CATUR WULANDARI
NIM. M3515010
Gel merupakan sistem semisolid yang tersusun atas dispersi molekul kecil
atau besar dalam pembawa berair seperti jeli dengan penambah bahan
pembentuk gel. Bahan pembentuk gel yang dapat digunakan merupakan
makromolekul sintetik, seperti karbomer 934, deivat selulosa, seperti
karboksimetilselulosa, hidroksipropil metilselulosa, dan gum alami, seperti
tragakan (Allen dkk, 2011).
Salah satu basis gel yang banyak digunakan adalah karbopol. Di bidang
farmasi, karbopol sering digunakan dalam formulasi sediaan cair semipadat,
seperti krim, gel, salep, dan sediaan topikal lain. Karbopol bersifat stabil dan
higroskopis. Karbopol merupakan bahan pengental yang baik dan memiliki
viskositas yang tinggi sehingga menghasilkan gel yang baik (Mulyono dan
Suseno, 2010). Penelitian Kumar and Kumar pada tahun 2011 menunjukkan
bahwa sifat fisik sediaan gel yang menggunakan gelling agent karbopol lebih
baik hasilnya dibandingkan HPMC dan CMC-Na. Selain itu, sediaan topikal
atau gel yang menggunakan karbopol memiliki konsistensi dan pelepasan zat
aktif yang lebih baik dibandingkan gelling agent lainnya dalam penelitian
Najmudin et al (2010).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan gelling agent terhadap hasil evaluasi
fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan
teknologi nanopartikel?
2. Berapakah konsentrasi carbopol pada formula yang memperlihatkan hasil
evaluasi fisik paling baik dalam formulasi gel ekstrak etanol daun kersen
(Muntingia calabura L.) dengan teknologi nanopartikel?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi carbopol terhadap hasil
evaluasi fisik dan kimia sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia
calabura L.) dengan teknologi nanopartikel.
2. Mengetahui konsentrasi carbopol yang memberikan hasil evaluasi fisik
paling baik dalam formulasi gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia
calabura L.) dengan teknologi nanopartikel.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi carbopol
pada sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan
teknologi nanopartikel.
2. Sebagai dasar penelitian pembuatan kosmetik yang berasal dari bahan alam
dengan teknologi nanopartikel.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN MASALAH
1. Uraian Mengenai Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.)
a. Morfologi dan Taksonomi Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Kersen adalah tanaman tahunan yang dapat mencapai ketinggian 10
meter. Kersen memiliki beberapa bagian seperti daun, batang, bunga, dan
buah. Batang tambuhan kersen berkayu, tegak, bulat, dan memiliki
percabangan simpodial. Daun kersen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1, mengandung kandungan senyawa metabolit sekunder antara lain alkaloid,
flavonoid, steroid, dan saponin (Setyowati dan Cahyanto, 2016).
Tanaman kersen mempunyai ketinggian 3-12 meter, percabangannya
mendatar, menggantung ke arah ujung, berbulu halus, daunnya tunggal,
berbentuk bulat telur sampai berbentuk lanset, pangkal lembaran daun yang
nyata tidak simetris, dengan ukuran (4-14) cm x (1-4) cm, tepi daun bergerigi,
lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga tumbuhan keren terletak
pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari daun bersifat hemaprodit.
Buahnya mempunyai tipe buah buni, berwarna merah kusam bila masak,
dengan diameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam
daging buah yang lembut (Haki, 2009). Kersen merupakan tanaman buah
tropis yang mudah dijumpai di pinggir jalan. Nama tanaman ini beragam di
beberapa daerah, antara lain kerukup siam (Malaysia), jamaican cherry
(Inggris), talok (Jawa), ceri (Kalimantan) dan lainlain. Kersen biasanya
ditemui dengan ukuran kecil, pohonnya selalu hijau terus menerus, berbunga
dan berbuah sepanjang tahun (Binawati dan Amilah, 2013).
b. Klasifikasi Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.)
2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Pelarut organik
yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman
adalah methanol, etanol, kloroform, hexan, aseton, benzene, dan etil asetat
(Depkes RI, 1995).
Maserasi merupakan proses paling tepat untuk simplisia yang sudah
halus dan memungkinkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan
sel, sehingga zat-zatnya akan larut. Proses ini dilakukan dalam bejana
bermulut lebar, serbuk ditempatkan lalu ditambah pelarut dan ditutup rapat,
isinya dikocok berulang-ulang kemudian disaring. Proses ini dilakukan pada
temperature 15˚C-20˚C selama tiga hari (Ansel, 1989).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam penyari, tidak mengandung benzoid, sitrak, dan
lain-lain (Depkes RI, 1986).
Metode ekstraksi yang digunakan untuk dalam penelitian ini adalah
maserasi. Hal ini dikarenakan maserasi merupakan proses paling sederhana
serta paling tepat untuk simplisia yang halus dan memungkinkan direndam
dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat
yang mudah terlarut akan larut (Ansel, 1989).
3. Cairan Penyari
Cairan penyari atau pelarut yang digunakan harus dipilih
berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari
zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak digunakan.
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor yaitu
murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral,
tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak
mempengaruhi zat yang berkhasiat, serta diperbolehkan oleh peraturan.
Pelarut yang digunakan sebagai cairan penyari antara lain eter, air, atau
campuan etanol – air (Depkes RI, 1979). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Agustiningsih dkk (2010), menyimpulkan bahwa cairan penyari yang
paling optimal dengan parameter kadar fenolik dan flavonoid adalah etanol
96%.
Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi daun kersen
(Muntingia calabura L.) adalah pelarut etanol. Pelarut etanol merupakan
pelarut universal golongn alkohol yang mudah melarutkan snyawaan yang
sesuai dengan cukup cepat karena sifat kepolarannya yang tinggi, memiliki
titik didih yang cukup rendah sehingga dapat mudah diuapkan tanpa
menggunakan suhu yang tinggi, bersifat inert, serta memiliki harga yang
terjangkau. Selain itu ketoksikannya rendah daripada pelarut alkohol lainnya
yakni memiliki nilai LC50 7060 mg/kg (Guenther, 2006).
4. Skrining fitokimia
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan
cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia
tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia
tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.
Metode skrining fitokimia dapat dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna (Kristanti dkk, 2008).
Skrining fitokimia serbk simplisiadan sampel dalam bentuk basah neliputi
pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida / steroida,
tannin dan saponin menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harborne
(1987) dan Depkes RI (1995).
5. Sediaan gel
a. Definisi
Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. Gel adalah
sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Depkes RI,1995).
Kelebihan sediaan gel diantaranya mudah digunakan dan
menimbulkan sensasi nyaman di kulit karena rasa dingin yang dihasilkan. Gel
mampu memberikan efek topikal yang baik dan memiliki daya sebar yang
baik sehingga dapat bekerja langsung pada lokasi yang sakit dan tidak
menimbulkan bau tengik. Selain itu, gel mampu membuat lapisan film
sehingga mudah dicuci dengan air (Ansel, 1989).
6. Monografi bahan
6.1. Komponen Bahan Pembentuk Nanoemulsi
a. Minyak Kemiri
Fase minyak merupakan komponen paling penting dalam
formulasi SNEDDS karena berperan sebagai pembawa obat
hidrofobik, membantu self emulsification dari SNEDDS dan
mampu meningkatkan fraksi obat hidrofobik yang tertransport
melalui sistem intestinal limfatik sehingga meningkatkan absorpsi
pada saluran gastrointestinal (Gursoy dan Benita, 2004). Minyak
nabati banyak dipilih dalam formulasi karena lebih mudah
didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah
lingkungan. (Patel dkk., 2010). Dalam penelitian ini minyak yang
digunakan yaitu minyak kemiri.
Kemiri (Aleuritas moluccana (L.) Willd.)) adalah tumbuhan
yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-
rempah. Tumbuhan ini tumbuh di daerah tropis dan dapat mencapai
ketinggian hingga 20 meter (Krisnawati dkk., 2011). Biji kemiri
mengandung 50% - 60% berat minyak. Minyak kemiri dapat
diperoleh dengan cara diperas ataupun dengan cara ekstraksi
(Arlene, 2013).
b. Tween 80
Surfaktan dalam pembuatan SNEDDS dibutuhkan untuk
membuat emulsi yang stabil saat kontak dengan air. Secara umum,
surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik dengan HLB
berkisar antara 15-21. Selain HLB terdapat faktor lain yang penting
untuk emulsifikasi yaitu struktur surfaktan. Struktur rantai alkil
surfaktan memiliki efek dalam penetrasi minyak ke lapisan
surfaktan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi seperti
yang dimiliki oleh tween, suatu turunan polioksi sorbitol dan asam
oleat (Rao and Shao, 2008). Dalam penelitian ini surfaktan yang
dipakai adalah tween 80
Tween 80 atau polisorbat 80 adalah cairan seperti minyak,
jernih berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah,
rasa pahit, dan hangat. Tween 80 sangat mudah larut dalam air,
tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, etil
asetat dan tidak larut dalam minyak mineral. Bobot jenis tween 80
antara 1,06 dan 1,08 (Depkes, 1995).
c. PEG 400
PEG 400 merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna
atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopis yang
memiliki bobot molekul PEG 400 tidak kurang dari 380 dan tidak
lebih dari 420. PEG 400 larut dalam air, dalam etanol, dalam aseton,
dalam glikol lain, dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak
larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik (Depkes, 1995).
PEG 400 digunakan sebagai kosurfaktan pada formulasi SNEDDS
karena memiliki nilai HLB yang tinggi (>10) yaitu sebesar 11,6
sehingga dapat membantu surfaktan dalam meningkatkan
pembentukan nanoemulsi secara spontan (Rowe dkk., 2009).
6.2. Komponen Bahan Pembentuk Gel
a. Karbopol 940
Karbopol dengan nama resmi carboxy polymethylene memiliki rumus
molekul C10-C30 alkyl acrylates cross polymer. Carbopol memiliki
beberapa nama yang biasa digunakan, seperti carbomer, acitamer, acrylic
acid polymer, carboxyvinyl polymer. Struktur dari karbopol adalah sebagai
berikut (Rowe et al., 2009) :
d. Metil Paraben
D. HIPOTESIS
Variasi perbedaan konsentrasi carbopol sebagai gelling agent dapat
mempengaruhi hasil evaluasi sifat fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen
(Muntingia calabura L.) dengan sistem nanopartikel.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental
laboratorium untuk memperoleh data hasil yang paling baik berupa hasil uji sifat
fisik sediaan gel ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.). Penelitian
ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu ekstraksi, pembuatan nanopartikel, uji
kualitatif ekstrak, formulasi sediaan, dan uji sifat fisik sediaan.
B. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Konsentrasi Carbopol
Variabel tergantung : Organoleptis (bentuk, konsistensi, warna, dan bau),
sifat fisik (daya sebar, daya lekat, viskositas,
homogenitas), sifat kimia (pH).
Variabel kontrol : Metode ekstraksi, metode pembuatan nanoemulsi,
metode formulasi gel, metode pengujian gel.
6. Pembuatan SNEDDS
Sejumlah 30 mg ekstrak etanol daun kersen, dimasukkan ke dalam
vial 10 mL bersama dengan minyak kemiri, Tween 80 -croduret dan PEG
400 kemudian divortex selama 1 menit disonikasi selama 15 menit dan
dikondisikan di dalam waterbath pada suhu 45°C selama 10 menit. Hasil
tersebut didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan untuk dilihat
homogenitasnya (Awinda,2017).