1. PENDAHULUAN
menurunnya mutu kualitas air budidaya ikan yang disebabkan oleh pencemaran
lingkungan dan tingginya limbah hasil kegiatan budidaya (Ganjar dan Hany, 2015).
Budidaya kakap putih dengan sistem KJA merupakan sistem budidaya ikan
yang cocok diterapkan di kawasan pesisir, dimana kawasan pesisir merupakan
perairan tergenang yang tidak dapat kering. Pertimbangan lainnya adalah fakta
bahwa KJA merupakan sistem budidaya yang berhasil dikembangkan oleh negara-
negara Eropa dan Amerika Utara (Phillipose dkk., 2013 dalam Shubhi dkk., 2017).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktik integrasi adalah :
1. Mengevaluasi performansi kinerja budidaya kakap putih (Lates calcarifer).
2. Menganalisis aspek finansial budidaya kakap putih (Lates calcarifer).
3. Mengidentifikasi masalah dan usulan interverensi pemecahan masalah kinerja
budidaya kakap putih (Lates calcarifer)
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari praktik integrasi adalah :
1. Perfomansi kinerja budidaya kakap putih (Lates calcarifer) meliputi
Produktifitas, Survival Rate (SR), Feed Conventation Ratio (FCR), Biomassa,
Feed/Day, Pertumbuhan, dan Kualitas air.
2. Analisa finansial meliputi Rugi/Laba, (R/L), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio),
Break Even Point (BEP), Payback Period (PP), Retrun On Investmen (ROI).
3. Mengidentifikasi masalah dilakukan terhadap penerapan sumberdaya manusia
(Man), metode yang dilakukan (Method), bahan dan material (Material), serta
sarana dan prasarana (Machine).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi ikan kakap putih menurut Methew (2009) adalah :
Phylum : Chordata
Sub-phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub-class : Teleostomi
Order : Percomorphi
Famili : Centropomidae
Genus : Lates
Spesies : Lates calcarifer (Bloch)
Adapun beberapa ciri-ciri khusus yang dapat kita lihat secara kasat mata yang
terdapat pada ikan kakap putih yaitu badan memajang, gepeng, batang sirip ekor
lebar, kepala lancip dengan bagian atas cekung dan cembung didepan sirip
punggung. Mulut lebar, gigi halus dan bagian bawah preoporculum berduri kuat,
operculum mempunyai duri kecil, cuping bergerigi diatas pangkal gurat sisi. Sirip
punggung berjari-jari keras 7-9 dan 10-11 jari jari lemah. Sirip dada pendek dan
membulat, Sirip punggung dan sirip dubur mempunyai lapisan bersisik. Sirip dubur
bulat, berjari keras 3 dan berjari lemah 7-8. Sirip ekor bulat, sisik bertype sisir besar,
tubuh berwarna dua tingkatan yaitu kecoklatan dengan bagian sisik dan perut
berwarna keperakan untuk ikan yang hidup dilaut dan coklat keemasan pada ikan
yang ada dilingkungan tawar. Ikan dewasa berwarna kehijauan atau keabu-abuan
pada bagian atas dan keperakan pada bagian bawah (Razi, 2013). Ikan kakap dapat
dilihat seperti Gambar 1
4
Ikan kakap putih yaitu ikan yang bersifat predator. Ikan kakap putih dewasa
termasuk rakus karnivora, namun juvenilnya bersifat omnivora. Ikan ini terampil
menyergap mangsa. Untuk ikan yang berukuran 1-10 cm dalam lambungnya
menunjukkan 20 % terdiri dari plankton terutama diatom dan ganggang dan sisanya
untuk udang kecil, ikan dll. Untuk ikan yang berukuran lebih dari 20 cm, isi dalam
perutnya terdiri dari 100% hewan mangsa, 70% crustacean (seperti udang, kepiting
kecil dan 30 % ikan kecil (Methew, 2009).
2.1.4 Habitat
Habitat ikan kakap putih ini hampir banyak dijumpai hidup di pantai atau
laut (kedalaman 1 m sampai 10 m) dan di muara. Selain itu, ikan ini dapat hidup di
muara sungai, tambak, teluk hutan mangrove (bakau) yang mempunyai air jernih
dan air beriak-riak, pantai karang, perairan laut dangkal sampai dalam, pelabuhan
(kedalaman air kurang dari 8 m), pantai berbatu, muara sungai dengan kondisi khas
tertentu (Fatmawati, 2014).
2.2 Pra produksi
2.2.1 Pemilihan Lokasi
Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyarataan teknis sekaligus
terhindar dari kemungkinan pengaruh penurunan daya dukung lingkungan akibat
pemanfaatan perairan di sekitarnya oleh kegiatan lain, maka lokasi yang dipilih
5
adalah yang memenuhi usaha budidaya ikan di laut adalah daerah perairan teluk,
laguna dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat) (WWF,
2015).
