Anda di halaman 1dari 33

PROSES PENGECORAN NI HARD BERBASIS PIG IRON DI

BALAI BESAR LOGAM DAN MESIN

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Mata Kuliah Kerja
Praktik pada Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Nusantara

Oleh:
YOGA ARI MUKTI
41037003151002

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UNIVERSITAS ISLAM
NUSANTARA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PROSES PENGECORAN NI HARD BERBASIS PIG IRON


DI BALAI BESAR LOGAM DAN MESIN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

YOGA ARI MUKTI


41037003151002

Telah Disetujui dan disahkan


pada tanggal 7 Februari 2019

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Kerja Pembimbing Lapangan
Praktik Kerja Praktik

Helmi Hariyadi, Ir., MT Moch Iqbal Zaelana Muttahar, ST


NIP : 300546 NIP : 119408302018011002

Mengetahui
Kordinator Kerja Praktik

Noneng Nurhayani, Ir., M.M.Pd


NIP/NIDN : 0091046401

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat,
dan Ridha-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kerja praktek ini
tepat pada waktunya dengan judul “PROSES PENGECORAN PADUAN NI-
HARD BERBASIS PIG IRON DI BALAI BESAR LOGAM DAN MESIN”.
Dengan selesainya laporan kerja praktek ini, penulis ingin mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:

2
1. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis ayah dan ibu serta adik dan
kakak yang selalu memberikan doa serta dukungan dan motivasi kepada
penulis.
2. Bapak Dr. Ir Hadi S Cokrodimejo., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Islam Nusantara.
3. Bapak Helmi Hariyadi, Ir., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Islam Nusantara dan selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan ijin untuk pelaksanaan kerja praktik ini.
4. Bapak Ir. Purbaja Adi Putra selaku kepala dibidang pengecoran BBLM
yang telah memberikan ijin kerja praktik.
5. Bapak Moch Iqbal Zaelana Muttahar, ST selaku pembimbing yang telah
memberikan ilmu dan bimbingannya selama kerja praktik lapangan hingga
penulis menyelesaikan laporan ini.
6. Ibu Greida Frista, ST. yang telah memberikan banyak tambahan ilmu dan
bimbingan kepada saya selama melaksanakan kerja praktik di BBLM.
7. Para pegawai BBLM bagian pengecoran yang telah memberikan
bimbingan selama kerja praktik.
8. Semua pegawai BBLM yang telah membantu pelaksaan kerja praktik ini
atas penerimaanya.
9. Semua teman-teman Teknik industri UNINUS diantaranya yaitu Rona
Zakiyah Toer, Agus Rahayu, Irfan Fariz, M Febriansyah, Reja Zaelani,
Ujang Rohman yang telah memberikan saran dan dukungan untuk
menyelesaikan laporan ini.
10. Kepada semua pihak yang terlibat yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.

Penulis menyadari, karya tulis ini masih banyak kelemahan dan kekurangan nya.
Karena itu penulis terbuka menerima kritik dan saran.

3
Bandung, Juni 2017
Penulis,

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................vii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah3
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 4
1.5 Sistematika Penulisan 4

BAB II PROFIL PERUSAHAAN


2.1 Sejarah BBLM 5
2.2 Visi dan Misi BBLM 6
2.3 Tugas dan Fungsi BBLM 6
2.4.1 Fungsi Intansi 6
2.4.2 Tujuan Intansi 7
2.4 Struktur Organisasi 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Proses Pengecoran 8
3.2 Pasir 8
3.3 Tahapan Persiapan Proses Pengecoran 8
3.4 Prosedur Pembuatan Cetakan Pasir 9
3.5 Cetakan Dibuat Dari Pasir Yang Kasar Dengan Bahan Pengikat 9
3.6 Proses Pembuatan Cetakan Yang Dilakukan di Pabrik-Pabrik 9
3.7 Pembuatan Cetakan 9
3.8 Cetakan Pola Sekali Pakai 10
3.9 Saluran Masuk, Penambah, dan Karakteristik Pembekuan 11
3.10 Pola 12
3.11 Ketepatan Ukuran Coran13
3.12 Penyusutan 13
3.13 Tirus 13
3.14 Penyelesaian 13
3.15 Distorsi 13
3.16 Kelonggaran 13
3.17 Bahan Pola 14

5
3.18 Pasir 14
3.19 Pengujian Pasir 15
3.20 Nickel Pig Iron 15
3.21 Ni Hard 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Metodologi Penelitian
4.1.1 Tahapan Metodologi Penelitian 17
4.2 Pembahasan 18

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 19
5.2 Saran 20
Daftar Pustaka21
Lampiran (jika ada)

6
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Komposisi NIkel Pig Iron......................................................................19

7
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Organisasi BBLM...........................................................6


Gambar 3.2 Prosedur Pembuatan Cetakan Pasir...............................................11

Gambar 3.2 Cetakan Pola Sekali Pakai....................................................................................11

Gambar 3.3 Cara Pengaliran Logam Cair ke dalam Rongga Cetakan..............13


Gambar 3.4 Jenis Pola.......................................................................................13

Gambar 3.5 Cara Pembuatan Balok Tirus................................................................................16

Gambar 3.6 Basic Oxygen Furnance BOF 18

8
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

9
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknik Industri adalah suatu bidang keilmuan yang mempelajari bagaimana
merancang, mengatur dan mengaplikasikan semua faktor-faktor seperti manusia,
mesin, metode, material, lingkungan dan analisis keuangan serta kajian manajerial
menjadi suatu sistem dalam lingkup yang berhubungan dengan fungsi industri
seperti penelitian dasar, penelitian operasional, pengembangan terhadap suatu
produk baru melalui rekayasa industri, desain produk, perancangan sistem kerja
dan ergonomi, perawatan mesin, pengendalian kualitas dan mutu, otomasi sistem
produksi hingga pada analisa kelayakan pabrik yang mencakup pula kajian
manajemen secara komprehensif dan aplikatif.
Balai besar logam dan mesin merupakan sebuah perusahaan yang bergerak
dibidang peneletian dan pengembangan, salah satunya adalah peneletian dan
pengembangan di bidang pengecoran logam. Balai Besar Logam dan Mesin
mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengembangan industri logam dan
pemesinan, penelitian terapan serta layanan pengujian, jasa keteknikan dan
peningkatan SDM, sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala
Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI).
Pengecoran Logam adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan
logam cair dan cetakan untuk menghasilkan bentuk yang mendekati bentuk
geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam
cetakan yang memiliki rongga cetak (cavity) sesuai dengan bentuk atau desain
yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga cetak dan tersolidifikasi,
selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses
sekunder.

1
Untuk menghasilkan hasil cor yang berkualitas maka diperlukan pola yang
berkualitas tinggi, baik dari segi konstruksi, dimensi, material pola, dan
kelengkapan lainnya. Pola digunakan untuk memproduksi cetakan. Pada
umumnya, dalam proses pembuatan cetakan, pasir cetak diletakkan di sekitar pola
yang dibatasi rangka cetak kemudian pasir dipadatkan dengan cara ditumbuk
sampai kepadatan tertentu. Pada lain kasus terdapat pula cetakan yang
mengeras/menjadi padat sendiri karena reaksi kimia dari perekat pasir tersebut.
Pada umumnya cetakan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas (cup) dan
bagian bawah (drag) sehingga setelah pembuatan cetakan selesai pola akan dapat
dicabut dengan mudah dari cetakan.
Inti dibuat secara terpisah dari cetakan, dalam kasus ini inti dibuat dari pasir
kuarsa yang dicampur dengan Airkaca (Water Glass / Natrium Silikat), dari
campuran pasir tersebut dimasukan kedalam kotak inti, kemudian direaksikan
dengan gas CO2 sehingga menjadi padat dan keras. Inti diseting pada cetakan.
Kemudian cetakan diasembling dan diklem. Sembari cetakan dibuat dan
diasembling, bahan-bahan logam seperti ingot, scrap, dan bahan paduan, dilebur
di bagian peleburan. Setelah logam cair dan homogen maka logam cair tersebut
dituang ke dalam cetakan. Setelah itu ditunggu hingga cairan logam tersebut
membeku karena proses pendinginan. Setelah cairan membeku, cetakan
dibongkar. Pasir cetak, inti, dan benda tuang dipisahkan. Pasir cetak bekas masuk
ke instalasi daur ulang, inti bekas dibuang, dan benda tuang diberikan ke bagian
fethling untuk dibersihkan dari kotoran dan dilakukan pemotongan terhadap
sistem saluran pada benda tersebut. Setelah fethling selesai apabila benda perlu
perlakuan panas maka diproses di bagian perlakuan panas.
Tuntutan moderenisasi diberbagai aspek, mutu dan kualitas serta
produktifitas menjadi sangat penting kendati harus dibayar mahal, hal ini terjadi
pula dalam proses peleburan dalam upaya menghasilkan produk yang bermutu
tinggi dikembangkan pemakaian energi listrik sebagai sumber panasnya. Dalam
beberapa hal pemakaian energi listrik ini memiliki berbagai keunggulan, antara
lain
 Memberikan jaminan homogenitas kemurnian bahan tuangan sesuai
dengan komposisi yang diharapkan

