Anda di halaman 1dari 39

2019

PANDUAN
PELAYANAN
TB DOTS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU

PANDUAN PELAYANAN TB STRATEGI DOTS DAN MTPTRO


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU
Disusun Oleh :
UNIT KEMOTERAPI RSUD SEKAYU

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU

TIM PENYUSUN

Oleh :

1. dr. Makson Parulian Purba,MARS


2. dr. Ira Puspita Mizar Ginting
3. Yulisa Rabiati, SH.M.Kes
4. Dr. Taufik Firdaus, SpOG (K)
5. Novaza Zemilia A, SST, M.Kes
6. Dr. Povi Pada Indarta, SpP dan Asma
7. dr. Purwoginangsih
8. dr .Luqman Nul Hakim
9. Afriyani Oktavia, Amak
10. Eni Ernawati, Am.kep
11. Nurhasanah, Am.Kep
12. Rizki Febriana ,Am.Keb
13. Siti Aminah Fardisi, Am.Kep
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU
JalanKolonel Wahid UdinLingkungan I Kayuara, Provinsi Sumatera Selatan
Telepon : (0714)321855 Faksimile : 0714)321855 Kode Pos 30711
Email : sekayursud@gmail.com, Website : rsudsekayu.wordpress.com

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SEKAYU


NOMOR :445/267/RS/2018

TENTANG
PENETAPAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU

Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan pembangunan Nasional


berwawasan Kesehatan menuju Indonesia sehat perlu didukung
oleh kemudahan masyarakat mendapatkan akses pelayanan
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang bermutu
b. bahwa dalam upaya meningkatkan akses pelayanan kesehatan pada
RSUD Sekayu, maka diperlukan ketetapan dalam jenis pelayanan
yang berkualitas di RSUD Sekayu
c. bahwa dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di RSUD
Sekayu dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya peraturan
Direktur Rumah Sakit tentang kebijakan Pelayanan di Rumah Sakit
Umum Daerah Sekayusebagai landasan bagi penyelenggaraan
seluruh pelayanan di RSUD Sekayu
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
butir a sampai c perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur RSUD
Sekayu
Mengingat : 1. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 8Tahun 1999tentang
Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentangpraktikkedokteran
3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
PelayananPublik
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan

5. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentangRumahSakit
6. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
tentangtenagaKesehatan
7. Peraturan Menteri kesehatan Nomor 755 Tahun 2010
TentangKomiteMedik
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014
TentangKomiteKeperawatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2016 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
11. Peraturan Meneteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
Memutuskan

Menetapkan :

Pertama : Surat Keputusan Direktur RSUD Sekayu tentang Penetapan Pelayanan


Kesehatan yang berlaku di Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah
Sekayu

Kedua : Pelayanan di RSUD Sekayuterdiridari:

1. Pelayanan Tata Usaha


2. Pelayanan Keuangan dan Program
3. Pelayanan Medis dan Non Medis
4. Pelayanan Keperawatan
5. Pelayanan Rawat Jalan
6. Pelayanan Rawat Inap
7. Pelayanan Farmasi
8. Pelayanan Laboratorium
9. Pelayanan Radiologi
10. Pelayanan Rehabilitasi Medik
11. Pelayanan Patologi Anatomi

12. Pelayanan Bedah Sentral


13. Pelayanan Gawat Darurat
14. Pelayanan Rawat Jalan
15. Pelayanan ICU
16. Pelayanan NICU
17. Pelayanan Kebidanan
18. Pelayanan Pemulasaran Jenazah
19. Pelayanan GIZI
20. Pelayanan IPSRS
21. Pelayanan Rekam Medik
22. Pelayanan Sanitasi
23. Pelayanan Humas
24. Pelayanan Diklat’
25. Pelayanan IT
26. Pelayanan Hemodialisa
27. Pelayanan Transfusi darah
28. Pelayanan CSSD
29. Pelayanan MCU
30. Pelayanan Kemoterapi
31. Pelayanan OK IGD
32. Pelayanan Poliklinik Eksekutif
33. Pelayanan Sasaran keselamatan Pasien
34. Pelayanan Akses ke rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
35. Pelayanan Hak Pasien dan Keluarga ( HPK )
36. Pelayanan Asesmen Pasien ( AP )
37. Pelayanan dan Asuhan Pasien ( PAP )
38. Pelayanan Anestesi dan Bedah ( PAB )
39. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat ( PKPO)
40. Pelayanan Manajemen Komunikasi dan Edukasi ( MKE )
41. Pelayanan Peningkatan Mutu dan Keselatan Pasien (PMKP )
42. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI )
43. Pelayanan Tata Kelola Rumah Sakit ( TKRS)
44. Pelayanan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan ( MFK )
45. Pelayanan Kompetensi dan kewenangan Staf ( KKS )
46. Pelayanan Manajemen informasi dan rekam Medis ( MIRM )
47. Pelayanan PONEK
48. Pelayanan TB-DOTS
49. Pelayanan HIV –AIDS
50. Pelayanan Program Pengendalian Resistensi Anti Mikroba
( PPRA)
51. Pelayanan Geriatri
52. Pelayanan Pasien Seragam
53. Pelayanan Pasien Resiko Tinggi
54. Pelayanan Resusitasi
55. Pelayanan Pasien koma dan yang menggunakan ventilator
56. Pelayanan Pasien penyakit menular
57. Pelayanan Pasien Restrain
58. Pelayanan pasien Populasi Khusus
59. Pelayanan Pengelolaan Nyeri
60. Pelayanan dalam Tahap terminal

Ketiga Suratkeputusaniniberlakusejaktanggal yang


ditetapkandengancatatanapabiladikemudianhariternyataterdapatkekeliruan
dalamsuratkeputusanini ,akandiadakanpembetulansebagaimanamestinya

Ditetapkan di : Sekayu

Pada Tanggal : Desember 2018


Direktur RSUD Sekayu

dr. Makson Parulian Purba,MARS

Pembina / IV.a

Nip. 19710314 200112 1 002

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU
JalanKolonel Wahid UdinLingkungan I Kayuara, Provinsi Sumatera Selatan
Telepon : (0714)321855 Faksimile : 0714)321855 Kode Pos 30711
Email : sekayursud@gmail.com, Website : rsudsekayu.wordpress.com

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU

No. : 028/327/SK/ RS/ 2019

TENTANG

RKVISI TIM DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS)

DAN

TIM MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS

RESISTEN OBAT (MTPTRO)

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU

Menimbang
Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
maka dipandang perlu untuk membentuk tim Directly Observed
Mengingat Treatment Shortcourse (DOTS) dan tim Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat (MTPTRO) di RSUD
Sekayu.

Bahwa agar terlaksananya kegiatan monitoring, evaluasi, dan


pecatatan pelayanan TB Sensitif Obat dan TB Resisten Obat
yang terintegrasi, maka diperlukan untuk dibentuk tim DOTS dan
tim MTPTRO yang bertanggung jawab dalam hal tersebut.

c. Bahwa untuk maksud tersebut diatas, perlu ditetapkan dengan


Surat Keputusan Direktur RSUD Sekayu.

a. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 144.
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5063).

b. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 153. Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5072).

c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 tahun 1991 tentang


Pengendalian Wabah Penyakit Menular.
d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 tahun 2005 tanggal 13 Juni
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(BLU) (Lembaran Negara RI tahun 2005 Nomor 48. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502).
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2012
tanggal 28 Agustus 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2012 Nomor 171. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5340).
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
436/Menkes/1993 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit.

b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


364/MENKES/SK/V/2009 tanggal 12 Agustus 2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB).

c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman


Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian TB dan HIV.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Tim


Penyelenggara Uji Coba Program Manajemen Pasien Multi
Resisten Tuberkulosis (MDR-TB) di Indonesia.

10.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


177/Menkes/SK/II/2009 tentang Lokasi Uji Coba Program
Manajemen Pasien Multi Resisten Tuberkulosis (MDR-TB) di
Indonesia.

11.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit,

12.Peraturan Bupati Musi Banyuasin Nomor 40 tahun

2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit


Umum Daerah Sekayu.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SEKAYU TENTANG TIM DIRECTLY

OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE

(DOTS) DAN TIM MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN


TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT (MTPTRO) RSUD SEKAYU

Pertama Mencabut Keputusan Direktur Nomor 028/229/SK/RS/2018 tentang


revisi tim directly observed treatment shortcourse (dots) dan tim
manajemen terpadu pengendalian tuberkulosis resisten obat (mtptro).

Menetapkan nama-nama yang tercantum dalam Lampiran I ini


sebagai tim Directly Observed Tratment Shortcourse (DOTS) dan tim
Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat
(MTPTRO) RSUD Sekayu beserta Struktur Organisasi sebagaimana
terlampir.

Kedua
Ketiga Tim Directly Observed Tratment Shortcourse (DOTS) dan

tim Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis

Resisten Obat (MTPTRO) RSUD Sekayu melaksanakan tugas sesuai


dengan uraian tugas sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Surat
Keputusan ini.
Ketlga
Segala biaya yang timbul akibat dikeluarkannya Surat Keputusan ini
dibebankan pada anggaran keuangan RSUD Sekayu

Keempat Dengan diterbitkannya Surat Keputusan ini, maka segala hal yang
bertentangan dengan Surat Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku
lagi.

Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan dan apabila


dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan Keputusan ini,
maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Kelima

Ditetapkan di : Sekayu

rOfLjuii 2019

RSUD Sekayu

n Parulian Purba, MARS

710314 200112 1 002


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah
dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.

Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta kasus
TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta
kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB
tersebutditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang
(140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO)
dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1
juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun.

Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan


ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan
100.000 kematianpertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000
kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka Notifikasi
Kasus (Case Notification Rate/CNR) darisemuakasus, dilaporkan sebanyak 129
per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya
314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV diantara
pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan
sebanyak6700 kasus yang berasaldari 1,9% kasus TB- RO darikasus baru TB
dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan rpendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-3-%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 11


Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan masyarakat.

Petugas kesehatan yang menangani pasien TB merupakan kelompok risiko


tinggi untuk terinfeksi TB. Penularan kuman TB di fasilitas pelayanan kesehatan
dari pasien ke petugas kesehatan sudah diketahui sejak lama dan angka
kejadiannya terus meningkat. Pada saat ini TB sering kali merupakan penyakit
akibat kerja atau occupational disease untuk petugas kesehatan. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena akan mempengaruhi kesehatan, kinerja
dan produktivitas petugas kesehatan. Di Indonesia beluma ada data dan
surveilans terhadap petugas kesehatan yang terinfeksi TB akibat pekerjaannya.
Selain itu belum semua fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan pencegahan
dan pengendalian TB (PPI TB) sebagai upaya mencegah penularan terhadap
petugas, pasien dan pengunjung. Hal ini merupakan tantangan ke depan bagi
kita semua.

Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di


seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat.
Pandemi HIV merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB.
DiIndonesia diperkirakan sekitar 3% pasien TB dengan status HIV positif.
Sebaliknya TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS karena
merupakan infeksi oportunistik terbanyak (49%) pada ODHA.
Penanganan penyakit TB dan HIV merupakan komitmen global dan nasional
saat ini, dalam upaya mencapai target Millenium Development Goals (MDGs)
pada tahun 2015. Kunci keberhasilan program pengendalian TB adalah melalui
strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Pengendalian HIV
AIDS sesuai dengan Pedoman Pengendalian HIV 2012.
Kebijakan Kemenkes sesuai rekomendasi WHO tentang PPI TB meliputi 4 pilar
yaitu manajerial, pengendalian administratif, pengendalian lingkungan dan
pengendalian perlindungan diri. PPI TB menjadi sesuatu yang penting dalam
upaya penanggulangan TB nasional, dengan munculnya dampak beban ganda
epidemik TB HIV serta kasus MDR/XDR-TB.

Sesuai dengan Permenkes Nomor 1144 tahun 2010 Tentang Perubahan

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 12


Struktur Organisasi dan Tata Kerja di Kementerian Kesehatan, maka sejak
tahun 2011 Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menjadi penanggung
jawab terhadap pembinaan dan pengawasan kepada seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) seperti Puskesmas, klinik, balai kesehatan, rumah sakit,
rutan/lapas, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, maka dipandang perlu
menerbitkan pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB di
Fasyankes.Pengelolaan Program TB yang menjadi pedoman pelayanan TB di
RSUD Sekayu dilaksanakan berasarkan Permenkes Nomor 67 tahun 2016.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Pedoman pelayanan TB dengan strategi DOTS dilaksanakan untuk pasien
TB sensitif Rifampisin, sedangkan pelayanan Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat dilaksanakan untuk pasien TB
resisten Rifampisin.

2. Tujuan Khusus
a. Target Program Penanggulangan TB sesuai target eliminasi global
adalah eliminasi TB pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun
2050.
b. Eliminasi TB yang diharapkan adalah tercapainya cakupan kasus TB 1
per 1 juta penduduk.
c. Indikator mutu penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit (SPRS)
dalam program penanggulangan TB melalui akreditasi Rumah Sakit.
d. Alat ukur kinerja Rumah Sakit dalam Penanggulangan TB melalui
indikator Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

C. SASARAN
Pedoman pelayanan TB dengan strategi DOTS dan MTPTRO diperuntukkan
untuk seluruh Rumah Sakit di Indonesia, baik Rumah Sakir Pemerintah maupun
Swasta yang akan menjalani akreditasi.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 13


BAB II
KEBIJAKAN DAN DASAR HUKUM

A. KEBIJAKAN
KebijakanPenanggulangan TB di Indonesia
a. Penanggulangan TB

dilaksanakansesuaidenganazas
 desentralisasidalamkerangkaotonomidaer

ahdenganKabupaten/kotasebagaititikberatmanajemen program, yang


meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasisertamenjaminketersediaansumberdaya (dana, tenaga, sarana dan
prasarana).
b. Penanggulangan TB
dilaksanakandenganmenggunakanpedomanstandarnasionalsebagaikerangk
adasar dan memperhatikankebijakan global untukPenanggulanganTB.
c. Penemuan dan pengobatanuntukpenanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruhFasilitasKesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
meliputiPuskesmas, Klinik, dan DokterPraktikMandiri (DPM)
sertaFasilitasKesehatanRujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi:
RumahSakitPemerintah, non pemerintah dan Swasta, RumahSakitParu
(RSP), BalaiBesar/BalaiKesehatanParu Masyarakat (B/BKPM).
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untukpenanggulangan TB disediakan oleh
pemerintah dan diberikansecaracuma-cuma.
e. Keberpihakankepadamasyarakat dan pasien TB. Pasien TB
tidakdipisahkandarikeluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
Pasienmemilikihak dan kewajibansebagaimanaindividu yang
menjadisubyekdalampenanggulangan TB.
f. Penanggulangan TB dilaksanakanmelaluipenggalangankerjasama dan
kemitraandiantarasektorpemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakatmelalui Forum Koordinasi TB.
g. Penguatanmanajemen program penanggulangan TB
ditujukanmemberikankontribusiterhadappenguatansistemkesehatannasional.
h. Pelaksanaan program menerapkanprinsip dan nilaiinklusif, proaktif, efektif,
responsif, profesional dan akuntabel.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 14


i. PenguatanKepemimpinan Program
ditujukanuntukmeningkatkankomitmenpemerintahdaerah dan
pusatterhadapkeberlangsungan program dan pencapaian target strategi
global penanggulangan TB yaitueliminasi TB tahun 2035. 


B. DASAR HUKUM
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431).
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437).
4. Undang-‐Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5063).
5. Undang--Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5072).
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1575/Menkes/ Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di Lingkungan Departemen Kesehatan.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 15


11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1165A/Menkes/SK/X/2004
tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Di Rumah Sakit.
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per.02/MEN/1980 Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
18. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007
tentang Ekspansi TB Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai
Kesehatan / Pengobatan Penyakit Paru.
19. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor
YM.02.08/III/673/07 tentang Penatalaksanaan TB di Rumah Sakit.
20. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik nomor
HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite PPI RS dan Tim
PPI RS.
21. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 144.
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5063).
22. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 153. Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5072).
23. Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 tahun 1991 tentang
Pengendalian Wabah Penyakit Menular.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 16


24. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU)
(Lembaran Negara RI tahun 2005 Nomor 48. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4502).
25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2012
tanggal 28 Agustus 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012
Nomor 171. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5340).
26. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
436/Menkes/1993 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit.
27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/MENKES/SK/V/2009 tanggal 12 Agustus 2009 tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis (TB).
28. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kolaborasi Pengendalian TB dan HIV.
29. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Tim
Penyelenggara Uji Coba Program Manajemen Pasien Multi Resisten
Tuberkulosis (MDR-TB) di Indonesia.
30. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
177/Menkes/SK/II/2009 tentang Lokasi Uji Coba Program Manajemen
Pasien Multi Resisten Tuberkulosis (MDR-TB) di Indonesia.
31. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
32. Peraturan Bupati Musi Banyuasin Nomor 40 tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah
Sekayu.
33. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu Nomor
028/229/SK/RS/2018 tentang Tim Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) dan Tim Manajemen Terpadu Pengendalian
Tuberkulosis Resisten Obat (MTPTRO).

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 17


BAB III
DUKUNGAN ADMINISTRASI DAN OPERASIONAL
PENERAPAN STRATEGI DOTS DAN MTPTRO DI RUMAH SAKIT

Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS dan MTPTRO di Rumah Sakit
adalah komitmen yang kuat. Pimpinan Rumah Sakit, Komite Medik, dan profesi lain
yang terkait dalam penerapan strategi DOTS dan MTPTRO di Rumah Sakit
termasuk dukungan administrasi dan operasionalnya.Untuk itu harus dipenuhi
kebutuhan sumber daya manusia,sarana dan prasarana penunjang, antara lain:
1. Dibentuk Tim DOTS dan Tim MTPTRO Rumah Sakit yang terdiri dari seluruh
komponen yang terkait dalam penanganan pasien tuberkulosis (minimal terdiri
dari Dokter, Perawat, Petugas Laboratorium, Petugas Farmasi, Rekam Medik,
Petugas Administrasi dan PKMRS) bila diperlukan dapat dibentuk Tim
Pelaksana Harian dan Tim Ahli Klinis khusus untuk pasien TB Resisten Obat.
2. Disediakan ruangan untuk kegiatan terpadu Tim DOTS dan Tim
MTPTROuntuk koordinasi berkala untuk membahas.
3. Penataan ruangan rawat jalan dan rawat inap yang sesuai dengan standar
pelayanan Program TB-DOTS dan MTPTRO. Y
4. Penatakaan ruang Laboratorium dan Sputum Booth yang sesuai dengan
standar pecegahan dan penanggulangan infeksi penyakit menular lewat udara
(airborne).
5. Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati
dalam MoU antara Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas
Kesehatan Provinsi maupun Kementerian Kesehatan.
6. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari Rumah sakit, APBN, APBD, bantuan
luar dan sumber–sumber lain yang tidak mengikat.
7. Program nasional penanggulangan tuberkulosis akan memberikan kontribusi
dalam hal pelatihan, OAT, mikroskop dan bahan-bahan laboratorium
8. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan TB-
DOTS dan MTPTRO di RS minimal adalah TB 01, 02, 04, 09 dan buku
register pasien TB dan TB-RO di Rumah Sakit.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 18


BAB IV
STRATEGI DOTS DAN MTPTRO

Data Surveilans Program Nasional sampai dengan tahun 2005 menunjukkan


tingginya penemuan pasien tuberkulosis BTA negatif di Rumah Sakit dengan foto
Rontgen Thorax sebagai dasar penegakkan diagnosis. Selain itu angka kebutuhan
pengobatan di rumah sakit pada umumnya masih di bawah 50% dengan angka
putus berobat pada sebagian besar Rumah sakit mencapai 50%-80%. Keadaan
tersebut beresiko menciptakan masalah yang lebih besar yaitu munculnya kasus
tuberkulosis dengan kekebalan ganda terhadap OAT (MDR TB). Untuk itu
dibutuhkan keterlibatan Rumah sakit dalam pengendalian Tuberkulosis dengan
strategi DOTS dan harus dibentuk jejaring kerjasama yang kuat agar kasus lalai dan
putus berobat dapat dikurangi, sehingga pada akhirnya kasus MDR-TB dapat
dihindari. Penerapan strategi DOTS di RSUD Sekayu akan dikembangkan secara
selektif dan bertahap.

Saat ini, RSUD Sekayu telah melaksanakan pelayanan terhadap TB Resisten Obat
(TB-RO) atau yang dahulu dikenal dengan MDR TB. Sehingga pencapaian dan
keberhasilan program TB tidak hanya dari keberhasilan program TB-DOTS saja
namun juga dari angka TB-RO.

Angka kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85%, sedangkan
angka keberhasilan pengobatan semua kasus minimal 90%. Walaupun angka
kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap perlu
diperhatikan, yaitu meninggal, gagal, putus berobat (loss to follow up) dan tidak
dievaluasi.
a. Angka pasien putus berobat (loss to follow up) tidak boleh lebih dari 10%.
b. Angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah
resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari 10% pada daerah yang sudah
ada masalah resistensi obat.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 19


A. KEMITRAAN
Langkah–langkah Kemitraan
a. Melakukan penilaian dan analisa situasi (SWOT) untuk mendapatkan
gambaran kesiapan rumah sakit dan Dinas Kesehatan setempat dalam
menjalankan program TB-DOTS dan MTPTRO.
b. Mendapatkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen Rumah sakit
(Pimpinan RS) dan tenaga medis (Dokter umum dan Spesialis) serta
paramedis dan seluruh petugas terkait.
c. Penyusunan nota kesepahaman (memorandum of under standing) antara
RS/Organisasi dan Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota.
d. Menyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis, petugas
administrasi, farmasi (Apotek) dan PKMRS untuk dilatih mengenai
diagnosis hingga tata laksana paripurna TB DOTS dan TB-RO.
e. Membentuk Tim DOTS dan MTPTRO di Rumah sakit yang berisikan semua
unit dan instalasi terkait dalam penerapan strategi DOTS dan MTPTRO di
Rumah Sakit.
f. Menyediakan tempat untuk unit DOTS dan MTPTRO di dalam Rumah Sakit
sebagai tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien tuberkulosis
secara komprehensif (melibatkan semua unit di RS yang menangani pasien
tuberkulosis).
g. Menyelenggarakan pelayanan obat satu pintu (Farmasi) untuk pasien TB
Sensitif Obat dan TB Resisten Obat.
h. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologi dahak sesuai
standar yang ada, yaitu dengan menggunakan Tes Cepat Molekuler.
i. Menggunakan format pencatatan sesuai dengan program TB Nasional
untuk memantau pencapaian dan keberhasilan program.
j. Menyediakan biaya operasional sesuai dengan jenis dan bentuk kegiatan.

B. PEMBENTUKAN JEJARING
PenyelenggaraanPenangggulangan TB
perludidukungdenganupayamengembangkan dan
memperkuatmekanismekoordinasi, sertakemitraanantarapengelola program TB
denganinstansipemerintahlintassektor dan lintas program, para

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 20


pemangkukepentingan, penyedialayanan, organisasikemasyarakatan,
asuransikesehatan, baik di pusat, provinsimaupunkabupaten/kota.

Kegiatanmemperkuatkoordinasi, jejaringkerja dan kemitraan,


harusmencakupsemuaaspekpenanggulangan TB termasuk:

b. advokasi; 


c. penemuankasus; 


d. penanggulangan TB; 


e. pengendalianfaktorrisiko; 


f. peningkatan KIE; 


g. meningkatkankemampuankewaspadaandini dan

kesiapsiagaanpenanggulangan TB; 


h. integrasipenanggulangan TB; 


i. sistemrujukan; 


Program Pengendalian TB dalamstrateginasionaldiarahkanmenujuakses


universal terhadaplayanan TB yang
berkualitasdenganupayakegiatanTemukanObatiSampaiSembuh (TOSS)
untuksemuapasien TB yang
sistematisdenganpelibatansecaraaktifseluruhpenyedialayanankesehatanmelalui
pendekatan Public Private Mix/PPM (bauranlayananpemerintah-swasta).

Public Private
Mix/PPMadalahpelibatansemuafasilitaslayanankesehatandalamupayaekspansil
ayananpasien TB dan kesinambungan program penanggulangan TB
secarakomprehensif di bawahkoordinasiDinasKesehatanKab/Kota.

MekanismePendekatan PPM (Public Private Mix) dapatdilaksanakan,


sebagaiberikut:
a. Hubungankerjasama/bauranpemerintah-swasta, seperti: kerjasama

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 21


program penanggulangan TB denganfaskesmilikswasta,
kerjasamadengansektorindustri/perusahaan/tempatkerja,
kerjasamadenganlembagaswadayamasyarakat (LSM).
b. Hubungankerjasama/bauranpemerintah-pemerintah, seperti: kerjasama
program penanggulangan TB denganinstitusipemerintah Lintas
Program/Lintas Sektor,
kerjasamadenganfaskesmilikpemerintahtermasukfaskes yang ada di

BUMN, TNI, POLRI dan lapas/rutan. 


c. Hubungankerjasama/bauranswasta - swasta, seperti:


kerjasamaantaraorganisasiprofesidengan LSM, kerjasama RS
swastadengan DPM, kerjasama DPM denganlaboratoriumswasta dan
apotikswasta.

TujuanPendekatan PPM adalahmenjaminketersediaanakseslayanan TB yang


merata, bermutu dan berkesinambunganbagimasyarakatterdampak TB (Akses
universal) untukmenjaminkesembuhanpasien TB dalamrangkamenujueliminasi
TB.
Dalammelaksanakankegiatan PPM harusmenerapkanprinsipsebagaiberikut:
f. Kegiatandilaksanakandenganprinsipkemitraan dan salingmenguntungkan.
g. Kegiatan PPM diselenggarakansebesar-
besarnyauntukkebaikanpasiendenganmenerapkan Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK).
h. Kegiatan PPM diselenggarakanmelaluisistimjejaring yang dikoordinir oleh

program penanggulangan TB di setiaptingkat. 


JejaringKerjaPPM.Jejaring PPM untukmenujuAkses Universal dan “TOSS TB”,


meliputi:
2. Jejaringkasus;

a. Penemuan dan diagnosis terduga TB, investigasikontak. 


b. Kesinambunganpengobatanpasien TB:
rujukan/pindah,pelacakanpasien TB yang mangkir.
2. JejaringMutuLaboratorium. JejaringMutuLaboratorium di
Fasyankesdilakukandenganmetode LQAS oleh

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 22


BalaiLaboratoriumKesehatanatauRujukan Uji Silang I/II (RUS I/II).
a. JejaringLogistik, distribusidariInstalasiFarmasikeFasyankesbaik
FKTPmaupun FKRTL dengankoordinasidaridinkeskab/Kota).
b. DokterPraktikMandiri/KlinikPratamamelakukanjejaringlogistikdenganPu
skesmassetempat.

3. JejaringPencatatan dan Pelaporan TB
 Jejaring. Pencatatan dan Pelaporan

TB di Fasyankes
 dilakukansecara

manual/elektronikdalamSistemInformasi
 Terpadu TB.

4. JejaringPembinaan. Jejaringpembinaandilakukan oleh


DinkesKabupaten/Kota sepertisupervisi, pertemuan monitoring dan evaluasi
yang melibatkanseluruhfasyankespemerintah dan swasta.Jejaring PPM di
Kabupaten/Kota dapatdilihat pada bagan di bawahini. (dalamJejaringkasus).

Keterangan :
a. Mandatory Notification adalahkewajibanmelaporsetiapFasyankes di
luarPuskesmas (DPM, Klinik, RS), yang

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 23


dalamteknispelaporannyadapatdilakukanmelaluiPuskesmasmaupunlangsu
ngkeDinasKesehatan.
b. Koordinasi, jejaringkerja dan kemitraanperludiperkuat agar
berjalandenganbaik,denganmenitikberatkan pada pembentukan Tim PPM
di tingkatkabupaten/kotadengankeanggotaan dan perannyasebagaiberikut:

Rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan pasien tuberkulosis
(case finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan
keberlangsungan pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan
Puskesmas. Karena itu perlu dikembangkan jejaring Rumah Sakit, baik jejaring
internal maupun eksternal. Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi
secara baik apabila angka default (default rate) <5% pada setiap Rumah Sakit.

a. Jejaring Internal Rumah Sakit


Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam RS yang meliputi
seluruh unit yang menangani pasien Tuberkulosis. Koordinasi kegiatan
dilaksanakan oleh Tim Dots RS. Tim dots RS mempunyai tugas
perencanaan, pelaksanaan, Monitoring serta evaluasi kegiatan Dots di RS.
Tim Dots berada di bawah kepala bidang pelayanan dan non medik dan
dikukuhkan dengan SK Direktur Rumah sakit.

PIMPINAN RS
Ka. Bidang Pelayanan Medik dan Non Medik

TIM DOTS dan


MTPTRO
UNIT DOTS

LABORATORIUM

POLI SPESIALIS RADIOLOGI

UGD FARMASI

RAWAT INAP REKAM MEDIS

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 24


PKMRS
Fungsi masing-masing unit dalam jejaring internal RS:
1. Unit DOTS dan MTPTRO berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh
pasien tuberkulosis di Rumah Sakit dan pusat informasi tentang
tuberkulosis. Kegiatannya juga meliputi konseling,penentuan klasifikasi dan
tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan PMO, follow up hasil
pengobatan dan pencatatan.
2. Poliklinik spesialis dan IGD berfungsi menjaring tersangka pasien
tuberkulosis, menegakkan diagnosis dan mengirim pasien unit DOTSdan
MTPTRO RS.
3. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dan MTPTRO dalam
melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan.
4. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.
5. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
6. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap
ketersediaan OAT.
7. Rekam medis atau petugas administrasi berfungsi sebagai pendukung unit
DOTS dan MTPTRO dalam pencatatan dan pelaporan pasien TB.
8. PKMRS berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dan MTPTRO dalam
kegiatan penyuluhan.
Alur penatalaksanaan pasien tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Daerah
Sekayu

Alur Penatalaksanaan Pasien TB di Rumah


Sakit
Poli Lab Mikrobiologi
Pasien Umum Spesialis
Radiologi
UGD
Patologi Anatomi
i
Rawat Inap
Patologi Klinik

Unit
DOTS

Farmasi

Rekam Medis
PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 25

PKM RS
UPK Lain

a. Suspek tuberkulosis atau pasien tuberkulosis dapat datang ke Poli Rawat


Jalan/IGD atau langsung ke Poliklinik Spesialis(Penyakit Dalam, Anak,
Syaraf, Kulit, Bedah, Obgyn, THT, Mata).
b. Suspek tuberkulosis dikirim untuk dalakukan pemeriksaan
penunjang(Laboratorium, Mikrobiologi, PK, PA, Radiologi).
c. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke Dokter yang bersangkutan.
Diagnosis dan klasifikasi dilakukan oleh Dokter poliklinik masing-masing
atau unit DOTS dan MTPTRO.
d. Setelah diagnosis tuberkulosis ditegakkan pasien dikirim ke unit DOTS atau
MTPTRO untuk registrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di RS
tersebut), penentuan PMO,penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian
Kartu Pengobatan Tuberkulosis (TB-01). Bila pasien tidak menggunakan
obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan di poliklinik masing-masing
dan kemudian dilaporkan ke unit DOTS.
e. Bila ada pasien tuberkulosis yang dirawat di bangsal, petugas bangsal
menghubungi unit DOTS atau MTPTRO untuk registrasi pasien (bila pasien
meneruskan pengobatan di RS tersebut). Paket OAT dapat diambil di unit
Farmasi yang khusus mengelola OAT.
f. Pasien tuberkulosis yang di rawat inap, saat akan keluar dari RS harus
melalui unit DOTS atau MTPTRO untuk konseling dan penanganan lebih
lanjut dalam pengobatan.
g. Rujukan (pindah) dari atau ke UPK lain,berkoordinasidengan unit DOTS
atau MTPTRO.

b. Jejaring Eksternal Rumah Sakit


Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit, Puskesmas, dan UPK lainnya dalam penaggulangan TB dengan
strategi DOTS atau MTPTRO.Tujuan jejaring eksternal:

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 26


1. Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan DOS dan
MTPTRO yang berkualitas, mulai dari diagnosis, evaluasi dan follow up
pengobatan hingga akhir pengobatan.
2. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga
mengurangi jumlah pasien yang putus berobat.

Dinas kesehatan berfungsi untuk:


- Kooordinasi antara RS dan fasilitas pelayanan kesehatan lain.
- Menyusun prosedur tetap atau Standar Prosedur Operasional jejaring
penanganan pasien tuberkulosis.
- Koordinasi sistem surveilans.
- Menyusun perencanaan, memantau, melakukan supervisi dan
mengevaluasi penerapan strategi DOTS dan MTPTRO di RS.
- Menyediakan tenaga/ petugas untuk mengumpulkan laporan.

Agar jejaring dapat berjalan baik diperlukan:


1. Seorang koordinator jejaring DOTS atau MTPTRO RS di tingkat
Propinsi/Kabupaten/Kota yang bekerja penuh waktu.
2. Peran aktif Wasor Propinsi/Kabupaten/Kota.
3. Mekanisme jejaring antar institusi yang jelas.
4. Tersedianya alat bantu kelancaran proses rujukan antara lain berupa:
o formulir rujukan
o daftar nama dan alamat lengkap pasien yang di rujuk
o daftar nama dan nomor telepon petugas penanggung jawab di UPK
5. Dukungan dan kerja sama antara UPK pengirim pasien TB dengan UPK
penerima rujukan.
6. Pertemuan koordinasi secara berkala minimal setiap 3 bulan antara Komite
DOTS dan MTPTRO dengan UPK yang dikoordinasi oleh Dinkes
Kabupaten/Kota setempat dengan melibatkan semua pihak lain yang terkait.

Tugas Koordinator Jejaring DOTS atau MTPTRO Rumah Sakit


a. Memastikan mekanisme jejaring seperti yang tersebut di atas berjalan
dengan baik
b. Memfasilitasi rujukan antar UPK dan antar Propinsi/Kabupaten/Kota.
c. Memastikan pasien yang di rujuk melanjutkan pengobatan ke UPK yang
dituju dan menyelesaikan pengobatan.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 27


d. Memastikan setiap pasien mangkir dilacak dan ditindak lanjut.
e. Supervisi pelaksanaan kegiatan di unit DOTS atau MTPTRO.
f. Validasi data pasien di RS.
g. Monitoring dan evaluasi kemajuan ekspansi Tim DOTS atau MTPTRO.

C. MEKANISME RUJUKAN DAN PINDAH


Prinsipnya adalah memastikan pasien tuberkulosis yang di rujuk/pindah akan
menyelesaikan pengobatannya dengan benar di tempat lain
 Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain (dalam satu
kabupaten/kota).
a. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di RS, maka harus
dibuatkan Kartu Pengobatan TB (TB-01) di Rumah Sakit.
b. Untuk pasien yang di rujuk dari RS surat pengantar atau formulir TB.09
dengan menyertakan TB.01 dan OAT (bila telah dibuat pengobatan).
c. Formulir TB.09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk
diserahkan kepada UPK yang di tuju.
d. Rumah Sakit memberikan informasi langsung (telepon atau pesan
singkat) ke koordinasi HDL tentang pasien yang dirujuk.
e. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan
mengirimkan kembali TB.09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal.
f. Koordinasi HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan
pengobatan di UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon
atau pesan singkat).
g. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas tuberkulosis
UPK yang dituju melacak sesuai dengan alamat pasien.
h. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal dan wasor
tentang pasien yang dirujuk.
 Mekanisme merujuk pasien dari rumah sakit ke UPK Kabupaten/Kota lain
sama dengan di atas, dengan tambahan:
a. Informasi rujukan diteruskan ke koordinasi HDL Propinsi yang akan
menginformasikan ke koordinator Kabupaten/Kota yang menerima
rujukan, secara telepon langsung atau dengan pesan singkat.
b. Koordinator HDL Propinsi memastikan bahwa pasien yang di rujuk telah
melanjutkan pengobatan ke tempat rujukan yang dituju.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 28


c. Bila pasien tidak ditemukan maka koordinator HDL Propinsi harus
menginformasikan kepada Wasor atau koordinator HDL Kabupaten/Kota
untuk melakukan pelacakan pasien.

D. PELACAKAN KASUS MANGKIR DI RUMAH SAKIT


Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutantidak datang untuk
periksa ulang/mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan.
Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada
fase lanjutan, maka petugas di unit DOTS atau MTPTRO RS harus segera
melakukan tindakan di bawah ini:
a. Menghubungi pasien langsung/PMO.
b. Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke Wasor
Kabupaten atau Kota atau langsung ke Puskesmas agar segera dilakukan
pelacakan.
c. Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas segera di
informasikan kepada Rumah Sakit. Bila proses ini menemui hambatan,
harus diberitahukan ke koordinator jejaring DOTS Rumah Sakit.

E. PILIHAN PENANGANAN PASIEN BERDASARKAN KESEPAKATAN


ANTARA PASIEN DAN DOKTER

Rumah Sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien


Tuberkulosis sesuai dengan kemampuan masing-masing seperti terlihat pada
bagan di bawah ini.
Piliha Diagnos Klasifikas Mulai Pengobata Konsultas Pencatata
n a i Pengobata n i Klinis n
n Pelaporan
1
2
3
4

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 29


DI RUMAH SAKIT

DI PUSKESMAS

Semua unit layanan yang menemukan suspek TB paru, memberikan informasi,


kepada yang bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan (informed
decision) dalam mendapatkan pelayanan (diagnosis dan pengobatan), serta
menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa pertimbangan :
a. Tingkat sosial ekonomi pasien
b. Biaya konsultasi
c. Lokasi tempat tinggal (jarak dan keadaan geografis)
d. Biaya transportasi
e. Kemampuan Rumah Sakit

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 30


BAB V
PELAYANAN TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI
DOTS DAN MTPTRO

Standar 1. Falsafah dan Tujuan


a. Falsafah
Pelayanan TB menggunakan strategi DOTS DAN MTPTRO disediakan dan
diberikan kepada pasien sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir
dan standar yang telah disepakati oleh seluruh organisasi profesi di dunia, serta
memanfaatkan kemampuan dan fasilitas Rumah sakit secara optimal.
b. Tujuan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB di Rumah sakit melalui
penerapan strategi DOTS secara optimal dengan mengupayakan kesembuhan
dan pemulihan pasien melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung
jawabkan serta memenuhi etika kedokteran.
c. Kriteria
1. Setiap pelayanan TB dengan strategi DOTS bagi pasien TB harus
berdasarkan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional
2. Setiap pelayanan TB harus berdasarkan Internasional Standard For
Tuberculosis Care (ISTC) atau standar diagnosis, pengobatan dan tanggung
jawab kesehatan masyarakat

Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan


Keputusan Menkes Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis mengamanatkan bahwa penanggulangan terhadap
TB merupakan program nasional yang wajib dilakukan oleh setiap institusi
pelayanan kesehatan dan menjadi dasar bagi semua pelaksanaan penanganan TB.
Mengingat pelaksanaan pelayanan TB di Rumah Sakit sangat rumit dengan
keterlibatan pelbagai bidang disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di
poliklinik maupun bangsal bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta rujukan
pasien dan spesimen. Maka dalam pengelolaan TB di Rumah sakit di butuhkan
manajemen tersendiri dengan dibentuknya Tim DOTS di Rumah Sakit.
Kriteria :

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 31


Direktur berfungsi sebagai administrator. Fungsi administrator sebagai :
a. Membuat kebijakan dan melaksanakannya
b. Mengintegrasikan, merencanakan dan mengkoordinasikan pelayanan
c. Melaksanakan pengembangan staf dan pendidikan/pelatihan
d. Melakukan pengawasan terhadap penerapan standar pelayanan
medis/kedokteran termasuk medicolegal.
e. Berkoordinasi dengan komite medik untuk memfasilitasi implementasi etika
kedokteran dan mutu profesi, penetapan Standar Pelayanan Medis dan SPO
f. Membentuk tim DOTS yang dipimpin oleh ketua/pimpinan yang berfungsi
1. Pengatur administrasi
2. Pengatur pengembangan staf
3. Pengawas kualitas pelayanan agar sesuai dengan SPM
4. Pengawas bahwa penanganan pasien TB di Rumah Sakit menggunakan
strategi DOTS dan jejaring internal berjalan optimal serta aktif melaksanakan
jejaring eksternal
5. Pengawas bahwa pencatatan pelaporan baik kepada Direktur maupun
Dinkes Kabupaten/kota semuanya terlaksana dengan benar dan tepat waktu

Standar 3 Staf dan Pimpinan


Penempatan, penetapan, hak dan kewajiban staf medis untuk pelayanan TB
dengan strategi DOTS oleh pimpinan RS.
1. Ada pengorganisasian kelompok SMF berasal dari unit terkait dengan pasien TB
dalam wadah fungsional yaitu Tim DOTS atau MTPTRO.
2. Tim DOTS dan Tim MTPTRO mempunyai uraian tugas, fungsi dan kewajiban
yang jelas.
3. Staf medik dalam tim DOTS dan MTPTRO berperan aktif dalam membuat
standar prosedur operasional (SPO) bagi pelayanan pasien TB.
Kriteria
- Pimpinan Rumah Sakit membentuk Tim DOTS atau MTPTRO sebagai wadah
khusus dalam pengelolaan pasien TB di Rumah Sakit.
- Pembentukan tim DOTS atau Tim MTPTRO di Rumah sakit bersifat fungsional
ditetapkan melalui surat Keputusan Direktur rumah sakit.
- Tim DOTS di rumah sakit berada di bawah koordinasi direktur atau bidang
pelayanan medik.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 32


Tugas fungsi serta wewenang tim DOTS dan Tim MTPTRO di rumah sakit
ditetapkan berdasarkan kompetensi dan diatur sebagai berikut :
1. Ketua Tim DOTS atau Tim MTPTRO Rumah Sakit
a. Ketua Tim DOTS atau Tim MTPTRO adalah seorang dokter spesialis paru
atau penyakit dalam atau dokter spesialis atau dokter umum yang
bersertifikat Pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di
Rumah Sakit (PPTS DOTS)
b. Ketua tim DOTS merangkap sebagai anggota
2. Anggota
a. SMF paru
b. SMF Penyakit dalam
c. SMF kesehatan anak
d. SMF lainnya bila ada (bedah, obgyn, kulit kelamin dan syaraf dan lain-lain)
e. Instalasi laboratorium (PA, PK, mikro)
f. Instalasi farmasi
g. Perawat rawat inap dan perawat rawat jalan terlatih
h. Petugas pencatatan dan pelaporan
i. Petugas PKMRS
Apabila rumah sakit tidak dapat membentuk Tim DOTS karena keterbatasan tenaga
profesional maka paling sedikit ada 3 orang staf rumah sakit yang menjalankan
tugas untuk mengkoordinir pelaksanaan strategi DOTS di Rumah Sakit yaitu :
- Seorang dokter
- Seorang perawat
- Seorang petugas laboratorium
Ketiga petugas tersebut diatas harus bersertifikat pelatihan pelayanan tuberkulosis
dengan strategi DOTS di Rumah Sakit.
Tugas tim DOTS di rumah sakit adalah Menjamin terselenggaranya pelayanan TB
dengan membentuk unit DOTS di Rumah Sakit sesuai dengan strategi DOTS
termasuk sistem jejaring internal dan eksternal.
Dalam melaksanakan tugasnya tim DOTS di rumah sakit melakukan :
1. Perencanaan terhadap semua kebutuhan bagi terselenggaranya pelayanan TB
di rumah sakit meliputi :
- Tenaga terlatih
- Anggaran

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 33


- Obat-obatan
- Reagensia
- Peralatan
- Pencatatan dan pelaporan
2. Pelaksanaan. Tim DOTS atau Tim MTPTRO RS mengadakan rapat rutin untuk
membicarakan semua hal temuan terkait dengan pelaksanaan pelayanan
terhadap pasien TB di RS
3. Monitoring dan evaluasi
Tim DOTS RS menyelenggarakan Monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan pelayanan DOTS di RS.dalam pelaksanaanya tim DOTS
berkoordinasi dengan setiap SMF dan unit DOTS .
Hal – hal penting yang perlu diperhatikan dalam Monitoring dan evaluasi :
a. Kepatuhan terhadap tata laksana penegakkan diagnosis dengan
menggunakan pemeriksaan mikroskopis.
b. Kepatuhan dokter menerapkan ISTC dan SPO dalam pengobatan TB
(standar diagnosis, terapi dan tanggung jawab kesehatan masyarakat).
c. Monitoring terhadap keteraturan pasien TB untuk menyelesaikan
pengobatan
d. Monitoring terhadap pelaksanaan SPO bagi Pengawas Menelan Obat
(PMO).
e. Kepatuhan melaksanakan SPO jejaring internal dan eksternal
f. Rujukan pasien dan hasil umpan baliknya
g. Ketersediaan logistik OAT dan non OAT, yang dibutuhkan dalam pelayanan
terhadap pasien TB di Rumah Sakit
h. Kepatuhan terhadap pencatatan dan pelaporan (pengisian formulir TB) serta
ketersediaannya tepat waktu
i. Kepatuhan staf rumah sakit terhadap pelaksanaan semua kebijakan yang
ditetapkan oleh direktur rumah sakit
j. Setiap pasien TB dicatat dengan pencatatan dan pelaporan tersendiri
termasuk laboratorium dan menggunakan formulir TB dari 01,02,03 UPK, 04,
05, 06,09, 10)
k. Pencatatan pasien TB terkait dengan kasus rujukan dan kasus mangkir

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 34


Tim DOTS dan Tim MTPTRO menyusun laporan hasil pertemuan dan hasil
Monitoring evaluasi dan disampaikan secara tertulis kepada Direktur rumah
sakit setiap triwulan untuk diketahui atau ditindaklanjuti.

Standar 4. Fasilitas dan Peralatan


Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan
dan fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB
Kriteria :
a. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB (unit DOTS atau TB-RO)
yang berfungsi sebagai pusat pelayanan TB di RS meliputi kegiatan
diagnostik, pengobatan, pencatatan dan pelaporan serta menjadi pusat
jejaring internal dan eksternal DOTS atau MTPTRO.
b. Ruangan tersebut memenuhi persyaratan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI-TB) di Rumah sakit
c. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB
d. Tersedia ruangan/sarana bagi penyelenggaraan KIE terhadap pasien TB
dan keluarga.
e. Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan
mikroskopis dahak.

Standar 5. Kebijakan dan Prosedur


Dalam menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh staf medis ikut berperan serta
dalam pengembangan kebijakan, langkah-langkah dasar, Keputusan dan peraturan,
serta pelayanan TB yang sesuai dengan strategi DOTS dan MTPTRO berdasarkan
ISTC.

Syarat :
a. Ada kebijakan/ketentuan/pedoman dan prosedur tertulis yang harus menjadi
acuan pokok bagi semua staf medik dalam melaksanakan tugas sehari-hari
b. Ada kebijakan/ketentuan/pedoman tentang jejaring internal dan eksternal dalam
pelayanan pasien
c. Ada kebijakan/ketentuan/pedoman tentang pelayanan pasien TB bagi orang
miskin

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 35


d. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang OAT, ketersediaan obat bila terjadi
kekosongan
e. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang pelayanan pasien TB di rawat jalan
f. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang pelayanan pasien TB di rawat inap
g. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang pelayanan TB di Unit Gawat Darurat
h. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang pengelolaan pasien dengan MDR, HIV
i. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang pasien yang mangkir
j. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang rujukan pasien ke UPK lain
k. Kebijakan/ketentuan/prosedur tentang cross check spesimen
l. Kebijakan tentang OAT masuk dalam formularium RS (baik obat program
maupun diluar program, Jamkesmas, Askes dll).
m. Ada kebijakan bahwa staf medik membantu pimpinan rumah sakit dalam
perencanaan, penggunaan dan pemeliharaan persediaan fasilitas dan
peralatan pelayanan medis.
n. Ada kebijakan dan prosedur mekanisme untuk mengawasi memonitor dan
mengevaluasi penerapan standar Pelayanan TB di rumah sakit
o. Ada kebijakan dan prosedur mekanisme untuk menentukan standar pelayanan
minimal atau indikator keberhasilan pelayanan TB di rumah sakit. (Angka
pemeriksaan mikroskopis dahak, menurunnya angka drop out, kesalahan baca
laboratorium, angka konversi, angka keberhasilan rujukan sebagainya).
p. Adanya kebijakan dan prosedur tentang pemenuhan standar pencegahan dan
pengendalian infeksi TB di Rumah Sakit (standar manajerial, administrasi,
lingkungan dan alat pelindung diri).
q. Ada kebijakan dan prosedur bagi rumah sakit yang digunakan sebagai lahan
pendidikan, pelatihan dan penelitian terkait TB

Standar 6. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan


Pimpinan Rumah sakit selalu menunjukkan komitmen dalam mendukung pendidikan
berkelanjutan (Continuing Professional Development) khusus bagi petugas yang
melayani pasien TB.
Kriteria :
a. Ada analisis kebutuhan pelatihan teknis dan pendidikan dalam rangka
pengembangan pelayanan medis TB di rumah sakit yang dibuat secara periodik

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 36


b. Ada program pendidikan, pelatihan spesialistik dan pendidikan pelatihan
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis TB rumah sakit.
Setiap anggota dalam Tim DOTS wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
terkait dengan TB.

Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu


Pimpinan rumah sakit harus melaksanakan evaluasi pelayanan dan pengendalian
mutu TB.
Kriteria :
a. Ada program/kegiatan peningkatan mutu pelayanan medis TB yang ditetapkan
oleh pimpinan rumah sakit dengan melakukan kegiatan audit medik
b. Ada pertemuan berkala secara formal antara pimpinan RS dan komite medik /
Tim DOTS untuk membahas, merencanakan dan mengevaluasi pelayanan
medis serta upaya peningkatan mutu pelayanan medis TB
c. Ada laporan data/statistik serta hasil analisa pelayanan medis TB rumah sakit
d. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring internal
e. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring eksternal
f. Ada rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 37


BAB VI
PENUTUP

Pedoman manajerial pelayanan TB dengan strategi DOTS merupakan bahan


rujukan bagi pimpinan rumah sakit dalam rangka pelayanan TB. Penyusunan
pedoman ini telah melibatkan para pimpinan rumah sakit dari berbagai kelas, baik
swasta maupun pemerintah, organisasi profesi, dinas kesehatan dan perhimpunan
rumah sakit. Pedoman manajerial ini akan digunakan sebagai bahan rujukan
akreditasi rumah sakit.

Pihak rumah sakit dapat menerapkan pedoman ini sesuai dengan kemampuan,
jenis dan kelas rumah sakit. Pemerintah daerah dapat menggunakan pedoman ini
sebagai acuan untuk memenuhi sumber daya rumah sakit dalam rangka mencapai
standar pelayanan minimal rumah sakit.
Pedoman pelayanan ini senantiasa akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu
dan teknologi serta kebijakan dan peraturan program pengendalian TB Nasional
yang berlaku.

Keberhasilan pelaksanaan Strategi DOTS dan MTPTRO di Rumah Sakit sangat


bergantung pada komitmen dan kemampuan para penyelenggara pelayanan
kesehatan serta dukungan stake holder terkait untuk dapat mencapai hasil yang
optimal.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 38


LAMPIRAN

1. SK Penetapan Pelayanan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu


2. SK Tim Manajemen terpadu pelayanan DOTS & MTPTRO
3. Panduan pelayanan DOTS & MTPTRO
4. Struktur Tim DOTS & MTPTRO
5.

PANDUAN PELAYANAN TB-DOTS DAN MTPTRO 39

Anda mungkin juga menyukai