Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH GEOLOGI

4.1 Sejarah Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan data-data geologi yang diakusisi meliputi data lapangan dan referensi
peneliti terdahulu yaitu ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan. Dapat disusun suatu
hipotesa mengenai urutan atau sejarah geologi daerah telitian dari yang paling tua ke muda.
Sejarah geologi daerah telitian dimulai sejak zaman Kapur sampai Paleosen, proses tektonik
saat tumbukan antara 2 lempeng menyebabkan batuan-batuan lantai samudera menjadi
campur aduk membentuk Satuan Blok Melange Lok Ulo yang terdiri dari bongkah sekis, filit,
rijang, dan batugamping merah yang terkumpul menjadi satuan melange tektonik. tertanam
dalam massa dasar batulempung hitam dan batulempung bersisik. diendapkan satuan batuan
tertua yaitu satuan batulempung Karangsambung pada Kala Eosen Tengah, dan hingga
diendapkannya material endapan aluvial pada Kala Holosen

4.1.1 Kapur – Paleosen

Pada zaman waktu ini terbentuknya Blok Tektonik Komplek Melange Lok Ulo,
terjadinya tumbukan antara Lempeng India – Australia dengan Lempeng Eurasia
menyebabkan tercampurnya lantai samudera. Batuan yang terdorong ke zona subduksi
berkumpul di prisma akresi oleh karena itu kenampakan yang diamati di lapangan adalah
blok – blok batuan yang tidak memiliki kedudukan atau kemenerusan.

4.1.2 Pada Kala Eosen Tengah - Oligosen Tengah

Kala Eosen Tengah merupakan pembentukan dari satuan batulempung


Karangsambung yang terbentuk akibat aktivitas tektonik yaitu tumbukan antara lempeng
Hindia – Australia dengan Lempeng Eurasia yang membentuk zona subduksi di bagian
selatan Pulau Jawa. Zona subduksi tersebut menghasilkan jalur punggungan bawah laut.
Komplek melange Luk-Ulo berada pada zona subduksi tersebut, yang kemudian jalur
melange itu akan menjadi dasar cekungan dari pengendapan material asal satuan
batulempung Karangsambung. Satuan batuan tersebut diendapkan dengan tipe sedimentasi
“Olisthosthrom” yang dipengaruhi juga oleh mekanisme endapan arus turbidit. Material asal
penyuplai satuan batulempung Karangsambung berasal dari rombakan dari tepi cekungan
berupa batupasir, konglomerat dan batugamping serta melange itu sendiri. Batuan – batuan
pada tepi cekungan tersebut akan terpotong – potong dan terombak akibat proses tektonik
sehingga akan tertransport ke bagian tengah cekungan dengan mekanisme longsoran dalam
jumlah besar. Akibat dari proses tersebut material penyusun dari satuan batulempung
Karangsambung ini adalah batulempung dengan struktur scaly yang menunjukan mekanisme
olisthosthrom dengan bongkah – bongkah asing seperti konglomerat dan rijang yang terdapat
di lokasi pengamatan yang tertanam pada batulempung tersebut akibat proses sedimentasi
longsoran yang terjadi pada saat pengendapan berlangsung.

4.1.3 Oligosen Tengah - Oligosen Akhir

Pada Kala Oligosen Tengah ke Oligosen Akhir terjadi pengurangan kecepatan gerak
lempeng Hindia Australia yang bertumbukan dengan lempeng Eurasia. Gejala ini
menimbulkan adanya pengangkatan – pengangkatan yang disertai oleh sesar bongkah (block
faulting) sehingga ada bagian satuan batulempung Karangsambung yang ikut mengalami
pengangkatan menjadi tinggian (basement high). Dengan adanya proses pengangkatan
tersebut maka pada kala Oligosen Akhir mulai pengendapan dari satuan breksi Totogan,
material sumber satuan batuan ini berasal dari satuan batulempung Karangsamung yang
mengalami pengangkatan menjadi tinggian. Satuan batuan ini proses sedimentasinya juga
dipengaruhi oleh mekanisme sedimentasi olisthosthrom dan pada akhir pengendapannya
dipengaruhi oleh endapan – endapan turbidit pada akhir pengendapan satuan batuan ini. Pada
satuan batuan ini merupakan breksi dengan matriks batulempung scaly yang menunjukan
mekanisme endapan olisthosthrom dengan fragmen aneka bahan namun dengan ukuran yang
lebih kecil dari bongkah asing yang tertanam dalam satuan batulempung Karangsambung.

4.1.4 Oligosen Akhir – Miosen akhir

Pada Kala Oligosen Akhir ke Tengah awal terjadi proses vulkanisme yang sangat
aktif, sehingga terbentuk jajaran gunung api bawah laut di selatan Pulau Jawa pada waktu itu
Pada Kala Paleosen busur magma berada di utara Pulau Jawa, karena bergesernya jalur
tumbukan antar lempeng Hindia Australia dengan Eurasia sehingga busur magma pada Kala
Miosen juga bergeser ke selatan. Pada kala itu saat proses vulkanisme yang sangat aktif, pada
fase ini memunculkan aktivitas gunung api bawah laut. Gunung api tersebut menghasilkan
material berupa fragmen yang tertanam dalam suatu matriks atau masa dasar sedimen, seperti
lahar gunung api bawah laut. Kontak dengan lava dengan air laut akan memunculkan basalt
dan dibeberapa tempat aliran lava menopang di atas breksi waturanda, di daerah telitian
breksi yang mengandung fragmen basalt sangat mendominasi. Material lepas yang
tertransport tersebut kemudian mengalami kompaksi sehingga terbentuklah litologi breksi
dengan fragmen basalt yang masuk ke dalam satuan breksi Waturanda dengan mekanisme
pengendapan turbidit.

Kemudian material yang lebih halus berukuran pasir tetransport lebih jauh dibagian
proksimal dari pengendapan sistem turbidit ini, material berukuran pasir tersebut akan
membentuk batupasir yang masuk dalam satuan batupasir Waturanada. Hal ini didukung
dengan data analisa pengukuran penampang stratigrafi yang dilakukan penulis bahwa
lingkungan pengendapan satuan breksi ini masuk kedalam lingkungan “Smooth To
Channeled Suprafan Lobes“ (Walker, 1984). Menurut model turbidit Mutti dan Rucci Luchi
(1972), apabila pola sedimentasi menebal keatas dengan adanya fasies konglomeratan dan
pebbly sandstone “ Middle Fan “

4.1.5 Miosen Akhir – Holosen

Dari Kala Miosen Tengah Sampai Holosen terus terjadi proses tektonik, sedimentasi,
dan proses erosi serta pelapukan. Pada proses tektonik di daerah penelitian setelah terbentuk
satuan batuan termuda, terjadi perlipatan yang menghasilkan antiklin di daerah telitian. Pada
proses selanjutnya terjadi pengangkatan, proses erosi dan pelapukan sehingga terjadi
perubahan morfologi dari morofologi antiklin yang berupa punggungan atau bentukan positif
beruhah menjadi lembah antiklin atau bentukan negatif.

Seiring berjalannya waktu serta proses geologi yang terjadi dan pelapukan serta erosi
yang intensif terjadi, maka di bawah pengaruh proses fluviatil diendapkan satuan endapan
aluvial yang terdiri dari material lepas.
BAB 5
POTENSI GEOLOGI

Potensi geologi ialah kemampuan alam untuk dapat menghasilkan suatu produk dari
hasil proses – proses geologi yang bekerja, baik produk yang dapat menimbulkan manfaat
(positif) maupun juga produk yang dapat menimbulkan kerugikan (negatif) bagi umat
manusia. Berdasarkan kedua aspek manfaat diatas maka potensi geologi pada daerah
penelitian dapat dibagi seperti dibawah ini.

5.1 Potensi Positif

Potensi positif yang ada di daerah ini adalah penggunaan lahan pada formasi
karangsambung yang berlitologi batulempung dimanfaatkan sebagai lahan pertanian bagi
warga masyarakat sekitar.

Foto 1. Foto masyarakat sekitar yang menggunakan daerah formasi karangsambung sebagai
lahan pertanian (Foto oleh Qhadri)

Di sekitar sungai karangasem, masyarakat memanfaatkan endapan sungai sebagai


bahan material bangunan yang merupakan bebatuan dan berupa pasir.
Foto 2. Masyarakat memanfaatkan endapan sungai lepas sebagai bahan material bangunan

5.2 Potensi Negatif

Di lokasi penelitian penambangan rijang yang dilakukan oleh masyarakat


menyebabkan kelerengan yang berpotensi menyebabkan gerakan tanah karena sudut
kelerengan yang besar. Selain itu faktor material lempung di lokasi tersebut juga
mempengaruhi daya dukung tanah apabila terjadi hujan, pada litologi – litologi yang kurang
resisten dengan sudut kelerengan yang besar dan kontrol struktur kekar yang berada disekitar
wilayah tersebut dapat berpotensi menimbulkan adanya gerakan tanah. Gerakan tanah
dijumpai pada derah telitian berupa rockfall dari litologi yang telah lapuk tidak dapat
menahan beban yang diterima.

Foto 3. Foto penambangan rijang yang mempengaruhi kelerengan sehingga berpotensi


memicu gerakan tanah di lokasi penelitian. (Foto oleh penulis).

Anda mungkin juga menyukai