Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr.Wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur saya ucapkan atas rahmat, taufiq hidayah dan
inayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini dengan penuh rasa tanggung
jawab, dengan judul “PROSES ASSESMENT DAN PENGGUNAAN TEKNIK COGNITIF
BEHAVIOR THERAPY”. Sholawat serta salam saya ucapkan kepada Maha Guru sepanjang
zaman umat manusia yakni baginda Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa umat-
Nya dari jalan yang biadab menuju jalan yang beradab, yakni Addinul islam. Ucapan terima
kasih saya sampaikan kepada dosen pengampu “BK ANAK DAN REMAJA”, yang telah
memberikan bimbingan dan bekal, serta kepada teman dan kerabat yang telah menyumbangkan
tenaganya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ilmiah ini.
Di samping itu, penulis sangat menyadari bahwa penulis manusia biasa yang jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan-perbaikan yang akan datang, sehingga kedepannya menjadi lebih baik dalam
menyusun karya ilmiah.
Demi kesempurnaan makalah ini semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dan
pertolongan Allah Swt. Semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan umumnya.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN

1. Proses Assesment .................................................................................................................5


2. Penggunaan Teknik Cognitif Behavior Therapy ...............................................................11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................19

2
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Menilai dalam proses konseling sama dengan assessment. Beberapa literatur terkadang
menyebutkan hanya salah satunya atau menggunakan keduanya secara bersamaan.
Manusia adalah makhluk sosial, dengan kata lain tidak bias hidup dengan sendirinya
dan memerlukan bantuan orang lain, entah itu secara sengaja maupun tidak. Bantuan-
bantuan yang diberikan itu diharapkan akan meringankan beban pihak yang
membutuhkan bantuan. Akan tetapi semakin berkembangnya zaman dan teknologi
masyarakat malah semakin individual, mereka akan lebih mementingkan dirinya dan hal-
hal yang menguntungkan dirinya saja, bahkan dalam hal tolong menolong saat ini pun
sudah pilih-pilih siapa yang mau ditolong, apakah dia nanti memberikan keuntungan atau
tidak. Kejadian seperti itu tidak hanya dialami masyarakat dewasa dan masyarakat yang ada
diperkotaan saja, akan tetapi sudah menjalar pada para remaja sekolah baik yang ada
dipedesaan maupun diperkotaan, rasa ikhlas dalam membantu (altruisme) sesama sudah
semakin berkurang.
Sikap altruisme itu sendiri adalah salah satu dasar dalam penbentukan kepribadian
bagi anak, terutama pada masa remaja karena dimasa remajalah proses pembentukan diri
dimulai, karena masa remaja ini sangat rentan dan harus mendapatkan pendidikan dan
pengawasan yang lebih dari berbagai pihak.
Masa ini ditandai dengan sifat-sifat negatif pada remaja, sehingga sering kali masa ini
juga disebut masa negatif. Berbagai gejala yang bisa dianggap gejala negatif pada mereka
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: negatif dalam prestasi dan negatif dalam sikap
social, jika pada saat remaja mereka sudah tidak memiliki sikap altruisme maka ketika
dewasa mereka akan acuh terhadap lingkungan. Dalam berbagai kejadian yang diantaranya
saat teman dari kelas lain meminta bantuan ia enggan membantu, ada berbagai alasan ia
tidak mau menbantu diantaranya tidak begitu kenal, bukan urusannya, ada urusan yang
lebih penting, Karena dendam, takut, dan lainnya. Seperti contoh lain, mereka mau
membentuk jika ada timbal baliknya yang dapat menguntungkannya. Jika peristiwa seperti
itu terus diabaikan maka hakikat manusia yang sesungguhnya akan hilang karena manusia
itu adalah makhluk sosial yang saling membantu dan membutuhkan satu sama lain.

3
Dalam Islam mengenal perbuatan yang akan “dilihat” oleh Allah adalah perbuatan yang
dilakukan secara ikhlas dan tidak menelisihi syariat. Begitu pula halnya dengan motivasi
pemberian pertolongan harus diniatkan semata-mata memperoleh ridho Allah, bukan didasari
pada tujuan jangka pendek, seperti mengharap sesuatu dari yang ditolong. Oleh karenanya
dalam bahasa sehari-hari altruisme sama dengan pertolongan yang diberikan secara ikhlas.
Penggunaan pendekatan CBT terbukti efektif dalam membantu menangani beberapa
permasalahan psikologis individu. Hal ini terbukti dengan adanya hasil penelitian terdahulu,
salah satunya yaitu di antaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rina Mirza dan Wiwiek
Sulistyaningsih, dengan judul “Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Regulasi
Emosi Pada Anak Korban Konflik Aceh”, model penelitian Metode CBT yang digunakan
adalah cognitive restructuring methods dengan teknik pencatatan pikiran negatif dan problem
solving sedangkan untuk komponen behavioral menggunakan relaksasi dengan teknik
relaxation via tension relaxation. Sesi CBT dilaksanakan sebanyak delapan sesi, enam sesi
kognitif dan dua sesi behavioral.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. ASSESSMENT DALAM KONSELING


Melakukan assessment terhadap masalah yang dialami klien merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam proses konseling. Konselor harus teliti dalam melakukan assessment ini
karena kesalahan yang dilakukan konselor akan memberikan dampak negatif pada kliennya.
Adakalanya karena sikap terburu-buru yang dimunculkan konselor, assessment menjadi tidak
produktif. Alih-alih ingin membuat klien kembali berfungsi normal secepatnya, konselor
malah tidak menemukan inti masalah klien yang sebenarnya. Ini terjadi karena konselor
terlalu cepat melakukan assessment yang disandarkan hanya pada kesimpulan pemikirannya
sendiri. Atau beberapa konselor ingin menunjukan kompetensinya yang bisa menyelesaikan
masalah klien dengan cepat.
A. Waktu Assessment
Waktu assessment dalam konseling bersifat fleksibel, artinya tidak ada batas waktu yang
kaku bagi konselor dalam menentukannya. Dalam hal ini, sebaiknya konselor
mempertimbangkan tentang apakah permasalahan klien telah terungkap atau masih
kurang jelas (samar). Apabila semua informasi telah mencukupi baik informasi yang
diperoleh dari klien sendiri (auto-ananesis) maupun dari pihak lain (alloananesis) dan
konselor telah memahami secara keseluruhan masalah yang dialami klien, maka
assessment dapat dilakukan. Tetapi apabila informasi yang diperoleh belum akurat,
melakukan assessment hanya dapat membuat kesimpulan yang akan mengacaukan proses
konseling. Beberapa kendala seorang konselor yang menghambat proses assessment
adalah:
a) Ekplorasi masalah belum mendalam.
b) Alloananesis yang diperoleh tidak mencukupi sehingga konselor harus mencari
informasi pihak lain lagi.
c) Klien tidak menjalani proses konseling secara rutin.
d) Permasalahan klien adalah hal yang baru bagi konselor.

Apabila semua kendala tersebut telah mampu diatasi konselor, maka melakukan
assessment terhadap masalah klien siap untuk dilakukan. Jangan melakukan penundaan

5
karena alasan yang sifatnya pribadi, karena klien yang datang untuk mendapatkan
bantuan dari konselor pasti mengharapkan agar konseling secepat mungkin dapat
mengeluarkannya dari masalah.
B. Aspek-aspek Assessment
Hanckney dan Cormier(dikutip dari lesmana, 2005) mengatakan bahwa aspek-aspek
assessment dalam konseling adalah: intake interview riwayat hidup dan definisi masalah.
Berikut ini adalah penjelasannya.
1. Intake interview riwayat hidup
Intake interview adalah wawancara yang dilakukan konselor terhadap klien atau
orang terdekat klien yang dilakukan sebelum proses konseling dimulai. Yang
termasuk dalam intake interview adalah :
a. Data identifikasi
Data identifikasi adalah data formal yang dimiliki klien. Data ini meliputi nama
klien, alamat rumah, nomor telepon, umur, jenis kelamin, dan status pernikahan.
Berdasarkan data identivikasi ini, konselor dapat pula mengetahui bagaimana latar
belakang kehidupan ekonomi dan status sosialnya dimasyarakat.
b. Riwayat pribadi
Riwayat pribadai adalah informasi tentang keseluruhan diri klien yang pernah
dijalani klien dimasa lalu sampai sekarang (saat klien menjalani konseling).
Riwayat pribadi meliputi.
a) Riwayat medis : apakah klien pernah mengidap penyakit tertentu yang
mengganggu aspek psikisnya, atau apakah klien memiliki cacat fisik.
b) Riwayat pendidikan : mulai dari klien mengikuti pendidikan formal
sampai selesai.
c) Riwayat pekerjaan : hubungan dengan rekan kerja, kondisi tempat kerja
secara umum, dan beberapa kali pindah kerja.
d) Riwayat seksual dan pernikahan : apakah sudah berkeluarga ? bagaiman
hubungan dengan pasangan sat ini ? alasan menikah ?
c. Tatanan kehidupan klien saat ini

6
Hal yang diungkat setelah mengetahui riwayat pribadi klien adalah mengenai
kondisi kehidupan klin saat ini. pertanyaan yang sering muncul saat wawancara
adalah :
a) Bagaimana klien menjalani hari-harinya ?
b) Bagaimana kehidupan keagamaan klien ?
c) Apa yang klien lakukan pada hari santai ?
d) Dimana klien sering menghabiskan waktunya ?
d. Riwayat keluarga
Keluarga adalah orang-orang yang pali memiliki hubungan dekat dengan klien.
Untuk itu gambaran mengenai keadaan keluarga klien harus pula diungkap dalam
intake intrview. Hal-hal yang perlu diketahui adalah :
a) Usia orang tua, pekerjaan, deskripsi kepribadian orang tua, hubungan ayah
dan ibu, peranan orang tua dalam keluarga, hubungan klien dengan
keluarga.
b) Bagaiman hubungan klien dengan saudara-saudaranya.
c) Deskripsi kehidupan keluarga.
Beberapa klien menghadapi permasalahan karena hubungannya dengan keluarga.
Untuk itu memahami keadaan keluarga klien secara keseluruhan akan
memudahkan konselor mnemukan in-sight dalam menangani klien.
e. Penyampaian masalah oleh klien
Penyampaian masalah oleh klien adalah hal terakhir sekaligus hal pokok yang
diungkap dalam intake interview. Walaupun klien terkadang masih kurang jelas
menyampaikan apa yang menjadi masalahnya, tidak menutup kemungkinan
seorang konselor dapat menangkap inti masalah klien yang sebenarnya. Hal-hal
yang diperoleh disini adalah :
a) Bagaimana klien menyikapi masalah yang dihadapinya ?
b) Sejauh mana masalah ini mengganggu aktifitas klien ?
c) Bagaimana intensitas kemunculannya ?
d) Sejak kapan dan sudah berapa lama masalah ini dirasakan klien?
e) Bagaimana proses berkembangnya masalah ?
f) Sejak kapan dan sudah berapa lama masalah ini dirasakan klien ?

7
g) Bagaimana proses berkembangnya masalah ?
h) Apa yang membuat klien bersedia menjalani konseling ?

Selain intake interview yang dilakukan oleh konselor terhadap klienuntuk


menggali riwayat hidupnya, maka hal penting lainnya yang harus dilakukan
konselor adalah melakukan obserfasi. Observasi adalah pengamatan terhadap diri
klien berdasarkan fisik yang terliht dari luar. Lesmana (2005) menyebutkan hal-
hal yang perlu diobservasi dari klien adalah : penampilan fisik klien, pakaian,
sikap tubuh, ekspresi wajah, kualitas suara, cara klien menjawab sat interview,
jarak duduk, dan pasivitas. Melalui observasi, seorang konselor akan memperoleh
tentang kualitas diri klien seperti : bagaimana pembendaharaan kata klien ?
bagaimana kemampuan abstaksi klien ? bagaimana alur berfikirnya ? apakah klien
berfikir secara realitas ? bagaimana dengan kesinambungan pembicaraan ?
2. Definisi masalah
Setelah intake interview dilakukan, maka konselor ahur semlihat definisi
masalah klien. Pendefinisian masalah adalah tahapan eksplorasi masalah dilakukan.
Definisi masalah bukanlah bukanlah apa yang disampaikan oleh klien pada saan
intake interview, tetapi masalah-masalah yang diungkapkan klien setelah konselor
melakukan eksplorasi. Konselor harus benar-benar jeli menangkap pesan masalah
sebenarnya dari klien, bukan apa yang dinyatakan klien ketika diwawancara.
Misalnya, pada klien yang mengeluhkan bahwa dirinya tidak percaya diri. Konselor
harus benar-benar memahami makna dari “tidak percaya diri” bagi klien. Apakah iya
memakai tidak percaya diri karena tidak terbiasa tampil didepan umum atau jarang
berintraksi dengan orang lain ? atau apakah klien memaknai tidak percaya diri karena
kekurangan fisiknya ? hal-hal seperti inilah yang menuntut kecermatan dari seorang
konselor. Apabila iya gagal memaknai keluhan klien dari sudut pandang klien sendiri,
maka konselor akan menemui hambatan dalam mencari alternatif dan strategi yang
akan digunakan dalam proses konseling.
Menurut hackney dan cormier (dikutip dari lesmana, 2005) ada beberapa hal yang
harus diperhatikan ketika seorang konselor ingin mengeksplorasi masalah kliennya.
Hal tersebut adalah : apa yang menjadi unsur masalah klien ? bagaimana pola

8
pristiwa masalah itu terjadi ? berapa lama masalah itu dialami ? dan bagaimana
ktrampilan klien dalam menangani masalahnya. Berikut ini adalah penjelasannya :
a. Unsur masalah klien
Unsur masalah klien dapat berasal dari pikiran , perasaan, tingkah laku, keluhan
fisik, dan hubungan interpersonal. Dalam hal ini Hackney dan Cormier
mengemukakan cara-cara masalah termanifestasi dalam diri klien.:
a) Perasaan-persaan yang dihubungkan dengan masalah (misalnya : klien
menjadi bingung, takut, gelisah, depresi, dan marah)
b) Kognisi yang dihubungkan dengan masalah (termasuk pikiran, persepsi,
ruminasi, dan self-talk).
c) Tingkah laku yang dihubungkan dengan masalah (tingkah laku lebih
bersifat nyata/tampak oleh konselor)
d) Keluhan fisik dan somatis yang dihubungkan dengan masalah.
e) Aspek interpersonal dari masalah (evek masalah terhadap orang disekitar
klien).
b. Pola peristiwa
Hal-hal yang perlu dieksplorasi dari pola pristiwa ini misalnya :
a) Kapan masalah terjadi ? dimana dan dengan siapa ?
b) Apa yang terjadi sebelum masalah muncul ?
c) Apa yang terjadi saat masalah muncul ?
d) Apa yang terjadi setelah masalah muncul ?
e) Apa yang membuat masalah membaik atau menghilang ?
f) Apa yang membuat masalah menjadi semakin buruk ?
c. Lamanya masalah
Hal-hal yang perlu dieksplorasi dalam hal ini adalah :
a) Sudah berapa lama masalah ini terjadi ?
b) Seberapa sering masalah ini terjadi ?
c) Berapa lama jangka waktu penyelesaiannya jika masalah ini terjadi ?
d. Keterampilan klien mengenai masalahnya
Hal ini berkaitan dengan cara-cara klien untuk mengatasi masalahnya. Konselor
harus dapat menggalinya semaksimal mungkin agar dapat diketahui sejauh mana

9
kemampuan klien mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Yang
perlu dieksplorasi dalam hal ini adalah :
a) Bagaimana cara klien menanggulangi masalahnya selama ini ?
b) Apakah klien pernah berhasil mengatasi masalahnya ?
c) Kekuatan dan dukungan apasaja yang membantu klien menghadapi
masalahnya ?
d) Bagaimana pandakan klien terhadap lingkungan sekitarnya?
e) Apakah klien menggunakan nilai-nilai agama untuk menyelesaikan
masalahnya ?
Selain hal-hal yang telah dikemukakan diatas, hackey dan cormier (dikutip dari
lesmana, 2005) juga menyarankan perlunya menggunakan alternatif lain seperti
menggunakan tes-tes psikologi dan self-rating (penilaian diri sendiri).
C. Tujuan assessment
Assessment tentu saja memiliki banyak tujuan sehingga menjadi hal yang penting untuk
dilakukan. Assessment berarti suatu upaya yang dilakukan konselor untuk merumuskan
data-data klien secara tepat. Atau dapat juga berarti sebagai upaya konselor menelaah
secara mendalam apa yang menyebabkan masalah muncul.
Menurut hackney dan Cormier yang mengambil tulisan seligman (dikutip dari lesmana,
2005), ada 12 tujuan assessment, yaitu :
1) Melakukan proses pengumpulan informasi.
2) Memungkinkan konselor membuat diagnosis yang tepat.
3) Mengembangkan rencana tindakan yang evektif.
4) Menentukan tepat atau tidaknya klien menjalani rencana tertentu.
5) Menyederhanakan pencapaian sasaran dan pengukuran kemajuan.
6) Meningkatkan wawasan insight mengenai diri klien.
7) Mampu menili lingkungan.
8) Meningkatkan proses konseling dan diskusi yang lebih terfokus dan relevan.
9) Mengindikasikan kemungkinan pristiwa tertentu dan terjadi. misalnya, sukses
dalam usahaokupasional atau akademik.
10) Meningkatkan minat, kemampuan, dan dimensi kepribadian.
11) Menghasilkan pilihan-pilihan.

10
12) Memfasilitasi perencanaan dan pembuatan keputusan.

Perlu diketahui bahkan tujuan-tujuan assessment yang telah disebutkan diatas dapat
juga berkembang kepada tujuan lain. Misalnya adalah melalui assessmet, konselor
tertantang untuk mengembangkan keahliannya dalam menentukan penilaian yang
relavan dengan masalah klien. Kemampuan dan keahlian seorang konselor akan
tampak saat dia mampu memberikan penelitian yang benar-benar menggambarkan
konsisi klien yang sebenarnya.
D. Efek dari assessment
Asessment yang dilakukan konselor dan memberikan efek pada diri klien. Hackney dan
Comier (dikutip dari Lesmana, 2005) menyebutkan ada dua efek yang akan timbul yaitu
efek positif dan efek negatif. Efek positif dari assessment adalah :
1) Klien merasa bahwa konselor memahami masalahnya.
2) Menimbulkan perasaan lega pada diri klien.
3) Klien merasa memiliki pengharapan.
4) Klien termotivasi melakukan perubahan yang diperlukan.

Sementara efek negatif yang dapat terjadi adalah :


1) Timbulnya kecemasan dalam diri klien.
2) Klien merasa dintrogasi.
3) Klien merasa dievaluasi dan bertanya-tanya bagaimana sebenarnya keadaan
dirinya. Apakah dia bodoh, gila, atau adakah hal yang salah pada dirinya.

Apapun konsekuensinya, baik positif atau negatif, assessment wajib dilakukan. Jangan
dikarenakan konselor takut klien akan bertambah tertekan karena assessment yang
dilakukan, konselor meniadakan assessment. Hal ini akan mengganggu keefektifan
sebuah proses konseling.

2. PENGGUNAAN COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY


A. Pendekatan Behavioral
Cognitive Behaviour Therapy merupakan salah satu teknik dari pendekatan
behavioral. Sebelum memasuki pengertian Cognitive Behaviour Therapy, sekilas akan
dipaparkan terlebih dahulu mengenai pendekatan behavioral. Pendekatan behavioral

11
didasari oleh eksperimen yang melakukan investigasi tentang prinsip-prinsip tingkah laku
manusia. Konseling behavioral memiliki asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat
dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia
memiliki potensi untuk berprilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Selain itu manusia
dipandang sebagai individu yang melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri,
mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku baru atau
dapat mempengaruhi prilaku orang lain.
Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan awal
1960-an sebagai awal radikal menentang prespektif psikoanalisis yang dominan.
Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen para behaviorist yang
memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara
garis besar, sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari tiga trend utama,
yaitu: trend I: kondisioning klasikal (Classical Conditioning), trend II (Operant
Conditioning), dan trend III (Cognitive Therapy), Corey, 1986, p. 174.

B. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy (CBT)


Cognitive Behavior Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Beck tahun
1976, yang konsep dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui
proses rangkaian Stimulus–Kognisi–Respon (SKR), yang saling berkaitan dan
membentuk semacam jaringan dalam otak manusia, dimana proses cognitive akan
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa, dan
bertindak menggunakan teori dan riset tentang proses-proses kognitif. Pada faktanya
terapi tersebut menggunakan gabungan paradigma kognitif dan belajar. Para terapis
perilaku kognitif memberikan perhatian pada peristiwa-peristiwa dalam diri, pemikiran,
persepsi, penilaian, pernyataan diri, bahan asumsi-asumsi yang tidak diucapkan (tidak
disadari), dan telah mempelajari serta memanipulasi proses-proses tersebut dalam upaya
memahami dan mengubah perilaku bermasalah yang terlihat maupun tidak terlihat.
Terapi kognitif-behavioral (cognitive behavioral therapy) ini berusaha untuk
mengintegrasi teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu
melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya perilaku nyata tetapi juga dalam
pemikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya. Terapi kognitif-behavioral memiliki

12
asumsi bahwa pola pikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku, dan perubahan pada
kognisi ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan.
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus–kognisi–respon (SKR), yang saling
berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana proses
cognitive akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,
merasa dan bertindak. Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki
potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, dimana pemikiran yang
irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku, maka Terapi Cognitive
Behavior diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan
menekankan peran otak dalam menganalisa, memusatkan, bertanya, berbuat, dan
memutuskan kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan
dapat mengubah tingkah lakunya dari yang negatif menjadi positif.
Beck menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) untuk membantu
mengatasi masalah depresi. Beck juga menjelaskan bahwa Terapi Kognitif-Behavioral
(TKB) atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk konseling
yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh
pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara
memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
merupakan teknik menggabungkan terapi kognitif dan bentuk modifikasi perilaku.

C. Penggunaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


Terapi kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kognisi merupakan penentu utama
mengenai bagaimana kita merasakan dan berbuat. Beck (Corey: 1990) menulis bahwa,
dalam arti yang paling luas, “terapi kognitif terdiri dari semua pendekatan yang
menjadikan kepedihan psikologis lebih bisa tertahankan melalui medium mengoreksi
konsepsi keliru dan sinyal-sinyal dirinya sendiri”. Selanjutnya teori ini tidak
menggunakan reinforcement dengan menganggap bahwa individu dapat belajar
malakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan mengulang apa yang dilihat. Tingkah
laku ditentukan oleh antisipasi terhadap konsekwensi. Teori ini juga menekankan pada
kognisi dan regulasi diri. Manusia sebagai pribadi dapat mengatur diri sendiri (self

13
regulation), dapat mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat
menciptakan dukungan kognitif, dan dapat melihat konsekwensi bagi tingkah laku
sendiri. Dari penjelasan diatas, secara singkat Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat
timbulnya perilaku adaptif dan memperlamah timbulnya perilaku yang tidak adaptif
melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran yang kurang
rasional dan upaya pelatihan keterampilan copying yang sesuai.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat dipakai untuk penyembuhan beberapa
gangguan yang terjadi pada diri seseorang, terutama gangguan yang terjadi karena
pemikiran yang salah terhadap suatu kejadian. Wilding dan Milne menyatakan bahwa
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan sebuah pendekatan dalam konseling
yang dapat membantu individu yang mengalami masalah depresi dan kecemasan,
Oemarjoedi (2003) menambahkan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga
dapat digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan kepribadian, depresi,
schizophren, gangguan kecemasan, ganguan panic, pobia, gangguan somatoform,
ketergantungan substansi, gangguan makan, gannguan obsesi komulsi, gangguan stress
pascatrauma, hipokondria, dan masalah emosi bahkan masalah perkawinan. Selain itu
dijelaskan oleh Froggatt (2006) bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat
membantu mengatasi masalah kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan
khusus seperti kecemasan social dan kecemasan pasca trauma. Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) juga dapat membantu seseorang mengembangkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan seperti komunikasi, hubungan interpersonal,
kepemimpinan dan manajerial serta peningkatan motivasi (Oemarjoedi: 2003).
Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pendekatan Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) dapat dipakai untuk membantu seseorang dalam menangani
masalah yang dihadapi terutama yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi, selain itu
pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat digunakan untuk
mengembangkan keterampilan yang dimiliki seseorang.

D. Teknik dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


Setiap pendekatan yang dipakai untuk membantu seseorang dalam memecahkan
masalah yang dihadapi pasti mempunyai teknik yang berbeda Cognitive Behavioral

14
Therapy (CBT) memiliki teknik yang berfariasi untuk berbagai masalah, Froggatt (2006)
menyatakan bahwa ada beberapa teknik dalam pendekatan Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) yaitu:
a. Pemajanan
Pemajanan (exposure) merupakan teknik yang sering dipraktikkan. Tujuannya adalah
menguji keyakinan meningkatkan toleransi terhadap ketidaknyamanan dan
mengembangkan keyakinan terhadap kemampuan sendiri dalam mengatasi masalah.
Biasanya pemajanan dilakukan secara bertahap, langkah ini dimulai dari situasi
yang sedikit menakutkan, dilanjutkan dengan hal yang lebih mencemaskan dan
berakhir dengan hal yang sangat menakutkan. Biasanya proses ini dilakukan dengan
membuat hirarki kecemasan.
2) Pencegahan Reaksi
Pemejanan sering dikaitkan dengan pencegahan reaksi, ini meliputi penghambatan
setiap strategi disfungsional yang bisa digunakan dalam menangani situasi yang
menakutkan. Contohnya bila takut berada ditempat umum dan terdorong untuk lari
dari situasi tersebut, cobalah untuk tinggal sampai rasa panic itu berkurang.
3) Relaksasi
Usaha untuk mengajari seseorang relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang
perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan
leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa teknik dalam pendekatan Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) meliputi teknik pemanjanan, teknik pencegahan reaksi dan
relaksasi. Relaksasi adalah teknik mengatasi kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui
pengendoran otot-otot dan syaraf, itu terjadi atau bersumber pada objek-objek tertentu.
Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental manusia,
sementara aspek sepirit tetap aktif bekerja.

E. Penggunaan Teknik Relaksasi


Chaplin, 1975 memberi pengertian relaksasi sebagai kembalinya otot ke keadaan
istirahat setelah kontraksi. Atau, relaksasi adalah satu keadaan tegang yang rendah
dengan tanpa adanya emosi yang kuat. Selanjutnya, ia juga member batasan tentang

15
terapi relaksasi, sebagai suatu bentuk terapi yang menekankan pada mengajarkan
pasien tentang Cormier, 1985 memberi pengertian relaksasi (otot) sebagai usaha
mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-
perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti
tangan, muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki. Dengan cara itu
seseorang mengalami dan menyadari tentang perasaan-perasaan tersebut untuk beberapa
saat lamanya.
Dengan adanya perubahan perasaan tegang keperasaan rileks itu dapat
mempengaruhi tekanan darah seseorang, kecepatan jantung, kecepatan pernafasan, dan
juga mempengaruhi proses-proses di dalam tubuh serta cara-cara seseorang berbuat atau
merespon secara lahiriah. Tujuan jangka panjang dari relaksasi otot adalah agar tubuh
dapat memonitor sesegera mungkin semua singnal kontrolnya dan secara otomatis
membebaskan tegangan yang tidak diinginkan. Burn mengatakan beberapa keuntungan
dari relaksasi, antara lain:
a. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang
berlebihan karena adanya stressor.
b. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stressor seperti hipertensi, sakit
kepala, imsomnia dapat dikurangi atau diobati dengan rileksasi.
c. Mengurangi tingkat kecemasan
d. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress, dan
mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan,
seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya.
e. Meningkatkan penampilan kerja, social, dan keterampilan fisik.
f. Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi
lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi.
g. Kesadaran diri tentang kesadaran fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai
latihan rileksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan
keterampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.
h. Relaksasi merupakan bantuan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu
dan oprasi.

16
i. Konsekwensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga
diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil control yang
meningkat terhadap reaksi stress.
j. Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi
interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional.
Dari penjelasan beberapa keuntungan relaksasi diatas, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan teknik relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, mengontrol
anticipatory anxienty sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan serta meningkatkan
hubungan interpersonal seseorang.

17
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dipakai untuk penyembuhan beberapa
gangguan yang terjadi pada diri seseorang, terutama gangguan yang terjadi karena
pemikiran yang salah terhadap suatu kejadian. Wilding dan Milne menyatakan bahwa
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan sebuah pendekatan dalam konseling
yang dapat membantu individu yang mengalami masalah depresi dan kecemasan,
Oemarjoedi (2003) menambahkan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga
dapat digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan kepribadian, depresi,
schizophren, gangguan kecemasan, ganguan panic, pobia, gangguan somatoform,
ketergantungan substansi, gangguan makan, gannguan obsesi komulsi, gangguan stress
pascatrauma, hipokondria, dan masalah emosi bahkan masalah perkawinan. Selain itu
dijelaskan oleh Froggatt (2006) bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat
membantu mengatasi masalah kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan
khusus seperti kecemasan social dan kecemasan pasca trauma. Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) juga dapat membantu seseorang mengembangkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan seperti komunikasi, hubungan interpersonal,
kepemimpinan dan manajerial serta peningkatan motivasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Namora Lumongga Lubis, “MEMAHAMI DASAR-DASAR KONSELING Dalam Teori dan


Praktik” (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011)
Jhon Mcleod, “PENGANTAR KONSELING Teori dan Praktik” (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, Cet ke-3. 2003)
Sofyan S. Willis, “KONSELING INDIVIDUAL TEORI DAN PRAKTIK” (Bandung: Alfabeta
Cet. Ke-7 2013)
Rochhaini, T dan Indah, T. (PENGGUNAAN STRATEGI RELAKSASI UNTUK MEMBANTU
SISWA MENGGURANGI PERASAAN CEMAS DALAM SITUASI KOMUNIKASI
INTERPERSONAL), [On-Line].
ppb.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/3._artikel_Fitri_dan_titin.pdf. (diunduh tanggal 22
Desember 2012)
Subandi dkk. “PSIKOTERAPI PENDEKATAN KONVENSIONAL DAN KONTEMPOR”,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2003)
Hafidz Akhiriwan, Skripsi: “BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENAGN
COGNITIVEBEHAVIOR THERAPY (CBT) DALAM MENCEGAH MASALAH
KESEHATAN MENTAL (ANXIETY) SEORANG SISWA DI MADARASAH ALIYAH
BILINGUAL KRIAN SIDOARJO”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015)
Erlina, Skripsi: “PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN
GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK
RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TAHUN AJARAN 2012-
2013” (Lampung: Universitas Lampung, 2013)
Fibriana Miftahus S dan Imas Kania R. (2 Desember 2015) “KONSEP BIMBINGAN DAN
KONSELING COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) DENGAN PENDEKATAN
ISLAM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ALTRUISME SISWA”, Jurnal Hisbah, Vol. 12,
No. 2, Desember 2015.
Yahya AD, Megalia. (Nopember 2016) “PENGARUH KONSELING COGNITIF BEHAVIOR
THERAPY (CBT) DENGAN TEKNIK SELF CONTROL UNTUK MENGURANGI
PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMPN 9 BANDAR LAMPUNG

19
TAHUN PELAJARAN 2016/2017”, di Akses dalam:
https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/konseli e-ISSN 2355-8539

20

Anda mungkin juga menyukai