Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
bimbingan konseling tentang “karakteristik dan konseling” ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terimakasih pula kepada bapak dosen Muhammad Rifli M.Pd yang
telah memberikan tugas makalah ini untuk kami.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang determinasi diri ini mampu
memberikan manfaat untuk masyarakat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pancor, 15 Desember 2018

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian Konseli atau Klien.........................................................................................3
B. Karakteristik Konseli atau Klien.....................................................................................3
C. Masalah-Masalah Konseli...............................................................................................9
BAB III
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan...................................................................................................................14
B. Saran – Saran.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seluruh problem kehidupan manusia menuntut adanya penyelesaian. Akan tetapi,


tidak setiap problem dapat diselesaikan sendiri oleh individu, sehingga ia kadangkala
membutuhkan seorang ahli sesuai dengan jenis problemnya. Pendekatan-pendekatan
psikologis berupa bimbingan dan konseling merupakan pendekatan alternatif dan menjadi
perhatian para ahli pada umumnya. Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan
sebaik-baiknya. Dengan mengenal dirinya sendiri, mereka dapat bertindak dengan tepat
sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Walaupun demikian, tidak semua
manusia mampu mengenal dirinya. Mereka memerlukan bantuan orang lain agar dapat
mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuanyang dimilikinya dan bantuan
tersebut dapat diberikan oleh bimbingan dan konseling.

Adapun konseling merupakan proses yang meliputi segala kegiatan tatap muka
antara konselor dan klien dalam rangka mengatasi masalah klien melalui hubungan yang
mendalam dan berorientasi pada pemecahan masalah klien. Proses konseling yang
melibatkan konselor dan klien secara tatap muka di dalamnya terdapat komunikasi antara
dua pihak yaitu konselor dan klien selama proses konseling itu berlangsung. Keberhasilan
konseling sangat ditentukan oleh keefektifan komunikasi diantara konselor dan klien.
Dalam hal ini, konselor dituntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif untuk
menunjang pelaksanaan proses konseling

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu konseli atau klien ?


2. Apa saja karakteristik konseli ?
3. Apa saja masalah – masalah konseli ?

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan mengenai konseli atau klien.


2. Untuk menjelaskan mengenai karateristik konseli.
3. Untuk menjelaskan mengenai masalah – masalah konseli.

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseli atau Klien

Konseli atau klien adalah individu yang diberi bantuan professional oleh seorang
konselor atas permintaan dia sendiri atau orang lain. Klien yang datang atas kemauannya
sendiri karena dia membutuhkan bantuan, dia sadar bahwa dalam dirinya ada masalah
yang memerlukan bantuan seorang ahli. Klien yang datang atas permintaan orang lain
seperti orang tua dan guru, berarti dia tidak sadar akan masalah yang dialami dirinya
sendiri karena kurangnya kesadaran diri. Apabila klien sudah sadar akan diri dan
masalahnya, maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling, yaitu
supaya dia tumbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan mandiri, sehingga dapat
menentukan keberhasilan proses konseling. Fenti Hikmawati (2012).

B. Karakteristik Konseli atau Klien

1) Memahami Klien

Semua individu yang diberi bantuan professional oleh seorang konselor atas
permintaan dia sendiri atau atas permintaan orang lain, dinamakan klien. Ada klien
yang datang atas kemauan sendiri, karena dia membutuhkan bantuan. Dia sadar
bahwa dalam dirinya ada suatu kekurangan atau masalah yang memerlukan bantuan
seorang ahli. Akan tetapi ada pula individu yang tidak sadar akan masalah yang
dialaminya, karena kurangnya kesadaran diri. Dia mungkin dikirim kepada konselor
oleh orang tua atau gurunya. Namun secara umum kalau klien sudah sadar akan diri
dan masalahnya maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses
konseling yaitu supaya dia tumbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan mandiri.
Harapan, kebutuhan, dan latar belakang klien akan menentukan terhadap keberhasilan
proses konseling. (Sofyan S. Willis. 2009)

Karakteristk konseli menurut Hartono dan Soedarmadji, Boy. (2013)

1. Keunikan kebutuhan
Konseli sebagai individu memiliki kebutuhan dasar, seperti kebutuhan
untuk mempertahankan hidup (eksistensi)dan mengembangkan diri. Intensitas
kebutuhan setiap konseli berbeda-beda, sehingga menimbulkan keunikan. Dan

3
hal ini harus diperhatikan oleh konselor dalam pelayanan konseling. Menurut
Abraham Maslow dalam teorinya herarki kebutuhan (needs hierarchy theory)
yang kutip Greenberg dan Baron (1997), setiap individu memiliki kebutuhan-
kebutuhan dasar yaitu :

a. Kebutuhan fisiologis (phsysiological needs), merupakan kebutuhan bilogis


atau kebutuhan jasmaniah yaitu kebutuhan konseli yang berkaitan dengan
kelangsungan hidup.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), yaitu kebutuhan konseli yang
menyangkut rasa tentram, adanya jaminan dan perlindungan dari segala
macam ancaman, baik fisik, sosial maupun psikologis. Manifestasi
kebutuhan ini adalah konseli membutuhkan perlindungan dari konselor.
c. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan konseli akan perasaan
diterima oleh orang lain, kebutuhan dihormati , kebutuhan ikut serta dan
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas sosial seperti mengikuti kursus,
pelatihan, pendidikan, organisasi, serta kebutuhan berprestasi.
d. Kebutuhan harga diri (esteem needs), yaitu kebutuhan konseli yang
menyangkut tentang harga dirinya sendiri seperti kebutuhan mendapatkan
respek dari orang lain,memperoleh kepercayaan diri, dan penghargaan diri.
Manifestasi kebutuhan ini bisa berupa ;dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya, pengetahuan, dan keterampilan yang
dibutuhkan dalam kehidupan di masyarakat, dan sebagainya.

2. Keunikan kepribadian (uniqueness of personality)


Kepribadian konseli adalah totalitas sifat, sikap, dan perilaku konseli
yang terbentuk dalam proses kehidupan. Seorang konseli memiliki keunikan
dalam aspek kepribadiannya, sehingga perilaku konseli yang satu dengan
konseli yang lain tidak sama.perilaku ini mencakup perilaku yang tampak
(overt) yaitu semua perilaku konseli yang secara langsung dapat diamati oleh
konselor, seperti insentitas bicaranya, respons nonverbal koonseli terhadap
pertanyaan konselor, misalnya menganggukkan kepala sebagai tanda setuju
dan menggelengkan kepala sebagai isyarat tidak setuju. Adapun perilaku
konseli yang tidak tampak (covert) adalah peristiwa yang terjadi di dalam diri
konseli yang sulit diamati konselor, misalnya : proses berpikir konseli, dan

4
perasaan-perasaan konseli yang disembunyikan, karena bila ditampakkan ia
merasa malu.

3. Keunikan intelegensi (uniqueness of intelligence)

Intelegensi adalah kemampuan mental umum konseli yang bersifat


potensial. Kemampuan potensial merupakan kemampuan yang bersifat laten,
yaitu kemampuan konseli untuk melakukan sesuatu dengan cara-cara tertentu
yang menunjang kemampuan nyata. Konseli yang memiliki tingkat intelegensi
superior, perilaku berpikirnya lebih cerdas, lebih cekatan, lebih berani
mengambil keputusan, dan lebih kreatif,. Adapun konseli yang intelegensinya
kategori rata-rata bawah, pada umumnya perilaku berpikirnya lamban, kurang
kreatif, dan cenderung menghindar dari aktivitas yang banyak melibatkan
aspek kognitif seperti : diskusi, menyusun karya ilmiah, dan prestasi.

4. Keunikan bakat (uniqueness of aptitude)

Bakat konseli adalah kemampuan khusus konseli dalam berbagai


bidang, misalnya : bidang numerikal, bidang verbal, bidang music, bidang
bahasa, bidang seni, bidang mekanik dan sebagainya. Setiap konseli
mempunyai bakat yang berbeda-beda, dan hal ini harus diperhatikan oleh
konselor dalam proses konseling. Pelayanan konseling pada hakikatnya
memfasilitasi perkembangan konseli, termasuk perkembangan bakat.

5. Keunikan motif dan motivasi (uniqueness of motive and motivation)


Setiap individu memiliki motif dan motivasi dalam intensitas yang
tidak sama. Motif konseli adalah suatu keadaan pada diri konseli yang
berperan mendorong timbulnya tingkah laku. Berbeda dengan motif,, motivasi
adalah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik sumbernya dari
faktor internal maupun dari faktor eksternal. Motivasi konseli memiliki kaitan
dengan motifnys, karena kehadiran motivasi untuk menggerakkan motif dalam
menguatkan intensitas perilaku konseli. Untuk meningkatkan peran serta
konseli dalam proses konseling, konselor harus berupaya agar konseli
termotivasi, misalnya dengan cara menjelaskan proses dan tujuan konseling,
agar konseli membutuhkan pelayanan konseling. Cara lain adalah
menciptakan atmosfer konseling yang kondusif, menyenanngkan, dan
simpatik.

5
6. Keunikan minat (uniqueness of interest)
Minat konseli adalah kecenderungan konsel untuk tertarik pada suatu
kegiatan tertentu. Minat merupakan potensi typical yang menunjang perilaku
individu. Konseli yang memiliki intensitas minat tinggii untuk mengikuti
konseling, sebaliknya bila intensitas minat konseli terhadap pelayanan
konseling sangat rendah, maka perilakunya juga tidak kuat dalam mengikutii
konseling yang dapat ditunjukkan dalam bentuk, sering tidak menghadiri
kegiatan konseling walaupun mereka sudah janji dengan konselor.

7. Keunikan perhatian (uniqueness of attention)


Perhatian (attention) adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu
aktivitas. Intensitas perhatian konseli dalam proses konseling tidaklah sama
dengan konseli lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor :

a. kebutuhan konseli tentang konseling, konseli yang membutuhkan


cenderung perhatiannya tinggi sehingga ia aktif dalam setiap pertemuan
konseling, dan
b. karismatik konselor, karena kewibawaannya, pengetahuannya,
pengalamannya serta sifat-sifat humanistiknya seperti ketulusan,kejujuran,
kehangatan, penuh penerimaan, selaras pikirannya, perasaan, dan
perbuatannya sehingga bisa dengan akurat berempatti dengan konselinya,
besar pengaruhnya terhadap peningkatan perhatian konseli.

8. keunikan sikap (uniqueness of attitude)


Sikap adalah kecenderungan individu untuk melakukan aktivitas
tertentu. Sikap konseli memiliki sikap yang berbeda-beda, sehingga
keterlibatan mereka dalam proses konseling juga tidak sama.

9. Keunikan kebiasaan (uniqueness of habit)


Kebiasaan adalah tingkah laku uang cenderung selalu ditampilkan oleh
individu dalam menghadapi keadaan tertentu. Kebiasaan konseli dapat
terwujud dalam tingkah laku yang nyata contohnya memberikan salam,
senyum kepada konselor, dan tingkah laku yang tidak nyata, misalnya :
berpikir, merasa (perasaan), bersikap, dan sebagainya, pelayaanan konseling
juga berfungsi mengembangkan kebiasaan konseli yang positif, misalnya :

6
mengembangkan kebiasaan belajar yang kreatif, mengembagkan kebiasaan
bertoleransi terhadp sesama umat, dan mengembangkan kebiasaan bergaya
hidup produktif.

Erhamwilda (2009) juga menyebutkan beberapa karakteristik konseli /


klien dalam kajian Islami, yaitu :

1) Klien yang dibantu melalui konseling Islami adalah klien yang beragama
Islam atau non-muslim yang bersedia diberi bantuan melalui pendekatan yang
menggunakan nilai-nilai Islam.
2) Klien adalah individu yang sedang mengalami hambatan/masalah untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup (ketentraman).
3) Klien secara sukarela/didorong untuk mengikuti proses konseling.
4) Klien adalah seorang yang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, dan
akan bertanggungjawab atas dirinya setelah baligh/dewasa untuk kehidupan
dunia maupun akhiratnya.
5) Pada dasarnya setiap klien adalah baik, karena Allah SWT telah membekali
setiap individu dengan potensi berupa fitrah yang suci untuk tunduk pada
aturan dan petunjuk Allah Yang Maha Esa.
6) Ketidaktentraman/ketidakbahagiaan klien dalam hidupnya umumnya
bersumber dari belum dijalankannya ajaran agama sesuai tuntunan Al-Qur’an
dan Hadits, sehingga perlu didiagnosis secara mendalam bersama klien.
7) Klien yang bermasalah pada hakekatnya orang yang membutuhkan bantuan
untuk memfungsikan jasmani, qolb, a’qal, dan basyirohnya dalam
mengendalikan dorongan hawa nafsunya.
Namora Lumongga Lubis, 2014 membandingkan karakteristik klien dalam
dua sisi, yaitu karakteristik klien sukses dan karakteristik klien kurang sukses.
yang termasuk dalam karakteristik klien sukses ini adalah klien yang memiliki
ciri-ciri YAVIS (Young(muda), Attractive(menarik), Verbal(lisan),
Intelligent(cerdas), Successful(berhasil)). Adapun yang termasuk dalam
karakteristik klien kurang sukses adalah yang memiliki ciri-ciri HOUND
(Homely(bersahaja), Old(tua), Unintelligenttidak cerdas), Non-verbal(tidak lisan),
Disadvantaged(kerugian)) atau DUD (Dumb(bodoh), Unintelligent,
Disadvantaged).

7
2) Perubahan Klien
Konseling diselenggarakan dengan maksud untuk melakukan perubahan pada
diri klien. Aspek apakah pada diri klien yang dapat berubah karena intervensi
konseling dan kapan perubahan tersebut dapat diperoleh? Untuk menjawab
permasalahan ini akan diuraikan secara singkat kedua hal tersebut pada bagian berikut
ini. Latifun. Psikologi Konseling. (2008).
a. Bentuk Perubahan
Perubahan sebagai akibat hubungan konseling tidak hanya sekedar perubahan,
tetapi adanya peningkatan secara positif atau peningkatan pada fungsi klien (Todd
dan Bohart, 1992; Kazdin, 1988). Jika klien adalah orang yang mengalami
ketergantungan obat, maka perubahan itu berupa pengurangan gejala-gejala yang
berhubungan dengan ketergantungan obat. Jika klien menunjukkan mengalami
gangguan kecemasan, maka dianggap terjadi perubahan jika ada pengurangan
tingkat kecemasannya.
Penentuan bentuk perubahan itu terkait dengan latar belakang falsafah
konselor atau penelitinya. Konselor atau peneliti penganut behavioral mengakui
bahwa perubahan itu harus terjadi secara nyata pada perilaku yang tampak,
spesifik dan terukur. Konselor atau peneliti penganut humanistik menekankan
perubahan pada sikap-sikapnya yang deitunjukkan dengan adanya peningkatan
penerimaan diri, tanggung jawab, dan pengalaman emosional. Penganut Freudian
tentunya menekankan perubahan-perubahan pada peningkatan fungsi ego klien.
Sedangkan penganut konseling rasional emotif behavior menekankan perubahan-
perubahan pada cara berfikir klien (Todd dan Bohar, 1992; Ellis, 1994; Bodley,
1987).
Dalam melakukan risetnya, selain menggunakan pengertian konseptual
sebagaimana falsafah yang dianutnya, peneliti juga membuat pengertian
operasional tentang “perubahan” yang dimaksud. Secara sederhana batasan
operasional perubahan itu dihubungkan dengan aspek perubahan yang menjadi
target suatu terapi , apakah perubahan dalam bentuk tindakan (action) yang dapat
diamati, perasaan, atau pikiran klien, atau perubahan dalam ketiganya. Perubahan-
perubahan tersebut terkait dengan dua hal; yaitu alat ukur yang digunakan dan
pihak yang dilibatkan dalam pengukuran.

b. Waktu Perubahan

8
Peneliti konseling tentunya menyadari bahwa “waktu” perubahan ini
mengandung dua aspek, yaitu waktu mulai terjadinya perubahan dan selang waktu
perubahan yang ditargetkan itu dapat dipertahankan oleh klien. Berhubungan
dengan waktu mulai terjadi perubahan pada klien ini, konselor atau peneliti dapat
menetapkan kapan perubahan itu diharapkan terjadi. Apakah sesaat, seminggu,
sebulan, setahun seteah konseling berakhir, atau pada kurun waktu yang lebih lama
lagi?

Jadi tidak selalu perubahan itu terjadi pada saat beberapa waktu setelah proses
konseling berlangsung. Misalnya, suatu konseling diharapkan dapat meningkatkan
prestasi akademik klien. Terhadap target perubahan ini, tidak mungkin prestasi
akademik klien dapat meningkat sesaat setelah proses konseling terjadi, tetapi
hanya diketahui setelah kliennya mengikuti ujian yang diselenggarakan gurunya.
Untuk permasalahan yang lain, tentunya waktu terjadi perubahan itu dapat berbeda
sesuai dengan sifat atau aspek yang akan diubah atau dibentuknya.

Selain menyangkut waktu terjadinya perubahan, juga perlu mempelajari


selang waktu (interval) perubahan itu dipertahankan oleh klien. Sebagaimana
halnya dengan kondisi kesehatan fisik, pemberian obat dengan dosis tertentu dapat
mengendalikan kesehatan dan perilaku seseorang dalam kurun waktu tertentu. Atas
dasar analogi di bidang farmakologi ini, diasumsikan bahwa perubahan pada klien
dan perubahan itu berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Sama halnya dengan
teori behavioral tentang resistence to extinction bahwa perilaku yang terbentuk
tetap dipertahankan dalam waktu tertentu sekalipun tidak memperoleh penguatan.

D. Masalah-Masalah Konseli

Masalah – masalah konseli menurut Hartono dan Soedarmadji, Boy. 2013

Pada dasarnya setiap individu menghadapi permasalahan dalam hidupnya


dalam jenis dan intensitas yang berbeda. Pada umumnya masalah emosi konseli
yang cara penyelesaiannya membutuhkan bantuan konseling adalah:

1. Masalah Kecewa
Kecewa merupakan bentuk gangguan emosi yang ditimbulkan oleh
ketidaksadaran antara apa yang diinginkan konseli dan kenyataan yang terjadi.

9
Konseli yang mengalami kekecewaan berlarut-larut tanpa penyelesaian dapat
menimbulkan kompleks terdesak yang dapat mengakibatkan kegelisahan,
frustasi, salah ambil, salah ucap, dan mimpi sesuatu sebagai wujud adanya
keinginan yang tidak terpenuhi

2. Masalah Frustasi
Frustasi adalah suatu bentuk kekecewaan yang tidak terselesaikan
akibat kegagalan yang sering terjadi di dalam mengerjakan sesuatu atau akibat
tidak berhasil dalam mencapai cita-cita. Konseli yang mengalami frustasi,
biasanya menampakkan gejala minat kerjanya menurun, tidak mau melakukan
usaha lagi, dan kehilangan kepercayaan pada dirinya.

3. Masalah Kecemasan
Kecemasan ialah suatu keadaan atau kondisi emosi yang tidak
menyenangkan, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai
dengan perasaan yang tidak berdaya dan tidak menentu. Pada umumnya
kecemasan bersifat subjektif, yang ditandai dengan adanya perasaan tegang,
khawatir, takut, dan disertai adanya perubahan fisiologis, seperti peningkatan
denyut nadi, perubahan pernapasan, dan tekanan darah.

4. Masalah Stres
Stres adalah suatu bentuk gangguan emosi yang disebabkan adanya
tekanan yang tidak dapat diatasi oleh individu. Di sekolah siswa mungkin
mengalami stres saat hubungannya dengan temannya tidak bisa berjalan baik,
atau saat mereka menghadapi ujian. Stres bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti keinginan yang bertentangan, peristiwa traumatis, peristiwa
yang tidak bisa dikendalikan, peristiwa yang tidak bisa diperkirakan, peristiwa
di luar batas kemampuan, dan konflik internal sering sebagai sumber stres
seseorang.

5. Masalah Depresi
Depresi dikenal sebagai keluhan-keluhan umum yang dialami oleh
masyarakat biasa maupun penderita yang berobat. Masalah depresi dapat
digolongkan ke dalam gangguan emosi dan kepribadian yang perlu
mendapatkan perhatian serius dari kalangan kedokteran bidang kesehatan
jiwa, psikologi, maupun ahli konseling. Konselor seyogianya mampu

10
mengidentifikasikan, apakah konselinya menderita depresi berat, sedang, atau
ringan.

6. Masalah Konflik
Konflik ialah suatu bentuk pertentangan yang dialami oleh individu.
Konflik yang dialami konseli bisa ditimbulkan oleh dua faktor, yaitu faktor di
dalam diri konseli, dan faktor di luar diri konseli. Penyebab pertama terjadi,
karena apa yang dilakukan konseli tidak sesuai dengan keyakinan konseli,
sedangkan penyebab kedua timbul, bila keinginan dan harapan konseli tidak
sesuai dengan kenyataan di luar dirinya.

7. Masalah Ketergantungan
Ketergantungan adalah suatu keadaan di mana seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya menggantungkan bantuan pihak lain.
Masalah ketergantungan konseli merupakan bentuk kesulitan psikologis yang
dapat dikategorikan lebih ringan bila dibandingkan dengan masalah-masalah
yang sudah diuraikan sebelumnya.

Shertzer and stone (1987) mengemukakan bahwa kegagalan dan


keberhasilan proses konseling ditentukan oleh 3 hal yaitu:

1. Kepribadian Klien

Kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan proses konseling.


Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi, dan
sebagainya. Seorang klien yang cemas akan tampak pada perilakunya
dihadapan konselor. Seorang konselor yang efektif akan mengungkap
perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali
atau eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh
air mata klien.

Sebagaimana konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-


nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Semua
itu membentuk kepribadiannya. Ada klien yang bersikap curiga terhadap
konselor sehingga tidak mau terbuka dalam pembicaraan, ada lagi klien
emosinal, marah dan menyerang konselor dengan kata-kata. Dibalik itu ada

11
yang diam saja, mengangguk dan sedikit sekali kalimat yang keluar dari
mulutnya. Ada juga klien yang acuh tak acuh, dan banyak pula yang menolak.

Ragam keadaan klien bukan berarti membuat konselor putus asa, akan
tetapi seharusnya belajar lebih banyak bagaimana cara mengantisipasinya.
Tentu tidak cukup hanya dengan penguasaan teknik konseling saja, akan tetapi
harus pul memiliki kepribadian membimbing, dan wawasan tentang manusia
yang luas. Salah satu aspek penting lagi dalam diri klien adalah harapannya.
Harapan ini mempengaruhi proses konseling serta persepsi terhadap konselor.

2. Harapan Klien

Mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui


proses konseling. Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling.
Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk
memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau
jalan keluar dari perseoalan yang dialami dan mencari upaya bagaimana
dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang.

Sherter dan stone (1980) mengemukakan bahwa secara umum harapan


klien atau counselees adalah agar proses konseling dapat menghasilkan
pemecahan persoalan pribadi mereka. Termasuk didalam permasalahan pribadi
itu adalah: dapat menurunkan atau menghilangkan stres, memberikan
kemampuan untuk bisa mengadakan pilihan, menjadikan dirinya populer dari
sebelumnya menjadikan hubungan dengan orang lain lebih baik dan
bermakna, agar bisa diterima diperguruan tinggi bermutu, mendapat beasiswa,
atau dana bantuan dari perusahaan.

Jika harapan diluar diri klien yang mendorong cita-cita dan


harapannya, karena itu perlu digali sejauh mungkin apa yang ada dibelakang
harapan seorang klien. Disamping latar belakang, perlu pula dikaji bersama
klien tentang harapan-harapan klien apakah akan tercapai atau tidak.

3. Pengalaman dan Pendidikan Klien

Dengan pengalaman dan pendidikan, klien akan mudah menggali


dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya makin
terarah. Khususnya tentang pengalaman konseling dimaksudkan sebagai

12
pengalaman dalam membicarakan potensi dan masalah diri terhadap ahli
konseling, orang tua, tokoh ulama, dan sebagainya. Pengalaman dan
pendidikan yang baik pada umumnya memudahkan jalannya proses konseling.
Pengalaman menunjukkan bahwa makin rendah taraf pendidikan dan
kurangnya pengalaman berkomunikasi, makin sulit proses konseling dilakukan
oleh konselor.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konseli atau klien adalah individu yang diberi bantuan professional oleh seorang
konselor atas permintaan dia sendiri atau orang lain . Karakteristk konseli yaitu keunikan
kebutuhan, keunikan kepribadian (uniqueness of personality), keunikan intelegensi
(uniqueness of intelligence), keunikan bakat (uniqueness of aptitude), Keunikan motif dan
motivasi (uniqueness of motive and motivation), keunikan minat (uniqueness of interest),
keunikan perhatian (uniqueness of attention), keunikan sikap (uniqueness of attitude), dan
keunikan kebiasaan (uniqueness of habit) sedangkan masalah-masalah konseli yaitu
tentang masalah kecewa, masalah frustasi, masalah kecemasan, masalah stres, masalah
depresi, masalah monflik, dan masalah ketergantungan. Jadi mengenai karakteristik dan
masalah – masalah konseli tersebut sudah memamng seharusnya diperuntukkan atau
diberikan kepada konseli agar konseli tahu sebisa apa dia mampu merubah hal – hal yang
berkaitan dengan dirinya lewat perantara konselor agar kedepannya konseli menjadi lebih
baik.

E. Saran – Saran

Sebagai konseli harus tahu benar apa yang mau dikonseling, dimana letak
kekurangannya, dan dimana konseli tersebut ketika itu membutuhkan seorang konselor
untuk mengkonseling dirinya. Sehingga konseli juga lebih nyaman dan lega ketika
konselor memberikan sebuah masukkan yang memang itu dibutuhkan konseli tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fenti Hikmawati. 2012. Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Press. Hlm 39.

Sofyan S. Willis. 2009. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. Cet 4
Hlm 111- 114.

Hartono dan Soedarmadji, Boy. 2013. Psikologi Konseling Edisi Revisi. Surabaya: Kencana
Prenada Media Group.

Erhamwilda. 2009. Konseling Islami.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Namora Lumongga Lubis. 2014. Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan
Praktik, hlm. 51.

Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press7. Hlm. 260.

Shertzer, Bruce, and Stone, Shelley C., fundamental of Counseling, Houghton Mifflin
Company, Boston, 1980

15

Anda mungkin juga menyukai