Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PATOLOGI

APOPTOSIS PADA PENYAKIT DEGENERATIF DAN MEKANISME

OLEH:

FUJI LESTARI
2282321001

PROGRAM MEGISTER KEDOKTERAN HEWAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023
PENDAHULUAN

A. Apoptosis
Apoptosis adalah proses untuk menghilangkan sel-sel yang tidak diinginkan selama
perkembangan dan serta menjaga homeostasis jaringan. Apoptosis merupakan jalur
terminal yang signifikan bagi sel-sel organisme multiseluler, dan menyebabkan berbagai
peristiwa biologis seperti proliferasi/homeostasis, diferensiasi, perkembangan, dan
eliminasi sel-sel berbahaya sebagai strategi perlindungan untuk menghilangkan sel-sel
yang terinfeksi (Goldar, et al 2015).
Apoptosis juga merupakan proses kehidupan yang penting bagi semua organisme
seluler. Pada semua hewan, kematian sel teratur memainkan peran kunci dalam berbagai
proses biologis mulai dari embriogenesis hingga kekebalan. Ini juga merupakan proses
aktif penghancuran diri seluler yang memainkan peran penting dalam sejumlah gangguan
(Tamiru, et al 2017).
Identifikasi mekanisme apoptosis sangat penting dan memudahkan pemahaman
patogenesis penyakit sebagai hasil dari apoptosis yang tidak normal. Hal ini dapat
membantu pengembangan obat-obatan baru yang menargetkan jalur atau gen apoptosis
tertentu. Pada mamalia, terdapat dua jalur terjadinya proses apoptosis yaitu jalur
ekstrinsik (jalur yang dimediasi oleh reseptor) dan jalur intrinsik (jalur yang dimediasi
oleh mitokondria) (Goldar, et al 2015).
PEMBAHASAN
B. Mekanisme Apoptosis pada Penyakit Degeratif
a. Jalur Apoptosis
Apoptosis pada penyakit degeneratif melibatkan 2 jalur utama yaitu jalur
ekstrinsik dan intrinsik tergantung pada jenis penyakit dan sel yang diserang. Pada
jalur intrinsik, mitokondria bertanggung jawab dalam situasi patologis dan fisiologis.
Mitokondria mengandung sejumlah protein yang mampu menginduksi apoptosis,
seperti sitokrom c. Ketika membran mitokondria menjadi permeable, sitokrom c
dilepas ke sitoplasma, serta memicu aktivasi caspase. Protein Bcl-2 ini berfungsi
mengontrol permeabiitas mitokondria. Pada sel sehat, ketika Bcl-2 dan Bcl-xL terkait,
maka akan merangsang respons terhadap factor pertumbuhan dan dapat
mempertahankan integritas membrane mitokondria, sebaliknya pada keadaan
patologis, sel akan kekurangan sinyal untuk merangsang factor pertumbuhan dan
menyebabkan sel terpapar agen agen yang dapat merusak DNA serta terjadi
akumulasi sejumlah protein salah lipat yang tidak dapat ditoleransi, lalu
mengakibatkan sejumlah sensor menjadi teraktivasi. Sensor ini disebut BH3. Protein
BH3 ini akan menggeser keseimbangan untuk mempertahankan kehidupan kemudian
mendukung protein pro-apoptosis yakni bak dan bax. Akibatnya bak dan bax
mengalami dimerisasi/penggabungan sel molekul lalu masuk ke mitokondria dan
membentuk kanal yang memungkinkan sitokrom c dan protein mitokondrial lepas ke
sitosol. Setelah sitokrom c memasuki sitosol lalu membentuk protein kompleks yang
disebut apoptosom, sitokrom c bersama apoptosom, menginduksi aktivasi caspase-9
yang memicu rangkaian peristiwa proteolitik yang berakhir dengan kematian sel
melalui apoptosis (Rongvaux et al, 2014).
Pada penyakit degeratif seperti diabetes tipe 1, terjadi apoptosis sel beta di
pankreas yang memproduksi insulin yang melibatkan jalur ekstrinsik untuk
mengativasi Fas/FasL. Apoptosis pada jalur ekstrinsik melibatkan banyak sel yang
mengekspresikan molekul pada permukaan yang dikenal sebagai reseptor kematian
(death receptor) dan akan memicu apoptosis. Reseptor kematian ini disebut sel
reseptor tumor necrosis factor (TNF) yang mengandung reseptor kematian dan
tersimpan di sitoplasma. TNF tipe 1 dan Fas (Fast-expressing target) (CD95)
merupakan protein membrane yang paling banyak diekspresikan oleh limfosit T yang
teraktivasi. Ketika sel T ini mengenali target yang mengekspresikan Fas, molekul Fas
akan bertautan silang dan mengikat protein adaptor melalui reseptor kematian. Ikatan
tersebut kemudian akan memanggil dan mengaktivasi caspase-8 yang kemudian akan
mengaktivasi berbagai molekul caspase di hilir. Selanjutnya reseptor kematian terlibat
dalam eliminasi limfosit dan pengahncuran sel target oleh sebagaian limfosit T
sitotoksik (Rongvaux et al, 2014).
Pada jalur manapun, setelah caspase 9 atau caspase 8 teraktivasi, molekul ini
akan memecah berbagai target dan akhirnya akan mengaktivasi enzim yang
mendegradasi protein dan inti sel. Hasil akhir berupa pembentukan fragmentasi
seluler apoptosis.
b. Stress oksidatif
Reactive oxygen species (ROS), yaitu metabolit yang tereduksi sebagian dari
oksigen yang memiliki kemampuan oksidasi yang kuat, dapat merusak sel pada
konsentrasi yang tinggi, namun pada konsentrasi yang rendah, ROS berfungsi sebagai
sinyal kompleks. Reactive oxygen species yang terbentuk sebagai produk sampingan
dari metabolisme sel normal diperlukan untuk menjaga homeostasis dan sinyal
seluler. Selain dari metabolisme seluler, ROS dihasilkan oleh oksidase membran
plasma tertentu sebagai respons terhadap faktor pertumbuhan dan sitokin, dan
berfungsi sebagai pengirim pesan sekunder dalam jalur sinyal khusus serta berperan
dalam mengatur ekspresi gen. Sel-sel memiliki sistem pertahanan untuk menjaga ROS
pada level yang normal secara fisiologis, yaitu enzim-enzim yang disebut antioksidan,
bertanggung jawab untuk mengubah radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil
dan tidak merusak, jika kerusakan sistem ini terus menerus terjadi maka dapat
menyebabkan kondisi stres oksidatif (Arfin et al, 2021).
Sebagian besar penyakit degenerative melalui jalur mitokondria apoptosis atau
yang disebut juga jalur intrinsic apoptosis. Jalur ini diaktifkan sebagai respons
terhadap berbagai tekanan seluler, termasuk kerusakan DNA mitokondria (mtDNA),
faktor pertumbuhan, kejutan panas, hipoksia, dan stres ER. ROS telah terkait erat
dengan aktivasi jalur mitokondria. Sebenarnya, mitokondria adalah lokasi di mana
sebagian besar ROS intraseluler diproduksi, akibat kebocoran dari rantai transpor
elektron respirasi. ROS yang berasal dari mitokondria kemudian dapat menargetkan
struktur terdekat seperti mtDNA, yang rentan terhadap kerusakan oksidatif.
Kerusakan mtDNA akan mengganggu transkripsi mtRNA protein yang terlibat dalam
rantai transport elektron, menyebabkan gangguan fungsi rantai respirasi, peningkatan
produksi ROS, dan mengarah pada hilangnya potensial membran mitokondria dan
sintesis ATP yang terganggu. Peristiwa inilah yang mengakibatkan Sebagian besar
penyakit degenerative dan berujung pada apoptosis melalui jalur mitokondria
(Dutordiot dan Bates, 2016).
ROS seperti H2O2 dapat menyebabkan pelepasan sitokrom c dari mitokondria
dan menginduksi apoptosis melalui jalur mitokondria. Komponen protein
MPTP(Mitochondrial Permeability Transition Pore) seperti VDAC (Voltage
Dependent Anion Channel) adalah salah satu protein yang terdapat pada membran
luar mitokondria yang berfungsi sebagai pori untuk mengatur aliran molekul dan ion ,
lalu ANT (Adenine Nucleotide Translocator) adalah protein yang terdapat pada
membran dalam mitokondria dan berfungsi sebagai transpor energi (ATP dan ADP) ,
dan siklofilin D adalah target ROS dan mengalami modifikasi oksidatif, yang akan
merangsang pembukaan MPsTP. H2O2 menyebabkan hiperpolarisasi membran
mitokondria awal yang menyebabkan keruntuhan potensial membran mitokondria,
translokasi mitokondria dari Bax dan Bak, dan pelepasan sitokrom c. Kehilangan
yang signifikan dari sitokrom c dari mitokondria akan lebih meningkatkan ROS
karena terjadi gangguan rantai transportasi electron (Dutordiot dan Bates, 2016).
Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidakseimbangan dalam rasio oksidan-
antioksidan, yang menyebabkan terjadinya pembentukan radikal bebas. Sebagai
contoh, hati adalah organ detoksifikasi utama dalam tubuh dan memainkan peran
penting dalam mengontrol homeostasis glukosa normal. Produksi oksidan seperti
ROS, anion superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil yang berlebihan
oleh sel kuffer telah diidentifikasi sebagai faktor sentral pada cedera hati. Sel Kuffer,
juga dikenal sebagai makrofag hati, merupakan salah satu jenis sel nonparenkim yang
membantu menjaga integritas sel hati. Namun, sel fagositik ini juga rentan terhadap
efek stres oksidatif yang dihasilkan oleh sel di sekitarnya dan reaksi imunnya sendiri.
Produksi ROS yang berlebihan mengakibatkan beberapa peristiwa yang merugikan,
termasuk modifikasi oksidatif yang tidak dapat dibalikkan pada lipid, protein, dan
karbohidrat. Selain itu, hal itu akan menginduksi apoptosis pada hepatosit dan
pelepasan sitokin inflamasi, yang meningkatkan ekspresi molekul adhesi dan infiltrasi
leukosit. Kombinasi dari semua proses ini menyebabkan kerusakan jaringan besar-
besaran pada hati (Mohamed et al, 2015).
PENUTUP

Apoptosis adalah proses kematian sel yang terprogram dan merupakan jalur terminal
yang signifikan bagi sel-sel organisme multiseluler, dan menyebabkan berbagai peristiwa
biologis seperti proliferasi/homeostasis, diferensiasi, perkembangan, dan eliminasi sel-sel
berbahaya sebagai strategi perlindungan untuk menghilangkan sel-sel yang terinfeksi.
Mekanisme apoptosis pada penyakit degeneratif melibatkan 2 jalur utama yaitu secara
intrinsic atau secara ekstrinsik, tergantung jenis penyakit degeneratifnya. Walaupun Sebagian
besar penyakit degenerative, diperentai oleh jalur intrinsic. Jalur intrinsic memiliki
mekanisme yang komplek yang melibatkan mitokondria, sedangkan jalur ekstrinsik
melibatkan reseptor kematian.
Stress oksidatif dapat menyebabkan apoptosis, suatu proses kematian sel yang terjadi
secara terprogram. Apoptosis adalah proses penting dalam perkembangan dan pemeliharaan
organisme, dan juga dapat terjadi sebagai respons terhadap kondisi patologis seperti
kerusakan DNA atau stres oksidatif.
Stress oksidatif terjadi ketika jumlah radikal bebas, seperti radikal oksigen, melebihi
kemampuan sel untuk menghilangkannya. Radikal bebas dapat merusak sel dan memicu
perubahan dalam struktur dan fungsi sel. Akumulasi kerusakan sel dapat memicu jalur
apoptosis. Jalur apoptosis yang terpicu oleh stres oksidatif dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme. Salah satu mekanisme adalah melalui aktivasi protein Bax dan Bak, yang
mengganggu membran mitokondria dan melepaskan protein sitokrom C. Protein sitokrom C
kemudian mengaktifkan caspase, suatu jenis enzim yang terlibat dalam pemotongan protein
dan memicu kematian sel.
DAFTAR PUSTAKA
Rongvaux, A., Jackson, R., Harman, C.D., Li, T., West, P,A., Zoete, M. R., Wu, Y., 2 Yordy,
B., Lakhani, S.A., Kuan, C.Y., Taniguchi, T., Shadel, G., Chen, Z. J., Iwasaki, A., dan
Flavell, R. A. 2014. Apoptotic Caspases Prevent the Induction of Type I Interferons
by Mitochondrial DNA. 159(1563–1577). Elsevier. The University of Tokyo.
Arfin, S., Jha, N. K., Jha, S.K., Kesari, K.K., Ruokolainen, J., Roychoudhury, S., Rathi, B.,
and Kumar, D. 2021. Oxidative Stress in Cancer Cell Metabolism. 10 (642). MDPI
Journal. University of Delhi, New Delhi.
Dutordoir, M. R., dan Bates, D.A.A. 2016. Activation of apoptosis signalling pathways by
reactive oxygen species. BBA - Molecular Cell Research.
Tamiru, Y., Abebe, N dan Kebede, A. 2017. Review on mechanisms of regulating apoptosis
in animal cells. 2 (33-38). World Journal of Biomedicine and Pharmaceutical
Sciences. Ethiopia.
Mohamed, J., Nafizah, N., Zariyantey A. H., Budin S. B. 2016. Mechanisms of Diabetes-
Induced Liver Damage. Sultan Qaboos University Med Journal. Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA

Armenta, M.M., Ruiz, C.N., Rebollar, D.J., Martinez, E.R dan Gomez, P.Y. 2014. Oxidative Stress
Associated with Neuronal Apoptosis in Experimental Models of Epilepsy. Hindawi Publishing
Corporation, 2014: hal 12.

Anda mungkin juga menyukai