2
 Temperatur pemanasan dapat dikendalikan pada konstanta yang
diinginkan
 Dapat memperbaiki mutu logam dari bahan baku dengan mutu rendah.
Industri-industri pengecoran logam dewasa ini banyak menggunakan
dapur listrik dalam proses peleburannya, dimana dapur listrik yang
digunakan ini terdapat dua type, yaitu Dapur Induksi dan dan dapur busur
listrik. Untuk dapur induksi ini merupakan dapur yang paling banyak
digunakan dalam proses peleburan karena biaya operasionalnya murah
serta mudah pengoperasiannya sehingga disebut sebagai dapur induksi
frekuensi rendah.
Dapur induksi ialah salah satu dari dapur listrik yang menggunakan
induksi listrik sebagai sumber panasnya. Dapur ini disebut sebagai dapur
krus atau disebut juga dapur tak beriinti karena tempat peleburannya
berbentuk krus atau bak atau kubangan Dapur ini dibentuk dari sistem
pamanas listrik yang dilindungi oleh bahan tahan api dan dinding baja.
Proses peleburan dengan menggunakan dapur listrik ini tidak
menimbulkan pengarbonan sehingga diperlukan penambahan kadar karbon
yakni dengan memasukan bubuk karbon atau bubuk kokas. Untuk
mencegah penurunan suhu didalam dapur pengisian harus dilakukan
secara bertahap sedikit demi sedikit. Pada saat awal dimana skrap baja
dimasukan dan saat mulai mencair kira-kira 2/3 bagian dari bahan
pengarbon dimasukan kedalam dapur dan setelah itu ditambah besi kasar
baru, skrap besi dan potongan-potongan baja dimasukan dan kemudian
paduan besi.
Setelah aliran listrik dihentikan, Terak yang terbentuk oleh proses
peleburan ini harus dikeluarkan sebelum logamnya. Dan logam dituangkan
menuju ladel (Tapping), kemudian dituangkan kedalam cetakan pasir yang
telah disiapkan sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana proses pengecoran Nickel Pig Iron?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah agar mampu mengetahui bagaimana proses
pengecoran ini dilakukan, dan memahami setiap proses yang dijalankan.

3
1.4 Manfaat
Manfaat bagi penulis adalah dapat mengetahui dan memahami proses
tahapan pengecoran dengan baik dan benar.
1.5 Sistematika Penulisan
Penyusunan laporan kerja praktek ini terdiri dari beberapa bab dan masing-
masing bab tersebut berisi uraian singkat dan memperjelas selama
mengadakan kerja praktek lapangan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan
lebih sistematis dan spesifik sesuai dengan topic permasalahan. Adapun
laporan kerja praktek ini terdiri dari 5 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, bataasan
masalah, tujuan dan manfaat kerja praktek.
BAB II TINJAUAN UMUM
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang perusahaan yang berisi
tentang sejarah berdirinya perusahaan, visi dan misi perusahaan, struktur
organisasi perusahaan, serta tugas dan fungsi dari perusahaan itu sendiri.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi mengania tentang teori-teori yang berkaitan dengan isi
laporan kerja praktek dan pendukung dalam pemecahan masalah yang
dianggap relevan dengan perusahaan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang penerapan K3 yang diterapkan di
Kantor Balai Besar Logam Dan Mesin untuk bagian di pengecoran dampak
bahaya yang ditimbulkan dan penerapan K3 yang baik dan benar.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan apa yang menjadi kesimpulan selama
kerja praktek di perusahaan tersebut dan mengemukakan saran dan pendapat
penulis untuk perusahaan sesuai dengan isi pembahasan.

4
2 BAB II
SEKILAS BBLM

2.1 Sejarah BBLM


Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) berdiri paa tahun 1969 berdasarkan
SK Direktorat Jenderal Perindustrian Dasar No.48 / Kpts. DD / Perdas, dengan
nama Proyek Pusat Pengembangan Logam atau lebih dikenal dengan nama Metal
Industries Development Center (MIDC).
Pada tanggal 9 Maret 1979 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian No.45 / M / SK / 1979, proyek MIDC berubah status menjadi Balai
Besar Logam dan Mesin, dan berada di bawah lingkungan Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri (BPPI) Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
Ketika terjadi penggabungan antara Departemen Perindustrian dan Perdagangan
tahun 2002, BBLM berada di bawah Direktorat Jenderal Industri dan Dagang
kecil Menengah (IDKM), lalu pada tahun 2005 BBLM kembali lagi berada di
bawah BPPI sesuai dengan pemisahan kembali Departemen Perindustrian dan
Departemen Perdagangan.
Saat ini BBLM berada di bawah naungan Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri (BPPI) Kementrian Perindustrian Republik Indonesia
sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 58/M-IND/PER/6/2015
tanggal 12 Juni 2015.
Sejak pendiriannya, BBLM telah bekerjasama dengan Pemerintahan
Kerajaan Belgia (1969 – 1987), UNIDO (1975 – 1978), Pemerintahan Republik
Federal Jerman (1976), NIRIN (1995 – 2000) dan Japan Internatioanal
Cooperation Agency – JICA (1999 – 2004).
Saat ini kerja sama yang sedang dilaksanakan yaitu dengan Korea Institute
of Materials Science (KIMS) dalam bidang penelitian dan pengembangan
material engineeering.

5
2.2 Visi Misi BBLM
Visi :
BBLM menjadi lembaga litbang terkemuka di bidang design proses dan
produk engineering dunia.
Misi :
1. Melakukan litbang terapan desain produk,material,proses dan kepastian
mutu dibidang logam dan mesin.
2. Memberikan pelayanan teknis : konsultasi & supervisi, penilaian
kesesuaian, pengembangan kompetensi SDM, sertifikasi produk,
sertifikasi personil dan sistem manajemen mutu bagi industri logam dan
mesin.
3. Penyebarluasan dan membantu penerapan teknologi di bidang logam
dan mesin kepada masyarakat industri.
2.3 Tugas dan Fungsi BBLM
2.3.1 Fungsi Intasi
Fungsi BBLM antara lain untuk :
1. Melaksanakan kerjasama dan pengembangan usaha, monitoring dan
evaluasi serta konsultasi dan supervisi.
2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan, perancangan keteknikan,
standarisasi proses dan produk serta teknologi informasi.
3. Melaksanakan alih teknologi, pengecoran logam, pemesinan dan
perlakuan panas serta pengelasan dan pelapisan.
4. Melaksanakan penilaian dan kesesuaian, kalibrasi, pengujian dan
inspeksi serta sertifikasi produk dan profesi.
Melaksanakan pelayanan teknis dan administrasi bagi semua unsur di
lingkungan BBLM.

6
2.3.2 Tujuan Instansi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
44/MIND/PER/6/2006 tanggal 29 juni 2006, Balai Besar Logam dan Mesin
mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengembangan industri logam dan
pemesinan penelitian terapan serta layanan pengujian, jasa keteknikan dan
peningkatan SDM, sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala
Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI).

2.4 Struktur Organisasi BBLM

Gambar 2.1 strutur organisasi BBLM

7
3 BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Proses Pengecoran


Proses pengecoran meliputi, pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan
logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses
daur ulang pasir cetakan. Produk pengecoran disebut coran atau benda cor. Berat
coran itu sendiri berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton
dengan komposisi yang berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa
ton dengan komposisi yang berbeda dan hamper semua logam atau paduan dapat
dilebur dan dicor.
Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses
pengecoran dan proses percetakan. Pada proses pengeceron tidak digunakan
tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan, sedang pada proses pencetakan logam
cair ditekan agar mengisi rongga cetakan. Karena pengisian logam berbeda,
cetakan pun berbeda, sehingga pada proses percetakan cetakan umumnya dibuat
dari loga. Pada proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun
ada kalanya digunakan pula plaster, lempung, keramik atau bahan tahan api
lainnya.
3.2 Pasir
Ada dua acara pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Pembagian
berdasarkan jenis pola yang digunakan :
 Pola yang dapat digunakan berulang-ulang dan,
 Pola sekali pakai
3.3 Tahapan Persiapan Proses Pengecoran
Urutan pembahasan proses pengecoran adalah sebagai berikut :
 Prosedur pembuatan cetakan
 Pembuatan pola
 Pasir
 Inti
 Peralatan (mekanik)

8
 Logam
 Penuangan dan pembersihan benda cor
3.4 Prosedur Pembuatan Cetakan Pasir
Cetakan diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan :
 Cetakan pasir basah (green sand molds)
Cetakan dibuat dari pasir cetak basah. Prosedur pembuatannya dapat
dilihat pada gambar 3.1
 Cetakan kulit kering (Skin dried mold)
 Cetakan pasir kering (Dry-sand molds)
3.5 Cetakan dibuat dari pasir yang kasar dengan bahan pengikat
 Cetakan lempung (Loan molds)
 Cetakan furan (Furan molds)
 Cetakan CO2
 Cetakan logam. Cetakan logam terutama digunakan pada proses cetak-
tekan (die casting) logam dengan suhu cair rendah.
 Cetakan khusus. Cetakan khusus dapat dibuat dari plastic, kertas, kayu
semen, plaster, atau karet.
3.6 Proses Pembuatan Cetakan Yang Dilakukan di Pabrik-Pabrik
Pengecoran Dapat di Kelompokkan Sebagai Berikut :
 Pembuatan cetakan di meja (Bench molding).
Dilakukan untuk benda cor yang kecil.
 Pembuatan cetakan di lantai (Floor molding)
 Dilakukan untuk benda cor berukuran sedang atau besar
 Pembuatan cetakan sumuran (pit molding)
 Pembuatan cetakan dengan mesin (machine molding)
3.7 Pembuatan Cetakan
Pembuatan Cetakan. Sebagai contoh akan diuraikan pembuatan roda
gigi seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini. Cetakan dibuat dalam rangka
cetak (flak) yang terdiri dari dua bagian, bagian atas disebut kup dan
bagian bawah disebut drag. Pak kotak cetak yang terdiri dari tiga bagian,
bagian tengahnya disebut cheek.

9
Kedua bagian kotak cetakan disatukan pada tempat tertentu dengan lubang dan
pin.

Gambar 3.1 Prosedur pembuatan cetakan pasir


3.8 Cetakan Pola Sekali Pakai

Gambar 3.2 Cetakan Pola Sekali Pakai

10
 Keuntungan dari proses cetak sekali pakai ini meliputi :
1. Sangat tepat untuk mengecor benda-benda dalam jumlah kecil
2. Tidak memerlukan pemesinan lagi
3. Menghemat bahan coran
4. Permukaan mulus
5. Tidak diperlukan pembuatan pola belahan kayu yang rumit
6. Tidak diperlukan inti atau kotak inti
7. Pengecoran jauh lebih sederhana
 Kerugiannya adalah :
1. Pola rusak sewaktu dilakukan pengecoran
2. Pola lebih mudah rusak, oleh karena itu memerlukan penangangan yang
lebih sederhana.
3. Pada pembuatan pola tidak dapat digunakan mesin mekanik
4. Tidak ada kemungkinan untuk memeriksa keadaan rongga cetakan
3.9 Saluran Masuk, Penambah, Dan Karakteristik Pembekuan
Sistem saluran masuk (gating system) untuk mengalirkan logam cair ke
dalam rongga cetakan, terdiri dari cawan tuang, saluran turun, pengalir dan
saluran masuk tempat logam mengalir memasuki rongga cetakan. Fungsi system
saluran masuk perlu dirancang dengan mantap dengan mempertimbangkan faktor-
faktor berikut :
1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan pada dasar atau dekat
dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin. Hal ini perlu diperhatikan,
khususnya pada benda tuang yang kecil.
2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus
ditekan dengan mengatur aliran logam cair atau dengan menggunakan inti
pasir kering.
3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian sehingga terjadi
solidifikasi terarah. Solidifikasi hendaknya mulai dari permukaan cetakan kea
rah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi
kekurangan akibat penyusutan.
4. Usahakanlah agar slag, kotoran atau partikel asing tidak dapat masuk ke dalam
rongga cetakan.

11
Gambar 3.3 Cara pengaliran logam cair ke dalam rongga cetakan
3.10 Pola
Jenis Pola

Gambar 3.4 Jenis Pola


a. Pola tunggal
b. Pola belah
c. Pola terpisah
d. Pola dengan pengalir
e. Pola dengan papan penyambung
f. Pola rodavdengan penuntun
g. pola sipat :sipat lengkung untuk inti pasir basah yang besar dan sipat datar
untuk atur
3.11 Ketepatan Ukuran Coran
Pada pembuatan pola harus diperhatikan beberapa hal antara lain: pengaruh
penyusutan logam cair, ketirusan, penyelesaian, distorsi dan kelonggaran,
sehingga kita dapat memperoleh benda cor yang benar-benar sesuai dengan benda
yang akan dibuat.

12
3.12 Penyusutan
Karena hampir semua jenis logam menyusut pada waktu pembekuan, pada
waktu membuat pola perlu ditambahkan ukuran penyusutan. Untuk kemudahan,
untuk besi cor dapat digunakan mister susut yang 1,04% atau 0,00104 mm/mm
lebih panjang dari ukuran standar. Direncanakan suatu roda gigi yang bila
pemesinan telah selesai, mempunyai diameter luar 150 mm. Untuk brons perlu
ditambah 1,56%, baja 2,08%, aluminium dan magnesium 1,30%.
3.13 Tirus
Bila pola yang dapat diangkat dikeluarkan dari cetakan, kadang-kadang tepi
cetakan pasir yang bersentuhan dengan pola terangkat. Oleh karena itu untuk
memudahkan pengeluaran pola, maka sisi tegak pola dimiringkan. Untuk
permukaan luar, biasanya dipakai penambahan sebesar 1,04% hingga 2,08%.
Untuk lubang di sebelah dalam dapat digunakan kemiringan sampai 6,25%.
3.14 Penyelesaian
Permukaan coran yang akan mengalami pemesinan biasanya diberi tanda
tertentu. Tanda tersebut berarti bahwa pola harus dipertebal, sehingga cukup
bahan untuk diselesaikan. Umumnya penambahan adalah 3.0 mm. untuk pola
yang besar seukuran tersebut harus ditambah karena ada kemungkinan bahwa
benda cor akan melengkung.
3.15 Distorsi
Distorsi terjadi pada benda coran dengan bentuk yang tidak teratur karena
sewaktu membeku terjadi penyusutan yang tidak merata. Kemungkinan ini perlu
diperhitungkan sewaktu membuat pola.
3.16 Kelonggaran
Bila pasir di sekitar pola ditumbuk-tumbuk kemudian pola dilepaskan, pada
umumnya ruangan pola akan lebih besar sedikit. Pada benda cor yang besar atau
benda cor yang tidak mengalami penyelesaian, hal ini dapat diatasi dengan
membuat pola yang kecil sedikit.

13
3.17 Bahan Pola
Langkah pertama dalam pembuatan suatu benda cor ialah: persiapan pola.
Pola ini agak berbeda dibandingkan dengan benda cornya sendiri. Perbedaan
tersebut mencakup suaian pola untuk mengimbangi penyusutan dan pemesinan
dan penambahan lainnya unutk memudahkan pengecoran.
 Pola Biasanya dibuat dari kayu karena relative murah dan mudah
dibentuk. Karena penggunaan pola biasanya terbatas, pola tidak perlu
dibuat dari bahan awet.
 Sebaliknya pola yang diperlukan untuk produksi dalam jumlah yang
banyak biasanya dibuat dari logam karena lebih awet dalam penggunaan.
 Pola logam tidak berubah bentuk dan rata-rata tidak memerlukan
perawatan khusus. Jenis logam yang banyak digunakan untuk pola ialah
kuningan, besi cord an aluminium. Aluminium banyak digunakan karena
mudah dibentuk, ringan dan tahan korosi. Pola logam biasanya dicor
mengikuti pola induk yang terbuat dari kayu.

Gambar 3.5 Cara Pembuatan Balok Tirus


3.18 Pasir
Jenis - jenis pasir. Pasir silica (SiO2), ditemukan di banyak tempat, dan
tersebar di seluruh Nusantara. Pasir ini sangat cocok untuk cetakan karena tahan
suhu tinggi tanpa terjadi penguraian, murah harganya, awet dan butirannya
mempunyai bermacam tingkat kebesaran dan bentuk. Namun, angka muainya
tinggi dan memiliki kecenderungan untuk melebur menjadi satu dengan logam.
Karena kandungan debu yang cukup tinggi, dapat berbahaya bagi kesehatan.

14
3.19 Pengujian Pasir
Pasir cetakan perlu diuji secara berkala untuk mengetahui sifat-sifatnya.
Pengujian yang lazim diterapkan adalah pengujian mekanik untuk menentukan
sifat-sifat pasir sebagai berikut:
1. Permeabilitas. Porositas pasir memungkinkan pelepasan gas dan uap yang
terbentuk dalam cetakan
2. Kekuatan. Pasir harus memiliki gaya kohesi, kadar air dan lempung,
mempengaruhi sifat-sifat cetakan.
3. Ketahanan terhadap suhu tinggi. Pasir harus tahan terhadap suhu tinggi tanpa
melebur.
4. Ukuran dan bentuk butiran. Ukuran butiran pasir harus sesuai dengan sifat
permukaan yang dihasilkan. Butiran harus berbentuk tidak teratur sehingga
memiliki kekuatan ikatan yang memadai.
3.20 Nickel Pig Iron
Indonesia masih kekurangan produk baja. Saat ini produksi baja
nasional sebanyak 7 juta ton/tahun, sedangkan kebutuhan nasional 12 juta
ton/tahun. Selisih dari kebutuhan dan penyediaan dalam negri diperkirakan
dipenuhi dari impor sebanyak 5 juta ton. Indonesia masih tergantung pada
baja impor cukup banyak, lebih dari 40% kebutuhan baja nasional. Keadaan
ini memprihatinkan, jika diingat bahwa Indonesia memiliki ketersediaan
bahan baku pembuatan baja yang cukup melimpah, seperti bijih besi dan bijih
nikel kadar rendah yang mengandung besi. Pengolahan bijih nikel kadar
rendah menjadi Nickel Pig Iron (NPI) membuka kesempatan
dikembangkannya baja paduan nikel yang sangat sesuai dengan kebutuhan
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis. Kandungan nikel
perlu dioptimalkan sehingga memberikan keunggulan kompetitif
dibandingkan produk baja dari bahan baku lainnya.
Dewasa ini, hampir 65% sebagian besar baja dunia dibuat melalui jalur
proses Blast Furnace-Basic Oxygen Furnace, dikarenakan tungku tersebut
memiliki produktivitas yang tinggi serta biaya produksi yang rendah. Basic
Oxygen Furnace (BOF), yang ditampilkan pada Gambar 3.6 merupakan salah

15
satu yang digunakan untuk mengkonversi besi/pig iron (paduan Fe dengan
>3% C).

15
Menjadi baja (paduan Fe dengan < 2% C), melalui reaksi oksidasi, yaitu
dengan cara meniupkan oksigen ke dalam tungku tersebut untuk mereduksi
kandungan karbon. Karbon yang terlarut dalam logam cair akan bereaksi
dengan oksigen membentuk gas CO dan CO2 yang menyebabkan temperatur
logam cair meningkat hingga 1700 oC.

Gambar 3.6 Basic Oxygen Furnace BOF

Penguasaan teknologi pembuatan baja menggunakan proses Basic


Oxygen Furnace (teknologi converting) masih sangat rendah. Hal ini terlihat
dari minimnya hasil penelitian tentang seluk beluk proses converting di dalam
negeri. Penelitian terkait Basic Oxigen Furnace, umumnya dilakukan untuk
memperoleh parameter proses optimal terkait laju aliran oksigen, desain
nosel pada lance, dan jarak antara lance dengan permukaan logam/baja cair.
Namun demikian, penelitian terkait penentuan parameter untuk pembuatan
baja paduan dengan menggunakan teknik Basic Oxygen Furnace belum
banyak dilakukan. Dalam percobaan ini akan dipelajari proses pembuatan baja
paduan nikel menggunakan tungku konverter sederhana berkapasitas logam
cair 200 Kg dengan metode top blown.

3.21 Ni Hard
Ni Hard adalah nama umum untuk golongan besi cor putih dengan paduan
nikel dan krom untuk memberikan kekerasan yang tinggi, bersifat austhenit dan
resistensi yang cukup baik dari abrasi atau tahan gesek. Pada dunia industri. Ni
Hard banyak dipilih oleh industri karena memiliki tahan gesek yang baik.
Biasanya banyak digunakan pada industri-industri pertambangan, semen dan
industri keramik.

16
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Metodologi Penelitian


Kerangka berpikir menggambarkan seluruh aspek yang ada di dalam
penelitian. Kerangka berpikir dapat membantu dalam memahami isi dari
penelitian yang dilakukan. Selain itu, kerangka berpikir ini dapat
menggambarkan sistem atau obyek penelitian dengan lebih jelas.

17
4.1.1 Tahapan Metodologi Peneltitian
1. Mulai
Pada tahapan ini dilakukan penyiapan bahan baku, alat dan bahan
yang akan digunakan.
2. Studi Pustaka
Studi Pustaka ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan
mempelajari literatur dan bahan-bahan tertulis seperti buku, artikel
dan media lain yang berhubungan dengan laporan ini.
3. Preparasi Sampel
Pada tahapan ini yaitu menyiapkan sampel yang akan dipeiksa di
laboratorium pengecoran.
4. Uji Komposisi
Pengujian Komposisi bahan dan material lainnya seperti pasir dan
unsur paduan yang akan di lebur.
5. Melting
Tahapan selanjutnya adalah peleburan bahan baku dan unsur paduan
lainnya ke dalam tungku.
6. Penyesuaian Suhu dan Komposisi
Selama proses peleburan berlangsung maka tahapan selanjutnya
adalah menyesuaikan suhu dan komposisi agar dapat menghasilkan
coran yang baik.
7. Sesuai
Apabila komposisi yang telah di uji belu sesuai maka kembali ke
tahap 6 yaitu penyesuaian suhu dan komposisi, dan apabila
komposisi telah sesuai maka di lanjutkan ke tahapan selanjutnya.
8. Penuangan
Pada tahapan ini caira yang berada di dalam tungku kemudian
dituangkan ke dalam leadle untuk selanjutnya dimasukan kedlam
cetakan.

18
9. Pembongkaran
Setelah penuangan cairan ke dalam cetakan selesai, kemudian
cetakan berisi cairan tersebut didiamkan hingga dingin dan
mengeras untuk selanjutnya di bongkar.
4.2 Pembahasan
Proses pembuatan baja nikel dilakukan dengan
menggunakan bahan baku Nickel Pig Iron (NPI), dengan komposisi
kima seperti tampak pada tabel 1. NPI sebanyak 500 Kg dilebur
dalam tungku induksi hingga mencair. Setelah mencapai
temperatur 1550 oC, logam cair dituang ke dalam tungku konverter
sederhana dengan kapasitas 200 Kg logam (besi) cair. Tungku
konverter tersebut terdiri dari sebuah bejana/vessel berukuran Ø460
x 620 mm, yang dilapisi oleh bata api dan plat baja pada bagian
luarnya (Gambar 2). Kemudian logam cair yang berada dalam
tungku konverter tersebut ditiupkan oksigen melalui sebuah lance,
yang terbuat dari pipa hitam dilapisi oleh refraktori/castable,
dengan diameter nosel Ø 12mm (Gambar 3). Oksigen ditiupkan ke
dalam logam cair sesaat setelah logam cair dituangkan ke dalam
tungku konverter melalui lance, dengan jarak antara ujung lance
dengan permukaan logam (besi) cair sejauh 3 cm. Oksigen
sebanyak 14Kg, 21 Kg dan 35 Kg ditiupkan ke dalam 200 Kg
logam (NPI) cair, dengan laju rerata oksigen sebesar 1 Kg/menit.

19
Gambar 3. Lance Gambar 2. Tungku
konverter

19
Unsur C Si Ni Mn Cr S
% 2.94 2.72 3.03 1.36 3.24 0.198
Berat
Tabel 4.1 Komposisi bahan baku NIkel Pig Iron

Pengaruh variasi jumlah/berat oksigen yang ditiupkan terhadap


kandungan karbon dipelajari dalam percobaan ini. Untuk mengetahui kualitas
produk baja nikel yang dihasilkan, maka dilakukan serangkaian pengujian,
diantaranya analisa komposisi kimia (menggunakan Optical Electron
Spectrometer) dan analisa kekerasan (menggunakan Brinel Hardness Testing).
Analisa komposisi kimia juga dilakukan terhadap slag hasil percobaan untuk
mengetahui pengaruh peniupan oksigen terhadap beberapa unsur dalam logam
(NPI) cair.

20
5 BAB VI
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Nickel Pig Iron masih banyak dibutuhkan di kalangan indutri-industri
dikarenakan NPI sebagai alternatif pengganti ferronikel sebagai bahan baku
dalam pembuatan baja tahan karat (Stainless Steel)
Hasil-hasil pengecoran yang sempurna juga dapat menghasilkan suatu
produk yang baik, maka dari itu setiap proses pengecoran harus dilakukan dengan
baik pada setiap prosesnya dan menetukan komposisi bahan yang baik untuk
dapat menghasilkan produk cor yang baik.
5.2 Saran
Dalam pengecoran kita harus mengetahui langkah-langkah yang benar
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dalam tahap pemrosesan kita pun
sebagai pekerja wajib memakai pengaman, alat-alat pelindung diri, dan pelatihan
khsus.

21
6 DAFTAR PUSTAKA

Arif Rahman. 2016. http://arifindustri.lecture.ub.ac.id/opinions/op-


teknikindustri (di akses 20 oktber)

Dendi Abdullah. 2008. http://indonesia-


mekanikal.blogspot.com/2008/03/teknik-pengecoran-logam.html (di akses
19 oktober)

Andreas Wiranto. 2014. Metode Pengecoran di


https://www.academia.edu/10171994/Bimetallic_Casting_FCD_and_Ni-
Hard (di akses 29 januari)

Adil Jamali, Fajar Nurjaman, Rahardjo Binudi.


https://rin.lipi.go.id/api/access/datafile/5030 (di akses 29 januari)

Napalm Ogam. 2009. Teknik Pengecoran Logam.


https://www.academia.edu/22744431/Teknik_Pengecoran_Logam (di
akses 29 januari)

22

Anda mungkin juga menyukai