Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

A. FASE DAN ATURAN FASE

B. SIFAT-SIFAT FISIK MOLEKUL OBAT

C. KINETIKA REAKSI

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami

kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara

berpikir manusia. Dalam dunia kefarmasian tidak akan pernah lepas dari obat-

obatan, Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi

proses hidup seseorang, maka dalam pembuatannya sangat dibutuhkan ilmu

kefarmasian, salah satunya adalah ilmu farmasi fisik yang dapat membantu

dalam mempelajari sifat-sifat suatu sediaan obat. Oleh karena itu penting bagi

kita untuk mengetahui cara pembuatan obat tersebut, sehingga kita mampu

untuk membuat obat-obatan baru yang selama ini belum pernah ditemukan,

akan tetapi didalam pembuatan obat tersebut ada reaksi-reaksi yang

berlangsung diantara zat- zat yang akan dicampurkan dan membentuk sebuah

obat, yang mana penting bagi kita untuk mempelajari reaksi-reaksi tersebut

yang sebagiannya termuat dalam pelajaran farmasi fisik.

Sebagai mana yang telah diterangkan diatas bahwa penting bagi kita

untuk mengetahui reaksi yang ditimbulkan bahan obat tersebut dan juga waktu

kadaluarsa sediaan tersebut. Oleh karna itu sebagai mahasiswa farmasi dituntut

untuk mempelajari semua itu dalam mata pelajaran farmasi fisika yang

nantinya akan menjadi bekal untuk kita yang kelak akan menjadi calon

apoteker dimasa akan datang.


B. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah

pengetahuan tentang pelajaran farmasi fisika dan penerapan ilmunya

didalam bidang farmasi.

C. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut,

masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana deskripsi tentang derajat kebebasan?

b. Apa yang dimaksud dengan Sifat fisik molekul obat?

c. Bagaimana bila memiliki reaktan-reaktan lebih dari dua lainnya?


BAB II

PEMBAHASAN

A. FASE DAN ATURAN FASE

Fase adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat

fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas.

Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa

Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus –

Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan

perubahan suhu.

Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti

hukum Raoult. Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum

Henry. Sifat – sifat koligatif dari larutan dua komponen akan dibahas pada

bab ini.

Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada

tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs

terhadap suhu atau potensial kimia terhadap suhu.

1. Kesetimbangan Gas – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen

Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan

dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing

komponen adalah sama dalam fasa gas dan cairnya.


Di dalam setiap fasa, terdapat konsentrasi C-1 yang dibutuhkan

untuk menetapkan komposisi fasa sebanyak-banyaknya. Jika fraksi mol

digunakan untuk mengukur konsentrasi, sesuatu dibutuhkan untuk

menentukan fraksi mol semua komponen, komponen yang tersisa bisa

ditentukan karena jumlah dari fraksi mol menjadi satu kesatuan. Karena

terdapat P fasa, maka ada P(C-1) komposisi variabel. Tekanan dan suhu

yang sudah ditentukan memberikan P(C-1) + 2 variabel intensif jika

sistemnya berdasarkan fasa demi fasa.

Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang

dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan

(Pi ) dari suatu komponen dalam larutan.

Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan

dipenuhi bila komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang

mirip atau antaraksi antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam

larutan (A – B = A – A = B – B). Campuran yang demikian disebut

sebagai campuran ideal, contohnya campuran benzena dan toluena.

Campuran ideal memiliki sifat – sifat

ΔHmix = 0

ΔVmix = 0

ΔSmix = - R Σni ln xi

Struktur kristal cair. Seperti telah dijelaskan, molekul dalam wujud

cair bergerak dalam 3 arah dan dapat berputar pada 3 arah sumbu tegak
lurus satu terhadap yang lain. Sedangkan dalam wujud padat, molekul

tidak bergerak dan tidak mungkin berputar.

Dua tipe utama dari Kristal cair adalah bentuk smektik (seperti

sabun atau lemak) dan nematik (seperti jarum). Pada bentuk smektik,

molekul bergerak dalam dua arah dan hanya berputar pada satu sumbu.

Pada bentuk nematik, molekul juga hanya berputar pada satu sumbu tetapi

bergerak dalam tiga dimensi. Tipe ketiga (Kristal kolesterol) ada juga tapi

dapat disebut sebagai hal khusus dari tipe nematik.

Struktur smektik mungkin merupakan struktur yang paling berarti

dalam bidang farmasi, kerena fase ini biasanya terbentuk dalam campuran

terner (mungkin lebih) yang berisi surfaktan, air dan zat tambahan yang

amfifilik lemak atau nonpolar.

Sifat dan ciri kristal cair. Karena keadaannya yang merupakan

peralihan, Kristal cair mempunyai beberapa sifat zat cair dan beberapa

sifat zat padat. Sebagai contoh, Kristal cair bergerak, oleh karena itu dapat

dikatakan mempunyai sifat mengalir seperti cairan. Pada saat yang sama

Kristal cair juga mempunyai sifat sebagai birefringent, suatu sifat yang

berhubungan dengan Kristal. Dalam keadaan tersebut, cahaya yang

melewati zat dibagi atas dua komponen dengan kecepatan berbeda dan

juga dengan indeks bias yang berbeda.

2. Aturan fase

J. Willard Gibbs dikenal sebagai orang yang membuat aturan fase,

suatu petunjuk yang berguna untuk menghubungkan pengaruh dari jumlah


terkecil variable bebas (misalnya temperature, tekanan dan konsentrasi)

pada berbagai fase (padat, cair dan gas) yang terdapat berada dalam

system kesetimbangan yang berisi komponen dalam jumlah tertentu.

Aturan fase diperlihatkan sebagai berikut:

F=C–P+2

Dimana F adalah jumlah derajat kebebasan dalam system, C adalah

jumlah komponen, dan P adalah jumlah fase yang ada. Jumlah komponen

adalah jumlah terkecil zat pendukung dimana komposisi dari setiap fase

dari system ini dalam kesetimbangan dapat dinyatakan dalam bentuk

rumus kimia atau persamaan. Jumlah komponen dalam campuran

kesetimbangan es, air, dan uap air adalah satu, karena komposisi dari

ketiga fase ini ditentukan oleh rumus kimianya, H2O.

Jumlah derajat kebebasan adalah jumlah terkecil variable intensif

(temperature, tekanan, konsentrasi, indeks bias, kerapatan, viskositas dan

sebagainya) yang harus ada untuk menetapkan system secara sempurna.

Dibawah ini diterangkan kegunaan dari aturan fase. Walaupun sejumlah

besar sifat intensif dihubungkan dengan setiap system, tidak perlu

melaporkan semua ini untuk menentukan system. Sebagai contoh misalnya

ada system yang berupa cairan misalnya air, dalam kesetimbangan dengan

system uapnya. Dengan menetapkan temperature, system dapat ditentukan

secara sempurna karena tekanan dimana cairan dan uap berada bersama-

sama juga tertentu. Jika kita memutuskan untuk bekerja pada tekanan
tertentu, maka temperature dengan sendirinya tertentu juga. Ini juga sesuai

dengan aturan fase, karena persamaannya sekarang menjadi :

F=1–2+2=1

Jika komponen tidak ada atau berada pada tingkat yang diabaikan

dalam salah satu fasa dari sistem, akan ada lebih sedikit satu variabel

intensif untuk fasa tersebut sejak konsentrasi diabaikan dari satu unsur.

Juga akan ada satu relasi kesetimbangan yang lebih sedikit. Aturan fasa

berlaku untuk semua sistem terlepas dari apakah semua fasa memiliki

jumlah komponen yang sama atau tidak. Aturan ini berlaku hanya untuk

apa yang telah disebut sistem kimia biasa. Sifatdari beberapa system

mungkin lebih tergantung pada medan listrik atau magnet seluruh sistem

atau intensitas cahaya yang bersinar melalui sistem. Jika sifat seperti

intensif tambahan signifikan (dalam sistem kimia biasa variabel intensif

dapat diabaikan), mereka harus ditambahkan ke jumlah variabel dan salah

satu kemudian akan memiliki, misalnya Φ = C + 3 – P. Dalam praktek,

kita hampir selalu berurusan dengan sistem yang variable tambahan

tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata pada sistem, dan karena itu

mereka dapat dibiarkan keluar dari pertimbangan semua.Aturan fasa

merupakan penyamarataan yang penting meskipun hal ini

tidak memberitahu kita kepada kesimpulan dalam contoh sistem yang

sederhana tetapi aturan fasa merupakan panduan berharga untuk

menjelaskan kesetimbangan fasa di dalam sistem kompleks.


Kesetimbangan Fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat

memiliki komposisi yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan

tertentu, biasanya pada fasa cair dan uapnya. Perubahan dari keadaan

kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya

aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.

3. FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK

KESETIMBANGAN ADALAH :

a. Perubahan konsentrasi salah satu zat

b. Perubahan volume atau tekanan

c. Perubahan suhu

Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud

zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. Sebagai contoh khas, diagram fasa

air. Dalam diagram fasa, diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi dengan

baik dan tidak ada zat lain yang masuk atau keluar sistem. Diagram fasa.

Tm adalah titik leleh normal air, , T3 dan P3 adalah titik tripel, Tb adalah

titik didih normal, Tc adalah temperatur kritis, Pc adalah tekanan kritis.

4. Sistem Dua Komponen dengan Fasa Padat – Cair

Sistem biner paling sederhana yang mengandung fasa padat dan

cair ditemui bila komponen – komponennya saling bercampur dalam fas

cair tetapi sama sekali tidak bercampur pada fasa padat, sehingga hanya
fasa padat dari komponen murni yang akan keluar dari larutan yang

mendingin

Bila suatu cairan yang mengandung hanya satu komponen

didinginkan, plot suhu terhadap waktu memiliki lereng yang hampir tetap.

Pada suhu mengkristalnya padatan yang keluar dari cairan, kurva

pendingin akan mendatar jika pendinginan berlangsung lambat. Patahan

pada kurva pendinginan disebabkan oleh terlepasnya kalor ketika cairan

memadat. Hal ini ditunjukkan pada bagian kiri gambar 3.9, yaitu cairan

hanya mengandung Bi (ditandai dengan komposisi Cd 0%) pada suhu

273oC dan cairan yang hanya mengandung Cd (ditandai dengan komposisi

Cd 100%) pada suhu 323oC.

Jika suatu larutan didinginkan, terjadi perubahan lereng kurva

pendinginan pada suhu mulai mengkristalnya salah satu komponen dari

larutan, yang kemudian memadat. Perubahan lereng ini disebabkan oleh

lepasnya kalor karena proses kristalisasi dari padatan yan gkeluar dari

larutan dan juga oleh perubahan kapasitas kalor. Hal ini dapat terlihat pada

komposisi 20% dan 80% Cd. Untuk komposisi 40% Cd pada suhu 140oC,

terjadi pertemuan antara lereng kurva pedinginan Bi dan Cd yang

menghasilkan garis mendatar. Pada suhu ini, Bi dan Cd mengkristal dan

keluar dari larutan, menghasilkan padatan Bi dan Cd murni. Kondisi

dimana larutan menghasilkan dua padatan ini disebut titik eutektik, yang

hanya terjadi pada komposisi dan suhu tertentu. Pada titik eutektik

terdapat tiga fasa, yaitu Bi padat, Cd padat dan larutan yang mengandung
40% Cd. Derajat kebebasan untuk titik ini adalah 0, sehingga titik eutektik

adalah invarian. Eutektik bukan merupakan fasa, tetapi kondisi dimana

terdapat campuran yang mengandung dua fasa padat yang berstruktur

butiran halus.

B. SIFAT-SIFAT FISIK MOLEKUL OBAT

Suatu penyelidikan sifat fisik dari molekul obat adalah merupakan

suatu syarat formulasi suatu produk dan sering membuat kita menjadi lebih

mengerti akan suatu hubungan timbal-balik antara struktur molekul dan

kegiatan obat. Sifat-sifat ini boleh dianggap sebagai salah satu sifat aditif

(diturunkan dari sifat atom sendiri atau gugus fungsi didalam molekul), atau

sifat konstitutif (bergantung pada susunan struktur atom didalam molekul).

Massa merupakan sifat aditif, sedangkan rotasi optic dianggap sebagai suatu

sifat konstitutif.

Beberapa sifat fisik adalah konstitutif dan juga sudah diukur sifat

aditifnya. Bias molar dari suatu senyawa, sebagai contoh, adalah penjumlahan

dari bias atom dan gugusnya yang menyusun senyawa tersebut. Tetapi

susunan kerangka atom dalam masing-masing gugus adalah berbeda,

sehingga indeks bias dari dua molekul akan berbeda ; yaitu masing-masing

gugus didalam dua molekul yang berbeda memberikan harga yang berbeda

terhadap indeks bias molekul-molekul secara keseluruhan.

Suatu perhitungan sampel akan menjelaskan prinsip dari sifat aditif

dan konstitutif. Bias molar dari dua senyawa,


O

C2H5 C CH3

CH3 CH CH CH2 OH

Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dan bentuk

energy yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan

standar luar lainnya. Sebagai contoh, suatu pengertian dari berat

menggunakan suatu gaya gravitasi sebagai suatu ukuran luar untuk

membandingkan massa benda, sementara itu rotasi optic menggunakan

bidang cahaya yang dipolarisasikan untuk menentukan rotasi optic

molekul. Secara ideal, sifat fisik seharusnya secara mudah diukur atau

dihitung, dan harus dapat diulang.

1. Radiasi elektromagnetik.

Radiasi elektromagnetik dapat digolongkan sebagai suatu radiasi

berbentuk gelombaᵡng yang kontinu, suatu bentuk/wujud yang bergantung

pada ukuran dan bentuk dari gelombang. Sebagaimana bentuk-bentuk

radiasi, radiasi elektromagnetik dapat digambarkan dalam bentuk model

gelombang dan suatu medan bervibrasi disekitar titik dalam ruang.

Didalam hal lainnya, radiasi mempunyai suatu karateristik frekuensi,

biasanya suatu jumlah yang besar. Frekuensi, v, adalah jumlah dari

gelombang yang melewati suatu titik tertentu dalam satu detik. Panjang

gelombang λ, adalah panjang dari suatu gelombang tunggal radiasi, yaitu


jarak antara dua puncak gelombang yang besebelahan, dan dihubunhkan

dengan frekuensi oleh ;

∆v = c

Dimana c adalah kecepatan cahaya, 3 x 108 m/detik. Bilangan

gelomban ̅v, dapat dinyatakan sebagai :

̅v = v/c

Dimana bilangan gelombang (dalam cm-1) menunjukkan jumlah

panjang gelombang dalam radiasi 1 cm dalam ruang hampa udara.

2. Flouresensi dan fosforesensi

Suatu molekul yang pada permulaanya mengabsorbsi cahaya

ultraviolet untuk mencapai suatu keadaan tereksitasi dan kemudian

memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali

ketingkat dasar, dikatakan mengalami photoluminescence. Emisi dari

cahaya ini dapat digambarkan sebagai fluoresensi atau fosforesensi,

bergantung pada mekanisme yang mana electron akhirnya kembali

kekeadaan dasar.

Fluoresensi adalah pencaran sinar pada saat suatu zat dikenai

cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat

rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri

dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-

rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi.

Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila kena sinar.


Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah

menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik).

Jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat

berlangsung. Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi

elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.

Fotoluminesensi terjadi hanya didalam beberapa molekul yang

dapat mengalami emisi foton yang tertentu setelah terjadi eksitasi yang

kemudian kembali kekeadaan dasar. Banyak molekul tidak mempunyai

fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap sinar ultraviolet.

3. Tetapan dielektrik dan polarisasi induksi

Suatu molekul dapat mempertahankan suatu pemisahan muatan

listrik melalui induksi oleh suatu medan listrik eksternal atau oleh suatu

pemisahan muatan yang permanen didalam suatu molekul polar. Untuk

memahami konsep pemisahan muatan secara lengkap, perlu memahami

konsep tetapan dielektrik.

Tetapan dielektrik biasanya tidak mempunyai dimensi, karena dia

merupakan perbandingan dari dua kapasitansi. Tetapan dielektrik dapat

ditentukan dengan oscilometri, dimana frekuensi dari suatu signal dijaga

konstan oleh perubahan listrik pada kapasitansi antar dua pelat parallel.

Tetapan dilelektrik dari campuran pelarut dapat dihubungkan dengan daya

larut obat sebagaimana diterangkan oleh Gorman dan hall, dan Ԑ untuk zat

pembawa obat dapat dihubungkan dengan konsentrasi plasma obat seperti

dilaporkan oleh pagay dan kawan-kawan.


4. Momen dipole

Momen dipole permanen dari molekul-molekul polar. Didalam

suatu molekul polar, pemisahan daerah yang bermuatan positif dan

negative dapat menjadi permanen, dan molekul akan memiliki suatu

momen dipole permanen, μ. Ini adalah suatu gejala nonionic, dan

walaupun daerah dari molekul tersebut dapat memiliki muatan, muatan ini

akan seimbang satu sama lainnya dengan demikian molekul sebagai suatu

keseluruhan akan tidak mempunyai jaringan muatan. Sebagai contoh,

molekul air memiliki dipole yang permanen. Besarnya dipole permanen, μ,

tidak bergantung pada setiap dipole induksi dari medan listrik. Ini

didefinisikan sebagai jumlah vector dari momen masing-masing muatan

dalam molekul, termasuk dari ikatan dan pasangan electron sunyi. Vector

itu bergantung pada jarak pemisahan antara muatan. Satuan dari μ adalah

debye, dimana satu debye samadengan 10-18 esu cm. ini diperoleh dari

muatan electron (kira-kira 10-18 esu) dikalikan dengan jarak rata-rata antar

pusat muatan pada molekul (kira-kira 10-8 cm).

Momen dipole permanen dapat dikorelasikan dengan aktivitas

biologi dari molekul-molekul tertentu untuk memperoleh informasi yang

bernilai tentang hubungan dari sifat-sifat dan pemisahan muatan dalam

suatu kelas senyawa obat sebagai contoh, aktivitas insektisida dari tiga

isomer DDT, yang diperlihatkan dalam struktur berikut ini, dapat

dihubungkan dengan momen dipole permanennya.untuk zat terlarut ionic

dan pelarut, interaksi dipole induksi memainkan peranan yang penting


dalam gejala kelarutan untuk ikatan reseptor obat, gaya dipole dipercaya

untuk memperbesar interaksi nonkovalen yang penting ini, sebagaimana

yang diuraikan oleh kollman. Untuk molekul-molekul senyawa padat

dengan momen dipole permanen, gaya dipole memperbesar susunan

kristalin dan semua sifat struktur dari benda padat tersebut. Kristal es

dibentuk dari gaya dipolnya. Interpretasi tambahan dari momendipol yang

bermakna diberikan oleh smith dan minkin dan kawan-kawan

5. Indeks bias dan bias molar

Cahaya berjalan lebih lambat melaui suatu zat dibandingkan

melalui ruang hampa. Apabila cahaya memasuki suatu zat yang lebih

rapat, gelombang-gelombang yang diteruskan pada antar permukaan

dimodifikasi menjadi saling mendekat karena kecepatannya yang lebih

lambat dan panjang gelombang yang lebih pendek. Apabila suatu cahaya

memasuki suatu zat yang lebih rapat pada suatu sudut, seperti

diperlihatkan, satu bagian dari gelombang segera berjalan lebih lambat

begitu melewati antar muka dan menghasilkan penekukan gelombang

menuju antar muka gejala ini disebut pembiasan. Apabila cahaya

memasuki suatu zat yang kurang rapat, cahaya itu akan dibiaskan

menjauhi antar muka, dan tidak mengarah kepadanya. Nilai relative dari

efek antara kedua zat ini dinyatakan oleh indeks bias, n :

n=

Dimana sin i adalah sinus sudut sinar dating dari cahaya dan sin r

adalah sudut sinar yang dibiaskan. Pada umumnya, pembilang diambil


sebagai cepatan cahaya diudara, dan penyebut adalah bahan yang sedang

diselidiki.

Sinar dating pada suatu molekul menginduksi dipole yang

bervibrasi, dan makin besar indeks bias pada suatu panjang gelombang,

makin besar pula induksi dipolar. Interaksi dari sinar foton dengan elektrin

yang berpolarisasi dari suatu dielektrik menyebabkan pengurangan

kecepatan cahaya. Tetapan dielektrik, yang merupakan suatu ukuran dari

kepolarisasian akan paling besar apabila interaksi dipolar dan cahaya juga

besar.

6. Rotasi optic

Dengan melewatkan cahaya melalui satu prisma polarisasi, seperti

prisma nikol, fibrasi dan radiasi yang secara random terdistribusi dipilih

sedemikian rupa sehingga hanya fibrasi yang terjadi pada suatu bidang

tunggal saja yang dipancarkan.

Kecepatan dari cahaya yang dipolarisasikan kebidang ini dapat

menjadi lebih lambat atau lebih cepat apabila cahaya tersebut melalui

suatu zat, seperti cahaya pembiasan yang baru saja di bicarakan.

Perubahan kecepatan ini menyebabkan pembiasan dari cahaya yang

terpolarisasi dalam arah tertentu untuk suatu zat yang optis aktif. Putaran

yang searah jarum jam, pada pemeriksaan sinar dari cahaya yang

terpolarisasi, menyatakan zat tersebut adalah memutar kekanan, sedangkan

putaran yang berlawanan denga jarum jam menyatakan suatu zat memutar

ke kiri. Zat memutar ke kanan, yaitu yang memutar sinar kekanan,


menghasilkan sudut rotasi α yang dinyatakan dengan tanda positif (+);

sedang pada saat memutar kekiri sinar akan berputar kekiri, mempunyai α,

yang dinyatakan dengan tanda negative (-). Molekul yang mempunyai

pusat a simetris dan kurang simetris disekitar bidang tunggal, adalah optis

aktiv, sedangkan molekul yang simetris adalah tidak optis aktiv (optis

inaktive) dan akibatnya tidak memutar bidang cahaya yang di

polarisasikan. Aktivitas optic dapat dianggap sebagai interaksi dari radiasi

bidang yang dipolarisasikan dengan electron didalam suatu molekul untuk

menghasilkan polarisasi elektronik. Interaksi ini memutar arah getaran

radiasi dengan mengubah medan listrik. Polarimeter dipakai untuk

mengukur aktivitas optic.

7. Disperse rotasi optic

Rotasi optic berubah menjadi suatu fungsi panjang gelombang

cahaya dan disperse otasi optic (ORD) adalah pengukuran sudut rotasi

sebagai suatu fungsi panjang gelombang. Dengan bermacam-macam

panjang gelombang cahaya, rotasi spesifik untuk zat optis aktiv akan

berubah. Suatu gravik dari rotasi spesifik terhadap panjang gelombang

menunjukkan suatu pembelokan dan kemudian melewati nol pada panjang

gelombang absorbsi maksimum. Perubahan dalam rotasi spesifik ini

dikenal sebagai efek katun. Melalui konversi, senyawa yang rotasi

spesifiknya menunjukkan suatu harga maksimum sebelum melalui nol

apabila panjang gelombang dari cahaya yang terpolarisasi menjadi lebih

kecil dikatakan memperlihatakan efek katun positif.


C. KINETIKA REAKSI

Kinetika kimia merupakan bagian ilmu kimia fisika yang mempelajari

laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan

hubungannya terhadap mekanisme reaksi. Kinetika kimia disebut juga

dinamika kimia, karena adanya gerakan molekul, elemen atau ion dalam

mekanisme reaksi dan laju reaksi sebagai fungsi waktu. Mekanisme reaksi

adalah serangkaian tahap reaksi yang terjadi secara berurutan selama proses

perubahan reaktan menjadi produk. Mekanisme reaksi dapat diramalkan

dengan bantuan pengamatan dan pengukuran besaran termodinamika suatu

reaksi, dengan mengamati arah jalannya reaktan maupun produk suatu

system. Syarat untuk terjadinya suatu reaksi kimia bila terjadi penurunan

energy bebas (t G < 0).

Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang

mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat

diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan

percobaan.

Dalam bidang farmasi, laju reaksi sangatlah penting untuk dipahami

karena berhubungan dengan pembuatan obat yakni agar dapat mengetahui

apakah zat aktif yang terkandung dalam obat dapat terabsorbsi dengan baik

didalam tubuh atau sebaliknya.

1. Prinsip dan proses laju dalam bidang kefarmasian antara lain ;

Pertama kestabilan dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah

sesuatu yang yang menyebabkan ketidak aktifan obat karena perubahan


bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut; kedua

Disolusi, disini diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam

bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular; ketiga proses

absorbsi, distribusi, eliminasi beberapa proses ini berkaitan dengan laju

absorbsi obat kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju

pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai factor, seperti

metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-

jalur penglepasan; keempat kerja obat pada tingkat molecular obat dapat

dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respons

dari obat merupakan suatu proses laju.

2. Mengukur laju reaksi

Ada beberapa cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai

contoh, jika gas dilepaskan dalam suatu reaksi, kita dapat mengukurnya

dengan menghitung volume gas yang dilepaskan per menit pada waktu

tertentu selama reaksi berlangsung. Definisi Laju ini dapat diukur dengan

satuan cm3s-1 Bagaimanapun, untuk lebih formal dan matematis dalam

menentukan laju suatu reaksi, laju biasanya diukur dengan melihat berapa

cepat konsentrasi suatu reaktan berkurang pada waktu tertentu. Sebagai

contoh, andaikan kita memiliki suatu reaksi antara dua senyawa A dan B.

Misalkan setidaknya salah satu mereka merupakan zat yang bisa diukur

konsentrasinya-misalnya, larutan atau dalam bentuk gas.

Untuk reaksi ini kita dapat mengukur laju reaksi dengan

menyelidiki berapa cepat konsentrasi, katakan A, berkurang per detik.


Kita mendapatkan, sebagai contoh, pada awal reaksi, konsentrasi

berkurang dengan laju 0.0040 mol dm-3 s-1. Hal ini berarti tiap detik

konsentrasi A berkurang 0.0040 mol per desimeter kubik. Laju ini akan

meningkat seiring reaksi dari A berlangsung.

3. Faktor lain yang mempengaruhi laju reaksi

Faktor yang mempengaruhi kelajuan suatu reaksi kimia yaitu sifat

pereaksi, konsentrasi pereaksi, suhu, dan katalisator. Sifat pereaksi

mempengaruhi macam-macam ikatan yang kelak terbentuk pada

senyawa-senyawa yang melakukan reaksi bersama.

Teori Tumbukan suatu tumbukan/tabrakan harus terjadi antar

molekul agar reaksi dapat berlangsung pada suatu energi tertentu, atau

laju reaksi dapat dianggap sebanding dengan jumlah mol reaktan yang

mempunyai energi yang cukup untuk bereaksi.

P adalah probabilitas tumbukan, Z adalah jumlah tumbukan, Ni

adalah Ni mol yang memiliki energi.

Teori Keadaan Transisi/kompleks teraktivasi suatu reaktan

bereaksi melewati kompleks tertentu , selanjutnya kompleks menjadi

produk. Pengaruh Suhu Terhadap Harga k, semakin tinggi suhu maka

semakin tinggi harga k yang diperoleh, hal ini sesuai dengan persamaan

Arrchenius :

k = A e(-Ea/RT)

dimana :

T = Suhu absolut ( ºC)


R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)

E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)

A = Faktor tumbukan

k = konstanta kinetika reaksi

Dari persamaan diatas di dapat k ( konstanta kinetika reaksi )

berbanding lurus dengan suhu ( T ). Semakin lama waktu reaksi maka

harga k semakin berkurang, hal ini menunjukkan reaksi dalam kondisi

mendekati kesetimbangan. Pengaruh Penambahan Katalis Terhadap Harga

k Dari tabel diatas menunjukkan semakin banyak katalis yang digunakan

maka harga k yang diperoleh semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa

jumlah katalis mempengaruhi terbentuknya metal ester. Sesuai dengan

mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam. Semakin banyak H+ (

katalis ) semakin cepat reaksi dapat di arahkan ke produk.

Peningkatan suhu reaksi, mempercepat kenaikan konsentrasi

ALB(CD), memperbesar penurunan konsentrasi A(CA), atau dengan kata

lain menaikan konversi (XA). Hal ini disebabkan karena dengan naiknya

suhu reaksi, maka suplai energi untuk mengaktifkan pereaksi dan

tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga akan bertambah,

sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Nilai konstanta

kecepatan reaksi (k) naik dengan kenaikan suhu reaksi (rata-rata

kenaikannya ±2 kali dari nilai awal), hal ini sesuai dengan teori Arrhenius

dan pernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu akan menaikan


nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10°C suhu reaksi

menaikan konstanta kecepatan reaksi sebanyak ±2 kali dari nilai awal.

4. Penguraian Obat

Ada 3 reaksi penguraian obat yaitu Hidrolisis reaksi penguraian oleh air,

misalnya hidrolisis aspirin menghasilakan asam salisilat dan asam asetat,

hidrolisis prokain dan hidrolisis kloramfenikol, kedua reaksi oksidasi

pelepasan elektrondari molekul (lepasnya hidrogen=dehidrogenasi) dan

jika melibatkan molekul oksigen, reaksinya disebut autooksidasi yaitu

gabungan hidrolisis dan oksidasi karena obat mengandung banyak gugus

fungsi

5. Penstabilan Obat

Ada 2 perlindungan yaitu perlindungan terhadap hidrolisis larutan

dapar/buffer/penyangga, kompleks, menghilangkan air dan perlindungan

terhadap oksidasi penambahan anti oksidan, hidrogenasi, menghindari

kontak oksigen, menggunakan pelarut bebas logam, menambah inhibitor,

menghindari cahaya, menyimpan obat pada temperatur rendah.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah

ilmu farmasi fisika sangat berperan penting didalam bidang farmasi

khususnya dalam pembuatan, pengetahuan tentang sifat fisik obat didalam

maupun diluar tubuh hingga penentuan kadaluarsa suatu sediaan obat.

Sifat fisik suatu obat meliputi hubungan tertentu antara molekul dan

bentuk energy yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran

perbandingan standar luar lainnya. Konsentasi dari tiap reaktan akan

berlangsung pada laju reaksi dengan kenaikan dari beberapa pangkat.

Pangkat-pangkat ini merupakan order tersendiri dari setiap reaksi. Order

total (keseluruhan) dari reaksi didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap

order tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Crys Fajar P, Heru P, dkk, 2003, Kimia dasar 2, Yogyakarta : IMSTEP UNY

Endang.2007. Kinetika Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA UNY

Khairat, 2003. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit dengan Katalisator Asam

Klorida. FT, Universitas Riau. Pekanbaru

Martin, Alfred, dkk. 1993. Dasar-dasar kimia fisik dlm ilmu farmasetiik fisik. UI

press. Jakarta

Sari, Annas Puspita. 2010. Kinetika Reaksi Esterifikasi Pada Pembuatan

Biodiesel Dari Minyak Dedak Padi. Jurusan Teknik Kimia. Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai