Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Sejak ditemukan obat penawar pelumpuh otot dan penawar opioid, maka

penggunaan obat pelumpuh otot jadi semakin rutin. Anestesia tidak perlu dalam,

hanya sekedar supaya tidak sadar, anelgesi dapat diberikan opioid dosis tinggi,

dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot. Ketiga kombinasi

ini dikenal sebagai "the trias of anesthesia".

Obat pelumpuh otot sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua

golongan besar berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu golongan depolarisasi dan

non-depolarisasi. Masing-masing golongan mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing karena berbedanya cara kerja.

Obat-obat yang mempengaruhi otot skeletal berfungsi sebagai 2 kelompok

obat yang sangat berbeda. Pertama kelompok yang digunakan selama prosedur

pembedahan dan unit perawatan intensif untuk menghasilkan efek paralisis pada

pasien yang membutuhkan bantuan ventilator (pelumpuh otot) dan kelompok lain

yang digunakan untuk mengurangi spastisitas pada sejumlah kelainan neurologis

(spasmolitik).

Obat-obat pelumpuh otot bekerja pada transmisi neuromuscular end-plate

dan menurunkan aktivitas sistem saraf pusat. Golongan ini sering digunakan

sebagai obat tambahan selama anestesi umum untuk memfasilitasi intubasi trakea

dan mengoptimalkan proses pembedahan dengan menimbulkan imobilitas dan

pemberian ventilasi yang adekuat. Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan

1
mendalamkan anesthesia umum inhalasi, melakukan blokade saraf regional, dan

memberikan pelumpuh otot. Pendalaman anesthesia beresiko depresi napas dan

depresi jantung, blokade saraf terbatas penggunaannya.

Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan

sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf otot.

Maka pelumpuh otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.

Walaupun obat pelumpuh otot bukan merupakan obat anestetik, tetapi obat ini

sangat membantu pelaksanaan anestesia umum, antara lain memudahkan dan

mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi

relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasikendali.

Sejarah penggunaan obat pelumpuh otot:

 Tahun 1932 d-tubokurarin untuk mengontrol spasme otot pada tetanus

 Tahun 1940 d-tubokurarin sebagai ajuvans pada terapi elektroshock

 Tahun 1942 pertama kali d-tubokurarin digunakan untuk relaksasi otot selama

pembedahan.

 Tahun 1906 penggunaan curare binatang pada percobaan untuk menentukan

parasimpatomimetik efek dari succinylcholine, efek hambatan neuromuskuler

succinylcholine tidak diketahui sampai tahun 1949.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Atracurium adalah kelompok kuartener, struktur benzylisoquinoline

membuat cara degradasi senyawa ini menjadi unik. Obat ini merupakan gabungan

dari 10 stereoisomer. Atracurium termasuk obat penghambat kompetitif yang

merupakan aminosteroid non-depolarisasi. Sehingga obat golongan ini tidak

menimbulkan stimulasi awal pada otot sebelum otot normal kembali.

2.2 Metabolisme dan Ekskresi

Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga farmakokinetiknya

tidak bergantung pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi

tanpa dimetabolisme melalui ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan

3
dalam metabolisme. Pertama, hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase

nonspesifik, bukan oleh asetilkolinesterase atau pseudokolinesterase. Kedua,

melalui eliminasi Hoffmann di mana penghancuran kimia nonenzimatik spontan

terjadi pada pH dan suhu fisiologis.

2.3 Dosis

Dosis 0,5 mg/kgBB diberikan melalui intravena dalam 30 –60 detik untuk

intubasi. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan dosis awal 0,25 mg/kgBB,

kemudian dosis inkremental 0,1 mg/kg BB setiap 10 – 20 menit. Infus 5 – 10

μg/kg/menit dapat menggantikan bolus intermiten secara efektif. Kebutuhan dosis

tidak bervariasi sesuai usia, namun atracurium dapat bekerja lebih singkat pada

anak-anak dan bayi dari pada orang dewasa. Atracurium tersedia dalam solutio 10

mg/mL, yag sebaiknya disimpan pada suhu 2 – 8°C karena potensinya akan

berkurang 5 – 10% tiap bulan bila terekspos suhu ruangan. Pada suhu ruangan

obat ini harus digunakan dalam waktu 14 hari untuk menjaga potensi.

2.4 Efek Samping dan Pertimbangan Klinis

Atracurium dapat mencetuskan pelepasan histamin yang bergantung pada

dosis terutama pada dosis di atas 0,5 mg/kg BB.

 Hipotensi dan Takikardia

Efek samping kardiovaskuler jarang terjadi kecuali dosis melebihi 0,5

mg/kg diberikan. Atracurium juga dapat menimbulkan penurunan transien

4
resistensi vaskuler sistemik dan peningkatan indeks kardiak yang tidak

terpengaruh oleh pelepasan histamin. Injeksi lambat meminimalkan efek ini.

 Bronkospasme

Atracurium harus dihindari pada pasien dengan asma karena

bronkospasme berat dapat terjadi bahkan pada pasien dengan riwayat asma.

 Toksisitas Laudanosine

Laudanosine, amin tersier, adalah produk penghancuran atracurium

melalui eliminasi Hoffmann dan telah dihubungkan dengan eksitasi sistem saraf

pusat, menyebabkan elevasi konsentrasi alveolarminimum dan bahkan

mencetuskan kejang. Semua hal di atas adalah irelevan kecuali pasien mendapat

dosis total yang sangat tinggi atau mengalami kegagalan hati. Laudanosine

dimetabolisme oleh hati dan diekskresi dalam urin dan empedu.

 Temperatur dan Sensitivitas pH

Atracurium memiliki metabolisme yang unik sehingga durasi kerja

dapatmemanjang akibat hipotermia dan pada cakupan yang lebih sempit oleh

asidosis.

 Inkompatibilitas Kimia

Atracurium akan berubah menjadi asam bebas bila dimasukkan melalui

saluran intravena yang mengandung cairan alkali seperti tiopental.

 Reaksi Alergi

Reaksi anafilaktoid terhadap atracurium telah dilaporkan meskipun jarang

terjadi. Mekanisme yang diduga berperan adalah imunogenisitas langsung dan

aktivasi imun yang dimediasi acrylate. Reaksi antibodi yang dimediasi IgE yang

5
melawan senyawa amonium substitusi termasuk pelumpuh otot juga telah

dilaporkan. Reaksi terhadap acrylate, metabolit atracurium dan komponen

struktural daribeberapa membran dialisis juga dilaporkan terjadi pada pasien yang

menjalani hemodialisis.

2.5 Farmakodinamik

Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif

dan kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising

agent bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan

reseptor site pada motor-end-plate. Atracurium dapat digunakan pada berbagai

tindakan bedah dan untuk memfasilitasi ventilasi terkendali. Atracurium tidak

mempunyai efek langsung terhadap tekanan intraocular, dan karena itu dapat

digunakan pada bedah opthalmik.

2.6 Farmakokinetik

Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui

eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu

fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase non-spesifik.

Eliminasi atracurium tidak tergantung pada fungsi ginjal atau hati. Produk

urai yang utama adalah laudanosine dan alcohol monoquartenary yang tidak

memiliki aktivitas blokade neuromuscular. Alcohol monoquartenary tersebut

secara spontan terdegradasi oleh proses eliminasi Hofmann dan diekskresi melalui

ginjal. Laudanosine diekskresi melalui ginjal dan dimetabolisme di hati. Waktu

6
paruh laudanosine berkisar 3-6 jam pada pasien dengan fungsi ginjal dan hati

normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal ginjal, sedangkan pada pasien gagal

ginjal dan hati sekitar 40 jam. Terminasi kerja blokade neuromuscular atracurium

tidak tergantung pada metabolisme ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena

itu, lama kerjanya tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati, ataupun

peredaran darah.

Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase rendah

menunjukkan bahwa inaktivasi atracurium tidak terpengaruh. Variasi pH darah

dan suhu tubuh pasien selama masih dalam kisaran fisiologis tidak akan

mengubah lama kerja atracurium secara bermakna. Konsentrasi metabolit

didapatkan lebih tinggi pada pasien ICU dengan fungsi ginjal dan atau hati yang

abnormal. Metabolit ini tidak berperan pada blokade neuromuscular.

2.7 Indikasi

Sebagai adjuvant terhadap anestesi umum agar intubasi trakea dapat

dilakukan dan untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau

ventilasi terkendali, serta untuk memfasilitasi ventilasi mekanik pada pasien

Intensive Care Unit (ICU).

2.8 Cara Pemberian

Rute pemberian : injeksi intravena atau infus kontinyu.

 Dewasa :

a. Pemberian melalui injeksi intravena

7
Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh

yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35

menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik setelah

injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg.

Blokade penuh dapat diperpanjang dengan dosis tambahan sebesar 0,1-0,2

mg/kg sesuai kebutuhan. Pemberian dosis tambahan secara berturut-turut tidak

meningkatkan akumulasi efek blokade neuromuskuler. Pemulihan spontan sejak

akhir blokade penuh terjadi dalam waktu sekitar 35 menit diukur dari respon

pemulihan tetanik sebesar 95% fungsi neuromuscular normal.

Blokade neuromuscular oleh atracurium dapat dengan cepat dipulihkan

dengan memberikan dosis standar anticholinesterase agent, seperti neostigmine

dan edrophonium, disertai atau didahului dengan pemberian atropine, tanpa terjadi

rekurarisasi.

b. Pemberian infuse intravena

Setelah pemberian dosis awal, atracurium dapat digunakan untuk

pemeliharaan blokade neuromuscular selama tindakan bedah yang lama dengan

memberikan continuous infusion pada dosis 0,3-0,6 mg/kg/jam.

Hypothermia yang diinduksi sampai suhu tubuh 25-26oC dapat

menurunkan laju inaktivasi atracurium, oleh karenanya blokade penuh

neruomuskular dapat dipertahankan dengan pemberian kira-kira separuh dosis

yang semula infuse pada kondisi dengan suhu tubuh yang rendah tersebut.

8
 Anak-anak :

Dosis untuk anak-anak lebih dari satu bulan sama dengan dosis untuk

dewasa berdasarkan berat badan.

 Lanjut usia :

Atracurium dapat diberikan dengan dosis standar. Namun

direkomendasikan agar dosis awal yang diberikan adalah dosis terendah dan

diberikan secara perlahan.

2.9 Efek samping

- Skin flushing, hioptensi atau bronkospasme ringan dan sementara, yang

berhubungan dengan pelepasan histamine.

- Sangat jarang terjadi : reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien

yang mendapatkan atracurium bersamaan dengan beberapa obat lain. Pasien ini

biasanya memiliki satu atau lebih kondisi medis yang memudahkan terjadinya

kejang (contohnya trauma cranial, edema serebri, uremia).

9
BAB 3

KESIMPULAN

Sebelum dikenal obat penawar pelumpuh otot, penggunaan pelumpuh otot

sangat terbatas. Tetapi sejak ditemukan obat penawar pelumpuh otot dan penawar

opioid, maka penggunaanya jadi semakin rutin. Anestesia tidak perlu dalam,

hanya sekedar supaya tidak sadar, anelgesi dapat diberikan opioid dosis tinggi,

dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot.

Atracurium termasuk obat penghambat kompetitif yang merupakan

aminosteroid non-depolarisasi. Sehingga obat golongan ini tidak menimbulkan

stimulasi awal pada otot sebelum otot normal kembali.

Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga farmakokinetiknya

tidak bergantung pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi

tanpa dimetabolisme melalui ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan

dalam metabolisme. Pertama, hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase

nonspesifik, bukan oleh asetilkolinesterase atau pseudokolinesterase. Kedua,

melalui eliminasi Hoffmann di mana penghancuran kimia nonenzimatik spontan

terjadi pada pH dan suhu fisiologis.

Dosis 0,5 mg/kgBB diberikan melalui intravena dalam 30 –60 detik untuk

intubasi. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan dosis awal 0,25 mg/kgBB,

kemudian dosis inkremental 0,1 mg/kg BB setiap 10 – 20 menit. Infus 5 – 10

μg/kg/menit dapat menggantikan bolus intermiten secara efektif. Kebutuhan dosis

10
tidak bervariasi sesuai usia, namun atracurium dapat bekerja lebih singkat pada

anak-anak dan bayi dari pada orang dewasa.

Indikasi

Indikasi pemberian obat ini adalah sebagai adjuvant terhadap anestesi

umum agar intubasi trakea dapat dilakukan dan untuk relaksasi otot rangka selama

proses pembedahan atau ventilasi terkendali, serta untuk memfasilitasi ventilasi

mekanik pada pasien Intensive Care Unit (ICU).

11

Anda mungkin juga menyukai