Jentik A5
Jentik A5
ii
- Identifikasi jentik nyamuk
- Memasang perangkap
- Memantau adanya tikus
terperangkap
- Identifikasi tikus
- Mencari dan
identifikasi pinjal
- Membuat laporan hasil dan
pembahasan praktikum
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perbedaan Jentik Nyamuk ................................................... 6
Gambar 3.1 Ovitrap.................................................................................. 18
Gambar 3.2 Perangkap Hidup Tikus ........................................................ 19
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Kepadatan Jentik............................................................ 10
Tabel 2.2 Tabel Identifikasi Tikus ............................................................. 16
Tabel 4.1 Hasil Praktikum Jentik Metode Visual ...................................... 27
Tabel 4.2 Hasil Praktikum Jentik Metode Ovitrap .................................... 27
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Tikus .............................................................. 31
Tabel 5.1 Klasifikasi Ovitrap Index ........................................................... 33
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menginfeksi manusia. Beberapa spesies pinjal menggigit dan
menghisap darah manusia. Vektor terpenting untuk penyakit pes
dan murine typhus ialah pinjal tikus Xenopsylla cheopis. Kuman
pes, Pasteurella, berkembang biak dalam tubuh penyakit tikus
sehingga akhirnya menyumbat tenggorokkan pinjal itu. Jika pinjal
ingin mengisap darah maka ia harus terlebih dulu muntah untuk
mengeluarkan kuman-kuman pes yang menyumbat
tenggorokkannya. Muntahan tersebut masuk dalam luka gigitan dan
terjadi infeksi dengan Pasteurella.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah untuk
mencari makanan dan seterusnya. Pada waktu istirahat,
posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air
(bergantung dengan memberntuk posisi vertikal dengan
permukaan air). Biasanya berada di sekitar dinding tempat
penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/
berubah menjadi kepompong.
Jentik nyamuk Aedes aegepty banyak ditemukan di
penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, ban
bekas, kaleng bekas dan lain-lain.
Pada fase kepompong atau pupa memiliki ciri- ciri yaitu
Bentuk seperti koma, gerakannya lamban, sering berada
dipermukaan air. Setelah 1 – 2 hari akan menjadi nyamuk baru.
2. Anopheles
Sebelum memasuki fase jentik, dimulai dengan fase telur.
Pada fase telur, telur berbentuk seperti perahu yang bagian
bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai
sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral
sehingga telur dapat mengapung di permukaan air. Jumlah telur
yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi,
biasanya antara 100-150 butir. Pada fase jentik saat istirahat,
posisinya mengapung sejajar dengan permukaan air.
Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah
permukaan air. Telur Anopheles yang terdapat di bawah
permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal
menetas.
Pada fase larva, larva Anopheles bersifat akuatik yakni
mempunyai habitat hidup di air. Stadium larva Anopheles yang
di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan
permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar.
Sekali- sekali larva Anopheles mengadakan gerakan-gerakan
turun ke dalam/bawah untuk menghindari predator/musuh
4
alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti
gerakan-gerakan dan lain-lain.
Perkembangan hidup larva nyamuk memerlukan kondisi
lingkungan yang mengandung makanan antara lain
mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup
kecil sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya.
Pada fase pupa, merupakan masa tenang. Pada umumnya
pupa tidak aktif bila memasuki stadium ini, pupa nyamuk dapat
melakukan gerakan yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka
pupa ini akan berada mengapung pada permukaan air.. Pupa
tidak menggunakan rambut dan kait untuk dapat melekat pada
permukaan air, tetapi dengan bantuan dua terompet yang cukup
besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang
stellate yang berada pada segmen satu abdomen (Santoso,
2002).
Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (respiratory
trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek dan digunakan
untuk pengambilan O2 dari udara (Gandahusada, 1998).
Perubahan dari pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam
sampai dengan 48 jam. Tetapi hal ini akan sangat bergantung
pada kondisi lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002).
3. Culex
Sebelum memasuki fase jentik (larva), telur nyamuk culex
berbentuk lonjong menyerupai peluru senapan, beropekulum
tersusun seperti bentuk rakit saling melekat satu sama lain, telur
biasanya diletakkan di permukaan air. Pada fase jentik saat
istirahat, posisinya bergantung membentuk sudut lancip.
Pada stadium larva nyamuk Culex memiliki bentuk siphon
langsing dan kecil yang terdapat pada abdomen terakhir dengan
rambut siphon yang berkelompok- kelompok. Jentik nyamuk
culex membentuk sudut di tumbuhan air ( menggantung).
5
Pada stadium pupa, air tube berbentuk seperti tabung
dengan pasa paddle tidak berduri.
6
sampai dua hari. Kemudian penyakitnya akan kembali selama 1
atau 2 hari, kadang dengan bintik merah yang dimulai dari
tangan dan kaki. Bintik merah kemudian menyebar ke lengan,
kaki, dan badan.
