Anda di halaman 1dari 31

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI CARBOPOL TERHADAP SIFAT

FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN KERSEN (Muntingia


calabura L.) DENGAN TEKNOLOGI NANOPARTIKEL

Rencana Penelitian untuk Tugas Akhir

CATUR WULANDARI
NIM. M3515010

DIPLOMA III FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
NOVEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jerawat adalah penyakit kulit kronis akibat abnormalitas produksi sebum
pada kelenjar sebasea yang muncul pada saat kelenjar minyak pada kulit terlalu
aktif (Kumar, 2008). Saat ini telah banyak dilakukan perlakuan khusus untuk
mengobati ataupun mencegah timbulnya jerawat, antara lain melalui pencegahan
bakteri pada saluran folikel rambut, pencegahan pertumbuhan bakteri dengan
menggunakan antibakteri. Antibakteri bermacam-macam asalnya, dapat berasal
dari senyawa sintetik misalnya clindamycin, erithomycin, benzoyl peroksida,
azelaic acid, sulfur dan dapat berasal dari alam (Baumann and Jonette, 2009).
Namun menurut Wasitaatmaja (1997), penggunaan antibiotik dalam jangka
panjang selain dapat menimbulkan resistensi mikroba juga dapat menimbulkan
kerusakan organ dan imunohipersensitivitas.
Maka dari itu perlu dikembangkan pengobatan jerawat dengan tanaman
tradisional ssebagai zat aktifnya. Salah satu tanaman tradisional yang dapat
dimanfaatkan adalah daun kersen.
Kersen (Muntingia calabura L.) merupakan tanaman yang banyak
dijumpai di pinggir jalan, tumbuh di tengah retakan rumah, di tepi saluran
pembuangan air dan tempat-tempat yang kurang kondusif untuk hidup
karena kersen mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik. Berdasarkan
beberapa penelitian daun kersen bisa dimanfaatkan sebagai obat karena daun
kersen mengandung senyawa flavonoid, saponin, polifenol dan tanin.
Sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi
(Mintowati dkk, 2013). Menurut Ahmad Ridwan dan Rakhmi Ramdani, periset
di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (dalam
jurnal Arum dkk, 2012) mengatakan bahwa daun kersen dapat digunakan
sebagai antidiabetes dan mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab
penyakit karena diduga mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan
golongan terbesar senyawa fenol alam dan merupakan senyawa polar karena
mempunyai sejumlah gugus hidroksil, sehingga akan larut dalam pelarut polar
seperti etanol dan metanol.
Berdasarkan penelitian Handayani (2016), ekstrak etanol daun kersen
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis yang
merupakan bakteri penyebab jerawat. Dalam penelitian tersebut daya hambat
terbesar adalah pada konsentrasi 9 ppm dengan diameter hambat 14,00 mm.
Salah satu pengembangan dalam pembuatan sediaan farmasi adalah sistem
nanoemulsi. Nanoemulsi adalah sistem dispersi minyak dengan air yang
distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan. Nanoemulsi dapat
meningkatkan kelarutan zat karena nanoemulsi tersusun dari misel – misel yang
memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelarutan zat yang sukar larut dalam
air (solubilisasi misel). Ukuran partikel yang sangat kecil (200 – 300 nm) juga
dapat mempercepat proses pelarutan zat dalam nanoemulsi (Sadurni et al, 2005).
Oleh karena itu diharapkan sistem nanoemulsi ini dapat meningkatkan absorbsi
zat aktif pada lapisan kulit sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitasnya.

Gel merupakan sistem semisolid yang tersusun atas dispersi molekul kecil
atau besar dalam pembawa berair seperti jeli dengan penambah bahan
pembentuk gel. Bahan pembentuk gel yang dapat digunakan merupakan
makromolekul sintetik, seperti karbomer 934, deivat selulosa, seperti
karboksimetilselulosa, hidroksipropil metilselulosa, dan gum alami, seperti
tragakan (Allen dkk, 2011).

Salah satu basis gel yang banyak digunakan adalah karbopol. Di bidang
farmasi, karbopol sering digunakan dalam formulasi sediaan cair semipadat,
seperti krim, gel, salep, dan sediaan topikal lain. Karbopol bersifat stabil dan
higroskopis. Karbopol merupakan bahan pengental yang baik dan memiliki
viskositas yang tinggi sehingga menghasilkan gel yang baik (Mulyono dan
Suseno, 2010). Penelitian Kumar and Kumar pada tahun 2011 menunjukkan
bahwa sifat fisik sediaan gel yang menggunakan gelling agent karbopol lebih
baik hasilnya dibandingkan HPMC dan CMC-Na. Selain itu, sediaan topikal
atau gel yang menggunakan karbopol memiliki konsistensi dan pelepasan zat
aktif yang lebih baik dibandingkan gelling agent lainnya dalam penelitian
Najmudin et al (2010).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan gelling agent terhadap hasil evaluasi
fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan
teknologi nanopartikel?
2. Berapakah konsentrasi carbopol pada formula yang memperlihatkan hasil
evaluasi fisik paling baik dalam formulasi gel ekstrak etanol daun kersen
(Muntingia calabura L.) dengan teknologi nanopartikel?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi carbopol terhadap hasil
evaluasi fisik dan kimia sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia
calabura L.) dengan teknologi nanopartikel.
2. Mengetahui konsentrasi carbopol yang memberikan hasil evaluasi fisik
paling baik dalam formulasi gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia
calabura L.) dengan teknologi nanopartikel.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi carbopol
pada sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan
teknologi nanopartikel.
2. Sebagai dasar penelitian pembuatan kosmetik yang berasal dari bahan alam
dengan teknologi nanopartikel.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN MASALAH
1. Uraian Mengenai Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.)
a. Morfologi dan Taksonomi Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Kersen adalah tanaman tahunan yang dapat mencapai ketinggian 10
meter. Kersen memiliki beberapa bagian seperti daun, batang, bunga, dan
buah. Batang tambuhan kersen berkayu, tegak, bulat, dan memiliki
percabangan simpodial. Daun kersen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1, mengandung kandungan senyawa metabolit sekunder antara lain alkaloid,
flavonoid, steroid, dan saponin (Setyowati dan Cahyanto, 2016).
Tanaman kersen mempunyai ketinggian 3-12 meter, percabangannya
mendatar, menggantung ke arah ujung, berbulu halus, daunnya tunggal,
berbentuk bulat telur sampai berbentuk lanset, pangkal lembaran daun yang
nyata tidak simetris, dengan ukuran (4-14) cm x (1-4) cm, tepi daun bergerigi,
lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga tumbuhan keren terletak
pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari daun bersifat hemaprodit.
Buahnya mempunyai tipe buah buni, berwarna merah kusam bila masak,
dengan diameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam
daging buah yang lembut (Haki, 2009). Kersen merupakan tanaman buah
tropis yang mudah dijumpai di pinggir jalan. Nama tanaman ini beragam di
beberapa daerah, antara lain kerukup siam (Malaysia), jamaican cherry
(Inggris), talok (Jawa), ceri (Kalimantan) dan lainlain. Kersen biasanya
ditemui dengan ukuran kecil, pohonnya selalu hijau terus menerus, berbunga
dan berbuah sepanjang tahun (Binawati dan Amilah, 2013).
b. Klasifikasi Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.)

Gambar 1. Daun Kersen


Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub kelas : Dilleniidae
Bangsa : Malvales (Culumniferae)
Suku : Elaeocarpaceae
Marga : Muntingia
Jenis : Muntingia calabura L. (Cronquist, 1981).
c. Kandungan Kimia
Daun dan kulit batang Muntingia calabura L. mengandung
alkaloid, tanin, saponin, flavonoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan
kuersetin) serta proantosianidin dan sianidin, beberapa mioinositol. Serta
setiap 100 gram tanaman ini memiliki kandungan : 76,3 g air, 2,1 g protein,
2,3 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu, 125 mg kalsium, 94
mg fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin C (Sutrisno, 1998).
Nilai energinya 380 kJ/100 g. Kersen merupakan salah satu jenis
dari marga Muntingia yang tumbuh selalu hijau sepanjang tahun. Tumbuhan
ini kaya senyawa flavonoid dengan jenis flavon, flavonon, flavan dan
biflavon sebagai kandungan yang penting (Chin dan Todd, 1995).
d. Kegunaan / Khasiat
Daun kersen berwarna hijau dan berbulu berkhasiat sebagai obat
batuk, peluruh dahak, antitumor dan rebusan daun kersen dapat menghambat
pertumbuhan mikroba seperti Corynebacterium diphteriae, Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus epidermidis serta dapat digunakan sebagai
antiseptik, dan dapat mengatasi penyakit gula darah (Zakaria dkk, 2006).
Secara empiris daun kersen digunakan untuk pengobatan batuk,
penyakit kuning, dan asam urat. Menurut Danugroho dan Widyaningrum
(2014), ekstrak infusa daun kersen memiliki aktivitas sebagai analgesik yang
telah diuji pada mencit jantan ras swiss. Daun kersen mengandung senyawa
flavonoid, saponin, polifenol dan tanin (Kuntorini dkk., 2013). Terdapat
penelitian bahwa tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder
berupa flavonoid dan fenol berguna sebagai penangkap radikal bebas, yang
memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Nishantini et al., 2012). Flavonoid
merupakan senyawa metabolit sekunder dan termasuk komponen fenolik
yang bertindak sebagai pertahanan yang baik terhadap radikal hidroksil dan
superoksida dengan melindungi membran lipida terhadap reaksi oksidasi
yang merusak (Lee et al., 2003).

2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Pelarut organik
yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman
adalah methanol, etanol, kloroform, hexan, aseton, benzene, dan etil asetat
(Depkes RI, 1995).
Maserasi merupakan proses paling tepat untuk simplisia yang sudah
halus dan memungkinkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan
sel, sehingga zat-zatnya akan larut. Proses ini dilakukan dalam bejana
bermulut lebar, serbuk ditempatkan lalu ditambah pelarut dan ditutup rapat,
isinya dikocok berulang-ulang kemudian disaring. Proses ini dilakukan pada
temperature 15˚C-20˚C selama tiga hari (Ansel, 1989).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam penyari, tidak mengandung benzoid, sitrak, dan
lain-lain (Depkes RI, 1986).
Metode ekstraksi yang digunakan untuk dalam penelitian ini adalah
maserasi. Hal ini dikarenakan maserasi merupakan proses paling sederhana
serta paling tepat untuk simplisia yang halus dan memungkinkan direndam
dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat
yang mudah terlarut akan larut (Ansel, 1989).
3. Cairan Penyari
Cairan penyari atau pelarut yang digunakan harus dipilih
berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari
zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak digunakan.
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor yaitu
murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral,
tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak
mempengaruhi zat yang berkhasiat, serta diperbolehkan oleh peraturan.
Pelarut yang digunakan sebagai cairan penyari antara lain eter, air, atau
campuan etanol – air (Depkes RI, 1979). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Agustiningsih dkk (2010), menyimpulkan bahwa cairan penyari yang
paling optimal dengan parameter kadar fenolik dan flavonoid adalah etanol
96%.
Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi daun kersen
(Muntingia calabura L.) adalah pelarut etanol. Pelarut etanol merupakan
pelarut universal golongn alkohol yang mudah melarutkan snyawaan yang
sesuai dengan cukup cepat karena sifat kepolarannya yang tinggi, memiliki
titik didih yang cukup rendah sehingga dapat mudah diuapkan tanpa
menggunakan suhu yang tinggi, bersifat inert, serta memiliki harga yang
terjangkau. Selain itu ketoksikannya rendah daripada pelarut alkohol lainnya
yakni memiliki nilai LC50 7060 mg/kg (Guenther, 2006).
4. Skrining fitokimia
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan
cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia
tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia
tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.
Metode skrining fitokimia dapat dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna (Kristanti dkk, 2008).
Skrining fitokimia serbk simplisiadan sampel dalam bentuk basah neliputi
pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida / steroida,
tannin dan saponin menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harborne
(1987) dan Depkes RI (1995).

5. Sediaan gel
a. Definisi
Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. Gel adalah
sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Depkes RI,1995).
Kelebihan sediaan gel diantaranya mudah digunakan dan
menimbulkan sensasi nyaman di kulit karena rasa dingin yang dihasilkan. Gel
mampu memberikan efek topikal yang baik dan memiliki daya sebar yang
baik sehingga dapat bekerja langsung pada lokasi yang sakit dan tidak
menimbulkan bau tengik. Selain itu, gel mampu membuat lapisan film
sehingga mudah dicuci dengan air (Ansel, 1989).

6. Monografi bahan
6.1. Komponen Bahan Pembentuk Nanoemulsi
a. Minyak Kemiri
Fase minyak merupakan komponen paling penting dalam
formulasi SNEDDS karena berperan sebagai pembawa obat
hidrofobik, membantu self emulsification dari SNEDDS dan
mampu meningkatkan fraksi obat hidrofobik yang tertransport
melalui sistem intestinal limfatik sehingga meningkatkan absorpsi
pada saluran gastrointestinal (Gursoy dan Benita, 2004). Minyak
nabati banyak dipilih dalam formulasi karena lebih mudah
didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah
lingkungan. (Patel dkk., 2010). Dalam penelitian ini minyak yang
digunakan yaitu minyak kemiri.
Kemiri (Aleuritas moluccana (L.) Willd.)) adalah tumbuhan
yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-
rempah. Tumbuhan ini tumbuh di daerah tropis dan dapat mencapai
ketinggian hingga 20 meter (Krisnawati dkk., 2011). Biji kemiri
mengandung 50% - 60% berat minyak. Minyak kemiri dapat
diperoleh dengan cara diperas ataupun dengan cara ekstraksi
(Arlene, 2013).
b. Tween 80
Surfaktan dalam pembuatan SNEDDS dibutuhkan untuk
membuat emulsi yang stabil saat kontak dengan air. Secara umum,
surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik dengan HLB
berkisar antara 15-21. Selain HLB terdapat faktor lain yang penting
untuk emulsifikasi yaitu struktur surfaktan. Struktur rantai alkil
surfaktan memiliki efek dalam penetrasi minyak ke lapisan
surfaktan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi seperti
yang dimiliki oleh tween, suatu turunan polioksi sorbitol dan asam
oleat (Rao and Shao, 2008). Dalam penelitian ini surfaktan yang
dipakai adalah tween 80
Tween 80 atau polisorbat 80 adalah cairan seperti minyak,
jernih berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah,
rasa pahit, dan hangat. Tween 80 sangat mudah larut dalam air,
tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, etil
asetat dan tidak larut dalam minyak mineral. Bobot jenis tween 80
antara 1,06 dan 1,08 (Depkes, 1995).
c. PEG 400
PEG 400 merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna
atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopis yang
memiliki bobot molekul PEG 400 tidak kurang dari 380 dan tidak
lebih dari 420. PEG 400 larut dalam air, dalam etanol, dalam aseton,
dalam glikol lain, dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak
larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik (Depkes, 1995).
PEG 400 digunakan sebagai kosurfaktan pada formulasi SNEDDS
karena memiliki nilai HLB yang tinggi (>10) yaitu sebesar 11,6
sehingga dapat membantu surfaktan dalam meningkatkan
pembentukan nanoemulsi secara spontan (Rowe dkk., 2009).
6.2. Komponen Bahan Pembentuk Gel
a. Karbopol 940
Karbopol dengan nama resmi carboxy polymethylene memiliki rumus
molekul C10-C30 alkyl acrylates cross polymer. Carbopol memiliki
beberapa nama yang biasa digunakan, seperti carbomer, acitamer, acrylic
acid polymer, carboxyvinyl polymer. Struktur dari karbopol adalah sebagai
berikut (Rowe et al., 2009) :

Gambar 2. Struktur Carbopol 940


Karbopol berbentuk serbuk hablur putih, sedikit berbau khas, dan
higroskopis sehingga perlu disimpan dalam wadah tertutup baik. Karbopol
larut dalam air hangat, etanol, dan gliserin. Karbopol merupakan polimer
dengan berat molekul 104.400 gmol-1 dari asam akrilik yang berikatan silang
dengan eter dari pentaeritritol. Karbopol merupakan basis gel yang kuat,
sehingga penggunaannya hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit, yakni
sekitar 0,5 – 2,0%. Karbopol didispersikan ke dalam air membentuk larutan
asam yang keruh kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium
hidroksida, trietanolamin, atau dengan basa inorganik lemah (contoh:
ammonium hidroksida), sehingga akan meningkatkan konsistensi dan
mengurangi kekeruhan (Rowe et al., 2009). Karbopol aman digunakan secara
topikal. Karbopol diketahui sebagai bahan yang tidak menimbulkan
hipersensitivitas pada manusia (Rowe et al., 2009).
b. Gliserin

Gambar 3. Struktur Gliserin


Gliserin (C3H8O3) berbentuk cairan seperti sirup, jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat, bersifat higroskopis. Jika
disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa
hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang
20˚. Kelarutan gliserin yaitu dapat campur dengan air, dan dengan etanol
(95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam
minyak lemak (Depkes RI, 1979).
Dalam formulasi farmasi dan kosmetik topikal, gliserin digunakan
terutama untuk humektan dan emollient. Gliserin juga dapat digunakan
sebagai pelarut atau kosolven dalam krim dan emulsi, serta dapat digunakan
dalam sediaan gel. Gliserin dalam sediaan topikal digunakan sebagai
humektan dengan kadar maksimal 30% (Rowe et al, 2009).
c. Propilenglikol

Gambar 4. Struktur Propilenglikol


Propilenglikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, rasa agak manis, higroskopik. Kelarutan yaitu dapat campur
dengan air dan etanol (95%) P, dan larut dalam kloroform P, larut dalam 6
bagian eter P,tidak dapat dicampur dengan eter minyak tanah P dan dengan
minyak lemak. Berkhasiat atau berfungsi sebagai zat tambahan yaitu
humektan (Depkes RI, 1979).

d. Metil Paraben

Gambar 5. Metil Paraben


Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba
dalam kosmetik produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Metil
paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lain
atau dengan zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metil paraben
merupakan pengawet yang paling sering digunakan (Rowe et al, 2009).
Nipagin larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dan dalam 3 bagian aseton P, mudah laut
dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian
gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas (Depkes RI,
1979).
Metil paraben (C8H8O3) berbentuk kristal tak berwarna atau bubuk
Kristal putih. Zat ini tidak berbau atau hampir tidak berbau. Metil paraben
merupakan paraben yang paling aktif. Aktivitas antimikroba meningkat
dengan meningkatnya panjang rantai alkil. Aktivitas zat dapat diperbaiki
dengan menggunakan kombinasi paraben yang memiliki efek sinergis.
Kombinasi yang sering digunakan adalah dengan metil-, etil-, dan butil
paraben. Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan
eksipien lain seperti propilenglikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan asam
edetic (Rowe et al, 2009).
e. TEA (Trietanolamin)

Gambar 6. Struktur TEA (Trietanolamin)


Dalam formulasi, TEA biasa digunakan sebagai buffer, pelarut,
penetral dan humektan sehingga sering digunakan dalam preparasi farmasetik
topikal. Walaupun tidak toksik, tetapi hipersensitif atau dapat mengiritasi
kulit ketika digunakan dalam formulasi, maka penggunaannya harus sesuai
dengan rentang aman pada manusia (Johnson and Steer, 2006). Trietanolamin
secara luas digunakan dalam formulasi sediaan topikal terutama pada emulsi
sebagai agen alkali dan dapat juga sebagai pengemulsi. Trietanolamin berupa
cairan kental bening tidak berwarna kuning pucat, mempunyai sedikit bau
amoniak dan larut dalam air (Kibbe, 2004).
f. Aqua destilata
Air suling merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
cara destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau
proses lain yang sesuai. Cairan ini harus memenuhi persyaratan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, pH dari air suling yaitu 5-7 (Depkes RI, 1995).
B. Pengujiaan sediaan
a. Uji Organoleptis
Pengujian organoleptis merupakan pengujian sediaan dengan
menggunakan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk atau konsistensi,
homogenitas, warna, dan bau (Depkes RI, 1979).
b. Uji Homogenitas
Sediaan diuji homogenitasnya dengan mengoleskan pada sekeping kaca
atau bahan transparan yang cocok kemudian diamati sediaan menunjukkan
susunan yang homogen. Dilakukan pengulangan masing - masing tiga kali
(Depkes RI, 1979).
c. Uji Daya Sebar
Uji penghamburan diartikan sebagai kemampuan untuk disebarkan
pada kulit. Prinsipnya yakni gel dengan volume tertentu dibawa ke pusat
antara dua lempeng gelas, lempeng sebelas atas dalam interval waktu tertentu
dibebani oleh pelekatan dari anak timbang. Permukaan penyebaran yang
dihasilkan dengan menaiknya pembebanan menggambarkan suatu
karakteristik untuk daya sebar (Voight, 1994).
d. Uji Daya Lekat
Pengujian daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan
dapat melekat di kulit (Triayu, 2009).
e. Uji pH
Prinsip uji derajat keasaman (pH) yaitu berdasarkan pengukuran
potensio/elektrometri dengan menggunakan pH meter, dalam evaluasi pH
dilihat perubahan nilai pH sediaan setelah penyimpanan 4 minggu (Depkes
RI, 2004).
C. KERANGKA PEMIKIRAN
Daun kersen mempunyai kandungan antibakteri. Tumbuhan ini kaya
senyawa flavonoid, saponin dan tanin yang berperan sebagai antibakteri.
Penelitian ini dilakukan pembuatan sediaan gel yang banyak
digunakan karena rasa dingin di kulit, mudah mengering, dan mudah dicuci.
Sediaan gel ini merupakan pengembangan pembuatan sediaan farmasi dengan
menggunakan sistem nanoemulsi. Sediaan Gel ini mengandung ekstrak daun
kersen yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan
pelarut etanol 96%. Pembuatan gel ini digunakan zat aktif dalam bentuk
nanopartikel dengan variasi konsentrasi carbopol sebagai gelling agent yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi carbopol
terhadap hasil fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia
calabura L.), terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan, serta untuk
mengetahui konsentrasi carbopol yang memperlihatkan sifat fisik paling baik
dalam formulasi gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.).

D. HIPOTESIS
Variasi perbedaan konsentrasi carbopol sebagai gelling agent dapat
mempengaruhi hasil evaluasi sifat fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen
(Muntingia calabura L.) dengan sistem nanopartikel.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental
laboratorium untuk memperoleh data hasil yang paling baik berupa hasil uji sifat
fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.). Penelitian
ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu ekstraksi, pembuatan nanopartikel, uji
kualitatif ekstrak, formulasi sediaan, dan uji sifat fisik sediaan.

B. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Konsentrasi Carbopol
Variabel tergantung : Organoleptis (bentuk, konsistensi, warna, dan bau),
sifat fisik (daya sebar, daya lekat, viskositas,
homogenitas), sifat kimia (pH).
Variabel kontrol : Metode ekstraksi, metode pembuatan nanoemulsi,
metode formulasi gel, metode pengujian gel.

C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan
bulan Mei 2018. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi dan
Laboratorium Farmasetika D3 Farmasi FMIPA UNS.

D. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain toples maserasi, alat
gelas (pyrex), timbangan analitik, timbangan digital, rotary evaporator , mortir,
stamfer, cawan porselen, gelas beker, pH meter, cawan petri, kain flanel,
penggaris, sendok tanduk, stopwatch, penangas air,viscometer, spektrofotometer
UV, lemari pengering, seperangkat alat uji daya lekat, mikroskop dan alat
pendukung lainnya.
2. Bahan yang digunakan
Bahan utama yang digunakan adalah daun kersen yang diambil dari daerah
Cepu, Blora, Jawa Tengah.. Bahan yang digunakan untuk maserasi serbuk daun
kersen yaitu etanol 96%. Bahan kimia yang digunakan untuk kontrol uji kualitas
ekstrak adalah HCl pekat, serbuk Mg, FeCl3. Bahan yang digunakan untuk
pembuatan nanoemulsi adalah minyak kemiri, Tween 80, dan PEG 400. Serta
bahan yang digunakan untuk membuat sediaan adalah carbopol, gliserin, TEA,
propilenglikol, metil paraben, dan aquadest.
E. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah daun kersen yang diambil dari daerah Cepu,
Blora, Jawa Tengah.
2. Pembuatan Serbuk Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Daun kersen sebanyak 2,0 kg dikumpulkan, disortasi awal, kemudian dicuci
dengan air bersih, lalu disortasi basah dan ditiriskan, setelah itu dikeringkan
dengan lemari pengering pada suhu 40-60˚C selama ± 1 jam. Simplisia yang
telah kering disortasi kering, kemudian dibuat menjadi serbuk dengan cara
diblender.
3. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
96%. 300,0 gram serbuk daun kersen dimasukkan ke dalam toples lalu
ditambahkan 3,0 L pelarut etanol 96%. Toples dilapisi kertas coklat agar
terhindar dari cahaya matahari langsung dan ditutup aluminium foil. Proses
perendaman selama 3 hari dan dilakukan pengadukan selama 15 menit tiap 8 jam
sekali. Maserat kemudian disaring dan diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator. Filtrat hasil penguapan selanjutnya dipekatkan dalam waterbath
hingga diperoleh ekstrak kental.
4. Pengujian Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
a. Perhitungan rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat
ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan)
dikalikan 100% (Sani dkk, 2014).
b. Pemeriksaan organoleptis ekstrak
Pengamatan organoleptis dari formulasi sediaan gel kulit buah manggis
bertujuan untuk mengetahui sifat fisik gel dan mengamati adanya perubahan
bentuk, warna, maupun bau yang mungkin terjadi selama penyimpanan
(Supomo dkk, 2016).
c. Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan metode gravimetri. Botol
timbang beserta tutup dikeringkan pada suhu 105ºC selama 30 menit,
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Kemudian 1 gram simplisia
dimasukkan dan ditimbang dalam botol timbang (B), dioven selama 30 menit
pada suhu 105ºC dengan tutup terbuka. Didinginkan dalam desikator dan
ditimbang kembali (C). Penetapan kadar air dilakukan hingga diperoleh
perbedaan sampai selisih dua penimbangan kadar air tidak lebih dari 0,25%.
Pekerjaan ini diulang sebanyak dua kali (Depkes RI, 1995).
d. Pemeriksaan Flavonoid
Uji flavonoid yang dilakukan adalah menggunakan metode Wilstater. 2
ml sampel dalam alkohol ditambahkan 2-4 tetes HCl pekat dan ditambahkan
sedikit serbuk logam Mg. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna kuning
menjadi orange/merah (Mariana dkk, 2013).
e. Pemeriksaan Tannin
Uji Tanin yang dilakukan adalah menggunakan pereaksi FeCl3. 2 ml
sampel didihkan dengan 20 ml air lalu disaring. Ditambahkan beberapa tetes
FeCl3 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru kehitaman
menunjukkan adanya tannin (Kusumaningsih dkk, 2015).
f. Pengujian Saponin
Uji saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 ml sampel ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok selama 30
detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap
(tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin
(Marliana dkk, 2005).
5. Formulasi SNEDDS Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura
L.)
M:S:K Minyak kemiri Tween 80 PEG 400
1:1:1 1,6667 1,6667 1,6667
1:2:1 1.25 2,5 1,25
1:3:1 1 3 1
1:4:1 0,8333 3,3333 0,8333
1:5:1 0,7143 3,5714 0,7143
1:6:1 0,625 3,75 0,625
1:7:1 0,5556 3,8889 0,5556
1:8:1
0,5 4 0,5

Formula SNEDDS diatas mengacu pada jurnal yang berjudul


Optimasi Formula Sediaan SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug Delivery
System) dari Ekstrak Kloroform Daun Duwet ( Syzygium Cumini (L.) Skeels).
Dengan mengambil formula yang memiliki optimasi yang baik yaitu Minyak
kemiri, Tween 80, PEG 400 dengan perbandingan 1 : 6 : 1, karena pada
formula tersebut memberikan hasil yang jernih dengan hasil transmitan
98,80%. Komposisi formula dengan perbandingan 1 : 6 : 1, dipilih karena
komposisi surfaktan yang lebih sedikit namun sudah dapat membentuk
nanoemulsi yang jernih secara visual dan nilai transmitan yang mendekati
100%. Nanoemulsi yang baik memiliki penampilan visual yang jernih
dengan nilai transmitan di atas 90% (Costa et al, 2012).

6. Pembuatan SNEDDS
Sejumlah 30 mg ekstrak etanol daun kersen, dimasukkan ke dalam
vial 10 mL bersama dengan minyak kemiri, Tween 80 -croduret dan PEG
400 kemudian divortex selama 1 menit disonikasi selama 15 menit dan
dikondisikan di dalam waterbath pada suhu 45°C selama 10 menit. Hasil
tersebut didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan untuk dilihat
homogenitasnya (Awinda,2017).

7. Formulasi Gel Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura L.)


Dibuat 3 formula gel ekstrak etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura L.)
dengan variasi perbedaan konsentrasi Carbopol sebagai gelling agent.

Bahan Konsentrasi (%)


Formula 1 Formula 2 Formula 3
Ekstrak Daun 30 mg 30 mg 30 mg
Kersen
Carbopol 1 1,5 2
Gliserin 10 10 10
Propilenglikol 15 15 15
TEA 1 1 1
Metil paraben 0,1 0,1 0,1
Corigen odoris qs qs qs
Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100
8. Pembuatan Gel Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L.)
Setelah semua bahan ditimbang, carbopol dikembangkan dengan
aquadest dalam mortir hingga mengembang. Metil paraben dilarutkan dalam
gliserin aduk hingga larut dalam beaker gelas (Campuran 1). Lalu tambahkan
sebagian propilenglikol lalu aduk hingga homogen. Setelah carbopol
mengembang gerus terlebih dahulu dengan di tambahkan TEA sedikit demi
sedikit aduk hingga membentuk basis gel. Campuran gliserin dan metil
paraben ditambahkan dalam basis gel sambil di aduk hingga homogen. Sisa
propilenglikol ditambahkan dalam campuran basis, aduk hingga homogen.
Campurkan ekstrak yang sudah dibuat dalam bentuk SNEDDS ke dalam basis
gel dan aduk sampai homogen. Ditambahkan aquadest sedikit sedikit dan
aduk sampai homogen.
9. Pengujian Gel Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura L.)
a. Uji organoleptik
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan
konsistensi, warna, dan bau dari sediaan gel (Septiani, 2011).
b. Uji homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan gel pada sekeping
kaca (Lena dan Nining, 2015). Pengamatan homogenitas dilakukan dengan
menggunakan mikroskop.
c. Uji pH
Dilakukan dengan menimbang 10 gram sediaan dilarutkan dalam 50 ml
aquadest dalam beaker glass, ditambahkan aquadest hingga 100 ml lalu aduk
hingga merata. Larutan diukur pH nya dengan pH meter yang sudah
distandarisasi (Sudamadji dkk, 1984). Ukur dengan pH meter dan catat pH
yang ditunjukkan. Nilai pH yang dapat diterima oleh kulit yaitu antara 5-7
(Troy et al, 2005).
d. Uji daya lekat
Sampel 0,25 gram diletakkan diantara 2 gelas objek pada alat uji daya lekat,
kemudian ditekan beban 1 kg selama 5 menit, beban diangkat dan diberi
beban 80 gram pada alat dan dicatat waktu pelepasan gel (Miranti, 2009).
e. Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gram gel diletakan dalam kaca bulat, kaca lainnya diletakan di
atasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Setelah itu, ditambahkan 150 gram
beban didiamkan 1 menit dan diukur diameter konstan (Astuti et al., 2010).
f. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan cara sebanyak 100 ml gel dimasukkan dalam
wadah berbentuk tabung lalu dipasang spindle 64. Spindle harus terendam
dalam sediaan uji. Viskometer dinyalakan dan dipastikan rotor dapat berputar
pada kecepatan 60 rpm. Diamati jarum penunjuk dari viskometer yang
mengarah ke angka pada skala viskositas lalu dicatat dan dikalikan faktor 100
(Zulkarnain, 2013).
F. Analisis Data
1. Pendekatan secara teoritis
Data yang diperoleh dari hasil pengujian dibandingkan dengan
parameter dari Farmakope Indonesia dan pustaka lain.
2. Pendekatan statistik
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
program SPSS 21 dengan uji Shapiro-Wilk, apabila data terdistribusi normal
maka dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA untuk mengetahui adanya
perbedaan signifikan ketiga formula pada setiap evaluasi fisik dan kimia
sediaan masker gel peel-off. Apabila hasil data uji One Way ANOVA
mengalami perbedaan signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc
untuk mengetahui formula manakah yang memberikan perbedaan signifikan.
G. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Penelitian
a. Studi pustaka

b. Persiapan alat dan bahan


c. Penelitian laboratorium
d. Pengumpulan data
e. Pengolahan dan analisa
data
2. Penyusunan laporan
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih., Achmad Wildan dan Mindaningsih. 2010. “Optimasi Cairan
Penyari pada Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifous Roxb) Secara Maserasi Terhadap Kadar Fenolik dan Flavonoid
Total”. Momentum. 6 (2) : 36 – 41.
Allen, L. V., Jr. Propovich, N. G., dan Ansel, H. C.2011. Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery Systems Ed. 9. Philadelphia : Lippincott
William and Wilkins.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
Arlene, A. 2013. “Arlene, A. 2013. Ektraksi Kemiri dengan Metode Soxhlet dan
Karakterisasi Minyak Kemiri”. Jurnal Teknik Kimia USU. (2) : 2. 6-10.
Arum, Y.P., Supartono, dan Sudarmin. 2012. “Isolasi dan Uji Daya Antimikroba
Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura L.) ”. Jurnal MIPA. 35 (2) : 165 –
174.
Astuti I. Y., D. Hartanti, dan A. Aminiati. 2010. “Peningkatan Aktivitas Antijamur
Candidia albicans Salep Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper bettle LINN.)
melalui Pembentukan Kompleks Inklusi dengan β-siklodekstrin”. Majalah
Obat Tradisional. 15 : 94 – 99.
Awinda, U. N. 2017. “Optimasi Formula Sediaan SNEDDS (Selfnanoemulsifying
Drug Delivery System) dari Ekstrak Kloroform Daun Duwet (Syzygium
cumini (L.) Skeels)”. Tugas Akhir D3 Farmasi UNS. Surakarta : Universitas
Sebelas Maret.
Balakumar, K., Raghavan, C.V., Selvan, N.T., Prasad, R.H., dan Abdu, S. 2013.
“Self-emlsifying Drug Delivery System (SNEDDS) of Rosuvstatin Calcium
: Design, Formulation, Bioavailability and Pharmacokinetic Evaluation”.
Colloids and Surfaces B : Biointerfaces. 112 : 337 – 343.
Baumann, L., and Jonette, K. 2009. Acne (Type 1 Sensitive Skin), dalam Baumann,
L., et al., (eds), Cosmetic Dermatology Principless and Practice, 2nd edition.
United States : The McGraw-Hill Companies, Inc.
Binawati, D. K., dan Amilah, S. 2013. Effect of Cherry Leaf (Muntingia calabura
L.) Bioinsecticides Extract Towards Mortality of Worm Soil (Agrotis ipsilon)
and Armyworm (Spodoptera exiqua) on Plant Leek (Allium fistolum).
Wahana, 61(2):51-57.
Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K. 2007. “Nanomaterial and nanoparticles:
sources and toxicity”. Biointerphases. 2: 170 – 172
Charter, J.S. 1997. Dispensing for Pharmaceutical Student Edisi ke-12, London :
Pitman Medical.
Chin, W. W., dan Todd, P. A. 1995.” On the Use, Usefulness, and Ease of Structural
Equation Modeling in MIS Research : A Note of Caution”. MIS Quarterly.
237 – 246.
Costa, J., Lucas, E., Queiros, Y., Mansur, C., 2012, Evaluation of Nanoemulsions
in The Cleaning of Polymeric Resins, Colloids and Surfaces A: Physicochem.
Eng. Aspects., 415: 112-118.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants.
New York : Columbia University Press.
Danugroho, E. S dan Nova Rahma Widyaningrum. 2014. “Aktivitas Analgetik
Infusa Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Pada Mencit Jantan Ras Swiss”.
Jawa Tengah: Poltekkes Bhakti Mulia. Hal: 1.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan
Pertama.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2004. Standar Nasional Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Diterjemahkan oleh S. Ketaren. Jakarta :
UI Press.
Gursoy, R.N. dan Benita, S. 2004. “Self-emulsifying drug delivery systems
(SEDDS) for improved oral delivery of lipophilic drugs”. Biomed.
Pharmacother. 58(3):173–182.
Haki, M. 2009. “Efek Ekstrak Daun Talok (Muntingia calabura L. ) terhadap
Aktivitas Enzim SGPT pada Mencit Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida”.
Skripsi S1. Surakarta : Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.
Handanyani, V. 2016. “Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat”. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia. 2 (1) : 94 – 96.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Edisi II. Bandung : ITB.
Harry, R.G. 1973. Harry’s Cosmeticology Edisi Keenam. New York : Chemical
Publishing Co., Inc.
Izzati, M.K. 2014. “Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Masker
Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.)”. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Johnson, R. dan Steer, R. 2006. Methyl Paraben, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J., and
Owen, S. C. (eds.). Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition.
UK : Pharmaceutical Press.
Kawashima, Y., Yamamoto, H., Takeuchi, H., dan Kuno, Y. 2000. “Mucoadhesive
DL-Lactide/Glycolide Copolymer Nanospheres Coated with Chitosan to
Improve Oral Delivery of Elcatonin”. Pharmaceutical Development and
Technology. 5(1): 77-85.
Kibbe, A. H. 2004. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Third Edition. UK :
Pharmaceutical Press.
Krisnawati, H., Kallio, M. dan Kanninen, M. 2011. Aleurites moluccana (L.) Willd.:
Ecology, Silviculture and Productivity. Bogor : CIFOR.
Kristanti, N.A., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar
Fitokimia. Surabaya : Airlangga University Press.
Kuntorini, E.M., Fitriana, Setya., dan Astuti, Maria Dewi. 2013. “Struktur Anatomi
Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia
calabura L.)”. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Lampung :
Universitas Lambung Mangkurat.
Lee, K. W., Kim, Y. J., Lee, H. J., Lee, C. Y. 2003. “Cocoa has More Phenolic
Phytochemical and A Higher Antioxidant Capacity than Teas and Red Wine”.
J. Agric Food Chem. 51 (25) : 7292 – 7295.
Lena, Maulina dan Nining Sugihartini. 2015. “Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit
Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Variasi Gelling Agent
Sebagai Sediaan Luka Bakar”. Pharmaciana. 5 (1) : 43-52
Mahmoud, H., Al- Suwayeh, S., dan Elkadi, S. 2013. “Design and Optimization of
Self-Nanoemlsifying Drug Delivery System of Simvastatin Aiming
Dissolutin Enhancement”. AJPP. 7 (22) : 1482 – 1483.
Makadia, H.A., Bhatt, A. Y., Parmar, R. B., Paun, J. S., dan Tank, H. M. 2013.
“Self-Nanoemlsifying Drug Delivery System (SNEDDS) : Future Aspects.
Asian J. Pharm. 3 (1) : 21 – 24.
Mariana, L., Andayani, Y., Ryantin, G. 2013. “Analisis Senyawa Flavonoid Hasil
Fraksinasi Ekstrak Diklorometana Daun Keluwih (Artocarpus camansi)”
Chem Prog, Vol. 6 (2).
Mintowati, E., Kuntorini, Setya dan Maria. 2013. “Struktur Anatomi dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia calabura)”.
Program Studi Biologi FMIPA. Lampung : FMIPA Universitas Lambung
Mangkurat.
Miranti, L. 2009. “Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaemferia
galangal) dengan Basis Salep Larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya
Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro”. Skripsi. Surakarta :
Fakultas Farmasi Univeritas Muhammadiyah Surakrta.
Naibaho, O.H., Paulina, V.Y., dan Weny Wiyono. 2013. “Pengaruh Basis Salep
Terhadap Frmulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum
L.) pada Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi Staphylococcus
aureus”. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. 2 (2).
Nishantini, A. A., Agnel Ruba, V. R., Mohan. 2012. “Total Phenolic ,Flavonoid
Contents and In Vitro Antioxidant Activity of Leaf of Suaeda monoica Forssk
ex. Gmel (Chenopodiaceae)”. International Journal of Advanced Life
Sciences (IJALS).1 (5) : 34 – 43.
Patel, M. J., Patel, S. S., Patel N. M., dan Patel, M. M.. 2010. “A
SelfMicroemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS)”. Int. J. Pharm. Sci.
4 (3). 29-33.
Perry, L. M., 1980. Medicinal Plant of East and Southeast Asia. London : The
MIT Press, Cambridge Massachusetts and London English.
Pertiwi, P.L. 2012. “Formulasi Gel Masker Peel Off Ekstrak Bongkahan Gambir
(Uncaria gambir Roxb.) dengan Basis Kitosan dan Polivinil Alkohol (PVA)”.
Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah.
Rao, S.V. dan Shao, J. 2008. “Int. J. Pharm Int. J. Pharm Int. J. Pharm Int. J. Pharm
Int. J. Pharm Int. J. Pharm Self-nanoemulsifying drug delivery systems
(SNEDDS) for oral delivery of protein drugs: I. Formulation development”.
Int. J. Pharm.. 362(1–2):2–9.
Rekso, G.T., dan Sunarni, A. 2007. Karakteristik Hidrogel Polivinil Alkohol
Kitosan Hasil Radiasi Sinar Gamma. Jakarta : Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi (PATIR).
Rowe, C.R., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmacheutical
Exipients, 16th ed. London : Pharmaceutical Press.
Sadurní, N., Solans, C., Azemar, N. dan García-Celma, M.J. 2005. “Studies on the
Formation of O/W Nano-Emulsions, by Low-Energy Emulsification
Methods, Suitable for Pharmaceutical Applications”. Eur. J. Pharm. Sci. 26
(5) : 438– 445.
Sani, R. N., Fithri, C. N., Ria, D. A., Jaya, M. M. 2014. “Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut (Tetraselmis chuii)”.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (2) : 121-126.
Sarastani, D., Suwarna, T., Soekarto, T., Muchtadi, R. 2002. “Aktivitas Antioksidan
Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji Atung”. Jurnal Teknologi dan Indstri
Pangan. Vol XIII. No. 2 : 149 – 156.
Sayuti, Nutrisia Aquariushinta. 2015. “Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan
Gel Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.)”. Jurnal Kefarmasian
Indonesia. 5 (2) : 74 – 82.
Septiani, Dwita. 2014. “Uji Karakteristik Fisik, Kimia, dan Organoleptik
Pembuatan Tepung Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus B.) sebagai
Bahan Pangan Alternative”. (Jurnal). Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Setyowati, W.A.E., dan Muhammad Agung Safari Cahyanto. 2016. “Kandungan
Kimia dan Uji Aktivitas Toksik Menggunakan Metode Bslt (Brine Shrimp
Lethality Test) dari Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura)”. Jurnal
Kimia Dan Pendidikan Kimia (JKPK). 1(2) : 41 – 47.
Shai, A., Maibach, H.I., Baran, R. 2009. Handbook of Cosmetic Skin Care Second
Edition. London : Informa Helathcae UK Ltd.
Slavtcheff, C.S. 2000. Komposisi Kosmetik untuk Masker Kulit Muka. Indonesia.
Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Sukmawati, A. 2013. “Pengaruh Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin Terhadap
Sifat Fisik Masker Wajah Gel Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah
Manggis”. Skripsi. Bali : Jurusan Farmasi Universitas Udayana.
Supomo, Sapri, dan Astri N. K. 2016. “Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Kulit
Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) dengan Basis Carbopol”. Jurnal
Ilmiah Ibnu Sina. 1 (1) : 50-60
Sutrisno, R. B. 1998. Taksonomi Spermatophyta untuk Farmasi Edisi 1. Jakarta :
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
Triayu, S.I. 2009. “Formulasi Krim Obat Jerawat Minyak Atsiri Daun Jeruk Nipis
(Citrus Aurantifolia, Swingle) dan Uji Daya Antibakteri Secara In Vitro”.
Skripsi Thesis. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Troy, D.B., et al. 2005. Remington’s The Science and Practice of Pharmacy.
Twenty first Edition. Philadelphia : Lippincott William and Wilkins
Publication.
Vieira, R.P., Alessandra, R.F., Telma, M.K., Vladi, O.C., Claudineia, A.S., Claudi
S.C.P., Andre, R.B., Maria, V. 2009. “Physical and Physicochemical Stability
Evalution Of Cosmetic Formulations Containing Soybean Extract Fermented
By Bifidobacterium Animalis”, Brazilian Journal of Pharmaceutical
Sciences, Brazil, 45 (3) : 515-525.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V, diterjemahkan oleh
Noerono, S., Soewandi, Widianto, Mathilda, B., Yogyakarta. : Universitas
Gajah Mada.
Wagner, H., Bladt, S., Zgainski, E. M. 1984. Plant Drug Analysis. Berlin-
heidelberg-New York : Springer Verlag.

Wasitaatmaja .1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : UI Press.


Widyaningrum, N. R., Anom Parmadi dan Widhi Wicaksono. 2016. “Profil
Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Daun Talok (Muntingia calabura
L.) Beserta Potensinya Sebagai Pereda Nyeri”. IJMS – Indonesian Journal
On Medical Science. 3 (1) : 105 – 115.
Zakaria, Z. A., Fatimah, C. A., Mat Jais, A. M., Zaiton, H., Henie, E. F. P.,
Sulaiman, M. R., Somchit, M. N., Thenamutha, M., Kasthuri, D. 2006. “The
in Vitro Antibacterial Activity of Muntingia calabura Extracts”. Int. J.
Pharmacol. 2 (4) : 439 – 442.
Zulkarnain, K. 2013. “Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W dan W/O Ekstrak Buah
Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya dan Uji Iritasi Primer pada Kelinci”.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai