3 Makalah Farmakologi Dan Toksikologi Antikolinergik
3 Makalah Farmakologi Dan Toksikologi Antikolinergik
PENDAHULUAN
1. ALKALOID BELADONA
a. Atropin
Atropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa
Belladonna, atau Tirai Malam Pembunuh, dan dalam Datura
Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson (biji Jamestown) atau
apel berduri. Anggota tersier kelas atropine sering dimanfaatkan
efeknya untuk mata dan system syaraf pusat. Atropin, memiliki
afinitas kuat reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara
kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya
di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskinik baik
disentral maupun disaraf tepi. Kerja obat ini secara umum
berlangsung secara 4 jam kecuali diteteskan ke dalam mata, maka
kerjanya bahkan sampai berhari-hari.
1) Mekanisme Kerja
a. Mata
Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata,
sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata
menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan siklopegia
(ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat). Pada
pasien dengan glaukoma, tekanan intraokular akan meninggi
secara membahayakan.
b. Gastrointestinal (GI)
Atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk
mengurangi aktifitas saluran cerna atropin dan skopolamin
mungkin merupakan obat terkuat sebagai penghambat saluran
cerna. Waulaupun motilitas (gerakan usus) dikurangi, tetapi
produksi asam hidroklorat tidak jelas dipengaruhi. Oleh
karena itu, obat ini tidak efektif untuk mempercepat
penyembuhan ulkus peptikum.
c. Sistem kemih
Atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan
hipermotilitas kandung kemih. Obat ini kadang-kadang masih
dipakai untuk kasus enuresis (buang air seni tanpa
disadari/ngompol) di antara anak-anak, tetapi obat
antikolinergik alfa mungkin jauh lebih efektif dengan efek
samping yang sedikit.
d. Kardiovaskuler
Atropin menimbulkan efek divergen pada sistem
kardiovaskuler, tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah,
efek yang menonjol adalah penurunan denyut jantung
(bradikardia). Pangkalnya mungkin disebabkan oleh aktivasi
sentral dari keluaran eferen vagal, tidak banyak data
menunjukkan bahwa efek akibat dari penyekatan reseptor M1
pada neuron hambatan sebelum sambungan, yang berarti
memungkinkan peningkatan pelepasan asetilkolin. Pada
dosis tinggi, reseptor jantung pada nodus SA disekat, dan
denyut jantung sedikit bertambah (takikardia). Dosis sampai
timbul efek ini sedikitnya 1mg atropin, yang berarti sudah
termasuk dosis tinggi dari pemberian biasanya. Tekanan
darah arterial tidak dipengaruhi tetapi pada tingkat toksik,
atropin akan mendilatasi pembuluh darah dikulit.
e. Sekresi
Atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek
pengeringan pada lapisan mukosa mulut (serostomia).
Kelenjar saliva air mata juga terganggu. Hambatan sekresi
pada kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh meninggi.
f. Kelenjar Keringat
Termoregulasi keringat di tekan pula oleh atropine. Reseptor
muskarinik pada kelenjar keringat ekrin dipersarafi oleh
serabut kolinergik simpatetik dan dapat dipengaruhi oleh obat
antimuskarinik. Hanya pada dosis tinggi efek antimuskarinik
pada orang dewasa akan menimbulkan peninggian suhu
tubuh. Sedangkan pada bayi dan anak-anak maka dalam dosis
biasapun sudah menimbulkan demam atropine (atropine
fever).
g. Sistem Pernafasan
Obat anti muskurarinik sanat berguna pada pasien asma atau
penyakit paru obstruktif menahun. Obat antimuskarinik sering
digunakan sebelum anastesi inhalasi untuk mengurangi
akumulasi sekresi di trakea dan kemungkinan spasme laring.
2) Penggunaan terapi
a. Optalmik : pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek
midriatik dan sikloplegik dan memungkinkan untuk
pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan oleh kapasitas
akomodatif mata. Atau obat adrenergik alfa yang sejenis,
lebih baik untuk mendilatasi pupil bila efek siklopegik tidak
diperlukan. Demikian pula pada individu berusia 40 tahun
atau lebih tua dengan kemampuan untuk mengakomodasi
sudah menurun, maka obat-obatan tidak begitu penting
untuk refraksi yang akurat. Atropin mungkin menimbulkan
suatu serangan pada individu yang menderita glaukoma
sudut sempit.
b. Obat antispasmodik : Atropin digunakan sebagai obat
antispasmodik untuk melemaskan saluran cerna dan
kandung kemih.
c. Antidotum untuk kolinergik : Atropin digunakan untuk
mengobati kelebihan dosis organofosfat (yang mengandung
insektisida tertentu) dan beberapa keracunan jenis jamur
(jamur tertentu yang mengandung substansi kolinergik).
Kemampuan obat ini termasuk dalam SSP sangat penting
sekali. Atropin menyekat efek asetilkolin yang berlebihan
akibat dari hambatan terhadap asetilesterase oleh obat-
obatan seperti fisostigmin.
d. Obat antisekretori : Atropin digunakan sebagai obat
antispasmodik untuk melemaskan saluran cerna dan
kandung kemih.
3) Farmakokinetik
a. Absorbsi : Alkaloid alam dan kebanyakan obat-obat
antimuskarinik tersier diserap dengan baik dari usus dan
dapat menembus membrane konjuktiva. Reabsobsinya
diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah
lainnya, begitu pula dari mukosa. Reabsorbsinya melalui
kulit dan mata tidak mudah.
b. Distribusi : Atropin dan senyawa tersier lainnya
didistribusikan meluas kedalam tubuh setelah penyerapan
kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai
dalam 30 menit sampai 1 jam, dan mungkin membatasi
toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek
perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.
c. Metabolisme dan Ekskresi : Atropin cepat menghilang dari
darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam
kira-kira 60% dari dosis diekskresikan kedalam urine
dalam bentuk utuh. Sisanya dalam urine kebanyakan
sebahagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya
pada fungsi parasimpatis pada semua organ cepat
menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot
siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih.
Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam
keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam.
4) Efek Samping
Tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut
kering, penglihatan kabur, mata rasa berpasir, takikardia, dan
konstipasi. Efeknya terhadap SSP termasuk rasa capek,
bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut menjadi
depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan kematian.
Ada individu yang lebih tua, pemakaian atropin dapat
menimbulkan midriasis dan sikloplegi dan keadaan ini cukup
gawat karena dapat menyebabkan serangan glaukoma berulang
setelah menjalani kondisi tenang.
5) Indikasi
a) Pada trauma mata, salep mata atropin meyebabkan efek
midriatik dan sikloplegik dan memungkinkan untuk
pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan oleh
kapasitas akomodatif mata.
b) Sebagai obat antispasmodik untuk melemaskan saluran
cerna dan kandung kemih.
c) Mengobati kelebihan dosis organofosfat (yang
mengandung insektisida tertentu) dan beberapa jenis
keracunan jamur (jamur tertentu yang mengandung
substansi kolinergik). Kemampuan obat ini masuk kedalam
SSP sangat penting sekali.
d) Mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis), medikasi
preanestetik (mengurangi lendir saluran pernafasan)
b. Skopolamin
Skopolamin, dapat menimbulkan efek terapi yang sama dengan
efek atropin. Tetapi efek skopolamin lebih nyata pada SSP dan
masa kerjanya lebih lama dibandingkan atropin. Efek skopolamin
merupakan salah satu obat anti mabuk perjalanan yang paling
efektif. Obat ini menimbulkan pula efek penumpulan daya ingat
jangka pendek. Bertolak belakang dengan atropin, obat ini
menyebabkan sedasi, rasa mengatuk, tetapi pada dosis yang lebuh
tinggi bahkan menimbulkan kegelisahan / kegaduhan.
1) Mekanisme kerja:
Derivat-epoksi dari atripin bekerja lebih kuat.Efek sentralnya
kira-kira 3 kali lebih kuat dapat menimbulkan efek tepi yang
sama dengan efek atropin, tetapi efek skopolamin lebih nyata
pada SSP dan masa kerjanya lebih lama dibandingkan atropin.
2) Indikasi
a) Digunakan sebagai obat mabuk jalan dalam bentuk plester
b) Digunakan sebagai mediatrikum
c) Digunakan sebagai obat anti kejang lambung-usus
d) Digunakan sebagai premedikasi anestesi
c. Oksibutinin
- Khasiat→spasmolitis pada otot polos kandung kemih
- Digunakan khusus pada urge-inkontinensi urin untuk
mengurangi hasrat berkemih,juga pada kejang-kejang
kandung kemih akibat iritasi oleh kateter
- Dosis→oral 3 dd 2,5 mg(HCl), bila perlu 3-4 dd 5 mg
d. Tolterodin
- Khasiatnya anti kolinergis sedang
- Digunakan pada urge-inkontinensi kemih
- Dosis →oral 3dd 2,5-5 mg (tartrat)
e. Tropicamida
- Khasiat →anti kolinergis kuat
- Digunakan sebagai midriatikum untuk diagnose
- Pada dosis lebih besar(larutan 1%) berefek cycloplegis→
melumpuhkan akomodasi
- Dosis →untuk midriasis 1-2 tetes larutan 0,5% minimal 15mnt
sebelum pemeriksaan mata
B. Bloker ganglionik
Bloker ganglonik (ganglionic blocking agent) atau obat blockade
ganglionik atau obat antinikotinik adalah obat yang secara spesifik
bekerja pada reseptor nikotik di ganglion simpatik ataupun parasimpatik.
Obat ini bekerja pada semua reseptor nikotinik dan tidak selektif pada
ganglion simpatik ataupun parasimpatik saja. Obat ini tidak efektif
sebagai antagonis neuromuscular. Respons yang terjadi sangat kompleks
dan sulit diduga sehingga tidak mungkin memperoleh kerja yang selektif.
Oleh karena itu, penyekat ganglionic ini sangat jarang digunakan dalam
terapi dan hanya digunakan untuk eksperimen farmakologi.
1. Nikotin
Nikotin merupakan salah satu komponen rokok. Besar efeknya
bergantung pada dosis. Pada awalnya nikotin memacu ganglion,
kemudian diikuti oleh kelemahan dan paralisis semua ganglia.
Macam-macam efek pacunya kompleks, termasuk peningkatan
tekanan darah, peningkatan denyut jantung (akibat/pengaruh
pelepasan transmiter dimedula adrenal) serta peningkatan peristaltik
dan sekresi saluran cerna. Pada dosis yang lebih tinggi, tekanan
darah akan menurun karena penyekatan ganglionik, serta aktivasi
saluran cerna dan otot kandung kemih terhenti.
2. Trimetafan
Trimetafan adalah penyekat ganglionik yang bekerja singkat dan
bersifat kompetitif. Pemberiannya harus IV. Dewasa ini, trimetafan
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dalam keadaan gawat
darurat, seperti hipertensi akibat udema paru atau pecahnya
aneurisma aorta. Hal ini dilakukan bila obat lain tidak dapat
digunakan.
3. Mekamilamin
Mekamilamin bekerja sebagai kompetitif antagonis pada ganglion
nikotik. Lama kerja pada dosis tunggal adalah sekitar 10 jam.
Berbeda dengan trimetafan, absorpsi mekamilin yang baik pada
pemberian per oral.
C. Bloker Neuromuskular
Bloker neuromuscular atau neuromuscular blocking agent (NMBA) ini
menghambat transmisi kolinergik diantara ujung saraf motorik reseptor
nikotinik pada reseptor nikotinik.
1. Sifat-sifat Farmakologis
Hubungan struktur dan fungsi
a. Struktur NMBA berkaitan dengan ACh.
b. NMBA berisi nitrogen kuarterner (biasanya suatu amin) ang
menyebabkan obat ini bersifat hidrofilik, mencegah penetrasi
kedalam sawar darah otak dan plasenta. Obat ini aman untuk
digunakan pada anestesi umum untuk sectio caesaria.
2. Mekanisme kerja
a. Blockade nondepolarisasi bekerja dengan penghambatan
kompetitif, berikatan dengan reseptor nikotinik, dan mencegah
ACh berkombinasi dengan reseptor.
b. Blockade depolarisasi berikatan dengan reseptor ACh dan
menyebabkan depolarisasi.
1) Fase I (depolarizing) block – berikatan lebih lama dengan
reseptor menghasilkan depolarisasi yang persisten sehingga
membrane tidak memberikan respons lagi terhadap impuls-
impuls baru.
2) Fase II (desensitizing) block – membrane menjadi
repolarisasi, tetapi tidak memberikan respons terhadap impuls
baru, mekanisme yang tepat belum diketahui. Hal ini terlihat
dengan dosis berlebihan dari non-depolarizing blocker.
3. Indikasi penggunaan
Obat ini digunakan untuk merelaksasi otot skelet, sebagai obat
tambahan pada anestesi pembedahan dan pada pasien dengan
kelemahan respirasi berat pada ventilator mekanik
BAB III
KESIMPULAN