Anda di halaman 1dari 12

DISASTER MANAJEMEN BENCANA PADA KECELAKAAN MASSAL

MAKALAH

Oleh:

Kelompok 5

1. ANA AMALATU SOLIKHAH


2. ANDY SADDAM SYAFAQ
3. FRETY ANGGI SAFITRI
4. IQBAL ADHI PRADANA
5. RISZKI SAIFUL NIDZOMMI
6. SUSILO BUDI PRANOTO

PROGRAM SARJANA S1 ILMU KEPERAWATAN DAN NERS

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

TAHUN 2018
BAB 1

A. Latar Belakang

Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah
kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia,
perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang
cenderung semakin meningkat.

Jumlah kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan (14-15% per tahun) dengan
pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4% per tahun.Lebih dari 80% pasien yang masuk
ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda
motor, mobil, sepeda, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya merupakan kecelakaan
yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, dan korban kekerasan.

Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan kecelakaan lalu lintas jalan yang
cukup serius, menurut data dari Mabes Polri setiap tahun tercatat 9.856 orang meninggal
akibat kecelakaan lalu lintas jalan tersebut. Tingginya korban kecelakaan tersebut disadari
telah mendorong tingginya biaya pemakai jalan, dan secara ekonomi menyebabkan terjadinya
pemborosan sumber daya. Berbagai upaya penanganan juga telah dilakukan untuk
mengurangi jumlah dan kelas kecelakaan lalu lintas jalan (accident severity) tersebut.

Distribusi korban kecelakaan lalu lintas terutama kelompok usia produktif antara 15-
44 tahun dan lebih didominasi kaum laki-laki. Kelompok ini merupakan aset sumber daya
manusia yang sangat penting untuk pembangunan bangsa.
B. Tujuan
1.Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar diharapkan mahasiswa mampu memahami disaster
management bencana kecelakaan massal.
2.Tujuan Khusus
a. Diharapkan mahasiswa memahami definisi kecelakaan massal .
b. Diharapkan mahasiswa memahami penyebab kecelakaan massal .
c. Diharapkan mahasiswa memahami penanganan pertama pada kecelakaan .
d. Diharapkan mahasiswa memahami disaster management pra, intra dan pasca
bencana kecelakaan massal.
e. Mahasiswa mampu menganilisis penanganan bencana yang didapat dari video
yang telah di download
BAB II
Tinjauan Teori

A. Definisi Bencana
Berdasarkan UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai
“peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada
komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi
berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Dengan adanya kondisi bencana
ini maka diperlukanlah upaya untuk menghindarkan masyarakat dari ancaman
terjadinya bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun
mengatasi kerentanan. Hal in disebut juga dengan “Manajemen bencana”

B. Definisi kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang terjadi di darat, laut atau udara yang dapat
menimbulkan kerusakan gangguan ekologis, memburuknya derajat kesehatan dalam
skala tertentu yang memerlukan respon dari luar, ataupun dapat menyebabkan
kematian apabila tidak segera diberikan pertolongan tanggap darurat. Bentuk bencana
di darat umumnya berupa Kecelakaan lalu lintas bisa motor, mobil, kereta api,
ataupun pejalan kaki yang tertabrak kendaraan lain.
Kecelakaan lalu-lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor
tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini
dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia atau binatang. Kecelakaan
lalu-lintas menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun menurut WHO.
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa penggunaan jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda (pasal 1 angka 24 UU
Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan)
C. Penyebab Kecelakaan Massal
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadikanya kecelakaan, pertama
adalah faktor manusia, kedua adalah faktor kendaraan dan yang terakhir adalah faktor
jalan. Kombinasi dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi, antara manusia dengan
kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban
pecah yang mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan. Disamping itu masih
ada faktor lingkungan, cuaca yang juga bisa berkontribusi terhadap kecelakaan.
a. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu
lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan
terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang
diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu. Selain itu manusia sebagai pengguna
jalan raya sering sekali lalai bahkan ugal ugalan dalam mengendarai kendaraan,
tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa
kendaraan dalam keadaan mabuk, mengantuk, dan mudah terpancing oleh ulah
pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat memancing gairah untuk balapan.
b. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering adalah kelalaian perawatan yang
dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan
dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping itu adanya kewajiban untuk
melakukan pengujian kendaraan bermotor secara reguler.
c. Faktor jalan dan lainnya
Faktor jalan terkait dengan kecepatan, rencana jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman di daerah pegunungan,ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan
kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan
pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda dan sepeda terbang
d. Faktor Cuaca
Hari hujan juga memengaruhi kondisi kerja kendaraan seperti jarak
pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga
terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau
lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan
kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan.
D. Penanganan Pertama Pada Kecelakaan
Menurut World Health Organization (WHO), kecelakaan lalu lintas di
Indonesia dinilai sebagai pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung
koroner dan tuberculosis/TBC dalam dua tahun terakhir ini. Data dari WHO pada
tahun 2011 menyebutkan bahwa 67% korban kecelakaan lalu lintas masih berusia
produktif, yaitu berusia antara 22-50 tahun. Sekitar 400.000 korban kecelakaan lalu
lintas yang meninggal di jalan raya berusia di bawah 25 tahun. Artinya rata-rata angka
kematian kematian anak dan remaja akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 1.000 orang
setiap harinya. Selain itu, kecelakaan lalu lintas dianggap menjadi penyebab utama
kematian anak-anak di dunia pada rentang usia 10-24 tahun.
Salah satu faktor yang memicu meningkatnya angka kejadian kecelakaan lalu
lintas di Indonesia adalah faktor kelalaian pengguna jalan, serta meningkatnya jumlah
kendaraan di Indonesia. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia meningkat setiap
tahunnya. Data yang dirilis dari Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
menyebutkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 109.038 kasus kecelakaan dengan
korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, dan potensi kerugian sosial ekonomi
ditaksir sekitar 203 triliun - Rp 217 triliun rupiah setiap tahun. Kerugian tersebut
merupakan 2,9%-3,1 % dari Pendapatan Domestik Bruto/PDB Indonesia. Selain itu
pada tahun 2011, kejadian kecelakaan lalu lintas sebanyak 109.776 kasus, dengan
korban meninggal dunia sebesar 31.185 orang.
Tingginya angka kematian pada korban kecelakaan lalu lintas mungkin bisa
disebabkan oleh pemberian pertolongan pertama yang kurang tepat pada korban
tersebut. Umumnya saat terjadi kecelakaan di Indonesia, seringkali masyarakat
berkerumun di sekitar tempat kejadian. Kerumunan tersebut tidak untuk membantu
korban, tetapi malah cuma sekedar ingin melihat korban kecelakaan.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh penolong pada
korban kecelakaan lalu lintas :
1. Lakukan prinsip 3A (aman penolong, aman korban, dan aman lingkungan). Pada
korban dengan perdarahan, usahakan agar kulit Anda tidak kontak langsung
dengan darah tersebut karena itu akan berisiko untuk menularkan penyakit. Selain
itu, korban juga harus dipindahkan ke tempat yang aman sebelum diberikan
pertolongan lanjut. Namun, pada proses pemindahan korban ke tempat yang aman
harus dilakukan dengan metode yang tepat. Kalau korban mengalami perdarahan
hebat pada kepala, memar pada area kepala dan wajah, serta adanya memar pada
leher dan sekitar bahu korban maka Anda harus berhati-hati. Anda harus
mencurigai adanya patah tulang leher (fraktur cervical). Kalau terjadi fraktur
cervical, maka proses pengangkatan harus benar. Jika proses pengangkatan tidak
tepat, maka akan menjadi pembunuh yang paling cepat karena pada ruas tulang
leher ada syaraf untuk pernapasan.
2. Periksa kesadaran korban. Cara memeriksa kesadaran korban adalah dengan
menepuk dan menggoyangkan bahu korban disertai dengan memanggil korban
dengan nada lantang. Kalau korban tidak berespon, berikan rangsangan nyeri
pada pertengahan dada korban (tulang sternum).
3. Kalau korban tidak menunjukkan adanya respon yang normal, segera berteriak
minta bantuan kepada masyarakat sekitar kalau memang Anda sendirian. Tetapi,
kalau Anda tidak sendirian, Anda dapat meminta orang lain untuk mencari
bantuan/menghubungi kantor pelayanan kesehatan terdekat (Puskesmas dan
rumah sakit terdekat).
4. Raba nadi karotis (nadi yang ada di leher korban). Kalau nadi karotis tidak teraba,
maka korban mengalami henti jantung. Segera lakukan resusitasi jantung paru
(RJP)/Cardiopulmonary Rescucitation (CPR). Tetapi kalau nadi karotis masih
teraba, lanjutkan dengan penilaian napas pada pasien.
5. Lihat apakah ada pengembangan dada atau tidak. Dengarkan suara
napas/hembusan udara dari hidung atau mulut. Kalau tidak ada napas pada
korban, lakukan/berikan bantuan napas pada korban. Bantuan napas dapat
diberikan dengan teknik mouth to mouth/dari mulut ke mulut. Tetapi kalau Anda
memutuskan memberikan bantuan napas melalui mouth to mouth, Anda harus
melindungi diri Anda agar tidak tertular oleh penyakit yang mungkin dipunyai
korban.
6. Kalau korban masih menunjukkan respon yang bagus, dan ada perdarahan
terbuka, maka segera hentikan perdarahan dengan memberikan balut tekan pada
area yang mangalami perdarahan.

E. Managemen Dissaster Bencana Kecelakaan Massal


Hal itu disampaikan dr Yogi pada sesi seminar 'Emergency Fair' yang
diselenggrakan di Aula Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat, seperti
ditulis Minggu (27/10/2013). Untuk mengetahui apa saja pertolongan pertama yang
bisa dilakukan untuk membantu korban lakalantas. Penanganan penderita pada tahap
awal atau persiapan terdiri dari dua fase, yaitu :
1.Pre-hospital (sebelum ke rumah sakit) :
Dapat dilakukan oleh tim safety di unit kerja yang bekerjasama dengan tim
medis. Yang perlu dipahami semua orang selain dokter adalah pada fase pre-
hospital. Pada fase pre-hospital diperlukan koordinasi yang baik antara dokter di
rumah sakit dengan petugas lapangan pada tempat kejadian (tim safety). Sebaiknya
rumah sakit terdekat telah diberitahu sebelum penderita dibawa ke rumah sakit.
Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit telah mempersiapkan tim
khusus sehingga sudah siap saat penderita sampai di rumah sakit.Metode sederhana
yang diperlukan untuk menolong penderita adalah dengan memprioritaskan periksa
keadaan vital penderita secara umum. Periksa kesadaran, denyut nadi, pupil mata
dan suhu tubuh.
Pada pemeriksaan kesadaran meliputi Periksa apakah korban masih dalam
kondisi sadar atau tidak dengan menepuk atau menggerak-gerakkan pundaknya.
Jika masih sadar, maka bantu korban untuk menemukan posisi yang paling nyaman
sembari Anda meminta bantuan dari orang sekitar. Namun bila tidak , kita dapat
menentukan kesadaran dengan berpedoman pada derajat kesadarannya. Derajat ini
dapat dibagi menjadi 4 AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive). Alert berarti
korban dapat kontak secara baik dengan penolong tanpa ada kendala. Verbal,
penolong harus memanggil-manggil korban barulah korban memberikan respons.
Pain, penolong harus merangsang nyeri korban barulah korban merespons
penolong (rangsang nyeri tersebut dapat berupa cubitan, penekanan tulang dada
dengan genggaman tangan, ataupun penekanan pangkal kuku). Dan yang terakhir,
unresponsive, yaitu tidak ada respons dari korban terhadap rangsang yang
diberikan penolong.
Kemudian bersamaan kita menentukan derajat kesadaran, sebaiknya kita
segera menelepon ambulans untuk pertolongan lebih lanjut. Nomor telepon
ambulans yang paling umum di Indonesia adalah 118. Informasi yang harus kita
berikan kepada petugas ambulans yang kita hubungi tersebut antara lain: jumlah
korban, derajat kesadaran tiap korban, jumlah penolong yang ada di TKP. Dalam
hal ini, menyebutkan identitas korban untuk penjemputan tidaklah perlu secara
dini, yang paling penting adalah banyaknya korban dan derajat kesadaran, sehingga
tim ambulans sudah dapat mengetahui kondisi TKP yang ada dan dapat
mempersiapkan tim yang akan berangkat.
2.In hospital (fase di rumah sakit):
Dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat
dilakukan resusitasi dalam waktu cepat. Setelah itu dilakukan primary survey.
Secondary survey biasanya hanya dapat dilakukan oleh tim medis. Pada primary
survey dilakukan dengan urutan A,B,C,D,E sebelum dilakukan resusitasi:

A : airway (jalan udara)

B : breathing (pernapasan)

C : circulation (sirkulasi darah)

D : disability (ketidakmampuan penderita dilihat dari status neurologi px )

E : exposure/environmental control (evaluasi penderita)

Untuk tahap ABC dapat dilakukan siapa saja, sedangkan tahap D dan E dilakukan
oleh tim kesehatan.

Tahap ABC merupakan langkah awal yang perlu dilakukan saat terjadi
trauma pada penderita sebelum dilakukan cardio-pulmonal resuscitation (resusitasi
jantung paru/RJP). Berikut ini adalah tahap tahap primary survey :

a. Airway (jalan udara)


Jalan udara penderita haruslah terbuka dan lancar untuk mempermudah
pemulihan pernapasan. Harus dipastikan jalan napas benar-benar lancar. ‘Pembunuh’
utama pada penderita trauma adalah gangguan airway karena adanya
ketidakmampuan untuk mengantar darah yang teroksigenasi ke otak dan struktur vital
lainnya. Bila penderita tidak sadar atau muntah, kemungkinan besar airway-nya
mengalami gangguan berat, segera hubungi dokter bila terjadi hal ini. Pengelolaan
simple untuk mempertahankan airway penderita adalah dengan metode chin lift dan
jaw thrust. langkah mempertahankan airway penderita :
1) Penderita ditelentangkan di tempat yang datar. Bila masih bayi, tangan kita
dapat digunakan menjadi alas.
2) Segera bersihkan mulut penderita dan jalan napas dengan menggunakan jari.
3) Bebaskan jalan napas dengan menggunakan metode chin lift atau jaw thrust:
Chin lift : jari jemari pada salah satu tangan diletakkan di bawah
rahang penderita, kemudian secara hati-hati dan perlahan dagu penderita
diangkat. Sementara ibu jari si penolong (dengan menggunakan tangan yang
sama) menekan secara ringan bibir bawah penderita untuk membuka
mulutnya. Pastikan saat melakukan ini tidak ada ketegangan pada leher
penderita. Jaw thrust : tangan si penolong memegang sudut rahang bawah kiri
dan kanan penderita, kemudian rahang bawahnya di dorong ke depan.
b. Cek pernapasan
Selanjutnya, kita dengarkan suara napas pasien dengan teknik look,listen and
feel. Teknik ini dilakukan dengan cara mendekatkan telinga kita dengan kepala
korban dengan mata memandang dada. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat
merasakan hawa napas korban (feel), mendengar suara napas korban (listen), dan
melihat gerak dada korban (look). Apabila dalam pengamatan kita terdapat suara
napas tambahan, maka korban dalam kondisi terdapat sumbatan parsial. Adapun
macam suara napas tambahan tersebut adalah snooring, gargling, crowing. Snooring
terjadi apabila terdapat sumbatan jalan napas berupa benda padat, gargling apabila
terdapat sumbatan benda cair. Dan crowing bila terdapat keradangan jalan napas.
Pertolongan petama yang dapat kita berikan kepada korban sumbatan jalan
napas benda padat adalah melepaskan benda padat tersebut, atau bila benda tersebut
adalah lidah korban sendiri, maka revisi tindakan head tilt chin lift kita dapat
digunakan untuk melepaskan sumbatan tersebut. Kemudian, pertolongan pertama
pada sumbatan jalan napas cair, kita bisa memiringkan kepala korban dengan tetap
memposisikan in line immobilization. Atau mengeluarkan secara manual benda cair
tersebut dengan fingger swap, yaitu mengeluarkan secara manual cairan dengan
tangan kita yang terbalut kain bersih.
c. Kompresi dada
Letakkan tumit salah satu tangan di tengah dada, letakkan tumit tangan lainnya
di atas dengan jari-jari saling mengunci. Tekan dada dengan kedalaman empat hingga
lima cm.
d. Napas bantuan
Jepit hidung korban dan mulailah Anda mengambil napas dengan normal.
Bibir Anda mengatup seluruhnya di bagian mulut korban. Hembuskan udara hingga
dada korban terlihat naik kurang lebih satu detik. Beri waktu sampai dinding dada
turun kembali. Ulangi
e. Perhatikan apakah ada cedera atau trauma
Jika ada perdarahan, maka ambil kasa dan tekan untuk menghentikan
perdarahan. Saat ada kotoran pada luka, cukup bersihkan dengan diusap dan jangan
dicuci. Jika korban mengalami atah tulang terbuka, ambil kasa setebal kain lalu tekan
untuk menghentikan perdarahan. Jika ada tulang yang terlepas keluar jangan
dimasukkan karena bagian itu sudah terkena kotoran, jika dimasukkan bisa
menyebabkan infeksi. Sebisa mungkin kirim korban ke RS dalam waktu kurang dari
12 jam.

F. PENERAPAN FUNGSI MANAGEMEN DALAM PENANGANAN BENCANA


DI DARAT
Menurut G. Terry manajemen dapat dibahas menjadi 4 fungsi yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), aktuasi (actuating), dan
pengawasan-pengendalian (kontroling).
1. Perencanaan
Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukan .Setelah mengetahui
sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di tempat kejadian, hal yang terlebih
dahulu dilakukan adalah memilih bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti
melakukan pertolongan medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau
menjadi tenaga relawan.
Seorang perawat profesional harus bisa berpikir kritis yaitu bisa
memperkirakan apa saja yang dibutuhkan ketika peristiwa kecelakaan lalu lintas
terjadi, misalnya Kll tersebut berpotensi kebakaran maka hal yang harus
dipersipakan adalah segala bentuk instrumen perawatan luka bakar. Jika kll
menyebabkan korban patah tulang maka hal yang perlu di persiapkan oleh
seorang perawat sebagai tenaga medis adalah bidai, dan segala macam peralatan
medis yang diperlukan dalam penanganan, umunya instrumen yang paling sering
digunakan adalah instrumen perawatan luka. Setelah itu cari lah informasi
mengenai berapa kemungkinan korban akibat KLL sehingga memudahkan untuk
memfasilitasi kendaraan atau ambulan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Berupa upaya pengorganisasian meliputi pelimpahan tugas sesuai bidang dan
juga keahlian masing masing. Contohnya dalam penaanganan masalah
kecelakaan lalu lintas adalah dengan memanagemen tiap tugas yaitu dengan
menyiapkan tenaga khusus yang bertugas di lapangan dan juga tenaga yang siap
di rumah sakit. Hal ini dikarenakan fase penanganan bencana di darat khususnya
pada kecelakaan lalu lintas hanya terdapat 2 fase saja yaitu fase pre hospital atau
sebelum di rumah sakit dan fase in hospital yaitu di rumah sakit .
3. Aktuating ( pengarahan)
Pada tahap ini adalah tahap pengarahan dimanaa seorang menager harus
mampu mengarahkan anggota timnya sebagai tenaga medis tanggap bencana
yang solid. Kerjasama dan rasa saling kebersamaan sangat diperlukan dalam
tahap ini, hal ini dikarenakan dalam upaya tanggap bencana khususnya pada
peristiwa kecelakaan lalu lintas, sangat diperlukan banyak anggota yang solid dan
juga saling membantu sehingga asuhan keperawatan pada pasien dengan
kecelakaan lalu lintas dapat diberikan dengan baik dan efektif.
4. Evaluasi (controlling)
Tindakan ini berupa pengawasan terhadap jalannya upaya tanggap bencana ,
dan juga berupa tindakan evaluasi atas apa yang telah dilakukan bagi tim
kesehatan yang berperan dalam upaya tanggap bencana khususnya pada
kecelakaan lalu lintas.
Evaluasi berfokus pada asuhan keperawatannya, apakan tim kesehatan
khususnya tenaga perawat telah memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kecelakaan lalu lintas secara tepat dan juga efisien, apakan pasien telah
mendapatkan kebutuhannya , apakah semua tindakan telah teeralisasi dan
manakah tindakan yang perlu di lalukan revisi atau perbaikan.
Tujuan dari kegiatan evaluasi atau controlling ini adalah agar tindakan
selanjutnya menjadi lebih baik dan juga meminimalisir tindakan- tindakan yang
dianggap tidak efektif, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan adalah suhan
keperawatan yang paripurna.
G. Analisis Video Penanganan Bencana

Anda mungkin juga menyukai