Anda di halaman 1dari 52

Obat Aspirin (Asli Piral Indonesia)

Budidaya kita yang dulu semakin padi merunduk semakin bijak


kini dengan padi yang menegadah dan harus melihat langit tanpa mengarah sesuatu yang di pijak
Mantra-mantra kusut, berkomat-kamit menggelegar hingga menghasilkan bumi retak
sampai para ahli nyamuk mendengung keras di telinga membuat depresi otak

Orang-orang duduk depan layar sambil memakan kekosongan tanpa inti


terpengaruhi oleh gambar serta reaksi sublimasi dalam aksi
mata memanas menjadi buta,
suara yang dulu menggema kini hilang menipis tersapu kepentingan politik para seniman kuda

Lagi- lagi Mbah Yusuf ikut memberi sarapan hangat bagi kaum muda, orang gila, semua insan manusia
entah menu apa yang di sajikannya, hingga banyak yang mondar-mandir menyantap karena candu rasa

Katanya beras yang dipetik dari sawah kuning menghasilkan zat kimia pekat
kita membutuhkan obat bukan muslihat!
biar tubuh kuat dan pikiran sehat
dasar kau sindikaaat!

Lihatlah petani kota menanam buah Aprikot!


langit ikut senang berdawai agar lekas tumbuh lantas menurunkan hujan
segerombolan bangsa datang untuk melihat warnanya yang cantik nan menggiurkan
mereka lapar, haus dan segera menelan buah mematikan
dalam tidurnya, diputar rekaman-rekaman tentang kehidupan
tentang kebohongan-kebohongan
dan tentang cermin kebenaran.

Dari suara klakson bus kota yang mendunia,


transgender pilihan kaum ganda,
puisi ibu-ibu tua berkonde yang pro dan kontra
sampai segala sesuatu hal biasa menjadi kulminasi utama

Pemangsa itu sudah tinggal di suatu pulau seribu viral


membuat pikiran-pikiran menjadi dangkal

Hey, kita dan mereka berhasil di adu domba!


oleh tangan jahil yang menutup realita sesungguhnya
korban kelaparan seharusnya diberi pengobatan keilmuan,
bukan dari benih tumbuhan kejahatan.

Tanyaku si penggerus obat kajian,


dimanakah simbol-simbol, lambang dan semboyan?

5 April 2018
Bukunci

Tentang buku-buku di ruang sunyi

Tak terbaca, hanya penghias disharmoni terkunci

Sedang aku buta seraya pikirku

Nan berdebu, karena diam termangu

12 November 2017
Deklinasi Perjalanan

Serapah getir dalam perjalanan

Mulai beradaptasi dengan lampu-lampu merah di jalanan

Dengan pandangan kasar dari kejauhan

Begitu pekat, begitu gelap

Bising suara mengisyaratkan hidup tak beraturan

Melaju cepat, berhenti melambat

Tak ku temui jarak penghujung tepian

Seperti deklinasi

Semakin lemah, semakin rendah

Kita; hidup dan kematian

Satu kemasan, satu tujuan

03 Agustus 2017
Tarindah

Elegi bersenandung ditiram syahdu nan merdu

berimpersonansi bak penari-penari mengindahkan tangis yang sendu

tak berhenti ditikam bilur

pesona senyum seakan bermain alur

Ku persembahkan sebagai katarsis

simbol irama puitis

menolak tangis

melukis jiwa yang harmonis

Gerak-gerik mengikuti dunia

beserta mimik menelusuri rupa manusia

aku bukan Arjuna atau Rahwana atau Batara

hanya sebatas ruh tanpa muara

Pandangan yang menghujani menutupi resah

seakan terus menggerakan tubuh yang mulai lelah

resonansi tepukan mengguncang pikiran

ku lanjutkan hingga kaki tak mampu lagi merasakan sentuhan

Akulah penari jalanan,

tanpa topeng

tanpa hiasan

bersatir dan bermonolog tentang kehidupan

melalui sebuah tarian

semoga Tuhan ikut menari dengan keindahan

13 Mei 2017
Tirai Rembulan

Lirih malam mulai senyap terbawa angin yang membelungsing dingin,

melekat sepi berkeriau taki

seakan mendekap dan menyalin jendela langit

sejak itu tak pernah kau seka mutiara basah di ruang matamu

sengaja ku ukir gubahan syair dalam hieroglif di bawah tirai rembulan

agar kokoh, meski seribu tahun lamanya sepi menemani waktu

kala menjamu dua sisi lain saling bertemu

kau dan aku sebagai pengadu rindu.

Sang Tiada, 19 Juni 2017


BELAKANG

Kau yang terlahir dari ucapan tunggal

Menerka batas kediaman yang nyaman

Tanpa sebab menjadi persepsi malam janggal

Terbentuk membangun sebuah harapan

Aku yang memunggungimu dari belakang

Melindungimu sebagai ruang

07 Oktober 2017
Sajak Daun Berangin

Seperti angin yang membawa daun-daun kering turun ke bawah

Mereka gugur pada musim hujan yang tak semi

Dibelakang batu bertuliskan nama

sedang kita mengantri untuk mengambil bagian

Kembali angin menghempas dengan bergelombang pada daun kerontang

Melebur, menyisakan kenangan tentang pohon

Dibalik tanah penuh bunga

Kita sedang menuju jalan menanggalkan kehidupan

5 Desember 2017
Lilin

Kau lilin,

Bercumbu menyulut sumbu api

Meleleh termakan sepi

Padam gelap sunyi

Lalu mati

15 Juni 2017
HILANGKUH

Aku terbakar oleh waktu penindasan dunia

Merogoh receh di lemari demi alasan sesuap nasi yang mulai basi

Berdasi, rapi, mengenakan wewangian seperti wanita malam nan jalang

Betapa meruginya diri tat kala angkuh sebagai seorang karyawan malang

Menghapus dan melupakan siapa yang termakan

Termakan kekosongan

Kosong yang tiada

Tiada karya,

Karya jaya dalam kreatifitas

Aku adalah kesombongan

Menghilangkan kesucian demi alam yang terpaksa menjajah kedewasaan

Hilang

Angkuh

Membusuk terbengkalai

Seperti bangkai

06 September 2017
BENANG HITAM DALAM RUANG

Aku menenun diri dengan benang kehidupan

Menggunakan jarum panas yang ditempa lilin

Menyilngkan jahitan dari berbagai sudut

Membentuk tumpuan,

Dan di dalam ruang gelap,

Aku menutup kemaluan dengan pakaian

Hasil dari benang hitam.

3 Oktober 2017
Lampulang

Untukmu, lampu kediaman rumahku


Teringat aku pada kenangan lalu
Kala Menari indah dalam gemerlap malam yang menyelimuti bahagia
Kala ketentraman mengoyak dingin menghilangkan rupa
Apa yang ada hanya potret kehidupan dengan lukisan tangan Tuhan
Apa yang nyata hanya kehidupan dengan beribu jalan

Kunang-kunang hinggap mengadu cahaya


Seperti kebenaran yang tiada habisnya mengagitasi perlawanan
Merobek kebatilan,
Menghapus kenyataan,
Hingga meng-tidak-kan simpul keibadatan
Sampai dimana terjerumus masuk lubang kehitaman

Mungkin aku lupa tempat tinggalku


Dimana makna berpulang menjadi istilah rindu
Mungkin aku lupa siapa diriku
Dimana aku yang sebenarnya tiada dan tak beradiwangsa

Aku mengasan, ingin kembali tidur diatas tumpuan


Merasakan dinginnya lantai halaman
Sambil mendengkur, terbangunkan resonansi bising
menggerutu halus saat menutup senja yang bungking

Aku ingin kembali menulis syair-syair


Tetapi Tuhan tidak mengizinkan ku untuk bersatir
Bendera kuning ku kibar-kibarkan
Sebagai tanda serapah tak selalu hakimah

Engkau Tuhan atau teman?


Pertanyaan-pertanyaanku menjadi gambang tak beraturan.
Aku buntu tanpa harap

Sesekali ku himpun mentari yang berkobar menuju lintas bumi


Mengganti purnama dengan tanda tanya
Mencatat dosa dengan tinta lupa
Memanjat pohon diri untuk memetik buah duniawi
Lantas aku lelah terpenjara oleh filsafat sendiri

Aku mulai tertekan ruang


Bersenandung sorga atau neraka

Aku bukanlah manusia


Aku hanyalah Sang Tiada
Yang merindukan lampu sebagai penerang jalan
Untuk pulang
Lalu kembali kepangkuan Tuan.

23 September 2017
Mahidupati

Manusia hidup dan mati

Tetap hidup dan mati

Hidup nan mati

Dan mati

Mati

Pati

Hidup abadi

Lalu hidup abadi

Kembali hidup abadi

Manusia hidup nan abadi

17 September 2017
Kadang kala: Terpandang

Kadang kala,

kita terhoenoes oleh djamoean pepatah toea

Kadang kala,

Roeang-roeang goejonan menerka tak terkira

Kadang kala,

Tjoeram membina poean pada toean-toean moeda

Kadang kala,

Achir mendjadi moela atas bermoela

Kadang kala,

Tat kala kadang api berkobar menjala

Kadang kala,

Goesar memetir bebatoean hingga hantjoer roepa

Kadang memandang

Tjermin hanja bak riasan berkatja

Karna jang terpandang,

Satoe titik soedoet.

Sejak 1933
Keadilan

Hukum dalam dunia terlarang

Gila berubah makna

Waras menyimpang problema

Keadilan, tiada

18 April 2017
Maknasila

Ku berpanca pada inderaku,

Bertunggal di dalam jiwaku,

Telanjang dihadapan Tuhanku,

Berasas sila untuk negeriku, dan

Hidup mempertahankan kebenaran dibalik seru suaraku.

Membangkitkan kehilangan,

Memerdekakan kemuliaan,

Hingga menjadi bangsa yang mencendekiakan.

13 Juni 2016
Mantra kamis februari

Alam bermalam Februari,

Sang rembulan mengkaji

Sirna kasih melasti berburu restu aji mumpuni

Gelagar doa-doa liar bahari arkian arasy

Tak akhtaj kala kunti terpatri pada dewa trimurti

Oh, pribumi mala pribumi

Sami bak sami

Gusti ya gusti

Maha kami teragung yaa muhyi

9 Februari 2017
Tentang Logika

OOOOOOOOOOOOOOOXXXXXXXOOOOOOOOOOOOOO

OOOOOOOOOOOOXOOOOOOOOOOOXOOOOOOOOOOO

OOOOOOOOOOOXOOOOOOOOOOOOOXOOOOOOOOOO

OOOOOOOOOOOOXOOOOOOOOOOOXOOOOOOOOOOO

OOOOOOOOOOOOOOOXXXXXXXOOOOOOOOOOOOOO

XXXXXXXXXXXXXXOXXXXXXXOXXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXXXXXOXXXOXXXXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXXXXXXXOXXXXXXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXXXXXOXXXOXXXXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXXXOXXXXXXXOXXXXXXXXXXXXX

27 April 2017
Jalang Bukan Malang

Manis gula tak terendap kawula dimalam hari

Cerkas melayang dirunduk hujan yang pilu

Jalang… begitu indah nan kokoh tubuhmu

Meski akan menua dan rapuh

bahkan mungkin tak ada yang mau mencicipi

mereka gemeliat menyerbu pasokan kertas berwarna merah

menindih tugu belukar yang merobek istana bidadari

gatal… oh gatal..

singgahi aku untuk mengindahkan ruang berlaras panjang

yang terkutuk meski tersalurkan

aku menjuru dibatas waktu hingga senja

burulah aku dalam pangkuanmu

burulah aku…

bulan sudah enggan melihat aksi penopang jalanan

kupu-kupu sudah terfitnah saat malam

Jalang… begitu getir ruam bibirmu

Wajah penuh warna goresan yang mahal

Padahal hanya sekejap habis terpakai di kelumuti

Tidakkah kau takut amarah Tuhan?

Kau bagaikan wayang yang dimainkan lalu dibuang ketika rusak


Jamah… oh Jamah…

Jamahi aku meski Tuhan menerka kemelut luka

Aku sudah terbiasa dengan aroma tubuh yang berbeda

Siksaan dan hinaan sebagai makananku

Kulum aku dengan sentuhan

Kulum aku…

Tat kala seribu tangan kucing menerpa

Senggama dibawah muara

Ini bukan tentang pengorbanan

Ini bukan persoalan hujatan

Kau Jalang…

Kau wayang…

Kau yang tersayang…

Abaran haus mengerna sebuah genangan air

Dosa sudah tak mengenalku

Do’a takkan membawaku

Biarkan Tuhan menghukumku

aku adalah Jalang

Tapi aku bukan Malang

15 Desember 2015
Kiam tak dekam

Jenjamlah malam

Hirup aroma kelam

Semoga kau tak menjadi biram

Membungkam nurani yang tenggelam.

Meski ku siam dari sajak ahkam

Dan ketiadaan menerjangku terperosok lubang curam

Tat kala langit mengerna hitam

Ku kan kiam tak berdekam.

25 April 2016
Topeng Badut

Hey lihat aku adalah seorang badut

Hidungku merah bulat, tubuhku gendut

Rambut berwarna-warni

Membuat semua orang ketawa haha hihi

Aku seorang badut,

Bajuku polkadot membuat kerlip mata terpaut

Sepatu besar terkadang menyulitkanku berjalan

Bahkan make up tebal membuat gatal di keramaian

Aku memang badut,

Tak mengenal kapan waktuku mengangut

Siang dan malam tiada habisnya bergurau

Terkadang tiada lelah ku cacau dan ceracau

Aku tetaplah badut,

Lucu dan riang meski dunia harus ku bakut

Siapa yang mengenalku, mereka tak selalu tahu

Hidup penuh ambigu dalam rahasia bisu

Aku ini badut,

Bukan mereka yang selalu menampakkan wajah bersut

Tapi juga bukan dewa

Atau zat yang Maha


Aku hanyalah badut,

Wajah yang penuh rias topeng sebagai pembukut

Ingin sesekali ku perlihatkan kedalaman rasa kalut,

Serta kisah abaran yang kelimut

Namun, harapku tak pernah luput

memberikan bahagia untuk mereka sang nasut

Lihatlah Aku dan badut,

Coba tebak mana yang lebih sering slintat-slintut,

Menutupi diri yang semrawut?

28 April 2016
Problematika; tahu tak tahu

Aku tahu kau tak mau tahu menau

Tak tahukah kau aku yang tahu

Tahu, aku kau tak mau tahu

Mana tahu kau tak tahu

Kau yang tak tahu

Atau aku tahu

17 April 2017
Propaganda Masa dan sama

Masamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamas

Amasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasama

Samasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasam

amasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasamasa

Hidup dan mati!

24 April 2017
Rinduka

Biarlah rasa yang berbicara;

Soal jarakmu yang terlampau jauh dari ruh ku

Begitu luka, memenjarakan duka

Biarlah rasa yang berterus terang;

Perkara penantian dalam terowong jalan

Menyepi sendiri, menenggelamkan sunyi

Serindu itu menghunus tajam

menusuk perih, merintih pedih

menembus dinding kediaman ku yang hitam

Biarlah ku berserapah tentang sajak-sajak kehampaan;

Rinduka,

Rinduka,

Rinduka,

Rinduka,

Rindu kamu yang tiada

22 April 2017
Perihal Sanghyang Asmara dibalik tebing

Tatapan matamu meneroka luruh kasih

begitu istimewa menggelitik asma pengasih

begitu pula hadiah terbaik yang kau berikan

melalui senyum bibirmu yang indah mengesankan

Tak ku kira hingga lahir perantara para Batara

nyatanya tali kahyang kau miliki bersama Riwa

kau terluka, penuh bahagia

di dalam purnama tanpa senja

Aku duduk bertapa layaknya Siwa

merenung segala tabiat penuh lara

kala kau mengatakan tebing asmara

lahir di kedudukan panah Kama

Angin yang masuk melalui jantung hati

terlalu merobek dingin menghembus hingga mati

goa-goa pun tak lagi berdenting sunyi,

hanya menggaung melepas suara pati

Ku tulis Asmaradana untukmu

yang terlahir dan dilahirkan melalui doa-doa romansa

lalu, kau bakar pesan hingga menjadi abu

tertawa lepas menyampaikan siratnya yang menggebu

Kau mulai turunkan tali kehidupan diatas tebing

ku akhiri gantung diri meleburkan laring

sampai tersiar kabar Sanghyang Asmara

tak pernah terbuka makna rahasia

25 April 2017
Lingkar
0 atau O

08 Maret 2017
KALEIDOSKOP LALU DALAM SEBUAH PANDANGAN

Fotomu menggambarkan sebuah makna yang larut berintuisi,


ia bercerita waktu yang terkuras habis tak kembali.

Aku yang sedang memandang dengan teropong kenangan.

28 Agustus 2017
Pandangan

Pandangan macam apa yang tega mendustakan keindahannya?

Surut maupun larut, ataupun carut marut

Tajamnya mata tak pernah berhenti meluruhkan teguhnya jiwa

Sang pembicara hati, begitulah nama lain dari sebuah penglihatan

Biaslah sudah

Biarlah mudah

Ketika tak lagi diperolok oleh bahasa tubuh

Kala ruang tak lagi menyadarkan pikiran dengan bicara

Ku raut dengan pandangan agar kau paham,

Bahwa ketulusan berdalih dari mata yang menyalurkan sampai ke kediaman bagian terdalam berbentuk
kasih

28 Agustus 2016
SK

Ku dapati surat dari rekan


Terbaca lama bersama puing kehidupan
Peduli sebagai harfiah kemanusiaan
Ku pikir sudah tepat mengenai keterangan
Seperti SK yang turun kemudian
Sahabat-Keluarga bak penunjang kebahagiaan

02 Juli 2017
Lika-Likucing

Namanya si Kucing, ia tinggal di seberang kota. Mengeong mencari jalan menuju harta karunnya di gang-
gang dekat terotoar. Hidupnya penuh kamuflase, ia mendoktrinasi dirinya sendiri dengan kebahagiaan
meski bukan realita sebenarnya jauh di dalam hatinya.

Sayangnya lagi ia hidup berkeluarga dengan Sang Anjing, penuh paksaan nan memaksanya untuk
melawan dunia penuh kebohongan.
Beberapa waktu lalu ia bertemu dengan tikus jalanan, bukannya memangsa ia malah jatuh cinta dan si
tikus pula tak takut padanya malah menanam benih cinta untuknya. Sekilas purnama berlalu, mereka
merajut kasih terlarang yang membuat liku jiwa dan pikirannya berkemelut dan beradu hingga larut dalam
jurang pengasihan.
Sampai pada akhirnya, jurang pengasih menjadi sebuah pemisah antara keduanya. Si Kucing memangsa
tikus karena ia harus memastikan bahwa rasa kekucingannya masih ada, anehnya Tikus itu pasrah
memberikan sebagian dari dirinya tanpa takut.
Kemudian Si Kucing berlalu kembali pada Sang Anjing sambil membawa sesuatu yang masih berlumuran
darah.
"Apa yang kau bawa?" Sang anjing bertanya dengan raut wajah yang musam.
"Ini adalah sesuatu yang tak bisa kau berikan, aku membawanya dari seekor tikus."
"Tikus? Haha kau memangsa makanan busuk itu lagi, aku sudah menyediakan tulang yang dikirim Tuhan.
Lekas makan dan buang apa yang kau bawa itu."
"Aku tak memakan tikus, aku hanya membawa hatinya."
Si Kucing masuk ke dalam kamarnya, lalu memakan hati Tikus dengan maksud agar jiwanya menyatu
dengan Si Tikus.

02 Juli 2017
Perihal Waktu dan Mawar

Ada waktu yang tak bisa kembali


tatkala memetik setangkai mawar yang bengkar
ada banyak waktu dilain hal kendali
layaknya tumbuh beribu mawar
lawan aku saat tak bernyali
biar tegar, hidup tanpa asrar
jiwa berbunga kian mengitari

bijak berkobar, resah membuyar


Mungkin air suci itu memang mengalir besar
menyirami kosong-kosong hati gobar
tetapi ikatan itu terbentuk dari ikrar
dimana menyentuh ingatan yang menggelalar
Kau bilang cintailah mawar
ku bilang hargailah waktu yang keliar

mawar hanyalah umpama tanda


sedangkan waktu adalah sesuatu yang berharga melebihi legenda
Pepatah lama menghasilkan makna yang sama
tetaplah tumbuh layaknya kau hidup seribu tahun lamanya
aku masih membutuhkan perdebatan waktu dan bunga
dan aku masih sebagai konselimu, penasihat tua!

03 April 2017
Kantuk

Sajak-sajak alam mimpimu


menderu habis entah dipertemuan mana
Selagi tidur ku nikmati
Kau adalah yang terpatri
Teruntuk waktu suntuk yang mengantuk
KAMI dan MANUSIA

Kami manusia, kami sempurna


Kami manusia, kami berdosa
Kami manusia, kami hidup
Kami manusia, kami mati
Kami manusia, kami berbicara, melihat, dan mendengar
Kami manusia, kami saudara
Kami manusia, kami berdarah
Kami manusia, kami bernafas
Kami manusia, kami takut
Kami manusia, kami bersedih dan bahagia
Kami manusia, kami tidak tahu malu
Kami manusia, kami sombong
Kami manusia, kami tamak
Kami manusia, kami jahat
Kami manusia, kami merusak
Kami manusia, kami tidak peduli
Kami manusia, kami kehilangan kemanusiaan
Kami manusia, kami bukan manusia
Kami manusia, manusia kami
Kami dan manusia tidak sama.

26 Agustus 2016
Prakira

Kemarin ku lihat mega,


esok entah seperti apa,
hari ini ku pegang jingga,
bagaimana dengan lusa?
Mungkin tiada.
Ah, biarkan ku nikmati detik ini dulu saja.

24 Februari 2016
Senja-tak Senjata

Senja, kau berkata bahwa daun kering adalah harapan


kemudian hal yang berguguran merupakan sebuah kenangan
warnamu sempat menjadi jingga pada rumput yang berlabuh
menguatkan kalimat kesan "bahagia" begitu utuh

Senja, katamu pepohonan besar itu kokoh bagaikan jiwa-jiwa merindu


tak tersiar keluh, meski tertanam ragam kisah sendu
kilaumu membayang riang hingga menghitam
bersama siluet manusia yang saling menggenggam

Senja, dialogmu begitu indah


layaknya rasa manis pada lidah

Senja, nyatanya aku salah mengira tentang maknamu


yang membekas sebelum petang tiba,
menutup sayup mentari lepas terbelenggu dunia
mencuri langit hingga memerah luka

Kau bukanlah segalanya seperti apa yang orang-orang terima sebagai hadiah mesra
sebabnya mentari satu-satunya bentuk aberasi cahaya romansa
sang perubah bentuk elegi,
pemberi kemarau bagi sepi

Aku melihat ketika seseorang berdiri sendiri


diantara tubuh-tubuh kayu tinggi
memunggungi nuansa harmoni dibawah matahari
membelakangi puan layaknya beti dari hati

Senja, Tuan itu selalu disana


tak berhenti melihat arah belakang
bersama puisi-puisimu yang senang berperang
meski begitu ia tegak dengan lantang
meniru nada hutan dengan tarian
dengan lintas senyuman di kesendirian

ketahuilah senja, ia "tak" menginginkan senjata


bak cerita Karna yang memanah asmara
ia hanya ingin hidup dengan alam bebas
tanpa berpola hilang gegas

dan senja, pria itu adalah aku


yang menunggu dibalik punggung lebar dalam satu.

03 April 2018
3 Rangkai Malam Bertopeng

Malam-malam bertopeng

Mengoyak rumpun saling bertentangan

Satu memerah, dua memutih dan tiga diantara keduanya

Malam-malam bertopeng

Bertumpah darah, bercampur nanah

Satu berlarian, dua berjalan dan tiga menyaksikan

Malam-malam bertopeng

Merusak-rusak dan gasak

Satu mengancam, dua menikam dan tiga hanya diam

30 Desember 2017
Pandang Samar

Kau tak mengenal siapa aku


Hitam, putih bahkan bukan abu
Tiada satu pun yang tahu warnaku
Karena aku hidup dalam beberapa waktu
Sedang kau tinggal di dalam sangkar melingkar
Mengelilingi jalan memutar tanpa sadar
aku tahu hal; tempatmu terdampar
Sesungguhnya batil dan benar
Pandangmu padaku samar

07 Juni 2017
Kadoa

Ku temui engkau di ruang duabelas,

Yang sedang termangu menunggu brana

Lensa harap terpasang dikedua bola mata,

Terpancar memandang pelita

Ku bawakan engkau bingkisan dari Tuhan,

Dipersiapkan untuk menjamu diskresi ruang tujuan

Tak perlu lagi kau mengagitasi cinta dengan tuangan

Kerna, kau bak bidadari yang terjatuh dari Adnan

Menyanjung kata,

Membawa euphoria

Kau ruang penyekat udara

Mendelusi isi kado doa dan bahagia

02 Agustus 2017
Zaman Hujan untuk Puan

Hujan berperang melawan bumi

Membasahi luka para puan yang tersakiti

Tidak ! merekalah yang menuai kontroversi

Membuka pakaian melucuti tubuhnya sendiri

Seolah norma hanyalah makanan basi

Tak peduli dibanjiri oleh maki yang berduri

Ingat dosa, ingatlah mati

Oia aku lupa mereka adalah makhluk abadi

Selalu benar terpatri

Sungguh benar-benar lucu ketika air langit menumbuhkan kehidupan bersari

Semakin berkembang dan mewangi

Dipetik, dicium melambungkan hasrat duniawi

Lalu membusuk oleh zaman dan terkubur di Osuari

Tanyaku dibalik batu lambing Dewi;


“Engkau pikir Tuhan sedang becanda dengan hidupmu kini?”

12 Mei 2017
Serindu: Mengupas sendiri

Serindu sepatah jawaban

Menderu asa yang menyusut jauh ke dalam

Seperti kupu-kupu berterbangan tanpa beban

Menghepas kepakan meninggalkan belakang

Sendiri saja membuta

Melupakan sebuah abaran yang mengerna

Aku terajut hingga malam tak lagi berbicara

Ku petik rembulan untuknya yang sedang melamunkan nirwana

Tenggelam gelap menghitam

Mencuri setitik cahaya dengan auman

Setidaknya jiwa sudah ku berikan

Apalagi siang menghapus kenangan

Mengabu…

Menggebu…

Meluru….

Mengadu…

Menggericik manis terlihat

Siapkah gelanggang duri menjadi penghias yang lekat?

Tepat di bawah tanah belukiskan angina sepi

Menerjang tinggi menuju langit yang sunyi

21 April 2017
Melepuh

Ketika lelah menjadi baying-bayang

Hanya menegadah menatap atap ruang

Teringat gelap yang dikelilingi lilin berapi

Tak padam, meski terhasut angina malam

Tubuh mematung kehilangan raganya

Menyerah, meniduri angan-angan kemudian

Sumbu yang tersulut api tak pernah mati

Tetapi, kulitnya melepuh tak berarti

10 April 2017
Rupabstrak

Ku lukis warna tentangmu;

Begitu abstrak

Begitu hancur nan rusak

Sulit memahami rupa hatimu

Dirimu bagaimanakah?

06 Mei 2017
Catatan-catatan Pasak

Secarik bungkusan membangku penuh ngengat impian

bongkar segunduk nyanyian dikala bungkam

mereka berjalan diatas tandusnya ruang

menyelam tat kala dirunduk gemilang

kawan ... miskin tidak seutuhnya

tetapi ilmu segudang risalah yang nyata

buat api tak bernafas karena memiliki warna

tuntut berlutut dihadapan sang maut

sombongkah ketika langkah berjalan diatas tangga ?

sombonglah saat diskriminasi tak aktif tertuah

legah itu menyentuh pikiran dibawah matahari

berjiwa besar melawan haluan

ingat !!! dunia pernah menangis dan mengais

merubuhkan asa serta cita mega

ingat !!! bunga memiliki duri

namun mekar akan saatnya

didik aku, didik anak dan adikku

didik usia yang sudah tua dengan lindungnya

bidik putih, bidik bahasa rasial dan sosial

bidik konjungsi dengan kokangnya

periode berlalu singkat dan terikat

siapa yang akan menurunkan catatan-catatan pasak indah?

sementara bendera tengah bergulir terbentang oleh angin

gerutui tanah pijakan yang mengalir bagai air

bukan dia atau mereka tetapi kita !

tahta adalah sebagian kecil dari lingkup nestapa

inilah hidup ketika mengerna


memberi seribu ladang setelah perang

menjawab sejuta risauan dalam alam

memupuk laskar yang asri

ohh... tuhan adalah guru yang baik dari yang terbaik

bercerminlah pada-NYA

seperti halnya awan di langit

seperti riangnya burung yang terbang

maukah kau hilang bangsaku?

racun itu menghitam pekat merenta bersama waktu

bersihlah dari tangan-tangan mayat yang saling menjulur

dan duduk dipinggiran agar seimbang

didik bawah, didik atas dan tengah

didik arah dimanapun tulangnya

saat bahasa berdalih, pena akan tetap menggurat

membentuk pelangi untuk emisi

kita...

kitalah langkah selanjutnya

demi masa dan halamannya

lihat catatan itu bersuara

mengajarkan sebuah tanda yang berjasa

mengatakan "aku penerusnya"

15 Desember 2015
Hening

S
u
n
y
Sepi
u
a
r
a

18 Februari 2018
DUASA

Kau tak tahu bagaimana jadinya matahari

Yang selalu membuka katup sehabis pagi

Sedang engkau hanya menyambut malam

Yang menyinari dingin dalam gelap

Sementara asa ku terbakar-bakar nan pengap

11 September 2017
Senandung Duka Nestapa

Tidurlah di atas bantal nestapa

Hingga lelap karena luka

Bermimpikan tentang duka

Lalu terbangun menjumput derita

21 Agustus 2017
Baca Puisi

A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P-U-ISI

29 Mei 2017
Ruang Kerdus

Petala jendela yang menyamar

Ruang berkabur mulai samar

Sampai kan penopang berlapis kekar

Sungguh reda tak jua lekas berkabar

Sepiring candu memikat isaknya

Berlarian mencari camar dalam riwayatnya

Kerdus-kerdus itu tertumpuk menjadi satu

Untuk tempat tinggalnya yang berdebu

27 Februari 2017
Aksara Tanya

Memandang senja secara aksara

Membicarakan tentang batara

Lalu bagaimana dengan kita,

Apakah terlihat sama?

28 Jabuari 2017
Sepenggal Larik Mata dalam Kaca

Sejauh mata terhunus tajam

Terlapis kaca memandang dalam

Sempat tergores luka merunjam

Pelikmu, pelikku

Mulai meradang menghantam

Aku terbatas cermin

Melihat dan menceracam

Kau terhalang penglihatan

Seperti terancam oleh bekas bindam

Lalu kita,

Kita hanyalah dua bola mata dalam kaca

Saling merekam di ruang sempit menghitam

14 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai