BAB II Agd
BAB II Agd
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang
yang dilakukan, dimana hal ini merupakan salah satu tindakan yang bertujuan untuk
pemantauan terhadap sistem respirasi status asam basa tubuh pasien, yaitu pertukaran gas
antara udara dari paru serta antara darah dan jaringan (Depkes, 2006).
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, jadi dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk menilai
pengobatan (Muhiman, 2005). Diagnosa tidak dapat ditegakkan hanya dari penilaian
analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Walaupun
demikian pemeriksaan Blood Gas Analisis (BGA) ini bisa dijadikan sebagai salah satu
tolak ukur pasien-pasien kritis di ICU/ICCU masih tetap bisa dipertahankan sampai
dengan stabil kondisinya atau prognosa buruk.
Untuk itu dibutuhkan keterampilan seorang perawat dalam pengambilan darah
arteri karena hal tersebut sangat menentukan sekali terhadap akurasi hasil, dan sekaligus
menentukan dampak komplikasi yang ditimbulkan. Sehubungan dengan hal tersebut
maka penyusun akan membahas tentang pemeriksaan Analisa Gas Darah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analisis gas darah?
2. Apa tujuan dan manfaat pemeriksaan analisis gas darah?
3. Apa saja komponen yang diperiksa dalam analisa gas darah?
4. Bagaimana lokasi yang tepat untuk pengambilan darah arteri?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan analisis gas darah?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemeriksaan analisis gas darah?
7. Apa saja persiapan alat dan prosedur kerja pemeriksaan analisis gas darah?
1
8. Bagaimana prosedur kerja analisis gas darah?
9. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari pemeriksaan analisis das darah?
10. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemerksaan analisis gas darah?
11. Bagaimana cara menganalisis hasil pemeriksaan analisis gas darah?
12. Apa yang dimaksud asam basa?
13. Bagaimana regulasi asam basa?
14. Apa saja masalah gangguan asam basa?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis gas darah?
2. Mengetahui tujuan dan manfaat pemeriksaan analisis gas darah?
3. Mengetahui komponen yang diperiksa dalam analisa gas darah?
4. Mengetahui lokasi yang tepat untuk pengambilan darah arteri?
5. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan analisis gas darah?
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pemeriksaan analisis gas darah?
7. Mengetahui persiapan alat dan prosedur kerja untuk pemeriksaan analisis gas darah?
8. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari pemeriksaan analisis das darah?
9. Mengetahui yang perlu diperhatikan dalam pemerksaan analisis gas darah?
10. Mengetahui cara menganalisis hasil pemeriksaan analisis gas darah?
11. Mengetahui apa yang dimaksud asam basa?
12. Mengetahui regulasi asam basa?
13. Mengetahui gangguan asam basa?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kondisi lain yang dapat mempengaruhi paru-paru, dan sebagai pengelolaan pasien untuk
terapi oksigen (terapi pernapasan). Selain itu, komponen asam-basa dari uji tes dapat
memberikan informasi tentang fungsi ginjal. Adapun tujuan lain dari dilakukannya
pemeriksaan analisa gas darah, yaitu :
1. Menilai fungsi respirasi (ventilasi)
2. Menilai kapasitas oksigenasi
3. Menilai keseimbangan asam-basa
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
7. Memperoleh darah arterial untuk analisa gas darah atau test diagnostik yang lain.
Adapun manfaat pada pemeriksaan analisa gas darah yaitu untuk menegakkan
diagnosis, menentukan terapi, maupun untuk mengikuti perjalanan penyakit setelah
mendapat terapi, serta mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik dalam tubuh.
4
3. PaO2
PaO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh oksigen yang terlarut dalam darah. PaO2
akan memberikan petunjuk cukup tidaknya oksigenisasi darah arteri
4. Base Ekses (BE)
Menggambarkan secara langsung kelebihan basa kuat/kekurangan asam tetap atau
kekurangan basa/kelebihan asam. Bila nilai positif menunjukkan kelebihan basa dan
bila nilai negatif menunjukkan kelebihan asam
5. TCO2
Total CO2 yang terdapat dalam plasma, yang meliputi asam karbonat, bikarbonat dan
senyawa karbamino. TCO2 dapat digunakan sebagai petunjuk klinik gangguan
keseimbangan asam untuk memperkirakan kelebihan atau kekurangan basa karena
perbandingan bikarbonat dan asm bikarbonat 20 : 1
6. Saturasi O2
Derajat kejenuhan Hb dengan oksigen. Saturasi O2 sangat membantu untuk
menghitung kandungan oksigen dalam darah.
5
Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital fossa, terselip diantara
otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga mudah dipalpasi dan ditusuk. Sirkulasi
kolateral cukup, tetapi tidak sebanyak RA. Adapun kesulitannya antara lain :
Ukuran arteri besar sehingga mudah untuk dipalpasi dan ditusuk.
Sirkulasi koleteral cukup, tidak sebanyak RA.
Letak arteri lebih dalam dekat dengan basilic vena dan syaraf median
Hematom mungkin terjadi
3. Arteri Dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa
digunakan.
4. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil.
Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri. Selain itu arteri
femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama yang
memperdarahi ekstremitas bawah.
6
F. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah
1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin & Hippe, 2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk
dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi thrombosis
dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa.
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan denganantikoagulan
dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.
7
tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi
darah.
H. Persiapan Alat
1. Spuit 2 ml atau 3 ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor
20 atau 21 untuk dewasa
2. Heparin
3. Yodium-pov
4. Penutup jarum (gabus atau karet)
5. Kasa steril
6. Kapas alcohol
7. Plester dan gunting
8. Pengalas
9. Handuk
10. Sarung tangan sekali
11. Obat anestesi lokal jika dibutuhka
12. Wadah berisi es
13. Kertas label untuk nama
14. Thermometer
15. Bengkok.
I. Prosedur Kerja
1. Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD.
2. Cek alat-alat yang akan digunakan.
3. Cuci tangan.
4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya.
5. Perkenalkan nama perawat.
6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien.
7. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan.
8. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
9. Tanyakan keluhan klien saat ini.
8
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12. Posisikan klien dengan nyaman
13. Pakai sarung tangan sekali pakai
14. Lakukan pengkajian melalui metode tes Allen.
Cara allen’s test :
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada
arteri radialisdan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan
pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan t etap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
15. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
16. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
17. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap
dengan kapas alkohol.
18. Berikan anestesi lokal jika perlu.
19. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan
spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
20. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45° sambil menstabilkan
arteri klien dengan tangan yang lain
21. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak
bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena). Ambil darah 1 sampai 2 ml.
22. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
23. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
24. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
25. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
26. Ukur suhu dan pernafasan klien.
27. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang
digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
9
28. Kirim segera darah ke laboratorium
29. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untu
klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
30. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
31. Cuci tangan
32. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
33. Berikan reinforcement positif pada klien
34. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
35. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
36. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari
sebelah mana darah diambil dan respon klien.
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pengambilan darah arteri BGA yang tidak
memperhatikan prosedur antara lain yaitu:
1. apabila jarum sampai menembus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
2. perdarahan
3. cidera syaraf
4. spasme arteri
5. gangguan sirkulasi pada ekstremitas
6. hematoma
7. risiko emboli otak
8. oklusi arteri juga merupakan salah satu komplikasi yang bisa membahayakan pasien
pasca pengambilan darah arteri.
10
Bila perlu pengulangan pemeriksaan analisa gas darah dokter akan memasang “arteri
line”
L. Cara Menganalisa Hasil Analisa Gas Darah
1. Lihat Ph
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH
darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg.
Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L.
Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2
asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut
asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka
kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik
alkalosis.
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah
dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu
sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan
HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis
respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya
kompensasi dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka
menunjukkan terjadinya hipoksemia. Untuk memudahkan mengingat mana yang
searah dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan
akronim ROME :
11
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis)
dan sebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan
sebaliknya.
12
Pengeluaran CO2 oleh paru
Pembentukan asam dalam jumlah besar oleh sel-sel lambung
13
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga
menyebabkan eliminasi karbondioksida yang lebih besar (untuk mengurangi
kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan,
dan menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan beban asam).
c. Sistem Renal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler, ginjal mampu
meregenerasi ion-ion bikarbonat dan juga mereabsorbsi ion-ion ini dari sel-sel tubulus
ginjal. Dalam keadaan asidosis respiratorik, dan kebanyakan kasus asidosis
metabolik, ginjal mengeksresikan ion-ion hidrogen dan menyimpan ion-ion
bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan
alkalosis metabolik dan respiratorik, ginjal mempertahankan ion-ion bikarbonat untuk
membantu mempertahankan keseimbangan. Ginjal jelas tidak dapat mengkompensasi
asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal. Kompensasi ginjal untuk
ketidakseimbangan secara relatif lambat (dalam beberapa jam atau hari).
Dalam cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler terdapat beberapa kombinasi
kimiawi yang bertindak sebagai penyangga terhadap perubahan kadar H+ yang
mendadak. Substansi–substansi ini akan mempertahankan cairan tubuh dalam
keadaan pH relatif konstan. Sistem penyangga selalu terdiri dari 2 bagian, yaitu asam
lemah (donor H+) dan garam dari asam tersebut. Jadi bila asam kuat ditambahkan ke
dalam larutan, proton bebas (H+) akan bergabung dengan penerima proton (basa)
untuk membentuk asam lemah. Demikian pula bila basa kuat (OH) ditambahkan ke
dalam larutan, akan menarik H+ dari asam lemah membentuk H2O, sehingga
mengurangi perubahan kadar H+ .
14
jalan nafas. Dalam bentuk kronis penyebabnya adalah emfisema obstruktif, asma,
bronchitis, penekanan pusat pernafasan, gangguan otot-otot pernafasan.
Pada keadaan-keadaan ini paru-paru menahan CO2 sehingga rasio 1:20
dilampaui. Pada taraf permulaan kadar bikarbonat masih normal. Tapi akibat
peningkatan CO2 kadar asam bikarbonat naik sehingga rasionya 2:20. Mekanisme
kompensasi dilakukan oleh tubuh. Ginjal menahan natrium dan bikarbonat,
mengeluarkan klorida, ion hydrogen, dan anion lainnya, sehingga urin menjadi lebih
asam. Hasilnya adalah peningkatan kadar bikarbonat yang akan membantu
mempertahankan ph normal. Pengobatan harus dilakukan demikian pula usaha
memperbaiki ventilasi, sebelum timbul hipoksia yang akan memperburuk keadaan.
Pada kegawatan nafas akut, jalan nafas harus dijaga dan ventilasi mekanis
dilakukan sampai PCO2 kembali ke nilai normal. Cairan pun harus diberikan dalam
bentuk larutan laktat. Ion laktat akan diubah di dalam hati menjadi bikarbonat,
sehimgga meningkatkan kadar bikarbonat dalam serum. Sebagai ringkasan dapat
dilihat bahwa : hipoventilasi menyebabkan CO2 terkumpul, maka kadar H2CO3 naik,
selanjutunya kadar H+ naik dan terjadilah asidosis respiratorik.
2. Alkalosis respiratorik (defisit asam karbonat)
PH naik PCO2 turun. Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah
menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar
karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Keadaan ini berhubungan dengan
menurunnya kadar CO2 + H2CO3 dalam plasma, dan meningkatnya pH akibat
peningkatan ventilasi alveolar. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada:
Hiperventilasi emosional
Ensefalitis
Keracunan salisilat
Gangguan pusat pernafasan
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah :
rasa nyeri
sirosis hati
kadar oksigen darah yang rendah
demam
15
overdosis aspirin
Alkalosis respiratorik yang berat dapat timbul pada tetani disertai aritmia jantung,
karena kurangnya ion kalsium atau keracunan digitalis. Pada keadaan ini paru
menegluarkan CO2 demikian banyak sehingga kadar asam karbonat berkurang.
Mekanisme kompensasi pada tahap awal dilakukan oleh ginjal dengan mengeluarkan
bikarbonat NA+ dan K+, sehingga urin menjadi basa, sedangkan H+ dan anion-anion
ditahan. Bila penderita dalam respirator, keseimbangan asam basa dapat diperbaiki.
Karena K+ dikeluarkan melalui urin, maka diperlukan pemberian cairan yang
mengandung K+, sedangkan CI- diperlukan untuk mengganti kedudukan HCO3
3. Asidosis metabolik (defisit bikarbonat)
PH turun HCO3 turun. Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang
berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui system penyangga pH, darah akan benar-benar
menjadi asam. Yang terjadi adalah perbandingan bikarbonat terhadap asam
bikarbonat menjadi berkurang. Kompensasi tubuh dilakukan dengan mengeluarkan
CO2 melalui paru dan ginjal, menahan bikarbonat dengan mengeluarkan H+ dan
anion-anion lain. Pengobatan harus ditujukan untuk menghilangkan penyebab
meningkatnya produk metabolit asam, memperbaiki fungsi ginjal dengan hidrasi yang
baik, dan mengganti bikarbonat dengan natrium atau KHCO3. Apabila kadar laktat
dalam darah tidak naik, larutan yang mengandung laktat dapat diberikan, karena ion
laktat di dalam hati akan diubah menjadi bikarbonat. Penyebab utama dari asidosis
metabolic :
Gagal ginjal
Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
Ketoasidosis diabetikum
Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.
16
4. Alkalosis metabolik (peningkatan bikarbonat)
PH naik HCO3 naik. Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah
dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Hal ini terjadi bila asam kuat
keluar dari dalam tubuh. Misalnya pada keadaan muntah – muntah banyak HCL yang
keluar. Karena H+ dan CI- banyak keluar, natrium bebas akan mengikat HCO3 yang
akan bertambah jumlahnya bila asam karbonat berkurang. Untuk mengurangi
peningkatan kadar bikarbonat, pernafasan akan ditekan sehingga asam karbonat
ditahan, sedangkan bikarbonat Na+, dan K+ dikeluarkan.
Penyebab alkalosis metabolic yang paling sering pada penderita jantung adalah
pemberian diuretik golongan air raksa. Berkurangnya K+ dalam sel oleh berbagai
sebab akan menyebabkan alkalosis, melalui peningkatan bikarbonat dan penurunan
klorida di dalam serum. Pemberian Na bikarbonat atau Na laktat dalam dosis besar
dapat menyebabkan alkalosis. Ini bukan disebabkan karena bertambahnya natrium,
karena Na+ bukan penerima proton sehingga tidak mengganggu kadar H+. Tetapi
akibat meningkatnya kadar bikarbonat, yang selanjutnya akan mengurangi kadar
H+ dengan membentuk lebih banyak asam karbonat, yang kemudian dikeluarkan
sebagai CO2 dan HO2.
Pengobatan alkalosis harus termasuk usaha untuk mencegah berlanjutnya
pengeluaran asam bersamaan dengan penggantian anion-anion dan K+ . Sebaiknya
diberikan NaCl dan KCI untuk menanggulangi kekurangan kalium dan mengganti ion
bikarbonat dengan CI.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ada dapat disimpilkan bahwa, Pemeriksaan Analisa Gas
Darah (Astrup) adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang ditujukan
ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam basa (Ph),
jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah pasien.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam
menghantarkan oksigen kedalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dalam
darah. Analisa gas darah meliputi PO2, Ph, HCO3, dan seturasi O2. Analisa Gas Darah (
AGD ) atau sering disebut Blood Gas Analisa (BGA) merupakan pemeriksaan penting
untuk penderita sakit kritis yang bertujuan untuk mengetahui atau mengevaluasi
pertukaran Oksigen (O2),Karbondiosida ( CO2) dan status asam-basa dalam darah arteri.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan tentang analisa gas darah.
18