan
memiliki informasi pada tanggal 29 Mei honor dan reward
yang lengkap, 2007, sehingga dapat lainnya atas
akurat, mudah meningkatkan nilai tulisan yang
dibaca dan kredit (kum) publikasi diterbitkan
dipahami. Anda.

Gedung Pemuda, Lantai 2


Jl.Pemuda Raya No.66 Rawamangun, Jakarta - Indonesia 13220
Contact Person : Sigit / Daniel
Phone : (021) 47865713 ext. 119 | Fax : (021) 47881350
email : redaksi@ortax.org | www.ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 39

Pajak Penghasilan Atas


Penghasilan Ekspatriat

U
ntuk meningkatkan pertumbuhan tinggi dari tenaga kerja lokal.
ekonomi, salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah Ekspatriat dapat berstatus sebagai Subjek
menarik investasi Asing ke Indonesia. Pajak Luar Negeri atau sebagai Subjek Pajak
Selain membawa modal, keahlian dan teknologi, Dalam Negeri. Hak dan Kewajiban Perpajakan
investasi asing juga dapat menyerap tenaga kerja terkait penetapan status ini tentunya memiliki
baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja perbedaan mulai dari tarif pajak yang dikenakan,
asing atau yang kita kenal dengan ekspatriat. hak mendapatkan pengurangan berupa PTKP
hingga kewajiban penyampaian SPT.
Dari sudut pandang perpajakan, investasi
asing tidak hanya meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan
negara dari Pajak Penghasilan Badan, namun yang diterima oleh subjek pajak. Dalam
peningkatan penerimaan negara juga dapat menentukan aspek pajak terhadap ekspatriat
berasal dari PPh Orang Pribadi, khususnya terlebih dahulu ditentukan apakah ekspatriat
penghasilan ekspatriat yang umumnya jauh lebih sebagai subjek pajak luar negeri ataupun subjek
EDISI 04, JUNI 2016
40 ISSN : 1978-5844

pajak dalam negeri. Dalam Undang-Undang pengembalian utang


Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan subjek c. Royalti, sewa dan penghasilan lain,
pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang sehubungan dengan pengunaan harta
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus dan kegiatan
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
e. Hadiah dan penghargaan
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di g. Premi swap dan transaksi lindung nilai
Indonesia. Sedangkan, subjek pajak luar negeri lainnya
adalah orang pribadi yang tidak bertempat h. Keuntungan karena pembebasan utang
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan Pajak yang dipotong tersebut bersifat final.
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua Ekspatriat dengan status Wajib Pajak luar negeri
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak punya kewajiban memiliki Nomor Pokok
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang Wajib Pajak (NPWP) dan tidak punya kewajiban
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Dalam
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dan hal ekspatriat memiliki Surat Keterangan
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal Domisili (SKD) dari negara mitra P3B maka
di Indonesia, orang pribadi yang berada di dikenakan tarif sesuai Perjanjian Penghindaran
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan Pajak Berganda (P3B).
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang Ekspatriat Berstatus Subjek Pajak
dapat menerima atau memperoleh penghasilan Dalam Negeri
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
Orang asing akan dianggap sebagai subjek
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
pajak dalam negeri apabila bertempat tinggal
tetap di Indonesia.
di Indonesia dan berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau
Ekspatriat Berstatus Subjek Pajak dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Luar Negeri Indonesia. Kewajiban memiliki NPWP ini berlaku
Untuk ekspatriat yang berstatus sebagai sama bagi orang asing yang berstatus sebagai
subjek pajak luar negeri atas penghasilan yang subjek pajak dalam negeri. Penghasilan yang
diterima dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26. menjadi objek pajak berdasarkan ketentuan pasal
Berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Pajak 4 UU PPh, bahwa setiap tambahan kemampuan
Penghasilan, pemotongan yang dilakukan oleh ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pemotong pajak, yaitu pihak yang melakukan pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
pembayaran atas penghasilan tersebut (pemberi dari luar Indonesia. Sumber penghasilan
kerja), berupa pajak penghasilan yang dipotong dikelompokkan sebagai berikut:
sebesar 20% dari jumlah bruto.
a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan
Adapun penghasilan yang menjadi objek kerja seperti gaji, tunjangan, honorium, dan
pemotongan PPh 26 adalah sebagai berikut: sebagainya.
b. Penghasilan dari pekerjaan bebas seperti
a. Dividen penghasilan dari praktik dokter, notaris,
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan aktuaris, akuntan, pengacara, dan
imbalan, sehubungan dengan jaminan sebagainya.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 41
c. Penghasilan dari usaha dan kegiatan, yang
terdiri atas usaha dagangan jasa, industri Ph bruto sebulan XXX
serta lainnya seperti peternakan, pertanian, Biaya jabatan sebulan XXX
perikanan, dan sebagainya. Iuran Pensiun/JHT/THT sebulan XXX +
d. Penghasilan dari modal, yang berupa Total pengurang penghasilan XXX -
harta gerak ataupun harta tak gerak, Ph neto sebulan XXX
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan Ph neto setahun (x12) XXX
keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha. PTKP setahun XXX -
e. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan PKP XXX
utang dan hadiah. PPh terutang (tarif pasal 17 x PKP) XXX
PPh per bulan (PPh terutang : 12) YYY
Untuk ekspatriat yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, maka perhitungan
penghasilannya bisa melalui dua pendekatan,
yaitu dihitung dengan menggunakan norma
Penghitungan Masa Pajak Terakhir
penghasilan netto atau dihitung dari pembukuan.
Penghasilan Netto Disetahunkan =
Norma penghasilan netto adalah suatu
Penghasilan Netto N bulan x 12/N
persentase tertentu yang sudah ditentukan
oleh Direktur Jenderal Pajak, dan digunakan PPh 21 Terutang N bulan = PPh Pasal 21
untuk menentukan penghasilan netto dari Terutang disetahunkan X N/12
wajib pajak. Penghasilan netto dihitung dengan N= bln ybs bekerja
mengalikan penghasilan bruto dan persentase
norma penghasilan netto tersebut. Wajib pajak
yang boleh menggunakan norma penghitungan
adalah orang pribadi yang memenuhi syarat-
PPh 21 Terutang N bulan
syarat berikut:
dikurangi
1. Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak PPh 21 Telah Dipotong Pada Masa-masa
mencapai Rp. 4.800.000.000 Sebelumnya Tahun Pajak Ybs
2. Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam
jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun
buku
3. Menyelenggarakan pencatatan. Aspek Pajak Penghasilan atas orang pribadi
atau badan luar negeri yang berubah status
Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan menjadi Wajib Pajak dalam negeri
pembukuan, apabila setelah pengurangan
penghasilan bruto didapat kerugian, maka Pada prinsipnya pemotongan pajak atas
kerugian tersebut dikompensasikan dengan Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final,
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya, tetapi atas penghasilan sebagaimana dimaksud
berturut-turut samapai dengan 5 tahun. dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU
PPh, dan atas penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi atau badan luar negeri yang berubah
Teknis Perhitungan PPh Pasal 21 status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau
Ekspatriat bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak
bersifat final sehingga potongan pajak tersebut
Penghitungan setiap masa (selain masa pajak dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan
terakhir) Tahunan Pajak Penghasilan.
EDISI 04, JUNI 2016
42 ISSN : 1978-5844

Mr James sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT Nusantara
Abadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima)
Contoh Kasus

bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2015. Pada tanggal 20 April 2015 perjanjian kerja tersebut
diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2015.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status Mr James adalah tetap sebagai Wajib
Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status Mr James berubah
dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari
2015. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2015 atas penghasilan bruto Mr James telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT Nusantara Abadi.
Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan Mr James untuk masa
Januari sampai dengan Agustus 2015, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan
disetor PT Nusantara Abadi atas penghasilan Mr James sampai dengan Maret tersebut, dapat
dikreditkan terhadap pajak Mr James sebagai Wajib Pajak dalam negeri.

PENUTUP Referensi
Dalam mengenakan pajak 1. Undang-Undang Republik Indonesia
penghasilan kepada ekspatriat Nomor 36 Tahun 2008 tentang
terlebih dahulu harus dilihat Perubahan Keempat atas Undang-
kondisi subjek pajaknya. Kondisi Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
subjek pajak menentukan dalam
Pajak Penghasilan
jenis pemotongan PPh yang
dikenakan. Untuk ekspatriat yang 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
berstatus sebagai subjek pajak luar Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang
negeri maka dikenakan PPh Pasal Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
26, sedangkan untuk ekspatriat Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
yang berstatus sebagai subjek pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
dalam negeri maka dikenakan Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
PPh sesuai ketentuan perpajakan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
domestik yaitu UU PPh sesuai jenis Orang Pribadi
penghasilan yang diterima. Atas
penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi atau badan luar negeri yang
berubah status menjadi Wajib Pajak Tim Redaksi Ortax
dalam negeri atau bentuk usaha Ortax.org
tetap, pemotongan pajaknya tidak 29 Juni 2016
bersifat final sehingga potongan
pajak tersebut dapat dikreditkan
dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.
Tautan :
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=132
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 43

TEMPAT TERUTANG
PPh PASAL 21
Daniel Belianto
Praktisi Pajak

P
ertumbuhan suatu Perusahaan dapat dan dibebankan dalam pembukuan Kantor Pusat.
dilihat dari kegiatan perluasan usaha Walaupun demikian, dalam praktiknya juga
yang dilakukan. Perluasan usaha timbul permasalahan kewenangan bila dikaitkan
tersebut dapat berupa pendirian Kantor dengan pemenuhan kewajiban perpajakan
Cabang atau Kantor Perwakilan. Peruntukan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21. Tidak
Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang jarang terjadi suatu tarik ulur antara tempat
dimaksud tersebut juga disesuaikan dengan pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal
tujuan dan maksud tertentu. Misalnya pendirian 21 antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Lokasi
Kantor Cabang yang bertindak sebagai Kantor Cabang dengan KPP dimana Kantor
kepanjangantangan dari Kantor Pusat ditujukan Pusat didirikan dan bertempat kedudukan.
untuk melakukan kegiatan main business di
daerah yang sebelumnya tidak dapat dijangkau,
sedangkan Kantor Perwakilan hanyalah sebagai PPh Pasal 21 dipungut oleh
kantor yang mengurusi administrasi saja. Dari Pemerintah Pusat
segi kewenangan pun bisa jadi tidak seluruhnya
dilimpahkan ke Kantor Cabang atau Kantor Dalam memori penjelasan Pasal 2 ayat 1
Perwakilan dan diatur secara jelas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
anggaran dasar perusahaan. Salah satu contohnya Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-
yaitu kewenangan atas perlakukan biaya Kantor Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Cabang, yang mana pembayaran tersebut Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, disebutkan
umumnya langsung dilakukan oleh Kantor Pusat bahwa:
EDISI 04, JUNI 2016
44 ISSN : 1978-5844

kewenangan KPP, melainkan sudah diatur oleh


Undang-Undang.

…Adapun yang dimaksud dengan


pajak pusat adalah pajak yang Desentralisasi Pemotongan,
dipungut oleh Pemerintah Pusat, Penyetoran dan Pelaporan PPh
antara lain, Pajak Penghasilan, Pajak Pasal 21
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 1 Surat Edaran Direktur
dan Pajak Penjualan atas Barang Jenderal Pajak Nomor SE - 23/PJ.43/2000
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Tentang Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Bea Masuk dan Cukai PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, disebutkan
bahwa:

Mengacu pada ketentuan di atas, Pajak Dalam pengertian Pemotongan


Penghasilan (PPh) merupakan salah satu jenis PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26
pajak yang pemungutannya dilakukan oleh antara lain adalah pemberi kerja
Pemerintah Pusat. Walaupun pada akhirnya,
yang terdiri dari orang pribadi
hasil pungutan PPh tersebut akan dibagikan
kembali ke daerah melalui Dana Perimbangan. dan badan, baik merupakan pusat
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik maupun cabang, bentuk usaha
Indonesia Nomor 55 Tahun 2005, disebutkan tetap, perwakilan atau unit, yang
pada Pasal 1 angka 8 bahwa Dana Perimbangan membayar gaji, upah, honorarium,
adalah dana yang bersumber dari pendapatan tunjangan dan pembayaran lain
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
dengan nama apapun sehubungan
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Terkait dengan PPh dengan pekerjaan atau jabatan,
Pasal 21 alokasi hasil pungutan dijelaskan pada jasa dan kegiatan. Pemotongan
pasal 8 ayat 1 bahwa : Pajak tersebut juga dilakukan oleh
kantor cabang, perwakilan atau
unit tempat pembayaran imbalan
jasa ketenagakerjaan dimaksud
Penerimaan Negara dari PPh dilakukan yang pada umumnya
WPOPDN dan PPh Pasal 21 menunjuk pada tempat pelaksanaan
dibagikan kepada daerah sebesar pekerjaan, jasa dan kegiatan.
20% (dua puluh persen). Dengan demikian nampak bahwa
pada prinsipnya Undang-undang
Pajak Penghasilan tidak mengatur
mekanise pemusatan (sentralisasi)
Sesuai hal tersebut bahwa PPh Pasal 21
pada hakikatnya adalah pajak pusat, dimana pemotongan, penyetoran dan
Kantor Pelayanan Pajak menjalankan fungsinya pelaporan PPh Pasal 21.
sebagai pemungut pajak dari Pemerintah Pusat.
Konsep desentralisasi mengenai penerimaan
negara berupa PPh Pasal 21 bukan merupakan
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 45
Berdasarkan hal tersebut maka pemotongan, Kemudian terkait pengertian pemotong
penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 pajak, diatur lebih lanjut pada Pasal 2 ayat 1
menganut adanya desentralisasi. Lebih lanjut huruf a PER - 32/PJ/2015 disebutkan sebagai
sejak adanya Keputusan Direktur Jenderal berikut:
Pajak Nomor KEP - 258/PJ./2000 tentang
Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : KEP-22/PJ./1995 Tentang Pelimpahan
Wewenang Direktur Jenderal Pajak Kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau
Para Pejabat Di Lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak Sebagaimana Telah Diubah Terakhir
PPh Pasal 26, meliputi: a. pemberi
Dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak kerja yang terdiri dari: 1. orang
Nomor : KEP-205/PJ./1999 , maka Wajib pribadi; 2. badan; atau; 3. cabang,
Pajak yang telah mendapat ijin pemusatan perwakilan, atau unit, dalam hal
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh yang melakukan sebagian atau
Pasal 21 tetap dapat melaksanakan pemusatan seluruh administrasi yang terkait
tersebut sampai dengan tanggal 31 Desember
2000. Dengan demikian, mulai tahun 2001
dengan pembayaran gaji, upah,
apabila terdapat pegawai di Kantor Cabang honorarium, tunjangan, dan
maka pemotongan, penyetoran dan pelaporan pembayaran lain adalah cabang,
PPh Pasal 21 atas pegawai tersebut tidak dapat perwakilan, atau unit tersebut…
dipusatkan di Kantor Pusat, melainkan harus
didesentralisasikan ke Kantor Cabang.

Tempat terutang PPh Pasal 21


Mengacu pada ketentuan di atas bahwa
Berdasarkan Penjelasan Pasal 21 ayat 1 pemotong pajak terkait dengan dimana tempat
huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 terutangnya PPh Pasal 21. Adapun tempat
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang- terutangnya PPh Pasal 21 berdasarkan peraturan
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak di atas ada di pihak yang melakukan sebagian
Penghasilan, disebutkan bahwa: atau seluruh administrasi yang terkait dengan
pembayaran penghasilan. Berdasarkan hal
tersebut di atas apabila dikondisikan bahwa
Kantor Pusat adalah pihak yang melakukan
…Pemberi kerja yang wajib pembayaran gaji secara langsung kepada
melakukan pemotongan pajak karyawan yang bekerja di Kantor Cabang.
adalah orang pribadi ataupun badan Kemudian, pembayaran gaji tersebut dicatat
yang merupakan induk, cabang, sebagai beban dalam pembukuan Kantor Pusat.
perwakilan, atau unit perusahaan Dengan demikian, seharusnya Wajib Pajak
Cabang tersebut tidak terutang di kantor Cabang
yang membayar atau terutang gaji, sehingga Kantor Cabang tidak disebut sebagai
upah, tunjangan, honorarium, dan pemotong PPh Pasal 21.
pembayaran lain dengan nama apa
pun kepada pengurus, pegawai atau
bukan pegawai sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan yang dilakukan….
EDISI 04, JUNI 2016
46 ISSN : 1978-5844

PENUTUP
PPh Pasal 21 adalah salah satu jenis pajak penghasilan yang pemungutannya
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yang kemudian terdapat pembagian penghasilan
ke daerah untuk melaksanakan konsep desentralisasi. Terkait dengan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan yang dilakukan oleh Pemberi Kerja, berdasarkan SE - 23/
PJ.43/2000 bahwa PPh Pasal 21 tidak menganut asas pemusatan dan merujuk pada
pada tempat pelaksanaan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Namun demikian, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan PER-32/PJ/2015 menyebutkan bahwa tempat
terutangnya PPh Pasal 21 yaitu dimana pihak yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran penghasilan.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa,
Nomor 36 Tahun 2008 tentang dan Kegiatan Orang Pribadi.
Perubahan Keempat atas Undang- 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Nomor SE - 23/PJ.43/2000 tentang
Pajak Penghasilan. Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan
2. Undang-Undang Republik Indonesia PPh Pasal 21 Dan Atau Pasal 26
Nomor 19 Tahun 2000 tentang 6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor Kep - 258/PJ./2000 tentang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Direktur
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Jenderal Pajak Nomor : KEP-22/
3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah PJ./1995 tentang Pelimpahan
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun Wewenang Direktur Jenderal Pajak
2005 tentang Dana Perimbangan. Kepada Para Pejabat Di Lingkungan
4. Peraturan Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana
Pajak Nomor PER - 32/PJ/2015 Telah Diubah Terakhir Dengan
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Pemotongan, Penyetoran, dan Nomor : KEP-205/PJ./1999.
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
23 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=90
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 47

Karena Kecepatan,
Kemudahan dan
Akurasi adalah
Masih pakai Excel untuk
hitung PPh 21 ? Prioritas..
Tidak Khawatir dengan
Human Error ?

M
enghitung PPh 21 merupakan
kegiatan rutin bagian HRD atau
bagian Pajak. Sebagian besar
memilih menggunakan bantuan
Ms Excel yang formulanya dibuat
Yakin hitungannya sudah sendiri maupun didapatkan dari Pihak ketiga.
Akurat ? Kemampuan Ms Excel untuk urusan hitung
menghitung, menyajikan data hingga membuat
Sudah siap PPh 21-nya grafik tentu sudah tidak diragukan lagi. Tapi
diperiksa ? jika berbicara tentang human error, keamanan
hingga reliabilitas ketika melibatkan data yang
cukup besar sepertinya Anda harus berpikir
ulang untuk menggunakan Ms Excel, terlebih
EDISI 04, JUNI 2016
48 ISSN : 1978-5844

ketika Anda mengaktifkan iterative calculation Data PPh 21 yang anda proses setiap bulan
untuk menghitung tunjangan pajak. tentu saja akan tersebar menjadi beberapa file
Ms Excel. Anda harus melakukan manajemen file
Permasalahan lainnya muncul ketika Anda dengan apik agar mudah dilakukan proses temu
mendapatkan formula Ms Excel dari pihak kembali ketika Anda membutuhkan (misalnya
ketiga, “Apakah Anda yakin hitungannya sudah ketika dilakukan pemeriksaan pajak dan pihak
akurat?” Kebenaran penghitungan formula Ms pemeriksa meminta kertas kerja penghitungan).
Excel tersebut tentu saja harus Anda uji terlebih File-file ini rentan terhapus, terkena virus,
dahulu sebelum Anda menggunakannya. Untuk diambil oleh pihak yang tidak bertangung jawab
dapat menguji kebenaran penghitungan, Anda dan sejumlah masalah lainnya terkait dengan
harus memahami terlebih dahulu mekanisme manajemen file.
penghitungan PPh 21 dengan berbagai kondisi
subjektif dan objektif.

Akselerasi PPh 21,


Simplifying The Complexity ….

Untuk menjawab permasalahan di atas, ortax melakukan konfirmasi atau pemeriksaan.


dengan didukung oleh tim trainer dan tenaga
profesional IT melakukan research komprehensif Setelah beberapa tahun digunakan oleh
untuk mengembangkan produk yang dapat konsultan pajak dalam memberikan jasa
membantu melakukan penghitungan PPh 21 penghitungan PPh 21 kepada klien-kliennya,
dengan cepat, mudah dan akurat. Tidak hanya Produk yang diberi nama Akselerasi PPh 21 ini
itu, produk ini juga harus dapat mengakomodir akhirnya dipasarkan secara bebas dan dapat
berbagai kondisi subjektif dan objektif penerima digunakan oleh perusahaan untuk menghitung
penghasilan. Yang tidak kalah penting, Produk PPh 21 seluruh karyawan termasuk penerima
ini harus dapat diandalkan ketika Kantor Pajak penghasilan lainnya.

Ortax.org
Akselerasi PPh 21 akan informasi lebih lanjut

menjadi mitra setia Anda


menangani keruwetan
permasalahan PPh 21 … Tautan :
http://www.pph21.id
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 49
Sigit Prasetyo

H
ari ini mata ku sangat protektif dengan keluarga besarku dan langsung menuju ke
terhadap jam dinding di ruanganku, ruang makan untuk menaruh makanan yang telah
sudah hampir 10 kali ku pandangi jam kubeli. Sambil ngabuburit diadakan Kultum dan
itu. Hal itu bukan tanpa sebab, hari tidak berapa lama adzan berkumandang suasana
ini di rumahku diadakan buka puasa bersama pun langsung ricuh berebut makanan terutama
keluarga besar dan tentu sebagai tuan rumah aku keponakan-keponakanku yg masih kecil. Sambil
harus standby di rumah sebelum acara di mulai. menikmati hidangan tiba-tiba dari belakang ada
Jam hampir menunjukan pukul setengah 5, aku yang menepuk pundaku, ternyata beliau adalah
langsung siap-siap untuk berangkat menuju pamanku yang jadi finance manager di suatu
mesin absensi. Ya jam pulang di kantorku selama perusahaan yang terdaftar di Kantor Pelayanan
bulan Ramadhan ini dimajukan setengah jam Pajak (KPP) Pratama di Wilayah Jakarta Selatan.
dari biasanya. Aku harus teng go (istilah pulang Sambil ngobrol panjang lebar, tiba-tiba pamanku
tepat waktu) karena terbayang macetnya jalanan bertanya “Kamu dulu kuliahnya pajak kan ya?”
dan belum lagi harus membeli makanan untuk ujarnya. “Iya Om, kenapa?” tanyaku. “Gini, Om
berbuka. lagi bingung kantor Om kan pindah alamat ya,
otomatis pindah KPP kan ya? Nah ngurusnya
Satu Jam perjalanan berlalu akhirnya sampai gimana? Bagian pajak di kantor Om kebetulan
dirumah, ternyata di rumahku sudah ramai baru resign nih” tanyanya. “Oh gitu, mudah kok
keluarga besar, langsung saja aku Om itu ada diaturan
bersilaturahmi
TAXPERIENCE PER-20/PJ/2013 ada di

Pindah KPP,
Kode KPP di NPWP
Tidak Berubah?
EDISI 04, JUNI 2016
50 ISSN : 1978-5844

pasal 33 nya, jadi nanti Om isi formulir sesuai Pamanku selaku Wajib Pajak (WP) terdaftar.
lampirannya aturan itu terus laporin ke KPP” Kebetulan KPP nya cukup dekat dari kantorku
jelasku. “Oh gitu aja? Sip deh thanks ya nanti Om sehingga hanya sekitar 15 menit di perjalanan.
lakuin deh”ujarnya. “Iya gitu aja kok Om, nanti Sesampainya disana aku tengak-tengok sekitar
Om dapat NPWP baru dengan ganti kode KPP untuk mencari keberadaan Pamanku yang
nya karena perusahaan Om pindah wilayah kerja terakhir whatsapp kalau sudah sampai di KPP,
KPP” jelasku. sekitar 2 menit aku mencari ternyata beliau
sudah di depan lift menunggu, langsung aku
hampiri kemudian menyalami beliau. Petugas
12.345.678.9-123.456 pelayanan mengarahkan kami untuk menemui
Account Reperesentative yang disebut juga AR,
Kode KPP yang ruangannya berada dilantai atas. Kami pun
Gambar 1. Format NPWP langsung naik keatas untuk menemui AR yang
dimaksud. Sesampainya di lantai atas, kami
“Hm NPWPnya baru ya, kode KPP nya juga dipersilahkan masuk dan duduk di ruangan
beda oke oke sip, makasih ya”ujarnya. diskusi oleh AR tersebut, kemudian kita coba
jelaskan duduk permasalahannya tentang tidak
Seminggu berlalu sejak acara bukber seperti berubahnya kode KPP di NPWP ketika WP
biasa aku menjalani rutinitasku bekerja, sehabis terdaftar di KPP yang baru setelah WP pindah
sholat dzuhur aku istirahat sebentar di Masjid lokasi. Setelah menyimak duduk permasalahan
kantorku sambil bermain handphone, baru saja kami, AR memahami masalahnya kemudian
membuka handphoneku langsung terdapat memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
panggilan masuk ternyata dari pamanku yang “Jadi begini bapak-bapak, saya sudah paham
kemarin. “Haloo assalamualaikum, eh Om ada apa masalah terkait pindah lokasi ini, memang betul
Om tumben nih telepon saya, biasanya kan Om sesuai peraturan sebelumnya bahwa ketika WP
sibuk meeting hehe” ujarku. “waalaikumsalam, terdaftar di KPP yang baru setelah WP pindah
ah kamu bisa aja gak sesibuk itu kok, kamu lagi lokasi NPWP yang diterbitkan akan berubah
sibuk gak? Om mau nanya-nanya lagi boleh gak?” kode KPP nya sesuai dengan KPP Baru” jelasnya.
tanyanya. “Oh enggak kok om ini saya lagi tidur- “Nah tuhkan betul om” ujarku sambil memotong
tiduran aja di Masjid hehe, boleh Om, gimana- penjelasan AR. “Iya betul pak, tapi terdapat Surat
gimana?” tanyaku. “Jadi gini terkait diskusi kita Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 44/
pas bukber, Om udah lapor nih suratnya terus Pj/2015 tentang Struktur Penomoran Nomor
tadi ada surat ternyata balasan dari KPPnya, Pokok Wajib Pajak Dan Penerapan Nomor
plus kartu NPWPnya tapi pas Om cek kok kode Pokok Wajib Pajak Tetap yang berlaku sejak
KPPnya gak ganti ya?” tanyanya heran. “Lah yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2015. Pada
bener Om? Setau saya kalau pindah gitu harusnya butir 2 huruf a Materi Surat Edaran tersebut…”
berubah deh”ujarku sambil keheranan. “Iya bener ujar AR sambil membuka aplikasi peraturan di
nih, Om pegang kok NPWP barunya, hmm kamu komputernya dan menggeser layar komputernya
ada waktu gak besok? Temenin ke KPP boleh gak? kearah kami. “Ini pak disini dijelaskan bahwa:
Om gak terlalu paham pajak nih, takut bingung
pas nanya-nanya disana” ajaknya. “Besok ya om?
Bisa kok tapi pas jam istirahat paling om saya NPWP tidak berubah
bisanya, gimana Om?” tanyaku. “Oh oke gapapa
langsung ketemu di sana aja ya” ujarnya. “Oke
meskipun Wajib Pajak pindah
Om besok ketemu disana ya” ujarku. tempat tinggal/tempat
kedudukan atau mengalami
Keesokan harinya setelah sholat dzuhur,
pemindahan tempat terdaftar
aku langsung berangkat ke KPP Pratama di
Wilayah Jakarta Timur dimana perusahaan
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 51
Sehingga atas dasar surat edaran ini pihak didiskusikan lagi silahkan kontak saya di sini ya
KPP sudah benar pak bahwa menerbitkan NPWP pak atau kalau mau datang diskusi langsung juga
tanpa merubah kode KPP seperti yang Bapak boleh”, sambil AR menyerahkan kartu nama.
terima.” Tanyaku kembali heran, “lho ternyata “Baik-baik pak kalau begitu kami pamit ya pak,
ada aturan barunya ya pak terkait hal itu? Saya mari” ujar pamanku sambil bangkit dari tempat
kira aturannya tidak ada perubahan pak, eh tapi duduk dan bersalaman kemudian meninggalkan
tunggu deh kalau misal kode KPP di nomor NPWP ruangan. Sambil berlalu meninggalkan ruangan
gak berubah terus taunya perusahaan tersebut di terpintas satu pemikiran “kerja di dunia pajak
KPP mana gimana tuh?”. “Oh itu dijelaskan di memang harus selalu update aturan ya biar gak
butir 2 huruf d nya pak bahwa: ketinggalan informasi, eh tapi dengan aturan
ini jangan-jangan DJP sudah makin maju ya
sehingga semua dapat terintegrasi, semoga bisa
dalam hal memerlukan menjadi lebih baik.
identifikasi KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar,
identifikasi dilakukan melalui
sistem informasi Direktorat
Jenderal Pajak Aku hanya
seseorang yang ingin
mengaktualisasikan
diri dengan bercerita
“Jadi memang sudah benar ya pak untuk
kode KPP di nomor NPWP akan tetap seperti Sigit Prasetyo
ini? Tanya pamanku untuk meyakinkan sekali
lagi. Apabila bapak ingin cetakan surat edaran
ini untuk jadi pegangan bapak kalau misal ada
Sigit Prasetyo
pertanyaan dari atasan atau pihak yang terkait 24 Juni 2016
dengan kebutuhan informasi tersebut, silakan
dapat unduh secara gratis di laman pajak.go.id
atau laman lainnya seperti ortax.org .” ujar AR
sambil menawarkan. “Terimakasih banyak ya
pak atas informasinya” ucap Pamanku. “Adalagi
pak yang mungkin ingin didiskusikan?” tanya Tautan :
AR. “Saya rasa sudah cukup jelas pak terimakasih http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=89&list=2
sekali lagi pak” ucap pamanku. “Baik sama-
sama pak, kalau nanti misal ada yang ingin
52 ORTAX
EDISI 04, JUNI 2016 Rabu,
20 Juli 2016
ISSN : 1978-5844

TRAINING Hotel Bidakara, Jakarta

B agaimana KUPAS TUNTAS


IMPLEMENTASI
meman-
faatkan fasilitas
Tax Amnesty
dengan optimal?

UNDANG-UNDANG
Prosedur apa yang
harus dilakukan?

Pemberlakuan

TAX AMNESTY
Undang-Undang Tax
Amnesty memberikan
kesempatan luas untuk
memenuhi segala kewajiban
perpajakan yang selama ini
terabaikan dengan fasilitas khusus.
Cukup bayar pokoknya saja tanpa
sanksi dan hilangnya risiko
pemeriksaan/pengusutan tindak pidana
pajak.

Pemberlakuan Undang-Undang Tax Amnesty


hanya sampai dengan 31 Maret 2017 sehingga kesiapan dalam pemahaman ketentuan dan mengerti
prosedur yang harus dilakukan merupakan kunci sukses dalam memanfaatkan fasilitas Tax Amnesty dengan
optimal. Dalam memanfaatkan Tax Amnesty penentuan waktu penyampaian surat pernyataan akan
menentukan tarif pajak yang akan dimanfaatkan. Semakin cepat disampaikan semakin rendah tarif
pajaknya.

Pelatihan ini juga dirancang secara komprehensif, sehingga peserta memahami secara utuh dan
komprehensif implementasi Undang-undang Tax Amnesty. Dapatkan pemahaman lebih dalam
mengidentifikasi Pokok-pokok Undang-undang Tax Amnesty: Apa dan siapa yang bisa memanfaatkan Tax
Amesty, Faktor-faktor pertimbangan memanfaatkan Tax Amesty, serta Prosedur memanfaatkan Tax
Amnesty.

Trainer :
Ortax Team INVESTASI
Rp 1.600.000,- /person
Informasi dan Pendaftaran : (Sertifikat, Modul, 2 x Coffee Break & Lunch)

Ortax Team. (021) 47865713


Atau email di training@ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 53

INFO ORTAX

Mulai 1 Juli 2016 Seluruh


Pengusaha Kena Pajak
Wajib Membuat Faktur Pajak
Berbentuk Elektronik

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 136/PJ/2014


Tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan
Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik

U
ntuk melaksanakan ketentuan Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur
Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Pajak Berbentuk Elektronik. Keputusan Direktur
Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal 1 Juli
tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata 2014.
Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak,
perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Penetapan Pengusahan Kena Pajak yang
Pajak tentang Penetapan Pengusaha Kena diwajibkan membuat Faktur Pajak Berbentuk
Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Elektonik dilakukan secara bertahap yaitu
Berbentuk Elektronik. Direktur Jenderal Pajak sebagai berikut:
pada tanggal 20 Juni 2014 telah menetapkan
1. Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP
Faktur Pajak berbentuk elektronik untuk
- 136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha
EDISI 04, JUNI 2016
54 ISSN : 1978-5844

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Jasa Kena Pajak mulai tanggal 1 Juli 2014 Pajak ini. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat
adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana Faktur Pajak berbentuk elektronik sesuai dengan
tercantum dalam Lampiran I Keputusan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 136/ perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
PJ/2014. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak berpindah
2. Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya,
Faktur Pajak berbentuk elektronik untuk kewajiban untuk membuat Faktur Pajak
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau berbentuk elektronik tetap berlaku.
Jasa Kena Pajak mulai tanggal 1 Juli 2015. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan pada ketentuan ini, dapat Anda lihat pada : KEP - 136
Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor /PJ/2014
Wilayah DJP : Wajib Pajak Besar; Jakarta
Khusus; Jakarta Pusat; Jakarta Selatan;
Jakarta Utara; Jakarta Barat; Jakarta Timur;
Banten; Jawa Barat I; Jawa Barat II; Jawa
Tengah I; Jawa Tengah II; DI Yogyakarta;
Jawa Timur I; Jawa Timur II; Jawa Timur III Ortax.org
dan DJP Bali. Pengusaha Kena Pajak yang 27 Juni 2016
dikukuhkan tersebut setelah tanggal 1 Juli
2015 diwajibkan membuat Faktur Pajak
berbentuk elektronik dimulai pada tanggal
Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan
pada Kantor Pelayanan Pajak.
Tautan :
3. Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=80
Pajak sebagaimana poin 1 dan 2 di atas, wajib
membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik
untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/
atau Jasa Kena Pajak mulai tanggal 1 Juli
2016. Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha
Kena Pajak yang dikukuhkan setelah tanggal
1 Juli 2016 sebagai Pengusaha Kena Pajak
yang wajib membuat Faktur Pajak berbentuk
elektronik untuk penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak mulai tanggal
Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan


Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang
terpisah dari Keputusan Direktur Jenderal
Pajak ini untuk menetapkan Pengusaha
Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur
Pajak berbentuk elektronik selain yang telah
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 55

INFO ORTAX

Permintaan Data Faktur Pajak


Berbentuk Elektronik (e-Faktur)
yang Rusak Atau Hilang
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 58/PJ/2015 Tentang
Tata Cara Penyelesaian Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk
Elektronik (E-Faktur) Yang Rusak Atau Hilang

D
alam rangka mewujudkan SE - 58/PJ/2015 tentang Tata Cara Penyelesaian
keseragaman dan memperhatikan Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk
unsur pengendalian internal terkait Elektronik (e-Faktur) Yang Rusak Atau Hilang.
tindak lanjut atas permintaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini
data Faktur Pajak berbentuk elektronik ditetapkan di Jakarta, 28 Juli 2015. Tujuan
(e-Faktur), maka perlu disusun Surat Edaran Surat Edaran ini adalah memberikan penjelasan
Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam dan prosedur standar bagi unit terkait dalam
pelaksanaan prosedur permintaan data Faktur menindaklanjuti dan mengawasi permintaan
Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur). Direktur data e-Faktur. Ruang lingkup Surat Edaran ini
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor meliputi pelaksanaan prosedur tindak lanjut
EDISI 04, JUNI 2016
56 ISSN : 1978-5844

atas permintaan data Faktur Pajak berbentuk Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat
elektronik. Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/
PJ/2014 tentang Tata Cara Permintaan Data
Atas data e-Faktur rusak atau hilang, hal Faktur Pajak Berbentuk Elektronik dicabut dan
teknis yang perlu dilakukan oleh Pengusaha dinyatakan tidak berlaku lagi.
Kena Pajak adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan permintaan data e-Faktur yang Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
rusak atau hilang secara tertulis ke Kantor Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini beserta
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena lampiran mengenai tata cara tindak lanjut
Pajak terdaftar dengan menyampaikan surat atas permintaan data faktur pajak berbentuk
permintaan data e-Faktur sebagaimana elektronik (E-Faktur) yang rusak atau hilang,
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal dapat Anda lihat : SE - 58/PJ/2015
Pajak Nomor PER-16/PJ/2014;
b. Menerima Bukti Penerimaan Surat dalam
hal Surat Permintaan sudah diisi lengkap; Ortax.org
17 Juni 2016
c. Menerima pemberitahuan melalui email yang
terdaftar untuk melakukan pengambilan
data e-Faktur ke Kantor Pelayanan Pajak
atau pemberitahuan permohonan tidak
dapat diproses;
d. Melakukan pengambilan data e-Faktur Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=76
ke Kantor Pelayanan Pajak dengan
menunjukkan asli Bukti Penerimaan Surat,
Kartu Identitas sesuai dengan identitas
pemohon yang masih berlaku;
e. Menerima data e-Faktur yang rusak atau
hilang setelah sebelumnya memasukan
password dan menandatangani tanda terima.

Data e-Faktur yang dimaksud adalah terbatas


pada data Faktur Pajak Keluaran yang telah
diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak
dan telah memperoleh persetujuan Direktorat
Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak
menyiapkan Data e-Faktur yang diminta oleh
Pengusaha Kena Pajak paling ama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak Surat Permintaan Data e-Faktur
diterima secara lengkap dan apat diperpanjang
20 (dua puluh) hari kerja.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 57

PENGAWASAN PEMBAYARAN
MASA PPh PASAL 21

D
i dalam ilmu manajemen keuangan penghitungan penerimaan anggaran, dimana
dikenal suatu konsep Time value of negara berupaya agar penerimaan negara
money dimana nilai uang pada waktu dapat dioptimalkan pada masa sekarang untuk
sekarang akan lebih berharga dari pada mencapai target tersebut. Salah satu yang
nilai uang pada masa yang akan datang. Apabila menjadi concern utama pemerintah dalam
disederhanakan dalam penilaian terhadap uang, mengamankan penerimaan negara berasal
maka nilai Rp10.000 yang diterima saat ini akan dari sektor pajak, hal ini dikarenakan pajak
lebih bernilai atau lebih tinggi dibandingkan merupakan penyumbang terbesar penerimaan
dengan Rp10.000 yang akan diterima dimasa negara dibandingkan dengan sektor lainnya.
akan datang. Kondisi ini dikarenakan nilai Kaitan konsep time value of money dengan pajak
uang yang senantiasa berubah menurut waktu bagi negara bahwa diperlukan suatu pengawasan
dengan disebabkan oleh banyak faktor yang pembayaran pajak sehingga realisasi penerimaan
mempengaruhi seperti adanya inflasi, perubahan akan ter-capture dengan sebagaimana mestinya
suku bunga, maupun keadaan politik yang dan nilai uang akan menjadi bermanfaat jika
dinamis. diterima saat ini.

Bagi suatu negara, konsep time value of Melalui hal tersebut, Pemerintah akan
money dapat dipergunakan dalam proses dapat “meramalkan” dampak yang akan terjadi
EDISI 04, JUNI 2016
58 ISSN : 1978-5844

ke depan terkait realisasi penerimaan dan pembayaran masa yang jumlah pembayaran
langkah kebijakan apa yang perlu dikeluarkan pajaknya dianggap telah sesuai dengan
setelahnya. Pengawasan dapat dilakukan ketentuan
dalam bentuk pengawasan oleh petugas pajak 2. Pembayaran yang dianggap tidak wajar
terhadap pembayaran pajak setiap masa Wajib yaitu pembayaran masa yang jumlahnya
Pajak yang dilakukan. Hal tersebut juga selaras mengalami kenaikan atau penurunan setiap
dengan adanya pengawasaan dari sistem self bulannya dan/atau tidak sesuai ketentuan
assesment yang dianut dalam pemungutan pajak 3. Tidak ada pembayaran/nihil.
di Indonesia, dimana penghitungan, penyetoran,
dan pembayaran pajak sebelumnya dilakukan Pada umumnya bentuk kegiatan pengawasan
sendiri oleh Wajib Pajak. pembayaran masa adalah dengan penyusunan
tabelaris pengawasan pembayaran masa yang
Pengertian dan Ruang Lingkup berisi beberapa hal sebagai berikut:
Pengawasan Pembayaran Masa 1. Perbandingan masa pajak sekarang, masa
pajak sebelumnya dan masa pajak yang sama
Pembayaran Masa adalah pembayaran
pada tahun sebelumnya untuk setiap jenis
pajak yang wajib dilaksanakan oleh Wajib Pajak
pajak atas seluruh WP yang diawasi sesuai
untuk setiap masa pajak berdasarkan ketentuan
dengan ketentuan surat edaran ini
perpajakan yang berlaku. Sedangkan, Pengawasan
Pembayaran Masa meliputi kegiatan pengawasan 2. Melakukan analisa kewajaran serta
yang dilakukan terhadap pembayaran masa melakukan tindak lanjut atas pengawasan
Wajib Pajak baik langsung maupun tidak pembayaran masa yang meliputi :
langsung yang dilakukan oleh petugas pajak a. Pembayaran yang dianggap wajar
pada suatu bulan tertentu. Adapun Pengawasan b. Pembayaran yang dianggap tidak wajar
pembayaran masa dilakukan terhadap seluruh c. Tidak ada pembayaran/nihil.
jenis pajak, namun demikian petugas pajak perlu
memperlihatkan terhadap beberapa jenis pajak 3. Melakukan tindak lanjut atas pengawasan
yang pembayarannya didasarkan atas kegiatan pembayaran masa yang meliputi :
usaha atau transaksi ekonomi tertentu dari a. himbauan dan konseling
masing-masing Wajib Pajak. Perkiraan jumlah b. tindak lanjut himbauan dan konseling
pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk yaitu usulan pemeriksaan atau
setiap masa pajak yang nilainya berdasarkan hasil memantau realisasi pembayarannya.
analisa pembayaran sesuai dengan data transaksi
Terkait dengan Tabelaris Pengawasan
yang dilakukan Wajib Pajak. Jenis Pembayaran
Pembayaran Masa dibuat sesuai dengan
Masa terdiri dari :
Lampiran II.a Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
1. Pembayaran yang dianggap wajar yaitu SE - 27/PJ/2012, sebagai berikut:

Masa Wajib Nilai Pembayaran Himbauan & Realisasi


Pajak Pajak Jumlah Konseling Pembayaran
Bayar Usulan
Masa Masa Pajak Masa Pajak seharusnya Tanggal No Perihal Nilai Tanggal
Pajak Sebelumnya yang sama berdasarkan Pemeriksaan
Sekarang Tahun analisa
sebelumnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Januari 1.
2.
3.
...
Februari 1.
2.
... 3.

Tabelaris Pengawasan Pembayaran Masa


EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 59
Dengan adanya ketentuan tersebut, Wajib
Pelaksanaan Pengawasan
Pajak semestinya harus lebih patuh dan
Pembayaran Masa PPh Pasal 21 melakukan perhitungan sesuai dengan aturan
Pelaksanaan pengawasan pembayaran masa yang berlaku. Hal ini dikarenakan petugas pajak
per bulan dilakukan dengan memanfaatkan data memiliki tools untuk melakukan perkiraan PPh
pengawasan pembayaran masa yang dapat diakses Pasal 21 terutang atas pegawai yang bersangkutan
melalui portal DJP, terutama data pembayaran dengan cara menghitung ulang PPh Pasal 21 yang
WP pada menu Pengawasan Pembayaran Masa seharusnya terutang dengan dasar jumlah bruto
dan Modul Penerimaan Negara (MPN) serta setiap pegawai. Atas data tabelaris pengawasan
data lain terkait dengan potensi WP. Selain itu, pembayaran masa PPh Pasal 21 juga akan terlihat
Pengawasan pembayaran Masa PPh Pasal 21 fluktuasi pembayaran apakah wajar atau tidak
selaras dengan Bentuk, isi, tata cara pengisian karena bentuk pengawasan dilakukan dengan
Dan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) membandingkan pembayaran masa sebelumnya,
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal dan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
26 yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Umumnya penyebab pembayaran yang tidak
Pajak Nomor PER - 14/PJ/2013 yang mulai berlaku wajar terkait PPh Pasal 21 disebabkan beberapa
1 Januari 2014. Pada aturan terbaru ini, terdapat hal seperti adanya penambahan/pengurangan
perubahan yang cukup signifikan dibandingkan pegawai, kenaikan gaji, bonus/THR/tantiem/
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak pesangon/outsourcing, pegawai tidak tetap, dan
Nomor PER - 32/PJ/2009. Perubahan tersebut lain sebagainya.
terlihat pada formulir SPT untuk pelaporan pajak
bagi pegawai tetap. Pada ketentuan PER - 32/ Apabila ditemukan adanya kesalahan
PJ/2009, SPT PPh Pasal 21 hanya menampilkan peng-hitungan yang menyebabkan PPh Pasal
pemotongan pajak pegawai tetap untuk setahun 21 kurang bayarnya bertambah, Wajib Pajak
saja, sedangkan di ketentuan PER - 14/PJ/2013 akan dihimbau untuk melakukan pembetulan,
selain pemotongan pajak setahun juga terdapat sehingga atas pembetulan yang mengakibatkan
pemotongan pajak bulanan (masa) untuk pegawai utang pajak menjadi lebih besar tersebut,
tetap yang harus dilaporkan. Detail laporan kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa
tersebut terlihat pada lampiran laporan detail per bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas
bulan untuk jumlah Bruto dan Jumlah PPh Pasal jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak
21 untuk setiap pegawai, sebagai berikut: jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal

Formulir 1721 –I Satu Masa Pajak


EDISI 04, JUNI 2016
60 ISSN : 1978-5844

pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung pengawasan masa PPh Pasal 21, Wajib Pajak
penuh 1 (satu) bulan sesuai dengan Pasal 8 ayat dapat dihimbau untuk memberikan penjelasan
2a UU No. 28 Tahun 2007. Dalam hal ditemukan terkait hal tersebut.
terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada

PENUTUP
Pengawasan Pembayaran Masa merupakan salah satu kebijakan pengawasan yang
dilakukan oleh petugas pajak terhadap pembayaran masa Wajib Pajak baik langsung
maupun tidak langsung pada suatu bulan tertentu, untuk memaksimalkan time value of
money pada penerimaan negara. Pengawasan Pembayaran Masa PPh Pasal 21, dilakukan
dengan membandingkan pembayaran masa atau tahun sebelumnya pada periode yang
sama, sehingga dapat dianalisa suatu pembayaran dianggap wajar atau tidak wajar.
Apabila ditemukan pembayaran yang tidak wajar dan ternyata ditimbulkan adanya
kesalahan penghitungan yang menyebabkan PPh Pasal 21 kurang bayarnya bertambah,
Wajib Pajak akan dihimbau untuk melakukan pembetulan, sehingga atas pembetulan
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar tersebut, akan dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor Per - 14/PJ/2013 tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/
2. Undang-Undang Republik Indonesia Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
Perubahan Ketiga atas Undang- 21 Dan/Atau Pasal 26.
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang 4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Ketentuan Umum Perpajakan. Nomor SE - 27/PJ/2012 Tentang
Pengawasan Pembayaran Masa

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
20 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=119
21 Juli 2016 Ortax Training Center,
Jakarta EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 61

ORTAX TRAINING “Updating


PPh 21:
Pahami
Teknis
Penanganan
Lebih Bayar
Akibat
Perubahan PTKP”
P
ada tanggal 22 Juni 2016 Pemerintah melalui Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak, yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.

Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan beban karyawan, namun pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan
atas penghasilan karyawan bersifat mandatory (wajib), sehingga perusahaan wajib memiliki wawasan dan
strategi yang efektif guna mengindari tingginya cost compliance dan resiko sanksi terkait perubahan
PTKP dan penghitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan.

Pelatihan ini dirancang mulai dari konsep pemotongan PPh Pasal 21/26, penentuan golongan penerima
dan jenis penghasilan, mekanisme pemotongan dan teknis penghitungan PPh Pasal 21/26, teknis dan
contoh penghitungan PPh Pasal 21, administrasi dan pelaporan PPh 21, studi kasus dan overview
pengisian PPh 21 Masa sesuai PER-14/PJ/2013 dengan aplikasi eSPT, pemahaman dampak perubahan
PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2015, sampai dengan pembetulan SPT PPh 21 secara
manual dan eSPT

Trainer : Ortax Team INVESTASI


Rp 1.350.000,- /person
(Sertifikat, Modul, 2 x Coffee Break & Lunch)
Informasi dan Pendaftaran :

Ortax Team. (021) 47865713 Atau email di training@ortax.org


EDISI 04, JUNI 2016
62 ISSN : 1978-5844

INFO ORTAX

D
alam rangka memberikan
kemudahan, kenyamanan, dan

Syarat dan keamanan kepada Wajib Pajak dalam


melaksanakan kewajiban perpajakan
dengan menggunakan layanan perpajakan secara

Ketentuan elektronik Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen


Pajak) menerbitkan Pengumuman Nomor PENG

Pemberian
- 3/PJ.02/2014 Tentang Syarat dan Ketentuan
Pemberian Sertifikat Elektronik. PENG - 3/
PJ.02/2014 ditetapkan di Jakarta, 19 Desember

Sertifikat 2014.

Sertifikat elektronik diberikan kepada

Elektronik Pengusaha Kena Pajak (PKP), apabila PKP telah


mengajukan permintaan sertifikat elektronik
melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat
PKP dikukuhkan dan menyetujui syarat dan
Pengumuman Nomor ketentuan yang ditetapkan oleh Ditjen Pajak
PENG - 3/PJ.02/2014 Tentang sebagai berikut:

Syarat dan Ketentuan Pemberian a. Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan


Sertifikat Elektronik Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan
Sertifikat Elektronik ditandatangani dan
disampaikan oleh pengurus PKP yang
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 63

bersangkutan secara langsung ke KPP tempat e. Pengurus harus menunjukkan asli dan
PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan menyerahkan fotocopy kartu identitas berupa
untuk dikuasakan ke pihak lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu
b. Pengurus adalah: Keluarga (KK).
1. orang yang nyata-nyata mempunyai f. Dalam hal pengurus merupakan Warga
wewenang ikut menentukan Negara Asing, pengurus harus menunjukkan
kebijaksanaan dan/atau mengambil asli dan menyerahkan fotocopy paspor, Kartu
keputusan dalam menjalankan Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau Kartu
perusahaan sebagaimana dimaksud Izin Tinggal Tetap (KITAP).
dalam Undang-Undang KUP dan g. Pengurus harus menyampaikan softcopy
2. namanya tercantum dalam SPT Tahunan pas foto terbaru yang disimpan dalam
PPh Badan tahun pajak terakhir yang Compact Disc (CD) atau media lain sebagai
jangka waktu penyampaiannya telah kelengkapan surat permintaan sertifikat
jatuh tempo pada saat pengajuan surat elektronik (file foto diberi nama: NPWP
permintaan sertifikat elektronik. PKP-nama pengurus-nomor kartu identitas
pengurus).
c. SPT Tahunan PPh Badan harus sudah
disampaikan ke KPP dengan dibuktikan Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti syarat dan ketentuan bagi PKP cabang atau
penerimaan surat/tanda terima pelaporan PKP yang berbentuk kerja sama operasi dalam
SPT. PENG - 3/PJ.02/2014 ini beserta format surat
d. Dalam hal pengurus namanya tidak pada lampiran, dapat Anda lihat pada PENG - 3/
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan, PJ.02/2014
maka pengurus tersebut harus menunjukkan
asli dan menyerahkan fotocopy: Ortax.org
23 Juni 2016
1. Surat pengangkatan pengurus yang
bersangkutan dan
2. Akta pendirian perusahaan atau asli
penunjukan sebagai BUT/Permanent
Establishment dari perusahaan induk di
luar negeri. Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=77
EDISI 04, JUNI 2016
64 ISSN : 1978-5844

INFO ORTAX

PROSEDUR PEMBERIAN DAN


PENCABUTAN SERTIFIKAT
ELEKTRONIK

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 69/PJ/2015 tentang


Prosedur Pemberian Dan Pencabutan Sertifikat Elektronik

S
urat Edaran Direktur Jenderal Pajak Tujuan dari Surat Edaran ini ialah untuk
ini dimaksudkan untuk menjelaskan memberikan penjelasan dan keseragaman
prosedur pemberian dan pencabutan prosedur penyelesaian atas :
Sertifikat Elektronik sebagaimana diatur
a.
permintaan dan/atau permintaan
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
pencabutan Sertifikat Elektronik Pengusaha
PER-28/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemberian
Kena Pajak,;
dan Pencabutan Sertifikat Elektronik.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 65

b.
permintaan dan/atau permintaan Permohonan Kode Aktivasi dan Password,
pencabutan Sertifikat Elektronik bagi Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dan Sertifikat Elektronik, serta Permintaan,
pemusatan tempat terutang Pajak Pengembalian, dan Pengawasan Nomor Seri
Pertambahan Nilai (PPN) untuk tempat Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak
kegiatan usaha yang dipusatkan,; berlaku.
c. pencabutan Sertifikat Elektronik secara Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
jabatan. Surat Edaran ini beserta lampirannya, silahkan
kunjungi : SE – 69/PJ/2015.
Prosedur Kerja dan Jangka Waktu
Penyelesaian :
Ortax.org
a. Prosedur Penyelesaian Permintaan Sertifikat 13 Juni 2016
Elektronik mengacu pada Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
b.
Prosedur Penyelesaian Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik mengacu Tautan :
pada Lampiran II yang merupakan bagian http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=73&list=1
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini.
c. Prosedur Penyelesaian Permintaan Sertifikat
Elektronik Bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Pemusatan Tempat Terutang
PPN untuk Tempat Kegiatan Usaha yang
Dipusatkan mengacu pada Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
d.
Prosedur Penyelesaian Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik Bagi
Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan
Pemusatan Tempat Terutang PPN untuk
Tempat Kegiatan Usaha yang Dipusatkan
mengacu pada Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak ini.
e. Prosedur Penyelesaian Pencabutan Sertifikat
Elektronik Secara Jabatan mengacu pada
Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini.

Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur


Jenderal Pajak ini, maka Lampiran VI dan
Lampiran VII Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-20/PJ/2014 tentang Tata Cara
EDISI 04, JUNI 2016
66 ISSN : 1978-5844

PENGHITUNGAN
PPh PASAL 21
ATAS PENGHASILAN
PEGAWAI TETAP
YANG MENGUNDURKAN
DIRI DALAM TAHUN
BERJALAN

A
danya karyawan yang resign atau harus diselesaikan atau dilimpahkan dengan cara-
mengundurkan diri hampir pasti cara yang beretika dan penuh tanggungjawab
terjadi disetiap perusahaan. Mencapai kepada karyawan lainnya.
karir dan penghasilan yang lebih baik
merupakan salah satu alasan seorang karyawan Begitu pula dengan kewajiban perusahaan
meninggalkan perusahaan. Pada saat seorang untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 21
karyawan mengundurkan diri dan disetujui oleh (PPh 21) karyawan. Selain hak dan kewajiban
pihak perusahaan maka untuk selanjutnya hak tersebut, terkait aspek perpajakan perusahaan
dan kewajiban masing-masing pihak akan segera harus memperhatikan apa saja yang menjadi
berakhir. Dari sisi ketenagakerjaan, pembayaran kewajiban dalam pemotongan PPh 21 bagi
pesangon atau penghargaan atau penggantian karyawan yang mengundurkan diri dalam
hak yang seharusnya diterima oleh karyawan tahun berjalan guna terhindar dari sanksi
harus dibayarkan oleh perusahaan. Secara etika administrasi perpajakan. Bulan dimana seorang
moral, segala pekerjaan yang masih belum tuntas karyawan mengundurkan diri dan disetujui
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 67
oleh perusahaan, dalam terminologi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
disebut sebagai masa pajak terakhir. Masa Pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong
terakhir adalah masa Desember atau Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan
tertentu di mana karyawan atau Pegawai Tetap sampai dengan bulan sebelum masa pajak
berhenti bekerja. terakhir.

Terdapat mekanisme penghitungan PPh 21 c. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah
yang berbeda antara masa pajak terakhir dengan dipotong sampai dengan bulan sebelum
masa lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya masa pajak terakhir tersebut lebih besar
penghitungan kembali yang harus dilakukan oleh daripada PPh Pasal 21 terutang atas
pihak perusahaan atau pemotong. Penghitungan seluruh penghasilan teratur dan tidak
kembali dapat menyebabkan terjadinya kurang teratur yang diterima dari pemotong pajak
potong ataupun lebih potong atas PPh 21 bagi dalam tahun kalender yang bersangkutan,
karyawan yang mengundurkan diri sebelum misalnya dalam hal pegawai berhenti
Masa Pajak Desember. Apabila Perusahaan bekerja pada pertengahan tahun, atas
menerapkan kebijakan pemotongan PPh 21 kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
dengan Gross Method (PPh 21 dipotong langsung tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap
dari penghasilan karyawan, tidak ditanggung yang berhenti bekerja bersamaan dengan
oleh perusahaan) dan terdapat kelebihan potong pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21
akibat adanya karyawan yang mengundurkan (Form 1721-A1/A2).
diri dipertengahan tahun berjalan, maka Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
sudah menjadi kewajiban pemotong untuk untuk Pegawai Tetap yang bersangkutan,
mengembalikan kelebihan PPh 21 kepada pemotong pajak dapat memperhitungkan
karyawan yang bersangkutan. Kelebihan tersebut dengan PPh Pasal 21 terutang atas
oleh pihak pemotong diperhitungkan dengan penghasilan Pegawai Tetap lainnya dalam
PPh 21 karyawan lainnya. Masa Pajak yang sama, sehingga jumlah PPh
Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong
Berikut ini teknis penghitungan PPh Pasal 21 pajak untuk Masa Pajak tersebut telah
yang terutang pada masa pajak tertentu untuk mempertimbangkan jumlah kelebihan
pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum pemotongan PPh Pasal 21 yang telah
bulan Desember : diberikan oleh pemotong pajak kepada
Pegawai Tetap yang berhenti bekerja.
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh Penghitungan kembali sebagai dasar
dari pemotong pajak dalam tahun kalender pengisian Form 1721 Al atau 1721 A2 dan
yang bersangkutan, baik penghasilan yang pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk
teratur maupun yang tidak teratur. Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana
pegawai tetap berhenti bekerja. Penghitungan
b. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong kembali ini dilakukan pada :
untuk bulan Desember atau bulan tertentu
untuk Pegawai Tetap yang berhenti bekerja a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja
sebelum bulan Desember adalah sebesar atau pensiun
selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas b. bulan Desember bagi pegawai tetap yang
seluruh penghasilan teratur dan tidak bekerja sampai akhir tahun kalender dan
teratur yang diterima dari pemotong pajak bagi penerima pensiun yang menerima uang
dalam tahun kalender yang bersangkutan, pensiun sampai akhir tahun kalender.
EDISI 04, JUNI 2016
68 ISSN : 1978-5844

Amsori yang berstatus menikah namun belum memiliki tanggungan merupakan salah
satu pegawai yang bekerja di PT Ortax Indonesia. Amsori setiap bulan memperoleh
gaji sebesar Rp 6.000.000 dan Tunjangan Jabatan sebesar Rp 3.000.000 serta

Studi
membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp 200.000 setiap bulan. Namun pada
Kasus tanggal 1 Juli 2015, yang bersangkutan berhenti bekerja dari PT Ortax Indonesia.
Selama bekerja di PT Ortax Indonesia, Amsori hanya menerima penghasilan berupa
gaji dan Tunjangan Jabatan saja. Kebijakan pemotongan PPh Pasal 21 PT Ortax
Indonesia adalah gross method.

Pembahasan :
Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan menggunakan
Forecasting Methods sesuai lampiran PER-32/PJ/2015:
Nama Amsori
Jabatan Supervisor Tax
Status K/0
Masa Penghasilan
Ber NPWP Ya
Keterangan Berhenti Bekerja 1 Juli 2015

Gaji Rp 6.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 3.000.000 +
Penghasilan Bruto Rp 9.000.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Ph Bruto) Rp 450.000
Iuran Pensiun Rp 200.000 +
Total Pengurang Rp 650.000 -

Penghasilan Neto Sebulan Rp 8.350.000


Penghasilan Neto Setahun Rp 100.200.000
PTKP (K/0) Rp 39.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun Rp 61.200.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun Rp 4.180.000
PPh Pasal 21 yang Harus dipotong Sebulan Rp 348.333

Apabila selama Januari s/d Mei 2015 tidak terdapat perubahan penghasilan bagi
Amsori, maka jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetorkan oleh PT Ortax Indonesia
selama 5 bulan yaitu sebesar 5 x Rp 348.333 = Rp 1.741.665

Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama bekerja pada PT Ortax


Indonesia dalam tahun kalender 2015 (Januari s/d bulan Juni 2015) dilakukan
pada saat berhenti bekerja :
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 69

Nama Amsori
Jabatan Supervisor Tax

Studi
Status K/0
Masa Penghasilan Januari s/d Juni
Kasus Ber NPWP Ya
Keterangan Berhenti Bekerja 1 Juli 2015

Gaji Rp 36.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 18.000.000 +
Penghasilan Bruto Rp 54.000.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Ph Bruto) Rp 2.700.000
Iuran Pensiun Rp 1.200.000 +
Total Pengurang Rp 3.900.000 -

Penghasilan Neto 9 Bulan Rp 50.100.000


PTKP (K/0) Rp 39.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) 9 Bulan Rp 11.100.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun 9 Bulan Rp 555.000

No Deskripsi Jumlah PPh 21


1 PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s/d Juni 2015 Rp 555.000
2 PPh Pasal 21 yang sudah dipotong s/d Juni 2015 Rp1.741.665-
3 PPh Pasal 21 Lebih dipotong (Rp1.186.665)

Catatan :
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.186.665 wajib dikembalikan
oleh PT Ortax Indonesia kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti
pemotongan PPh Pasal 21, yaitu 1721 A1.

Kewajiban Pemotong paling lambat akhir bulan berikutnya setelah


berhenti bekerja. Hal ini ditegaskan dalam
Apabila terdapat Pegawai Tetap yang Pasal 14 ayat (7) PER - 32/PJ/2015.
berhenti bekerja sebelum bulan Desember maka
pihak pemotong atau dalam hal ini pemberi kerja 2. Apabila Pegawai Tetap berhenti bekerja
memiliki 2 (dua) kewajiban yaitu : sebelum bulan Desember, maka bukti
pemotongan PPh Pasal 21 tersebut harus
1. Jika terdapat kelebihan pemotongan PPh 21, diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah
maka pihak pemotong wajib mengembalikan yang bersangkutan berhenti bekerja oleh
PPh 21 atas kelebihan pembayaran pajak pihak pemotong. Hal ini ditegaskan dalam
kepada Pegawai Tetap bersamaan dengan Pasal 23 PER - 32/PJ/2015.
pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21,
EDISI 04, JUNI 2016
70 ISSN : 1978-5844

PENUTUP
Dengan adanya karyawan atau Pegawai Tetap yang mengundurkan diri dalam tahun
berjalan, maka pihak pemotong harus melakukan penghitungan kembali atas jumlah
PPh 21 yang sudah disetorkan dengan jumlah PPh 21 yang sebenarnya. Apabila
Perusahaan menerapkan kebijakan pemotongan PPh 21 dengan Gross Method (PPh
21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan, tidak ditanggung oleh perusahaan)
dan terdapat kelebihan potong akibat adanya karyawan yang mengundurkan diri
dipertengahan tahun berjalan, maka sudah menjadi kewajiban pemotong untuk
mengembalikan kelebihan PPh 21 kepada karyawan yang bersangkutan. Kelebihan
tersebut oleh pihak pemotong diperhitungkan dengan PPh 21 karyawan lainnya.
Selain itu, pemotong juga wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling
lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor PER - 32/PJ/2015 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Pajak Penghasilan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
22 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=126
23 Juli 2016 Ortax Training Center, Jakarta
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 71

ORTAX TRAINING

“MANAJEMEN PEMERIKSAAN PAJAK


DAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK”
B agaimana kewajiban perpajakan Anda saat ini? Apakah sedang dilakukan pemeriksaan?
Atau tidak akan diperiksa, karena sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perpajakan?
Sistem pemungutan pajak Self Assessment yang dianut Indonesia merupakan salah satu sistem pemungutan
pajak dengan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung atau menyetorkan jumlah
pajak yang terhutang berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Namun, di satu sisi Self Assessment ini mengharuskan Wajib Pajak untuk siap menghadapi pengujian
kepatuhan atas kewajiban yang sudah dijalankan. Pengujian kepatuhan ini akan berdampak pada
pemeriksaan pajak oleh fiskus.
Apa Dampak Pemeriksaan Pajak bagi Wajib Pajak?
Manajemen pemeriksaan pajak yang tidak disiapkan dengan baik akan mengakibatkan titik awal sengketa
pajak, kemudian dapat berlanjut kepada keberatan pajak, banding ke pengadilan pajak, bahkan dapat
melakukan Peninjauan Kembali Ke Mahkamah Agung. Proses dari pemeriksaan sampai dengan dengan
Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung tentunya menyebabkan timbulnya Time Cost dan Psychological
Cost bagi Wajib Pajak.
Training Manajemen Pemeriksaan Pajak dan Penyelesaian Sengketa Pajak bertujuan untuk memberikan
pemahaman komprehensif mengenai prosedur dan teknik penyelesaian pemeriksaan pajak sesuai
ketentuan terkini PerMenkeu No.184/PMK.03/2015 yang berlaku efektif 30 September 2015 sebagai
perubahan atas PerMenKeu No. 17/PMK.03/2013, sehingga dapat memaksimalkan hak dan memenuhi
kewajiban secara benar.
Selain itu, training ini juga memberikan pemahaman dan ketrampilan praktis dalam melaksanakan prosedur
dan teknik pengajuan permohonan keberatan serta sengketa pajak lainnya (pembatalan ketetapan pajak,
gugatan, banding dan peninjauan kembali) sesuai ketentuan terkini.
Trainer : Ortax Team
Informasi dan Pendaftaran : INVESTASI :
Ortax Team. (021) 47865713 Rp 1.350.000,- /person
Atau email di training@ortax.org (Sertifikat, Modul, 2x Coffee Break & Lunch)
EDISI 04, JUNI 2016
72 ISSN : 1978-5844

TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON,
UANG MANFAAT PENSIUN, THT/JHT

P
emutusan Hubungan Kerja (PHK) Apapun sebab terjadinya PHK sebagaimana
seringkali dihubungkan dengan kondisi dikemukakan di atas, Undang-Undang Ketenaga-
negatif yang terjadi akibat adanya kerjaan mewajibkan Perusahaan untuk mem-
tindakan pelanggaran berat dari sisi bayarkan uang pesangon dan atau uang peng-
pekerja atau karena penurunan produktifitas hargaan masa kerja dan uang penggantian hak
dan kemampuan finansial Perusahaan sehingga yang seharusnya diterima. Penghitungan uang pe-
Perusahaan mengambil kebijakan untuk sangon, uang penghargaan dan uang penggantian
melakukan rasionalisasi. PHK juga dapat hak diatur secara rinci dalam UU Ketenagakerjaan.
disebabkan karena pekerja mengundurkan diri, Apabila Perusahaan mengikutkan pekerjanya pada
habis masa kontrak, memasuki usia pensiun atau program pensiun/ Jaminan Hari Tua, pekerja juga
karena pekerja meninggal dunia. Selain itu PHK berhak atas penghasilan berupa Uang Manfaat
juga dapat terjadi karena Perusahaan melakukan Pensiun/Tunjangan Hari Tua (THT)/Jaminan
peleburan, penggabungan dan atau perubahan Hari Tua (JHT).
status. Dalam praktek PHK juga dapat terjadi
karena faktor-faktor lain diluar koridor hukum Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang
yang menyebabkan timbulnya perselisihan Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan
antara pekerja dan perusahaan. Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 73
pada umumnya jumlahnya relatif besar Tarif PPh Pasal 21 diatas diterapkan
dibandingkan penghasilan rutin yang diterima atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang
sebelumnya. Dari sudut pandang perpajakan, dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2
penghasilan tersebut di atas merupakan objek (dua) tahun kalender.
pajak. Secara umum atas penghasilan tersebut
akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 yang
PT. Ortax Indonesia melakukan pembayaran
bersifat Final dengan menerapan tarif progresif
Uang Pesangon kepada Reno Purnomo
yang lebih rendah dari ketentuan umum tarif
(Ber-NPWP) secara bertahap dengan jadwal
Pajak Penghasilan. Dengan demikian maka
pembayaran sebagai berikut :
manfaat yang diperoleh menjadi lebih besar
dan memberikan keringanan, kemudahan, a. 01 Januari 2014 Rp 240.000.000
kesederhanaan, dan kepastian hukum. b. 07 Juni 2015 Rp 120.000.000
c. 25 Juli 2015 Rp 120.000.000
Penghasilan yang diterima atau diperoleh
Pegawai atas Uang Pesangon, Uang Manfaat d. 01 Januari 2016 Rp 120.000.000
Pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), atau
Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21
Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan
yang terutang adalah sebagai berikut:

Contoh Kasus UANG PESANGON


sekaligus, dikenai pemotongan PPh Pasal 21
yang bersifat final. PPh Pasal 21 yang bersifat a. Pada Tanggal 01 Januari 2014 :
final terutang pada saat dilakukan pembayaran 0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
atau THT yang dibayarkan sekaligus. Berikut 15% x Rp 140.000.000 = Rp 21.000.000(+)
ini pembahasan mengenai aspek pemotongan
= Rp 23.500.000
PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, THT dan/atau JHT. b. Pada Tanggal 07 Juni 2015 :
15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000
Pemotongan PPh Pasal 21 Atas c. Pada Tanggal 25 Juli 2015 :
Uang Pesangon 15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000
Penghasilan berupa Uang Pesangon,
d. Pada Tanggal 01 Januari 2016 :
Uang Manfaat Pensiun, THT/THT, dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau Oleh karena pembayaran Uang Pesangon
seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka sudah memasuki tahun ketiga maka tarif
waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. PPh Pasal 21 untuk Uang Pesangon yang
dibayarkan pada bulan Januari 2016 adalah
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
berupa Uang Pesangon yang berlaku mulai 16 Undang Pajak Penghasilan dan pemotongan
November 2009: PPh 21 pada bulan Januari 2016 tidak
bersifat Final.
Lapisan Penghasilan Tarif PPh
Lapisan 21 Atas
Bruto Pesangon Berikut ini Penghitungan PPh Pasal 21
untuk Bulan Januari 2016 :
Lapisan 1 Rp 0 s.d Rp 50.000.000 0%
Lapisan 2 >Rp 50.000.000 s.d 5% 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
Rp 100.000.000 15% x Rp 70.000.000 = Rp 10.500.000 (+)
Lapisan 3 >Rp 100.000.000 s.d 15% Jumlah = Rp 13.000.000
Rp 500.000.000
Lapisan 4 >Rp 500.000.000 25% Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang
Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola
EDISI 04, JUNI 2016
74 ISSN : 1978-5844

c. pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada


Dana Pesangon Tenaga Kerja perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana
1. Pegawai dianggap telah menerima hak atas Pensiun membeli anuitas seumur hidup.
Uang Pesangon.
Untuk tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan
2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada
berupa Uang Manfaat Pensiun, THT, atau
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja
THT yang berlaku mulai 16 November 2009,
melalui pembayaran secara sekaligus,
ditentukan sebagai berikut :
terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
Contoh Kasus UANG PESANGON

3. PPh Pasal 21 yang bersifat final dipotong Lapisan Penghasilan Tarif PPh
Lapisan 21 Atas
oleh pemberi kerja. Bruto
Pesangon
4. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Lapisan 1 Rp 0 s.d Rp 50.000.000 0%
Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Lapisan 2 >Rp 500.000.000 5%
Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh
Pasal 21.
Tarif PPh Pasal 21 diberlakukan atas jumlah
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang
kumulatif Uang Manfaat Pensiun, THT, atau
Pesangon secara bertahap atau berkala kepada
THT yang dibayarkan dalam jangka waktu paling
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja,
lama 2 (dua) tahun kalender.
1. Pegawai dianggap belum menerima hak
atas Uang Pesangon.
2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari
melalui pembayaran secara bertahap atau Dana Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles
berkala tidak terutang PPh Pasal 21 yang meminta pembayaran sekaligus atas manfaat

Contoh Kasus UANG MANFAAT PENSIUN


bersifat final. pensiun sebesar 20% dari manfaat pensiun dan
sisanya (80% dari manfaat pensiun) dibayarkan
3. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga
secara bulanan. Dana pensiun PT. Ortax
Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Indonesia membayarkan Uang Manfaat Pensiun
Pegawai, dilakukan pemotongan PPh Pasal
yang dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp
21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana
600.000.000 = Rp 120.000.000.
Pesangon Tenaga Kerja.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas
20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan
Pemotongan PPh Pasal 21 Atas secara sekaligus :
Uang Manfaat Pensiun, THT dan/ 0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
atau JHT 5% x Rp 70.000.000 = Rp 3.500.000 (+)
Jumlah = Rp 3.500.000
Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun
yang dibayarkan secara sekaligus meliputi: Sedangkan penghitungan Pajak Penghasilan
a. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat
manfaat pensiun yang dibayarkan secara pensiun yang dibayarkan secara bulanan berlaku
sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/
pensiun atau meninggal dunia PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan
b. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan
lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Pribadi.
Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 75

Apabila terjadi pengalihan Uang Manfaat Kewajiban Pemotong


Contoh Kasus UANG MANFAAT PENSIUN

Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa Pemotong Pajak wajib menghitung,


dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas memotong, menyetorkan, dan melaporkan
seumur hidup, maka : PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang
Pegawai sebagai peserta dianggap telah Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau
menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun THT untuk setiap Masa Pajak.
yang dibayarkan secara sekaligus. PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh
Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun Pemotong untuk setiap Masa Pajak wajib
kepada perusahaan asuransi jiwa dengan disetor ke Kantor Pos atau bank yang
cara Dana Pensiun membeli anuitas ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling
seumur hidup terutang PPh Pasal 21 yang lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
bersifat final. Pemotong wajib melaporkan pemotongan
Pemotongan PPh Pasal 21 atas pengalihan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk
Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui
asuransi jiwa dilakukan oleh Dana Pensiun penyampaian Surat Pemberitahuan Masa
Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Pajak Penghasilan Pasal 21 ke KPP tempat
Keuangan pada saat pembelian anuitas Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20
seumur hidup. hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pada saat perusahaan asuransi jiwa Pemotong Pajak wajib memberikan bukti
membayar Uang Manfaat Pensiun kepada pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta
Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh maupun tidak pada saat dilakukannya
Pasal 21. pemotongan pajak kepada Pegawai yang
berhak menerima Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, THT, atau THT.
Kewajiban menghitung, memotong,
Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal
tahun kalender 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, THT, atau THT pada kedua
Jika terdapat bagian penghasilan yang poin diatas tetap dilakukan terhadap Pegawai
terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%.
dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan
Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada
PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan
satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
pembayaran penghasilan, bukti pemotongan
Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh
PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1
penghasilan yang terutang atau dibayarkan
(satu) Masa Pajak.
kepada Pegawai pada masing-masing tahun
kalender yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat


final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak pendahuluan atau kredit
pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), maka tarif pemotongan
PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% daripada tarif
yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat
menunjukkan NPWP.
EDISI 04, JUNI 2016
76 ISSN : 1978-5844

PENUTUP
Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
dikenankan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Jika terdapat bagian penghasilan yang
terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan
PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau
dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Nomor 36 Tahun 2008 tentang 16/PMK.03/2010 tentang Tata
Perubahan Keempat atas Undang- Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Pajak Penghasilan Uang Manfaat Pensiun, THT, Dan THT
2. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun Yang Dibayarkan Sekaligus.
2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang Dibayarkan Sekaligus

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
17 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=120
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 77

PPh PASAL 21 BUKAN PEGAWAI

S
umber Daya Manusia (SDM) merupakan tertentu, tidak jarang Perusahaan menggunakan
salah satu faktor penting yang jasa dari orang pribadi yang bukan pegawai dari
menentukan kelestrarian Perusahaan. perusahaan tersebut yang memiliki keahlian
Berbagai keahlian dibutuhkan agar khusus termasuk keahlian dengan legalitas
operasional perusahaan dapat berjalan secara khusus seperti Notaris, Pengacara, Dokter dan
efektif dan efisien. Untuk mendapatkan SDM sebagainya.
yang berkualitas diperlukan Sistem pengelolaan
SDM yang baik. Dalam terminologi perpajakan, khususnya
PPh Pasal 21, orang pribadi selain pegawai yang
Terkait pengelolaan SDM, biasanya setiap memberikan jasa kepada perusahaan disebut
Perusahaan memiliki kebijakan sendiri seperti dengan “Bukan Pegawai”. Kelompok bukan
penyusunan struktur organisasi, perekrutan pegawai cukup beragam dengan berbagai kondisi
pegawai, pelatihan dan lain sebagainya. Kebijakan subjektifnya. Teknis penghitungan PPh Pasal 21
ini tentunya bertujuan agar seluruh pegawai untuk kelompok ini dapat berbeda, bergantung
yang bekerja di perusahaan tersebut memiliki pada sejumlah kondisi. Berikut ini akan dibahas
kualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan secara komprehensif mengenai penghitungan
perusahaan. Untuk pekerjaan-pekerjaan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai.
EDISI 04, JUNI 2016
78 ISSN : 1978-5844

Pengertian dan Jenis Profesi Bukan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai dan
Pegawai Kategorisasi dalam SPT PPh 21
Penerima penghasilan Bukan Pegawai Dalam SPT PPh Pasal 21 Bukan Pegawai dapat
adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan dilihat pada formulir 1721-VI Bukti Potong Tidak
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang Final dan untuk pengelompokan bukan pegawai
memperoleh penghasilan dengan nama dan disederhanakan kedalam enam kategori:
dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal
21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa a. Imbalan Kepada Distributor Multi Level
yang dilakukan berdasarkan perintah atau Marketing (MLM)
permintaan dari pemberi penghasilan. b. Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
c. Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
Bukan Pegawai yang menerima atau
d. Imbalan Kepada Tenaga Ahli
memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa, meliputi: e. Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang
Menerima Penghasilan yang Bersifat
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan Berkesinambungan
bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, f. Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat
dan aktuaris Berkesinambungan
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,
pelawak, bintang film, bintang sinetron, Terdapat tiga cara penghitungan PPh Pasal
bintang iklan, sutradara, kru film, foto 21 untuk Bukan Pegawai:
model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan 1. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
seniman lainnya Berkesinambungan Memperoleh PTKP
3. Olahragawan
PPh 21 = ((50% x Penghasilan Bruto)-
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah,
PTKP Sebulan) x Tarif Pasal 17
penyuluh, dan moderator
Dihitung secara kumulatif
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk
teknik, komputer dan sistem aplikasinya, 2. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
telekomunikasi, elektronika, fotografi, Berkesinambungan Tidak Memperoleh
ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa PTKP
kepada suatu kepanitiaan
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x
7. Agen iklan
Tarif Pasal 17
8. Pengawas atau pengelola proyek
Dihitung secara kumulatif
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan atau yang menjadi perantara
10. Petugas penjaja barang dagangan
3. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
11. Petugas dinas luar asuransi dan/atau Berkesinambungan Tidak Memperoleh
12. Distributor perusahaan multilevel marketing PTKP
atau direct selling dan kegiatan sejenis
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x
lainnya
Tarif Pasal 17
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 79

PPh Pasal 21 Bukan Pegawai pengurangan berupa PTKP sepanjang


yang bersangkutan :
Berkesinambungan
a. Memiliki NPWP
Bukan Pegawai Berkesinambungan
adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap b. Penghasilan berasal dari hubungan kerja
dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas c. Tidak memperoleh penghasilan lainnya, dan
yang memperoleh penghasilan dengan nama d. Menyerahkan fotokopi kartu NPWP (bagi
dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau wanita kawin ditambah surat nikah dan
terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun Kartu Keluarga)
kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan. Jika salah satu syarat diatas tidak terpenuhi
maka Bukan Pegawai tidak berhak memperoleh
Bukan Pegawai yang menerima penghasilan pengurang PTKP.
secara berkesinambungan dapat memperoleh

Bukan Pegawai Menerima Penghasilan Berkesinambungan Memperoleh Pengurang


PTKP
Dina Aulia adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Sehat Abadi. Suami Dina Aulia telah
terdaftar sebagai Wajib Pajak dan mempunyai NPWP. Dina Aulia telah menyampaikan
fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga kepada
pemotong pajak. Dina Aulia hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas
dinas luar asuransi, dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal
tersebut kepada PT. Sehat Abadi. Pada tahun 2015, penghasilan yang diterima oleh Dina Aulia
sebagai petugas dinas luar asuransi dari PT. Sehat Abadi adalah sebagai berikut:
Contoh Kasus

Bulan Komisi Agen (Rupiah)


Januari 38.000.000,00
Februari 40.000.000,00
Maret 42.000.000,00
April 44.000.000,00
Mei 45.000.000,00
Juni 48.000.000,00
Juli 50.000.000,00
Agustus 52.000.000,00
September 55.000.000,00
Oktober 56.000.000,00
November 58.000.000,00
Desember 60.000.000,00
Jumlah 588.000.000,00
EDISI 04, JUNI 2016
80 ISSN : 1978-5844

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah :

Penghasilan Tarif
50% dari
Penghasilan PTKP Penghasilan Kena Pajak Pasal 17 PPh Pasal
Bulan Penghasilan
Bruto (Rupiah) (Rupiah) Kena Pajak Kumulatif ayat (1) 21 terutang
Bruto
(Rupiah) (Rupiah) Huruf a (Rupiah)
(Rupiah)
UU PPh
Contoh Kasus

(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7) (8)=(5)X(7)


Januari 38.000.000,00 19.000.000,00 3.000.000,00 16.000.000,00 16.000.000,00 5% 800.000,00
Februari 40.000.000,00 20.000.000,00 3.000.000,00 17.000.000,00 33.000.000,00 5% 850.000,00
17.000.000,00 50.000.000,00 5% 850.000,00
Maret 42.000.000,00 21.000.000,00 3.000.000,00
1.000.000,00 51.000.000,00 15% 150.000,00
April 44.000.000,00 22.000.000,00 3.000.000,00 19.000.000,00 70.000.000,00 15% 2.850.000,00
Mei 45.000.000,00 22.500.000,00 3.000.000,00 19.500.000,00 89.500.000,00 15% 2.925.000,00
Juni 48.000.000,00 24.000.000,00 3.000.000,00 21.000.000,00 110.500.000,00 15% 3.150.000,00
Juli 50.000.000,00 25.000.000,00 3.000.000,00 22.000.000,00 132.500.000,00 15% 3.300.000,00
Agustus 52.000.000,00 26.000.000,00 3.000.000,00 23.000.000,00 155.500.000,00 15% 3.450.000,00
September 55.000.000,00 27.500.000,00 3.000.000,00 24.500.000,00 180.000.000,00 15% 3.675.000,00
Oktober 56.000.000,00 28.000.000,00 3.000.000,00 25.000.000,00 205.000.000,00 15% 3.750.000,00
November 58.000.000,00 29.000.000,00 3.000.000,00 26.000.000,00 231.000.000,00 15% 3.900.000,00
19.000.000,00 250.000.000,00 15% 2.850.000,00
Desember 60.000.000,00 30.000.000,00 3.000.000,00
8.000.000,00 258.000.000,00 25% 2.000.000,00
Jumlah 588.000.000,00 294.000.000,00 34.500.000,00

Bukan Pegawai Menerima Penghasilan Berkesinambungan Tidak Memperoleh


Pengurang PTKP
dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan praktik di Rumah
Sakit Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan
oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah
sakit dan sisanya sebesar 80%
dari jasa dokter tersebut akan Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah)
dibayarkan kepada dr. Abdul
Januari 45.000.000,00
Gopar, Sp.JP pada setiap akhir
bulan. Selain praktik di Rumah Februari 49.000.000,00
Contoh Kasus

Sakit Harapan Jantung Sehat Maret 47.000.000,00


dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga April 40.000.000,00
melakukan praktik sendiri di
Mei 44.000.000,00
klinik pribadinya. dr. Abdul
Gopar, Sp.JP telah memiliki Juni 52.000.000,00
NPWP. Pada tahun 2015, jasa Juli 40.000.000,00
dokter yang dibayarkan pasien Agustus 35.000.000,00
dari praktik dr. Abdul Gopar, September 45.000.000,00
Sp.JP di Rumah Sakit Harapan
Oktober 44.000.000,00
Jantung Sehat adalah sebagai
berikut : November 43.000.000,00
Desember 40.000.000,00
Jumlah 524.000.000,00
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 81

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah :
Dasar Penghasilan Kena
Penghasilan Tarif PPh Pasal 21
Bulan Pemotongan PPh Pajak Kumulatif
Bruto (Rupiah) Pasal 17 terutang (Rupiah)
Pasal 21 (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3)=50%x(2) (4) (5) (6)=(3)x(5)
Januari 45.000.000,00 22.500.000,00 22.500.000,00 5% 1.125.000,00
Februari 49.000.000,00 24.500.000,00 47.000.000,00 5% 1.225.000,00
Contoh Kasus

3.000.000,00 50.000.000,00 5% 150.000,00


Maret 47.000.000,00
20.500.000,00 70.500.000,00 15% 3.075.000,00
April 40.000.000,00 20.000.000,00 90.500.000,00 15% 3.000.000,00
Mei 44.000.000,00 22.000.000,00 112.500.000,00 15% 3.300.000,00
Juni 52.000.000,00 26.000.000,00 138.500.000,00 15% 3.900.000,00
Juli 40.000.000,00 20.000.000,00 158.500.000,00 15% 3.000.000,00
Agustus 35.000.000,00 17.500.000,00 176.000.000,00 15% 2.625.000,00
September 45.000.000,00 22.500.000,00 198.500.000,00 15% 3.375.000,00
Oktober 44.000.000,00 22.000.000,00 220.500.000,00 15% 3.300.000,00
November 43.000.000,00 21.500.000,00 242.000.000,00 15% 3.225.000,00
8.000.000,00 250.000.000,00 15% 1.200.000,00
Desember 40.000.000,00
12.000.000,00 262.000.000,00 25% 3.000.000,00
Jumlah 524.000.000,00 262.000.000,00 35.500.000,00

yang memperoleh penghasilan dengan nama


PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Tidak
dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau
Berkesinambungan terutang hanya satu kali dalam satu tahun
Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap atau kegiatan.
dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas

Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan


Mulyadi Santoso melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Komputer Canggih dengan fee
Contoh Kasus

sebesar Rp 5.000,000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
5% x 50% Rp 5.000.000,00 = Rp 125.000,00
Dalam hal Mulyadi Santoso tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
120% x 5% x 50% Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000,00

pegawainya maka besarnya jumlah


Ketentuan Lain
penghasilan bruto adalah sebesar jumlah
Dalam hal Bukan Pegawai memberikan jasa pembayaran setelah dikurangi dengan
kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh bagian gaji atau upah dari pegawai yang
Pasal 26 : dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam
a. Mempekerjakan orang lain sebagai kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
EDISI 04, JUNI 2016
82 ISSN : 1978-5844

bagian gaji atau upah dari pegawai yang penghasilan bruto tersebut termasuk
dipekerjakan tersebut maka besarnya pemberian jasa dan material atau barang.
penghasilan bruto tersebut adalah sebesar Dalam hal jumlah penghasilan bruto
jumlah yang dibayarkan dibayarkan kepada dokter yang melakukan
b. Melakukan penyerahan material atau barang praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka
maka besarnya jumlah penghasilan bruto besarnya jumlah penghasilan bruto adalah
hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien
apabila dalam kontrak/perjanjian tidak melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum
dapat dipisahkan antara pemberian jasa dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah
dengan material atau barang maka besarnya sakit dan/atau klinik.

PENUTUP
Dalam pemotongan PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai perlu diperhatikan mengenai
mapping kategori Bukan Pegawai, dimana terdapat dua kategori besar dalam
Bukan Pegawai yaitu Bukan Pegawai Berkesinambungan dan Bukan Pegawai Tidak
Berkesinambungan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hak untuk Bukan Pegawai
memperoleh pengurang PTKP dengan memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.
Ketentuan lain yang perlu juga dipahami dalam hal Bukan Pegawai mempekerjakan
orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar
jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut. Dalam hal Bukan Pegawai melakukan penyerahan material atau
barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja
dan untuk Dokter jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar
oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Nomor PER-32/PJ/2015 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang- Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Pajak Penghasilan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
29 Juni 2016

Tautan :
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=133
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 83

INFO ORTAX
Pengenaan Pajak Penghasilan
Atas Hadiah dan Penghargaan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 11/PJ/2015


Tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan

U
ntuk memberikan kepastian (2) sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
hukum dan kelancaran pelaksanaan jumlah penghasilan bruto dan bersifat final oleh
pengenaan Pajak Penghasilan atas penyelenggara undian. Namun, atas hadiah atau
hadiah dan penghargaan, Direktur penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan
Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur kegiatan, dan penghargaan dikenakan Pajak
Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 Tentang Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan
a. dalam hal penerima penghasilan adalah
Penghargaan. Peraturan ini mulai berlaku pada
orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri,
tanggal 1 Mei 2015.
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan
Penghasilan berupa hadiah dari undian, Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 dari jumlah
perlombaan, serta kegiatan dan penghargaan penghasilan bruto
merupakan objek Pajak Penghasilan. Atas hadiah b. dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib
undian dipotong Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap,
EDISI 04, JUNI 2016
84 ISSN : 1978-5844

dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan objek Pajak Penghasilan yang wajib dilaporkan
Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan
dari jumlah bruto dengan memperhatikan Wajib Pajak yang bersangkutan.
ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini beserta
c. dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib contoh penghitungan pajak pada lampirannya,
Pajak badan termasuk Bentuk Usaha Tetap, dapat Anda lihat pada PER-11/PJ/2015
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan
berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah Ortax.org
penghasilan bruto. 23 Juni 2016

Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana


dijelaskan di atas sebelumnya tidak berlaku untuk
hadiah langsung dalam penjualan barang atau
jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli
atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah Tautan :
tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=75
pada saat pembelian barang atau jasa. Namun
demikian, hadiah yang dimaksud merupakan

Susunan Dalam Satu


PUBLICATIONS
Naskah 9 (Sembilan) KEBIJAKAN FISKAL Teori
Undang-Undang & Praktek di Indonesia
Perpajakan Corporate Pengantar Politik Pajak Penulis :
Penyusun : Tax Management Penulis: Makmun Syadullah,
Arie Widodo & ortax Team Dr. Edi Slamet Irianto, S.E., M.Si. Muhammad Afdi Nizar
Penulis :
Penerbit : Ortax Iman Santoso & Ning Rahayu (Direktur Pemeriksaan Pajak) Penerbit : Ortax
Penerbit : Ortax Penerbit : Ortax

Tahun Terbit Tahun Terbit Tahun Terbit Tahun Terbit


2014 2013 2014 2013

CONTACT US
Gedung Pemuda, Lantai 2 Jl. Pemuda Raya No.66 Rawamangun, Jakarta - Indonesia 13220
Phone : (021) 47865713 | Fax : (021) 47881350 | Email : sales@ortax.org | website : www.ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 85

INFO ORTAX

Pengajuan Permohonan
Aktivasi EFIN Bagi
Wajib Pajak Badan

D
alam rangka menyesuaikan dengan Ditjen Pajak, untuk dapat melakukan Transaksi
perkembangan teknologi informasi Elektronik dengan Ditjen Pajak melalui Layanan
dan meningkatkan pelayanan kepada Pajak Online dalam rangka melaksanakan hak
Wajib Pajak, telah diberikan layanan dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak dapat
elektronik untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memiliki EFIN dengan mengajukan permohonan
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban aktivasi EFIN. Bagi Wajib Pajak badan, syarat
perpajakannya serta menjamin keamanan dan ketentuan pengajuan permohonan aktivasi
transaksi elektronik dengan Direktorat Jenderal EFIN adalah sebagai berikut:
Pajak (Ditjen Pajak). Hal ini telah diatur dalam tata
a. Permohonan aktivasi EFIN dilakukan oleh
cara pengamanan transaksi elektronik melalui
pengurus yang ditunjuk untuk mewakili
penetapan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
badan dalam rangka melaksanakan hak dan
Nomor PER-41/PJ/2015 tentang Pengamanan
kewajiban perpajakannya
Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online.
b. Pengurus mengisi, menandatangani, dan
Wajib Pajak harus memiliki Electronic Filing menyampaikan Formulir Permohonan
Identification Number (EFIN) yang diterbitkan oleh Aktivasi EFIN dengan mendatangi secara
EDISI 04, JUNI 2016
86 ISSN : 1978-5844

langsung KPP tempat Wajib Pajak terdaftar rangka pelaksanaan hak dan kewajiban
c. Pengurus menunjukkan asli dan perpajakan.
menyerahkan fotokopi dokumen berupa: Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
1. Surat penunjukan pengurus yang persyaratan dan ketentuan lainya bagi Wajib
bersangkutan untuk mewakili badan Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang
dalam rangka melaksanakan hak dan merupakan kantor cabang beserta Formulir
kewajiban perpajakannya. Permohonan Aktivasi EFIN, dapat Anda lihat
2. Identitas diri berupa : pada SE - 69/PJ/2015
o KTP dalam hal pengurus merupakan
warga Negara Indonesia atau
Ortax.org
o Paspor dan KITAS atau KITAP dalam 27 Juni 2016
hal pengurus merupakan warga
negara asing
3. Kartu NPWP atau SKT atas nama yang
bersangkutan dan
4. Kartu NPWP atau SKT atas nama Wajib Tautan :
Pajak badan. http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=79

d. menyampaikan alamat e-mail aktif yang


digunakan sebagai sarana komunikasi dalam

IMPORT DATA e-FAKTUR


LEBIH MUDAH, LEBIH CEPAT
Dilengkapi dengan Fasilitas Rekapitulasi
Faktur Pajak Keluaran & Masukan

Get
DEMO
Phone: (021) 47865713 | Email: sales@ortax.org | Website : http://efakturcsv.ortax.org
ORTAX Rabu-Kamis, 27-28 Juli 2016
Ortax Training Center,
ISSN : Jakarta
EDISI 04, JUNI 2016
1978-5844 87
TRAINING (09.00-16.30 WIB)

“PPh Pasal 21
komprehensif -
Konsep, Model
& Compliance
Strategy Yang
Efektif” Trainer :
Ortax Team
Pahami Teknis Penanganan Lebih Bayar Akibat Perubahan PTKP.
Pada tanggal 22 Juni 2016 Pemerintah melalui Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak, yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.
Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan beban karyawan, namun pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan
atas penghasilan karyawan bersifat mandatory (wajib), sehingga perusahaan wajib memiliki wawasan
dan strategi yang efektif guna mengindari tingginya cost compliance dan resiko sanksi terkait perubahan
PTKP dan penghitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan.
Pelatihan ini dirancang mulai dari konsep pemotongan PPh Pasal 21/26, penentuan golongan penerima
dan jenis penghasilan, mekanisme pemotongan dan teknis penghitungan PPh Pasal 21/26, teknis dan
contoh penghitungan PPh Pasal 21, administrasi dan pelaporan PPh 21, studi kasus dan overview
pengisian PPh 21 Masa sesuai PER-14/PJ/2013 dengan aplikasi eSPT, pemahaman dampak perubahan
PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2015, sampai dengan pembetulan SPT PPh 21 secara
manual dan eSPT.

INVESTASI
Informasi dan Pendaftaran : Rp 2.500.000,- /person
Ortax Team. (021) 47865713 (Sertifikat, Modul, 2 x Coffee Break & Lunch)

Atau email di training@ortax.org


EDISI 04, JUNI 2016
88 ISSN : 1978-5844

PERMINTAAN KETERANGAN DAN ATAU BUKTI


DALAM RANGKA PEMERIKSAAN PAJAK
Rohmad Basuki
Pemeriksa Pajak Kanwil DJP Jakarta Utara

P
emeriksaan pajak sebagaimana pajak. Bahkan dapat dikatakan bahwa kegiatan
didefinisikan dalam UU KUP adalah menghimpun data, keterangan dan/atau bukti
serangkaian kegiatan menghimpun merupakan kunci penentu keberhasilan seorang
dan mengolah data, keterangan, dan/ pemeriksa pajak dalam melaksanakan tugasnya.
atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif
dan profesional berdasarkan suatu standar Data, keterangan, dan/atau bukti yang
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan dihimpun tersebut dapat diperoleh dari empat
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau sumber:
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan 1. Dari dalam (internal) Direktorat Jenderal
ketentuan peraturan perundang-undangan Pajak;
perpajakan. 2. Dari wajib pajak yang diperiksa;
Dari definisi tersebut diatas dapat 3. Dari pihak lain yang terkait dengan wajib
disimpulkan bahwa kegiatan menghimpun data, pajak;
keterangan dan/atau bukti merupakan bagian 4. Data yang terbuka untuk umum sehingga
yang sangat penting dalam suatu pemeriksaan dapat diakses secara bebas.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 89
Untuk data, keterangan dan/atau bukti c. memberikan keterangan lain yang
yang diperoleh dari dalam (internal) Direktorat diperlukan.
Jenderal Pajak maupun data yang terbuka untuk
umum sehingga dapat diakses secara bebas Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut
(data dari internet, majalah, publikasi, media dapat disimpulkan bahwa pemeriksa pajak
massa dst) hampir tidak ada kendala hukum bagi memiliki kewenangan untuk meminta keterangan
seorang pemeriksa pajak untuk mendapatkannya yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan pajak.
sehingga tidak akan didiskusikan dalam artikel Lebih jelasnya lagi, dinyatakan dalam memori
ini. Sedangkan, data yang diperoleh dari wajib penjelasan Pasal 29 ayat (3) UU KUP bahwa dalam
pajak yang diperiksa dan data yang diperoleh hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan
dari pihak lain yang terkait dengan wajib pajak lain selain buku, catatan, dan dokumen lain,
menyangkut hak pribadi/badan untuk menjaga wajib pajak harus memberikan keterangan lain
kerahasiaannya (privacy) sehingga memiliki yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau
konsekuensi hukum apabila pemeriksa pajak keterangan lisan.
melaksanakan permintaan keterangan dengan
Tata cara permintaan keterangan tertulis
cara yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
dan/atau lisan ini diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/
Permintaan Keterangan dan atau PMK.03/2013 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/
Bukti kepada Wajib Pajak yang PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan.
Diperiksa
Dalam Pasal 39 Peraturan Menteri Keuangan
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk Nomor 17/PMK.03/2013 diatur bahwa untuk
melakukan pemeriksaan pajak telah diatur dalam memperoleh penjelasan yang lebih rinci,
Pasal 29 UU KUP. Dalam praktiknya, kewenangan pemeriksa pajak melalui kepala unit pelaksana
Direktur Jenderal Pajak ini dilimpahkan pemeriksaan dapat memanggil wajib pajak, wakil,
kepada pemeriksa pajak yang ditunjuk dengan kuasa dari wajib pajak, pegawai atau anggota
Surat Perintah Pemeriksaan. Dalam memori keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak
penjelasan Pasal 29 ayat (2) UU KUP dinyatakan melalui penyampaian surat panggilan. Apabila
bahwa pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pihak yang dipanggil tersebut hadir memenuhi
pemeriksa yang memiliki tanda pengenal panggilan maka dilakukanlah wawancara oleh
pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah pemeriksa pajak. Pemberian keterangan dalam
Pemeriksaan. wawancara tersebut didokumentasikan dalam
sebuah berita acara yang ditandatangani oleh
Dalam Pasal 29 ayat (3) UU KUP diatur lebih
pihak yang memberi keterangan dan pihak
lanjut kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib
pemeriksa pajak.
pajak yang sedang diperiksa, yaitu:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan Yang menarik dari ketentuan tersebut adalah
buku atau catatan, dokumen yang kuasa wajib pajak maupun karyawan wajib pajak
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang diperlakukan sama dengan wajib pajak itu sendiri
berhubungan dengan penghasilan yang dan tidak diperlakukan sebagai pihak ketiga.
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Oleh karena itu permintaan keterangan kepada
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; kuasa maupun karyawan wajib pajak harus
sepengetahuan wajib pajak.
b. memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruang yang dipandang perlu Lalu apa sanksi yang dapat dikenakan
dan memberi bantuan guna kelancaran terhadap wajib pajak atau pihak yang akan
pemeriksaan;dan/atau dimintai keterangan apabila tidak hadir atau
EDISI 04, JUNI 2016
90 ISSN : 1978-5844

tidak bersedia memberi keterangan? Sebenarnya Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013


tidak ada sanksi yang secara eksplisit dinyatakan tentang Tata Cara Permintaan Keterangan
dalam undang-undang mengenai hal itu. Namun atau Bukti dari Pihak-pihak yang Terikat oleh
dalam memori penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU Kewajiban Merahasiakan.
KUP dinyatakan bahwa bagi wajib pajak yang
pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga diatur bahwa permintaan keterangan dan/atau
Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung bukti ini harus sekurang-kurangnya memuat tiga
jumlah pajak yang seharusnya terutang maka hal, yaitu:
Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan a. Identitas wajib pajak;
SKPKB dengan penghitungan secara jabatan, b. Keterangan dan/atau bukti yang diminta;
yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data
c. Maksud dilakukannya permintaan
yang tidak hanya diperoleh dari wajib pajak
keterangan dan/atau bukti.
saja. Pembuktian atas uraian yang dijadikan
dasar penghitungan secara jabatan dibebankan Adapun contoh format surat permintaan
kepada wajib pajak. SKPKB yang diterbitkan keterangan serta surat peringatan dalam rangka
dengan penghitungan secara jabatan disertai permintaan keterangan tercantum dalam
sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam lampiran peraturan tersebut. Karena sifatnya
Pasal 13 ayat (3) UU KUP, yaitu 50% dari Pajak hanya contoh format, maka dimungkinkan
Penghasilan yang kurang dibayar, 100% dari bagi pemeriksa pajak untuk mengubah sedikit
Pajak Penghasilan yang kurang dipotong/ surat permintaan keterangan tersebut dengan,
dipungut dan/atau 100% dari PPN/PPnBM yang misalnya, menambah kalimat yang bersifat
kurang dibayar. mengundang pihak ketiga tersebut untuk hadir
memberi penjelasan.
Permintaan Keterangan dan atau
Perbedaan dengan permintaan keterangan
Bukti kepada Pihak Ketiga kepada wajib pajak yang berbentuk surat
Berbeda dengan permintaan keterangan panggilan adalah dalam surat permintaan
kepada wajib pajak yang diperiksa sebagaimana keterangan kepada pihak ketiga ini harus
diuraikan terdahulu, kewenangan pemeriksa dilampirkan keterangan dan/atau bukti yang
pajak untuk meminta keterangan dan/atau bukti diminta. Kewajiban pihak ketiga hanya menjawab
kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 35 UU atau memberi keterangan dan/atau bukti yang
KUP yang berbunyi, “Apabila dalam menjalankan diminta tersebut. Jawaban pihak ketiga ini dapat
ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan secara tertulis maupun secara lisan
perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dengan hadir memenuhi undangan.
dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi dan/atau pihak ketiga Lalu apa sanksi bagi pihak ketiga yang tidak
lainnya, yang mempunyai hubungan dengan memberikan keterangan dan/atau bukti yang
wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, diminta oleh pemeriksa pajak? Konsekuensi
penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana pihak ketiga tersebut diatur dalam Pasal 41A UU
dibidang perpajakan, atas permintaan tertulis KUP, yaitu: “Setiap orang yang wajib memberikan
dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana
tersebut wajib memberikan keterangan atau dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja
bukti yang diminta.” tidak memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti yang tidak
Tata cara permintaan keterangan kepada benar dipidana dengan pidana kurungan paling
pihak ketiga yang terkait dengan wajib pajak lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp
tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)”.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 91

PENUTUP
Dari uraian sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permintaan
keterangan dan/atau bukti merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pemeriksaan pajak yang merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang
kepada Direktur Jenderal Pajak. Meskipun permintaan keterangan dan/atau bukti
kepada wajib pajak dan kepada pihak ketiga pada hakekatnya memiliki tujuan yang sama
tetapi permintaan keterangan dan/atau bukti kepada wajib pajak dan kepada pihak
ketiga mempunyai dasar hukum dan tata cara pelaksanaan yang berbeda. Sanksi yang
dapat diberikan kepada wajib pajak dan pihak ketiga yang tidak bersedia memberikan
permintaan dan/atau bukti yang diminta pun berbeda.

Referensi
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan
1983 sebagaimana beberapa kali Nomor 184/PMK.03/2015 tentang
diubah terakhir dengan Undang- Tata Cara Pemeriksaan;
undang Nomor 16 tahun 2009 tentang 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Ketentuan Umum dan Tata Cara 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Perpajakan; Permintaan Keterangan dan/atau
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor Bukti dari Pihak-pihak yang Terikat
17/PMK.03/2013 sebagaimana diubah Kewajiban

Rohmad Basuki
Pemeriksa Pajak Kanwil DJP Jakarta Utara
16 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=121
EDISI 04, JUNI 2016
92 ISSN : 1978-5844

KUTIPAN
FORUM PILIHAN
“Pemotongan PPh 21 ke karyawan”
Kategori Forum : Pajak Penghasilan (PPh)
Link : http://ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62192
Pencetus : natenath
Tanggal : 08 Juni 2016

Pertanyaan :

Dear Rekan rekan Yang di tanyakan :


Saya ada 2 pertanyaan karena kurang yakin, Pembayaran pph 21 di setor kekas negara
mohon bantuan dan arahannya : apakah masing-masing (hut pph 21 april dan
mei) dibayarkan bulan 10 Juni atau 10 Juli ?
Kasus I
Perusahaan saya membayar 1 orang gaji Kasus II
karyawan tetap, untuk bulan april dan mei Penerimaan gaji karyawan tetap diperusahaan
2016, dengan sekaligus dibayarkan di bulan saya, penghasilan yang besarannya tetap setiap
awal Juni 2016. Saya menjurnal di april dan mei bulannya, dan mendapat tunjangan pph 21.
sebagai hutang gaji dan hutang pph 21.
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 93
Yang di tanyakan : metode gross up dan metode lain.
Jika tunjangan pph 21 menggunakan metode Saya bingung jika melihat perhitungan
gross up. Apakah besaran nominalnya flat tiap konsultan pajak, tunjangan pph berubah ubah
bulannya? Atau apakah ada metode lain untuk tiap bulannya.
menghitung tunjangan pph 21?
Terimakasih.
Mohon dibantu contoh perhitungannya pada

Tanggapan Tim Redaksi Ortax

Tanggapan Kasus I a. Gross Method


Metode dimana pemberi kerja melakukan
Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) dalam PER – pemotongan PPh Pasal 21 langsung dari
32/PJ/2015 dijelaskan bahwa : penghasilan karyawan.

b. Net Method
Saat terutang untuk setiap Masa
Metode dimana PPh Pasal 21 yang terutang
Pajak sebagaimana dimaksud
oleh karyawan ditanggung oleh pemberi
pada ayat (2) adalah akhir bulan
kerja dalam bentuk benefit in kind.
dilakukannya pembayaran atau pada
akhir bulan terutangnya penghasilan c. Gross Up Method
yang bersangkutan Metode dimana pemberi kerja memberikan
tunjangan pajak atas seluruh penghasilan
yang diterima oleh karyawan.

d. Mixed Method
Sehingga apabila untuk pembayaran gaji
Metode dimana pemberi kerja hanya
bulan April dan Mei 2016 sudah diakui sebagai
memberikan tunjangan pajak atas beberapa
hutang pada bulan yang bersangkutan, maka
jenis penghasilan saja.
jumlah PPh Pasal 21 juga sudah terutang pada
saat penghasilan yang bersangkutan diakui
sebagai hutang. Untuk itu, walaupun pembayaran Sehingga tunjangan pajak yang diberikan
gaji dilakukan pada Juni 2016 namun PPh Pasal oleh perusahaan dapat dimungkinkan apabila
21 sudah terutang pada saat Bulan April dan digunakan metode pemotongan melalui Gross Up
Mei, sehingga pembayaran PPh 21 ke kas negara Method atau Mixed Method Dalam hal pemotongan
harus disetorkan paling lama tanggal 10 Mei PPh 21 menggunakan metode Gross Up, maka
2016 untuk Masa April dan 10 Juni 2016 untuk jumlah PPh 21 dapat bersifat statis atau dinamis
Masa Mei. bergantung pada komponen penghasilan yang
diterima oleh karyawan. Apabila komponen
penghasilan mengalami perubahan, maka PPh
Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross Up
Tanggapan Kasus II juga dapat mengalami perubahan. Berikut ini
ilustrasi kasus terkait metode pemotongan PPh
Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan memberikan tunjangan PPh 21 :
21, secara umum terdapat beberapa metode
pemotongan, yaitu :
EDISI 04, JUNI 2016
94 ISSN : 1978-5844

Tuan Edhi (Ber-NPWP) bekerja di PT Ortax Indonesia sejak Januari 2015. Tuan Edhi
berstatus belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan. Selama Januari 2015, Tuan
Edhi Mendapatkan Gaji sebesar Rp 5.000.000 dan Tunjangan Makan sebesar Rp 1.000.00.
Iuran Pensiun yang dibayar oleh Tuan Edhi adalah sebesar Rp 50.000 setiap bulannya.
Sedangkan PT Ortax Indonesia membayarkan premi asuransi Tuan Edhi sebesar Rp
200.000 setiap bulannya. Berikut penghitungan PPh Pasal 21 pada bulan Januari 2015
dengan menggunakan Gross Method /Net Method, Gross Up Method, dan Mixed Method
(PTKP yang berlaku sesuai PMK Nomor 122/PMK.010/2015) :

Komponen Penghasilan Gross Method/ Gross Up Method Mixed Method


Net Method
Gaji 5.000.000 5.000.000 5.000.000
Tunjangan PPh - 149.079 100.000
Tunjangan Lainnya, Uang Lembur 1.000.000 1.000.000 1.000.000
Honorarium - - -
Premi Asuransi 200.000 200.000 200.000
Natura - - -
THR/Ph Tidak Teratur - - -
Penghasilan Bruto 6.200.000 6.349.079 6.300.000
Pengurang :
- Biaya Jabatan 310.000 317.454 315.000
- Iuran Pensiun/JHT/THT 50.000 50.000 50.000
Jumlah Pengurang 360.000 367.454 365.000
Penghasilan Neto Sebulan 5.840.000 5.981.625 5.935.000
Penghasilan Neto Setahun 70.080.000 71.779.500 71.220.000
PTKP 36.000.000 36.000.000 36.000.000
PKP Setahun 34.080.000 35.779.000 35.220.000
PPh Pasal 21 Setahun 1.704.000 1.788.950 1.761.000
PPh Pasal 21 Sebulan 142.000 149.079 146.750

Kutipan PPh21 menggunakan Mixed Method yang jumlah


tunjangan pajaknya sudah ditetapkan
Berdasarkan kasus diatas, dapat disimpulkan
besarnya nilai tunjangan atas penghasilan
bahwa:
tertentu.
1. Gross Method dan Net Method tidak
Tim Redaksi Ortax
menghasilkan tunjangan pajak, sedangkan
Ortax.org
Grossup Method dan Mixed Method 16 Juni 2016
menghasilkan tunjangan pajak.
2. Tunjangan pajak untuk Grossup Method
akan selalu berubah apabila komponen
penghasilan karyawan mengalami
perubahan, terkecuali tunjangan pajak Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=124
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 95

KUTIPAN
FORUM PILIHAN
2
“DPP PPN & PPh 22 Atas Impor”
Kategori Forum : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Link : http://ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62595
Pencetus : dionhsb
Tanggal Forum : 08 Juni 2016

Pertanyaan : Tanggapan Member Ortax

Rekan ortax, big.small


rekan rekan saya ingin bertanya kalau menurut saya ini rekan
menghitung PPN terhadap impor yang dikenai PPN =10% X (Nilai impor + bea masuk + bea
PPh pasal 22 juga maka perhitungannya masuk tambahan*jika ada)
PPN=10% X (Nilai impor + bea masuk + bea Dasar hukumnya di UU PPN No 42/2009 Pasal 1
masuk tambahan*jika ada + pph pasal 22) mengenai Nilai Impor
atau hanya
PPN =10% X (Nilai impor + bea masuk + bea
masuk tambahan*jika ada)

Tanggapan Tim Redaksi Ortax

1. Berdasarkan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Untuk jelasnya diberikan contoh cara


Nomor 42 Tahun 2009 disebutkan bahwa: penghitungan sebagai berikut.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Seseorang mengimpor Barang Kena


dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak dari luar Daerah Pabean dengan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Nilai Impor Rp15.000.000,00. Pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak yang Pertambahan Nilai yang dipungut melalui
meliputi Harga Jual, Penggantian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10%
Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai x Rp15.000.000,00 = Rp1.500.000,00
lain.
EDISI 04, JUNI 2016
96 ISSN : 1978-5844

2. Berdasarkan Pasal 1 angka 20 Undang- 4. Berdasarkan poin 1, 2, dan 3 di atas dapat


Undang Nomor 42 Tahun 2009, disebutkan simpulkan bahwa:
bahwa : a. Dasar Pengenaan Pajak atas PPN atas

Impor adalah Nilai Impor.
b. Nilai impor terdiri dari Nilai Berupa
Nilai Impor adalah nilai berupa uang Uang atau Cost Insurance Freight (CIF)
yang menjadi dasar penghitungan ditambah Bea Masuk (BM) dan Pungutan
bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
berdasarkan ketentuan dalam ketentuan pertauran peundang-
peraturan perundang-undangan yang undangan kepabeanan di bidang impor.
mengatur mengenai kepabeanan dan
c. PPh Pasal 22 bukan merupakan
cukai untuk impor Barang Kena Pajak,
pengertian Nilai Impor yang menjadi
tidak termasuk Pajak Pertambahan
Dasar Pengenaan Pajak PPN atas Impor.
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang dipungut menurut Tim Redaksi Ortax
Undang-Undang ini. Ortax.org
20 Juni 2016

3. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 16/ Tautan :
PMK.010/2016 disebutkan bahwa : http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=122

Nilai impor sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a angka 1 adalah
nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah
dengan Bea Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-
undangan kepabeanan di bidang
impor.
30 JULI 2016
ortax training center, jakarta
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 97

UPDATING
PENGELOLAAN
PPh BADAN
YANG EFEKTIF
Trainer :
Ortax Team

Sudah paham cara melakukan rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersial dan pengisian
dalam SPT Tahunan Badan perusahaan Anda?
Pada tanggal 13 Februari 2015, Wajib Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER - 03/PJ/2015 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Elektronik, dalam aturan
tersebut ditegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak mewajibkan kepada seluruh Wajib Pajak
untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam bentuk elektronik (e-SPT), sehingga aturan ini
menjadi sangat krusial bagi Wajib Pajak yang pada tahun sebelumnya masih menyampaikan SPT
Tahunan berbentuk formulir kertas (hardcopy). Selain itu, pengisian SPT PPh Badan dan
rekonsiliasi fiskal merupakan kegiatan rutin tahunan yang tidak dapat dihindari oleh Wajib Pajak,
khususnya bagi Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan Badan atau Wajib Pajak
yang melakukan perpanjangan penyampaian SPT.
Untuk itu, pelatihan ini didesain untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai
kegiatan rekonsiliasi fiskal komprehensif dan pengisian SPT Tahunan PPh Badan. Peserta
diharapkan dapat memahami poin-poin penting dalam proses rekonsiliasi Laporan Keuangan
Komersil dan Laporan keuangan Fiskal agar terhindar dari koreksi pajak, melakukan ekualisasi PPh
Badan dengan PPN dan PPh Badan dengan PPh Pasal 21/PPh Potput lainnya, dan menguasai step
by step pengisian SPT Tahunan PPh Badan yang efektif berikut persiapan-persiapan yang mutlak
diperlukan.

INVESTASI :
Rp 1.250.000,- /person
(Sertifikat, Modul, 2x Coffee Break & Lunch)
Informasi dan Pendaftaran :

Ortax Team. (021) 47865713 Atau email di training@ortax.org


EDISI 04, JUNI 2016
98 ISSN : 1978-5844

KUTIPAN
FORUM PILIHAN
3
“Potongan Pajak Atas Notaris”
Kategori Forum : Lain-Lain
Link : http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62670
Pencetus : Hermita
Tanggal Forum : 14 Juni 2016

Pertanyaan : Tanggapan Member Ortax

Dear Rekan-rekan, levintz


dipotong PPh 21
Jika perusahaan kami memakai jasa notaris
untuk legalisasi surat kuasa serta pengurusan fuzh
perubahan nomor sertifikat HGB, apakah atas PPh 21
jasa ini dipotong PPh 21 atau 23 ya?
yuniffer
Untuk NPWP dan nomor rekening ini atas nama FYI, notaris tidak akan dikenakan PPh 23
OP. karena ijin praktek dan tempat kerja atas
Terimakasih nama orang pribadi, berbeda dengan Kantor
Konsultan lainnya.

Tanggapan Tim Redaksi Ortax

1. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang


Nomor 36 Tahun 2008, disebutkan bahwa:

Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau


kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 99
Hal ini ditegaskan kembali dalam Peraturan Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 1
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/ ayat 6 huruf Peraturan Menteri Keuangan
PJ/2015 Pasal 3 huruf c, bahwa notaris Nomor 141/PMK.03/2015 Pasal 3 huruf d,
termasuk dalam pengertian Bukan bahwa jenis Jasa Lain yang dimaksud di atas
Pegawai yang menerima atau memperoleh terdiri dari Jasa Hukum.
penghasilan sehubungan dengan pemberian
jasa, yang bertindak sebagai tenaga ahli 3. Berdasarkan poin 1 dan 2 diatas dapat
yang melakukan pekerjaan bebas. PPh disimpulkan bahwa dalam menentukan
Pasal 21 atas pembayaran kepada notaris terutangnya Objek PPh 21 atau 23 atas
yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi pembayaran jasa notaris, harus dilihat
dalam negeri dihitung dari Dasar Pengenaan terlebih dahulu subjek pajak penerima
Pajak (DPP) dikalikan dengan Tarif Pasal 17, penghasilan tersebut. Dalam praktiknya,
dimana DPP dihitung terlebih dahulu dari notaris dapat bertindak sebagai orang pribadi
jumlah bruto pembayaran dikalikan dengan atau badan, sehingga untuk memastikan
50%. Objek pemotongan PPh Pasal 21 atau 23
terlebih dahulu pastikan Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Keterangan
2. Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf c Undang- Terdaftar (SKT) lawan transaksi, serta
Undang Nomor. 36 Tahun 2008, disebutkan kontrak kerjanya apakah atas nama orang
bahwa: pribadi atau badan. Dalam hal notaris adalah
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
maka terutang Objek PPh Pasal 21. Namun,
jika notaris adalah Wajib Pajak Badan maka
terutang Objek PPh Pasal 23.
Atas penghasilan tersebut di bawah ini
dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang dibayarkan, disediakan untuk
Tim Redaksi Ortax
dibayarkan, atau telah jatuh tempo
Ortax.org
pembayarannya oleh badan pemerintah, 21 Juni 2016
subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha
Tautan :
tetap, dipotong pajak oleh pihak yang
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=123
wajib membayarkan:
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah
bruto atas:
imbalan sehubungan dengan
jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
EDISI 04, JUNI 2016
100 ISSN : 1978-5844

KUTIPAN
FORUM PILIHAN
4
“Akumulasi Penghasilan Kena Pajak”
Kategori Forum : PPh 21
Link : http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=62553
Pencetus : rendysec
Tanggal Forum : 24 Juni 2016

Pertanyaan : Tanggapan Member Ortax

Apa sih maksud “Akumulasi Penghasilan Kena wrmhswr


Pajak”? dipotong PPh 21 Dalam hal pemotongan PPh
21, istilah ini ditemui untuk penghasilan yang
dibayarkan kepada bukan pegawai, komisaris,
mantan pegawai ataupun pegawai yang
mengambil dana pensiun sebelum pensiun.
Maksudnya adalah, dalam menghitung PPh
yang dibayarkan saat ini, harus diketahui dulu
jumlah akumulasi Penghasilan Kena Pajak
sebelumnya, untuk menentukan tarif yang akan
digunakan saat ini...
tukanginsinyur
Buat menentukan di lapisan tarif progresif yang
mana
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 101

Tanggapan Tim Redaksi Ortax

1. Definisi Penghasilan Kena Pajak dalam Berdasarkan ketentuan di atas bahwa


konteks penghitungan PPh Pasal 21 Penghasilan Kena Pajak merupakan salah
disebutkan pada Pasal 9 ayat 1 huruf a satu dasar pengenaan dan pemotongan PPh
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Pasal 21, yang besarannya diperoleh dengan
PER-32/PJ/2015 bahwa: menggunakan PTKP sebagai pengurang.

