Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 2015, diperkirakan sebanyak 1.658.370 orang yang terdiagnosis


menderita kanker dan sebanyak 10.380 di antaranya berusia di bawah 15 tahun.
Selama beberapa abad, pengobatan kanker telah berkembang dengan pesat
sehingga dengan semakin majunya regimen terapi dapat meningkatkan angka
bertahan hidup setidaknya selama 5 tahun pada sebanyak 85% anak penderita
kanker. Pada populasi anak yang bertahan hidup akan mengalami efek yang cukup
lama, baik akibat dari penyakit kanker sendiri dan terapi yang dijalaninya.

Kemoterapi merupakan modalitas terapi yang penting untuk berbagai tipe


kanker pada anak, Akan tetapi, salah satu efek samping utama dari terapi ini adalah
neurotoksisitas. Chemotherapy Induced Peripheral Neuropathy (CIPN) adalah
terjadi kerusakan, inflamasi, atau degenerasi dari saraf perifer yang diakibatkan
oleh pemberian obat-obatan kemoterapi. Kerusakan dapat bermanifestasi pada tiga
divisi fungsional dari sistem saraf perifer yaitu sensorik, motorik, dan otonom.
Dikarenakan dapat mengenai semua tipe saraf, maka refleks-refleks dapat saja
menurun atau bahkan menghilang.

Sekitar 30-40% pasien yang menjalani kemoterapi akan mengalami CIPN


dan mengalami gangguan sensorik dan nyeri. Pada saat ini, tidak ada terapi standar
untuk mencegah, mitigasi, atau manajemen CIPN. Oleh karenanya dengan semakin
berkembangnya toksisitas ini maka akan terjadi keterlambatan terapi, modifikasi
dosis, dan pada kasus yang parah akan menyebabkan terhentinya terapi. Menurut
National Cancer Institute (NCI), CIPN merupakan alasan utama yang menyebabkan
terhentinya terapi, dan dapat menyebabkan berkurangnya efikasi agen kemoterapi
dan angka relaps yang lebih tinggi. Modifikasi atau interupsi pada terapi kemoterapi
pada pasien akan mengurangi timbulnya gejala CIPN baik secara parsial atau
keseluruhan akan tetapi akan memperburuk keluaran pasien, terutama pada pasien
yang keganasannya sebenarnya respon dengan pengobatan kemoterapi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.2 Epidemiologi

2.3 Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya CIPN belum


sepenuhnya dimengerti. Berbagai mekanisme diajukan dari berbagai literatur.
Secara umum, CIPN disebabkan oleh rusaknya transpor axoplasmik yang dimediasi
oleh mikrotubulus, degenerasi aksonal distal (Wallerian), dan kerusakan langsung
pada badan sel saraf sensorik pada Dorsal Root Ganglia (DRG). Kerusakan pada
mikrotubuli akan menyebabkan gangguan pada transmisi akson dan disfungsi
mitokondria. Beberapa mekanisme diketahui sehubungan dengan gangguan
terhadap struktur mikrotubuli tersebut, yaitu dengan jalan inhibisi dari
pengumpulan (assembly) mikrotubuli (depolimerisasi) dan polimerisasi
mikrotubuli. Pada badan sel DRG, mikrotubuli disintesis oleh poliribosom bebas
dan akan ditranspor secara anterograde di sepanjang akson. Pada serabut saraf,
mikrotubuli berfungsi sebagai transpor nutrisi ke sepanjang akson. Mikrotubuli
sendiri terdiri atas dimer dari subunit αβ tubulin, di mana masing-masing subunit
terikat pada satu molekul GuanosineTriphosphate (GTP) yang akan berperan dalam
proses elongasi dan hidrolisa mikrotubuli itu sendiri. Disfungsi mitokondria
disebabkan oleh terbukanya mithochondrial permeability transition pore (mPTP).
Mitokondria yang membesar akan mengakibatkan deregulasi ion kalsium dan
aktivasi caspases sehingga menyebabkan sel mengalami apoptosis. Perubahan ini
akan menstimulasi sel-sel mikroglia untuk melepaskan mediator-mediator
proinflamasi pada daerah yang terkena sehingga terjadi sensitisasi perifer terhadap
reseptor nyeri dan terjadi hipereksitabilitas. Agen proinflamasi terkadang juga
mampu merusak selubung myelin.

Mekanisme lainnya yang dapat terjadi yaitu melalui peningkatan


pembukaan pada kanal ion natrium pada sel DRG sehingga meningkatkan
konsentrasi ion natrium intraseluler yang akan meningkatkan pembukaan dari kanal
kalsium. Peningkatan ion kalsium intraseluler juga dapat disebabkan oleh aktivasi
dari reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartat) oleh karena peningkatan pelepasan
glutamate pre-sinaptik. Peningkatan ion kalsium intraseluler akan berperan sebagai
pemicu lepasnya penyimpanan ion kalsium intraseluler di mitokondria.
Peningkatan kalsium intraseluler juga mengaktivasi protein kinase C yang akan
memfosforilasi dan mengaktivasi dari TRPV (Transient Receptor Potential
Vanilloid). TRPV berpengaruh langsung terhadap perubahan hiperrensponsif pada
neuron sensorik. Produksi dari nitrat oksida dan radikal bebas juga di cetuskan oleh
peningkatan kalsium intraseluler dan hal ini akhirnya akan menimbulkan
sitotoksisitas pada akson terminal dan badan sel. Terjadi pembukaan dari mPTP
pada mitokondria yang akan melepaskan sitokrom C dan akan memulai kaskade
apoptosis dengan pengaktivasian calpains/caspases. Sitokin inflamasi yang
dilepaskan oleh sel glial akibat respon terhadap agen kemoterapi seperti TNF-α, IL-
1 dan IL-6 juga berpatisipasi dalam kaskade apoptosis dengan berikatan dengan
reseptor sitokin yang akan mengaktivasi Protein Kinase C (PKC).
Gambar 2.1 Patobiologi Neuropati Perifer Terinduksi Kemoterapi

Target anatomi yang penting untuk agen kemoterapi neurotoksik adalah


DRG, akson aferen dan eferen, yang semuanya berlokasi di luar Sistem Saraf Pusat
(SSP). Berbeda dengan dengan Sistem Saraf Pusat, DRG dan akson perifer sangat
minim dilindungi oleh pelindung neurovaskular sehingga mempermudah difusi
komponen dengan berat molekul besar ke dalam lapisan interstitium yang
mengelilingi DRG dan di sekitar filamen akson. Tidak adanya pelindung vaskular
ini memegang peranan penting pada terjadinya CIPN, yaitu dengan lebih mudahnya
DRG dan akson perifer terekspose dengan agen kemoterapi yang beredar di dalam
plasma. Demielinasi (baik difus atau segmental) yang disebabkan oleh kemoterapi
jarang ditemukan (tetapi terkadang ditemukan pada penggunaan cisplatin dan
suramin). Penting untuk diketahui bahwa CIPN biasanya terjadi setelah pemberian
agen kemoterapi yang tidak dapat menembus sawar darah otak (contoh: taxane,
agen platinum, alkaloid vinca, talidomid, dan bortezomib). Pada otopsi dan
penelitian eksperimental menunjukkan konsentrasi platinum yang tinggi ditemukan
pada DRG dan konsentrasi taxane yang tinggi pada akson perifer dibandingkan
dengan dengan yang ditemukan pada otak dan medulla spinalis.

Mekanisme neuropatologik dan neurofarmakologik yang dapat menjelaskan


predominasi dari neurosensorik relatif dibandingkan dengan motorik yang terjadi
pada manifestasi klinis CIPN adalah sebagai berikut:

1. Agen kemoterapi kanker yang bersifat neurotoksik yang paling sering


digunakan dan menyebabkan CIPN tidak dapat menembus sawar darah
otak dengan dosis yang biasa digunakan sehingga jarang melibatkan
Sistem Saraf Pusat
2. Badan sel saraf motorik setingkat Lower Motor Neuron, terletak pada
kornu anterius medula spinalis, dan daerah distribusi badan sel saraf
motorik terlindung dari paparan obat neurotoksik oleh sawar darah otak
yang hanya menyisakan bagian eferen dari akson motorik yang terpapar
oleh agen kemoterapi neurotoksik.
3. Badan sel saraf dan akson untuk saraf sensorik untuk raba, posisi, suhu,
tekanan, getar, dan reseptor tendon terletak di luar Sistem Saraf Pusat
yaitu pada DRG, dan oleh karenanya, semua komponen (badan sel dan
akson) dapat terpapar sepenuhnya terhadap agen kemoterapi
neurotoksik.
4. Akson pada neuron motorik dibungkus oleh myelin yang lebih tebal
(tipe A α, diameter serabut terbesar) sehingga memberikan perlindungan
yang lebih baik atau lebih dapat mentoleransi kerusakan bila
dibandingkan dengan akson pada serabut sensorik dengan myelin yang
lebih tipis atau tanpa myelin sama sekali (tipeA-β -ɤ dan –δ dan tipe B
dan C)
5. Kerusakan neurotoksik pada sel saraf dan akson sensorik dan lebih
jarang melibatkan fungsi motorik dapat dijelaskan juga dengan tidak
terlibatnya fungsi Upper Motor Neuron.

Penting untuk diketahui bahwa CIPN tidak terdistribusi secara difus atau
mengikuti dermatom atau terdistribusi secara fokal. Karakteristik tanda dan gejala
distal yang tergantung pada panjang akson yaitu kerusakan atau disfungsi hanya
pada serabut saraf terpanjang. Pola seperti ini menggambarkan bahwa neuron
perifer yang terpanjang memiliki area yang lebih luas untuk terpapar dengan agen
kemoterapi. Serabut terpanjang juga memiliki jumlah terbanyak tubulin, kinesin,
aktin, dan protein neural lainnya yang mengakibatkan lebih mudah berinteraksi
dengan agen kemoterapi neurotoksik.

Tabel 2.1 Agen Kemoterapi Neurotoksik Kanker Anak

Agen Kemoterapi Tipe Kerusakan Dosis Penggunaan pada


Saraf Neurotoksik Kanker Anak
(mg/m2)
Vinkristin Destabilisasi >43 ALL, limfoma,
Mikrotubuli dan tumor padat,
Aksonopati; tumor otak
Terikat pada
DNA sel DRG
dan menginduksi
apoptosis;
terutama sensorik
Cisplatin Destabilisasi 250-3503 Tumor otak,
Mikrotubuli dan tumor tulang,
Aksonopati; kanker testis, dan
Terikat pada tumor padat
DNA sel DRG lainnya.
dan menginduksi
apoptosis;
terutama sensorik
Taxane Agen stabilisasi 1000 paclitaxel Jarang, tumor
mikriotubuli, 400 docetaxel ovarium.
biasanya sensorik,
jarang motorik
Epothilones Agen polimerisasi Tidak jelas, bisa Tumor padat
mikrotubuli, berbeda-beda refrakter.
paling sering berdasarkan
sensorik, jarang jadwal dosis.
motorik dan
otonom
Bortezomib Kerusakan Dosis kumulatif Kanker refrakter
mRNA, yang lebih tinggi atau rekuren.
mitokondria, dan (>27-35), dapat
retikulum pada dosis lebih
endoplasma; rendah dengan
sensorik dengan pemberian
nyeri neuropatik vinkristin
sebelumnya
Talidomid Tidak jelas, Tidak jelas Meduloblastoma
berkaitan dengan dan karsinoma
efek hepatoselular
imunomodulasi
dan efek
antiangiogenesis

.
2.4 Gambaran Klinis
Manifestasi klinis CIPN merupakan hal yang subjektif dan biasanya muncul
sebagai gejala sensorik murni, dengan distribusi simetris distal pada kedua lengan
dan tungkai. Gejala dapat berupa kebas, kesemutan, ditusuk-tusuk, terbakar atau
perubahan rasa dan terkadang dapat ditemukan nyeri. Hal yang penting untuk
diketahui pada saat pemeriksaan adalah seberapa parah CIPN mengganggu kualitas
hidup penderita. Gejala kelemahan motorik jarang dilaporkan dan bila ada maka
mungkin pada penderita dengan gejala sensorik yang parah. Bila hanya terdapat
gejala motorik saja tanpa adanya gejala sensorik maka harus dicurigai kelainan
lainnya seperti miopati, paraneoplastik motor neuropati atau Lambert Eaton
Myasthenic Syndrome (LEMS).

2.5 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang dapat memburuk kondisi klinis penderita CIPN
telah banyak diteliti spesifik pada populasi dewasa, yang kemungkinan dapat
menjadi faktor risiko pada populasi anak-anak. Secara umum CIPN terjadi
bergantung dengan jumlah pemberian dosis dan seringnya jadwal pemberian.
Dengan semakin sering diberikan maka gejala akan semakin memburuk. Sebagai
contoh, Vertasppen dkk. menemukan bahwa pada pasien yang mendapatkan terapi
vinkristin untuk limfoma maka kejadian neuropati lebih sering terjadi pada pasien
yang menerima dosis vinkristin 12 mg. Pada orang dewasa, usia lebih tua diduga
merupakan faktor risiko untuk terjadinya CIPN, tetapi tidak ditemukan pada pasien
yang menerima taxane. Pada populasi pediatrik, berapa usia yang kemungkian
mengalami neurotoksisitas masih perlu diteliti. Terapi kanker dengan jumlah obat
lebih dari satu dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah dikarenakan
adanya efek kombinasi. Contohnya terapi gabungan antara paclitaxel-cisplatin
akan menghasilkan neurotoksisitas dengan onset yang lebih cepat dan lebih parah
daripada penggunaan cisplatin saja.

2.6 Penilaian dengan Skala


Dikarenakan agen kemoterapi dapat merusak berbagai tipe neuron perifer dan
pengobatan kanker dapat menggunakan lebih dari satu agen yang memiliki
mekanisme kerja yang berbeda-beda, maka penilaian CIPN harus melingkupi
sistem sarat sensorik, motorik, dan otonom. Evaluasi neuropati pada anak
khususnya sangat menantang, dikarenakan kesulitan perbendaharaan kata dan
terkadang anak tidak dapat menyelesaikan tes kuantitatif sensorik dan motorik.
Sampai pada saat ini, skala penilaian yang paling sering digunakan oleh onkologis
pediatrik adalah Common Terminology Criteria of adverse Events (CTCAE) dan
Total Neuropathy Scale.
2.6.1 Common Terminology Criteria of Adverse Events (CTCAE)

2.6.2 Pediatric-modified Total Neuropathy Scale


Gejala-gejala sensorik: _____ (catat skor terburuk untuk ketiga sensasi)
“Apakah ada bagian tubuh yang merasa kesemutan __, kebas (sulit untuk
merasa) __, atau nyeri __?”
Jika ya, “Di bagian tubuh mana?”
0 Tidak ada
1 Gejala terbatas pada jari tangan atau jari kaki
2 Gejala meluas sampai pergelangan kaki atau pergelangan tangan
3 Gejala meluas sampai lutut atau siku
4 Gejala di atas lutut atau siku

Gejala fungsional: _____ (catat skor terburuk dari ketiga pertanyaan)


“ Apakah kamu kesulitan memasang kancing baju atau menutup
resleting?”__
“ Apakah kamu kesulitan berjalan seperti sering jatuh?” __
“ Apakah kamu mengalami kesulitan naik turun tangga?” __
0 Tidak sulit
1 Sedikit sulit
2 Agak sulit
3 Saya memerlukan bantuan
4 Saya tidak dapat melakukannya sama sekali

Gejala Otonom: _____ (catat skor terburuk untuk ketiga pertanyaan)


“Apakah kamu merasa pusing atau kepala terasa ringan pada saat bangun
tidur?” __
“ Apakah kamu merasa tangan atau kaki lebih panas atau dingin dari
biasanya?” __
0 Tidak pernah
1 Sedikit
2 Kadang-kadang
3 Sangat sering
4 Hampir selalu

Tes Klinis:
Sensasi Sentuhan Ringan: _____

0 Normal
1 Berkurang pada jari tangan atau jari kaki
2 Berkurang hingga pergelangan tangan atau pergelangan kaki
3 Berkurang hingga siku atau lutut
4 Berkurang hingga di atas siku atau lutut
Sensibilitas Pin: _____
0 Normal
1 Berkurang pada jari tangan atau jari kaki
2 Berkurang hingga pergelangan tangan atau pergelangan kaki
3 Berkurang hingga siku atau lutut
4 Berkurang hingga di atas siku atau lutut
Sensibilitas Getaran: _____ (Skor terburuk)
0 Normal
1 Berkurang pada jari tangan atau jari kaki
2 Berkurang hingga pergelangan tangan atau pergelangan kaki
3 Berkurang hingga siku atau lutut
4 Berkurang hingga di atas siku atau lutut
Kekuatan: _____ Skor terburuk (Skor MRC Kanan atau Kiri)
0 Normal
1 Kelemahan ringan (MRC 4)
2 Kelemahan sedang (MRC 3)
3 Kelemahan berat (MRC 2)
4 Paralisis (MRC1-0)
Refleks Tendon Dalam: _____ (Achilles, Patella)
0 Normal
1 Refleks pergelangan kaki menurun (Achilles +1)
2 Refleks pergelangan kaki menghilang (Achilles 0, Patella +2)
3 Refleks pergelangan kaki menghilang, lainnya menuru (Achilles 0,
Patella +1)
4 Semua refleks menghilang
SKOR TOTAL: _____/ 32

4.1 Intervensi
4.2 Prognosis

Anda mungkin juga menyukai