Step 1
Step 2
Step 3
- Reflek prolaktin
2. - Statis asi
- Inflamasi
- Iskemik jaringan
4. Karena tidak ada hisapan oleh bayi tidak ada ejeksi susu
5. - Post partum
- Teknik menyusui
- Stress
- Serangan sebelumnya
- Gizi
- Umur
6. Penegakan diagnosis
- hiperemis
- Suhu meningkat
- Inspeksi : edem
8. - Konseling suportif
- Terapi antibiotic
- Higenitas
- Kompres
Step 4
1. - Hipothalamus → Hipofisis
- Laktogenesis
II : Peralihan
Kolostrum IGA
IV : Kontrol endokrin
3. Nifas → 6 minggu
- Lokia rubra
- Lokia sanguingolenta
- Lokia serosa
- Lokia alba
- Lokia purulenta
4. Sudah jelas
5. - Riwayat dulu
- puting lecet
- bra ketat
- Trauma
- Stres
-Pekerjaan
6. Sudah jelas
7. - Konseling suportif : asi itu penting dan beri cara untuk pengeluaran asi
MIND MAP
Perubahan Fisiologis
ASI
Nifas
Hormon
Lokia
Kelainan
Genitourinari
Kardiovaskular
Etiologi Faktor risiko Patomekanisme
Step 5
STEP 7
Perubahan-perubahan Endokrin:
A. Steroid
Dengan ekspulsi plasenta, kadar steroid akan turun mendadak dan
waktu paruh dapat terukur beberapa menit atau jam. Akibat produksi
kontinu progesteron dalam kadar rendah oleh korpus luteum, maka
kadarnya dalam darah tidak segera mencapai kadar basal pranatal,
seperti halnya estradiol. Progesteron plasma menurun mencapai kadar
fase luteal dalam 24 jam setelah persalinan, namun baru mencapai
kadar folikular setelah beberapa hari. Pengangkatan korpus luteum
berakibat penurunan mencapai kadar fase folikular dalam 24 jam.
Estradiol mencapai kadar fase folikular dalam 1-3 hari setelah
persalinan.1
B. Hormon-hormon Hipofisis
Kelenjar hipofisis yang mengalami pembesaran selama kehamilan
terutama akibat peningkatan laktotrof, tidak akan mengecil sampai
selesai menyusui. Sekresi FSH dan LH terus ditekan pada minggu-
minggu pertama nifas, dan stimulus dengan bolus GnRH
menyebabkan pelepasan FSH dan LH subnormal. Dalam minggu-
minggu berikutnya, kepekaan terhadap GnRH kembali pulih dan
banyak wanita memperlihatkan kadar LH, dan FSH serum fase
folikular pada minggu ketiga atau keempat postpartum.1
C. Prolaktin
Prolaktin (PRL) serum yang meningkat selama kehamilan akan
menurun pada saat persalinan dimulai dan kemudian memperlihatkan
pola sekresi yang bervariasi tergantung apakah ibu menyusui atau
tidak. Persalinan dikaitkan dengan suatu lonjakan PRL yang diikuti
suatu penurunan cepat kadar serum dalam 7-14 hari pada ibu-ibu yang
tidak menyusui.1
Pada wanita yang tidak menyusui, kembalinya fungsi dan ovulasi
siklik normal dapat diharapkan sesegera timbul pada bulan kedua
postpartum, di mana ovulasi pertama rata-rata terjadi 9-10 minggu
postpartum. Pada wanita menyusui, PRL biasanya, menyebabkan
anovulasi yang menetap. Lonjakan PRL dipercaya bekerja pada
hipotalamus untuk menekan sekresi GnRH. Pemberian GnRH
eksogen pada saat ini menginduksi respons normal dari hipofisis, dan
terkadang ovulasi dapat timbul spontan bahkan pada masa laktasi.
