Anda di halaman 1dari 26

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1. 1. Letak Geografis Dan Batas Wilayah
Secara geografis, Kecamatan Sirimau berbatasan dengan :
 sebelah Utara, berbatasan dengan Teluk Ambon
 sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Hatalai dan Desa

Ema (Kecamatan Leitimur Selatan),


 sebelah Timur berbatasan dengan Desa Halong (Kecamatan

Teluk Ambon Baguala)


 dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Urimessing

dan Kelurahan Silale (Kecamatan Nusaniwe).

4.1.2. Letak Astronomis


Secara Astronomis Kecamatan Sirimau terletak antara : 3035’LS –

3480 LS dan antara 128003” BT – 128018’ BT

4.1.3. Luas dan Jarak


Sesuai Perda Kota ambon No 2 Tahun 2006 luas Kecamatan Sirimau

adalah 86,81 Km2.

Tabel 5 : Luas Kecamatan Sirimau dirinci dari Desa/Kelurahan

No Nama Desa/Kelurahan Luas Km2


1 Soya 59,62
2 Kelurahan Waihoka 0,75
3 Kelurahan Karag panjang 0,43
4 Kelurahan Batu meja 0,85
5 Kelurahan Batu gaja 0,45
6 Kelurahan Ahusen 0,24
7 Kelurahan Humipopu 0,34
8 Kelurahan Uritetu 0,35
9 Kelurahan Rijali 0,28
10 Kelurahan Amantelu 1,15
11 Batu Mera 16,67
12 Kelurahan Pandan Ksturi 4,00
13 Htive Kecil 1,53
14 Galala 0,12
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Ambon Tahun 2018

Ada empat buah sungai yang melintasi Kecamatan Sirimau, yaitu Way

Ruhu-yang merupakan sungai terpanjang di Kecamatan ini, Way

Batumerah, Way Tomu dan Way Batu Gajah. Sementara itu, satu-satunya

gunung yang ada di Kecamatan Sirimau adalah Gunung Sirimau dengan

ketinggian 566 meter dari permukaan laut.

Tabel 6 : Nama dan Panjang Sungai Dirinci dari Desa/Kelurahan yang

Dilalui di Kecamatan Sirimau.

No Nama Sungai Desa/Kelurahan Yang Dilalui Panjang

Sungai/Km
1 Way Ruhu Hative Kecil 9,10
2 Way Batu merah Karang Panjang-Batumerah 4,25
3 Way Tomu Karangpanjang Uritetu 4,20
4 Way Batu Gajah Batugajah-hunipopu-Ahusen- 3,10

Urimesing
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Ambon Tahun 2018
4.1.4. Curah Hujan
Keadaan iklim di kota Ambon pada umumnya sangat dipengaruhi oleh

lautannya. Sehingga kota Ambon memiliki iklim tropis dengan 2 musim

yaitu musim timur dan musim barat dengan musim pancaraoba sebagai

transisi dari keduamusim tersebut.


1. Musim Timur, berlangsung antara bulan Mei – Oktober

(musim penghujan).
2. Musim Barat, berlangsung antara bulan Desember – Maret

(musimkemarau)
3. Dua musim pancaroba, musim yang menjadi transisi antara

musim Timur ke musim Barat.

Menurut Schmidt Ferguson untuk melihat klasifikasi iklim digunakan

kriteria sebagai berikut. Dengan penentuan nilai Q yaitu perbandingan

antara bulan kering (BK) dan bulan basah (BB) dikalikan 100%. (

Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang

dikelompokan menjadi 8 tipe iklim :

Tabel : Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson

Tipe Nilai Q Keadaan Iklim


Iklim (%) dan Vegetasi
A <14,3 Daerah sangat basah,
hutan hujan tropika
B 14.,3 - 33,3 Daerah basah, hutan
hujan tropika
C 33,3 – 60,0 Daerah agak basah,
hutan rimbah, daun
gugur pada musim
kemarau
D 60,0 -100,0 Daerah sedang, hutan
musim
E 100,0 – 167,0 Daerah agak kering,
hutan sabana
F 167,0 – 300,0 Daerah kering, hutan
sabana
G 300,0 – 700,0 Daerah sangat kering,
padang ilalang
H >700,0 Daerah ekstrim kering,
padang ilalalng
Sumber :

Iklim untuk wilayah Pulau Ambon khusus Kecamatan Sirimau, setiap

kecamatan tidak ada perbedaan karena pencatatan berasal hanya dari satu

stasiun Meterologi dan Geofisika, oleh karena itu berdasarkan curah hujan

dari stasiun Meteorologi dan Geofisika Lanud Pattimura Ambon, total

curah hujan rata-rata tahunan sepanjang 5 tahun (tahun 2014 – 2018)

adalah 3629,75 mm. Curah hujan tinggi 5, 433 mm terjadi di tahun 2017.

Curah hujan rata-rata bulanan yang sangat tinggi terjadi pada bulan Juni,

Juli dan November. Curah hujan rata-rata terendah terjadi pada bulan April

yaitu 267 mm.


Table 7 : Curah Hujan Bulanan Selama 5 Tahun Pengamatan (2014-2018)

Lanud Pattimura, Ambon.

Bulan Tahun Rata-


2014 2015 2016 2017 2018
rata
Jan 307 160 70 284 236 187,5
Feb 170 196 37 152 120 126,25
Mar 62 120 195 143 203 165,25
Apr 155 298 355 129 286 267
Mei 418 180 751 751 797 491,75
Juni 386 718 199 1430 847 798,5
Juli 225 164 914 1046 542 666,5
Agst 448 70 343 452 299 291
Sept 117 3 342 501 411 314,25
Okt 128 67 185 180 29 115,25
Nov 32 14 37 189 27 66,75
Des 137 118 119 176 146 139,75
Total 2,585 2,108 3,035 5,433 3,943 3629,75
Sumber : Stasiun BMG Lanud Pattimura Laha, Ambon

Berdasarkan data curah hujan pada pulau Ambon untuk 5 tahun terakhir pada

tahun 2017 memiliki curah hujan yang sangat tinggi, sedangkan pada tahun 2016

memiliki curah hujan yang sangat rendah.

4.1.5. Kondisi Kependudukan


1) Demografi
a) Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan data BPS tahun 2018 maka jumlah penduduk

Kecamatan Sirimau yaitu 161.236 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin


penduduk Kecamatan Sirimau memiliki jumlah penduduk laki-laki

sebanyak 80.830 Jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 80.406 Jiwa.

Tabel 4.2 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin


No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
1 Laki-laki 80.830 50.13
2 Perempuan 80.406 49.87
Jumlah 161.236 100.00
Sumber: RTRW Kecamatan Sirimau

Berdasarkan data pada tabel 4.2. maka dapat di hitung besarnya Sex

Rasio (SR) di Kecamatan Sirimau sebagai berikut:

Jumlah penduduk laki-laki


Sexrasio = X 100%
Jumlah penduduk perempuan

= 80.830
= 99 X 100%
80.406
Maka sex rasio penduduk Kecamatan Sirimau adalah 99, yang artinya

didalam setiap 100 orang laki-laki terdapat 99 orang perempuan.

Tabel 8 ; Jumlah Penduduk ,Ratio Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk Menurut

Desa/Kelurahan di Kecamatan Sirimau.

Jumlah Penduduk
No Desa/Kelurahan Luas/ km2 Laki-laki Perempu Jumlah Rasio Kependudukan
an Jenis Tiap Km2
Kelamin
1 Soya 59,65 4832 4890 9721 98,79 163
2 Kel.Wayhoka 0,75 2813 2769 5582 101,9 7443
3 Kel. 0,43 3576 3651 7227 97,95 16807
Karangpanjang
4 Kel.BatuMeja 0,85 5171 5363 10536 96,38 12395
5 Kel.BatuGaja 0,45 3932 3962 7891 99,24 17542
6 Kel.Ahusen 0,24 1835 2215 4050 82,84 16875
7 Kel.Hunipopu 0,34 2868 2772 5640 103,46 16588
8 Kel.Uritetu 0,35 2927 2739 5666 106,8 16189
9 Kel.Rijali 0,28 3844 3711 7615 101,94 27196
10 Kel.Amantelu 1,15 16189 3949 8119 105,60 7 060
11 BatuMerah 16,67 34723 34518 69241 100,59 4154
12 Kel.PandanKasturi 4,00 3729 3507 7236 106,33 1809
13 Hative Kecil 1,53 5662 5492 11154 103,10 7290
14 Galala 0,12 749 806 1555 92,93 12958
Jumlah 86,81 80830 80406 161236 100,53 1857,343
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Ambon

4.1.6. Geologi
Kecamatan Sirimau merupakan bagian dari wilayah yang tidak luput dari

proses sejarah geologi pulau ambon. Menurut van bammelan (1949),

sejarah geologi ambon dimulai dengan pendapatan batupasir, serpih,

batugamping dan radiolarian pada Zaman Trias Atas, satuan ini terlipat

kuat. Kemudian proses geologi berikutnya didomisili oleh kegiatan

plutonik dan vulkanik dimana tidak selaras di atas satuan batuan tertua

(intrusi peridotit) yang diikuti oleh naiknya magma granitic pada fase

pengangkatan geantiklin. Granit diduga berumur Neogen sedangkan

batuan vulkanik yang mengandung kordierit (ambonite). Diekstrusikan

pada akhir tersier. Kegiatan paling akhir yang dihasilkan adalah suatu

batuan “Melafir” yaitu bagian dari Ambonit yang terekstrusikan di bawah

laut menghasilkan lava basalt berstruktur bantal (pillow lava). Berikutnya

terjadi penurunan pulau tetapi kegiatan kegunungapian masi berlangsung,

diperlihatkan dengan adanya selang-seling batu apung dan napal. Pada

Zaman kuarter terjadi pengangkatan berkala, yang mengakibatkan

terbentuknya batugamping terumbu tidak selaras diatas lapisan lebih tua

disertai dengan pengendapan hasil rombakan (supraka,1984). Selanjutnya


endapan aluvial (QAI) terbentuk sejak Holosen hingga sekarang

(Tjokrosapoetra,1989).
Sesar yang dijumpai di pulau ambonadalah sesar turun, sesar geser

dan sesar naik. Sesar turun umumnya berarah baratn laut-tenggara dan

timur laut-barat daya, terdapat di desa larike-desa wakasihu dan desa soya-

desa latuhalat serta desa mamala-desa poka. Sesar geser umumnya berarah

timur laut-barat daya barat laut- tenggara terdapat di desa hatu-desa durian

patah serta desa galala- desa hukurila.


Mulai Miosen tengah sampai Pliosen terjadi proses tektonik yang

sangat kuat di daerah ini sebagai akibat pembenuran kerak samudra Laut

Seram dengan Pulau Seram. Tektonik ini menyebabkan terjadinya batuan

gunung api pada jalur magma uliaser (ambon, Haruku, Saparua dan

Nusalaut) di atas jalur Benioff, serta timbulnya batuan basah – ultrabasah.

Batuan gunung api kelang diduga keluar melalui jalur rekahan dalam

karena letaknya terpisah dari jalur mamga uliaser.

4.1.7. Geomorfologi
Pulau ambon termasuk dalam busur banda dalam yang bergunung api,

terlentang hamper sejajar dengan busur banda luar, mulai dari pulau

Ambalau, melalui pulau Banda , gunung api Serua, pulau Wetar sampai

pulau Flores. Busur banda luar yang tidak bergunung api terbentang

mengelilingi Laut Banda mulai dari pulau Buru, melalui pulau Seram,

kepulauan Tanimbar, pulau Timor sampai pulau Sumba.

4.1.8. Penutupan Lahan

Penutupan lahan di kecamatan sirimau terdiri dari kebun campuran,

pemukimna, alang-alang.semak belukar dan tegalan. Kebun campuran di


daerah penelitian terdiri dari beberapa tipe usaha yaitu tumpang sari

tanaman perkebunan dan tanaman umur pendek, lahan diusahakan dengan

tanaman buah-buahan, dan tanaman perkebunan rakyat yang di tanami

cengkih, kelapa, pala, atau bahkan sagu. Penutupan lahan tipe tumpang

sari diusahakan pada daerah datar sampai bergelombang, tanaman buah-

buahan diusahakan mulai dari daerah datar sampai bergunung. Perkebunan

rakyat tersebar pada bentuk wilayah datar sampai bergunung. Permukiman

pada daerah penelitian umumnya menyebar dari daerah datar sampai

bergunung dan biasanya dibagi atas dua tipe yaitu (1) kota dan daerah

industry, (2) kampung atau desa. Tegalan ini meliputi tanaman setahaun

atau lebih dikenal sebagai tanaman pangan, selain itu juga ditanami

dengan sayur-sayuran. Tegalan, semak belukar, alang-alang pada umunya

diperoleh di daerah dedatar sampai bergelombang.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan


Bencana longsor merupakan bencana yang terjadi akibat pergerakan tanah

sehingga membawa dampak tersendiri bagi masyarakat pada Kecamatan

Sirimau. Untuk menentukan kerentaan longsor pada Kecamatan Sirimau

Kota Ambon yaitu dengan melihat parameter yang mendukung untuk

penelitian ini antara lain :

4.2.1. Lereng

kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya

bencana longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi


kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng perlu mendapat perhatian

terhadap kemungkinan bencana longsor dan tentunya dengan

mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung, pada dasarnya

sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau

pemukiman yang membentuk lahan miring.

Parameter-parameter penyebab longsor yang dipakai adalah : iklim (curah

hujan), topografi (kemiringan lereng), gelogi, dan tanah (tekstur tanah).

Unsur topografi yang berpengaruh terhadap kejadian longsor dan

kerentanannya adalah kemiringan lereng (slope). Dimana makin curam

lereng makin besar dan cepat pula longsor terjadi.

Kelas kemiringan lereng Kecamatan Sirimau yang digunakan dalam

penelitian ini diturunkan dari Standar BNPB dan dibagi atas 5 kelas. Dari

lima kelas lereng yang penyebaranya luas adalah lereng kelas (15-25%)

yaitu 1182,17 Ha (31, 94%). Sementara yang sedikit penyebaranya adalah

lereng kelas (>45%) yaitu 81,94 Ha (2,21%). Tabel 9 menunjukan luas kelas

lereng dan peta kelas lereng ditunjukan oleh gambar ……..


Gambar. Peta Kemiringan lereng Kecamatan Sirimau
Berdasarkan peta kemiringan lereng Kecamatan Sirimau maka daerah

yang memiliki kemiringan lereng yang sangat rendah terdapat pada

kelurahan rijali, batu merah, galala, pandan kasturi, kel. Amantelu,

Waihoka. Sedangkan utuk kemiringan lereng yang sangat sedang terdapat

pada kel. Ahusen, Uritetu, Batu Gajah, Karang Panjang, Soya, sebagian

Batu Merah, Kel. Rijali. Dan daerah yang memiliki kemiringan lereng

yang sangat tinggi terdapat pada negeri Soya dan Batu Merah.
Dari pengkelasan lereng pada Kecamatan Sirimau daerah yang

memiliki luas lereng yang sangat besar terdapat pada kelas lereng 15-25%

dengan luasanya 1182,17 (Ha) yang terdapat pada daerah Soya dan Batu

Merah

Table 9 : Kelas Lereng dan Luasan Penyebarannya di Kecamatan Sirimau

No Kelas Lereng Penyebaran


Luas (Ha) %
1 0-8% 535,80 14,48
2 8-15% 960,92 25,96
3 15-25% 1182,17 31,94
4 25-45% 940,87 52,42
5 >45% 81,94 2,21
Jumlah 3701,69 100,00
Sumber : Data primer diolah, 2019

berdasarkan table diatas, diketahui bahwa luasan lereng pada Kecamatan

Sirimau yang memiliki luasa lereng yang sangat besar terdapat pada kelas

lereng 15-25% yang memiliki luas 1182,17 (Ha) atau 31,94%, disusul

dengan kelas lereng 8-15% dengan luasanya 960,92 (Ha) atau 25,96%, dan

pada kelas lereng 25-45% yang memiliki luasan area yaitu 940,87 (Ha)

atau 52,42%, pada kelas lereng 0-8% memiliki luasan 535,80 (Ha) atau
14,48%, dan pada kelas lereng >45% memiliki luasan 81,94 (Ha) atau

2,21%. Hal ini menunjukan bahwa pada kelas lereng Kecamatan Sirimau

untuk luasan 1182,17 (Ha) memiliki tingkat sedang dan untuk pada luasan

81,94 (Ha) termasuk pada daerah yang memiliki kemiringan lereng >45%

merupakan kelas kemiringan lereng yang sangat tinggi.

4.2.2. Tanah
Tanah adalah suatu tubuh alam yang berasal dari campuran bahan-

bahan organic dan anorganik. Menurut Ahmad (1981) menyatakan bahwa

tanah merupakan medium atau substrad dari organisme yang hidup dan

melakukan atau meneruskan rangkaian siklus kehidupan di alam ini. Tanah

adalah lapisan hitam tipis yang menutupi bahan padat kering terdiri dari

pelapukan batuan dalam ukuran partikel-partikel kecil, sisa-sisa vegetasi

dan hewan.
Tanah merupakan salah satu factor penentu yang diperhatikan dalam

menganalisis kerawanan tanah longsor di suatu wilayah. Beberapa

parameter yang dapat mempengaruhi kejadian tanah longsor selain

karakteristik satuan tanah secara umum, maka secara khusus diantaranya

tekstur dan kedalaman/ketebalan tanah. Berdasarkan data sekunder berupa

Peta Satuan Tanah Jazira Leitimur dan hasil pengecekan lapangan

diperoleh tanah yang tersebar di Kecamatan Sirimau adalah tanah

Kambisol, Rendisol, Litosol, dan Aluvial. Karakteristik tanah sebagai

berikut.
Litosol, satuan tanah ini tersebar pada bentuk wilayah datar sampai

bergunung dan berkembang dari semua bahan induk yang terdapat di

daerah penelitian kecuali alluvium, kedalaman tanah efektif sangat


dangkal (15-25 cm) dan langsung di atas batuan kukuh, lapisan atas agak

halus. Terdapat di batu gantung.


Aluvial, satuan tanah ini tersebar pada bentuk wilayah datar atau pada

tepi sungai dan berkembang dari litologi alluvium.kedalam tanah efektif

sedang (79 cm), tekstru lapisan tanah sedang sampai agak halus dan

lapisan bawah agak halus. terdapat beberapa kelurahan pusat kota ambon.
Rensina, satuan tanah tersebar pada bentuk wilayah datar sampai

bergunung danberkembang dari bahan induk batu gamping. Kedalaman

efektif dangkal (37-60 cm), tekstur lapisan atas dan bawah sedang sampai

halus. Lokasi keterdapatannya sama dengan satu tanah litosol yaitu batu

gantung, manga dua dan kusu-kusu sereh.


Kambisol, satuan tanah ini tersebr pada bentuk wilayah berombak

sampai bergunung dan berkembang dari litologi tuf, alluvium, batu

gamping, granit kwarsa, peridotite-serpentinit, batu pasir, andesit-liparit-

breksi. Kedalaman efektif sedang sampai dalam (79-135 cm), tekstur

lapisan agak halus sampai harga kasar dan lapisan bawah halus sampai

agak kasar. Terdapat dihampir sebagian besar kecamatan sirimau.


Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif 3 golongan besar partikel

tanah dalam suatu massa, terutama perbandinga antara fraksifraksi

lempung (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Semakin halus tekstur

semakin luas permukaan butir tanah, maka semakin banyak kemampuan

menyerap air, sehingga semakin besar peranannya terhadap kejadian tanah

longsor. Tekstur tanah diperoleh dengan analisis sampel tanah di

laboratorium.
Berdasarkan peta jenis tanah Pulau Ambon dan hasil penelitian di

lapangan yang ditemukan di Kecamatan Sirimau adalah tanah Aluvial,


Kambisol, Regosol, Litosol, Rendzina, Gleosol. Pengaruh tanah terhadap

kejadian longsor dan kerentanan juga sangat tergantung terhadap tingkat

perkembangan tanah
Gambar : Peta Jenis Tanah Kecamatan Sirimau
Berdasarkan peta jenis tanah Kecamatan Sirimau maka di dapat jenis

tanah sebagai berikut Aluvial, Kambisol, Regosol, Gleisol, Litosol, dan

Rendsina. dan pada jenis tanah yang didapat tekstur tanah pada Kecamatan

Sirimau dan yang memiliki luas tekstur tanah sangat besar terdapat pada

tekstur tanah berpasir dengan luasannya 2382,74 (Ha) dengan presentase

76,35%. Tabel 10 menunjukan luas tekstur tanah kecamatan sirimau

Table 10 : Jenis Tanah (tekstur tanah) dan Luas Penyebarannya di

Kecamatan Sirimau.

No Tekstur Tanah Penyebaran


Luas (Ha) %
1 Berliat 570,21 18,27
2 Berliat – berpasir 168,22 5,39
3 Berpasir 2382,74 76,35
Jumlah 3121,17 100,00
Sumber : Sumber data primer, 2019

Berdasarkan table diatas, diketahui bahwa luasan tekstur tanah pada

Kecamatan Sirimau berada pada tekstur tanah berpasir yaitu 2382,74 (Ha)

atau 76,35% , diikuti tekstur tanah berliat dengan luasannya 570,21 (Ha)

atau 18,27%, dan tekstur tanah berliat – berpasir dengan luasan 168,22

(Ha) atau 5,39%. Hal ini menunjukan bahwa daerah dengan tekstur tanah

berpasir meiliki tingkat kerentanan longsor yang sangat tinggi.

4.2.3. Curah Hujan


Data curah hujan seperti yang disajikan pada bagian deskripsi wilayah

menggambarkan data keseluruhan wilayah dari satu stasiun pencatatan

sehingga tidak ada perbedaan lama maupun intensitas untuk Kecamatan


Sirimau dan kecamatan-kecamtan lainnya. Namun demikian dari

pencatatan tersebut pengaruh faktor curah hujan terhadap longsor sangat

besar. Dimana kejadian longsor tahun 2018 pada tanggal 29 – 30 Mei 2018

terjadi hujan dengan intensitas sedang sampai lebat


Gambar : Peta Curah Hujan Kecamatan Sirimau
4.2.4. Geologi
Factor geologi yang mempengaruhi terjadinya bencana longsor adalah

struktur geologi, sifat bawaan batuan, hilangnya perekat tanah akibat

proses alami (pelarutan) dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi

terjadinya bencana longsor adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan

batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan

merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batauan berkurang

sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap

(Surono 2003).
Kecamatan Sirimau merupakan bagian dari wilayah yang tidak luput

dari proses sejarah geologi pulau ambon. Menurut van bammelan (1949),

sejarah geologi ambon dimulai dengan pendapatan batupasir, serpih,

batugamping dan radiolarian pada Zaman Trias Atas, satuan ini terlipat

kuat. Kemudian proses geologi berikutnya didomisili oleh kegiatan

plutonik dan vulkanik dimana tidak selaras di atas satuan batuan tertua

(intrusi peridotit) yang diikuti oleh naiknya magma granitic pada fase

pengangkatan geantiklin. Granit diduga berumur Neogen sedangkan

batuan vulkanik yang mengandung kordierit (ambonite). Diekstrusikan

pada akhir tersier. Kegiatan paling akhir yang dihasilkan adalah suatu

batuan “Melafir” yaitu bagian dari Ambonit yang terekstrusikan di bawah

laut menghasilkan lava basalt berstruktur bantal (pillow lava). Berikutnya

terjadi penurunan pulau tetapi kegiatan kegunungapian masi berlangsung,

diperlihatkan dengan adanya selang-seling batu apung dan napal. Pada


Zaman kuarter terjadi pengangkatan berkala, yang mengakibatkan

terbentuknya batugamping terumbu tidak selaras diatas lapisan lebih tua

disertai dengan pengendapan hasil rombakan (supraka,1984). Selanjutnya

endapan aluvial (QAI) terbentuk sejak Holosen hingga sekarang

(Tjokrosapoetra,1989).
Sesar yang dijumpai di pulau ambonadalah sesar turun, sesar geser dan

sesar naik. Sesar turun umumnya berarah baratn laut-tenggara dan timur

laut-barat daya, terdapat di desa larike-desa wakasihu dan desa soya- desa

latuhalat serta desa mamala-desa poka. Sesar geser umumnya berarah

timur laut-barat daya barat laut- tenggara terdapat di desa hatu-desa durian

patah serta desa galala- desa hukurila.


Mulai Miosen tengah sampai Pliosen terjadi proses tektonik yang

sangat kuat di daerah ini sebagai akibat pembenuran kerak samudra Laut

Seram dengan Pulau Seram. Tektonik ini menyebabkan terjadinya batuan

gunung api pada jalur magma uliaser (ambon, Haruku, Saparua dan

Nusalaut) di atas jalur Benioff, serta timbulnya batuan basah – ultrabasah.

Batuan gunung api kelang diduga keluar melalui jalur rekahan dalam

karena letaknya terpisah dari jalur mamga uliaser.


Berdasarkan peta geologi Pulau Ambon dan hasil penelitian lapangan,

Kecamatan Sirimau tersususn dari batuan (Tpav) Batuan Gunung Api

Ambon, (Ti) Granit Ambon, (TRJK) Formasi Kanike, (Qa) Aluvium,(Q)

Terumbu Koral Terangkat, (JKu) Batuan Ultramafik.


Faktor geologi yang berpengaruh sehingga terjadinya tanah longsor

pada Kecamatan Sirimau adalah sifat fisik batuan, kedudukan dan struktur

geologinya. Batuan yang berlapis miring searah dengan arah sudut lereng
akan berpengaruh terhadap terjadinya longsor, demikian batuan yang keras

dan masih relatife segar dapat juga menyebabkan terjandinya longsor, jika

mempunyai banyak retakan/joint yang searah dengan arah sudut lereng


Gambar : Peta Geologi Kecamatan Sirirmau
Table 11 : Geologi dan Luas Penyebarannya di Kecamatan Sirimau

No Satuan Gelogi Penyebaran


Luas (Ha) %
1 Batuan Gunung Api 1958,34 60,12
2 Batuan Ultramafik 604,63 18,56
3 Formasi Kanike 133,14 4,09
4 Terumbu Koral Terangkat 449,82 13,81
5 Alluvium 111,40 3,42
Jumlah 3257,13 100,00
Sumber : Analisis SIG Untuk Satuan Gelogi Tahun 2019

Berdasarkan table tersebut, terlihat bahwa jumlah luas lahan terbesar

berada pada satuan geologi batuan gunung api dengan luasannya yaitu

1958,34 (Ha) atau 60,12%, di ikuti dengan satuan gelogi berupa batuan

ultramafik dengan luasan areanya adalah 604,63 (Ha) atau 18,56%, dan

pada luasan area yang sangat kecil terdapat pada satuan geologi berupa

alluvium, dengan luasannya 111,40 (Ha) atau 3,42%. Hal ini menunjukan

bahwa pada hasil pengolahan data dengan menggunakan sofer ArcGIS

Kecamatan Sirimau satuan geologi batuan gunung api memiliki luasan

yang sangat besar.

4.2.5. Tingkat Kerentanan Longsor Kecamatan Sirimau


Penentuan tingkat kerawanan tanah longsor didasarkan dari hasil skor

kumulatif yang didapat dari keseluruhan parameter. Hasilnya dari

pekalian, pada penelitian ini digunakan 3 kelas kerawanan yaitu rendah,

sedang dan tinggi.


Peta. Kerentanan Longsor Kecamatan Sirimau
Berdasarkan peta kerentaan longsor pada Kecamatan Sirimau terdapat daerah

yang memiliki tingkat kerentanan longsor yang sangat tinggi terdapat pada daerah

Soya, Batu Merah, Kel. Batu Gajah, Kel. Batu Meja dengan luasanya 901,51 (Ha)

atau 24,37% sedangkan daerah yang memiliki tingkat kerentan longsor sangat

rendah terdapat pada daerah Galala, Pandan Kasturi, Hative Kecil, kel. Rijali,

Waihoka dan sebagian dari Batu Merah dengan luasanya 521,15 (Ha) atau

14,09%. Table …… menunjukan luas kerentanan longsor pada kecamatan sirimau

Table 12 : Kerentanan Longsor dan Luas Penyebarannya di Kecamatan Sirimau

No Kerentanan Longsor Penyebaran


Luas (Ha) %
1 Tinggi 901,51 24,37
2 Sedang 2276,10 61,54
3 Rendah 521,15 14,09
Jumlah 3698,76 100,00
Sumber : Analisis SIG Untuk Satuan Gelogi Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai