Makalah SISTEM HUKUM
Makalah SISTEM HUKUM
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib,
tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran
diharapkan untuk dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran
hukum harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum
ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan
kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit
adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan
diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan
putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah.
Telah kita ketahui bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tercantum dalam
UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi ,“ Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Namun apakah hal ini sudah benar-benar diterapkan dalam Tatanan Kenegaraan Republik
Indonesia. Disebutkan pula dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (1) bahwa “ Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang asli serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Winarta (2009:334) menyatakan bahwa “dalam
negara hukum, hukum adalah panglima (supreme). Semua persoalan harus dapat diselesaikan
dengan hukum dan sama sekali bukan melalui kekuasaan apalagi kekerasan”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah sistem hokum peradilan di Indonesia ?
2. dimanakah kepastian hukumnya, apa yang lalu dapat dijadikan pegangan bagi para
pencari keadilan, dimana keadilannya?
D. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita dapat menambah wawasan kita
tentang hal-hal yang berkaitan dengan peradilan umum, sejarah terbentuknya, serta bagan
struktur dari peradilan umum di Indonesia, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang
telah di amanahkan dosen kepada kami
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
b) Kewenangan
Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara pidana dan perdata di tingkat pertama;
Pengadilan Negeri dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang
hukum kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta;
Selain tugas dan kewenangan tersebut diatas, Pengadilan Negeri dapat diserahi tugas
dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
3
Untuk menentukan apakah seorang pencari keadilan berhak atas bantuan dengan cuma-cuma
itu, diperlukan suatu pemeriksaan secara sumir oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal yang
bersangkutan, yang oleh ketuanya dapat diserahkan kepada beberapa orang hakim pada
pengadilan tersebut. Orang yang diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bisa
merupakan penggugat atau tergugat dalam perkara perdata ataupun seorang tertuduh dalam
suatu perkara pidana. Di samping itu terdapat juga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang
juga memberikan bantuan kepada para pencari keadilan yang tidak mampu untuk mengambil
seorang pengacara.
4
a. Perlakuan Istimewa Terhadap Tersangka Korupsi.
Sekali lagi penegakan hukum di Indonesia mengalami ujian berat. Kampanye
pemerintahan SBY untuk memberantas korupsi tidak beda dengan kampanye pemerintahan-
pemerintahan sebelumnya. Kehilangan konsistensi ketika yang diduga korupsi adalah pejabat
tinggi. Diskriminasi penegakan hukum di negeri ini memang berjalan terus sehingga sangat
mengganggu konsistensi penegakan hukum, khususnya bagi para penegak hukum. Contoh
paling kongkret adalah ketika business Tycoon Anthony Salim yang diperiksa dalam
penjualan aset negara eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diperlakukan sangat
istimewa oleh para penyidik dari Mabes Polri. Ia diperiksa di Hotel Dhamawangsa yang
mewah, kemudian karena diberitakan pers, maka berpindah pemeriksaannya ke Mabes Polri.
Tetapi ia tetap diberi privilege untuk masuk dari pintu depan kantor Mabes Polri yang
biasanya hanya digunakan untuk para perwira Polri. Belum lagi ia diundang ke Istana
Merdeka untuk peluncuran buku suatu yayasan dimana ia duduk sebagai salah satu pendiri
yayasan tersebut.
5
manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Sehingga dapat dipastikan produk hukum yang
dikeluarkan pasti tidak (akan) sempurna dan memiliki banyak kelemahan.
6
Di Indonesia, struktur pengadilan berjenjang, yakni upaya hukum yang memungkinkan
terdakwa yang tidak puas terhadap vonis hakim mengajukan banding. Dengan upaya hukum
tersebut, keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya bisa dibatalkan oleh pengadilan yang
lebih tinggi. Dengan mekanisme tersebut diharapkan menghasilkan kepastian hukum dan
keadilan. Yang terjadi sebaliknya, yakni ketidakpastian hukum karena keputusan hukum
dapat berubah-ubah sesuai jenjang pengadilan, juga akan berujung pada simpang siurnya
keputusan hukum; kepastian hukum yang didambakan masyarakat pun semakin lama
didapatkan, karena harus melalui rantai peradilan yang sangat panjang.
b). Tidak ada persamaan di depan hukum
Persamaan di depan hukum (equality before the law) tanpa memandang status dan
kedudukan merupakan sebuah keharusan. Di Indonesia ada ketentuan, bahwa jika ada pejabat
negara –setingkat bupati dan anggota DPRD—tersangkut perkara pidana harus mendapatkan
izin dari Presiden. Aturan ini cenderung diskriminatif dan memakan waktu serta justru
menunjukkan bahwa equality before the law hanyalah isapan jempol.
d. Perilaku Aparat
Penyebab kebobrokan yang cukup serius adalah bobroknya mental aparat penegak
hukum, mulai dari polisi, panitera, jaksa hingga hakim. Untuk mengantisipasi dan melakukan
pengawasan terhadap aparat hukum di Indonesia dibentuklah berbagai macam komisi sebagai
state auxilary bodies antara lain Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional,
KPKPN (sudah dibubarkan) dan KPK. Tidak cukup sampai disitu saja, tuntutan publik juga
diarahkan untuk pembentukan lembaga pengawasan eksternal lembaga penegak hukum.
Tuntutan inilah yang ada pada akhirnya direspon oleh pembentuk Undang-Undang dengan
mengamanatkan pembentukan komisi, misalnya Komisi Yudisial pembentukannya
dimanatkan oleh konstitusi, Komisi Kepolisian diamanatkan oleh UU No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan RI mengamanatkan pembentukan Komisi Kejaksaan meskipun sifatnya tidak
wajib. Sebagai tindak lanjut dari amanat pasal 38 UU Nomor 16 tahun 2004 (meskipun tidak
imperatif) Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden RI No. 18 tahun 2005 tentang Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia.
Adanya berbagai komisi yang diantaranya memiliki fungsi melakukan pengawasan
terhadap aparat penegak hukum memang merupakan sebuah terobosan yang memiliki ’niat
baik’, akan tetapi ’niat baik’ saja nampaknya tidak cukup. Sebagai contoh, belum lagi Komisi
Yudisial berjalan efektif, sudah muncul masalah baru, yakni perseteruan Komisi Yudisial
7
dengan Mahkamah Agung (MA). Sesungguhnya, selain sistem pengawasan berbasis sistem,
permasalahan mendasarnya justru karena tidak ada pengawasan yang melekat dan berdimensi
ruhiyah. Konsekuensi dari sistem hukum dan peradilan sekular yang menafikan keberadaan
Tuhan mengakibatkan mereka melakukan sesuatu tanpa memperhatikan benar-salah, baik-
buruk.
Tidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di dalam
masyarakat. Setiap negara mendambakan adanya ketenteraman dan keseimbangan tatanan di
dalam masyarakat, yang sekarang lebih populer disebut "stabilitas nasional'. Kepentingan
manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, karena selalu terancam oleh bahaya-
bahaya disekelilingnya, memerlukan perlindungan dan harus dilindungi. Kepentingan
manusia akan terlindungi apabila masyarakatnya tertib dan masyarakatnya akan tertib apabila
terdapat keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Setiap saat keseimbangan tatanan dalam
masyarakat dapat terganggu oleh bahaya-bahaya disekelilingnya.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Realita yang terjadi dalam sistem peradilan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
Banyak terjadi kasus dalam peradilan Indonesia yang mengecewakan. Seperti kasus putusan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak mengikatnya UU Nomor 15 Tahun 2003
tentang perberlakuan surut UU Anti-Terorisme, peristiwa Trisakti, vonis tiga terpidana kasus
Poso, perlakuan istimewa terhadap tersangka korupsi dan kasus-kasus lainnya yang
mengecewakan masyarakat.
Penyebab penyimpangan sistem peradilan yang terjadi di Indonesia diantaranya:
1. Sistem hukum dan peradilan di Indonesia merupakan produk Barat Sekular yang
mengesampingkan Tuhan sebagai pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini.
Sehingga dapat dipastikan produk hukum yang dikeluarkan pasti tidak (akan)
sempurna dan memiliki banyak kelemahan.
2. Materi dan sanksi hukum yang tidak lengkap, sanksi hukum yang tidak member efek
jera, hukum hanya mementingkan kepastian hukum dan mengabaikan keadilan, dan
tidak mengikuti perkembangan zaman.
3. Sistem peradilan yang berjenjang, pembuktian yang lemah dan tidak meyakinkan, dan
tidak adanya persamaan di depan hukum.
4. Perilaku aparat penegak hukum, mulai dari polisi, panitera, jaksa hingga hakim yang
sangat mengecewakan atau sering disebut dengan mafia peradilan.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://rayyansaradiwa.wordpress.com/2013/01/15/perubahan-dan-perkembangan-sistem-
hukum-indonesia-perspektif-filsuf-roscoe-pound/
http://funnyaccounting.blogspot.com/2013/03/berbagai-penyimpangan-sistem-peradilan.html
10