Anda di halaman 1dari 7

I.

Latar Belakang

Seng adalah salah satu logam dasar paling penting di sebelah aluminium dan tembaga serta banyak
digunakan dalam banyak aplikasi industri di seluruh dunia, seperti: metalurgi, kimia, pertanian, cat, dan
industri karet, dll. Pasokan seng dunia berasal dari seng daur ulang yang diambil dari sumber-sumber
sekunder, seperti: abu seng, peleburan kuningan, skrap penghancuran mobil, sampah seng, sisa die
casting, debu tanur busur Listrik (EAFD), residu pelindian (leaching residue), dll.

Ketika sudah tidak digunakan lagi, baja kemudian dilebur dalam tanur busur listrik (EAF) dan menghasilkan
debu, yang disebut sebagai debu tanur busur listrik (EAFD). Sekitar 15-20 kg debu, yang bernilai ekonomis,
dihasilkan per ton baja. Debu ini terutama mengandung seng oksida, besi oksida dan seng ferit, dan juga
oksida dari berbagai logam lain yang dimasukkan ke dalam tanur busur listrik dari bahan skrap.

Dahulu, debu hasil proses baja belum dimanfaatkan seperti sekarang ini. Semakin tinggi kandungan seng,
semakin menarik kemungkinan untuk mengolah debu tersebut. Oleh karenanya, pabrik pengolahan baja
mencoba untuk meningkatkan konsentrasi kandungan seng dalam debu dengan berbagai cara. Hal ini
termasuk meningkatkan jumlah umpan skrap yang mengandung seng ke dalam tanur busur Listrik sampai
kandungan seng mencapai 18 – 35%.

Banyak proses dalam berbagai tahap pengembangan komersial digunakan di seluruh dunia untuk
mengelola beberapa teknik perolehan kembali logam yang terkandung dalam EAFD termasuk proses
pyrometalurgi dan proses hidrometalurgi. Ada banyak metode untuk pengolahan EAFD secara industri
dari peleburan skrap baja karbon yang dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Proses Komersial untuk Pengolahan EAFD

Process Type Zn-bearing Fe-bearing Other


Product Product Product
Waelz Kiln (Stage 1) Pyro ZnO Feo/FexOy -
Waelz Kiln (Stage 2) Pyro ZnO - PbCl2/CdCl2
Rotary Heart Pyro ZnO Feo/FexOy -
Shaft Furnace Pyro ZnO Feo/FexOy -
Plasma Furnace Pyro ZnO Feo/FexOy -
Electro Thermal Pyro Zno Slag/Residue -
Ezinex (with electrolysis) Hydro Zno Slag/Residue -
Leaching NH4Cl Hydro ZnO Slag/Residue -
Leaching in H2SO4 (with electrolysis) Hydro Zno Slag/Residue -
Leaching in NaOH (with electrolysis) Hydro Zno Slag/Residue -
Leaching in (NH4)2CO3 (with Calcination) Hydro ZnO Slag/Residue -

Proses Pirometalurgi yang paling sering diterapkan untuk pengolahan EAFD di seluruh dunia, seperti:
Waelz Kiln, Rotary Hearth or Shaft Furnace.

Waelz process yang dilakukan di rotary kiln adalah teknologi ekstraksi seng oksida yang paling banyak
disajikan dalam pengolahan EAFD. Waelz adalah proses pyrometalurgi yang ditandai dengan
volatilisasi/fumigasi (penguapan) logam non-ferro, seperti: seng, timah, dan kadmium dari campuran
padatan teroksidasi dengan cara reduksi menggunakan batubara dalam tanur putar tanpa menghasilkan
terak cair. Ini meningkatkan kandungan seng hingga 55 - 65%, di mana produk tersebut dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk pabrik seng primer. Namun, metode produksi ini (waelz oksida atau crude waelz
oxide) memerlukan proses pemurnian lanjutan karena tingginya konsentrasi timbal dan klorin. Proses
kalsinasi atau pemanggangan memastikan pembuangan klorida berbahaya dan timbal dari off-gas.

Proses lain yang sedang berkembang adalah pelarutan debu dan perolehan kembali logam seng dari
larutan yang disebut dengan teknik hidrometalurgi. Teknik ini efektif menghasilkan, tetapi umumnya
mereka tidak melakukan recovery seng sepenuhnya serta dibutuhkan perawatan lebih lanjut.

Akhirnya, proses Waelz memiliki beberapa keunggulan dari proses pyrometalurgi lainnya. Alasan
penerapan utama proses Waelz adalah:

- Teknologi yang mapan/proven


- Andal dan kuat
- Instalasi sederhana, proses metalurgi yang terkenal
- Ekonomis
- Dapat dijual (Produk Waelz oksida diterima untuk semua pabrik peleburan seng)
- Terak hasil samping Waelz dapat digunakan untuk konstruksi jalan yang fleksibel
- Produk samping berupa besi spons dapat didaur ulang ke tanur busur
- Kisaran bahan baku yang mampu diolah dapat diperluas dengan modifikasi proses
- Konsumsi energi yang rendah
- Pengembangan paling modern <200 kg kokas per 1 ton umpan EAFD

Dalam kondisi operasi normal (aplikasi Industri), proses Waelz tidak memerlukan pemanasan tambahan
karena reaksi reduksi yang eksotermik (menghasilkan panas). Pada skala industri, reaksi terjadi di bawah
suhu 1000°C untuk jangka waktu yang lebih lama. Namun, kondisi eksperimental berbeda dengan kondisi
industri dalam hal suhu dan waktu. Pada penelitian ini, reaksi dilakukan pada suhu 1200°C selama 90
menit. Dengan demikian, peningkatan suhu menimbulkan peningkatan persentase pemulihan dan
menghasilkan waktu reaksi yang lebih singkat. Udara panas memasuki tempat pembakaran, umpan
dikeringkan terlebih dahulu, kemudian dipanaskan sampai terjadi reaksi. Suhu maksimum padatan
mencapai sekitar 1200°C. Dalam proses industri Waelz, selain crude seng oksida, juga diperoleh besi
spons.

II. Tujuan Penelitian

- Menguraikan proses Waelz yang efektif menggunakan karbon sebagai agen pereduksi untuk
memperoleh efisiensi tingkat perolehan kembali oksida seng dari EAFD yang tinggi
- Proses kalsinasi yang efektif menggunakan tanur putar untuk memperoleh produk seng oksida
bermutu tinggi dari crude seng oksida.

III. Metode dan Pembahasan

Debu EAF yang digunakan dalam penelitian ini disediakan dari Colakoglu Metalurji Co., Istanbul, Turki.
Komposisi kimia debu ditunjukkan pada Tabel 2. Seperti yang dapat dilihat, debu EAF terutama terdiri dari
seng ferit (ZnFe2O4, franklinite), seng oksida, silika serta fase minor, seperti Pb(OH)Cl, Mn3O4, NaCl, dll.
Perlu disebutkan bahwa Pb(OH)Cl adalah formasi hidroksida yang mudah terdisosiasi menjadi PbO, PbCl2
dan H2O pada 100,35°C. Batubara lignit yang diperoleh dari wilayah Tuncbilek, Turki digunakan sebagai
agen pereduksi dan memiliki ukuran partikel antara -9,00 + 2,36 mm. Komposisi kimia dari batubara yang
digunakan dalam percobaan dirangkum dalam Tabel 3. Diagram alir untuk proses pyrometalurgi debu EAF
ditunjukkan pada Gambar 2.

- Tahap I

Pada tahap pertama, proses Waelz Kiln dilakukan dalam tungku rotari drum Ruhstrat (maks. suhu 1400°C)
yang memiliki tabung stainless steel ujung terbuka dengan panjang 520mm dan diameter zona reaksi
160mm. Kecepatan putaran tungku di setting pada 1 rpm. Suhu zona reaksi diukur dengan 2 (dua)
termokopel PtRh10/Pt dan siklus pemanasan dikendalikan oleh pengontrol yang dapat diprogram untuk
menjaga suhu stabil (±5°C) pada suhu yang telah ditentukan. Dust collector yang memiliki debit aliran
udara 1140 m3/jam ditempatkan 100 mm dari ujung terbuka rotary drum untuk mengumpulkan debu
Waelz oksida yang terbentuk.

Tabel 2. Komposisi Debu EAF yang digunakan dalam Penelitian

Wt-%
Zn Fe SiO2 C Pb Mn Na Mg K Al Ca S Cl Cd H2O
29.19 26.89 6.1 3.23 3.16 2.72 2.5 1.34 1.19 0.65 0.92 0.72 0.65 0.04 3.06

Tabel 3. Komposisi Kimia Batubara Lignit

Wt-%
Fixed Carbon Volatile Matter Ash Sulphur Moisture
39.24 43.47 16.24 1.03 7.26

Gambar 2. Alur Proses Pirometalurgi Seng Oksida pada Proses Waelz dan Kalsinasi
Set up yang dilakukan pada penelitian ini, secara skematik dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah mencapai
suhu yang ditetapkan (900, 1000, 1050, dan 1100oC), 1000 gram campuran (debu EAF dan lignit)
diumpankan ke dalam zona reaksi dalam bentuk serbuk dan pellet. Lignit, sebagai sumber karbon, yang
diumpankan merupakan 36% dari volume campuran dan berfungsi untuk mereduksi oksida dari seng,
besi, dan timbal. Pelet dengan diameter 12mm dihasilkan dari mesin pellet dengan bahan baku
menggunakan debu halus EAF dan air diikuti dengan pengeringan pada 110oC selama 120 minutes.

Gambar 3. Skematik furnace skala Laboratorium untuk (a) Waelz Kiln process; (b) Calcination process

(1-Dust Collector, 2-Rotary Wheel, 3-Stainless Steel (a) Ceramic Tube (b), 4-5-Stirring Blace, 6-PtRh10/Pt
Thermocouples)

Sampel dimasukkan ke dalam zona panas setelah tercapai suhu yang diinginkan (>900oC) untuk
menghilangkan segala bentuk reaksi yang terjadi pada suhu yang lebih rendah. Waktu reaksi ditetapkan
dari 0 – 90 menit dan sample dengan berat 20 gram masing-masing, keduanya diperiksa dan diambil dari
zona panas pada interval yang berbeda.

Kemungkinan reaksi-reaksi utama yang terjadi selama proses reduksi, diantaranya:

C(s) + CO2(g) = 2CO(g) (1)

ZnO(s) + CO(g)  Zn(g) + CO2(g) (2)

Fe2O3(s) + 3CO(g)  2Fe(s) + 3CO2(g) (3)

PbO(s) + CO(g)  Pb(l) + CO2(g) (4)

Pada umumnya, reduksi langsung seng oksida dengan karbon terjadi untuk waktu yang lama atau bahkan
tidak terjadi sama sekali. Jadi, oksigen bereaksi dengan karbon membentuk gas CO dan gas CO inilah yang
akan bertindak sebagai reduktor. Reduksi ini disebut dengan reduksi tak langsung.

- Tahap II

Pada tahap kedua, proses kalsinasi dari Waelz oxide yang diperoleh (dari tahap I) dilakukan untuk
menghilangkan unsur-unsur yang mudah menguap seperti timbal, kadmium, klorida, karbon dengan
menggunakan tungku putar yang sama tetapi dengan tabung alumina yang terbuka di kedua ujungnya
(Gambar 3b). Setelah mencapai suhu yang telah ditentukan (100, 1100, 1150 dan 1200 ° C), 1000 g Waelz
oksida dalam bentuk hasil penangkapan dust collector pada tahap I, dimasukkan ke dalam zona reaksi.
Waktu reaksi dari 0 hingga 120 menit diperiksa dan sampel sekitar 20 g masing-masing ditarik dari zona
panas pada interval yang berbeda. Sampel dari kedua proses selanjutnya dianalisa menggunakan XRD dan
AAS.

- Proses Waelz

Dari Gambar 4 bisa dilihat bahwa tingkat perolehan (recovery) seng tertinggi diperoleh 98,6% pada 1100°C
selama 90 menit. Keuntungan bentuk umpan pellet dibandingkan serbuk dapat dilihat pada Gambar 5.
Formasi pellet memungkinkan reduksi yang cepat dan laju metalisasi yang tinggi karena porositas yang
tinggi dan seragam. Derajat metalisasi tertinggi adalah 96,2% pada suhu 1000°C dan waktu 60 menit. Di
atas suhu 1000°C, tingkat metalisasi menurun sebagai bentuk re-oksidasi besi untuk mereduksi seng
oksida pada suhu tinggi. Komposisi kimia dari Waelz oksida yang diperoleh pada 1100°C dan 90 menit
diberikan pada Tabel 4.

Gambar 4. Persentase tingkat perolehan logam Gambar 5. Konversi proses reduksi besi
seng sebagai fungsi waktu dan suhu sebagai fungsi waktu dan suhu

Tabel 4. Komposisi Kimia Waelz Oksida pada Temp. 1000oC dan waktu 90 menit

Wt-%
Zn(total) Fe(total) C Pb Na K S Cl Cd
66.24 0.18 0.9 5.55 2.88 2.06 0.18 4.99 0.0859

- Proses Kalsinasi (Roasting)

Konsentrasi timbal (Pb) dalam kalsin Waelz oksida sebagai fungsi waktu dan suhu ditunjukkan pada
Gambar 6. Seperti yang dapat dilihat dari gambar, pengaruh suhu lebih mendalam, kemudian diikuti oleh
pengaruh waktu.

Sedangkan, pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa konsentrasi seng dalam fase terkondensasi, meningkat
dengan peningkatan suhu dan waktu. Kandungan seng oksida ditemukan pada produk menjadi 91,1%
pada suhu 1000°C dan 99,1% pada suhu 1200°C selama 120 menit.

Komposisi kimia kalsin seng oksida yang digunakan pada 1100°C dan 90 menit diberikan pada Tabel 5.
Gambar 6. Konsentrasi timbal dalam Seng Gambar 7. Tingkat perolehan Seng Oksida
Oksida sebagai fungsi waktu dan suhu sebagai fungsi waktu dan suhu

Tabel 5. Komposisi kimia kalsin Seng Oksida pada suhu 1200oC dan waktu 120 menit

Wt-%
Zn(total) Fe(total) C Pb Na K S Cl Cd
79.58 0.26 0.055 0.02 0.12 0.09 0.011 0.3 0.0087

IV. Kesimpulan

Penelitian pada proses Seng Oksida skala Laboratorium telah membuktikan kelayakan teknis dari proses
Waelz Kiln untuk perolehan kembali seng dari debu EAF. Penggunaan debu EAF dalam bentuk serbuk
sebagai umpan akan memberikan kesulitan selama daur ulang, sebagai berikut:

1. Debu terbawa bersama dengan produk


2. Densitas curah rendah
3. Volume tungku yang dibutuhkan untuk memproses debu akan menjadi besar karena kedua
masalah ini.

Percobaan pada skala laboratorium yang dilakukan dalam rotary drum memungkinkan proses reduksi
seng oksida terjadi dalam 90 menit pada suhu 1100°C. Namun, keuntungan dari pelet memungkinkan
reduksi yang cepat dan tingkat metalisasi yang tinggi karena porositas yang tinggi dan seragam. Derajat
metalisasi tertinggi adalah 96,2% pada suhu 1000°C dan 60 menit. Produk seng oksida yang terbentuk
pada tahap I (proses Waelz) mengandung 66,24% seng.

Energi aktivasi bentuk pelet lebih besar dari pada bentuk serbuk (dibuktikan melalui serangkaian
percobaan yang menyelidiki pengaruh suhu). Energi aktivasi untuk perolehan kembali logam seng dengan
bentuk bubuk dan pelet masing-masing dihitung menjadi 242,77 dan 261,99 kJ/mol.
Proses kalsinasi oksida Waelz (yang diperoleh dari tahap I), dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang
mudah menguap seperti timbal, kadmium, klorida, karbon dengan menggunakan tungku putar yang sama
tetapi dengan tabung alumina terbuka kedua ujungnya (salah satu ujung digunakan untuk menangkap
produk seng oksida).

Efisiensi pemurnian seng tertinggi diperoleh pada suhu 1200°C dan 120 menit untuk kandungan seng
79,58% dalam produk seng oksida (atau kandungan ZnO dalam produk 99.17%).

Proses yang dijelaskan di atas, diusulkan untuk:

1. Menghindari masalah lingkungan


2. Memungkinkan perolehan kembali seng yang tinggi dari debu EAF

Anda mungkin juga menyukai