Anda di halaman 1dari 7

Kamis, 15 September 2022

Hasil Diskusi RPS 2

Menghitung PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26 dan PPh Final Pasal 4

MATA KULIAH PERPAJAKAN II

KELAS A1

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Farrel Indivara Setiawan (08)


2. Putu Angel Shinta Lestari (09)
3. Ni Komang Priyahita (10)
4. Ni Kadek Yunia Sumirta (11)
5. Putu Risa Intan Purnama Padma Yoni (12)
6. Imelda Serly (13)

Dosen : Dra. Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati, Ak., M.Si., CA

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
SESI 1

PENANYA

1. Ni Made Ayu Tabita Cintya Hardi_2107531084_14


Pertanyaan : Bagaimana penghitungan PPh pasal 21 terutang pada bulan Desember atau
masa pajak tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember?
Jawaban : Mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan tertentu untuk
pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebagai berikut:
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur
maupun yang tidak teratur.
b. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan tertentu untuk pegawai tetap yang
berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang
atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong
dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
c. Apabila jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut
lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur,
atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang
berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
2. Ni Ketut Febriyani_2107531089_15
Pertanyaan : Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Menurut ketentuan PPh Pasal
26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa berubah jika Wajib Pajak mengikuti Tax
Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). nah, pertanyannya syarat apa
sajakah yang bisa diajukan untuk mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) ?
Jawaban : Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah pajak
antara dua negara yang mengatur hal-hal yang berkaian dengan pembagian hak pemajakan
atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua
pihak negara. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER –
25/PJ/2018, Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang menerima dan/atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia dapat memperoleh Manfaat P3B/tax treaty sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam P3B dengan ketentuan:
 Penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia
 Penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek
pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B
 Tidak terjadi penyalahgunaan P3B
 Penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan dalam
P3B
 Kemudian bagi subjek pajak dalam negeri supaya dapat memanfaatkan P3B/tax treaty
sama seperti WPLN. Untuk membuktikan hal tersebut, oleh karena itu dibutuhkan
Surat Keterangan Domisili (SKD).
3. Ngurah Adhitya Warma Wardhana_2107531119_16
Pertanyaan : Apakah ada Pembebasan PPh Final Pengalihan dalam konteks ini Penjualan
Tanah dan/atau Bangunan?
Jawaban: Pembebasan PPh yang bersifat final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan. Objek pengalihan hak atas anah dan/atau bangunan terdiri dari penjualan,
tukar-menukar,penyerahan hak, pelepasan hak. Jadi dapat dikatakan bahwa penjualan tanah
dan/atau bangunan ada pembebasan PPh finalnya. Pembebasan ini diberikan dengan 2 cara
yaitu :
Pembebasan ini dapat diberikan dengan 2 cara yaitu:
 Diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas:
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00) dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah;
2. Orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan
dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan kepada badan keagamaan
3. Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan
hibah yang diberikan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan.
4. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan.
 Diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan Bebas:
1. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum.
2. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
yang tidak termasuk subjek pajak.
4. Octaviany Tantri _2107531142_18
Pertanyaan : Syarat untuk dapat menjadi tanggungan dala perhitungan PTKP ?
Jawaban : Syarat-syarat untuk dapat dijadikan tanggungan dalam perhitungan PTKP
adalahtidak diperbolehkan memiliki penghasilan memiliki status belum menikah hidup satu
atap dengan wajib pajak bersangkutan tidak lahir atau meninggal pada tahun pajak berjalan
Wajib pajak yang memiliki anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan
lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Misalnya, orang tua, mertua, anak kandung atau
anak angkat diberikan tambahan PTKP paling banyak 3 orang.
5. Ni Komang Putri Seroja_2107531151_19
Pertanyaan : Dijelaskan dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan dengan
mengalikan tarif PPh dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP diperoleh dari mengurangi
penghasilan netto setahun dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Bagaimana jika
dari hasil pengurangan tersebut PKP yang diperoleh adalah minus? Kemudian, apa saja faktor
yang menyebabkan sering terjadinya kesalahan dalam perhitungan PPh Pasal 21?
Jawaban:
1. Apabila penghasilan netto dikurangi PTKP hasilnya minus, maka pajak yang terutang
adalah nihil atau dengan kata lain tidak dikenakan pajak.
2. Faktor yang menyebabkan sering terjadinya kesalahan pada perhitungan PPh 21, yaitu:
 Bukti Potong Tidak Diterbitkan
Tidak diterbitkan bukti potong menunjukkan bahwa tidak ada pemotongan pajak. Lalu
apa penyebabnya? Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal.Pertama, karyawan baru
dipekerjakan pada tengah tahun. Perlu Anda ketahui, perhitungan PPh Pasal 21 untuk
karyawan yang mulai masuk bekerja pada tengah tahun berbeda dengan karyawan
yang masuk bekerja pada awal tahun.Kedua, terjadi ketimpangan mapping jenis
penghasilan yang bersifat teratur dan tidak tteratur.
 Kesalahan Menentukan Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)Penentuan
jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dilihat dari status pernikahan atau
jumlah anak yang ditanggung. Penentuan besarnya PTKP akan dilihat pada keadaan
awal tahun seseorang dan tidak akan berubah sepanjang tahun tersebut. Jumlah PTKP
juga mengalami perkembangan mengikuti kondisi perekonomian nasional secara
umum. Namun jumlah PTKP tidak sama dengan UMR (Upah Minimum Regional).
Jumlah tanggungan harus dipastikan terlebih dahulu dengan baik untuk menentukan
nilai PTKP. Kesalahan yang timbul dalam menghitung jumlah tanggungan akan
mempengaruhi nilai PTKP dan berdampak pada PPh 21 yang akajn ddibayarkan.
 Selain itu, kesalahan perhitungan pajak penghasilan dapat terjadi karena terdapat
elemen penghasilan yang tidak dipotong pajaknya serta lupa memasukkan biaya
jabatan dan potongan seperti iuran pensiun.