2. Akumulasi Penghasilan Kena Pajak atau


“Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal disebut juga Jumlah Kumulatif Penghasilan
21 adalah sebagai berikut: Kena Pajak digunakan sebagai dasar untuk
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi: menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf
1. Pegawai Tetap; a UU PPh dalam rangka menghitung PPh
2. penerima pensiun berkala; Pasal 21 bagi Bukan Pegawai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c PER-32/
3. Pegawai Tidak Tetap yang
PJ/2015 dan bagi Pegawai Tidak Tetap.
penghasilannya dibayar secara
Bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud
bulanan atau jumlah kumulatif
dalam Pasal 3 huruf c PER-32/PJ/2015,
penghasilan yang diterima dalam 1
jumlah Kumulatif Penghasilan Kena Pajak
(satu) bulan kalender telah melebihi
didapatkan dari tahun kalender yang
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
bersangkutan. Sedangkan, bagi Pegawai
dan
Tidak Tetap, jumlah upah kumulatif yang
4. Bukan Pegawai sebagaimana maksud diterima atau diperoleh dalam bulan
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang kalender yang bersangkutan.
menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan;” 3. Contoh Studi Kasus untuk perhitungan PPh
Pasal 21 bagi Bukan Pegawai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c PER-32/
Kemudian, ditegaskan kembali di Pasal 10 PJ/2015 yaitu atas komisi yang dibayarkan
ayat 2 bahwa: kepada petugas dinas luar asuransi (bukan
sebagai pegawai perusahaan asuransi).
“Penghasilan Kena Pajak sebagaimana Nurlita Mahmudi adalah petugas dinas luar
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a adalah asuransi dari PT. Pure Life. Suami Nurlita
sebagai berikut: Mahmudi telah terdaftar sebagai Wajib Pajak
a. bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun dan mempunyai NPWP yang sedang bekerja
berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi pada PT. Kersamanah. Nurlita Mahmudi telah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); menyampaikan fotokopi kartu NPWP suami,
b. bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu
penghasilan bruto dikurangi PTKP; dan keluarga kepada pemotong pajak. Nurlita
Mahmudi hanya memperoleh penghasilan
c. bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud
dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar
dalam Pasal 3 huruf c, sebesar 50% (lima
asuransi, dan telah menyampaikan surat
puluh persen) dari jumlah penghasilan
pernyataan yang menerangkan hal tersebut
bruto dikurangi PTKP per bulan.”
kepada PT. Pure Life. Pada tahun 2015,
penghasilan yang diterima oleh Nurlita
Mahmudi sebagai petugas dinas luar asuransi
dari PT. Pure Life adalah sebagai berikut:
EDISI 04, JUNI 2016
102 ISSN : 1978-5844

Bulan Komisi Agen (Rupiah)


Januari 38.000.000,00
Februari 40.000.000,00
Maret 42.000.000,00
April 44.000.000,00
Mei 45.000.000,00
Juni 48.000.000,00
Juli 50.000.000,00
Agustus 52.000.000,00
September 55.000.000,00
Oktober 56.000.000,00
November 58.000.000,00
Desember 60.000.000,00
Jumlah 588.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah:
Penghasilan Tarif
Penghasilan 50% dari PTKP Penghasilan Kena Pajak Pasal 17 PPh Pasal
Bulan
Bruto (Rupiah) Penghasilan (Rupiah) Kena Pajak Kumulatif ayat (1) 21 terutang
Bruto (Rupiah) (Rupiah) Huruf a (Rupiah)
UU PPh
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7) (8)=(5)X(7)
Januari 38.000.000,00 19.000.000,00 3.000.000,00 16.000.000,00 16.000.000,00 5% 800.000,00
Februari 40.000.000,00 20.000.000,00 3.000.000,00 17.000.000,00 33.000.000,00 5% 850.000,00
17.000.000,00 50.000.000,00 5% 850.000,00
Maret 42.000.000,00 21.000.000,00 3.000.000,00
1.000.000,00 51.000.000,00 15% 150.000,00
April 44.000.000,00 22.000.000,00 3.000.000,00 19.000.000,00 70.000.000,00 15% 2.850.000,00
Mei 45.000.000,00 22.500.000,00 3.000.000,00 19.500.000,00 89.500.000,00 15% 2.925.000,00
Juni 48.000.000,00 24.000.000,00 3.000.000,00 21.000.000,00 110.500.000,00 15% 3.150.000,00
Juli 50.000.000,00 25.000.000,00 3.000.000,00 22.000.000,00 132.500.000,00 15% 3.300.000,00
Agustus 52.000.000,00 26.000.000,00 3.000.000,00 23.000.000,00 155.500.000,00 15% 3.450.000,00
September 55.000.000,00 27.500.000,00 3.000.000,00 24.500.000,00 180.000.000,00 15% 3.675.000,00
Oktober 56.000.000,00 28.000.000,00 3.000.000,00 25.000.000,00 205.000.000,00 15% 3.750.000,00
November 58.000.000,00 29.000.000,00 3.000.000,00 26.000.000,00 231.000.000,00 15% 3.900.000,00
19.000.000,00 250.000.000,00 15% 2.850.000,00
Desember 60.000.000,00 30.000.000,00 3.000.000,00
8.000.000,00 258.000.000,00 25% 2.000.000,00
Jumlah 588.000.000,00 294.000.000,00 34.500.000,00

Tim Redaksi Ortax


Ortax.org
22 Juni 2016

Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=130
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 103

Peraturan – Peraturan Baru


Yang Terbit Di Juni 2016

S
elama bulan Juni 2016 ini setidaknya 06 Juni 2016. Sehubungan dengan bulan
terdapat beberapa peraturan, instruksi, Ramadhan 1437 Hijriyah, perlu dilakukan
pengumuman terkait perpajakan yang pengaturan dan penyesuaian jam pelayanan
dikeluarkan oleh Pemerintah. Berikut pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)
ini adalah daftar peraturan perpajakan selama Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor
bulan Juni 2016 : Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP), serta jam pelayanan
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak untuk berbicara dengan agen Kantor Layanan
Nomor SE – 24/PJ/2016 tentang Jam Informasi dan Pengaduan Direktorat
Pelayanan Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) selama bulan
Jenderal Pajak Selama Bulan Ramadhan Ramadhan 1437 Hijriyah.
1437 Hijriyah
Surat Edaran Direktur Jenderal ini
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta dimaksudkan untuk memberikan standar
EDISI 04, JUNI 2016
104 ISSN : 1978-5844

jam pelayanan oleh KPP, KP2KP dan KLIP PMK.03/2015 tentang Pengurangan
DJP selama bulan Ramadhan 1437 Hijriyah. atau Penghapusan Sanksi Administrasi
atas Keterlambatan Penyampaian Surat
Surat Edaran Direktur Jenderal ini Pemberitahuan, Pembetulan Surat
bertujuan untuk menjaga terlaksananya Pemberitahuan, dan Keterlambatan
pelayanan perpajakan yang prima kepada Pembayaran Atau Penyetoran Pajak,
masyarakat serta memberikan waktu kepada Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan
pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal tata persuratan yang bersifat teknis dan
Pajak untuk menjalani ibadah puasa pada memiliki klasifikasi khusus dan untuk
bulan Ramadhan 1437 Hijriyah. menunjang kelancaran tata persuratan
dan penatausahaan naskah, di perlukan
Sehubungan dengan diterbitkannya
pemberian Kode Khusus Pada Naskah
Surat Edaran ini, maka diberitahukan
Dinas Surat Pengantar Permohonan Terkait
beberapa hal yang harus perhatikan :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/
Jam pelayanan pada bulan Ramadhan PMK.03/2015 di Lingkungan Kantor
1437 Hijriyah adalah pukul 08.00 Pelayanan Pajak.
sampai dengan 15.00 waktu setempat.
Selisih waktu antara jam kerja dengan Kode khusus pada naskah dinas surat
jam pelayanan digunakan untuk pengantar permohonan terkait Peraturan
persiapan dalam memberikan pelayanan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015
(doa dan semangat pagi, pengarahan, di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak
merapikan tata ruang dan administrasi tercantum dalam Lampiran yang merupakan
serta persiapan bagi petugas TPT dan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
agen KLIP DJP) dan persiapan tutup Direktur Jenderal ini.
layanan (melakukan evaluasi layanan
yang telah diberikan, merapikan dan 3. Instruksi Presiden Republik Indonesia
menyelesaikan administrasi layanan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pemberian
pada hari tersebut). Pengurangan dan/atau Keringanan atau
Pembebasan Pajak Bea Perolehan Hak
Pada jam istirahat (termasuk hari
Atas Tanah dan Bangunan dan Retribusi
Jumat), pelayanan tetap diberikan
Izin Mendirikan Bangunan Rumah
dengan cara mengatur secara bergiliran
Umum Bagi Masyarakat Berpenghasilan
petugas yang beristirahat dan menambah
Rendah
jumlah petugas jika terjadi antrian yang
panjang. Instruksi ini dikeluarkan di Jakarta
tanggal pada tanggal 7 Juni 2016. Presiden
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak menginstruksikan kepada Gubernur Daerah
Nomor KEP - 93/PJ/2016 tentang Khusus Ibukota Jakarta dan Para Bupati/
Kode Khusus Pada Naskah Dinas Walikota untuk:
Surat Pengantar Permohonan Terkait
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/ 1. Mengambil langkah-langkah yang
PMK.03/2015 Di Lingkungan Kantor diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
Pelayanan Pajak kewenangan masing-masing, dalam
rangka pemberian kemudahan/bantuan
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta 7 pembangunan dan perolehan rumah
Juni 2016 dan mulai berlaku sejak tanggal umum bagi Masyarakat Berpenghasilan
ditetapkan. Dalam rangka pelaksanaan Rendah berupa pemberian pengurangan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/ dan/atau keringanan atau pembebasan
Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 105
dan Bangunan dan Retribusi Izin wewenang pemberian NPWP dalam rangka
Mendirikan Bangunan berdasarkan percepatan Investasi dengan Kriteria
kemampuan keuangan daerah sesuai Tertentu melalui PTSP Pusat di BKPM
dengan ketentuan peraturan perundang- kepada Kepala KPP Penerima.
undangan.
Direktur Jenderal Pajak berwenang
2. Menetapkan tata cara dan petunjuk melakukan perubahan data, pemindahan
teknis pemberian pengurangan dan/atau Wajib Pajak, penetapan Wajib Pajak non
keringanan atau pembebasan Pajak Bea efektif, atau penghapusan NPWP secara
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jabatan sesuai ketentuan peraturan
dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan perundang-undangan perpajakan apabila
kepada Masyarakat Berpenghasilan dikemudian hari diketahui terdapat data
Rendah dengan Peraturan Kepala Daerah dan/atau informasi yang berbeda dengan
berdasarkan peraturan perundang- data dan/atau informasi yang diberikan oleh
undangan. Wajib Pajak.
3. Gubernur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta melaporkan secara berkala Pada saat mulai berlakunya Peraturan
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Direktur Jenderal ini, Peraturan Direktur
Negeri. Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2015
tentang Tata Cara Pendaftaran dan
4. Bupati/Walikota melaporkan secara Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam
berkala kepada Gubernur selaku Wakil Rangka Percepatan Investasi dengan Kriteria
Pemerintah Pusat di Daerah dan Tertentu Melalui Pelayanan Terpadu Satu
Gubernur melaporkan kepada Presiden Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi
melalui Menteri Dalam Negeri. Penanaman Modal dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER – 5/PJ/2016 tentang Tata 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik
Cara Pendaftaran dan Pemberian Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016
Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Rangka tentang Penyesuaian Besarnya
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Penghasilan Tidak Kena Pajak
Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi
Penanaman Modal Peraturan ini ditetapkan di Jakarta
tanggal 22 Juni 2016. Peraturan ini berlaku
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta sejak tanggal diundangkan yaitu pada
tanggal 13 Juni 2016. Peraturan ini berlaku tanggal 27 Juni 2016.
sejak tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal
13 Juni 2016. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
disesuaikan menjadi sebagai berikut:
Dalam rangka memberikan kepastian
hukum dan meningkatkan pelayanan a. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat
kepada Wajib Pajak, perlu mengatur kembali juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
ketentuan mengenai tata cara pendaftaran pribadi;
dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak b. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus
dalam rangka percepatan investasi dengan ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
kriteria tertentu melalui Pelayanan Terpadu Pajak yang kawin;
Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi
Penanaman Modal. c. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat
juta rupiah) tambahan untuk seorang
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan isteri yang penghasilannya digabung
EDISI 04, JUNI 2016
106 ISSN : 1978-5844

dengan penghasilan suami sebagaimana sampai dengan jumlah Rp 450.000,00 (empat


dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang- ratus lima puluh ribu rupiah) sehari tidak
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan sebagaimana telah Namun, Ketentuan tersebut tidak berlaku
beberapa kali diubah terakhir dengan dalam hal:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
a. penghasilan bruto dimaksud jumlahnya
d. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta
ribu rupiah) tambahan untuk setiap lima ratus ribu rupiah) sebulan atau
anggota keluarga sedarah dan keluarga b. penghasilan dimaksud dibayar secara
semenda dalam garis keturunan lurus bulanan.
serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak Ketentuan tidak berlaku atas
3 (tiga) orang untuk setiap keluarga; penghasilan berupa honorarium atau komisi
yang dibayarkan kepada penjaja barang dan
dan mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.
petugas dinas luar asuransi. Ketentuan lebih
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata lanjut mengenai tata cara penghitungan
cara penghitungan besarnya Penghasilan Pajak Penghasilan bagi pegawai harian dan
Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya,
pribadi diatur dengan Peraturan Direktur diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Jenderal Pajak. Pada saat Peraturan Menteri Pajak. Pada saat Peraturan Menteri ini
ini mulai berlaku, Peraturan Menteri mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan
Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 Nomor 152/PMK.010/2015 tentang
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan
Tidak Kena Pajak, dicabut dan dinyatakan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian
tidak berlaku. dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap
Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan
Indonesia Nomor 102/PMK.010/2016 tidak berlaku.
tentang Penetapan Bagian Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari 7. Pengumuman Nomor PENG - 05/
Pegawai Harian dan Mingguan Serta PJ.09/2016 tentang Penerapan E-Faktur
Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Secara Nasional
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak
Penghasilan Pengumuman ini ditetapkan di Jakarta
tanggal 24 Juni 2016. Sehubungan dengan
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta penerapan Faktur Pajak berbentuk elektronik
tanggal 22 Juni 2016. Peraturan ini berlaku (e-Faktur), dengan ini kami sampaikan hal-
sejak tanggal diundangkan yaitu pada hal sebagai berikut:
tanggal 27 Juni 2016.
1. Sesuai dengan Keputusan Direktur
Batas penghasilan bruto yang diterima Jenderal Pajak Nomor KEP-136/
atau diperoleh pegawai harian dan PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha
mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik,
(4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mulai tanggal 1 Juli 2016 Pengusaha
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana Kena Pajak (PKP) yang dikukuhkan pada
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Kantor Wilayah DJP di Pulau Sumatera,
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 107
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, 8. Faktur Pajak yang tidak dalam bentuk
Papua, dan Maluku diwajibkan membuat e-Faktur atau dalam bentuk e-Faktur tapi
Faktur Pajak berbentuk elektronik tidak sesuai tata cara yang ditetapkan,
(e-Faktur) melalui aplikasi atau sistem tidak dapat dijadikan Pajak Masukan
elektronik yang ditentukan dan/atau bagi Pembeli Barang Kena Pajak dan/
disediakan oleh Direktorat Jenderal atau Penerima Jasa Kena Pajak.
Pajak. 9. Informasi lebih lanjut terkait e-Faktur,
2. PKP sebagaimana dimaksud di atas kunjungi laman http://pajak.go.id/e-
dapat melakukan registrasi atau aktivasi faktur atau hubungi Kring Pajak 1500200
aplikasi e-Faktur mulai tanggal 16 atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
Juni 2016, dan membuat Faktur Pajak 10. Pengumuman ini sekaligus merupakan
melalui aplikasi tersebut mulai tanggal 1 undangan kepada seluruh PKP yang
Juli 2016. belum memiliki sertifikat elektronik
3. Seluruh PKP wajib membuat e-SPT Masa untuk segera mengajukan permintaan
PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi sertifikat elektronik melalui Kantor
e-Faktur. Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
4. PKP yang menggunakan deemed Pajak
Masukan membuat e-SPT Masa PPN
Ortax.org
1111DM dengan aplikasi e-SPT Masa
17 Juni 2016
PPN 1111 DM.
5. PKP yang belum memiliki sertifikat
elektronik diminta untuk segera
mengajukan permintaan sertifikat
elektronik melalui Kantor Pelayanan
Pajak tempat PKP dikukuhkan. Tautan :
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=76
6. PKP yang tidak membuat e-Faktur atau
membuat e-Faktur yang tidak mengikuti
tata cara yang telah ditentukan,
dianggap tidak membuat Faktur Pajak
dan dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 2% (dua persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak.
7. Kepada seluruh Pembeli Barang Kena
Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak
yang menerima Faktur Pajak dari PKP
diimbau agar memastikan bahwa Faktur
Pajak yang diterima tersebut merupakan
e-Faktur tampilan sebagaimana contoh
terlampir) dan bahwa keterangan yang
tercantum dalam e-Faktur tersebut
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Validasi dapat dilakukan melalui fitur
Pajak Masukan pada aplikasi e-Faktur,
atau pemindaian barcode/QR Code yang
tertera pada e-Faktur.
108
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 REGULAR TRAINING
ON AUGUST 2016
Rabu, 03 Agustus 2016

Corporate
Tax Management
Rabu, 10 Agustus 2016

Manajemen
Pajak Rumah Sakit Sabtu, 13 Agustus 2016
dan Dokter
Manajemen Pajak
Lembaga Pendidikan
Selasa, 23 Agustus 2016 dan Perguruan Tinggi

Manajemen
Transfer Pricing
Kamis, 25 Agustus 2016

Manajemen Pajak
Holding, Merger
Sabtu, 27 Agustus 2016
dan Akuisisi
Manajemen Pajak
Usaha Bisnis Online Selasa, 30 Agustus 2016

Updating
Pengelolaan PPh
Badan Yang Efektif

CONTACT US
Gedung Pemuda, Lantai 2 Jl. Pemuda Raya No.66 Rawamangun Jakarta - Indonesia 13220
Phone : +62 21 47865713 | Fax : +62 21 47881350
Email : training@ortax.org
EDISI 04, JUNI 2016
ISSN : 1978-5844 109

Segenap keluarga Besar


Ortax Mengucapkan :

Selamat
Hari Raya Idul Fitri
1437 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Anda mungkin juga menyukai