Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides 1994).

Kondisi kesehatan fisik dan mental pada orang lansia biasanya mulai
menurun. Beberapa perubahan fisik yang dia’

iasikan dengan penuaan dapat terlihat jelas oleh seseorang pengamat


biasa meskipun mereka berdampak pada beberapa lansia lebih dari yang lain.

Saat ini, jumlah masyarakat Indonesia hampir sekitar 250 juta dan
komposisi masyarakatnya juga sangat beragam. Dan Indonesia dikenal
sebagai negara yang memiliki komposisi masyarakat yang disebut “Triple
Burden”, dimana jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi, masih dominannya
penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat. Seiring
meningkatnya jumlah lansia, berbagai macam gangguan kesehatan juga dapat
dialami para lansia. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan kesehatan yang
mampu mengatasi permasalahn lansia, diantaranya dengan tindakan
keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana tahap pengkajian asuhan keperawatan pada lansia?

b. Bagaimana tahap diagnosa asuhan keperawatan pada lansia?

1
c. Bagaimana tahap perencanaan asuhan keperawatan pada lansia?

d. Bagaimana tahap tindakan asuhan keperawatan pada lansia?

e. Bagaimana tahap evaluasi asuhan keperawatan pada lansia?

f. Bagaimana tahap dokumentasi asuhan keperawatan pada lansia?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui


tahapan asuhan keperawatan pada lansia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengkajian Keperawatan pada Lansia

Pengkajian keperawatan pada lansia adalah tahap pertama dari proses


keperawatan. Tahap ini adalah tahap penting dalam rangkaian proses
keperawatan. Pada tahap pengkajian akan didapatkan berbagai informasi yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan masalah keperawatan pada
lansia. Keberhasilan dalam melakukan pengkajian keperawatan merupakan hal
penting untuk tahapan proses keperawatan selanjutnya.

a. Definisi pengkajian keperawatan lansia

Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan


situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi
penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi
kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data
obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan
dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data tentang
keluarga dan lingkungan yang ada.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengkajian pada lansia

1) Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi


penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis
meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.

2) Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.

3) Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang adekuat,
kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi
duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak,

3
bersikap sabar, relaks, tidak tergesa-gesa, beri kesempatan pada lansia untuk
berpikir, waspada tanda-tanda keletihan.

c. Data perubahan fisik, psikologis dan psikososial

1) Perubahan Fisik

2) Pengumpulan data dengan wawancara

a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,

b) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,

c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,

d) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran,

e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,

f) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,

g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna,

h) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam


minum obat.

Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik :

Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan


auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.

(1) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat


kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan
mempunyai daya ingatan menurun atau melemah,

(2) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak.
Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena
proses pemenuaan,

4
(3) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.

(4) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan), auskultasi


denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena jugularis,
apakah ada keluhan pusing, edema.

(5) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual,


muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang dan
rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung ada
pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan
inkontinensia alvi.

(6) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung kemih,
inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan,
desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air
kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya
kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.

(7) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban),


keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya
jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada gangguan-
gangguan umum.

(8) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya


tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa
bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot, kemampuan
melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk.

3) Perubahan psikologis, data yang dikaji:

a) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,

b) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,

5
c) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,

d) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,

e) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,

f) Apakah lansia sering mengalami kegagalan,

g) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,

h) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah.

4) Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:

a) Darimana sumber keuangan lansia,

b) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,

c) Dengan siapa dia tinggal,

d) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,

e) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,

f) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah,

g) Siapa saja yang bisa mengunjungi,

h) Seberapa besar ketergantungannya,

i) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang


ada.

6
5) Perubahan spiritual, data yang dikaji :

a) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan


agamanya,

b) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan


keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.

c) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa,

d) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

b) Pengkajian khusus pada lansia: pengkajian status fungsional,


pengkajian status kognitif
a. Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz

Tabel 1 : Pemeriksaan kemandirian lansia dengan Index Katz

Tabel 1 iIndex Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang
diperoleh.

7
b. Pengkajian status kognitif

1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi


intelektual lansia.

Tabel 2. Penilaian SPMSQ

2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa

Tabel 3. Penilaian MMSE

8
2.2 Diagnosa Keperawatan pada Lansia

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,


keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual dan potensial (NANDA,1990).

Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi yang


menjadi tanggung gugat perawat. Perumusan diagnosa keperawatan adalah
bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah.

Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan diagnosis


keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan
individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia, ataupun diagnosis
keperawatan pada kelompok lansia.

Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain gangguan nutrisi:


kurang/lebih; gangguan persepsi sensorik: pendengaran,penglihatan; kurangnya
perawatan diri; intoleransi aktivitas; gangguan pola tidur; perubahan pola
eliminasi; gangguan mobilitas fisik; risiko cedera; isolasi sosial: menarik diri;
harga diri rendah; cemas; reaksi berduka; marah; serta penolakan terhadap proses
penuaan.

9
Contoh diagnosis keperawatan lansia dengan masalah keperawatan
gangguan sensori persepsi: penglihatan adalah sebagai berikut.

1. Diagnosis keperawatan pada lansia secara individu: gangguan sensori-


persepsi: penglihatan yang berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan.
2. Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia di panti: risiko cedera pada
kelompok lansia di panti X yang berhubungan dengan penurunan
penglihatan ditandai dengan 80% lansia di panti X mengatakan tidak dapat
melihat jauh , 20% lansia di panti X pernah jatuh di selokan karena tidak
melihat jalan dengan jelas, 80% lansia di panti X tampak lensa matanya
keruh.

Uraian tentang diagnosis keperawatan pada lansia di bawah ini akan mengikuti
sistematika:

1. Gangguan pendengaran
2. Gangguan penglihatan
3. Gangguan pencernaan, nutrisi, dan hygiene rongga mulut
4. Gangguan eliminasi urine
5. Gangguan kardiovaskular
6. Gangguan fungsi respiratorius
7. Gangguan mobilitas dan keselamatan
8. Gangguan pada kulit dan integumen
9. Gangguan pola tidur dan istirahat
10. Gangguan pengaturan suhu
11. Gangguan fungsi seksualitas
12. Kesalahan pemakaian obat

Adapun uraian ini selain berpatokan pada NANDA juga disarikan dari Miler, C.A.
(1995). Pada lampiran dimuat tabel diagnosis keperawatan.

1. Diagnosis keperawatan pada gangguan pendengaran

10
Seperti diketahui bahwa gangguan pendengaran bisa memberi konsekuensi
berupa isolasi sosial. Sehingga pada diagnosis keperawatan dapat
disebutkan sebagai gangguan komunikasi. Adapun gangguan ini
berhubungan dengan kondisi-kondisi pada lansia seperti: penurunan
pendengaran, gangguan nervus auditorius, obat-obatan ototoksik, dan
suara gaduh dari lingkungan.
Diagnosis keperawatan dalam bentuk konsekuensi antara lain berupa:
Ansietas, gangguan penyesuaian diri dan interaksi sosial, serta tidak
efektifnya koping individu. Bila keadaan ini berat, maka diagnosis
keperawatan bisa berbunyi risiko tinggi cedera, bahkan bisa berupa
konsekuensi paranoia atau gangguan perseptual sensorik.

2. Diagnosis keperawatan pada gangguan pengliahatan adalah berupa:


gangguan persepsi sensorik (penglihatan) yang berhubugan dengan
adanya: prebiopia, glaukoma, faktor eksternal.
Adapun perawatannya perlu disesuaikan dengan faktor-faktor penyebab.
Diagnosis keperawatan lainnya berupa risiko tinggi untuk terjadinya
ansietas, intoleransi aktivitas, gangguan pemeliharaan/ perawatan diri.
Kesemuanya ini erat hubungannya dengan gangguan interaksi sosial,
gangguan mobilitas fisik, serta risiko tinggi bagi terjadinya trauma.

3. Diagnosis keperawatan pada gangguan pencernaan, nutrisi, atau higiene


rongga mulut dapat berupa: (a). Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan reaksi obat, anoreksia, depresi, gangguan
mengunyah, isolasi sosial, tak mampu memasak/menyiapkan hidangan.
(b). Perubahan eliminasi defekasi berupa konstipasi yang berhubungan
dengan xerostomi, efek obat, gangguan mengunyah, penyakit periodontal,
menurunnya selera/daya pengecepan, gangguan gigi geligi, serta higiene
mulut. (c). Perubahan mukosa rongga mulut yang berhubungan dengan
faktor-faktor tersebut di atas.

11
4. Diagnosis keperawatan pada gangguan eliminasi urine adalah berbunyi:
perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan urgensi, frekuensi,
dribbling, nokturia, hesitansi, serta inkontinensia.
Khusus dalam hal inkontinensia adalah berhubungan dengan fecal lith,
defisiensi hormon estrogen, hipertrofi prostat, infeksi traktus, urinaria,
reaksi obat, gangguan kognitif.
Diagnosis keperawatan lainnya adalah risiko tinggi pembatasan intake
cairan. Selain itu, diagnosis yang terkait dengan konsekuensi psikososial
adalah meliputi: ansietas, isolasi sosial, perubahan pola seksualitas, serta
gangguan body image. Sedangkan diagnosis keperawatan yang mengarah
pada konsekuensi fisik akibat inkontinensia adalah meliputi: gangguan
pola tidur, risiko tinggi infeksi, risiko tinggi ganguan integritas kulit.

5. Diagnosis keperawatan pada kelainan kardiovaskular


Apabila terdapat gangguan fungsi kardiovaskular, maka bunyi diagnosis
keperawatan adalah:
a. Perubahan pemeliharaan status kesehatan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan exercise/aerobik.
Pola intake tinggi garam, pola intake tinggi kolestrol, dan pola
konsumsi tembakau.
Adapun rincian diagnosis keperawatan ini (yaitu perubahan
pemeliharaan status kesehatan tubuh) antara lain berupa:
intoleransi aktivitas, penurunan curah jantung, serta gangguan
perfusi jaringan. Kesemuanya ini berpotensi terjadinya komplikasi
kardiovaskular.
b. Risiko tinggi trauma akibat hipotensi pos-prandial dan risiko tinggi
jatuh/fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis, gangguan
neurologis, atau efek samping obat.

6. Diagnosis keperawatan pada gangguan fungsi respiratorius berupa risiko


tinggi gangguan fungsi paru yang berhubungan dengan merokok, kifosis,

12
inflamasi, infeksi, penyakit berat, atau menahun/ keterbatasan gerak. Bila
hanya terbatas pada salah satu gangguan fungsi paru, maka diagnosisnya
berbunyi bersihan jalan napas tak efektif. Sedangkan bila penurunan
fungsi paru menganggu ADL, maka diagnosis keperawatannya berbunyi
“intoleransi aktivitas”.
Selanjutnya lansia dengan kondisi uzur atau dengan penyakit kronis akan
mengalami risiko tinggi infeksi, inflamasi, dan tuberculosis sehingga
mudah menularkannya pada lansia lain bila berdiam di panti. Dalam kaitan
ini, maka diagnosis keperawatannya berbunyi “risiko tinggi transmisi
infeksi pada penghuni panti”. Juga diagnosis keperawatan sehubungan
dengan kondisi tersebut di atas berupa perubahan pemeliharaan status
kesehatan tubuh, yaitu bagi lansia yang telah uzur. Terkait dengan
perlunya pemberian tindakan imunisasi, maka diagnosis keperawatan
dapat berbunyi perilaku mencari pengobatan (health seeking behavior).
7. Diagnosis keperawatan pada gangguan mobilitas/keselamatan
Bagi perawat komunitas sering memberi diagnosis keperawatan yang
berbunyi risiko tinggi osteoporosis. Yaitu pada lansia wanita yang berada
pada fase post-menopause diagnosis berbunyi health seeking behavior.
Adapun kegunaannya adalah untuk mencegah osteoporosis karena terdapat
hubungan yang erat dengan penurunan kadar estrogen. Keadaan
osteoporosis tersebut selanjutnya akan berupa risiko tinggi terjadinya
fraktur.
Diagnosis keperawatan lainnya yaitu risiko tinggi jatuh/trauma akibat
gangguan keselamatan/mobilitas yang berhubungan dengan faktor-faktor
penyebab jatuh sebagaimana tertera pada tabel berikut.

13
Faktor Risiko Penyebab Jatuh
Pencahayaan Toilet
 Gelap/menyilaukan  Tanpa pegangan
 Lokasi tombol lampu  Ketinggian kloset tak sesuai

Potensi kecelakaan Kamar tidur

 Lantai licin  Ketinggian tempat tidur


 Kesetan  Letak kasur yang tidak kokoh
 Tempat tidur beroda tak
Perabotan terkunci

 Tinggi kursi/meja Dapur


 Kursi tanpa pegangan
 Kekokohan kursi/meja  Peralatan ditempatkan
 Letak perabot yang sembarangan
mengahalangi  Kompor atau alat lain berisiko
kecelakaan
Tangga

 Pencahayaan pada tangga


 Tombol lampu dekat tangga
 Kedudukan anak tangga yang
tidak seragam

Bunyi diagnosis keperawatan lainnya adalah gangguan mobilitas fisik yang


berhubungan dengan arthritis atau depresi.

8. Diagnosis keperawatan pada kelainan kulit dan integumen, yaitu:


a. Ketidaknyamanan pada kulit (gatal/ kulit kering) yang
berhubungan dengan dehidrasi, penuaan kulit, dan kelembapan
udara sangat rendah.
b. Gangguan integritas kulit berhubungsn dengan inkontinensia,
malnutrisi, dehidrasi, keterbatasan gerak, tirah baring dan/atau
paparan langsung terhadap sinar matahari.

14
9. Diagnosis keperawatan pada gangguan tidur/istirahat
Yaitu gangguan tidur (fase awal) atau sering terjaga (selama tidur)
keduanya ini termasuk gangguan pola tidur yang berhubungan dengan rasa
nyeri (misalnya arthritis atau kliien lansia pascabedah), ansietas, depresi,
nokturia, inkontinensia, efek obat, perubahan hormonal selama
menopause, perubahan cuaca lingkungan, atau demensia.
10. Gangguan pengaturan suhu
Diagnosis keperawatan berbunyi risiko tinggi hipotermia (suhu rektal
35,5 C) atau hipertermia (suhu rektal > 37,8 C) yang berhubungan
dengan imobilisasi, usia jompo, efek obat, atau penyakit kronis. Kedua
kondisi ini (hipo atau hipertermia) pada lansia sangatlah riskan, terutama
bila lansia tinggal sendiri, karena akan menimbulkan konsekuensi yang
serius.
11. Diagnosis keperawatan pada gangguan fungsi seksualitas berbunyi
gangguan pola seksualitas yang berhubungan dengan efek obat (misalnya
obat hipertensi), penyakit endokrin/DM, penyakit jantung, kongestif,
gangguan genitor urinaria seperti vaginitis, prostatitis, inkontinensia. Biasa
juga sebagai akibat dari kondisi menahun seperti arthritis.
12. Pemakaian obat pada lansia
Diagnosis keperawatan berbunyi ketidakpatuhan minum obat yang
berhubungan dengan gangguan status fungsional, regimen obat yang serba
rumit, rendahnya dukungan sosial, reaksi obat, miskin/kesulitan
transportasi, dan/atau tak memahami petunjuk obat. Diagnosis untuk
reaksi obat bisa langsung mengarah pada akibat yang ditimbulkannya yang
antara lain berupa: konstipasi, inkontinensia urine, perubahan nutrisi,
gangguan kognitif, gangguan termoregulasi, disfungsi seksualitas,
gangguan pola tidur, gangguan mobilitas fisik, dan risiko tinggi trauma
akibat reaksi obat/hipotensi postural.

15
2.3 Intervensi Keperawatan pada Lansia

Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi


keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam
membuat suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi
perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya
pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien,
batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya , kemampuan
dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih
dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis
instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan
tingkat kesehatan lain.

Sebelum menuliskan rencana tindakan keperawatan, kaji ulang semua data yang
ada sumber data yang memuaskan meliputi:

a). Pengkajian sewaktu klien masuk rumah sakit.

b). Diagnosa perawatan waktu masuk rumah sakit.

c). Keluhan utama klien atau alasan dalam berhubungan dengan pelayanan

kesehatan.

d). Laboratorium ritme.

e). Latar belakang sosial budaya.

f). Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.

g). Observasi dari tim kesehatan lain.

Langkah-langkah Perencanaan

Pada tahap perencanan dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, yaitu


sebagai berikut:

A. Penentuan prioritas diagnosis

16
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap
diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka dapat
diketahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang
segera dilakukan. Dalam menentukan prioritas terdapat beberapa pendapat urutan
prioritas, di antaranya:

1). Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)

Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang


dilatar belakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu dengan membagi
beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, prioritas sedang, dan prioritas
rendah.

 Prioritas tinggi : prioritas yang mencerminkan situasi yang mengancam


kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan terlebih
dahulu seperti masalah pembersihan jalan nafas.
 Prioritas sedang : prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan
tidak mengancam hidup klien seperti masalah personal higiene.
 Prioritas rendah : prioritas yang menggambarkan situasi yang tidak
berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara
spesifik seperti masalah keuangan dan lainnya.
2). Berdasarkan kebutuhan Maslow

Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan


urutan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:

 Kebutuhan fisiologis, meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi,


nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilisasi, dan eliminasi.
 Kebutuhan keselamatan dan keamanan, meliputi masalah lingkungan,
kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa
takut.
 Kebutuhan mencintai dan dicintai, meliputi masalah kasih sayang,
seksualitas, afiliasi dalam kelompok, dan hubungan antar manusia.

17
 Kebutuhan harga diri, meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan
menghargai diri sendiri.
 Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi masalah kepuasan terhadap
lingkungan.

B. Penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan

Tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil yang mempunyai komponen sebagai
berikut: S (Subjek), P (Predikat, K (Kriteria), K (Kondisi, W (Waktu) dengan
penjabaran sebagai berikut:

S: Perilaku pasien yang diamati.

P: Kondisi yang melengkapi pasien.

K: Kata kerja yang dapat diukur atau untuk meentukan tercapainya tujuan.

S: Sesuatu yang menyebabkan asuhan diberikan.

W: Waktu yang ingin di capai.

Contoh :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutris
kurang adekuat akibat anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria : - Meningkatkan masukan oral
- Menunjukkan peningkatan BB
Intervensi :
a. Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian yang adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
b. Timbang setiap minggu
R/ Deteksi dini perubahan BB dan masukan nutrisi
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien untuk masukan
nutrinya
d. Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)

18
R/ aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
e. Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/ Dengan makan bersama sama secara psikologis meningkatkan selera makan
f. Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan sesudah
mengunyah makanan
R/ dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan kenyamanan
g. Anjurkan makan dengan porsi yang kecil tapi sering
R/ Mengurangi perasaan tegang pada lambung
h. Instruksikan individu yang mengalami penurunan nafsu makan untuk
1) Makan-makan kering saat bangun tidur
2) Hindari makanan yang terlalu manis, berminyak
3) Minum sedikit-sedikit melalui sedotan
4) Makan kapan saja bila dapat toleransi
5) Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan sering
R/ Meningkatkan asupan makanan.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan


protein
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari tanda-tanda
infeksi
Kriteria : tanda-tanda peradangan tidak ditemukan : panas, bengkak, nyeri,
merah,gangguan fungsi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
b. Ajarkan tentang perlunya menjaga kebersihan diri dan lingkungan
R/ Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dan kebersihan diri yang
kurang sehat
c. Tingkatkan kemampuan asupan nutris TKTP

R/meningkatkan kadar protein dalam tubuh sehingga meningkatkan


kemampuan kekebalan dalam tubuh

19
d. Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat menyebabkan
imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri


Tujuan : klien dapat mobilisasi dengan adekuat
Kriteria : Mendemontrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktifitas
Intervensi :
a. Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit
R/ tingkat aktifitas tergantung dari perkembangan /resolusi dari proses
inflamasi
b. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
R/ mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot
c. Rubah posisi dengan sering dengan personal cukup
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi
d. Berikan lingkungan yang nyaman misal alat bantu
R/ menghindari cedera.

4. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan proses inflamasi, destruksi sendi


Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria : terlihat rileks, dapat tidur dan berpartisipasi dalam aktifitas
Intervensi :
a. kaji keluhan nyeri, catat lokasi nyeri dan intensitas. Catat faktor yang
mempercepat tanda tanda nyeri
R/ membantu dalam menentukan managemen nyeri
b. Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu istirahat ataupun
tidur
R/ Pada penyakit berat tirah baring sangat diperlukan untuk membatasi nyeri
c. Anjurkan klien mandi air hangat , sediakan waslap untuk kompres sendi
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan

20
kekakuan sendi.
d. Berikan masase lembut
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot
e. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : aspirin, ibuprofen, naproksin,
piroksikam, fenoprofen
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi
kekakuan.

5. Resiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri


Tujuan : klien terhindar dari cedera

Kriteria : klien berada pada perilaku yang aman dan lingkungan yang nyaman
Intervensi :
a. Kaji tingkat kekuatan otot
R / mengatur tindakan selanjutnya
b. Kaji tingkat pergerakan pasif
c. Beri alat bantu sesui kebutuhan
d. Ciptakan lingkungan yang aman (lantai tidak licin)
e. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dilakukan secara
mandiri.

2.4 Implementasi Keperawatan pada Lansia

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan merupakan radiasi daripada rencana


tindakan keperawatan yang telah diterapkan. Mliputi tindakan independent,
dependent, dan interdependent. Pada pelaksaan terdiri dari beberapa kegiatan
yaitu, validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data. (Susan Martin,1998)

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah


kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asukahan keperawatan

21
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun
demikian, dibanyak lingkungan keperawatan kesehatan, implementasi mungkin
dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh, implementasi segera
diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang mendesak,
dalam situasi seperti henti jantung, kemtian mendadak dari orang yang dicintai,
atau kehilangan rumah akibat kebakaran.

Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja


aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai
tujuan yang berpusat pada klien, menyelia dan mengevaluasi kerja anggota staf,
dan mencatat serta melakukan pertukanran informasi yang relevan dengan
perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien.

Dalam situasi yang tidak genting, implementasi dimulai setelah rencana


asuhan dikembangkan dan difokuskan pada melakukan intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan. Intervensi
keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang
diuraikan dalam hasil yang diharpkan (Gordon,1994). Klien mungkin
membutuhkan intervensi dalam bentuk dukungan, medikasi, pengobatan untuk
kondisi terbaru, edukasi klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan dimasa mendatang.

Implementasi adalah bersinambungan dan interaktif dengan komponen lain


dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat mengkaji kembali klien,
memodifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan
sesuai kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif, perawat harus
berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe interfensi, proses implementasi, dan
metoda implamentasi spesifik.

22
A. Tahap - Tahap/Proses Implementasi Keperawatan

Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap:


mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah
ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi
keperawatan. dan mengomunikasikan intervensi.

1. Mengkaji Ulang Klien

Pengkajian adalah suatu proses yang berkelanjutan, yang mungkin


difokuskan hanya pada satu dimensi atau sistem. Setiap kali perawat berinteraksi
dengan klien, data tambahan dikumpulkan untuk mencerminkan kebutuhan fisik,
perkembangan, intelektual, emosional. sosial, dan spiritual klien. Ketika data baru
didapatkan dan kebutuhan baru diidentifikasi, perawat memodifikasi asuhan
keperawatan

Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi memberikan


mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang
diusulkan masih Sesuai.

2. Menelaah dan Memodifikasi Rencana Asuhan Keperawatan yang Ada

Meskipun rencana asuhan keperawatan telah dikembangkan sesuai dengan


diagnosa keperawatan yang teridentifikasi selama pengkajian, perubahan dalam
status klien mungkin mengharuskan modifikasi asuhan keperawatan yang telah
direncanakan. Sebelum memulai perawatan, perawat menelaah rencana asuhan
dan membandingkannya dengan data pengkajian untuk memvalidasi diagnose
keperawatan yang dinyatakan dan menentukan apakah intervensi keperawalan
yang paling sesuai untuk situasi klinis saat itu. Jika status klien telah berubah dan
diagnose keperawatan serta intervensi keperawatan yang berhubungan tidak lagi
sesuai, maka rencana asuhan keperawatan harus dimodifikasi.

Modifikasi rencana asuhan yang lelah ada mencakup beberapa langkah.


Pertama,data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status
kesehatan terbaru klien. Data baru yang dimasukkan dalam rencana asuhan harus

23
diberi tanggal untuk menginformasikan anggota tim perawatan kesehatan yang
lain tentang waktu di mana terjadi perubahan

Kedua, diagnosa keperawatan direvisi. Diagnosa keperawatan yang tidak


relevan dihapuskan, dan keperawatan yang baru ditambahkan dan diberi tanggal.
Karena status klien dan kebutuhan perawatan kesehatannya berubah, maka
prioritas, tujuan dan hasil yang diharapkan juga harus direvisi. Tanggal revisi
tersebut juga ditulis pada rencana asuhan.

Ketiga, metoda implementasi spesifik direvisi untuk menghubungkan


dengan diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru. Revisi ini
mencerminkan status klien saat ini. Selain itu, implementasi yang direvisi dapat
mencakup kebutuhan spesifik klien akan sumber perawatan kesehatan

Akhirnya, perawat mengevaluasi respons klien terhadap tindakan


keperawatan. Jika respons klien tidak konsisten dengan hasil yang diharapkan,
diperlukan revisi lebih lanjut terhadap rencana asuhan.

3. Mengidentifikasi Bidang Bantuan

Beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari


bantuan. Bantuan dapat berupa tambahan tenaga, pengetahuan, atau keterampilan
keperawatan. Sebelum mengimplementasikan asuhan, perawat mengevaluasi
rencana untuk menentukan kebutuhan bantuan dan tipe yang dibutuhkan. Situasi
yang membutuhkan tambahan tenaga beragam. Sebagai contoh, perawat yang
ditugaskan untuk merawat klien mobilisasi mungkin membutuhkan tambahan
tenaga untuk membantu membalik, memindahkan, dan mengubah posisi klien
karena kerja fisik yang terlibat. Perawat juga harus menentukan kapan tambahan
tenaga dibutuhkan. Jika klien harus dibalik dan diposisikan kembali setiap 2 jam,
maka tambahan tenaga akan diperlukan setiap 2 jam. Perawat kemudian harus
menentukan jumlah tenaga yang diperlukan dan harus mendiskusikan kebutuhan
bantuan dengan sumber potensial. Akhirnya, perawat harus meluangkan waktu
untuk merencanakan asuhan,sehingga anggota tim perawatan lainnya tidak
menjadi terganggu. Tenaga tambahan juga dibutuhkan ketika status kesehatan

24
klien menurun atau ketika jumlah klien meningkat. Dalam kedua situasi tingkat
asuhan keperawatan yang dibutuhkan adalah terlalu banyak untuk satu orang
perawat untuk dapat memberikan asuhan dengan aman.

Beberapa situasi keperawatan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan


tambahan. Perawat membutuhkan pengetahuan tambahan ketika memberikan
medikasi baru atau menerapkan prosedur baru. Informasi ini dapat diperoleh dari
buku prosedur atau panduan rumah sakit, anggota tim perawatan kesehatan
lainnya dapat dirujuk.

Karena terus bertambahnya tenaga profesional perawatan kesehatan dan


teknologi yang berkaitan, perawat mungkin kekurangan keterampilan yang
diperlukan untuk melakukan prosedur. Ketika hal ini terjadi, informasi tentang
prosedur diperoleh dari literatur dan buku prosedur lembaga. Selanjutnya, semua
peralatan yang diperlukan untuk prosedur dikumpulkan. Akhirnya perawat lain
yang telah dengan tepat dan aman menyelesaikan prosedur memberikan bantuan.
Bantuan bisa datang dari staf perawat lain, penyedia, atau pendidik, atau perawat
ahli. Membutuhkan bantuan sering terjadi pada semua tipe praktik keperawatan
dan merupakan proses pembelajaran selama pengalaman edukasi dan dalam
perkembangan profesional.

4. Mengimplementasikan Intervensi Keperawatan

Perawat memilih intervensi keperawatan berikut metoda untuk mencapai


tujuan asuhan keperawatan:

a. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

b. Mengonsulkan dan menyuluh klien dan keluarganya

c. Memberi asuhan keperawatan langsung

d. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya

25
2.5 Evalusi Keperawatan pada Lansia

Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
gerontik. Penilaian yang dilakukan dengan membandingkan kondisi lansia dengan
tujuan yang ditetapkan pada rencana. Evaluasi dilaksanakan berkesinambungan
dengan melibatkan lansia dan tenaga kesehatan lainnya.

A. Definisi Evaluasi Keperawatan Geontik


Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang
telah ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana
tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan
pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
lansia.
Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,
3. Mengukur pencapaian tujuan,
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila
perlu.
B. Manfaat Evaluasi dalam Keperawatan
Menentukan perkembangan kesehatan klien,
a. Menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang
diberikan,
b. Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan,
c. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam
proses keperawatan,

26
d. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
keperawatan.

Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam
Craven & Hirnle, 2003), terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi
proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan
pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan
kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku
lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi formatif dilakukan
sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada lansia. Evaluasi
hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan
perubahan tingkah laku lansia setelah semua tindakan keperawatan
dilakukan.
Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi,
teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP (Subjektive-ObjektiveAssesment-Planning) dengan tujuan

27
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. S (Subjective) adalah informasi
berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah tindakan diberikan. O
(Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisis.
Contoh: S : Lansia mengatakan sudah menghabiskan makanannya
O : Porsi makan habis, berat badan naik, semula BB=51 kg
menjadi 52 kg
A : Tujuan tercapai
P : Rencana keperawatan dihentikan

28
BAB III

LAMPIRAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien
a. Nama : Ny. K
b. Umur : 77 Tahun
c. Alamat : Sidoluhur, Godean, Sleman,
Yogyakarta
d. Pendidikan : SD
e. Tanggal masuk panti werdha : 04 Februari 2014
f. Jenis kelamin : Perempuan
g. Suku : Jawa
h. Agama : Islam
i. Status perkawinan : Janda
j. Tanggal pengkajian : Senin, 07 November 2016

2. Status kesehatan saat ini


a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
b. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.
c. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK
sampai 3 kali.
d. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada
saat siang hari.
e. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.
f. Klien mengatakan senang berada di panti, nyaman dan berbaur dengan
lansia yang lain, bisa mengikuti kegiatan yang ada di panti.

29
g. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada
bagian tengkuknya.
h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu
aktivitasnya.
i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan
aktivitas (P)
j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
m. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)
n. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.

3. Riwayat kesehatan dahulu


a. Penyakit : Masa kanak-kanak Ny. K tidak pernah dirawat di rumah sakit
dan jika sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua pasien
mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 55 tahun, dan pernah
mengalami tetanus pada usia 67 tahun.
b. Alergi : Ny. K mengatakan alergi dengan udang, jika makan udang
seluruh badannya gatal-gatal seperti biduran.
c. Kebiasaan : Ny. K tidak merokok, tidak minum kopi, dan tidak minum
alcohol.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Ny. K mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai
sakit hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya yang bungsu.

5. Tinjauan sistem
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.

30
c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam keputihan.
d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak Anemis.
e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,
tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal tersisa tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.
h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.
i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
j. Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg
k. Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising
usus, makan 3x sehari hanya bisa menghabiskan 1 porsi, BAB 1x sehari.
l. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada
inkontinensia urin.

6. Pengkajian Psikososial dan spritual


a. Psikososial
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan
teman satu kamarnya dan penghuni wisma lain.
b. Masalah emosional
Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak banyak
pikiran.
c. Spiritual
Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu sehari di panti.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti.

7. Pengkajian Fungsional Klien


a. KATZ Indeks

31
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang
lain di antaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan
alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks


Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari satu tempat 15 Mandiri
ketempat lain
4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x
menyisir rambut, gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet ( 5 Frekuensi: 2-3 kali
mencuci pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin
melakukan sesuatu
misalnya mengambil
minum atau ke kamar
mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus pelan-
pelan
9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari
Konsistensi: padat

32
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang diadakan
PSTW saat pagi hari
13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 10 Jenis: rekreasi keluar
luang 1 tahun sekali dari
bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori
mandiri

8. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah
No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan

33
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga
disimpulkan Ny. K memiliki fungsi intelektual utuh.

b. MMSE (Mini Mental Status Exam)


No Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun : 2016
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07
d. Hari : Senin
e. Bulan : November
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara : Indonesia
b. Provinsi: DIY
c. Kota : Yogyakarta
d. Di : PSTW Budi Luhur
e. Wisma : Anggrek
2 Registras 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1
i detik dan mengatakan asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi, Bunga.
*Klien mampu menyebutkan kembali
obyek yang di perintahkan
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:
kalkulasi (93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung pertanyaan
semuanya.
4. Menging 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
at pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point
masing-masing obyek.
*Klien mampu mengulang obyek yang
disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan


tanyakan nama pada klien
a. Missal jam tangan
b. Missal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata berikut:
“tidak ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar
nilai satu poin

34
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada,
tetapi
Minta klien untuk menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa
mengambil kertas, melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai perintah. klien dapat
menulis satu kalimat.
Total 29
Nilai

Interpretasi hasil : 29 (>23)


Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik

9. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)


PERTANYAAN JAWABAN SKOR
YA/ TIDAK
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? Ya 0
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau minat Ya 1
atau kesenangan anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0
Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya 0
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?
Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup anda? Ya 0
Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi Ya 1
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan Tidak 0

35
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak 0
Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya daripada Tidak 0
anda?
Jumlah 3

Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3
sehingga disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.

10. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus


Persepsi 1 2 3 4
Sensori Terbatas Sangat Agak Tidak
penuh terbatas Terbatas terbatas
Kelembapan Lembab Sangat Kadang Jarang
konstan lembab lembab Lembab
Aktifitas Di tempat Dikursi Kadang jalan Jalan
tidur Keluar
Mobilisasi Imobil Sangat Kadang Tidak
penuh terbatas terbatas Terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Sempurna

36
Adekuat
Gerakan/ Masalah Masalah Tidak Ada Sempurna
cubitan Resiko Masalah
Total skor =
22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi

Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan total skor : 22


sehingga disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus.

11. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg


a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan Postural Hypotensi
Reach Test (FR test) Hasil
Mengukur tekanan darah lanisa dalam tiga Diperoleh hasil pengukuran dalam tiga
posisi yaitu: posisi pada Ny. K sebagai berikut:
a. Tidur a. Tidur : 130/70 mmHg
b. Duduk b. Duduk : 140/90 mmHg
c. Berdiri c. Berdiri : 140/90 mmHg
Catatan jarak antar posisi pengukuran
kurang lebih 5 – 10 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka dapat
dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia Ny. K juga sudah
semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit yang di
derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)


Reach Test (FR test) Hasil

1. Minta lansia untuk 1. Lansia dapat berdiri sendiri


menempel ditembok tanpa bantuan / mandiri.

37
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh <
mencondongkan badannya 6 ichi (5,5 inchi)
ke depan tanpa
melangkahkan kakiknya.
3. Ukur jarak condong antara
tembok dengan punggung
lansia dan biarkan
kecondongan terjadi selama
1 – 2 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi,
maka dapat dikatakan bahwa Ny. K memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)


Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk
dalam kategori varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.

B. ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1 Ds: Ansietas Insomnia
1. Klien mengatakan memiliki penyakit
hipertensi atau tekanan darah tinggi.
2. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat
antihipertensi secara rutin.
3. Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.
4. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang,
karena tidak bisa tidur pada saat siang hari.
5. Klien mengatakan mengalami susah tidur,
gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.
Do :

1. Klien tampak tidak tidur di waktu siang hari.


2. TD 150/80 mmHg

Ds : Proses Nyeri kronis


penyakit
1. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin
dan merasa sakit pada bagian tengkuknya.
2. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan

38
terkadang mengganggu aktivitasnya.
3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu
banyak melakukan aktivitas (P)
4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
5. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

Do :

1. Wajah klien tampak meringis saat menahan


nyeri.

2 Ds: Resiko jatuh


1. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar
saat berjalan.

Do:
1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas
berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg
pada tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat
satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan
kembali duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit


B. Insomnia berhubungan dengan ansietas
C. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan

39
D. INTERVENSI

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Pain management
berhubungan asuhan keperawatan selama 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan proses 3x 12 jam nyeri dapat secara komprehensif.
penyakit berkurang dengan kriteria 2. Observasi reaksi non verbal
hasil : dari ketidak nyamanan.
Pain level 3. Monitor TTV
1. Nyeri berkurang dari 5 4. Ajarkan tehnik non
menjadi 2 dengan men farmakologi (relaksasi dengan
ggunakan menejemen tarik nafas dalam dan senam
nyeri. ergonimis)
2. Pasien merasa nyaman
setelah nyeri
berkurang.
3. TTD dalam batas
normal TD sekitar
130/80 mmHg, Nadi:
60-100x/menit, R:20-
24x/menit, S:36,5-
37°C.
2 Insomnia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
berhubungan keperawatan selama 3x12 2. Lakukan penyuluhan tentang
dengan jam, diharapkan masalah tekhnik relaksasi otot progresif
ansietas insomnia Ny. K dapat teratasi kepada klien
dengan kriteria hasil: 3. Latih klien untuk melakukan
1. Klien tampak bergairah tekhnik relaksasi otot progresif
saat mengikuti kegiatan 4. Evaluasi tekhnik relaksasi otot
pagi di panti progresif yang dilakukan oleh
2. Mata klien tidak nampak klien
merah (mengantuk)
3. Ny.K tidak terbangun
pada malam hari
4. Melaporkan secara verbal
bahwa insomnia
berkurang

40
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penyuluhan tentang
keperawatan selama 3x12 jam apa saja bahaya lingkungan
Ny. K tidak mengalami jatuh, yang ada disekitar wisma yang
dengan kriteria: dapat menyebabkan resiko
1. Mampu mengidentifikasi jatuh
bahaya lingkungan yang 2. Anjurkan untuk memakai alat
dapat meningkatkan bantu jalan (jika membutuhkan)
cedera 3. Ajarkan gerakan latihan
2. Mampu menggunakan keseimbangan
alat bantu untuk
menghindari cidera
3. Mampu mempraktekan
gerakan latihan
keseimbangan
A. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Diagnosa Hari, Jam Implementasi Evaluasi Ttd


tanggal

1 Nyeri Selasa, 12.30 1. Mengkaji nyeri S:


kronis 08 klien P: klien
berhubung Novem 2. Melatih mengatakan masih
an dengan ber201 nyeri
relaksasi napas
proses 6 Q: nyeri terasa
penyakit dalam mencengkram
3. Mengukur TTV R: nyeri di tengkuk
S: skala 5
T: hilang timbul

O: TD: 140/90 mmHg,


Nadi: 80x/menit, ,
RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri
kronis belum teratasi

P:
1. Kaji nyeri klien
2. Evaluasi senam
ergonomis

(Cindy PS. H.J)

41
Rabu, 16.00 1. Mengkaji nyeri S:
09 klien P: klien
Novem 2. Evaluasi senam mengatakan
ber nyeri mulai
ergonomis
2016 berkurang
3. Mengukur Q: nyeri terasa
TTTV mencengkram
R: nyeri di tengkuk
S: skala 4
T: hilang timbul

O: TD: 140/70 mmHg,


Nadi: 84x/menit, ,
RR: 20x/menit.

A: Masalah nyeri
kronis teratasi sebagian

P:
1. Kaji nyeri klien
2. Motivasi klien
untuk
melakukan
senam
ergonomis

(Cindy PS. H.J)


Kamis, 12.30 1. Mengkaji nyeri S:
10 klien P: klien
Novem 2. Evaluasi senam mengatakan
ber nyeri sudah
ergonomis
2016 berkurang
3. Mengukur Q: nyeri terasa
TTTV mencengkram
R: nyeri di tengkuk
S: skala 2
T: hilang timbul

O: TD: 140/80 mmHg,


Nadi: 80x/menit, ,
RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri

42
kronis teratasi sebagian

P:
1. Kaji nyeri klien
2. Motivasi klien
untuk selalu
melakukan
senam
ergonomis

(Cindy PS. H.J)

2 Insomnia Selasa, 13.00 1. Mengukur S:


berhubung 08 tekanan darah Klien mengatakan
an dengan Novem 2. Mengajarkan senang diajarkan
ansietas ber senam relaksasi
klien tentang
2016 otot progresif.
relaksasi otot O:
progresif: Klien nampak
a. Relaksasi mempraktikan
otot tangan relaksasi otot
b. Relaksasi progresif sesuai
otot muka intruksi meskipun
ada beberapa
c. Relaksasi
gerakan yang
otot perut kurang tepat.
d. Relaksasi TD : 140/90 mmHg
otot kaki A:
Masalah
keperawatan
insomnia teratasi
sebagian.
P:
Motivasi klien
untuk melakukan
relaksasi otot
progresif setiap

43
sebelum.bangun
tidur.

(Cindy PS. H.J)

Rabu, 16.30 1. Mengukur S:


09 tekanan darah 1. Klien
Novem 2. Mengevaluasi mengatakan
ber tentang masih ada
2016 relaksasi otot beberapa
progresif gerakan yang
belum di
kuasai.
2. Klien
mengatakan
dapat tidur
pada siang hari
15 menit tetapi
tidur pada
malam hari
masih
terbangun.

O:
Klien mampu
melakukan gerakan
senam relaksasi
progresif tetapi
masih sering lupa.
TD : 140/70 mmHg

A:
Masalah
keperawatan
insomnia teratasi
sebagian

P:
Motivasi klien
untuk melakukan

44
relaksasi otot
progresif setiap
hari

(Cindy PS. H.J)

Kamis, 13.00 1. Mengukur S:


10 tekanan darah 1. Klien
Novem 2. Mengevaluasi mengatakan
ber tentang sudah
2016 relaksasi otot mempraktekkan
progresif setelah bangun
tidur.
2. Klien
mengatakan
masih terbangun
di malam hari
karena pipis

O:
Klien mampu
mempraktekkan
kembali senam
seralksasi otot
progresif,
meskipun tidak
berurutan.
TD : 140/70 mmHg

A:
Masalah
keperawatan
insomnia teratasi
sebagian

P:
Motivasi klien
untuk melakukan
relaksasi otot
progresif setiap
hari

45
(Cindy PS. H.J)

3 Risiko Selasa, 13.00 1. Mengajarkan S:


08 klien tentang 1. Klien
jatuh
Agustu latihan mengatakan
s 2016 keseimbangan. senang diajarkan
tentang latihan
keseimbangan.
2. Klien
mengatakan
akan melakukan
latihan
keseimbangan
setiap hari.

O:
Klien tampak
mampu
mempraktekkan
latihan
keseimbangan.

A:
Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian.

P:
Evaluasi latihan
keseimbangan.

(Cindy PS. H.J)

46
Rabu, 9 13.00 1. Mengevaluasi S:
Agustu latihan Klien mengatakan
s keseimbangan. masih ingat
2016 sebagian gerakan
latihan
keseimbangan.
O:
Klien mampu
mempraktekkan
latihan
keseimbangan,
meskipun gerakan
yang lainnya masih
lupa.

A:
Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian.

P:
Motivasi klien
untuk latihan
keseimbangan.

(Cindy PS. H.J)

47
Kamis, 13.00 1. Mengevaluasi S:
10 latihan Klien mengatakan
Agustu keseimbangan. belum perlu
s menggunakan alat
2016 bantu untuk
berjalan.
O:
Klien masih
mampu berjalan
tanpa
menggunakan alat
bantu.
A:
Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian.
P:
Motivasi klien
untuk latihan
keseimbangan.

(Cindy PS. H.J)

48
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terdapat enam tahapan dalam pembuatan asuhan keperawatan pada


lansia, yaitu:

a. Tahap pengkajian
b. Tahap diagnosa
c. Tahap perencanaan
d. Tahap tindakan
e. Tahap evaluasi
f. Tahap dokumentasi

Dalam keperawatan lanjut usia diperlukan pendekatan baik fisik, psikis,


social maupun spiritual. Keperawatan lanjut usia berfokus pada peningkatan
kesehatan (helth promotion), pencegahan penyakit (preventif),
mengoptimalkan fungsi mental, dan mengatasi gangguan kesehatan yang
umum.

342 Saran

Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca khususnya


mahasiswa/i keperawatan, hendaknya dapat menguasai konsep asuhan
keperawatan lansia dan memberikan asuhan keperawatan lansia dengan benar
dan tepat sehingga dapat sesuai dengan evaluasi yang diharapkan.

49
DAFTAR PUSTAKA

Eliopoulus, C. (2005). Gerontological Nursing. Sixth edition. Lippincot,


Philadelpia
Stockslager, Jaime L, 2008. Buku Saku ASuhan Keperawatan Geriatrik, (ed.2),
Alih Bahasa
Oleh : Nike Budi Subekti, EGC : Jakarta
Kholifah, Siti Nur. Keperawatan Gerontik.2016. Jakarta selatan: Pusdik SDM
Kesehatan BPPSDMK
Tamher.S, Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
http://nindyawddr3gmailcom.blogspot.com/2011/01/askep-gangguan-
pendengaran-nindya.html. Diakses pada tanggal 24 Juli 2019
http://warungbidan.blogspot.com/2016/09/asuhan-keperawatan-gerontik-
dengan_71.html. Diakses pada tanggal 24 Juli 2019

50

Anda mungkin juga menyukai