PENAMBAHAN JAWABAN:
a. Ni Putu Sri Yuni Enjelika_207531203_26
b. I Gede Bagus Dananjaya_207531055_06
c. Komang Hellen Kirana Putri_207531217_27

SESI 2
PENANYA

1. I Nyoman Gede Berata Suteja_207531037_03


Pertanyaan : Berikan Inovasi kalian dalam mengatasi kesalahan perhitungan PPh, misalnya
PPh pasal 21 atau PPh pasal 23 !
Jawaban : menurut kelompok kami, sebuah perusahaan dapat memiliki sistem payroll yang
sesuai dengan aturan perhitungan PPh pasal 21 di Indonesia sehingga tidak ada resiko sanksi
administrasi pajak terhadap perusahaan. Contoh penggunaan aplikasi e-Bupot dalam
penanggulan kesalahan penginputan PPh. Aplikasi e-Bupot merupakan fasilitas perangkat
lunak berbasis web yang disediakan di lama milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran
tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan dapat digunakan untuk membuaat
dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik.

2. Ni Putu Kaila Shiva Karang_2107531220_28


Pertanyaan : Bagaimana cara mengatasi apabila ada kesalahan pemotongan dan penyetoran
pasal 23 ?
Jawaban : atas kesalahan pemotongan, penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23
tersebut tidak dapat dikompensasikan ke SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak berikutnya,
tetapi dapat dilakukan permohonan Pbk (Pemindahbukuan) ke Jenis Pajak PPh Pasal 4 ayat
2. Yang paling utama adalah dilakukan pemindahbukuan atas kesalahan setor. Kemudian
diterbitkan bukti pemotongan yang betul ( PPh Ps.23). Baru dilakukan pembetulan SPT ps.
4.2 dan melakukan Pelaporan SPT masa ps.23 walaupun sudah terlambat.
3. Ni Komang Pebi Arisanti _2107531296_38
Pertanyaan :Faktor faktor apa saja yang menyebabkan sering terjadi kesalahan dalam
perhitungan PPh 21?
Jawaban :
 Bukti Potong Tidak Diterbitkan.
Tidak diterbitkan bukti potong menunjukkan bahwa tidak ada pemotongan pajak.
 Kesalahan Menentukan Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penentuan
jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dilihat dari status pernikahan atau
jumlah anak yang ditanggung.

PENAMBAHAN JAWABAN:
a. Octaviany Tantri _2107531142_18
b. Kadek Naraya Yoga Semadi_2107531197_24

SESI 3
PENANYA

1. Ni Made Crista Cahya Kireina_2107531155_21


Pertanyaan:
Sebelumnya sudah dijelaskan mengenai di pph pasal 21 cara menghitung pajak yang terutang
dan tarif yang dikenakan bagi pegawai tetap, lalu bagaimana dengan pegawai tidak tetap atau
pegawai lepas?
Jawaban: Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas menurut pertaturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan
apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah
unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang
diminta oleh pemberi kerja. Tidak ada PPh 21 yang dipotong jika upah harian atau rata-rata
upah harian kurang dari Rp 450.000 dan jumlah kumulatif dalam satu bulan belum melebihi
Rp 4.500.000. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah harian dikurangi
Rp 450.000, lalu dikalikan 5% jika, Upah harian atau rata-rata upah harian sudah lebih dari
Rp.450.000 tetapi jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah dikurangi PTKP sehari lalu
dikalikan 5%, jika, jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari
Rp.4.500.000, tetapi kurang dari Rp.10.200.000.
2. Ni Luh Putu Nirmala Jayanti_21075310026_02
Pertanyaan : Dalam pph pasal 26 dijelaskan bahwa kebijakan tarif yang diatur sebesar 20%
(final) atas jumlah bruto dari pendapatan yang dijelaskan sebelumnya. Dalam perhitungannya,
berkenaan pemotongan, pemungutan, penyetoran dan pelaporannya bagaimanakah maksud
pemotongan dan pemungutan PPh pasal 26 yang penghasilannya tidak final?
Jawaban: Dalam sifat pemotongannya dan pemungutannya terdapat penghasilan-
penghasilan yang dimaksud, yakni pemotongannya tidak bersifat final, yaitu:
 Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian
jasa di Indonesia.
 Penghasilan berupa dividen, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,royalty, sewa , dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan
jasa,pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran
berkala lainnya.
 Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap
3. I Gede Agus Saputra_2107531254_35

Pertanyaan : Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 bagi orang yang tidak memiliki NPWP?
Jawaban: Setiap karyawan yang sudah berpenghasilan dan akan membayar PPh 21 tetapi
belum memiliki NPWP maka harus mengalikan jumlah penghasilannya dengan persentase
Wajib Pajak ditambah dengan 120%.
4. I Nyoman Amertha Brahmanda Deva_2107531259_36
Pertanyaan : Barang apa saja yang termasuk barang yang tidak dikuasai?
Jawaban:
c. Barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan sementara yang berada di
dalam daerah pelabuhan dalam jangka waktu 30 hari sejak penimbunannya.
d. Barang yang tidak dikeluarkan dari tempat Penimbunan Sementara yang berada di luar
area pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya;
e. Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dicabut
izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; atau

Anda mungkin juga menyukai