Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Kecelakaan lalu lintas merupakan momok mengerikan yang terjadi di


banyak negara. Terlebih untuk negara-negara berkembang, di mana urusan
transportasi seperti benang kusut. Data terbaru yang dikeluarkan World Health
Organization (WHO) menunjukkan India menempati urutan pertama negara
dengan jumlah kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara
Indonesia menempati urutan kelima. Namun yang mencengangkan, Indonesia
justru menempati urutan pertama peningkatan kecelakaan menurut data Global
Status Report on Road Safety yang dikeluarkan WHO. Indonesia dilaporkan
mengalami kenaikan jumlah kecelakaan lalu lintas hingga lebih dari 80 persen.
Angka kematian global saat ini tercatat mencapai angka 1,24 juta per tahun.
Diperkirakan, angka tersebut akan meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 3,6
juta per tahun pada 2030. Dilansir dari The Washington Post, menurut data terbaru
Global Burden, di negara berkembang kecelakaan lalu lintas termasuk lima besar
penyebab utama kematian di dunia melampaui HIV/AIDS, malaria, TBC dan
penyakit pembunuh lainnya. Di Indonesia, berdasarkan data Korps Lalu Lintas
Mabes Polri hingga September 2015 jumlah kasus kecelakaan lalu lintas mencapai
23.000 kasus dan dari 23 ribu kasus yang terjadi, tercatat 23 ribu korban
meninggal dunia yang harus meregang nyawa di atas aspal. Banyaknya angka
kecelakaan ini selain diakibatkan human error dan sifat tak disiplin pengendara di
jalanan, juga dipengaruhi mindset masyarakat terkait kendaraan.1,2 Pembunuh
global yang paling mengancam dalam berlalu lintas adalah kendaraan bermotor,
jumlah korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 120 jiwa per harinya.
Menurut direktur Keselamatan Lalu Lintas di Bank Dunia Jose Luis Irigoyen,
negara-negara miskin menyumbang 50 persen dari kemacetan lalu lintas di dunia
mereka juga menyumbang 90 persen jumlah kematian akibat kecelakaan lalu
lintas.

Pada tahun 2010 Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 1

menyerukan "Dekade Aksi Keselamatan Jalan" tujuannya untuk menstabilkan dan


akhirnya membalikkan tren peningkatan kematian di jalan, serta menyelamatkan
sekitar lima juta jiwa selama periode tersebut. Dari angka 8.000 jiwa korban
tewas pada 2002, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas meningkat jadi
lebih dari 16.500 pada tahun 2007 dan dua kali lipat lagi pada 2010. Enam
puluh persen kematian berasal dari pengendara roda dua atau tiga.3
Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan
yang tidak diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana
terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna
jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan atau
kerugian harta benda pada pemiliknya (korban). 4 Menurut WHO, 45% dari
seluruh kematian akibat kecelakaan lalu litas terjadi pada pejalan kaki (22%) dan
pengendara sepeda motor (23%). Di Indonesia kematian akibat kecelakaan paling
tinggi terjadi pada pengendara sepeda motor (35,7%) disususul pengguna jalan
lainnya/tidak spesifik (35,4%) kemudian pejalan kaki (21,1%).

Terdapat

perbedaan pola luka pada setiap kasus kecelakaan lalu lintas. Analisis pola luka
berperan dalam menentukan cara kematian seseorang. Sedikit sekali penelitian
yang menggambarkan jenis dan lokasi luka pada pejalan kaki dan pengendara
sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Dalam sebuah disertasi
disebutkan bahwa pada pengendara sepeda motor lokasi tersering yang mengalami
luka adalah ekstremitas (72,0%) dan cedera kepala (34,1%). Penelitian lain
menyebutkan trauma kepala dan ekstremitas bawah merupakan lokasi trauma
tersering pada pengendara sepeda motor.5

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 2

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kecelakaan Lalu Lintas
2.1.1

Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus dianalisis dan ditemukan, agar tindakan
korektif kepada penyebab itu dapat dilakukan serta dengan upaya preventif lebih
lanjut kecelakaan dapat dicegah. Kecelakaan merupakan tindakan tidak
direncanakan dan tidak terkendali, ketika aksi dan reaksi objek, bahan, atau
radiasi menyebabkan cedera atau kemungkinan cedera (Heinrich, 1980). Menurut
D.A. Colling (1990) yang dikutip oleh Bhaswata (2009) kecelakaan dapat
diartikan sebagai tiap kejadian yang tidak direncanakan dan terkontrol yang dapat
disebabkan oleh manusia, situasi, faktor lingkungan, ataupun kombinasikombinasi dari hal-hal tersebut yang mengganggu proses kerja dan dapat
menimbulkan cedera ataupun tidak, kesakitan, kematian, kerusakaan property
ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana
dan Lalu lintas Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak disangka sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta
benda. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa
di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan
atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau
kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan
yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau
kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984). Menurut F.D.
Hobbs (1995) yang dikutip Kartika (2009) mengungkapkan kecelakaan lalu lintas
merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya.
Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga kematian.

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 3

Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring


pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan.
Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa
kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak
diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya,
sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda
pada pemiliknya (korban)4,6.
2.1.2

Klasifikasi Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan


Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi
kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu:

1. Kecelakaan

Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

kerusakan kendaraan dan/atau barang.

2. Kecelakaan

Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

3. Kecelakaan

Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

korban meninggal dunia atau luka berat.


Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut Dephub RI (2006) yang dikutip
oleh Kartika (2009) dapat dibagi menjadi beberapa jenis tabrakan, yaitu:

1. Angle

(Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang

berbeda, namun bukan dari arah berlawanan.

2. Rear-End (Re), kendaran menabrak dari belakang kendaraan lain yang


bergerak searah.

3.

Sideswape (Ss), kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari


samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang
berlawanan.

4.

Head-On (Ho), tabrakan antara yang berjalanan pada arah yang


berlawanan (tidak sideswape).

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 4

5. Backing, tabrakan secara mundur.


2.1.3

Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

1. Faktor Manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran ramburambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar,
ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat
ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu, kelelahan fisik
bahkan penggunaan alkohol ataupun obat-obat terlarang.
2. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak
berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan
bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai
penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan
teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.
Data resmi yang dikeluarkan Dishub Kota Depok mencatat, saat ini jumlah
angkot yang beroperasi melayani penumpang di 40 trayek atau rute yang ada
berjumlah 7.504 unit kendaraan. Dari jumlah itu sebanyak 3.752 unit atau 50
persennya tidak layak beroperasi. Keberadaan angkot tak layak jalan itu pun
kerep menimbulkan persoalan. Seperti, terjadinya kebakaran akibat konsleting
listrik. Dan mogok ditengah jalan sehingga menggangu arus lalu lintas.
3. Faktor Jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman didaerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang
dan

kondisi

permukaan

jalan.

Jalan

yang

rusak/berlobang

sangat

membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.


4. Faktor Lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak
pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga
terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 5

lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan
kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama didaerah pegunungan.4
2.1.4

Peraturan Perundang-undangan Lalu Lintas

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan


Jalan Raya merupakan produk hukum yang menjadi acuan utama yang mengatur
aspek-aspek mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Undangundang ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya yaitu
Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Raya yang sudah sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan
strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Setelah undang-undang
mengenai lalu lintas dan angkutan jalan yang lama diterbitkan kemudian
diterbitkan 4 (empat) Peraturan Pemerintah (PP), yaitu: PP No. 41/1993 tentang
Transportasi Jalan Raya, PP No. 42/1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor, PP No. 43/1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas, PP No.
44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
Lalu dibuatlah pedoman teknis untuk mendukung penerapan Peraturan
Pemerintah (PP) diatas yang diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri
(KepMen). Beberapa contohnya KepMen tersebut, yaitu: KepMen No. 60/1993
tentang Marka Jalan, KepMen No. 61/1993 tentang Rambu-rambu Jalan, KepMen
No. 62/1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, KepMen No. 65/1993
tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Kemenhub RI, 2011).4
2.1.5

Dampak Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana


Jalan Raya dan Lalu Lintas, dampak kecelakaan lalu lintas dapat diklasifikasi
berdasarkan kondisi korban menjadi tiga, yaitu:

a. Meninggal dunia adalah korban kecelakaan yang dipastikan meninggal


dunia sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling
lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut.

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 6

b. Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya menderita


cacat tetap atau harus dirawat inap di rumah sakit dalam jangka waktu
lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu kejadian digolongkan
sebagai cacat tetap jika sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat
digunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh atau pulih untuk selamalamanya.
c.

Luka ringan adalah korban kecelakaan yang mengalami luka-luka yang


tidak memerlukan rawat inap atau harus dirawat inap di rumah sakit dari
30 hari.

2.1.6

Mekanisme Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas

Lokasi perlukaan adalah lokasi dimana terjadinya luka akibat kecelakaan lalu
lintas yang meliputi daerah kepala, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tubuh
bagian depan, dan tubuh bagian belakang.
Fakta fisika dasar dapat menjelaskan pola perlukaan yang kompleks karena
kecelakaan lalu lintas. Trauma jaringan disebabkan karena adanya perbedaan dari
pergerakan. Pada kecepatan yang konstan, dengan kecepatan yang berbeda, tidak
akan menimbulkaan efek apapun seperti pada perjalanan luar angkasa atau rotasi
bumi. Adanya perbedaan perpindahan gerak, dapat menyebabkan peristiwa
traumatis yaitu, akselerasi dan deselerasi.
Perbedaan ini diukur dengan gaya gravitasi atau umum disebut G force.
Jumlah dimana tubuh manusia dapat mentoleransi sangat bergantung pada arah
datangnya gaya tersebut. Deselerasi dengan kekuatan 300G bisa tidak
menimbulkan cedera dan dalam jangka waktu yang pendek gaya 2000G pun
masih bisa tidak menimbulkan cedera, bila datangnya gaya tepat pada sudut yang
tepat pada sumbu panjang tubuh. Tulang frontal dapat menahan gaya 800G tanpa
fraktur dan mandibula 400G, demikian juga dengan rongga thoraks.
Selama akselerasi maupun deselerasi jumlah trauma jaringan yang dihasilkan
tergantung dari gaya yang bekerja per unit area, perumpamaan seperti pisau yang
tajam akan menembus lebih mudah daripada yang tumpul dengan gaya yang
sama. Jika sebuah pengendara mobil diberhentikan tiba-tiba dari kecepatan 80

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 7

km/jam dan 10 cm2 luas dari kepala membentur kaca depan kerusakan akan lebih
parah dibandingkan dengan gaya yang sama dan tersebar 500 cm2 sepanjang
sabuk pengaman.
Pada benturan dari arah frontal, tidak mungkin kendaraan langsung berhenti
sempurna, walaupun menabrak struktur yang sangat besar dan tidak bergerak.
Kendaraan itu akan berubah bentuk dan mengurangi gaya deselerasi dan
mengurangi G force yang akan diterima dari penumpang kendaraan. Nilai dari G
forces dapat dihitung dengan rumus G = C ( V2 )/D, dimana V = kecepatan
(km/jam), D jarak stop dimulai dari waktu benturan (m), dan C adalah konstanta
0.034.
Kecelakaan kendaraan bermotor dapat dibagi menjadi empat kategori
tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :
1. Arah Depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari
semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua
kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau
bagian depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak, seperti
tembok, ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi gerak,
penumpang dari kendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak
memakai sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka
akan tergantung dari posisi saat kecelakaan.
2. Arah Samping
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari
arah samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam
benda tidak bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama dengan
tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada sisi kiri dari
kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi
kiri, dan penumpang depan akan mengalami perlukaan yang lebih sedikit
karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada
sisi kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak
ada penumpang.
3. Terguling
Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 8

Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari


samping, terutama bila tidak dipakainya pelindung kepala (helm),
terguling di jalan, sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar
mobil. Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat
pada permukaan yang keras, pada beberapa kasus, korban yang terlempar
bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus
seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
4. Arah Belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh
bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna
mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang bagian depan
dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa.4
2.2 Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas
a. Pada Pejalan Kaki
Pada pejalan kaki terdapat kelainan yang menurut mekanisme terjadinya
dibagi dalam:
1. Luka karena impak primer, yaitu benturan yang pertama terjadi antara
korban dengan kendaraan
2. Luka karena impak sekunder, yaitu benturan korban yang kedua
kalinya dengan kedua kalinya dengan kendaraan (misal : impak primer
adalah tungkai, korban terdorong sehingga jatuh ke belakang terkena
3.

pada bagian kaca mobil, ini yang disebut impak sekunder),


Luka yang sekunder, yaitu luka yang terjadi setelah korban jatuh ke
atas jalan.

Luka pada tungkai merupakan kelainan yang terpenting didalam


menentukan bagaimana dari kendaraan yang membentur korban. Korban
dewasa umumnya ditabrak dari arah belakang atau samping, luka yang khas
biasanya terdapat pada tungkai bawah, pada satu tungkai atau keduanya. Jika
korban berdiri pada tungkainya sewaktu tabrakan terjadi, luka yang hebat
dapat dilihat pada tungkai, dimana sering terjadi fraktur tersebut dapat
terdorong keluar menembus otot. Pada waktu yang bersamaan dengan
terjadinya impak primer pada tungkai bawah (bumper injuries; bumper
fractures), bagian bokong atau punggung akan terkena dengan radiator atau

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu Lintas Page 9

kap mobil, lampu atau kaca depan (impak sekunder) sebagai kelanjutannya
korban dapat jatuh dari kendaraan ke jalan, dan ini menimbulkan luka (luka
sekunder).

Gambar 1: fraktur pada tibia fibula akibat terkena bumper mobil


Korban yang tergeletak di jalan dapat terlindas oleh roda kendaraan, yang
dapat menimbulkan luka yang sesuai dengan bentuk kembang dari ban tersebut
(jejas ban; tyre marks). Luka memar jejas ban yang ditimbulkan oleh
penekanan permukaaan ban pada kulit yang menyebabkan terjadinya
perdarahan bawah kulit yang kemudian berpindah ke tempat yang kurang
tertekan, yakni pada daerah cekungan pada muka ban, berupa perdarahan di
tepi. Jejas ban atau tyre marks berguna dalam penyidikan kasus tabrak lari;
yang akan diperkuat lagi bila terdapat kecocokan golongan darah yang terdapat
pada kendaraan dengan golongan darah korban.

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 10

Gambar 2: tire marks pada lengan dan dada akibat terrlindas truk
Bila kendaraan yang menabrak tadi termasuk kendaraan berat, seperti truk
atau bis, kelainan pada korban dapat sangat hebat, tubuh seluruhnya dapat
hancur atau sukar dikendali; keadaan ini dikenal sebagai crush injuriesatau
compression injuries. Jika bagian bawah dari kendaraan sangat rendah, tubuh
korban dapat terseret dan terputar , sehingga terjadi pengelupasan kulit dan otot
yang hebat keadaan ini dikenal sebagai rolling injuries. Luka lecet serut dapat
ditemukan, dimana pada awal luka lecet, tampak batas yang lebih tegas
sedangkan pada akhir luka lecet, batas tidak tegas dan terdapat penumpukan
kulit ari yang tergeser.
Pada daerah dimana terdapat lipatan kulit seperti daerah lipat paha, jika
daerah tersebut terlindungi, kulit akan teregang sehingga menimbulkan
kelainan yang disebut striae like tears, dimana sebenarnya daerah yang
terlindas bukan di lipatan kulit tersebut, tetapi di daerah yang berdekatan.

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 11

Gambar 3: lapisan otot yang terlepas (rolling injury)

Gambar 4: Striae like tears


b. Pada Pengemudi Sepeda
Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 12

Luka-luka pada pengendara sepeda hamper sama dengan pejalan kaki,


tetapi luka-luka sekundernya biasanya lebih parah. Letak benturan pada
tubuh biasanya rendah.
c. Pada Pengemudi Mobil
Bila pada kecelakaan yang terjadi kendaraan berhenti secara mendadak,
akan didapatkan kelainan yang agak khas; yaitu:
1. Pada daerah kepala, yang berbenturan dengan kaca akan didapatkan
luka terbuka kecil-kecil dengan tepi tajam sebagai akibat persentuhan
dengan kaca yang pecah; bila benturannya hebat sekali dapat terlihat
luka lecet tekan, memar atau kompresi fraktur. Cedera leher
(whiplash injury) dapat terjadi pada penumpang kendaraan yang
ditabrak dari belakang. Penumpang akan mengalami percepatan
mendadak sehingga terjadi hiperekstensi kepala yang disusul dengan
hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas tulang leher ke empat
dan lima yang membahayakan sumsum tulang belakang. Kerusakan
pada medulla oblongata dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher
ini juga dipengaruhi oleh bentuk sandaran tempat duduk dan
kelengahan korban.

Gambar 5: Abrasi di kepala akibat cedera kepala

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 13

2. Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman akan


dijumpai jejas stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan
kerusakan pada bagian dalam yaitu fraktur dada dan iga serta
pecahnya jantung.

Gambar 6: Setir mobil yang tercetak di dada


3. Pemakaian sabuk pengaman dapat pula menyebabkan luka bagi si
pengemudi, khususnya bila terjadi tabrakan dengan kecepatan tinggi.
Kerusakan tersebut terutama alat-alat dalam rongga perut, hati dapat
Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 14

hancur. Kelainan yang disebabkan oleh sabuk pengaman (seatbelt


injuries) dapat dikenali sebagai suatu luka lecet tekan yang bentuknya
sesuai dengan sabuk tersebut atau dalam bentuk apa yang disebut
perdarahan tepi (marginal hemorrhages), yaitu perdarahan yang
terdapat tepat di luar dan berbatasan dengan tubuh yang terkena
sabuk pengaman tersebut.

Gambar 7: Abrasi yang diakibatkan oleh pemakaian seat belt


4. Pengemudi biasanya mengalami luka pada pergelangan tangan karena
menahan kemudi, sedangkan tulang femur dan pelvis mungkin patah
akibat menginjak pedal dengan kuat.

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 15

Gambar 8: Fraktur pada pergelangan kaki pengemudi mobil


d. Pada Penumpang Mobil
Penumpang mobil yang duduk di depan dapat mengalami kelainan
terutama di kepala dan bila memakai sabuk pengaman akan ditemukan
kelainan seperti pengendara mobil. Pada penumpang mobil yang duduk di
belakang dapat mengalami kelainan terutama di daerah perut, panggul atau
tungkai.

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 16

Gambar 9: Abrasi pada kepala penumpang mobil


e. Pada Pengendara Sepeda Motor
Luka karena impak primer pada tungkai, luka karena impak sekunder
pada bagian tubuh lain sebagai akibat benturan tubuh dengan bagian lain dari
kendaraan lawan; luka yang yang terjadi sekunder sebagai akibat benturan
korban dengan jalan. Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan
untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan
ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraanya ke
samping, membiarkan kendaraan bergeser dan ia sendiri bergeser
dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi trauma jaringan
lunak yang parah.
Luka yang terjadi sekunder, seringkali merupakan penyebab kematian
pada korban karena yang mengalami kerusakan adalah kepalanya. Fraktur

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 17

pada tengkorak sebagai akibat luka sekunder tersebut dapat mudah diketahui,
yaitu dari sifat garis patahnya, dimana terdapat garis patas linier (fraktur
linier), sedangkan pada keadaan lain, misalnya kepala dipukul dengan palu
yang berat, frakturnya adalah fraktur kompresi. Dengan demikian terdapat
perbedaan kelainan fraktur tengkorak yaitu bila korban (kepala), bergerak
mendekati benda tumpul (jalan), dengan bila kepala diam akan tetapi benda
tumpulnya yang dating mendekati kepala. Pemakaian helm dimaksudkan
untuk meredam benturan pada kepala. Perlu diketahui bahwa bagi
pembonceng kendaraan sepeda motor tidak ditemukan kelainan yang
khusus.7,8

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 18

DAFTAR PUSTAKA
1.

WHO. Global status report on road safety 2015. 2015; Available from:
http://www.who.int/violence_injury_prevention/road_safety_status/2015/e

2.

n/)
Merdeka. Hingga September 2015, ada 23 ribu kasus kecelakaan di
Indonesia.

2015;

Available

from:

http://www.merdeka.com/otomotif/hingga-september-2015-ada-23-ribu-

3.

kasus-kecelakaan-di-indonesia.html
Republika. Indonesia Urutan Pertama Peningkatan Kecelakaan Lalu
Lintas.

2014;

Available

from:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/4/11/06/nem9nc-

4.

indonesia-urutan-pertama-peningkatan-kecelakaan-lalu-lintas
Universitas Sumatera Utara. Tinjauan Pustaka Kecelakaan Lalu Lintas.
Available

5.

from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34939/4/Chapter II.pdf
Indriarini, Dini. Pola Luka Korban Kecelakaan Lalu Lintas pada Pejalan
Kaki

dan

Pengendara

Sepeda

Motor.

2015;

Available

from:

https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1002006142-1-Pola luka korban kecelakaan

6.

lalulintas pada pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.pdf


Universitas Sumatera Utara. Tinjauan Pustaka Kecelakaan Lalu Lintas.
2011;

7.

Available

from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37365/3/Chapter II.pdf
Universitas Sumatera Utara. POLA LUKA PADA KECELAKAAN LALU
LINTAS. Available from: https://www.scribd.com/doc/277270241/pola-

8.

luka-kecelakaan-lalu-lintas
Universitas Sumatera Utara. Kecelakaan Lalu Lintas. Available from:
https://www.scribd.com/doc/45757744/Bab-2-Kll-Forensik

Pola Luka pada Kecelakaan Lalu LintasPage 19

Anda mungkin juga menyukai