Menurut kordi (2005), persyaratan lokasi untuk ikan kakap putih di keramba
jaring apung adalah Kedalaman air yang paling rendah yaitu 10 meter dari pasang
surut terendah.Lokasi harus terlindung dari arus dan angin yang kuat. Kecepatan
arus maksimum 75 cm per detik dengan tinggi dan kecepatan gelombang masing-
masing 0,5 m dan kurang dari 1 meter per detik. Fluktuasi pasang surut tertinggi
dan terendah antara 2-4 meter. Kadar garam 15-33 mg/l, suhu 25-31 0C, kandungan
oksigen tidak kurang dari 4 ppm dan pH 6,5-8,5. Lokasi budidaya bukan lalu lintas
kapal laut. Jauh dari sumber pencemaran limbah industri, limbah rumah tangga dan
limbah pertanian. Tersedia transportasi yang cukup, sehingga pangangkutan benih
dan hasil panen agak mudah. Sebaiknya lokasi yang dipilih merupakan habitat yang
terdapat ikan kakap, sehingga menjadi indicator pemeliharaan. Lokasi dipilih dekat
dengan bahan-bahan untuk membuat KJA. Tersedianya tenaga kerja lokal yang
cukup.
2.2.2 Kesesuaian Lokasi
Kesesuaian lokasi untuk persyaratan lahan budidaya ikan laut di keramba
jaring apung menurut Hasnawi dkk., (2010) dapat dilihat pada Tabel 1. Kesesuaian
lokasi.
Tabel 1. Kesesuaian lokasi
Peubah Sangat Sesuai Cukup Sesuai Kurang sesuai
variable
Ombak (m) 0,01-0,09 0,1-1,0 >1.0
Kedalaman 10-15 16-20 < 10 & > 20
(m)
Arus (cm/dt) 5-10 11-15 < 5 & > 15
Kecerahan (%) 80-100 60-79 < 60
Substrat Dasar Pasir, sedikit Pasir, berlumpur Pasir berlumpur banyak
berlumpur, dan sedang
pecahan
karang
6
3. Keseragaman % ≥ 80 ≥ 80 ≥ 80
ukuran
Tabel 2. Kriteria benih
Menurut Sudrajad (2008) kriteria benih yang sehat yaitu bentuk dan
badannya normal (tidak cacat). Ukuran harus seragam (untuk menghindari
kanibalisme). Agar bisa ditebar di KJA, sebaiknya benih berukuran 7 cm dan
responsif terhadap pakan.
2.3.2 Penebaran Benih
Ukuran benih yang optimal untuk dibesarkan pada keramba jaring apung
biasanya berukuran 50-70 gram/ekor, Penebaran benih dilakukan pada kegiatan
sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah
50 ekor/m3 volume air (Fahmawati, 2014). Sedangkan menurut Mayunar dan
Genisa (2002) kepadatan optimal untuk benih di KJA yang berukuran 25-30
gram/ekor adalah 100 ekor/m3. Sedangkan benih berukuran 100-150 gram/ekor,
padat tebarnya adalah 40-50 ekor/m3.
2.3.3 Monitoring Pertumbuhan
Pertumbuhan kakap putih dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas pakan, padat
penebaran dan kondisi lingkungan. Lama pemeliharaan bergantung pada ukuran
awal tebar. Penebaran dilakukan dengan aklimatitasi terlebih dahulu. Pertama,
wadah pengangkutan atau plastik diapung-apungkan dahulu selama 10 menit, lalu
plastik dibuka. Masukan air dari KJA ke dalam plastik, lalu biarkan benih kakap
keluar dengan sendirinya. Padat tebar yang optimal untuk ikan kakap putih ini
adalah 50 ekor/m3 volume air (Soemarjati dkk., 2015).
2.3.4 Pengelolaan Pakan
Ridho dan Patriono (2016), dalam penelitiannya menyatakan bahwa makanan
ikan kakap putih di alam liar cenderung lebih banyak yaitu memakan ikan, udang
dan cacing. Menjadikan ikan kakap ini termasuk dalam golongan ikan karnivora.
Oleh karena itu pemilihan jenis pakan akan mempengaruhi pertumbuhan ikan
kakap begitu juga ukuran dari pakan itu sendiri.
10
Ada dua jenis pakan yang biasa diberikan dalam kegiatan budidaya ikan
kakap yaitu :
a) Pakan segar
Pakan segar adalah pakan yang berupa ikan segar atau yang telah dibekukan.
Ikan-ikan yang biasa digunakan antara lain: ikan lajang, petek, selar, mujair, dll.
b) Pakan buatan
Pakan buatan pabrik yang nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan energi dan
pembentukan daging bagi ikan budidaya. Selain itu ketersediaan lebih stabil tanpa
dipengaruhi oleh musim.
Selain jenis pakan, ukuran pakan harus disesuaikan dengan ukuran atau umur
ikan sehingga mulutnya dapat menelan pakan yang diberikan. Begitu juga dengan
pakan dari ikan segar, pemberiannya lebih efektif bila dicincang terlebih dahulu
sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan kakap.
Frekuensi pemberian pakan juga disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut,
tingkat pemberian pakannya harus lebih sering karena ikan kakap yang masih kecil
bersifat kanibal dan kebutuhannya akan energi cukup banyak. Untuk benih ukuran
3-5 cm, pemberian pakan bisa diberikan 4-5 kali sehari setelah berukuran 7-12 cm,
pemberian pakan cukup 2 hari sekali. Pakan ikan segar yang telah dicincang
maupun pakan berupa pellet, diberikan sedikit demi sedikit ke dalam KJA (sampai
ikan kenyang) atau berdasarkan dosis pakan (Soemarjati dkk., 2015).
2.3.5 Pengelolaan Kualitas Air
Dalam budidaya ikan dengan sistem KJA ini kualitas air merupakan faktor
yang dapat berubah (variabel) yang mempengaruhi pengolahan, kelangsungan
hidup, dan produktifitas ikan yang sedang dipelihara. Adapun parameter kualitas
air yang cocok untuk budidaya ikan kakap adalah sebagai berikut :
1) Disolved Oxygen (DO)
Pada perairan dengan konsentrasi DO di bawah 4 ppm ikan masih mampu
bertahan akan tetapi nafsu makannya mulai menurun. Untuk pemeliharaan ikan
kakap yang baik kandungan DO dalam perairan sebaiknya antara 5-7 g/l (Kordi,
2011).
2) Suhu
11
necrosis pada kulit luar. Ikan yang terkena serangan ini gerakannya melemah dan
akan menggosok-gosokan tubuhnya ke benda keras. Pengobatan penyakit ini
dilakukan dengan perendaman menggunakan formalin 150-200 g/l atau ekstrak
daun sambiroto 0,2 ml/2 l air selama 15 menit (Razi, 2013).
3) Peduncle
Peduncle disebut juga penyakit air dingin (cold water descareases), terjadi
pada suhu 16 oC disebabkan oleh bakteri Flexbacterpsychropalhia (6 mikron). Ikan
yang terkena peduncle akan timbul gejala bergerak lemah, nafsu makan menurun
serta muncul borok pada kulit secara perlahan. Penanggulangan peduncle dapat
dilakukan dengan perendaman menggunakan Oxytetracycline (OTC) 100 g/l (30
menit) atau ekstrak kunyit 1 ml/l (15 menit) (Razi, 2013).
4) Viral Nervous Ne crosis (VNN)
Penyakit Viral Nervous Necrosis (VNN) merupakan masalah serius pada
budidaya kerapu dana kakap, karena dapat menyebabkan kematian 50-100%. VNN
umumnya menginfeksi stadia larva sampai yuwana dan menyerang system organ
syaraf mata dan otak dengan gejala cukup spesifik.
Replikasi virus secara horizontal lebih rentan terjadi pada kakap muda (benih)
sehingga memicu terjadinya VNN (Razi, 2013).
plastik yang berisi air dan oksigen. Ikan dapat dipindahkan ke perahu atau kapal
dan langsung dibawa ke daerah pemasaran (Sudrajad, 2008).
b. Biaya Produksi
Menurut Sudrajat (2015), biaya produksi merupakan modal yang harus
dikeluarkan untuk membudidayakan biota laut, mulai dari persiapan sampai panen.
Biaya perawatan sampai hasil panen terjual termasuk ke dalam biaya produksi.
Biaya produksi dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
15
merupakan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi,
sementara biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu masa produksi.
keuntungan yang diperoleh dari sejumlah modal. Nilai ini dapat digunakan untuk
mengetahui efisiensi penggunaan modal.
2.5.3 Identifikasi masalah
Ada beberapa metode untuk mengidentifikasi masalah antara lain fishbone
analysis (analisis tulang ikan), Lockframe Analysis atau problem tree (pohon
masalah), 5 W + 1 How dll.
1. Fishbone analysis
Fishbone analysis merupakan alat untuk menanalisis persoalan dan faktor
yang menimbukan masalah tersebut. Fishbone analysis atau fishbone diagram
disebut cause and effect diagram. Diagram sebab akibat berkaitan dengan
pengendalian proses statistika yang digunakan untuk menunjukan faktor-faktor
penyebab dan akibat. Diagram sebab akibat ini sering disebut diagram tulang ikan
(fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan. Diagram fishbone
pertama digunakan sebagai alat quality mangement tools dengan 5 (lima) kategori
yakni manpower, method, material, media (Sugianto, 2012).
dan akibat disekitar masalah utama untuk membentuk pola pikir tetapi dengan
lebih terstruktur.
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktik integrasi dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 2018 sampai 01
Oktober 2018. Lokasi praktik dilakukan di PT. Indonesia Mariculture Industries
Desa Keban, Kecamatan Moro, Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Kepulauan
Riau.
Alat dan bahan yang digunakan pada saat praktik disajikan pada lampiran 1.
b. Transportasi benih
c. Proses penebaran
d. Kepadatan .
6. Pemberian pakan a. Jenis pakan
b. Nutrisi pakan
c. Frekuensi dan waktu pemberian
pakan
d. Metode pemberian pakan
e. Teknik pemberian pakan
f. Penyimpanan pakan
7. Pengukuran kualitas air a. Mengukur parameter kualitas air
(suhu dan oksigen terlarut)
b. Jenis alat yang digunakan
c. Waktu pengukuran
d. Jumlah stasiun pengukuran
8. Pengamatan pertumbuhan a. Persiapan sampling
b. Waktu sampling
c. Proses sampling
d. Hasil sampling (berat, dan
panjang/ekor)
e. Jumlah pengambilan sampel
f. ABW, ADG, SR, FCR
9. Pengendalian hama penyakit a. Pemasangan Bird Net Protection
b. Waktu monitoring kesehatan ikan
c. Pengamatan tingkah laku ikan
d. Catatan kematian ikan dan
penyebabnya
e. Jenis hama dan penyakit
f. Cara penanggulangan
10. Panen a. Alat dan bahan untuk panen
b. Waktu pemanenan
c. Jenis pemanenan
20
d. Size panen
e. Teknik/cara pemanenan
f. Penanganan ikan sebelum dilakukan
pemackingan
11. Pasca Panen a. Alat dan bahan untuk packing
b. Teknik/cara pemackingan
12. Perawatan sarana prasarana a. Waktu perawatan KJA
b. Proses perawatan KJA
Data sekunder diperoleh dari studi literatur, arsip-arsip, dan dokumen yang
dimiiki oleh instansi terkait. Data sekunder pada umumnya juga dapat berupa bukti,
catatan, dan laporan histori yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang
dipublikasi dan yang tidak dipublikasikan.
a. Kesesuain lokasi
b. Persiapan Wadah
3.5.2 Produksi
a. Pemilihan benih
Benih berasal dari hatchery sendiri dengan ukuran 10-30 grm, kemudian
benih dibesarkan di unit pendederan yaitu Grow Out 1, setelah mencapai ukuran
100-150 gr/ekor benih dilakukan grading dan pemilihan benih sebelum dilakukan
penebaran ke unit Grow Out 2.
22
d. Pengelolaan pakan
e. Monitoring pertumbuhan
sampel sebanyak 50 ekor kedalam bak fiber kapasitas 200 l, kemudian ditambahkan
larutan anestesi sebagai obat bius untuk ikan untuk meminimalisir pergerakan ikan.
Mengukur berat dan panjang dari sampel ikan yang diambil.
h. Perawatan sarana
Panen dan pasca panen adalah kegiatan yang dilakukan apabila ikan kakap
putih yang dipelihara telah mencapai ukuran yang sesuai untuk dipasarkan yang
memenuhi target berat dan ukuran.
24
1. Panen
Terdapat dua teknik pemanenan yang dilakukan yakni panen total dan
parsial. Prosedur kerja yang dilakukan dalam panen yaitu menentukan petakan
mana yang akan dipanen, memuasakan ikan yang akan dipanen minimal 12 jam,
menyiapkan peralatan panen seperti pompa air, bak fiber, basket, jaring trawl,
timbangan, lumpur es, dan peralatan lain diletakan di kapal, membuka jaring
penutup atau paranet, memasang jaring pukat dan mengetrol ikan ke arah kapal,
menyerok ikan menggunakan serok jaring dan melakukan penimbangan ikan,
memasukkan ikan ke dalam bak fiber yang telah diberikan aquis atau obat bius
sebanyak 25 ppm, melakukan grading ikan yang sesuia dengan permintaan panen,
mengembalikan ikan yang belum memenuhi syarat dan memasukan ke dalam
lumpur es yang berada di palkah kapal yang bersuhu 00 C.
2. Pasca panen
gram 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔) − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑖𝑘𝑎𝑛
ADG ( )=
hari 𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 (ℎ𝑎𝑟𝑖)
d. Biomassa
a. Laba-rugi
Laba/Rugi menurut Sumardika (2013).
Keuntungan
B/C Ratio =
Biaya Operasional
Nilai Investasi
PP = Kas bersih/tahun x 1 Tahun
4. Keadaan Lokasi
4.1 Letak dan Sejarah Perusahaan
Pada tahun 2007 perusahaan mengganti KJA dengan bahan galvanis karena
permintaan yang sangat tinggi dengan produksi yang belum bisa memenuhi
permintaan. Penggunaan KJA besi karena memili ketahanan dari pada KJA kayu
dan besi. Konstruksi galvanis dari Jepang, sehingga perusahaan mengimpor unit
KJA dari Jepang. Pada tahun 2015 usaha penangkapan ikan dan kapal collecting
ikan Mitra Mas ditutup karena adanya peraturan menteri yang melarang kapal
dengan kapasitas yang melebihi standar yang ada di Indonesia, sehingga sampai
saat ini perusahaan hanya memiliki satu usaha yaitu budidaya ikan kakap putih.
No Fasilitas Jumlah
1. Karangka 9 unit
2. Sampan 5 unit
3. Kapal 3 unit
4. Gudang pakan 2 unit
5. Mess karyawan 1 unit
6. Lab kesehatan 1 unit
7. Kantor 1 unit
8. Dapur 1 unit
29
Manajer
produksi
SPV
4.4 Pengorganisasian
Pembagian tenaga kerja yang dilakukan pada kegiatan pembesaran ikan
kakap putih ini memiliki peran penting masing-masing di mana peran ini sangat
tergantung satu sama lain. Perusahaan ini memiliki 9 orang karyawan untuk
mengoprasikan kegiatan budidaya dengan dipimpin oleh seorang manager yang
bertanggung jawab kepada CEO perusahaan. Karyawan ini dibagi menjadi 7 divisi
dengan rincian 1 orang divisi farm manager, 1 orang divisi fish healt dan
30
Lokasi dasar perairan budidaya ikan kakap putih yaitu lumpur berpasir, hal
ini sesuai dengan pendapat Shubhi (2017) yaitu lokasi yang ideal mempunyai dasar
perairan berupa campuran antara pasir dan lumpur. Sedangkan menurut Phillipose
et al., (2013) menyatakan bahwa sebaiknya lokasi budidaya untuk ikan kakap putih
mempunyai dasar perairan berupa campuran antara kerikil halus, pasir dan lumpur.
1. Karamba
Karamba berbentuk persegi dan terbuat dari besi galvanis berukuran 15x15
m. Diameter besi galvanis yaitu 3 inc. Pembuatan karamba dilakukan, dengan
merakit bagian-bagian karamba seperti besi galvanis, sekrup, pelampung dll.
Setelah dirangkai, dilakukan penyetingan tali untuk karamba. Tali yang dipasang
berupa tali utama dan tali sayap. Tali utama berfungsi untuk menghubungkan
karamba satu ke karamba yang lain dan berujung ke jangkar dengan ketebalan tali
48 mm, agar tali utama dapat terikat ke karamba, dipasang tali otot yang berukuran
10 mm, dengan panjang 5 meter. Kemudian dipasang tali sayap yang berukuran 36
mm. Tali sayap berfungsi untuk menjaga posisi karamba tetap simetris. Setelah
dilakukan pemasangan tali, karamba dibawa ke laut dengan ditarik menggunakan
kapal dan ditempatkan ke posisi yang sudah ditetapkan.
2. Pelampung
Pelampung terbuat dari bahan drum plastik, hal ini sesuai dengan pendapat
Fadliani., dkk (2015) bahwa Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau
styrofoam (pelampung strofoam). Diameter pelampung yaitu 50 m dengan panjang
90 m. Terdapat 40 buah pelampung dalam satu karamba. Pelampung diikat ke
karamba menggunakan tali berukuran 6 mm dengan 2 ikatan. Satu pelampung dapat
menahan beban 250 kg, sehingga untuk 40 pelampung dapat menahan beban 10 ton.
Masa pergantian pelampung yaitu 5 tahun sekali. Sedangkan untuk perawatan
pelampung dilakukan 1 bulan sekali. Perawatan pelampung dilakukan dengan
membersihkan teritip yang menempel, mengecek kondisi pelampung, dan
mengecek ikatan pelampung.
3. Jaring
4. Bottom frame
b. Sarana Penunjang
1) Gudang pakan
Gudang pakan merupakan sarana penunjang dalam kegiatan budidaya ikan,
khususnya budidaya ikan kakap dengan skala besar, gudang pakan bertujuan
sebagai tempat menyimpan pakan, ada 3 gudang pakan yang ada di lokasi praktik,
lokasi pertama dan kedua berada di pulau Batu atau pulau inti perusahaan, lokasi
ketiga berada di sebelah rumah jaga unit pendederan DE. Pondasi gudang pakan
terbuat dari semen cor dan bagian rumah terbuat dari kayu.
2) Mes Karyawan
Rumah jaga atau mes karyawan ini berfungsi sebagai tempat tinggal
karyawan, rumah jaga berada di pinggir pulau dekat dengan unit keramba, terbuat
35
dari kayu dan menggunakan sistem rumah panggung, keberadaan rumah jaga ini
juga bertujuan agar para karyawan dapat melakukan tindakan secara cepat jika
terjadi suatu kendala pada unit keramba.
3) Perahu/sampan
Alat transportasi yang digunakan karyawan unuk melakukan aktifitas
produksi ataupun kegiatan sehari hari adalah perahu/sampan, perahu digunakan
karena letak rumah jaga dengan unit keramba berjauhan dan memerlukan alat
transportasi untuk menuju keramba dan perkantoran, perahu yang digunakan
terbuat dari fiber dengan alat penggerak berupa dayung.
4) Paranet
Paranet adalah jaring penutup atas yang berfungsi sebagai jaring penahan
agar ikan tidak melompat ke luar keramba, ataupun melindungi ikan dari hama
burung yang dapat menyerang ikan di dalam keramba, paranet berukuran 15 x15
meter mengikuti ukuran jaring pemeliharaan, dengan ukuran jaring 4 inci.
5) Rakit cuci jaring
Tempat pembersihan jaring yang ada di lokasi praktik berada disebelah
tempat sandar kapal, fungsi rakit ini adalah sebagai tempat penyimpanan sementara
dan tempat membersihkan jaring yang telah dipakai, dan juga sebagai lokasi
packing untuk pengiriman ikan. Rakit ini terbuat dari rangkaian keramba yang telah
tidak terpakai dan diberi lantai menggunakan tanaman nibung (sejenis tanaman
pinang).
6) Mesin semprot jaring
Mesin semprot jaring pada lokasi praktik menggunakan pompa alkon 15 PK
dengan bahan bakar solar. Air yang digunakan untuk membersihkan jaring adalah
air laut yang disemprotkan dengan selang berukuran 2 inci.
5.1.2 Produksi
Benih yang ditebar berasal dari GO 1, berukuran ≥ 100 gr. Pemilihan benih
dilakukan dengan pengamatan secara visual. Setelah pemilihan benih, dilakukan
persiapan karamba dengan membungkus baut yang menonjol pada bottom frame,
memasang kantong jaring sebagai wadah terima ikan dan memeriksa kantong
36
Jaring yang telah terpasang, dengan cara selam. Bagian jaring yang di cek yaitu
dinding, dasar, dan tulang jaring.
Persiapan penebaran dimulai dengan pengisian air laut dalam palkah kapal
sebanyak 1-2 ton, kemudian dilakukan penyetingan aerasi untuk suplai oksigen.
Setelah air dalam palkah siap, dilakukan transportasi ke GO 1 menggunakan kapal.
Jaring yang akan dipindahkan ikannya disekat untuk memudahkan penyerokan,
kemudian menyerok ikan dan dimasukan dalam palkah kapal. Transportasi ikan
dilakukan secara terbuka.
2. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan untuk pembesaran ikan kakap putih merupakan pakan
buatan dalam bentuk pelet. Tipe pakan yang digunakan yaitu floating atau
mengapung. Keuntungan menggunakan pakan yang terapung yaitu dapat
mengetahui apabila pakan tersebut termakan atau tidak. Pakan diberikan secara
restricted feed yaitu pemberian pakan sesuai dengan persentase biomassa ikan. Ikan
kakap putih termasuk ikan nocturnal atau aktif mencari makan pada waktu malam
hari, sehingga pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari sebelum matahari terbit dan
setelah matahari tenggelam, hal ini sesuai dengan pendapat Fathmawati (2014),
yang menyatakan pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.
Jumlah pakan diberikan sesuai dengan standar pakan.
Metode pemberian pakan yaitu dengan menebar pakan di tengah karamba,
melihat respon ikan terhadap pakan dan usahkan agar pakan tidak keluar dari
jaring, pemberian pakan dihentikan bila ikan sudah tidak mau makan, biasanya
ditandai dengan adanya pakan yang mengapung. Faktor yang harus diperhatikan
pada saat pemberian pakan meliputi kecepatan arus, respon ikan terhadap pakan,
tipe pakan, dan ukuran ikan. Di karamba juga terdapat jaring penahan pakan atau
JPP yang berfungsi sebagai penahan pakan agar tidak keluar dari jaring. Pakan
yang tidak habis dapat disimpan sementara di karamba, dan ditutup menggunakan
plastik atau terpal, agar pakan tidak terkena hujan dan panas. Jenis pakan yang
digunakan yaitu KAE 7, KAE 10, dan MFF 15. Kandungan nutrisi pakan, ukuran
ikan dan diameter pakan, dapat dilihat pada Tabel 5. Kandungan nutrisi pakan.
38
Pada tabel diatas protein berkisar antara 36-46 %. Menurut Priyono (2013),
ikan kakap putih diberi pakan dengan kandungan protein 38-40 % memberikan
berat lebih baik dari pada pemberian pakan dengan kandungan protein 30-35 %.
Sedangkan lemak berkisar antara 12-14
3. Pengkayaan Pakan
4. Pengelolaan Pakan
5. Monitoring Pertumbuhan
Monitoring kesehatan ikan dan cek jaring dilakukan setiap hari dengan cara
di selam. Monitoring ini dilakukan oleh penyelam dan pendamping. Tugas
penyelam yaitu mengecek jaring bagian dasar, dinding dan tulang serta mengambil
apabila ada ikan yang mati dalam jaring. Sedangkan tugas pendamping yaitu
membantu mempersiapkan alat untuk penyelam, mencatat jumlah kematian,
penyebab kematian ikan dan memfoto kematian ikan. Monitoring ini dilakukan
disemua jaring secara berurutan.
Hama yang mengganggu ikan kakap putih yaitu burung, teritip dan kerang.
Penanganan hama burung dilakukan dengan menggunakan Bird Net Protection
berukuran 15x15 m, berbahan dasar Polyethelen. Jenis knotless (tanpa simpul).
Sedangkan penyakit yang menyerang ikan kakap yaitu Scale Drop Disease,
Benedenia Sp. dan Streptococus.
42
Salah satu parasit yang sering menyerang ikan kakap putih diantaranya adalah
Benedenea, parasit ini biasanya akan menempel pada sisik dan insang ikan, jika
didiamkan akan menyebabkan luka selanjutnya ikan akan terinfeksi oleh bakteri
yang biasanya berupa bakteri Tennacibaculum maritimum dan bakteri Vibriosp
(Subhi, 2017).
9. Perendaman
a. Panen
Untuk sampai ke tangan konsumen ikan harus dalam keadaan hidup. Hal
yang perlu dipersiapkan yaitu mempersiapkan air laut sebanyak 75 % dalam palkah
kapal. Ikan yang sudah di grading dimasukkan dalam palkah, kemudian suplai
dengan oksigen. Memasukkan es yang sudah dicurah dalam palkah hingga suhu air
mencapai 22-25 0C. Pada saat transportasi ikan hidup dilakukan pengecekan suhu
dan DO setiap satu jam sekali dan membuang busa yang terdapat dalam palkah.
e. Pasca Panen
5.2.2 Produksi
5.2.3 Pertumbuhan
Laju pengamatan pertumbuhan yang diamati yaitu pada jaring no 13, 19 dan
20. Data pertumbuhan berada pada lampiran 7 :
Berikut Grafik :
Pertumbuhan
800 35000
700 30000
600 25000
500
20000
400
15000
300
200 10000
100 5000
0 0
14-May-18 1-Jun-18 1-Jul-08 1-Aug-18 1-Sep-18 1-Oct-18
Tanggal sampling
Berdasarkan Grafik dibawah ini, pemeliharaan ikan kakap putih selama 114
hari dibawah standar, hal ini diduga Feed intake (pakan yang termakan)
menghasilkan laju pertumbuhan yang menurun, Nutrisi yang terkandung dalam
pakan tidak mencukupi ikan untuk tumbuh dan berkembang. SR selama
pemeliharaan ikan kakap putih dibawah standar yaitu 79 %, sedangkan untuk SR
standar yaitu 95 %. Hal ini diduga karena serangan Scale Drop Disease dengan
jumlah kematian 6.016 ekor dan terkena parasite Benedenia sp. dengan jumlah
kematian 578 ekor. FCR selama pemeliharaan menghasilkan FCR yang berbeda-
beda, namun untuk FCR yang berada diatas standar terdapat pada tanggal 01 juli
2018, FCR yang dihasilkan sebesar 1.77 sedangkan FCR standar yaitu 1.47. FCR
diatas standar diduga karena pakan yang diberikan banyak namun belum tentu
termakan semua.
49
Berikut Grafik :
Pertumbuhan
300.00 20.500
20.000
250.00 19.500
200.00 19.000
18.500
150.00 18.000
17.500
100.00 17.000
50.00 16.500
16.000
0.00 15.500
11/8/2018 1/9/2018 1/10/2018
Tanggal sampling
Bacth : P180626MXG
Berikut Grafik :
Pertumbuhan
900.00 20.000
800.00 18.000
700.00 16.000
600.00 14.000
12.000
500.00
10.000
400.00
8.000
300.00 6.000
200.00 4.000
100.00 2.000
0.00 0.000
26-Jun-18 1-Jul-18 1-Aug-18 1-Sep-18 1-Oct-18
Tanggal sampling
5.2.4 ADG
ADG yang diperoleh dari 3 keramba dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:
ADG
7
6
5
4
3
2
1
0
1-Jun-18 1-Jul-18 1-Aug-18 1-Sep-18 1-Oct-18
ADG pada pemeliharaan ikan kakap putih yaitu berkisar antara 0.06-6.06.
ADG terkecil sebesar 0.06 pada karamba no 20, dikarenakan waktu
pemeliharaannya baru mencapai 4 hari. Hasil ADG disemua karamba berfluktuasi.
Namun pada karamba no 19 hasil ADG menurun dikarenakan laju pertumbuhan
yang lambat dan pertumbuhan tidak mencapai target, hal ini diduga karena nafsu
makan yang menurun. Nafsu makan menurun diduga terdapat ikan in atau masuk
sehingga ikan belum menyesuaikan lingkungan yang baru. Pada karamba no 20
tingkat ADG mengalami peningkatan dan penurunan pada tanggal 01 Oktober
2018. Karamba no 13 pada tanggal 1 Juli 2018 mengalami penurunan laju
pertumbuhan, hal ini diduga kondisi ikan pada waktu tebar sudah terkena serangan
penyakit, pada tanggal 01 Agustus 2018 sampai tanggal 01 Oktober 2018
mengalami peningkatan ADG karena semakin bertambahnya waktu pemeliharaan,
kematian ikan semakin hari semakin menurun.
Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) ikan kakap ini erat
kaitannya dengan populasi, perhitungan tingkat kelangsungan hidup ini dilakuka
setiap harinya dengan cara mengurangi jumlah benih yang ditebar dengan
mortalitas perhari. Adapun data kematian ikan disajikan per bulan selama
pemeliharaan sebagai berikut :
52
Berikut grafik :
SR
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Karamba no 13 Karamba no 19 Karamba no 20
Bacth : P180514MXG
Berikut Grafik :
FCR
2
1.77
1.55 1.57 1.63
1.5 1.43 1.52
1.47
1.33
1 1.07
0.92
0.5
0
1-Jun-18 1-Jul-18 1-Aug-18 1-Sep-18 1-Oct-18
FCR
2
1.54
1.5 1.47
1.19
1
0.78
0.5
0
1-Sep-18 1-Oct-18
Bacth : P180626MXG
Berikut Grafik :
FCR
3
2.68
2.5
2
1.55 1.57
1.5 1.42 1.43
1.54
1
1.02 1.09
0.5
0
1-Jul-18 1-Aug-18 1-Sep-18 1-Oct-18
Selama 30 hari pengukuran suhu pada waktu pagi hari berkisar antara 29.1-
30 °C, sedangakan pengukuran suhu pada waktu sore hari yaitu berkisar antara
29.1-29.65 °C, suhu tersebut dapat dikatakan optimal, Keadan suhu ini masih di
dalam kisaran optimal menurut Sudrajad (2015), yang menyatakan bahwa kisaran
suhu optimal untuk budidaya ikan kakap adalah 27-32°C.
Sedangkan menurut Mayunar et al., (1995) menyebutkan bahwa suhu
optimum untuk budidaya ikan kakap putih yaitu adalah 27-32 oC. Suhu berperan
penting bagi kehidupan dan perkembangan biota laut, peningkatan suhu dapat
menurun kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju
pernafasan dan konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi karbon dioksida.
56
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Disolved oxygen pada pagi hari berkisar antara 3.89-7.89. Sedangkan pada
waktu sore hari berkisar antara 4.15 – 7.89. Disolved oxygen pada pagi dan sore
hari dikatakan optimal untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ahmad et al., (1991). Untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal 3
mg/l, sedangkan untuk bertahan hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l,
namun Menurut Mayunar et al., (1995) Oksigen terlarut merupakan parameter
yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen didalam air
dipengaruhi suhu, salinitas dan tekanan udara. Peningkatan suhu, salinitas dan
tekanan menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya.
57
2. Pelaksana
(Metode) -
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam satu tahun
adalah Rp 7.137.864.750 adapun data biaya variabel secara detail dapat dilihat
pada Lampiran 7.
Biaya yang diperlukan perusahaan untuk produksi ikan kakap satu siklus
adalah Rp 7.925.724.750
C. Pendapatan
Pendapatan diperoleh dari hasil produksi ikan kakap yang dilakukan di
perusahaan, produksi ikan kakap yang dilakukan dari mulai pemilihan bennih
hingga penjualan yang menghasilkan produksi sebanyak 137.161 kg dengan
harga penjualan ditentukan sebesar Rp 70.000/kg, pendapatan dari harga jual
ikan kakap ini Rp 9.601.270.000
Analisis finansial yang dihitung pada perusahaan ini antara lain adalah :
5.4.1 Laba/Rugi
Analisa laba rugi adalah suatu analisa untuk mengetahui apakah usaha
tersebut untung atau rugi dengan menghitung selisih dari keuntungan dan biaya
produksi. Adapun keuntungan yang didapat perusahaan ini adalah Rp
1.675.545.250
5.4.2 Break Even Point (BEP)
Anlisa titik impas didapatkan apabila jumlah pendapatan sama dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan. Artinya usaha dilakukan tidak mengalami untung
maupun rugi. Nilai BEP (nilai) yang dihasilkan dalam produksi kakap ini adalah
Rp 57.784 yang artinya akan menemui titik impas, tidak menerima keuntungan
maupun kerugian. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan ini masih menguntungkan
karena memiliki nilai lebih. Adapun nilai BEP (produksi) yang dihasilkan dari
kegiatan produksi benih ini adalah sebesar 113.225 kg. Hal ini menunjukan bahwa
kegiatan produksi ini masih memiliki keuntungan sehingga layak untuk dilanjutkan.
PP adalah untuk menghitung berapa lama waktu yang akan digunakan untuk
mengembalikan biaya investasi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha
pembesaran ikan kakap. Waktu yang digunakan untuk mengembalikan modal
investasi terhadap usaha produksi ikan kakap adalah 2,4 sehingga, pengembalian
modal investasi di PT Indomarind harus memerlukan waktu 28,8 bulan.
Johan R, Sophia L. Sagala dan Widodo S. Pranowo. 2015. Aplikasi Model Numerik
Karakteristik Gelombang Untuk Kajian Kesesuaian Lahan Pengembangan
Budidaya Laut di Situbondo Jawa Timur.Pusat Pengkajian dan Perekayasaan
Teknologi Kelautan dan Perikanan.
Phillipose, K. K., Loka, J., Sharma, K. S. R., and Damodoran, D. (2013). Hand book
on open sea cage culture. central marine fisheries research institut. karwar research
centre. india
Shubhi, M.A., Yohana, K., Denah, S., 2017. Study Of Suitability And Enviromental
Carring Capasity For Barranmundi (Lates calcarifer. Bloch) Culture In Waters Of
Lemukutan Islan dan Penata Besar Island, Bengkayang Island Dan Penata Besar
Island, Bengkayangregion West Kalimantan.
65
.
66
67