Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO 6

Gangguan Neurodegeneratif

Seorang laki-laki berumur 67 Tahun datang ke rumah sakit diantar oleh


keluarganya dengan keluhan : gelisah, agresif, bicaranya kacau dan lupa
dengan keluarganya, bahkan mengabaikan kebersihan tubuhnya. Sebelumnya
pasien selalu bingung terhadap waktu dan tempat. Pasien dalam keadaan
sadar. Pada saat alloanamnesa pasien tidak pernah mengalami Trauma
Kepala ataupun Stroke, dan tidak punya riwayat gangguan Ginjal, Hepar,
DM, maupun Hipertensi. Pemeriksaan neurologis : Motorik dalam batas
normal, dan Sistem Ekstra Piramidal dalam batas normal. Didapatkan
Sucking Refleks dan Refleks Palmomental positif. Pasien mempunyai skor
MMSE 20/30.

STEP 1
1. Sucking refleks : Refleks yang didapatkan saat diberikan rangsangan dari palu refleks
/ benda tajam lainnya pada bibir maka akan ada refleks seolah akan menyusu
2. Refleks palmomental : refleks dimana digoreskan pada telapak tangan daerah distal
dan bila nanti hasilnya positif, otot dagu akan berkontraksi, cara menggoreskan dari
pergelangan tangan hingga ujung jari (proksimal hingga distal)
3. Skor MMSE : Mini Mental Stage Examinationfungsinya untuk menentukan
gangguan kognisi. Caranya dengan menanyakan pasien beberapa pertanyaan dengan
interpretasi skor terbesar 30.
a. 25-30 : normal
b. 21-24 : gangguan intelek ringan
c. 10-20 : gangguan intelek sedang
d. <10: gangguan intelek berat
STEP 2
1. Mengapa pasien mengeluh gelisah, agresif, bicara kacau, dan lupa dengan
keluarga juga mengabaikan kebersihan tubuhnya?
2. Mengapa muncul sucking refleks dan palmomental refleks?
3. Apa hubungan dokter menanyakan trauma kepala, stroke, gangguan ginjal, hepar, dm
dan hipertensi?
4. Apa saja penyakit yang berkaitan dengan neurodegenerative?
5. Menjelaskan tentang neuroanatomy penyakit Alzheimer
6. Epidemiologi dari penyakit Alzheimer
7. Faktor resiko penyakit Alzheimer
8. Pathogenesis dari penyakit Alzheimer
9. Patofisiologi dari penyakit Alzheimer
10. Manifestasi klinis dari Alzheimer
11. Px penunjang dari Alzheimer
12. Dd dan dx dari scenario
13. Apa klasifikasi dari dx scenario?
14. Bagaimana fase-fase pada Alzheimer?
15. Apa etiologi dari scenario?
16. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario?
17. Jelaskan bagaimana px skor MMSE beserta interpretasinya?
STEP 7
1. Mengapa pasien mengeluh gelisah, agresif, bicara kacau, dan lupa dengan keluarga
juga mengabaikan kebersihan tubuhnya?
Peran Apoptosis dalam Mengatur Homeostasis
Proses apoptosis diawali di mitokondria sebagai sumber protein seperti
sitokrom C dan retikulum endoplasmik (RE) sebagai sumber Kalsium. Kalsium
berperan untuk pengaturan homeostasis serta pertahanan tubuh atau sistem imun.
Apoptosis tidak hanya terjadi dalam mempertahankan stabilitas baik dalam jumlah
dan besar sel pada jaringan yang berproliferasi seperti kulit, mukosa intestinal, dan
sistem imun, akan tetapi juga berperan dalam proses pertumbuhan sistem saraf baik
perifer maupun sentral. Peran apoptosis dalam sistem saraf dimulai dari saat genesis
sinapsis dan selanjutnya pada masa pertumbuhan maupun pada proses degenerasi.
Pada penyakit degenerasi seperti penyakit Alzheimer dan penyakit Parkinson,
apoptosis merupakan proses yang tidak patologis. Apoptosis pada penyakit
neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer terjadi secara lokal dan selektif hanya
pada neuron yang mengakibatkan kehilangan konektivitas antar sinapsis.
Diperkirakan kejadian tersebut yang mengawali proses degenerasi. Apoptosis juga
berperan dalam mengatur pertumbuhan serta menginduksi kematian jaringan embrio
dan pertumbuhan jaringan spesifik seperti peningkatan sensivitas kearah
pembentukan tumor. Stimulasi apoptosis pada tumor sangat penting diketahui sebagai
dasar strategi terapi.
Beberapa Faktor yang Berperan dalam Apoptosis Neuron
Apoptosis dapat dipicu oleh berbagai ragam stimuli termasuk aktivitas jaras
death receptor (DR) oleh sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF-a) dan protein
Fas, insufisiensi hormon pertumbuhan growth hormone (GH), toksin, stres oksidatif,
influks kalsium melalui kanal ion di selaput membran, atau keluarnya kalsium dari
RE.
Proses apoptosis terjadi melalui dua jalur utama yakni: jalur ekstrinsik atau
death receptor pathway, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria. Pada jalur
ekstrinsik, apoptosis dimulai setelah DR pada membran plasma berikatan dengan
protein Fas, suatu glycocylated cell-surface protein dengan berat molekul 42-52 kDa
atau dengan TNF-α yang diproduksi oleh limfosit T atau makrofag yang mengalami
sensitisasi. Reaksi tersebut akan diikuti oleh apoptotic pathway yang terdiri atas
seperangkat enzim seperti Fasassociated death domain (FAAD), tumor necrosis factor
receptor (TNFR)-associated death domain (TRADD), kaspase 8 dan 10, sebagai
penggerak efektor apoptosis. Sebagian induksi yang berasal dari TNF-α juga akan
menstimulasi mitokondria.
Pada jalur intrinsik yang terjadi intraselular, akan muncul inisiasi apoptosis
oleh produksi biokimia yang berasal dari stres intraselular, seperti stres oksidatif,
perubahan redoks, ikatan kovalen dan peroksidasi lipid. Pada beberapa penelitian
hewan coba ditemukan relevansi sinyal intrinsik terhadap apoptosis pada sel saraf.
Kerusakan DNA baik terjadi herediter maupun karena induksi mengakibatkan
peningkatan supresi ekspresi tumor p53 (protein yang berfungsi menekan tumor, dan
mengatur bagian-bagian sel untuk mencegah sel berkembang dan membagi terlalu
cepat dengan cara yang tidak terkontrol), peningkatan influks kalsium akibat stimulasi
berlebihan terhadap reseptor glutamat, kerusakan komponen membran plasma,
formasi radikal bebas (stres oksidatif), dan stres metabolik (hipoksia dan
hipoglikemia). Keadaan itu menyebabkan kerusakan membran mitokondria yang
mengakibatkan keluarnya sitokrom C dan apoptosis-inducing factor yang berakhir
pada kematian sel. Kalsium akan memberikan sinyal terhadap mitokondria yang
menyebabkan perubahan pada mitokondria, dimulai dengan terbukanya membran
bagian luar, diikuti pembengkakan matriks, dan hilangnya potensial membran hingga
keluarnya berbagai jenis protein mitokondria termasuk sitokrom C sebagai aktivator
kaspase. Selanjutnya sitokrom C mengaktivasi kaspase 9 yang menggerakkan efektor
apoptosis. Pada proses tersebut terjadi kerusakan membran RE hingga kalsium keluar
dari RE yang mengakibatkan penumpukan kalsium di area intraselular. Apoptosis
akan menghasilkan apoptotic bodies yang terdiri atas fragmen sisa sel, dan akan
difagosit oleh sistem retikuloendotelial di sekitarnya.
Proses apoptosis terdiri atas tiga tahapan dan sangat sulit dibedakan satu
dengan yang lainnya, yakni tahap induksi, efektor, dan degradasi. Tahap induksi
tergantung pada death-inducing signal untuk mengaktifkan proapototic signal
transduction cascade. Sinyal yang menginduksi apoptosis antara lain reactive oxygen
species (ROS), nitrogen intermediate, Ca2+, TNF-a, protein famili Bcl-2 (Bax dan
Bad). Tahapan efektor atau eksekusi dilaksanakan oleh cysteinyl aspartate-specific
proteinases (Caspases), keluarga protease yang mengandung sistein pada sisi aktifnya.
Pada degradasi, komponen sel yang sudah “hancur” akan mengalami autofagi
termasuk vakuolisasi, degradasi isi sitoplasma dan kondensasi kromatin.
Peran Kalsium pada Apoptosis
Strategi penanggulangan penyakit pada umumnya bersifat simptomatik,
karena etiologi yang bervariasi sehingga target utama sangat sulit untuk ditemukan
dan diketahui. Pada penelitian molekular ditemukan bahwa apoptosis, berkontribusi
terhadap kehilangan neuron pada penyakit neurodegenerative. Apoptosis pada
penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer dapat dipicu oleh keberadaan
amiloid yang dianggap sebagai bahan toksik. Bahan toksik itu memicu terbentuknya
stres oksidatif intraselular yang berlanjut pada peningkatan Ca2+ terutama pada sel
yang sangat peka terhadap toksin. Dengan demikian pengetahuan tentang proses
apoptosis ini penting untuk mengatur strategi pengobatan melalui interupsi sinyal
jaringan yang mengarah pada kerusakan sel, baik sel saraf, sel sistem imun, maupun
yang lainnya. Pengendalian proses apoptosis secara mendasar diharapkan dapat
mencapai target maksimum dalam hal terapi baik memperlambat proses (misalnya
pada penyakit degeneratif) maupun menghentikan proses pertumbuhan seperti terapi
tumor. Kalsium berfungsi sebagai pembawa pesan kedua sehingga konsentrasinya di
beberapa komponen sel harus dikontrol secara tepat. Jika konsentrasi Ca2+ sitosol
meningkat, maka masuknya ion Ca2+ ke mitokondria juga meningkat, sementara
kecepatan untuk keluar dari sel stabil. Sebaliknya jika konsentrasi Ca2+ sitosol
menurun, maka pemasukan juga menurun hingga laju pengeluaran melebihi laju
pemasukan. Mitokondria seperti halnya dengan RE, juga berfungsi sebagai tempat
penyimpanan kalsium.
Peran kalsium begitu penting terutama karena bertanggungjawab dalam
pengaturan berbagai proses fisiologis serta terlibat dalam mempertahankan
homeostasis pada keadaan patologis penyakit kardiovaskular, sistem imun, dan
susunan saraf. Disebutkan juga bahwa mitokondria berfungsi sebagai dapar terhadap
konsentrasi ion kalsium. Hasil penelitian membuktikan bahwa keluarnya kalsium dari
RE bersamaan dengan keluarnya sitokrom C dari mitokondria yang merupakan
fenomena apoptosis.

Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram dan bertujuan mengatur


homeostasis kehidupan sel, yaitu mengatur keseimbangan penyesuaian masa
pertumbuhan akibat kerusakan ataupun penuaan sel, dan tidak terbatas pada satu jenis
penyakit. Peran mitokondria dalam pengaturan sekresi protein sitokrom C, dan peran
RE sebagai sumber kalsium menentukan saat terjadinya apoptosis . Kerusakan DNA
baik secara herediter maupun akibat induksi akan menyebabkan influks kalsium yang
berdampak pada kerusakan mitokondria serta sekresi sitokrom C sebagai penggerak
apoptosis. Pada keadaan kalsium berlebihan atau kerusakan kompartemen sel,
kalsium intraselular menyebabkan sitotoksisitas sebagai pemicu apoptosis maupun
nekrosis. Hal itu yang terjadi pada penyakit neurodegeneratif, penyakit autoimun,
tumor berbasis pada resistensi terhadap apoptosis, infeksi dan beberapa penyakit
lainnya.
2. Mengapa muncul sucking refleks dan palmomental refleks?
3. Apa hubungan dokter menanyakan trauma kepala, stroke, gangguan ginjal,
hepar, dm dan hipertensi?
4. Apa saja penyakit yang berkaitan dengan neurodegenerative?
 Alzheimer : terdapatnya beta amyloid yang berlebih sehingga bisa
menimbulkan plak menurunnya fungsi memori secara periodic
 ASD  ditandai dengan hilangnya sel saraf progresif, ditemukan adanya
ekspresi beta amyloid yang berlebih
 Down syndrome : kondisi patologis mirip Alzheimer peningkatan beta
amyloid mempengaruhi kognitif
 Parkinson syndrome : gg neurodegenerative yang lambat dengan sebab belum
diketahui  adanya neuronpigmen hilang dan gliosisi pada substansia nigra
pars kompakta dan lokus seruleusadanya tremor yang bersifat laten saat
istirahat, bradykinesia (kedipan mata berkurang), hipofonia, air liur
menetesawal mula dari satu sisi terlebih dahulu. Tidak ada kelainan dari
radiologi maupun refleks fisiologi
 DPP : adanya gangguan motoric bertahun tahun (> 1 tahun) sebelum adanya
demensia DLB : ada halusinasi visual dalam rentang setahun

Klasifikasi demensia
1. Demensia vaskuler
• gangguan kognitif yang terjadi pada penderita stroke
• Penyebab utamanya adalah penyumbatan pembuluh darah otak
dan perdarahan pada otak.
• Gejala demensia pada penyakit stroke bergantung pada bagian otak
yang terkena stroke.
Gejala :
• Gangguan ingatan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari
• Kesulitan berbicara dan mengerti perkataan
• Kesulitan mengenali bentuk dan suara
• Kebingungan
• Perubahan mood dan kepribadian
• Kesulitan berjalan sehingga sering terjatuh saat sedang berjalan
2. Lewy bodies demensia (LDB)
• penumpukan penumpukan protein alpa-synuclein pada
bagian korteks otak.
• perubahan pada otak dan menyebabkan seseorang
mengalami demensia.
Gejala :
• Susah tidur (gejala awal yang umumnya disebabkan
kondisi Lewy bodies)
• Kesulitan berpikir jernih, membuat keputusan, dan
berkonsentrasi
• Kesulitan mengingat
• Sering berhalusinasi
• Melamun dengan tatapan kosong (blank out)
• Kesulitan untuk bergerak, tubuh bergetar, dan
cenderung lambat dalam bergerak

3. Demensia pada penyakit Parkinson


• kerusakan sel otak seperti pada LDB, tapi
penumpukan protein alpha-synuclein terjadi
pada area dalam otak yang disebut substantia
nigra sehingga menyebabkan kerusakan saraf
otak yang berfungsi untuk menghasilkan
dopamin.
Gejala :
• sama dengan gejala LDB
• muncul setelah 10 tahun
mengalami Parkinson.
4. Demensia campuran
• disebabkan oleh penumpukan protein pada otak seperti
pada kasus LBD dan penyumbatan aliran darah otak seperti
pada demensia vaskuler.
5. Demensia frontotemporal
• kerusakan sel pada bagian depan otak dikarenakan
penumpukan protein dan berbagai penyakit otak yang
disebabkan protein TDP43.
6. Penyakit Huntington
• kelainan genetik juga menyebabkan seseorang mengalami
gejala demensia yang muncul pada usia 30 – 50 tahun
Gejala :
• Gangguan berpikir dan mengingat
• Gangguan dalam membuat perencanaan dan
mengorganisir sesuatu
• Gangguan berkonsentrasi

7. Demensia Creutzfeldt-Jakob
• akibat gangguan otak yang disebabkan oleh suatu
protein prion yang mengakibatkan otak
seseorang berubah menjadi bentuk yang
abnormal.
• Gejala :
• Gangguan berpikir
• Kebingungan
• Mood swing
• Depresi
• Otot bergerak abnormal
• Gangguan tidur
• Kesulitan untuk berjalan

5. Menjelaskan tentang neuroanatomy penyakit Alzheimer


6. Epidemiologi dari penyakit Alzheimer
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada
berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain
pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan,
sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena
orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara
efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan
munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau
penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58
tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia
lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai
setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan
insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada
usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada
kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada
usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita
penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar,
18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum
diketahui dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih
lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap
jenis kelamin.
7. Faktor resiko penyakit Alzheimer
Faktor risiko demensia alzheimer yang terpenting adalah usia, riwayat
keluarga, dan genetik. Penuaan merupakan faktor risiko terbesar terhadap kejadian
alzheimer. Kebanyakan orang usia 65 tahun atau lebih tua memiliki risiko yang lebih
tinggi. Seseorang dengan riwayat orangtua, saudara laki-laki maupun perempuan
dengan penyakit alzheimer memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit
alzheimer. Selain usia dan riwayat keluarga, genetik (herediter) berperan penting
dalam peningkatan faktor risiko demensia alzheimer dimana terdapat dua jenis gen
yang berperan dalam perkembangan alzheimer. Kedua jenis gen tersebut adalah gen
risiko dan gen determinan. Gen risiko meningkatkan kemungkinan perkembangan
penyakit namun tidak menjamin terjadinya penyakit, yaitu apolipoprotein E ε4.
Sedangkan gen determinan secara langsung menyebabkan demensia alzheimer, terdiri
dari tiga protein yaitu amyloid precursor protein (APP), presenilin-1 (PSEN-1), dan
presenilin-2 (PSEN2). Penyakit alzheimer yang disebabkan oleh ketiga variasi
determinan disebut autosomal dominant alzheimer’s disease (ADAD).
8. Pathogenesis dari penyakit Alzheimer
 Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
 AsetilkolinBarties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap
aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan
otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta
penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan
postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis,
temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada
dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer, dimana
pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik
Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal,
akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat
mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer
 NoradrenalinKadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan
menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian
dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin
pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.
Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada
presinaptik neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988),
melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-
mortem penderita alzheimer.
 DopaminSparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda
 SerotoninDidapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme
5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan
serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal
serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi
oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis
 MAO(Monoamine Oksidase) Enzim mitokondria MAO akan
mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2
kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan
sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama
dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah
temporal danmenurun pada nukleus basalis dari meynert
 Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama
pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6
kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial
early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log
arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai
kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary
tangles (NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan
otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita
alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar
menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan
ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada
sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan
lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer
 Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga
penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata
diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan
infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer.
Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
 manifestasi klinik yang sama
 Tidak adanya respon imun yang spesifik
 Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
 Timbulnya gejala mioklonus
Adanya gambaran spongioform
 Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat
berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain,
aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik
potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles
(NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab
degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan
depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan
masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan
metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
 Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan
peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan
meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto
merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita
muda karena peranan faktor immunitas.
 Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang
menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neurofibrillary tangles
Patogenesis Secara Garis Besar:
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillarytangles, dan hilangnya neuron/sinaps.Plak neuruitik
mengandung β-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik,
sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunkan
untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron.Deteksi adanya ApoE di
dalam plak β-amyloid menunjukkan bukti hubungan antara amylodogenesis
dan ApoE.Plak neuritik juga mengandung protein komplemen, mikroglia yang
teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen
inflamasi juga dapat terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang
mengkode ApoE terdapat di kromosom 19 dan gen yang mengkode amyloid
prekursor protein (APP) terdapat di kromosom 21
Adanya sejumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologis utama
untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat
seiring usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang
tidak demensia. Dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang
tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks cerebri
untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini
mencerminkan fase preklinik dari penyakit, masih belum diketahui.

Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang


mengandung tau yang terhiperfosforilasi pada pasanagn filamen helix.
Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai neurofibrillary
tangles di beberapa lapisan hippokampus dan korteks entorhinal, tapi struktur
ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia.
Neurofibrillary tangles inin tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga
timbul pada penyakit dementia lannya.
9. Patofisiologi dari penyakit Alzheimer
Alzheimer disease mempengaruhi 3 proses yang terus pada neuron sehat yaitu
komunikasi, metabolisme dan pebaikan. Sel - sel saraf tertentu dalam otak berhenti
bekerja, kehilangan hubungan dengan sel saraf lainnya dan akhirnya mati. Kerusakan
dan kematian sel - sel saraf menyebabkan kegagalan memori, perubahan
kepribadian,masalah dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari, dan fiture lainnya
dari penyakit.
Akumulasi SPs terutama mendahului alzheimer disease. NFT, hilangnya
neuron , dan hilangnya sinapsis mengiringi perkembangan penurunan kognitif.
Perhatian telah dikhususkan untuk mengelusidasi komposisi SP ddan NFTs untuk
menunjukan patogenesis molekular dan biokimia alzheimer disease. Konstituen utama
dari NFT adalah mikrotubulus terkait protein tau. Di alzheimer disease,
hyperphosporylasi tau terakumulasi di neuron piramidal pperiikarya besar dan
menengah.
SPs telah dikenal untuk menyertakan zat (atau amiloid) starchlike, biasanya
ditengah lesi ini. Substansi amiloid di kelilingi oleh halo ataulapisan merosot
(dysthrophi) neurites dan glia reaktif (baik atrosit dan mikroglia). Dalam dekade
terakhir ini adalah karakterisasi kimia dari protein amiloid, urutan rantai asam
amino,dan kloning gen penyandi protein prekursor (pada kromoosom 21). Selain
NFT dan SP, lesi lain dari alzheimer dsease adalah degenerasi ggranulovacuolar dari
shimkowiz,benang neuuropil dari Braak, dan hilangnya neuron dan degenerasi
sinaptik, yang dianggap akhirnya menengahi manifestasi kognitif dan perilaku
gangguan tersebut.
10. Manifestasi klinis dari Alzheimer
 Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
 Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
 Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex
contructions
 Language : poor woordlist generation, anomia
 Personality : indifference,occasional irritability
 Psychiatry feature : sadness, or delution in some
 Motor system : normal
 EEG : normal
 CT/MRI : normal
 PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
 Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
 Memory : recent and remote recall more severely impaired
 Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
 Language : fluent aphasia
 Calculation : acalculation
 Personality : indifference, irritability
 Psychiatry feature : delution in some
 Motor system : restlessness, pacing
 EEG : slow background rhythm
 CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargement
 PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
 Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
 Intelectual function : severely deteriorated
 Motor system : limb rigidity and flexion poeture
 Sphincter control : urinary and fecal
 EEG : diffusely slow
 CT/MRI : ventricular and sulcal enlargement
 PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
Orang dengan alzheimer disease mengalami gangguan progresif daya ingat
dan fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan mudah disalah-
sangka sebagai depresi, penyakit penting lain pada usia lanjut. Gangguan kognitif
berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5 hingga 15 tahun, yang menyebabkan
disorientasi total dan hilangnya fungsi bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada
sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan gerakan khas parkinsonisme, biasanya
berkaitan dengan adanya pembentukan badan lewy
11. Px penunjang dari Alzheimer
A. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering
kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian
mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada
penyakit alzheimer terdiri dari:
 Neurofibrillary tangles (NFT)Merupakan sitoplasma neuronal
yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein
neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada
neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus,
dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada
penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down
syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear
palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia
 Senile plaque (SP)Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat
degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat
amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile
plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus,
korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik
primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile
plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)
mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer
 Degenerasi neuronPada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan
kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian
neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal
lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus
dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada
lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis,
nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi
eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit Alzheimer
 Perubahan vakuolerMerupakan suatu neuronal sitoplasma yang
berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini
berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan
ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,
oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
 Lewy bodyMerupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang
banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan
amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis,
oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang
terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi
penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan
variant dari penyakit Alzheimer
B. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi
pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang
terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan
memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting karena:
 Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat
penuaan yang normal
 Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan
untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan
defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,
dan gangguan psikiatri
 Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan
oleh demensia karena berbagai penyebab
The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD)
menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan
alat batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana
pemeriksaannya terdiri dari:
 Verbal fluency animal category
 Modified boston naming test
 mini mental state
 Word list memory
 Constructional praxis
 Word list recall
 Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
C. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer
antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan
adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan
tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti
multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan
dengan penyakit alzheimer.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada
MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan
periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di
kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya
atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii.
Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan
demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
D. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus
frontalis yang non spesifik
E. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun
pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi
kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123
terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan
ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin
F. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
yang dilakukan secara selektif
12. Dd dan dx dari scenario
13. Apa klasifikasi dari dx scenario?
 Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
 Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
 Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex
contructions
 Language : poor woordlist generation, anomia
 Personality : indifference,occasional irritability
 Psychiatry feature : sadness, or delution in some
 Motor system : normal
 EEG : normal
 CT/MRI : normal
 PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
 Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
 Memory : recent and remote recall more severely impaired
 Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
 Language : fluent aphasia
 Calculation : acalculation
 Personality : indifference, irritability
 Psychiatry feature : delution in some
 Motor system : restlessness, pacing
 EEG : slow background rhythm
 CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargement
 PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
 Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
 Intelectual function : severely deteriorated
 Motor system : limb rigidity and flexion poeture
 Sphincter control : urinary and fecal
 EEG : diffusely slow
 CT/MRI : ventricular and sulcal enlargement
 PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
14. Bagaimana fase-fase pada Alzheimer?
Menurut International Classification of Diseases 10 ( ICD 10 ). Penurunan
memori yang paling jelas terjadi pada saat belajar informasi baru, meskipun dalam.
Pada kasus yang lebih parah memori tentang informasi yang pernah dipelajari juga
mengalami penurun. Penurunan terjadi pada materi verbal dan non verbal. Penurunan
ini juga harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan informasi dari orang –
orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau pengukuran
status kognitif. Tingkat keparahan penurunan dinilai sebagai berikut:
 Mild, tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas sehari-
hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup mandiri. Fungsi
utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru
 Moderat, derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk hidup
mandiri. Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat diingat.
Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu tidak
dapat mengingat informasi dasar tentang di mana dia tinggal, apa telah
dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab
 Severe, derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan lengkap
untuk menyimpan informasi baru. Hanya beberapa informasi yang dipelajari
sebelumnya yang menetetap. Individu tersebut gagal untuk mengenali bahkan
kerabat dekatnya
Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan penurunan penilaian dan
berpikir, seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan dalam pengolahan informasi
secara umum. Tingkat keparahan penurunan, harus dinilai sebagai berikut:
 Mild, penurunan kemampuan kognitif menyebabkan penurunan kinerja dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada tingkat ketergantungan individu
tersebut pada orang lain. Tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang lebih
rumit atau kegiatan rekreasi
 Moderat, penurunan kemampuan kognitif membuat individu tidak dapat
melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk belanja dan penanganan kebutuhan sehari - hari. Dalam rumah,
hanya tugas – tugas sederhana yang dipertahankan. Kegiatan semakin terbatas
dan keadaan buruk dipertahankan
 Severe, penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya pemikiran yang
dapat dimenerti.8 Hal – hal tersebut tadi ada minimal 6 bulan baru dapat
dikatakan dementia
Tingkat keparahan keseluruhan demensia dinyatakan melalui tingkat
penurunan memori atau kemampuan kognitif lainnya, dan bagian mana yang
mengalami penurunan yang lebih parah (misalnya ringan pada memori dan penurunan
moderat dalam kemampuan kognitif menunjukkan demensia keparahan moderat).
Pada dementia harus tidak didapatkan delirium. Selain itu, pada demensia
terjadi penurunan pengendalian emosi atau motivasi, atau perubahan perilaku sosial,
bermanifestasi sebagai berikut ( setidaknya ada salah satu ).
 Emosi labil
 Lekas marah
 Apatis
 Perilaku social yang kasar
FASE PERTAMA PENYAKIT ALZHEIMER: NORMAL
Pada usia berapa pun, orang bisa bebas dari gejala objektif atau subjektif
dari gangguan kognitif dan fungsional.
Juga bebas dari perubahan mood dan perilaku yang berhubungan dengan
kemunduran itu. Kami menyebut orang-orang ini sehat secara mental, dan mereka
akan berada pada tahap 1 atau normal dari Alzheimer.
FASE KEDUA DARI ALZHEIMER, TINGKAT BENIGN TERKAIT DENGAN
UMUR
Setengah atau lebih dari populasi orang di atas 65 mengalami keluhan
subyektif dari kesulitan kognitif dan / atau fungsional.
Orang yang lebih tua dengan gejala-gejala ini percaya bahwa mereka tidak
dapat lagi mengingat nama seperti yang mereka lakukan 5 atau 10 tahun sebelumnya.
Seringkali, mereka juga memiliki keyakinan bahwa mereka tidak dapat lagi
mengingat di mana mereka meletakkan barang-barang seperti sebelumnya.
Juga umum bagi mereka untuk mengalami kesulitan berkonsentrasi dan
menemukan kata yang tepat ketika berbicara.
Beberapa istilah telah disarankan untuk kondisi ini, tetapi pelupa jinak
yang berhubungan dengan usia mungkin merupakan terminologi yang paling
memuaskan.Gejala-gejala ini, yang, menurut definisi, tidak luar biasa bagi orang yang
dekat dengan orang tua, umumnya jinak.
Namun, ada beberapa bukti baru-baru ini bahwa orang-orang dengan
gejala-gejala ini menurun pada tingkat yang lebih tinggi daripada orang-orang dari
usia yang sama dan sehat, yang bebas dari keluhan subjektif dari masalah memori.
FASE KETIGA PENYAKIT ALZHEIMER: IMPAIRMENT COGNITIVE
MILD (MCI)
Orang dalam tahap ini memanifestasikan defisit halus, tetapi mereka
diperhatikan oleh orang-orang yang dekat dengannya. Defisit ini dapat bermanifestasi
dengan cara yang berbeda, misalnya: orang dengan gangguan kognitif ringan (MCI)
dapat mengulangi pertanyaan berulang kali.
Kemampuan untuk mengembangkan fungsi eksekutif juga
dikompromikan; Merupakan hal yang biasa bagi orang yang masih bekerja
mengalami penurunan kinerja.
Bagi mereka yang harus mengembangkan keterampilan baru di tempat
kerja, ketidakmampuan untuk melakukannya mungkin jelas, misalnya, seseorang
dengan MCI mungkin tidak dapat belajar bagaimana menangani program komputer
baru.
Pada mereka yang tidak lagi bekerja, tetapi secara aktif berpartisipasi
dalam acara sosial, seperti merencanakan makan malam, mereka dapat menunjukkan
penurunan kemampuan untuk mengatur kegiatan ini.
Orang lain dengan MCI mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi.
Semua defisit ini berakhir dengan memprovokasi seorang nsiedad hebat yang terbukti.
Prognosis untuk orang-orang ini bervariasi. Sebagian besar dari mereka
tidak akan memburuk, bahkan ketika mereka diikuti selama bertahun-tahun.
Namun, penurunan yang jelas akan terjadi pada sebagian besar orang
dengan gejala MCI, dan gejala awal demensia yang jelas berkembang dalam 2 hingga
4 tahun.
Pada orang yang tidak melakukan tugas profesional atau sosial yang
kompleks, gejala awal Alzheimer mungkin tidak terlihat oleh anggota keluarga atau
teman. Bahkan ketika gejala-gejalanya terbukti, adalah umum bagi orang tersebut
untuk pergi ke dokter di tengah atau di akhir fase ini.
Sebagai konsekuensinya, meskipun perkembangan ke tahap Alzheimer
lainnya pada subjek dengan MCI terjadi dari 2 hingga 4 tahun, durasi sebenarnya dari
fase ini ketika merupakan prekursor untuk demensia (yang kemudian menjadi jelas)
mungkin sekitar 7 tahun. tahun.
Manajemen tahap ini mencakup pemberian nasihat tentang kenyamanan
melanjutkan peran pekerjaan yang kompleks dan menuntut. Kadang-kadang
"penarikan strategis" dalam bentuk pensiun dapat menghilangkan stres psikologis dan
mengurangi kecemasan subjektif.
FASE EMPAT PENYAKIT ALZHEIMER: MILD STAGE
Diagnosis penyakit Alzheimer dapat dibuat dengan cukup akurat pada
tahap ini. Defisit fungsional yang paling umum pada pasien adalah kapasitas terbatas
untuk melakukan aktivitas instrumental (kompleks) kehidupan sehari-hari.
Misalnya, ada penurunan kemampuan mengelola keuangan, menyiapkan
makan malam untuk tamu, untuk diri sendiri atau untuk keluarga. Adalah umum bagi
pasangan yang sakit untuk mengawasi hal-hal yang mereka lakukan. Durasi rata-rata
tahap ini adalah dua tahun.
Gejala-gejala Alzheimer pada tahap ini menjadi jelas. Orang tersebut
mungkin tidak dapat mengingat peristiwa penting, seperti pesta baru-baru ini atau
kunjungan anggota keluarga beberapa waktu yang lalu.
Dengan cara yang sama, kesalahan nyata dapat terjadi dalam mengingat
hari dalam seminggu, bulan atau musim dalam setahun.
Namun, orang dalam fase penyakit Alzheimer ini mungkin masih dapat
mengingat alamatnya, kondisi cuaca di luar negeri atau informasi terkini yang sangat
penting, seperti nama presiden negara tersebut.
Meskipun mengalami penurunan kognitif, orang-orang dengan gejala
Alzheimer ini dapat bertahan hidup secara mandiri di masyarakat, meskipun mereka
mengalami kesulitan dalam melakukan pembelian, menyiapkan makanan atau
memesan menu di restoran (contoh memberikan surat kepada mereka adalah klasik).
suami dengan "Anda bertanya").
Keadaan afektif yang dominan pada tahap ini adalah apa yang disebut
perataan afektif; pasien tampaknya kurang sensitif secara emosional daripada
sebelumnya.
Kurangnya responsif emosional ini mungkin terkait erat dengan penolakan
defisitnya, yang penting dalam fase ini.
Meskipun pasien menyadari masalah mereka, kesadaran akan penurunan
kapasitas intelektual ini sangat menyakitkan bagi kebanyakan orang dan, oleh karena
itu, mekanisme pertahanan psikologis yang dikenal sebagai penolakan - pasien
berusaha untuk menyembunyikan kemunduran mereka, bahkan dari dirinya jika
mungkin - diaktifkan.
Dalam konteks ini, perataan afektif disebabkan oleh kenyataan bahwa
pasien takut untuk mengungkapkan kekurangannya. Akibatnya, pasien membatasi
dirinya untuk berpartisipasi dalam kegiatan seperti percakapan.
Dengan tidak adanya komplikasi medis, diagnosis penyakit Alzheimer
dapat dibuat dengan kepastian yang cukup dari awal tahap ini.
FASE KELIMA PENYAKIT ALZHEIMER: MODERATE PHASE
Pada tahap ini defisit sudah cukup untuk membutuhkan bantuan untuk
bertahan hidup di masyarakat. Perubahan fungsional karakteristik adalah kemunduran
baru jadi dalam kinerja tugas-tugas dasar kehidupan sehari-hari.
Ini terbukti dalam kesulitan dalam memilih pakaian yang tepat sesuai
dengan kondisi cuaca dan keadaan sehari-hari; Beberapa pasien mulai mengenakan
pakaian yang sama hari demi hari kecuali kami mengingatkan mereka bahwa mereka
perlu mengubahnya.
Pasangan atau pengasuh lainnya biasanya harus memulai konseling
tentang pakaian yang paling tepat. Durasi rata-rata tahap ini adalah 1,5 tahun.
Pasien tidak bisa lagi berjuang sendiri; Jika mereka hidup sendiri, mereka
akan membutuhkan seseorang untuk membantu mereka menyiapkan makanan dan
memastikan mereka melakukan fungsi-fungsi lain, seperti membayar sewa dan
menjaga keuangan.
Mereka yang tidak memiliki seseorang yang mengawasi mereka bisa
menjadi korban penipuan. Reaksi umum pada orang-orang pada tahap ini yang tidak
menerima dukungan yang memadai adalah perubahan perilaku seperti kemarahan dan
ketidakpercayaan.
Secara kognitif, orang dalam fase ini sering tidak dapat mengingat
peristiwa besar dan aspek kehidupan mereka saat ini, seperti nama presiden, kondisi
cuaca atau alamat mereka saat ini.
Merupakan karakteristik dari gejala Alzheimer bahwa sebagian dari
informasi ini diingat, tetapi tidak pada yang lain, atau bahkan diingat pada satu waktu
dan tidak pada yang lain.
Memori jarak jauh juga mengalami kemunduran; Misalnya, mereka tidak
dapat mengingat nama sekolah yang mereka kunjungi bertahun-tahun yang lalu.
Orientasi dapat dikompromikan, sehingga mustahil untuk mengingat tahun yang
berlalu
FASE KEENAM, BEBERAPA PENYAKIT ALZHEIMER
Dalam fase Alzheimer ini kemampuan untuk melakukan aktivitas dasar
kehidupan sehari-hari terganggu. Secara fungsional, 5 sub-tahap dapat diidentifikasi:
6.a- Pasien, selain kehilangan kemampuan untuk memilih pakaian mereka
tanpa bantuan, mulai membutuhkan bantuan untuk mengenakan pakaian mereka
dengan benar.
Kecuali jika mereka memiliki bantuan, orang sakit dapat memasukkan
pakaian mereka ke dalam, kesulitan menempatkan lengan mereka di lengan yang
tepat atau berpakaian dengan urutan yang salah. Total durasi fase ini, yaitu dari 6.
hingga 6.e, adalah sekitar 2,5 tahun.
6.b- Pasien kehilangan kemampuan untuk mandi secara mandiri. Secara
khas, defisit yang paling umum di kamar mandi adalah kesulitan dalam menyesuaikan
suhu air.
Pada awalnya, pengasuh dapat menyesuaikan suhu air mandi dan orang
tersebut dapat mandi secara mandiri. Pada sub-langkah ini mereka juga mulai
mengalami masalah menyikat gigi secara mandiri.
6.c-Pasien kehilangan kemampuan untuk berfungsi di kamar mandi.
6.d- Inkontinensia urin muncul.
6.e- Inkontinensia tinja terjadi. Inkontinensia dapat dikontrol di awal
dengan membawa pasien ke kamar mandi sesering mungkin, maka strategi lain harus
dijalankan, misalnya, menggunakan tempat tidur yang sesuai dengan keadaan baru.
Pada tahap keenam ini gejala kognitif Alzheimer begitu parah sehingga
orang tersebut tidak tahu apa arahnya saat ini atau mengenali kondisi cuaca. Pasien
dapat membingungkan istrinya dengan ibunya, atau hanya, tidak mengidentifikasi
anggota keluarga dekat.
Kadang-kadang Anda mungkin mengingat hal-hal dasar seperti nama
orang tua Anda atau pekerjaan Anda, negara tempat Anda dilahirkan atau nama Anda
sendiri. Dalam fase ini ia tidak lagi dapat menghitung dari 10 hingga nol satu per satu.
Pada akhir fase Alzheimer ini bahasa mulai memburuk secara terbuka.
Perubahan emosional menjadi lebih jelas, mereka memiliki dasar
neurokimia sementara mereka merupakan reaksi psikologis pasien terhadap keadaan
mereka.
Sebagai contoh, karena kemunduran, pasien tidak dapat lagi menyalurkan
energi mereka ke dalam kegiatan yang produktif dan sebagai akibatnya, pasien mulai
merasa gelisah, berkeliaran, memindahkan objek dan melakukan kegiatan lain yang
tidak memiliki tujuan yang sesuai.
Karena rasa takut dan frustrasi, pasien mungkin memiliki perilaku
kekerasan.
Pada akhir tahap ini pasien mengalami inkontinensia ganda,
membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan mandi, mulai gagap dan ekspresi verbal
semakin terbatas.
FASE KETUJUH PENYAKIT ALZHEIMER: SEVERE STAGE
Pada tahap ketujuh ini, 6 sub-tahap fungsional dapat diidentifikasi:
7.a- Bahasa menjadi sangat terbatas sehingga pasien hanya mampu
mengucapkan setengah lusin kata yang dapat dipahami dalam kontak intensif.
7.b- Bahasa semakin terbatas, hanya mengucapkan satu kata.
7.c- Setelah kehilangan bahasa, kemampuan berjalan selalu hilang.
Meskipun keterampilan rawat jalan dikompromikan bahkan dari akhir tahap keenam
dan pada awal tahap ketujuh, ini dapat dihindari untuk beberapa waktu jika pasien
memiliki perawatan yang sangat baik, menunda timbulnya kehilangan keterampilan
rawat jalan oleh beberapa tahun. Namun, dalam keadaan biasa, tahap 7.a berlangsung
sekitar satu tahun, periode 7.b adalah 1,5 tahun dan jika pasien selamat, 7.c bisa
bertahan satu tahun.
7.d- Berlangsung sekitar satu tahun, pasien tidak lagi tidak bisa berjalan,
tetapi tidak bisa duduk sendiri. Pada titik ini dalam evolusi gejala Alzheimer, pasien
dapat terjatuh dari kursi kecuali didukung pada lengan yang sama.
7.e- Jika pasien selamat, kehilangan kemampuan untuk tersenyum, pada
sub-tahap ini hanya wajah yang terlihat meringis. Ini memiliki durasi rata-rata 1,5
tahun.
7.f- Pasien kehilangan kemampuan untuk memegang kepala, benar-benar
tidak dapat bergerak dan membutuhkan dukungan untuk duduk tanpa jatuh. Adalah
umum bagi orang tersebut untuk mati pada tahap ini, meskipun dengan perawatan
yang optimal ia dapat bertahan selama dua tahun.
Pada fase ketujuh, perubahan fisik dan neurologis lebih dari jelas, salah
satunya adalah kekakuan fisik yang dapat diperhatikan ketika memeriksa amplitudo
pergerakan sendi utama, seperti siku.
Ini bisa menjadi prekursor deformasi fisik dalam bentuk kontraktur yang
mencegah kisaran gerakan aktif dan pasif sendi.
Pada awal tahap ke-7, sekitar 40% pasien menunjukkan kelainan ini, pada
akhir fase itu, 95% pasien menunjukkannya.
Perubahan refleks neurologis juga jelas. Yang paling menonjol adalah
munculnya apa yang disebut refleks infantil atau primitif, yang ada pada bayi dan
menghilang saat berkembang.
Refleks-refleks ini, seperti menggenggam, menyedot atau ekstensi plantar,
mulai muncul lagi pada akhir fase keenam Alzheimer dan menjadi jelas pada fase
ketujuh.
Karena ukuran dan kekuatan yang lebih besar dari pasien Alzheimer
dibandingkan dengan bayi, refleks primitif dapat lebih bertentangan dan
mempengaruhi perawatan yang diterima pasien.
Pada fase Alzheimer ketujuh ini pasien biasanya meninggal. Penyebab
kematian yang paling sering adalah pneumonia, juga umum bagi pasien untuk mati
karena infeksi yang disebabkan oleh ulkus tekan.
Secara umum, dianggap bahwa pasien pada tahap ini lebih rentan terhadap
kematian dari penyebab kematian yang sering terjadi pada orang dewasa yang lebih
tua, seperti stroke atau kanker.

15. Apa etiologi dari scenario?


Meskipun Penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah faktor yang
saat ini berhasil diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya
penyakit ini.
 Faktor genetik berperan dalam timbulnya Alzheimer Disease pada beberapa
kasus, seperti dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus
familial telah memberikan pemahaman signifikan tentang patogenesis
alzheimer disease familial, dan , mungkin sporadik. Mutasi di paling sedikit
empat lokus genetik dilaporkan berkaitan secara eksklusif dengan AD
familial. Berdasarkan keterkaitan antara trisomi 21 dan kelainan mirip AP di
otak yang sudah lama diketahui, mungkin tidaklah mengherankan bahwa
mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom
21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang dikenal sebagai
protein prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan amiloid
yang ditemukan di berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita
Alzheimer disease. Mutasi dari dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan
presenilin 2, yang masing- masing terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya
lebih berperan pada AD familial terutama kasus dengan onset dini
 Pengendapan suatu bentuk amiloid, yang berasal dari penguraian APP
merupakan gambaran yang konsisten pada Alzheimer disease. Produk
penguraian tersebut yang dikenal sebagai β- amiloid (Aβ) adalah komponen
utama plak senilis yang ditemukan pada otak pasien Alzheimer disease, dan
biasanya juga terdapat di dalam pembuluh darah otak
 Hiperfosforilisasi protein tau merupakan keping lain teka-teki Alzheimer
disease. Tau adalah suatu protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan
mikrotubulus intra akson. Selain pengendapan amiloid, kelainan sitoskeleton
merupakan gambaran yang selalu ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan
dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi tau, yang keberadaanya mungkin
menggaggu pemeliharaan mikrotubulus normal
 Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE) dapat dibuktikan pada AD
sporadik dan familial. Diperkirakan ApoE mungkin berperan dalam
penyaluran dan pengolahan molekul APP. ApoE yang mengandung alel ε4
dilaporkan mengikat Aβ lebih baik daripada bentuk lain ApoE, dan oleh
karena itu, bentuk ini mungkin ikut meningkatkan pembentukan fibril amiloid.
16. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario?
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin
B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
 Inhibitor kolinesteraseBeberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti
menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer,
dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti
menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan
intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer
 ThiaminPenelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis
3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama
 NootropikNootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang.
Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna
 KlonidinGangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres)
yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal
1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan
untuk memperbaiki fungsi kognitif
 HaloperiodolPada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan
psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita
alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
 Acetyl L-Carnitine (ALC)Merupakan suatu subtrate endogen yang
disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral
selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki
atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
17. Jelaskan bagaimana px skor MMSE beserta interpretasinya?
Interpretasi hasil:
a. 25-30 : normal
b. 21-24 : gangguan intelek ringan
c. 10-20 : gangguan intelek sedang
d. <10: gangguan intelek berat

Anda mungkin juga menyukai