Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas
Disusun oleh:
1. Widya Annisahaqmi Mahdaly (173313010011)
2. Christine (173313010031)
A. Latar Belakang
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan
angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,
mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah
daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong,
penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya tejangkau oleh daya beli
masyarakat (pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan).
Tujuan penyelenggaraan transportasi yang demikian ideal nyatanya sangat sulit untuk
dilaksanakan di negara berkembang seperti Indonesia. Hampir semua kota-kota di
Indonesia memiliki problem lalulintas yang sama, bukan hanya berkaitan dengan
kemacetan lalulintas, polusi udara dan suara, tetapi kurangnya kesadaran masyarakat dan
aparat berwenang untuk memperhatikan faktor– faktor keselamatan, yang seharusnya
adalah merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
transportasi.
2
BAB II
ISI
Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah
kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia,
perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang
cenderung semakin meningkat.
Jumlah kecelakan lalu lintas dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan (14-15% per tahun)
dengan pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4% per tahun.
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga
sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian.
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan melibatkan kendaraan atau pemakai
jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
Kecelakaan lalu lintas dibagi atas “A motor-vehicle traffic accident” dan “Non
motor-vehicle traffic accident”, “A motor-vehicle traffic accident” adalah setiap
kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya. “Non motor-vehicle traffic accident”,
adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk
transportasi atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan
bermotor.
Sekitar 3,5 juta jiwa manusia di dunia terenggut tiap tahunnya akibat kecelakaan dan
kekerasan. Sebanyak 2 juta diantaranya adalah kecelakaan di jalan raya. Di Indonesia
jumlah kecelakaan ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1988 menurut catatan
Jasa Raharja, korban yang meninggal, cacat dan luka sekitar 36.000 jiwa. Tahun 1992
3
menjadi 40.500 jiwa korban KLL dan lebih 100 kejadian perhari. Jumlah ini tentu belum
termasuk yang belum tearpantau oleh Jasa Raharja dan belum ada data nasional yang
pasti.
Perhatian dunia terhadap masalah kecelakaan ini cukup besar. Sekurang-kurangnya
WHO sendiri memberi perhatian khusus pada tahun 1993 dengan mengambil kecelakaan
sebagai tema peringatan Hari Kesehatan.
Berbagai faktor telibat dalam KLL, mulai dari manusia sampai sarana jalan yang
tersedia. Secara garis besar ada lima faktor yang berkaitan dengan peristiwa KLL, yaitu
faktor-faktor pengemudi, penumpang, pemakai jalan, kendaraan, dan fasilitas jalanan.
Ditemukan kontribusi masing-masing faktor: manusia/pengemudi 75%, 5% faktor
kendaraan, 5% kondisi jalan, 1% kondisi lingkungan, dan faktor lainnya.
a. Faktor manusia
Faktor manusia meliputi pejalan kaki, penumpang sampai pengemudi. Faktor manusia
ini menyangkut masalah disiplin berlalu lintas
Faktor pengemudi
Faktor tersebut dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menentukan KLL.
Faktor pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75-80% terhadap KLL. Faktor
manusia yang berada di belakang kemudi ini memegang peranan penting. Karakteristik
pengemudi berkaitan erat dengan:
Keterampilan mengemudi
Gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)
Surat Izin Mengemudi (SIM): tidak semua pengemudi punya SIM. Jika ada
‘tilang’, maka tidak jarang alasan tilang berhubungan dengan ketidaklengkapan
administrasi, termasuk izin mengemudi.
4
Faktor penumpang
Misalnya jumlah muatan (baik penumpangnya maupun barangnya) yang berlebih.
Secara psikologis ada juga kemungkinan penumpang mengganggu pengemudi.
b. Faktor kendaraan
Jalan raya dipenuhi dengan berbagai jenis kendaraan, berupa:
Kendaraan tidak bermotor: sepeda, becak, gerobak, bendi/delman.
Kendaraan bermotor: sepeda motor, roda tiga/bemo, oplet, sedan, bus, truk
gandengan.
Di antara jenis kendaraan, KLL pLing sering terjadi pada kendaraan sepeda motor.
c. Faktor jalanan
Dilihat dari keadaan fisik jalanan, rambu-rambu jalanan.
Kebaikan jalan Antara lain dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas.
Sarana jalanan
Panjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan yang ada di jalan tersebut.
Di kota-kota besar tampak kemacetan terjadi di mana-mana, memancing
terjadinya kecelakaan. Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus memancing
pengemudi untuk ‘balap’, juga memancing kecelakaan.
Keadaan fisik jalanan: pengerjaan jalanan atau jalan yang kondisi fisiknya kurang
memadai, misalnya lubang-lubang dapat menjadi pemicu terjadi kecelakaan.
Keadaan jalan yang berkaitan dengan kemungkinan KLL berupa:
Struktur: datar/ mendaki/ menurun, lurus/ berkelok-kelok.
Kondisi: baik/ berlubang-lubang.
Luas: lorong, jalan tol.
5
Status: jalan desa, jalan provinsi/negara.
e. Faktor lainnya
Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti (antara lain oleh
Boediharto dan kawan-kawan) adalah:
Perilaku mengemudi: ngebut, tidak disiplin/melanggar rambu.
Kecakapan mengemudi: pengemudi baru/belum berpengalaman melalui
jalanan/rute.
Mengantuk pada waktu mengemudi.
Mabuk pada waktu mengemudi.
Umur pengemudi 20 tahun atau kurang.
Umur pengemudi 55 tahun atau lebih.
Kematian
Kecelakaan lalu lintas adalah hal yang serius untuk ditangani. Sebab, menurut
Menteri Perhubungan Hatta Rajasa, kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3
di Indonesia. Setiap tahunnya rata-rata 30.000 nyawa melayang di jalan raya. Dengan
angka setinggi itu, Indonesia duduk di peringkat ke-3 negara di ASEAN yang jumlah
kecelakaan lalu lintasnya paling tinggi. Ini angka yang luar biasa sehingga kecelakaan
bisa digolongkan sebagai pembunuh nomor 3 di Indonesia. (penyebab kematian nomor 1
dan 2 adalah penyakit jantung dan stroke).
6
mengalami kecacatan seumur hidup. Bila masalah kecelakaan di jalan tidak diperhatikan
dengan sungguh-sungguh, maka dikawatirkan pada tahun 2020 nanti, jumlah korban yang
meninggal atau mengalami kecacatan setiap harinya mencapai lebih dari 60% di seluruh
dunia. Sehingga kecelakaan di jalan menjadi penyebab utama kesakitan dan kecacatan.
Besarnya kematian akibat kecelakaan lalu lintas itu menjadikan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan Bank Dunia memberi perhatian pada masalah itu dengan
mengeluarkan laporan berjudul World Report on Road Traffic Injury Prevention. Untuk
pertama kalinya badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu memberi perhatian serius
pada masalah ini. Setiap hari setidaknya 3.000 orang meninggal akibat kecelakaan lalu
lintas. Dari jumlah itu setidaknya 85 persen terjadi di negara-negara dengan pendapatan
rendah dan sedang. Kecelakaan lalu lintas juga telah menjadi penyebab 90 persen cacat
seumur hidup.
Proyeksi yang dilakukan antara tahun 2000 dan 2020 menunjukkan kematian akibat
kecelakaan lalu lintas akan menurun 30 persen di negara-negara dengan pendapatan
tinggi, tetapi akan meningkat di negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Tanpa
adanya tindakan yang nyata, pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi
penyebab kecelakaan dan penyakit nomor 3 di dunia. Sebagai perbandingan, pada tahun
1990 kecelakaan lalu lintas masih berada pada nomor 9. Sekadar gambaran, mereka yang
terkena kecelakaan lalu lintas, mulai dari pejalan kaki, pengendara sepeda, sampai
pengendara sepeda motor, adalah yang paling banyak. Khusus di negara berkembang,
kecelakaan para pejalan kaki cukup tinggi.
Kerugian Ekonomi
Dampak kecelakaan lalu lintas selain kematian dan kecacatan adalah dampak
ekonomi. Pada skala mikro, kecelakaan lalu lintas sangat merugikan pihak korban.
Keuangan keluarga terguncang karena umumnya mereka yang terkena kecelakaan adalah
usia produktif, yaitu 15-44 tahun. Apalagi jika yang tertimpa adalah keluarga miskin.
Meski data biaya dan kerugian akibat kecelakaan minim di dapat, paling tidak studi
7
Transport Reserach Laboratory (TRL) yang digunakan WHO dan Bank Dunia sebagai
berikut cukup memberi gambaran kerugian akibat kecelakaan lalu lintas.
Untuk negara dengan pendapatan rendah, setidaknya satu persen gross national
product (GNP) hilang. Adapun untuk negara dengan penghasilan sedang, bisa menyerap
dua persen GNP. Riset ini dilakukan di 21 negara. Di kawasan Asia Tenggara saja, pada
tahun 2001 diperkirakan 354.000 orang meninggal akibat kecelakaan di jalan dan
diperkirakan 6,2 juta terpaksa dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan di jalan. Biaya
akibat kecelakaan di jalan di negara-negara kawasan Asia Tenggara diperkirakan
mencapai 14 milyar dolar Amerika.
5. Prevalensi KLL
Angka kecelakaan lalu lintas secara nasional dalam bulan September 2009 masih
cukup tinggi. Direktorat Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian RI mencatat sejak 13
sampai 22 September jumlah kecelakaan mencapai 893 kasus. Korban meninggal
mencapai 312 jiwa. Sedangkan luka berat 405 orang dan luka ringan 839 orang. Jumlah
korban yang tewas masih cukup tinggi dibandingkan data kecelakaan pada Operasi
Ketupat Jaya pada 2008. Saat itu jumlah kecelakaan mencapai 1.368 kasus. Korban
meninggal 633 jiwa dan luka berat 797 orang serta luka ringan 1.379 orang
Sementara Data Dinas Kesehatan Jawa Timur, sepanjang tahun 2006, di Surabaya
tercatat 208 jumlah kejadian kecelakaan dengan korban 116 orang tewas, 59 luka berat,
dan 50 lainnya luka ringan (profil kesehatan 2006).
Dari data tersebut, kita perlu melakukan refleksi sembari beriktiar untuk mengurangi
terjadinya angka kecelakaan lalu lintas. Bila merujuk pada faktor terjadinya kecelakaan
lalu lintas terjadi, umumnya kita bisa mengkategorikan dalam 2 faktor utama, yaitu dari
faktor pengguna jalan raya (tidak mematuhi peraturan lalu lintas, kurangnya konsentrasi,
tidak memakai alat pelindung, dll) maupun faktor fasilitas jalan raya (jalan bergelombang
dan lubang, kurangnya rambu-rambu lantas, penerangan jalan, jalan leher botol, dll).
8
Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada tahun
2007. Proporsi kematian akibat kecelakaan lalu lintas dapat dibedakan menurut umur,
tipe daerah, dan jenis kelamin. Proporsi kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada
kelompok umur 5-14 tahun menurut tipe daerah di perkotaan adalah 4,3%, proporsi di
daerah pedesaan sebanyak 9,4% dari seluruh proporsi kematian akibat berbagai
penyebab.
13% 10%
77%
Kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada kelompok umur 15-44 tahun di daerah
perkotaan menduduki peringkat pertama dengan proporsi 13,4%, sedangkan di daerah
pedesaan, proporsi kecelakaan lalu lintas sebesar 9,9%.
9
Proporsi Penyebab Kematian Akibat
KLL pada Kelompok Umur 15-44
Tahun Menurut Tipe Daerah
perkotaan pedesaan penyebab lain
13% 10%
77%
Menurut jenis kelamin, proporsi kematian pada kelompok umur 15-44 tahun,
sebanyak 16,7% laki-laki pada tahun 2007 meninggal akibat kecelakaan lalu lintas,
sedangkan untuk wanita proporsi kematian akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 5,0%.
17%
78% 5%
Pada masyarakat kelompok umur 45-54 tahun, proporsi kecelakaan lalu lintas menurut
tipe daerah di perkotaan sebanyak 5,2%. Untuk kelompok masyarakat yang berdomisili
di pedesaan, kecelakaan lalu lintas tidak termasuk ke dalam penyebab kematian tertinggi.
10
Menurut jenis kelamin, proporsi kematian pada kelompok umur 45-54 tahun,
sebanyak 4,3% laki-laki pada tahun 2007 meninggal akibat kecelakaan lalu lintas,
sedangkan untuk wanita proporsi kematian akibat kecelakaan lalu lintas tidak termasuk
ke dalam penyebab kematian yang tinggi.
6. Pendekatan Pencegahan
Dari definisinya saja, bisa kita bayangkan bahwa pendekatan ini adalah langkah
kegiatan untuk mencegah kecelakaan lalu lintas. Kegiatan-kegiatan tersebut lebih banyak
melibatkan peran aktif Dinas Perhubungan dan pihak Kepolisian serta tentu saja
masyarakat. Kegiatan apa saja yang bisa dilakukan, antara lain ; Memasang rambu lalu
lintas –rambu peringatan, larangan, perintah dan petunjuk- pada semua tempat yang
membutuhkan dengan warna yang jelas dan terang serta mudah dimengerti. Mengatur,
mengawasi dan menertibkan alur lalu lintas dan angkutan. Melakukan pemantauan dan
pembinaan terhadap kelayakan angkutan lalu lintas dengan memperhatikan kelengkapan
dan umur kendaraan. Sementara pihak kepolisian mengingkatkan disiplin pemakain jalan
dengan cara memperketat pengawasan bagi pelanggar.
Tak kalah pentingnya, membuat pengaturan jalan yang lebih manusiawi dan aman,
Langkah ini bisa ditempuh sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan
Nomer KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan.
Dalam hal ini peranan Dinas perhubungan sangat vital untuk menekan angka kecelakaan
jalan raya
Pembenahan dan pemeliharaan jalan yang rawan kecelakaan. Salah satu sebab utama
terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah kondisi jalan raya yang buruk, mulai dari jalan
berlubang, bergelombang dan jalan yang menyempit. Untuk itu diperlukan upaya yang
11
serius dari pihak terkait –Pemkab dan Pemprov– untuk membenahi jalan yang rusak dan
kurang layak. Selain itu, pemeliharaan jalan harus terus dilakukan agar jalan lebih aman
dan nyaman buat para pengguna jalan raya.
Pendekatan Promotif
Selain kedua hal tersebut, dapat dilakukan cuga pencegahan sebagai berikut:
Pembinaan pengemudi.
12
Pendidikan dan pengawasan kepada sekolah mengemudi.
Data dari Dinas Bina Marga menunjukan bahwa tidak ada penambahan panjang jalan
dalam tiga tahun terakhir. Hal ini sangat memprihatinkan karena jumlah pendududk dan
kendaraan meningkat sangat pesat. Dengan segala keterbatasan dana yang ada,
Pemerintah Daerah harus tetap mencari akal untuk menyelesaikan masalah ini, misalnya
dengan cara bekerja sama dengan pengusaha pusat perbelanjaan untuk menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan. Karena pada akhirnya upaya peningkatan kelancaran dan
keselamatan lalu lintas tersebeut dapat meningkatkan kemajuan usaha mereka.
Hal lain yang perlu dilakukan dengan pendekatan partisipasi masyarakat. Pihak yang
pertama mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah para masyarakat sekitar
tersebut, karena itu pendekatan kepada mereka juga perlu dilakukan. Salah satunya
dengan penyuluhan kepada masyarakat sekitar jalan raya dan mereka yang senantiasa
berkecimpung di sekitar jalan raya (tukang ojek, tukang becak, sopir angkot, dll) tentang
bagaimana menangani korban kecelakaan lalu lintas.
Menurut undang-undang lalu lintas no.22 tahun 2009 bagian kesatu pasal 226,
kecelakaan lalu lintas dapat dicegah dengan:
13
c. Penegakan hukum
d. Kemitraan global
Pendekatan Kuratif
Pemberian pertolongan dan pengobatan baik langsung maupun tidak langsung pada
korban kecelakaan lalu lintas. Salah satunya dengan ketersediaan pelayanan kesehatan
yang layak dan mampu memberi pelayanan dengan cepat terhadap para korban
kecelakaan lalu lintas. Keberadaan layanan IRD 24 jam yang dilengkapi dengan tenaga
dokter jaga dan perawat, diperkuat dengan layanan penunjang seperti instalasi
ambulance, laboratorium dan radiologi yang stand by 24 jam. Kebutuhan layanan
penunjang yang lengkap sangat menunjang/membantu penangangan korban kecelakaan
dengan cepat.
Selain itu, keberadaan kamar operasi yang mendukung layanan lebih lanjut dari
IRD juga sangat diperlukan. Dan tak kalah pentingnya adalah jalur rujukan antar instansi
pelayanan kesehatan yang ada berjalan dengan baik. Masing-masing instansi pelayanan
kesehatan memahami kemampuan layanan mereka, sehingga korban dapat dirujuk ke
tempat layanan kesehatan yang lebih mampu dengan fasilitas sarana dan tenaga lebih
lengkap.
Pendekatan Rehabilitatif
14
merubah suatu keadaan –salah satunya meminimalkan kasus kecelakaan– adalah diawali
dari masing-masing individu sebagai subyek pelaku.
Sebagai bentuk ikhtiar tidak ada salahnya kita lebih berhati-hati, mematuhi aturan lalu
lintas dan selalu ingat keluarga di rumah menanti agar kita kembali dengan selamat.
Semoga dengan langkah-langkah sebagaimana disampaikan diatas, kita dapat
meminimalkan resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
16
DAFTAR PUSTAKA
http://digitalmbul.com/blogs/2007/07/18/faktor-utama-penyebab-kecelakaan-lalu-lintas/.
http://kardady.wordpress.com/2009/12/30/pencegahan-kecelakaan-lalulintas-di-kota-
bandung/
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2007
17