FORBES MARSHALL
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PADJAJARAN
MAGISTER MANAJEMEN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Forbes Marshall merupakan perusahaan keluarga yang didirikan tahun 1925 oleh J. N.
Marshall yang bergerak dalam bidang trading company. Forbes Marshall telah bertahun-tahun
pindah ke bidang steam engineering and control instrumentation solution. Forbes Marshall
termasuk ranking 11 dalam the Great Place to Work pada tahun 2011.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Boston Globe, bahwa 40% SDM dapat
bertahan pada generasi kedua, 12% pada generasi ketiga, dan hanya 4% pada generasi
keempat. Dan Forbes Marshall termasuk dalam salah satu perusahaan yeng terdiri dari 4%
1. Communication
2. Initiative CSR
3. Pengembangan pegawai
Selain itu, ada beberapa keunggulan dari SDM pada perusahaan Forbes Marshall:
1. Retirees Programme
3. Gender Inclusion
4. Alumni Connect
Dapat kami simpulkan bahwa perusahaan Forbes Marshall memiliki sumber daya
manusia yang baik untuk saat ini. Namun, beberapa hal yang menurut kami menjadi kendala
ataupun permasalahan di masa yang akan datang, antara lain sebagai berikut (sumber:
glassdoor.co.in):
1. Terjadinya Long Working Hour, yaitu waktu kerja yang melebihi dari jam kerja yang
seharusnya.
2. Nepotisme, yaitu pemilihan SDM bukan atas dasar kemampuannya, tetapi atas dasar
hubungan kekeluargaan.
4. Agency Cost Altruism, adalah merupakan perhatian kesejahteraan orang lain tanpa
memperatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya
5. Forbes Marshall harus selalu menyiapkan Successor yang memiliki kapabilitas, kompetensi
KAJIAN TEORI
Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memilikikemampuan di atas
rata-rata, namun mereka juga mencari calon karyawan yang mampu menginvestasikan diri
mereka sendiri untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, proaktif, dan memiliki komitmen
(1976). Teori keagenan merupakan sebuah teori yang membahas hubungan pemilik
(principal) dengan manajer (agent). Teori keagenan ini menjelaskan hubungan kontraktual
pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang
2011: 13).
Eisenhard (dalam Arifin, 2005), membagi teori keagenan menjadi 3 (tiga) buah asumsi yaitu:
asumsi tentang sifat manusia, asumsi tentang keorganisasian, dan asumsi tentang informasi. Asumsi
tentang sifat manusia menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self
interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk
aversion). Asumsi keorganisasian menjelaskan konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai
kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara pemilik perusahaan dan
manajemen. Asumsi tentang informasi adalah konsep yang menjelaskan bahwa informasi merupakan
sebuah komoditi.
Informasi yang tidak seimbang dapat menyebabkan masalah bagi prinsipal dalam mengontrol
dan memonitor kinerja agen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan dua permasalahan yang muncul
1. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang timbul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah
2. Adverse Selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu
keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya
Work engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication dan absorption. Jadi seorang yang bercirikan dari
ketiga tersebut adalah seorang yang memiliki engaged dalam bekerja (Schaufeli, Salanova, Gonzales-
Roma & Bakker, 2002, dalam Bakker dan Leiter 2010, h. 13).
a. Vigor
Merupakan level energi yang tinggi dan resiliensi mental ketika bekerja, kemauan untuk
mengerahkan upaya, dan persisten ketika menghadapi hambatan dalam bekerja (Bakker & Leiter,
2010:13). Aspek vigor juga mencerminkan kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam
b. Dedication
Mengarah pada pelibatan diri yang kuat terhadap suatu pekerjaan dan merasakan keberartian
(challenge). Dedikasi yang tinggi berhubungan dengan cara kerja karyawan yang mampu
c. Absorption
Aspek yang terakhir adalah absorption yang ditandai dengan konsentrasi yang penuh ketika
bekerja, dimana Individu merasa ketika ia bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan
menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan (Bakker & Leiter, 2010, h.13).
Selain itu dalam definisi yang dikemukakan tercakup aspek afektif dan kognitif dari work
engagement sehingga secara tidak langsung disamping mencakup aspek kognitif, work engagement
juga mencakup penggunaaan emosi dan perasaan secara aktif (Salanova &Schaufeli, 2008).
c. Memiliki inisiatif,
i. Mengatasi masalah atau tantangan dan tetap fokus terhadap tugas, dan
Schaufeli dan Bakker menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi
prediktor penting bagi Work Engagement. Menurut Schaufeli dan Bakker Job
demand, job resources, dan personal resources merupakan faktor-faktor yang kuat
yang bersifat menuntut dan memerintah sehingga perlu diberikan respon. Respon
yang diberikan seringkali harus mengeluarkan usaha baik fisik ataupun psikis dari
individu atau karyawan terkait dikarenakan tuntutan kerja ini dapat mengarah pada
aspek fisik, sosial atau organisasional. Beberapa fakor yang dapat mempengaruhi
tuntutan kerja antara lain adalah: tekanan kerja (work pressure), tuntutan emosi
(emotional demands), tuntutan mental (mental demands), dan tuntutan fisik (physical
demands)
Sumber daya kerja atau yang sering disebut job resources diartikan sebagai
aspek fisik, psikologis, sosial, dan organisasi pada pekerjaan yang antara lain
digunakan untuk: 1) mengurangi tuntutan dari pekerjaan dan usaha yang dikerluarkan
secara fisik maupun psikis, 2) meraih suatu tujuan/goal dari pekerjaan 3) dan
teori job demands- resources, Halbesleben (dalam Bakker & Leiter, 2010, h. 109)
menyatakan bahwa sumber daya kerja merupakan penahan hubungan antara tuntutan
kerja dan kelelahan (exhaution). Dibawah kondisi pekerjaan, pekerja yang memiliki
level tinggi dari resources memberikan lebih masukan dan kemudian lebih mampu
Diartikan sebagai aspek kognitif dan afektif dari kepribadian, yang merupakan
kepercayaan positif terhadap diri sendiri dan lingkungan serta bersifat dapat
dikembangkan, yang mana hal ini dapat memotivasi dan memfasilitasi pencapaian
tujuan bahkan saat menghadapi kesulitan dan tantangan. (Bakker, 2008, h. 8-13).
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu faktor psikologis yang penting bagi individu dalam bekerja adalah keterikatan
kerja (work engagement). Keterikatan kerja memberikan manfaat positif bagi pekerja,
misalnya kinerja menjadi lebih baik dan mengurangi turnover. Keterikatan kerja merupakan
komponen secara psikologis, bukan bersifat fisik, maksudnya pekerja yang masih bekerja di
semangat (vigor), fokus (absorption), dan memiliki dedikasi dalam bekerja. Individu yang
bekerja secara disiplin, memenuhi jam kerja, menajalankan pekerjaannya sesuai tugas dan
tanggung jawabnya dalam deskripsi pekerjaan bisa saja memiliki work engagement yang
rendah.
Dalam hal ini, perusahaan Forbes Marshall telah memiliki work engagement yang baik
sehingga tercermin dalam performance Forbes Marshall yang meningkat serta sumber daya
manusia yang sejahtera, namun ada saja beberapa hal yang harus menjadi perhatian ataupun
4.1 Simpulan
2) Communication,
3) CSR initiatives.
Dengan adanya keterikatan kerja / Work Engagement memberikan manfaat positif bagi
pekerja, misalnya kinerja menjadi lebih baik dan mengurangi turnover. Work engagement
sendiri diartikan sebagai derajat lingkungan pekerjaan dalam memberikan stimulus
yang bersifat menuntut dan memerintah sehingga perlu diberikan respon. Respon
yang diberikan oleh pekerja Forbes Marshall seringkali harus mengeluarkan usaha
baik fisik ataupun psikis dari individu atau karyawan terkait dikarenakan tuntutan
kerja ini dapat mengarah pada aspek fisik, sosial atau organisasional .
Adanya penerapan tiga pilar tersebut, pekerja dalam perusahaan Forbes Marshall merasa
terikat terhadap perusahaan. Ketika keterikatan kerja meningkat, pekerja dituntut untuk
melakukan pekerjaan yang lebih produktif, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
4.2 Rekomendasi
Dengan adanya Long Working Hour pada perusahaan Forbes Marshal justru mengurangi
produktifitas dan memperburuk kesehataan para pegawai. Untuk itu menurut kelompok kami,
sebaiknya Forbes Marshall memberlakukan jam kerja 25 jam/minggu atau maximum 7
jam/hari dengan bekerja secara produktif.
Ada baiknya perusahaan Forbes Marshall ini menerima SDM yang bukan dari
lingkungan keluarga sendiri, karena untuk menumbuhkan suasana lingkungan kerja yang
baru, strategi yang baru yang pada tujuan akhirnya adalah demi kemajuan perusahaan itu
sendiri. Forbes Marshall harus siap dengan perubahan zaman dan harus berani mengambil
serta menyiapkan external successor untuk menghadapi persaingan bisnis kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2007). The Job Demands-Resources model: State of the art.
Arifin, Zaenal. 2005. Hubungan Antara Corporate Governance dan Variabel Pengurang
Jensen, M.C. 1993. The Modern Industrial Revolution, Exit, and The Failure of internal
____ and W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and