Waktu rata-rata terjadinya ovulasi pada wanita yang menyusui
sedikitnya 3 bulan adalah sekitar 17 minggu. Persentase wanita tak
menyusui kembali mengalami menstruasi rneningkat linear hingga
minggu ke-12, pada saat ini 70% -nya sudah akan kembali mengalami
menstruasi. Sangat berbeda pada wanita menyusui, di mana
peningkatan linear ini jauh lebih landai dan 70% wanita menyusui
baru akan kembali mengalami menstruasi setelah sekitar 36 minggu.1
D. Laktasi
Organ Reproduksi
b. Uterus
Pembuluh darah
Terdapatnya peningkatan aliran darah uterus massif yang
penting untuk mempertahankan kehamilan, dimungkinkan oleh
adanya hipertrofi dan remodeling signifikan yang telah terjadi pada
pembuluh darah pelvis. Setelah pelahiran, diameternya berkurang
kira-kira ke ukuran sebelum kehamilan. Pada uterus puerperal,
pembuluh darah yang membesar menjadi tertutup oleh perubahan
hialin, secara perlahan terabsorbsi kembali, kemudian digantikan oleh
yang lebih kecil. Akan tetapi sedikit sisa-sisa dari pembuluh darah
yang lebih besar tersebut tetap bertahan selama beberapa tahun. 2
Segmen serviks dan uterus bagian bawah
Selama persalinan, batas serviks bagian luar, yang
berhubungan dengan ostium externum, biasanya mengalami laserasi,
terutama dilateral. Pembukaan serviks berkontraksi secara perlahan
dan selama beberapa hari setelah persalinan masih sebesar dua jari.
Diakhir minggu pertama, pembukaan ini menyempit, serviks menebal
dan kanalis endoservikal kembali terbentuk. Ostium externum tidak
dapat kembali sempurna ke keadaan sebelum hamil. Bagian tersebut
tetap lebar, dan secara khas, cekungan dikedua sisi pada tempat
laserasi menjadi permanen. Perubahan-perubahan ini merupakan
karakteristik serviks para. Segmen uterus bagian bawah yang menipis
secara nyata mengalami kontraksi dan retraksi, namun tidak sekuat
pada corpus uteri. Selama beberapa minggu berikutnya, segmen
bawah yang sebelumnya secara jelas merupakan substruktur tersendiri
yang cukup besar untuk mengakomodasi kepala bayi, berubah
menjadi isthmus uteri yang hamper tidak terlihat yang terletak
diantara corpus dan ostium internum. 2
Involusi Uterus
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang
berkontraksi tersebut terletak sedikit di bawah umbilicus. Bagian
tersebut sebagian besar terdiri dari myometrium yang ditutupi oleh
serosa dan dilapisi oleh desidua basalis. Dinding posterior dan
anterior, dalam jarak yang terdekat, masing-masing tebalnya 4 sampai
5 cm. segera setelah pascapartum,berat uterus menjadi kira-kira 1.000
g. karena pembuluh darah ditekan oleh myometrium yang
berkontraksi, maka uterus pada bagian tersebut tampak iskemik
dibandingkan dengan uterus hamil yang hiperemis berwarna ungu-
kemerahan. 2
Selama nifas, tour de force destruksi dan dekontruksi yang
sungguh luar biasa dimulai. Dua hari setelah pelahiran, uterus mulai
berinvolusi, dan pada minggu pertama, beratnya sekitar 500 g. pada
minggu ke dua, beratnya sekitar 300 g dan telah turun dan masuk ke
pelvis sejati. Sekitar 4 minggu setelah pelahiran, uterus kembali ke
ukuran sebelum hamil yaitu 100 g atau kurang. 2
Lokia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua
menyebabkan timbulnya duh vagina dalam jumlah yang beragam.
Duh tersebut dinamakan lokia dan terdiri atas eritrosit, potongan
jaringan desidua, sel epitel, dan bakteri. Pada beberapa hari pertama
setelah pelahiran, duh tersebut berwarna merah karena adanya darah
dalam jumlah cukup banyak-lokia rubra. Setelah 3 atau 4 hari, lokia
menjadi semakin pucat- lokia serosa. Setelah kira-kira pada hari ke-
10, karena campuran leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia
berwarna putih atau putih kekuningan-lokia alba. Lokia bertahan
selama 4 sampai 8 minggu setelah pelahiran. 2
Saluran kemih
Trauma kandung kemih sangat berhubungan erat dengan
lamanya persalinan pada tahap tertentu merupakan akibat normal dari
pelahiran pervaginal. Pascapartum, kandung kemih mengalami
peningkatan kapasitas dan relative tidak sensitive terhadap tekanan
intravesika. Jadi, overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna, dan
residu urin yang berlebihan biasa terjadi. 2
Peritoneum dan Abdomen
Mastitis
Mastitis adalah infeksi pada jaringan payudara yang
menyebabkan nyeri, pembengkakan dan kemerahan pada payudara dan
sering terjadi pada hari ke-10 dan hari ke-28, biasanya gejalanya disertai
dengan demam dan menggigil. Mastitis paling sering menyerang wanita
yang sedang menyusui, disebut juga dengan masitits laktasi. Namun,
terkadang mastitis juga menyerang perempuan yang sedang tidak
menyusui. Pada kebanyakan kasus, mastitis laktasi menyerang pada tiga
bulan pertama setelah melahirkan (postpartum), tetapi dapat juga terjadi
selama menyusui. Tapi seorang ibu masih bisa terus menyusui bayinya
saat mastitis.5
A. Jenis-Jenis Mastitis
Ada 4 jenis mastitis yaitu mastitis puerparalis epidemic, mastitis
maninfeksosa, mastitis subklinis. Mastitis infeksiosa. Ke empat jenis ini
muncul dalam kondisi yang juga berbeda. Diantaranya adalah sebagai
berikut 3,5:
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul bila
pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang
tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi di
rumah sakit, dari infeksi silang atau bekesinambungan strain
resisten.
2. Mastitis Moninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa bila ASI tidak keluar dari
sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI
melambat dan aliran terhenti, namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan
selesai dalam 2 – 3 minggu. Untuk sementara waktu,
akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebuah kondisi yang
disebut mastitis subklinis. Dapat disertai dengan pengeluaran
ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat
berkurang sampai sampai di bawah 400 ml/hari
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi bila siasis ASI tidak sembuh
dan proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respons –
respons inflamasi. Secara formal ASI segar bukan merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
B. Tanda Gejala Mastitis
Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan terasa nyeri,
terasa keras saat diraba dan tampak memerah. Permukaan kulit dari
payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah. Badan
demam seperti terserang flu. Namun bila karena sumbatan tanpa infeksi,
biasanya badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga
tidak teraba bagian yang keras dan nyeri, serta merah.5
Tanda-tanda dan gejala mastitis dapat muncul tiba-tiba dan bisa
mencakup4,5:
1. Payudara hangat bila disentuh,
2. Perasaan sakit,
3. Pembengkakan payudara,
4. Nyeri atau rasa panas terus menerus atau saat menyusui,
5. Kulit kemerahan,
6. Demam dengan suhu 38,3° C atau lebih.
Mastitis walaupun biasanya terjadi dalam beberapa minggu
pertama menyusui, hal ini bisa terjadi setiap saat selama menyusui.
Mastitis cenderung hanya menyerang satu payudara bukan kedua
payudara.5
C. Etiologi Mastitis
Pada umumnya yang dianggap porte d’entre’e dari kuman
penyebab adalah putting susu yang luka atau lecet dan kuman
perkontinuitatum menjalar ke duktus-duktus dan sinus. Sebagian
beasr yang ditemukan pada pembiakan pus ialah stavilokokus aureus.
Penyebab mastitis diantaranya :5
1. Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat
2. Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman
3. BH yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
4. Ibu yang diet jelek, kurang istirahat, dan anemi akan mudah
terkena infeksi.
D. Patifisiologi
Jaringan mammae
menjadi tegang
Lubang duktus
laktiferus lebih
terbuka Terbukanya
port de entry
Bakteri masuk
MASTITIS
Reaksi imun
Kurang
pengetahuan
Gangguan Nyeri akut
citra
tubuh Resiko
Ansietas tinggi
infeksi
E. Gejala Klinis
Tingkat penykit ini ada dua yakni tingkat awal peradangan dan
tingkat abses. Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya
merasa nyeri setempat, taraf ini cukup memberikan support mamae itu
dengan kain tiga segi, supaya tidak menggantung dan memberikan rasa
nyeri, dan di samping itu memberi antibiotika. Dalam hal ini antibiotik
dapat dikemukakan bahwa kuman dari abses yang di biakkan dan di
periksa resistensinya terhadap antibiotik,ternyata banyak yang resistensi
terhadap penisilin dan stertomisin.5
Dari tingkat radang ke abses berlangsung sangat cepat karena oleh
radang duktulus-duktulus menjadi edemetus,air susu yang terbendung
akan bercampur dengan nanah. Gejala abses ini menimbulkan nyeri
bertambah heba dipayudara, kulit diatas abses mengkilat dan suhu
tinggi(39-400c). 5
F. Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu
nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen.
Namuan World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:3,4,5
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik
dalam 2 hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting
harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak
menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang
terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.5
G. Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan
adalah pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan
diberi antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat
dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi
antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air
susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada abses
maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah
dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus,
sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus tersebut.3,4,5
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah3,4,5:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa
sakit dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan
pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus
diyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan,
bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya
dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya. Klien
membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan
membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam
H. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan
sebagai berikut 3,5
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka pada puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya mastitis, yaitu:4,5
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
Menyusui dengan posisi yang benar;
Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis
ASI antara lain:
Penggunaan dot;
Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siapuntuk menghisap payudara yang lain;
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara
yangpenuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:4,5
Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada
punting susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan
pemerasan ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis
ASIIbu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:4,5
Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan
menyusui.
Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang
terkena, berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut
setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI
mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu
merasa lebih baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain4,5
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan
ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
Nyeri/puting pecah-pecah
Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya
tidak cukup
Pengenalan makanan lain secara dini
Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh
dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini,
diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting
untuk mengurangi infeksi rumah sakit.4
Endometritis
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
1. Endometritis akut
Gejalanya :
· Demam.
· Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar
flour yang purulent.
· Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
· Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak
nyeri.
Terapi :
· Uterotonika.
· Istirahat, letak fowler.
· Antibiotika.
2. Endometritis kronika
1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus
TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-
tengah endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus
terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun
endometrium.
Gejalanya :
D. Gambaran Klinis
· Distensi abdomen.
· Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung
darah seropurulen.
· Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
· Jumlah sel darah putih meningkat.
E. Patofisiologi
· Wound infection.
· Peritonitis.
· Adnexal infection.
· Parametrial phlegmon.
· Abses pelvis.
· Septic pelvic thrombophlebitis.
G. Penatalaksanaan
Subinvolusi Uteri
Faktor resiko:
a. Tertinggalnya sisa plasenta di dalam rongga uterus
b. Endometritis
c. Mioma uteri
d. Terdapat bekuan darah yang tidak keluar
e. Parietas
f. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga
proses involusi uterus tidak berjalan dengan normal atau
terhambat
g. Terjadi infeksi pada endometrium
h. Inflamasi
Patofisiologi
Gambar 1.5 Patofisiologi subinvolusi uteri.4
Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
Pada saat dilakukan anamnesa ibu mengeluhkan adanya darah
yang keluar dari vagina berbau menyengat dalam beberapa
hari post partum atau lebih dari dua minggu post partum,
pasien mengeluhkan adanya demam.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan bimanual uterus menjadi lebih besar dan
konsistensi lunak daripada normalnya.
Pemeriksaan fisik khusus :
Uterus
fundus uteri lebih besar posisi dan konsistensi dari
normalnya
Perineum
Perineum diobservasi untuk melihat apakah ada tanda
infeksi dan luka jahitan
Vulva
Vulva dilihat apakat terdapat edema atau tidak
Payudara
Dilihat kondisi areola, konsistensi, dan kolostrum.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk
mengindentifikasi tekan fragmen yang tertahan di dalam
uterus.
Penatalaksanaan
Terapi subinvolusi adalah dengan pemberian ergometrin 0,2
mg setiap 3-4 jam selama tiga hari. Pada subinvolusi karena
tertinggalnya sisa plasenta, perlu dilakukan kerokan rongga Rahim
kuretase. Antibiotik spektrum luas contohnya paracetamol 500 mg
dapat diminum 3 kali sehari bisa ditambahkan jika uterus nyeri tekan
selama 2 minggu. Beberapa praktkisi merekomendasikan terapi awal
dengan antibiotik, dengan pertimbangan ternyata infeksi merupakan
faktor yang sering ditemukan pada involusi yang terlambat. 3,4
Vaginitis
Etiologi 6
penyebab vaginitis :
1.Vulvovaginitis pada anak
2.Sering disebabkan oleh gonorrhea atau corpus allienum.
3.Kolpitis senilis
4.Disebabkan karena ovaria berhenti berfungsi.
5.Kolpitis pada masa reproduktif
Masturbasi
Corpus allienum : pessaerium, obat atau alat kontrasepsi kapas
Rangsang themis seperti berenang dalam air dingin.
Klasifikasi6
Patofisiologi6,7 :
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah, maka organisme
yang berpotensipatogen, yang merupakan bagian flora normal, misalnya
C. albicans pada kasus infeksimonolia serta G. vaginalis dan bakteri anaerob
pada kasus vaginitis non spesifik berproliferasi sampai suatu konsentrasi
yang berhubungan dengan gejala. Pada mekanismelainnya, organisme
ditularkan melalui hubungan seksual dan bukan merupakan bagian
floranormal seperti Trichomonas vaginalis dan Nisseria gonorrhoea dapat
menimbulkan gejala .Gejala yang timbul bila hospes meningkatkan respon
peradangan terhadap organisme yangmenginfeksi dengan menarik leukosit
serta melepaskan prostaglandin dan komponen responperadangan
lainnya.Gejala ketidaknyamanan dan pruritus vagina berasal dari respon
peradanganvagina lokal terhadap infeksi T. vaginalis atau C. albicans.
Organisme tertentu yang menarikleukosit, termasuk T. vaginalis,
menghasilkan secret purulen. Diantara wanita denganvaginitis non spesifik.
Baunya disebabkan oleh terdapatnya amina dibentuk sebagai
hasilmetabolisme bakteri anaerob. Histamin dapat menimbulkan
ketidaknyamanan oleh efekvasodilatasi local. Produk lainnya dapat merusak
sel-sel epitel dengan cara sama denganinfeksi lainnya.
Manifestasi klinis6
Vaginitis :
1) leukorea yang kadangkadang berbau (anyir).
2) Perasaan panas/ pedih pada vagina.
3) Perasaan gatal pada vulva.
Menurut Sinklair & Webb (1992), tanda dan gejala vaginitis6,7 :
Akut
1. Pruritus.
2. Panas.
3. Eritema.
4. Edema..
5. Perdarahan.
6. Nyeri (mungkin sangat, menyebabkan tidak mampu berjalan, duduk
dan retensi urine).
7. Ulserasi dan vesikel.
Kronik
1. Inflamasi hebat dengan edema minimal.
2. Pruritus hebat ekskoriasi infeksi sekunder.
3. Daerah yang terserang : monpubis, perineum, paha yang berdekatan,
anus, sekitarpaha.
4. Lesi ulseratif disebabkan : granuloma, karsinoma, melanoma.
5. Hasil akhir mungkin berupa ekstruksi vulva
Pencegahan
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang
dandapat meredakan beberapa gejala:
1. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar
daerah genital Andasetelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik
untuk mencegah iritasi. Jangangunakan sabun wangi atau kasar,
seperti yang dengan deodoran atau antibakteri.
2. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
3. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari
penyebaran bakteridari tinja ke vagina.Hal-hal lain yang dapat
membantu mencegah vaginitis meliputi:
Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan
pembersihan lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche
mengganggu organisme normal yang berada divagina dan dapat
benar-benar meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak
menghilangkan sebuah infeksi vagina.
Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penegakan Diagnosa.
Keluhan Utama:
Nyeri
Luka
Perubahan fungsi seksual
Riwayat Penyakit.
menderita infeksi alat kelamin.
Dahulu Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan
reproduksi
Pemeriksaan fisika. Pemeriksaan Bagian Luar6,7:
Inspeksi
Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan.Kulit dan ar
ea pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria.Labia mayora
, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan ulkus,keluaran
dan nodul.
Palpasi6:
Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,· Serviks: posisi, ukuran, kons
istensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan· Uterus: ukuran, bentuk, konsi
stensi dan mobilitas· Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan n
yeri tekan
Tatalaksana6 :
Servitis
Jenis-jenis :
1. Servisitis spesifik
Servisitis spesifik merupakan radang pada serviks yang di sebabkan
oleh kuman yang tergolong penyakit akibat hubungan seksual,
beberapa kuman pathogen tersebut antara lain, Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealytikum, Trichomonas vaginalis,
Spesies Candida, Neisseria gonorrhoeae, herpes 14 simpleks II
(genitalis), dan salah satu tipe HPV, di antara pathogen tersebut
Clamydia trachomatis adalah yang tersering dan merupakan penyebab
pada hamper 40% kasus servisitis yang di temukan di klinik menular
seksual sehingga jauh lebih sering dari pada gonorrhea. Infeksi servik
oleh Herpes perlu di perhatikan karena organism ini dapat di tularkan
pada bayi saat persalinan melalui jalan lahir yang kadang-kadang
menyebabkan infeksi Herpes sistematik serius yang mungkin fatal.7
Etiologi:
Patofisiologi
Manifestasi Klinis7
Diagnosis
3) Pada servisitis kronik kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah
selaput lender yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh
ovulonobothi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran
keluarga tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau kerena peradangan.
b. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.
c. Pap smear
d. Biakan clamydia
e. Biopsy
Tatalaksana7: