0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
231 tayangan3 halaman
Puisi ini menceritakan tentang penderitaan rakyat di bawah penindasan dan ketidakadilan. Penyair menggambarkan rakyat yang menderita dan kehilangan tanah air serta impian mereka. Ia menjeritkan permohonan agar keadaan berubah, namun tidak ada yang mendengarkan dan memedulikan rintihan rakyat. Puisi ini menyuarakan ketidakpuasan dan harapan akan keadilan serta kebebasan bagi rakyat.
Puisi ini menceritakan tentang penderitaan rakyat di bawah penindasan dan ketidakadilan. Penyair menggambarkan rakyat yang menderita dan kehilangan tanah air serta impian mereka. Ia menjeritkan permohonan agar keadaan berubah, namun tidak ada yang mendengarkan dan memedulikan rintihan rakyat. Puisi ini menyuarakan ketidakpuasan dan harapan akan keadilan serta kebebasan bagi rakyat.
Puisi ini menceritakan tentang penderitaan rakyat di bawah penindasan dan ketidakadilan. Penyair menggambarkan rakyat yang menderita dan kehilangan tanah air serta impian mereka. Ia menjeritkan permohonan agar keadaan berubah, namun tidak ada yang mendengarkan dan memedulikan rintihan rakyat. Puisi ini menyuarakan ketidakpuasan dan harapan akan keadilan serta kebebasan bagi rakyat.
Lahir dari rahim sukma yang rapuh, Menetas penuh prahara emosi Zaman Karena kemarau telah mengejanya pergi Di terpa duka gulana Terdampar dimuara sukma Inilah sabda terakhirku, Mengalir dari gelombang rasa Dalam lautan duka yang bergelora Hanyut dalam kejernihan” EMBUN DALAM BARA” Aduh............. sukmaku Aduh............. deritaku Aduh.............. impianku Jeritan jelata membenam hasrat Oh negriku...... Kami menyorak penindasan tapi tidak kau dengar Kami menjerit kasakitan tapi tidak kau peduli Oh.... rintihanku...... Jeritan badai emosi melengking di sebuah lembar kehidupan Laksana dupa di usung di altar batu tua Insan penjaga zaman bersiara menuju mesbah kurban Dengan kidung pujian dan tembang mazmur melaknat riuh pada jiwa Kami mencari negri kami yang hilang Negri yang kaya dengan budaya, damai dan makmur Seperti angin yang menulis riwayat debu kemarau di dedaunan Tatkala gerimis menyapa sepih, bingkas ku hilang berhenti Suara kekejaman mulai menghempas seakan membantah semua keomongkosongan Ini bukan negrimu, Bukan juga negriku, Wajah negri kita telah tertutup, tak pernah luput Dari pelor peluru memburu Aduh........sukmaku..... Aduh........rintihanku....... Aduh........harapanku........ Rintihannya terus menyeret pada gulana yang menghimpit jiwa Oh pengharapan...... Ini tangisanku..... kami tertindas..... Negri kami hampa..... kosong.... Negri kami tandus...... gersang.... Kaki kami terpasung..... tangan kami terikat..... Mimipi kami telah terkubur..... Oh.....derita........ Teriakan itu tak mau menyerah Karena debuh keserakahan telah menyeretnya jauh Pada derita dengan riwayat cerita Langkah semakin kaku Terkulai di lorong impian insan penjaga zaman Mereka terhenti, bukan pada sebuah penantian Mereka terjatuh, bukan pada sebuah keletihan Ha...ha....ha....ha..... Tawa nestap menggemah Menuai segala kemunafikan dan keomongkosongan Lihat ini kekayaanku, Dari semua penjuru kehidupan ini adalah karyaku Ya....ini milikku Entah kepada siapa dan dimana segala pengharapan berlabuh Tak ada kalbuh melabuh haruh Tak ada cerita meminta derita Hanya darah menjadi sejarah Oh tuhan semesta langit dan bumi.... Penguasa yang abadi... pemilik segala cinta Ama tuan lera wulan ... Ina nini tana ekan.... Hulen tedde, jaga gerihan.... Nuba ribhun pulo..... nara ratuh lema.... Pia laran laga doni.... ewa pehan beda Ra’ susah tudak..... malu mara.... Pia uma lango pita matan..... Jeritan tembang melodi seruling dari buritan negri Menghantar seribu arti di setiap irama Kidung kemulian mengemah Dengan nyanyian insan di lorong ziara Dendam dan kemunafikan lenyap dan sirna dengan irama Tembang kudus tuhan......