Anda di halaman 1dari 11

Laporan Individu

Palu, 04 Oktober 2014

LAPORAN TUTORIAL
MODUL 1
“GASTROENTEROHEPATOLOGI”

DISUSUN OLEH :

Nama : Andi Muh. Wahyoeri Saputra

Stambuk : (12-777-048)

Kelompok : IV ( empat )

Pembimbing : dr. Moh. Fany Rahmatu

BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

PROGRAM STUDIPENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2014
SKENARIO

Seorang wanita berusia 17 Tahun dibawa ke IGD rumah sakit dengan keluhan
utama sakit perut di daerah kanan bawah. Rasa sakit ini datang tiba-tiba yang
membuat ia terbangun dari tidur tadi malam karena kesakitan. Keluhan utama di
atas disertai asa mual dan beberapa kali muntah. Pasien juga mengeluh
mengalami menggigil.

Kata sulit

a. Mual, dapat dijelaskan sebagai perasan yang tidak enak dibelakang


tenggorokan dan epigastrium
b. Muntah, didefinisikan sebagai suatu reflex yang menyebabkan
dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut.
c. Mengigil, Menggigil adalah aktivitas otot involunter dan berulang-
ulang untuk menambah produksi panas. Menggigil (Shivering)
terjadi bila suhu di region pra optic hipotalamus lebih rendah dari
suhu permukaan

Kata Kunci

1. Wanita 17 tahun
2. Sakit perut kanan bawah
3. Bangun malam hari karena kesakitan
4. Disertai Mual dan muntah
5. Mengigil

TUGAS :
1. Bagaimana mekanisme mual dan muntah?
2. Jelaskan Ulcerative Colitis/Kolitis Ulserasi !

Jawaban: :

1. MEKANISME MUAL DAN MUNTAH


Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun
beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah
telah diketahui. Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf
yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf –saraf ini menerima input dari :
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
1. Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual
karena penyakit telinga tengah)
2. Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
3. Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan
cedera fisik
4. Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
5. Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ.

Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus yaitu :
1. Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh
kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama
operasi.
2. Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif
terhadap stimulus kimia.

Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata,


memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus
solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di
area postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat
muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal,
peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari
korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius,
CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga
merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar
darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung
merangsang CTZ.

Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut
yang tidak nyaman. Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual
muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan
jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih. Sistem vestibular
dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan
pada vestibular telinga tengah.

Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1)
dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang
tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik.
Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang.
Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah
mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot-
otot perut untuk melakukan refleks muntah.

Mekanisme mual dan muntah


2. KOLITIS ULSERASI
Kolitis Ulserasi (KU) merupakan salah satu bentuk inflamatory bowel
disease (IBD). Bentuk yang lin adalah Kolitis Crohn ( KC) dan Kolitis
Indeterminate (KI). Kolitis Ulserasi adalah penyakit inflamasi kronik yang
terutama menyerang mukosa kolon tanpa pembentukan granuloma, dimulai dari
rektum , menyebar merata ke proksimal sehingga tidak dijumpai bagianbagian
yang bebas inflamasi dan mempunyai kecenderungan remisi dan relap. Terdapat
perbedaan yang nyata prevalensi KU di negara-negara Eropa Utara dan
Amerika Utara dengan negara-negara Eropa Selatan dan negara sedang
berkembang. Walaupun demikian prevalensi di Eropa Selatan dan beberapa
Negara berkembang termasuk Indonesia, mempunyai kecenderungan
meningkat. Kecenderungan itu sering dihubungkan dengan perubahan gaya
hidup yang seakan-akan meniru gaya hidup negara maju. Sedangkan di negara
maju prevalensi KU cenderung stabil untuk beberapa dekade terakhir ini.

PATOMEKANISME
Mekanisme dasar yang menimbulkan IB D adalah respons inflamasi yang
berlebihan terhadap antigen terutama dari bakteri komensal dari lumen usus
pada seseorang yang mempunyai ciri-ciri genetik dan lingkungan tertentu. .
Ciri-ciri khusus IBD aktif adalah terdapat peningkatan infiltrasi sel-sel sistem
imun innate dan sel- sel sistem imun adaptif di lamina propria. Peningkatan
jumlah dan aktivitas sel-sel tersebut akan menyebabkan peningkatan kadar
Tumor nekrosis faktor α (TNF α), Interleukin-1β, Interferon-γ dan sitokin-
sitokin dari interleukin-23-Th17 pathway di mukosa usus. Ini menunjukkan
bahwa terjadi disregulasi sistem imun di usus yang menimbulkan inflamasi
berlebihan. Teori etiologi IBD yang pada saat ini banyak dianut adalah : Pada
seseorang yang mempunyai ciri-ciri genetik tertentu, mengalami infeksi spesifik
pada lumen usus sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan mikrobiota
usus atau yang disebut dengan disbiosis. Ciri-ciri genetik tersebut menyebabkan
kemampuan barier mukosa terhadap invasi kuman melemah sedangkan regulasi
imunologik usus terganggu yang menyebabkan terjadi inflamasi berlebihan dan
terus-menerus.

Etiologi inflatory bowel disease.


Infeksi spesifik persisten
Disbiosis
Gangguan fungsi barrier mukosa usus
Gangguan regulasi Imunologik usus

Banyak penelitian yang mampu membuat identikasi beberapa ciri genetik


yang berhubungan dengan IBD. Gen yang berhubungan dengan respons imun
innate : NOD2 ( nucleotide binding oligomerization domain 2), ATG-16L1 (
Autophagy related, 16 like ), IRGM (immunity-relate GTPaseM), berkorelasi
kuat dengan KC tetapi tidak dengan KU. Gen yang mengatur pathway
interleukin 23-th17 : IL 23R, IL 12B, STAT 3 ( signal transducer and activator
of transcription 3), CCR 6 ( Chemokine receptor 6) mepunyai korelasi dengan
KC maupun KU. Gen lain misalnya yang mengatur MHC, PLA2G2E (
secretory phospholipase A2), IL 10, IL γ, mempunyai korelasi kuat dengan KU,
tetapi tidak dengan KC.

DIAGNOSIS
Keluhan utama KU adalah diare lendir-darah, rectal urgency dan
tenesmus. Keluhan tersebut menunjukkan lesi berasal dari rektum. Perluasan
lesi ke proksimal sering terjadi walaupun tidak pada setiap kasus. Lesi yang
meluas dapat diprediksi dari keluhan dan tanda klinik yang semakin berat.
Gambaran klinik fulminan, menunjukkan sudah terjadi pankolitis atau inflamasi
berat walaupun belum melampaui flexura lienalis. Terdapat beberapa kriteria
klinik untuk menilai KU.
Kriteria Truelove and Witts yang kemudian dimodifikasi oleh beberapa
ahli merupakan kriteria klinik yang dapat digunakan dengan baik untuk
kepentingan klinik.

Kriteria aktivitas penyakit pada KU, menurut Truelove and Witts


1. Ringan Sedang antara berat
2. ringan dan
3. berat

Bab berdarah / hari < 4 kali 4 atau lebih bila > 6 dan
Nadi < 90 /menit < 90 / menit > 90/menit atau
Suhu < 37,5°C < 37,8°C > 37,8°Catau
Hemoglobin > 11,5 > 10,5 < 10,5 atau
LED < 20 mm < 30 mm > 30 mm
Atau CRP normal < 30 mg/L > 30 mg/l

Diagnosis KU ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Klinik,


sigmoidoskopi atau kolonoskopi dan histopatologi. Tidak ada standar emas
untuk diagnosis KU. Harus dicari faktor risiko yang memicu eksaserbasi.
Faktor-faktor risiko itu adalah tidak atau berhenti merokok , obat anti inflamasi
non steroid dan infeksi. Studi mikrobiologi untuk feses dan pemeriksaan
serologi terhadap Clostridium difficile sebaiknya dilakukan. Infeksi oleh
Clostridium defficile akan menyebabkan perjalanan IBD khususnya KU
memburuk, kemungkinan kolektomi meningkat demikian pula angka kematian
akan semakin tinggi.
Protosigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat menunjukkan bentuk-bentuk
khas kolitis ulserasi.
Gambaran khas kolitis ulserasi pada kolonoskopi adalah : vascular pattern
normal hilang, terdapat granulasi, mukosa menjadi sangat mudah berdarah
bahkan oleh rangsang sangat ringan dan ulserasi. Lesi seperti ini tampak nyata
di rektum distal, meluas keproksimal, merata tanpa ada bagian yang sehat,
simetris circumferencial. Kadang-kadang penyebaran inflamasi dapat mengenai
seluruh kolon, disebut pankolitis. Pada sebagian kecil pasien menunjukkan lesi
terbatas hanya di cecum selain distal rektum. Pada pasien seperti ini
pemeriksaan histopatologi akan sangat membantu untuk memisahkannya
dengan KC. Kadang-kadang imaging study dapat memisahkan kedua jenis IBD
tersebut karena lesi KU selalu terbatas pada kolon.Distribusi KU penting untuk
menilai keparahan penyakit dan memilih jenis pengobatan.

Distribusi kolitis ulserasi


Term Distribusi Diskripsi
E1 Proktitis Lesi terbatas pada rektum ( dapat sampai distal rekto-sigmoid )
E2 Left-sided Lesi terbatas pada kolon bagian kiri, bagian distal fleksura lienalis
E3 Ekstensif Lesi meluas ke proksimal melewati flexura lienalis

Tidak ada standar emas untuk KU secara histopatologi. Biasanya akan


dijumpai : mukosa yang tampak separasi, distorsi, atrofi kripte, peningkatan
jumlah sel inflamasi kronik pada lamina propria : limfosit dan sel plasma pada
basal kripte tetapi pada epitelium kripte lebih banyak dijumpai netrofil.
Perubahan-perubahan tersebut tidak menyentuh mukosa muskularis dan agregat
limfoid kolon. Abses kripte bukan merupakan gambaran spesifik untuk
inflamasi karena KU. Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan serologi.
Perinuclear Antineutrophil Cytoplasmic Antibodies (pANCA) banyak diteliti
untuk pasien IBD. Baik KU (60-70%) maupun KC (40%) menunjukkan hasil
positif. Anti-Saccharomyces cerevisiae antibodies (ASCA) dikatakan lebih
spesifik bila digunakan dalam kombinasi dengan pANCA dari pada bila
digunakan sebagai pemeriksaan tunggal. Untuk KU, pANCA positif plus ASCA
negatif mempunyai sensitivitas 70% dan spesivitas 93,4%. Karena sensitivitas
yang tidak cukup tinggi dan mahal pemeriksaan serologik belum dianjurkan
sebagai pemeriksaan rutin.

PENGOBATAN
Pengobatan KU bertujuan untuk menghilangkan inflamasi pada keadaan
akut dan mempertahankan remisi .Secara umum pengobatan ditentukan oleh
beratnya keadaan klinik dan luasnya lesi kolon. Kira-kira 60-70% pasien yang
mendapat terapi medik adequat dapat mencapai remisi. Kira-kira 80% pasien
yang dapat menerima terapi penahan dengan baik akan dapat mempertahankan
remisi yang telah dicapai nya.
Kolitis ulserasi distal ( proktitis dan left sided ) derajat ringan sampai
sedang dapat diterapi dengan aminosalisilat oral, mesalamin topikal, atau
steroid topikal. Dari ketiga jenis terapi tersebut, mesalamin topikal meberikan
hasil paling baik. Tetapi kombinasi aminosalisilat ( 5- ASA) oral dan topikal
lebih baik bila dibandingkan dengan terapi tunggal. Steroid oral diperlukan
hanya bila dengan cara terapi seperti tersebut diatas sampai dosis maksimal,
tidak tercapai remisi.
Kolitis ulserasi ekstensif derajat ringan sampai sedang terapi dimulai
dengan preparat 5-ASA dengan dosis sampai 6 gram/hari bila menggunakan
sulfasalasin atau 4,8 gram/hari bila menggunakan mezalasin. Steroid oral
diberikan bila dijumpai gambaran klinik amat berat atau pasien retracter
terhadap aminosalisilat. Azatioprin dapat digunakan bila tidak memberikan
respons yang baik terhadap steroid. Aminosalisilat topikal dalam kombinasi
dengan terapi oral dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi mukosa rektum.
Infliximab suatu anti TNFalfa dapat diberikan pada pasien yang gagal atau tidak
dapat diterapi dengan semua obat tersebut diatas. Harganya yang mahal
membatasi penggunaan infliximab sebagai obat lini pertama. Kolitis ulserasi
berat atau refrakter terhadap semua obat oral dan topikal, sebaiknya dirawat
untuk mendapat terapi secara intravena. Gagal memberikan respons yang baik
setelah steroid intravena selama 7 – 10 hari merupakan indikasi untuk anti
calcineurin atau kolektomi.
Indikasi tindakan operasi pada KU adalah perdarahan yang tidak dapat
diatasi dengan terapi medik, perforasi, sangat mungkin terdapat karsinoma,
kolitis yang sangat berat apalagi diikuti dengan toksik megakolon.dan pasien
yang dengan terapi medik dalam dosis maksimal tetap tidak menunjukkan
respons yang baik atau timbul efek samping. Total kolektomi pada KU bersifat
kuratif walaupun tindakan ini bukan merupakan tindakan yang menyenangkan.
Sehingga harus dipertimbangkan dengan seksama, Aminosalisilat baik oral
maupun topikal merupakan obat terpilih untuk terapi penahan Proktitis dapat
digunakan suposatoria, sedangkan ekstensif sering memerlukan kombinasi oral
maupun supositoria. Kortikosteroid tidak dapat digunakan sebagai terapi
penahan karena efek samping yang sangat berat. Surveilance terhadap
karsinoma kolon sangat diperlukan pada KU ekstensif .Selain distribusi
anatomi, faktor risiko lain adalah lamanya penyakit. Kira-kira 2% pasien KU
ekstensif akan menderita karsinoma kolon setelah 10 tahun, menjadi 8% setelah
20 tahun dan menjadi 18% setelah 30 tahun. Proktitis dan KU sebelah kiri
mempunyai risiko yang sama dengan populasi normal untuk mendapatkan
karsinoma kolon.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham C and cho JH. Mechanisms of disease. Inflammatory bowel


disease. N Engl J Med 2009; 361:2066-78.
2. Burger D, Travis S. Conventional Medical Management of inflamatory
Bowel Disease. Gastroenterology 2011;140:1827-1837.
3. Carter MJ, Lobo AJ, Travis SPL. Guidelines for the management of
inflamatory bowel Disease in adults. Gut 2004;53(suppl) vi-v6
4. Mowat C, Cole A, Al Winsor, et al. Guidelines for the management of
inflamatory bowel disease in adults. Gut 2011; 60: 571-607
5. Stange EF, Travis SPL, Vermeire S, et al. European evidence-based
consensus on the diagnosis and management of ulcerative colitis : Definitions
and diagnosis. ECCO consensus on UC: Definition and diagnosis.
6. Langan RC, Gotcsh PB, Krafczyk M et al. Ulcerative colitis : diagnosis aqnd
treatment. Am Fam Physician 2007;76: 1323 -1330.
7. Kornbluth A and Sachar DB. Ulcerative colitis Practice Guidelines in adults
(Update): American college of gastroenterology, practice parameters committe.
Am J gastroenterol.
2004

Anda mungkin juga menyukai