2. Anopheles
Jentik nyamuk anopheles apabila sudah berkembang biak
menjadi dewasa jika menggigit manusia akan mengakibatkan
penyakit malaria. Malaria adalah infeksi darah yang
menyebabkan demam panas tinggi dan kedinginan. Malaria
berbahaya bagi anak- anak usia di bawah 5 tahun, wanita hamil,
dan orang penderita HIV/AIDS. Tanda- tanda seseorang
menderita malaria:
a. Tanda pertama adalah rasa kedinginan dan sering sakit
kepala. Penderita menggigil selama 15 menit sampai 1 jam.
b. Kedinginan diikuti dengan demam tinggi. Penderita menjadi
lemah dan kadang- kadang mengigau. Demamnya bisa
berlangsung antara beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Pada tahap tiga penderita mulai berkeringat dan demamnya
menurun. Setelah demam turun, penderita
merasa lemah.
3. Culex
Jentik nyamuk culex apabila dewasa akan menyebabkan
penyakit kaki gajah (Wucheria brancofti). Penyakit kaki gajah
merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing filariasis,
yang ditularkan lewat vektor nyamuk, salah satunya adalah
nyamuk culex. Penyakit kaki gajah merupakan penykait kronis,
dan apabila tidak diobati akan mengakibatkan kecacatan
permanen.
Seseorang bisa tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah
apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif, yaitu
nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk
7
tersebut mendapat cacing filaria sewaktu menghisap darah
penderita penyakit kaki gajah.
2.4 Definisi Kontainer
Kontainer merupakan semua tempat/wadah yang dapat
menampung air yang mana air didalamnya tidak dapat mengalir ke
tempat lain. Dalam kontainer seringkali ditemukan jentik-jentik
nyamuk karena biasanya kontainer digunakan nyamuk untuk
perindukan telurnya. Misalnya saja nyamuk Aedes aegepty
menyukai kontainer yang menampung air jernih yang tidak
langsung berhubungan langsung dengan tanah dan berada di
tempat gelap sebagai tempat perindukan telurnya. Indeks kontainer
merupakan presentase antara kontainer dimana ditemukan jentik
terhadap seluruh kontainer yang diperiksa.
8
Untuk mengetahui lebih tepat gambaran kepadatan populasi
nyamuk dengan cara:
Jumlah telur dari seluruh ovitrap
Ovitrap Index = X 100%
Jumlah ovitrap yang digunakan
9
Tabel 2.1. Tabel Kepadatan Jentik
Sumber: publikasi.ftsl.itb.ac.id
Keterangan tabel :
DF = 1 → kepadatan rendah
DF = 2 – 5 → kepadatan sedang
DF = 6 – 9 → kepadatan tinggi
Menurut Depkes tahun 2000 dalam Zulkarnaini, dkk. 2008
menyatakan angka House Index yang dianggap aman untuk
penularan penyakit DBD adalah <5%. Menurut Kantachuvessiri
2002, dalam Zukkarnaini, dkk. 2008 angka CI diatas 10% dan
angka BI di atas 50% sangat potensial bagi penyebaran penyakit
DBD. Menurut Depkes 1992, dalam Zulkarnaini, dkk., 2008
indikator Angka Bebas Jentik minimal 95% dimana digunakan
sebagai tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk DBD.
2.7 Pinjal Tikus Sebagai Vektor
Vektor berasal dari bahasa latin yaitu vehere yang
mempunyai arti pembawa (agent). Pengertian vektor adalah
golongan arthropoda atau binatang yang tidak bertulang belakang
lainnya (avertebrata) yang dapat memindahkan penyakit dari
sumber (reservoir) ke pejamu. Vektor mungkin hanya membawa
unsur penyebab penyakit secara mekanik dengan cara
menempatkan mikroorganisme penyebab pada kaki atau bagian
tubuh lainnya, sehingga unsur penyebab tidak mengalami
10
perubahan selama berada pada vektor. Namun, vektor membawa
unsur penebab biologis, yang mengalami perubahan atau
berkembang biak dalam tubuh vektor sebelum dipindahkan ke
pejamu potensial.
Vektor yang diambil dalam pembahasan ini adalah pinjal
atau dikenal dengan kutu loncat (fleas) yang terdapat pada tikus.
Pinjal merupakan salah satu parasit yang pada umumnya banyak
dijumpai pada kucing atau anjing. Pinjal berukuran kecil dengan
panjang 1,5-3,3 mm dan bergerak cepat, berwarna gelap. Pinjal ini
merupakan serangga bersayap dengan bagian mulut seperti tabung
yang digunakan untuk menghisap darah host. Kaki pinjal berukuran
panjang, sepasang kaki belakang digunakan untuk melompat,
tubuh bersifat lateral dikompresi yang memudahkan untuk bergerak
diantara rambut atau bulu tubuh inang. Kulit tubuhnya keras,
ditutupi banyak bulu dan duri pendek, dimana bulu dan duri
berfungsi untuk memudahkan bergerak.
Pinjal tikus oriental (Xenopsylla cheopis) merupakan parasit
dari hewan pengerat, terutama dari genus Rattus, dan merupakan
dasar vektor untuk penyakit pes dan murine tifus. Hal ini terjadi
ketika pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, dan
kemudian menginfeksi menggigit manusia. Pinjal tikus oriental ini
terkenal memberikan kontribusi bagi black death.
Siklus hidup pinjal terdiri dari empat tahapan yaitu:
1. Tahap telur
Kutu betina dapat bertelur 50 telur perhari di hewan peliharaan
dan selama hidupnya dapat bertelur sampai 1.500 telur. Telur
kutu ini tidak lengket, sehingga mudah jatuh dan dapat menetas
dalam dua atau lima hari.
2. Tahap larva
Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah
yang gelap di sekitar rumah dan makan kotoran kutu loncat.
11
Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan membuat
kepompong yang selanjutnya tumbuh menjadi pupa.
3. Tahap pupa
Lama tahap pupa ini rata-rata 8 sampai 9 hari, tergantung dari
kondisi cuaca, ledakan populasi, dan sebagainya.
4. Tahap dewasa
Kutu loncat dewasa keluar dari kepompongnya ketika merasa
hangat, getaran, dan karbondioksida yang menandakan ada
host di sekitarnya. Setelah loncat ke host, selanjutnya kutu
dewasa akan kawin dan memulai siklus baru. Siklus secara
keseluruhan dapat dipendek secepatnya sampai 3 – 4 minggu.
Umur rata-rata pinjal sekitar 6 minggu, namun pada kondisi tertentu
dapat berumur 1 tahun. Pinjal betina dapat bertelur sebanyak 20 –
28 per-hari.
2.8 Jenis-jenis Pinjal
1. Nosopsyllus fasciatus
Nosopsyllus fasciatus memiliki tubuh memanjang, panjangnya 3
hingga 4 mm. Memiliki pronotal ctenidium dengan 18-20 duri
tapi tidak memiliki ctenidium genal. Pinjal tikus utara memiliki
mata dan sederet tiga setae di bawah kepala. Kedua jenis
kelamin memiliki tuberkulum menonjol di bagian depan kepala.
Tulang paha belakang memiliki 3-4 bulu pada permukaan
bagian dalam.
2. Xenopsylla cheopis
12
1. Pes
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara
pada rodent. Kuman pes yang ada pada tikus sakit dapat
ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang
menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes, dan
kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan lain atau manusia
dengan cara melalui gigitan.
2. Murine typus, yang dipindahkan dari tikus ke manusia.
2.10 Indeks Pinjal
Kepadatan pinjal pada tubuh tikus disebut Indeks Umum
Pinjal, yaitu cara untuk mengetahui kepadatan investasi rata-rata
dari pinjal yang ditemukan dibagi jumlah total tikus yang tertangkap.
Untuk standart keamanan indeks, lebih dari satu merupakan
potensi semakin rendah untuk penyakit pes. Indeks umum pinjal
dihitung dengan rumus berikut:
IUP = JP
JT
Keterangan:
IUP : indeks umum pinjal
JP : jumlah total semua jenis pinjal yang diperoleh dari tikus
JT : jumlah total tikus yang tertangkap
2.11 Tikus Sebagai Rodent
Rodent adalah hewan pengerat yang memiliki gigi depan
selalu tumbuh dan biasanya pada manusia bisa menyebabkan
penyakit dan dapat digunakan sebagai hewan percobaan. Pada
pembahasan ini, yang dimasukkan menjadi rodent adalah tikus.
Tikus adalah jenis binatang pengerat yang
perkembangbiakannya sangat cepat. Tikus bisa hidup antara 3 – 4
tahun. Umumnya umur 1,5 – 5 bulan, tikus siap kawin. Seekor tikus
betina bisa beranak antara 6 – 8 ekor dan yang hidup bisa 5 – 6
ekor. Masa kehamilan tikus berkisar ± 21 hari dan dalam 1 tahun
bisa sampai 4 kali melahirkan.
13
2.12 Jenis-jenis Tikus
Ada beberapa jenis tikus di lingkungan pemukiman antara
lain Rattus-rattus (tikus atap), Rattus norvegicus (tikus got) dan
Rattus tanezumi (tikus rumah) (Zumrotus, 2007 ). Identifikasi tikus
berdasarkan jenis kelamin, warna badan&ekor, panjang tikus
seluruhnya (TL), panjang ekor (T), panjang kaki belakang (HF),
lebar telinga (E), dan jumlah puting susu (M).
1. Rattus-rattus
Tikus atap pada umumnya bersarang di dalam rumah,
gedung-gedung tinggi dan disekitar pelabuhan. Tikus ini
memiliki kemampuan memanjat dan menyeberangi kabel-kabel
yang menghubung bangunan yang satu dengan yang lainnya.
Tikus atap memliki moncong runcing, dengan telinga dan
mata yang besar. Berat tikus atap mencapai 150- 250 gram.
Panjang tubuhnya mencapai 15- 22 cm. panjang ekor tikus atap
melebihi panjang tubuhnya, yaitu mencapai 18- 25 cm. Warna
bulunya abu- abu kehitaman, dengan bentuk kotoran ramping,
panjangnya mencapai 1,2 cm dan ujung kotoran tersebut
berbentuk runcing. Usia hidupnya 9- 24 bulan. Tikus atap
mencapai dewasa 2-3 bulan setelah dilahirkan. Jumlah anak per
kelahirannya antara 6-10 ekor. Kelahiran dalam satu tahun
mencapai 6 kali. Jangkauan tikus atap antara 15- 30 meter, dan
bisa menembus lubang 1,2 cm
2. Rattus norvegicus (Tikus Got)
Tikus ini sangat cepat penyebarannya, dan paling merusak
secara ekonomi. Biasanya menyerang gudang, pabrik,
supermarket, gedung dan lain-lain. Tikus ini biasanya bersarang
di lubang- lubang saluran atau got, dibawah bangunan, dibawah
timbunan sampah dan lain-lain. Hewan ini tergolong omnivora
yang memakan semua makanan manusia dan hewan. Tikus got
sangat bergantung pada makanan dan air.
14
Karakteristik tikus got antara lain memiliki moncong yang
tumpul, telinga dan mata kecil. Berat tikus dewasa antara 200-
500 gram. Tikus got memiliki panjang tubuh 19-25 cm,
sedangkan panjang ekornya antara 15-22 cm. Warna bulu tikus
got coklat tua dibagian atas, dan coklat muda dibagian bawah.
Bentuk kotoran dari tikus got adalah kapsul dengan ukuran 2
cm. Usia hidupnya 5-12 bulan, bahkan hingga 3 tahun. Tikus got
mencapai dewasa 2- 3 bulan setelah dilahirkan. Jumlah anak
per kelhirannya antara 8- 12 ekor. Kelahiran dalam satu tahun
mencapai tujuh kali. Jangkauan tikus got antara 15- 30 meter,
dan bisa menembus lubang 1,2 cm.
3. Rattus tanezumi (Tikus rumah)
Tekstur rambut agak kasar dan lebih mengkilap dari tikus riol
(Rattus norvegicus), bentuk hidung kerucut, hidung runcing,
badan kecil, bentuk badan silindris, warna badan bagian atas
dan bawah coklat kelabu, warna ekor bagian atas dan bawah
coklat gelap. Tikus ini memiliki berat badan 60-300 gram,
panjang kepala dan badan 100-210 mm, panjang ekor 120-250
mm (lebih dari panjang kepala dan badan), panjang dari ujung
hidung sampai ujung ekor 220-460, panjang telapak kaki
belakang 30-37 mm, lebar telinga 19-23 mm. Tikus betina
mempunyai 10 puting susu, 3 pasang di pektoral dan 2 pasang
di inguinal (3+2=10). Tikus ini terdapat di gudang makanan,
pemukiman manusia terutama di langit-langit rumah. Tikus ini
sangat pandai memanjat.
4. Mus musculus (Mencit rumah)
Mencit rumah biasanya bersarang di dinding kayu, lemari,
gudang makanan, furniture dan dilubang-lubang. Tikus ini lebih
teliti dan selalu menyelidiki dan tikus ini sangat baik dalam
meloncat, memanjat dan berenang.
Mencit rumahmemiliki moncong yang runcing, dengan
telinga yang besar dan mata kecil. Berat dewasa dari tikus
15
rumah mencapai 50-150 gram. Panjang tubuhnya yaitu 6-10 cm
ssedangkan panjang ekornya antara 7,5 cm- 10 cm. Warna
bulunya coklat muda atau abu- abu muda. Kotoran mencit
rumah berbentuk runcing, dengna ukuran 0,3-0,6 cm. Usia
hidupnya antara 9-12 bulan. Berubah menjadi dewasa dalam
waktu 1,5 bulan. Jumlah anak per kelahirannya antara 6-7 ekor,
dengan kelahiran 8-10 kali dalam satu tahun. Mencit ruah bisa
menembus lubang 0,6 cm.
Tabel 2.2 Tabel Identifikasi Tikus
16
tergolong dalam rodent borne disease adalah penyakit pes,
leptospirosis, scrup thypus, murine typhus, ratbite fever.
2.14 Angka Kepadatan Tikus
Angka kepadatan tikus merupakan suatu metode atau cara
yang digunakan untuk mengetahui jumlah populasi tikus yang ada
serta dampaknya pada penularan penyakit. Penangkapan yang
dilakukan pada tikus untuk diketahui pinjal yang ada dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat penyebaran penyakit yang
diakibatkan oleh hewan rodent.
2.15 Pengendalian Jentik Nyamuk, Pinjal Tikus, dan Tikus
Pengendalian jentik nyamuk dapat dilakukan dengan cara:
1. 3M Plus: tindakan yang dilakukan secara teratur untuk
memberantas jentik nyamuk meliputi, menguras tempat
penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan
mengubur barang bekas, serta tindakan membunuh jentik
dngan menaburkan bubuk abate.
2. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
Pengendalian pinjal tikus sebagai vektor dapat dilakukan dengan
cara:
1. Mekanik atau fisik
Pengendalian pinjal secara mekanik atau fisik dilakukan
dengan cara membersihkan karpet, alas kandang, daerah di
dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau hewan lain
dengan menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh,
yang bertujuan untuk membersihkan telur, larva dan pupa
pinjal yang ada. Sedangkan tindakan fisik dilakukan dengan
menjaga sanitasi kandang dan lingkungan sekitar hewan
piaraan, member nutrisi yang bergizi tinggi untuk
meningkatkan daya tahan hewan juga perlindungan dari
kontak hewan peliharaan dengan hewan liar atau tidak
terawat lain di sekitarnya.
17
Selain itu juga dapat melalui pemberantasan inangnya
yaitu tikus dengan pemasangan perangkap tikus. Dinas
Kesehatan menyajikan Upaya pengendalian pinjal penular
pes melalui pemasangan bumbung bambu berinsektisida
2. Kimia
Pengendalian pinjal secara kimiawi dapat dilakukan
dengan menggunakan insektisida. Repelen seperti dietil
toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa melindungi orang
dari gigitan pinjal. Sejauh ini resistensi terhadap insektisida
dari golongan organoklor, organofosfor, karbamat, piretrin,
piretroid pada pinjal telah dilaporkan di berbagai belahan
dunia. Namun demikian insektisida masih tetap menjadi alat
utama dalam pengendalian pinjal, bahkan saat ini terdapat
kecenderungan meningkatnya penggunaan Insect Growth
Regulator (IGR).
18
ketika insektisida diaplikasikan, rodentisida seperti
antikoagulan, warfarin dan fumarin dapat digunakan untuk
membunuh populasi tikus. Namun demikian, bila digunakan
redentisida yang bekerja cepat dan dosis tunggal seperti zink
fosfid, sodium fluoroasetat, atau striknin atau insektisida
modern seperti bromadiolon dan klorofasinon, maka hal ini
harus diaplikasikan beberapa hari setelah aplikasi
insektisida. Jika tidak dilakukan maka tikus akan mati tetapi
pinjal tetap hidup dan akan menggigit mamalia termasuk
orang dan ini akan menongkatkan transmisi penyakit.
Pengendalian rodent (tikus) dapat dilakukan dengan cara:
1. Inspeksi tikus dan inisial survei
Inspeksi tikus dilakukan sebelum programpengendalian tikus
dilaksanakan, inspeksi yang baik akan memberikan hasil
yang maksimal dalam pengendalian tikus. Sedangkan, inisial
survei dimaksudkan untuk menentukan kondisi awal atau
tingkat serangan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus
sebelum dilakukan program pengendalian tikus.
2. Sanitasi
Sanitasi diperlukan untuk suksesnya program pengendalian
hama tikus. Supaya mendapatkan hasil sanitasi yang baik,
maka perlu dibuat rekomendasi yang benar tentang
pengelolaan sampah, menjaga kebersihan area, sistem tata
letak barang digudang dengan susunan berjarak dari dinding
dan tertata diatas palet, dan sebagainya. Tikus menyukai
tempat yang kotor dan lembab, dengan melakukan sanitasi
sama halnya dengan menghilangkan tempat beristirahat,
bersembunyi, berteduh dan berkembang biak tikus. Selain
itu, makanan tikus juga dapat dihilangkan.
3. Rat proofing
Rat proofing merupakan upaya pengendalian tikus dengan
upaya mencegah lokasi tetap tertutup dari celah sehingga
19
tikus tidak bisa masuk. Tikus dapat leluasa masuk lewat
bawah pintu yang renggang, lubang pembuangan air yang
tidak tertutup kawat kasa, lewat shaft yang tidak bersekat
atau lewat jalur kabel dari bangunan yang saling tersambung
disekitarnya.
4. Rodent killing (trapping program dan rodenticide program)
Trapping program merupakan cara yang paling efektif untuk
mengendalikan tikus yaitu dengan membuat perangkap yang
diletakkan ditempat yang biasanya dilewati tikus sehingga
tikus bisa masuk dan terperangkap. Sedangkan, poisoning
programe merupakan pengendalian tikus dengan
memberikan racun pada umpan tikus. Keberhasilannya
tergantung bagaimana usaha agar tikus memilih dan
menyukai umpan makanan yang dipasang dan tidak memilih
menyukai makanan lain yang ada disekitarnya. Umpan
makanan harus disukai bagi tikus dan pemangsanya
ditempat yang mudah dijangkau tikus. Rodenticide programe
menggunakan bahan kimia untuk mengendalikan tikus.
Rodentisida yang digunakan adalah rodentisida antikoagulan
20
BAB III
METODE PRAKTIKUM
21
Cara menghitung Conteiner Index (CI) adalah :
Jumlah kontainer positif nyamuk
Jumlah kontainer yang diperiksa
3.1.1.4 Tabel Pengamatan
Tanggal pengamatan:
Kontainer
Bak ke- Jumlah
Positif Negatif
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
22
3.1.2.3 Cara Kerja
1. Siapkan ember hitam dan kain kasa secukupnya serta
tali rafia.
2. Letakkan kasa pada mulut ember dengan bagian
tengah menggantung ke dalam, kemudian beri tali rafia.
3. Isi ember dengan air bersih sebanyak ¾ ember sampai
bagian permukaan air berada diatas kasa.
4. Buat ovitrap sebanyak lima buah atau sesuai
kebutuhan.
23
3.1.2.5 Tabel Pengamatan
Tanggal Pengamatan:
Karakteristik Jenis
Tempat
Jumlah Fisik Jentik Jentik
No Diletakkan Ket
Jentik Saat Yang
Ovitrap
Hinggap Ditemukan
Kamar
1 mandi
FKM
Taman
2 tengah
FKM
Ruang
3
senat
Parkiran
4
motor
Tempat
5 wudhu
putri
24
4. Umpan ( ikan asin )
5. Kantong kain/karung warna putih
6. Timba putih dengan tinggi + 45 cm
7. Masker
8. Sarung tangan
9. Penggaris
10. Chloroform
11. Sisir serit
12. Alat tulis
3.2.1.3 Cara Kerja
1. Cuci perangkap yang akan digunakan dengan air panas,
untuk menghilangkan lemak/bau khas tikus.
2. Pasang perangkap pada siang/sore hari di tempat
habitat tikus.
3. Beri perangkap dengan umpan, misal ikan asin.
4. Hitung jumlah perangkap yang dipasang serta beri
tanda nomor dan lokasi.
5. Keesokan harinya, periksa perangkap dan dikumpulkan
kembali perangkap yang terdapat tikus.
6. Kegiatan ini dilakukan 3 hari berturut-turut.
7. Catat dan hitung jumlah tikus yang tertangkap.
8. Perangkap yang terdapat tikus dimasukkan dalam
kantong plastik, kemudian bius dengan chloroform.
9. Setelah pingsan, letakkan tikus dalam nampan untuk
dilakukan identifikasi.
10. Ukur panjang badan (TL), panjang ekor (T), panjang
telapak kaki belakang (HF), panjang telinga (E), jumlah
puting susu (M), berat badan (BB), dan warna bulu
badan.
11. Catat dalam form pengamatan.
12. Bandingkan hasil pengamatan dengan ciri dan
identifikasi tikus.
25
13. Pinjal didapat dengan cara menyisir rambut tikus
berlawanan arah pertumbuhan rambut tikus dengan
sikat sepatu/serit.
14. Pinjal yang jatuh ditampung dalam timba putih/warna
terang yang didalamnya diberi air.
15. Hitung jumlah pinjal yang jatuh dan indeks pinjal.
3.2.1.4 Rincian Biaya
Alat dan Harga
Jumlah Harga
Bahan satuan
Perangkap
10 buah Rp 15.000,00 Rp 150.000,00
hidup
Umpan - - Rp 15.000,00
Kantong
2 buah Rp 5.000,00 Rp 10.000,00
kain
Timba
1 buah Rp 50.000,00 Rp 50.000,00
putih
Masker 10 buah Rp 1.000,00 Rp 10.000,00
Sarung
10 pasang Rp 1.500,00 Rp 15.000,00
tangan
Chloroform - - Rp 25.000,00
Sisir serit 1 buah Rp 5.000,00 Rp 5.000
Total Rp 280.000,00
26
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
27
serabut
- Warna hitam
abu-abu
- Panjang + 0,6
cm
- Bergerak aktif
di tengah
Dekanat permukaan
2 FKM UA 1 Culex
- Warna abu
- Panjang 0,2
cm
- Bergerak aktif
- Bergerak
keatas
permukaan
- Warna putih
Ruang terang Aedes
3 senat 9 - Ekor aegepty
bercabang
dan ada
tonjolan
- Panjang 0,8
cm
Hilang (tidak
Parkiran
4 - - - bisa
motor
diidentifikasi)
- Gerak aktif ke
permukaan
- Warna coklat
dan hitam
gelap
- Jalannya jentit
Tempat - Panjang 0,5
Aedes
5 wudhu 57 cm
aegepty
putri - Pupa: warna
terang,
bengkok, kecil,
panjang,
bentuk seperti
koma, muncul
di permukaan
Jumlah jentik dari seluruh ovitrap
Ovitrap Index = X 100 %
Jumlah ovitrap yang digunakan
= 4 X 100% = 100%
4
28
4.2 Praktikum Pinjal
Berdasarkan 3 tikus yang tertangkap di kantin, depan ruang
laboratorium penyajian dan ruang dosen PKIP, maka hasil identifikasi
pinjal adalah sebagai berikut:
1. Tikus yang ditemukan di kantin adalah tikus mati, sehingga tidak
dapat diidentifikasi.
2. Rattus norvegicus (tikus got) yang ditemukan di depan ruang
laboratorium penyajian tidak ditemukan satupun pinjal.
3. Rattus-rattus (tikus atap) yang ditemukan di ruang dosen PKIP
ditemukan 7 pinjal. Pinjal yang ditemukan dengan ciri-ciri kaki
panjang dan panjangnya + 1,5 mm. Warna pinjal yang ditemukan
adalah warna badan hitam dan merah, serta kaki berwarna kuning.
Dua pinjal yang telah diidentifikasi merupakan jenis Xenopsylla
cheopis.
Indeks umum pinjal dihitung dengan rumus berikut:
29
4.3 Praktikum Tikus
Perangkap tikus yang telah diberi umpan berupa ikan asin yang
dipasang di Fakultas Kesehatan Masyarakat pada tanggal 20 April
2014 diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Taman tengah FKM (depan laboratorium komputer): umpan
hilang, namun tidak ada tikus yang tertangkap
2. Taman tengah FKM (depan ruang laboratorium penyajian): ada
tikus yang tertangkap
3. Taman tengah FKM (dekat dekanat): umpan masih ada dan tidak
ada tikus yang tertangkap
4. Parkir selatan: umpan hilang, namun tidak ada tikus yang
tertangkap
5. Tempat penampungan sampah (dekat parkir selatan): umpan
masih ada dan tidak ada tikus yang tertangkap
6. Parkiran motor dosen: perangkap hilang
7. Parkiran motor mahasiswa: umpan masih ada dan tidak ada
tikus yang tertangkap
8. Kantin: umpan hilang dan didalamnya terdapat tikus mati
9. Sebelah senat: perangkap hilang
10. Sebelah koperasi mahasiswa (kopma): perangkap hilang
11. Ruang dosen PKIP: ada tikus hidup yang tertangkap di lem tikus
4.4 Kendala Praktikum
Pada praktikum jentik, ovitrap yang kelompok kami buat masih salah.
Karena tali rafia pada ovitrap tidak bisa diatur naik-turun. Pada
perhitungan kepadatan jentik, angka Breteau index lebih sensitif. Namun
angka ini perlu penelitian pada 100 rumah. Karena ini hanya praktikum,
maka angka kepadatan jentik hanya menggunakan container index.
Angka kepadatan tikus tidak dapat dihitung dengan pasti, karena
peletakan yang kurang tepat. Selain itu, kami tidak bisa menghitung
pinjal dengan pasti karena penangkapan tikus menggunakan lem.
Sehingga sisi sebelahnya pinjal tidak bisa diidentifikasi. Pada identifikasi
pinjal tersebut, kami juga belum bisa memastikan apakah terdapat
Yersinia yang merupakan penyebab penyakit pes.
30
Berikut ini adalah hasil identifikasi tikus yang telah tertangkap di depan ruang laboratorium penyajian dan di
ruang dosen PKIP:
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Tikus
31
BAB V
PEMBAHASAN
32
5.1.2. Metode Ovitrap
34
5.3 Praktikum Tikus
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kontainer di Fakultas Kesehatan Masyarakat dapat dikatakan
bebas jentik nyamuk, karena tidak ditemukan jentik saat dilakukan
pemeriksaan ddengan metode visual. Sedangkan, berdasarkan metode
ovitrap didapatkan angka ovitrap index 100% karena ditemukan jentik
nyamuk pada seluruh ovitrap yang dipasang.
Tingkat kepadatan relatif (trap success) di wilayah Fakultas
Kesehatan Mayarakat Universitas Airlangga termasuk tinggi, yaitu
27,27%. Jenis tikus yang ditemukan adalah Rattus novergicus (tikus
got) dan Rattus-rattus (tikus atap). Spesies pinjal yang ditemukan
adalah Xenopsylla cheopis dengan hasil IUP (indeks umum pinjal)
sebesar 2,34.
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Mahasiswa dan Civitas Akademika FKM UA
Diharapkan seluruh mahasiswa dan civitas akademika UA selalu
menjaga kebersihan kampus agar tidak memicu perkembangbiakan
jentik nyamuk, pinjal, dan tikus. Selain itu, para dosen juga dapat
menata ruangannya agar selalu terlihat rapi dan bersih agar tidak
memicu kedatangan tikus ke dalam ruangan dosen.
6.2.2 Untuk Institusi Pendidikan FKM UA
Hendaknya dapat melakukan kegiatan rutin 3M atau PSN untuk
pencegahan penyakit menular akibat nyamuk. Selain itu, lebih
memperhatikan kondisi ruangan dosen yang masih ditemukan tikus
berkeliaran didalamnya. Sebaiknya melakukan kegiatan bersama untuk
pengendalian tikus dan pinjal di FKM UA.
6.2.3 Untuk Peneliti Selanjutnya
Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat digunakan sebagai salah
satu sumber data. Selain itu, penelitian ini dapat dilakukan di tempat
lain dengan memasang lebih banyak perangkap dan lebih
36
memperhatikan lokasi penempatan perangkap beserta umpan yang
akan dipasang.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y. 2009. Standar Operasional Prosedur Pengendalian Resiko
Lingkungan. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada tanggal 04
Mei 2014. <http://www.slideshare.net/masripsarumpaet1/sop-prl-kkp>.
Affiah Immatul, Angga Saktia, Ari Indah K, Arumdhika N, Resti Qodariah.
(2011). Anopheles dan Metode Pengendaliannya. Diakses 8 Maret 2014,
dari http://kesmas-unsoed.info/2011/03/makalah-anopheles-dan-
pengendaliannya.html
Anonim.2013. Jenis- Jenis Tikus Yang Sering Ditemukan di Sekitar Kita.
Diakses 3 Mei 2014 dari : http://www.thecrowdvoice.com/post/jenis2-
tikus-yg-sering-ditemukan-di-sekitar-kita-11462191.html
Raharjo, Jarohman dan Tri Ramadhani. 2012. Studi Kepadatan Tikus dan
Ektoparasit (Fleas) Pada Daerah Fokus dan Bekas Pes. Universitas
Jenderal Soedirman: Purwokerto
38
Kasnodihardjo, Rachmalina Soerachman, Sunanti Zalbawi S. 2005. Studi
Tentang Penularan Penyakit Pes Engan Pendekatan Sosioekologi Di
Dusun Sulorowo, Perbukitan Tengger Bromo, Kabupaten Pasuruan,
Jawa Timur. Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor 1 Tahun 2005
Maulana, Yusuf, dkk. (2011). Identifikasi Ektoparasit Pada Tikus dan Cecurut Di
Daerah Fokus Pes Desa Suroteleng Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali. Balaba Vol. 8, No. 01: 17-20
Rommel, Edi. Tikus ( Hewan Pengerat ). Diakses 3 mei 2014 dari
http://id.scribd.com/doc/62057837/TIKUS-Hewan-Pengerat
Sabrina Aprilisa, Martha. 2010. Survei Pinjal Dan Tikus Riul (Rattus Norvegicus,
Berkenhout 1769) Dibeberapa Kelurahan Di Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Tahun 2009-2010
Samsudrajat, Agus. (2008). Pemasangan Perangkap , Pemeriksaan
(identifikasi), dan Penyisiran Tikus (Penangkapan Ektoparasit) :
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Sholichah, Zumrotus. (2007). Mengenal Jenis Tikus. Balaba Ed.005, No.02: 18-
19
Sudibyo, P.A., dkk. 2012. Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Pada
Musim Hujan di Kelurahan Petemon, Surabaya. Diakses pada tanggal 04 Mei
2014. <http://biologi.fst.unair.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/JURNAL-
KEPADATAN-POPULASI-LARVA-Aedes-aegypti-PADA-MUSIM-HUJAN-DI-
KELURAHAN-PETEMON-SURABAYA.pdf>.
Taviv, Yulian. 2009. Survei Jentik Tersangka Vektor Chikungunya di Desa
Batumarta Unit 2 Kecamatan Lubuk Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Tahun 2009. Loka Litbang P2B2 Baturaja.
<http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/spirakel/article/download/
1241/646>.
Taviv, Yulian, dkk. 2010. Pengendalian DBD Melalui Pemanfaatan Pemantau
Jentik dan Ikan Cupang di Kota Palembang. Vol. 38. No. 4. Hal : 198-
207. Loka Litbang P2B2 Baturaja.
<http://download.portalgaruda.org/article.php?captcha=cladonia&article=
71021&val=4882&title=&yt0=Download%2FOpen>.
Ustiawan, Adil. (2008). Xenopsylla cheopsis. Balaba Ed. 007, No. 02: 20
WHO. Dengeu Control, Vector Surveillance. Diakses pada tanggal 04 Mei 2014.
<http://www.who.int/denguecontrol/monitoring/vector_surveillance/en/>.
Widiyanto, Teguh. (2007). Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Purwokerto Jawa –Tengah.
Universitas Diponegoro: Semarang
39
Zulkarnaini, dkk. 2009. Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga
dengan Keberadaan Jentik Vektor Dengue di Daerah Rawan Demam
Berdarah Dengue Kota Dumai Tahun 2008.
40
DOKUMENTASI
Identifikasi Tikus
41
Identifikasi Pinjal (Xenopsylla cheopis)
Tikus got
(Rattus norvegicus)
Tikus atap
(Rattus-rattus)
42