Anda di halaman 1dari 127

Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru Non Kependidikan

Dalam Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Melalui


Supervisi Akademik Kepala Sekolah
di SMAN 2 Monta Kabupaten Bima
Tahun 2013/2014

Adhar Mansyur, S.Pd


(Pengawas Pendidikan pada Lingkup UPT Bima)

Abstrak: tujuan penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk membantu meningkatkan
kompetensi paedagogik guru guru di SMAN 2 Monta, yang tidak memiliki latar belakang
pendidikan keguruan, dalam menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan standar
kompetensi masing-masing pelajaran agar dapat menjadi acuan dalam proses pembelajaran
sehingga peserta didik mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal. Kesimpulan penelitian ini
adalah ada peningkatan dari 40% pada kemampuan awal, menjadi 60% pada siklus 1 dan
meningkat menjadi 70% pada akhir kegiatan. Pada Komponen Penentuan bahan dan materi
pembelajaran, terdapat peningkatan kemampuan dari 65% menjadi 70% setelah siklus 1 dan
lebih menguat menjadi 80%. Dalam Komponen Pemilihan Strategi dan metoda pembelajaran,
yang didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran dan penentuan alokasi waktu yang
digunakan,terlihat adanya peningkatan yang signifikan dari yang semula hanya 40% menjadi
60% pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 75% setelah siklus 2. Meskipun tidak terlihat
adanya peningkatan yang cukup tajam, dalam komponen pemilihan Media dan alat
pembelajaran juga terdapat adanya peningkatan dari 60% pada awal kegiatan dan setelah siklus
1, menjadi 80% setelah siklus 2. Peningkatan yang cukup signifikan juga dapat kita lihat pada
komponen perencanaan evaluasi pembelajaran. Dari yang semula hanya 40% pada awal
kegiatan, menjadi 60% pada akhir siklus 1 dan berhasil mencapai 70% pada akhir siklus 2.
Melihat data perolehan hasil penelitian dalam kegiatan penelitian tindakan sekolah ini, dapat
disimpulkan bahwa supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap 5 orang
guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan tersebut, berhasil meningkatkan
kompetensi pedagogik mereka dalam menyusun Perencanaan Pembelajaran. Kegiatan supervisi
akademik sangat baik dilakukan untuk membina guru meningkatkan kompetensinya. Sebaiknya
kegiatan ini dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. Sebaiknya pembinaan ini
dilanjutkan dengan supervisi akademik dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mengukur
kemampuan guru dalam mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusunnya.
Sebaiknya supervisi juga dilakukan terhadap semua guru secara bergilir dan menyangkut
seluruh aspek kemampuan/ kompetensi guru seperti yang disyaratkan dalam permendiknas no
16 tahun 2007.

Keywords: Kompetensi Pedagogik, Guru Non Kependidikan, Perencanaan Pembelajaran


Supervisi Akademik, Kepala Sekolah

Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah


berhenti. Banyak agenda reformasi yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan.
Reformasi pendidikan adalah restrukturisasi pendidikan, yakni memperbaiki pola
hubungan sekolah dengan lingkungannya dan dengan pemerintah, pola
pengembangan perencanaan, serta pola pengembangan manajerialnya, pemberdayaan
guru dan restrukturisasi model model pembelajaran.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 2
Agustus 2018

Reformasi pendidikan tidak cukup hanya dengan perubahan dalam sektor


kurikulum, baik struktur maupun prosedur penulisannya. Pembaharuan kurikulum
akan lebih bermakna bila diikuti oleh perubahan praktik pembelajaran di dalam
maupun di luar kelas. Keberhasilan implementasi kurikulum sangat dipengaruhi oleh
kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum
tersebut. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guru dalam memahami tugas tugas yang
harus dilaksanakannya. Hal itu berarti bahwa guru sebagai pelaksana kegiatan
pembelajaran menjadi kunci atas keterlaksanaan kurikulum di sekolah.
Dalam kurikulum 2004, guru diberi kebebasan untuk mengubah,
memodifikasi, bahkan membuat sendiri silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah
dan daerahnya, dan menjabarkannya menjadi persiapan mengajar yang siap dijadikan
pedoman pembentukan kompetensi peserta didik.
Upaya perwujudan pengembangan silabus menjadi perencanaan pembelajaran
yang implementatif memerlukan kemampuan yang komprehensif. Kemampuan itulah
yang dapat mengantarkan guru menjadi tenaga yang professional. Guru yang
professional harus memiliki 5 (lima) kompetensi yang salah satunya adalah
kompetensi penyusunan rencana pembelajaran. Namun dalam kenyataannya masih
banyak guru yang belum mampu menyusun rencana pembelajaran sehingga hal ini
secara otomatis berimbas pada kualitas out put yang dihasilkan dalam proses
pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah penelitian penulis rumuskan
dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah kompetensi Pedagogik
guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan dalam penyusunan
rencana pembelajaran dapat ditingkatkan melalui supervisi akademik?”
Upaya peningkatan kemampuan guru-guru yang tidak memiliki latar belakang
pendidikan keguruan dalam menyusun rencana pembelajaran dapat dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya melalui pelatihan, seminar, workshop, menyediakan
berbagai panduan dan modul. Namun setelah mempertimbangkan berbagai kelebihan
dan kekurangannya, maka pembinaan yang terencana dan berkesinambungan dalam
supervisi akademik melalui tehnik supervisi kelompok dianggap lebih efektif karena
setiap permasalahan yang ditemukan bisa langsung dicarikan solusi bersama dan
waktunya bisa disesuaikan dengan kemampuan masing masing guru. Dalam
pelaksanaannya kepala sekolah akan dibantu oleh beberapa guru/ wakasek yang
dianggap telah memiliki pengetahuan yang cukup dan kemampuan yang baik dalam
menyusun rencana pembelajaran.
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan utama dari penelitian
tindakan sekolah ini adalah untuk membantu meningkatkan kompetensi paedagogik
guru guru di SMAN 2 Monta, yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
keguruan, dalam menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan standar
kompetensi masing-masing pelajaran agar dapat menjadi acuan dalam proses
pembelajaran sehingga peserta didik mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 3
Agustus 2018

Penelitian tindakan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai


kalangan,antara lain: (1) Bagi kepala sekolah dapat lebih meningkatkan kemampuan
dalam melakukan pembinaan kepada para guru melalui supervisi akademik, (2) Bagi
para guru dapat memberikan manfaat yang besar dalam membantu memecahkan
masalah yang berhubungan dengan penyusunan perencanaan pembelajaran,sehingga
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan berdampak pada peningkatan
hasil pembelajaran.
METODE
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan dan
evaluasi dan refleksi, dan dilakukan minimal dalam dua siklus. Pada tahap persiapan
dibuat dibuat skenario kegiatan, jadwal waktu , tempat serta sarana pendukung
lainnya seperti lembar observasi, serta angket
Penelitian dilakukan di SMAN 2 Monta Bima sejak bulan Oktober sampai
bulan November 2013. Penelitian ini ditujukan kepada guru guru semua mata
pelajaran yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang berjumlah 5
orang yaitu : 1 orang guru mata pelajaran IPS, TIK, IPA, PKn, dan Penjas.
Langkah-langkah PTS yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi. Langkah-langkah PTS seperti Gambar 1 berikut:

Gambar 3.1. Langkah-langkah PTS


1. Siklus 1
1.1 Perencanaan
Penelitian tindakan ini melibatkan 5 orang guru mata pelajaran yang tidak
memiliki latar belakang pendidikan keguruan,yang ada di sekolah ini. Hal ini perlu
dilakukan karena mereka tidak pernah dibekali dengan pengetahuan tentang
pengelolaan pembelajaran sehingga mengalami kesulitan dalam menyusun
perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan di kelas sesuai dengan mata
pelajaran masing-masing.Kegiatan ini dilakukan selama 2 bulan yaitu sejak bulan
Oktober sampai November,dan dilakukan di sekolah dengan pengaturan waktu yang
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 4
Agustus 2018

lebih fleksibel sehingga tidak mengganggu jadwal kegiatan pembelajaran. Sarana


yang digunakan dalam kegiatan ini adalah silabus yang telah disusun bersama oleh
setiap kelompok guru mata pelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang disusun sendiri oleh guru yang bersangkutan sesuai dengan Standar kompetensi
dan Kompetensi dasar pada masing-masing mata pelajaran. RPP inilah yang menjadi
bahan acuan untuk menentukan materi pembinaan terhadap masing-masing guru, dan
sekaligus menjadi alat ukur keberhasilan penelitian.
Kegiatan ini dilakukan dalam dua siklus hingga guru dinilai memiliki
kemampuan untuk menyusun perencanaan pembelajaran yang baik. Dalam setiap
siklus supervisor melakukan observasi dan penilaian terhadap perkembangan
kemampuan setiap guru.
1.2 Tindakan dan pengamatan
Penelitian diawali dengan cara menyerahkan rencana pembelajaran yang
disusun sendiri sesuai dengan mata pelajaran dan standar kompetensi masing masing
kepada supervisor. Berdasarkan data tersebut supervisor melakukan pembinaan
kepada guru sesuai dengan kesulitan masing masing guru. Dalam menyusun RPP
guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi Kompetensi Dasar
yang akan disusun dalam RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus dimuat Tujuan
Pembelajaran,Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah
Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian Guru.
1.3 Refleksi
Dalam kegiatan refleksi ini, Pembina/supervisor bersama dengan guru guru
melakukan diskusi tentang unsur-unsur RPP dan langkah langkah kegiatan
penyusunan dan pengembangannya.Dalam kegiatan ini juga dibicarakan berbagai
permasalahan yang dirasakan oleh para guru termasuk kendala serta manfaat yang
dirasakan terhadap perubahan kemampuan mereka dalam penyusunan RPP.
Hasil yang diperoleh dari kegiatan refleksi ini akan dijadikan sebagai bahan
perencanaan dan tindakan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya.
1. Siklus 2
Kegiatan Perencanaan berdasarkan pada refleksi dari siklus 1, sementara
untuk langkah-langkah kegiatan tindakan dan pengamatan sama dengan siklus 1
dengan memperhatikan prioritas permasalahan yang disimpulkan pada siklus 1 dan
dilanjutkan dengan kegiatan refleksi. Apabila hasil refleksi pada siklus 2 sudah
menunjukan adanya peningkatan kemampuan guru secara signifikan, maka kegiatan
penelitian dianggap berhasil, tetapi sebaliknya apabila belum menunjukan hasil yang
di harapkan, maka kegiatan penelitian akan dilanjutkan dengan siklus berikutnya
dengan langkah-langkah kegiatan yang sama dengan kegiatan pada siklus 2 ini.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian lembar observasi
selama proses tindakan penelitian oleh supervisor sehingga akan diperoleh data
kualitatif sebagai hasil penelitian.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 5
Agustus 2018

Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi yang


digunakan oleh supervisor untuk mencatat perkembangan kemampuan masing
masing guru yang dibinanya selama proses penelitian.
Teknik analisis data dilakukan terhadap hasil RPP guru sebagai data awal
kemampuan guru dan hasil observasi yang dilakukan selama proses pembinaan akan
dianalisis secara deskriptif untuk mengukur keberhasilan proses pembinaan sesuai
dengan tujuan penelitian tindakan sekolah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian tindakan yang dilakukan di SMAN 2 Monta Bima ini dilakukan
oleh kepala sekolah melalui tehnik supervisi akademik secara berkelompok sebagai
upaya untuk meningkatkan kemampuan/kompetensi pedagogik guru dalam
menyusun perencanaan pembelajaran di kelas. Penelitian dilakukan terhadap 5 orang
guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan sehingga dianggap
kurang kompeten dalam mengelola perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Namun demikian permasalahan dalam penelitian tindakan ini difokuskan pada
peningkatan kompetensi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dengan asumsi apabila guru sudah mampu menyusun RPP dengan baik, maka
setidaknya dia sudah memiliki pedoman untuk melakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran di kelas sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.
Kegiatan yang dilakukan dalam 2 siklus ini, dilakukan sejak bulan oktober
sampai bulan November dengan menitikberatkan pada unsur-unsur dan langkah-
langkah penyusunan RPP sebagaimana yang terlihat pada kegiatan tindakan
penelitian yang telah diuraikan pada BAB III.
Dari dari awal yang diperoleh pada kegiatan penelitian, terlihat bahwa 60%
guru masih memiliki kesulitan dalam merumuskan indikator tujuan pembelajaran
yang efektif sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar masing-
masing mata pelajaran. Selain itu guru juga masih menemukan kesulitan dalam
memilih Strategi dan metode pembelajaran, serta menentukan teknik dan metode
penilaian yang bisa mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. Sementara untuk
penentuan bahan belajar/ materi pembelajaran sudah dikuasai hingga 65 % dan media
yang direncanakan sudah 60 % sesuai. Namun dalam penentuan kegiatan
pembelajaran belum terinci langkah-langkah dan alokasi waktu yang dibutuhkan. Di
bawah ini dapat kita lihat pada grafik kemampuan guru pada awal kegiatan:
Grafik 1
Kemampuan Guru dalam Penyusunan RPP

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 6
Agustus 2018

Berdasarkan pada data tersebut, maka dilakukan tindakan pada siklus 1


dengan titik berat pada kesulitan-kesulitan yang dihadapi, dengan cara memberikan
penjelasan contoh-contoh yang relevan. Pada akhir kegiatan siklus 1 diperoleh
peningkatan kemampuan guru sebagai berikut: Pada perumusan indikator tujuan
pembelajaran sudah ada peningkatan hingga mencapai 60%, Penentuan Bahan/materi
pelajaran tetap pada 70%,Kemampuan menentukan Strategi/metode Pembelajaran
yang relevan meningkat menjadi 60 %, Perencanaan penggunaan media
pembelajaran pada level 60 % tetapi ada peningkatan pada variasi media yang
digunakan, dan dalam penentuan rencana evaluasi pembelajaran juga mengalami
peningkatan hingga 60% dan sudah terlihat gambaran bentuk dan jenis evaluasi yang
digunakan. Berikut ini grafik peningkatan hasil setelah siklus 1:
Grafik 2
Kemampuan Perencanaan Pembelajaran
Setelah Siklus 1

Melihat hasil yang diperoleh pada refleksi kegiatan siklus 1, maka dilakukan
tindakan penelitian pada siklus 2 dengan menggunakan hasil tindakan siklus 1
sebagai bahan masukan dalam perencanaan kegiatan siklus ini dengan tujuan untuk
lebih meningkatkan dan menguatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) hingga bisa mencapai hasil minimal 70 %.
Pada akhir kegiatan siklus diperoleh hasil yang cukup menggembirakan yang
memberikan indikasi tercapainya tujuan penelitian tindakan ini. Hasil yang diperoleh
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 7
Agustus 2018

dapat kita lihat sebagai berikut: Perumusan tujuan pembelajaran hasil rata-rata
menunjukkan angka 70%. Pada penentuan bahan ajar diperoleh hasil 80%,Penentuan
strategi/metode pembelajaran ia dan alat mencapai 75% dengan variasi yang semakin
beragam. Pada penentuan media dan alat pembelajaran ada peningkatan hingga 80%,
dan Perencanaan kegiatan evaluasi bisa mencapai 70% dan sudah mencantumkan,
bentuk, jenis dan bahkan soal yang digunakan beserta kunci jawaban atau pedoman
penilaiannya, serta mencantumkan alokasi waktu yang dibutuhkan. Grafik
kemampuan guru setelah siklus 2:

Grafik 3
Kemampuan Guru Setelah Siklus 2

Dari data yang dikumpulkan sebelum dan selama proses penelitian tindakan,
kita dapat melihat adanya peningkatan kemampuan guru pada masing-masing
komponen perencanaan pembelajaran, sebagai berikut:
1. Pada komponen Perumusan indikator tujuan pembelajaran,
terlihat peningkatan dari 40 % pada kemampuan awal, menjadi 60% pada siklus
1 dan meningkat menjadi 70% pada akhir kegiatan, seperti yang tampak pada
grafik berikut:
Grafik 4
Peningkatan kemampuan dalam Perumusan Tujuan Pembelajaran

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 8
Agustus 2018

2. Pada Komponen Penentuan bahan dan materi pembelajaran,


terdapat peningkatan kemampuan dari 65% menjadi 70% setelah siklus 1 dan
lebih menguat menjadi 80% setelah siklus 2, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
pada grafik berikut:

Grafik 5
Peningkatan Kemampuan dalam Penentuan Bahan dan Materi Pembelajaran

3. Dalam Komponen Pemilihan Strategi dan metoda


pembelajaran, yang didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran dan
penentuan alokasi waktu yang digunakan,terlihat adanya peningkatan yang
signifikan dari yang semula hanya 40% menjadi 60% pada siklus 1 dan
meningkat lagi menjadi 75% setelah siklus 2. Gambarannya dapat kita lihat pada
grafik berikut ini:
Grafik 6
Peningkatan kemampuan dalam Penentuan Strategi dan Metoda Pembelajaran

4. Meskipun tidak terlihat adanya peningkatan yang cukup tajam,


dalam komponen pemilihan Media dan alat pembelajaran juga terdapat adanya
peningkatan dari 60% pada awal kegiatan dan setelah siklus 1, menjadi 80%
setelah siklus 2.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 9
Agustus 2018

Grafik 7
Peningkatan Kemampuan dalam Pemilihan Media dan Alat Pembelajaran

5. Peningkatan yang cukup signifikan juga dapat kita lihat pada


komponen perencanaan evaluasi pembelajaran. Dari yang semula hanya 40%
pada awal kegiatan, menjadi 60% pada akhir siklus 1 dan berhasil mencapai 70%
pada akhir siklus 2. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat gambarannya dalam
grafik berikut ini:
Grafik 8
Peningkatan kemampuan dalam
Perencanaan Evaluasi Pembelajaran

Melihat data perolehan hasil penelitian dalam kegiatan penelitian tindakan


sekolah ini, dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala
sekolah terhadap 5 orang guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
keguruan tersebut, berhasil meningkatkan kompetensi pedagogik mereka dalam
menyusun Perencanaan Pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena adanya kerja
sama yang baik antara kepala sekolah sebagai supervisor dengan para guru tersebut,
yang didukung oleh adanya motivasi dan bimbingan dari kepala sekolah sehingga
para guru memiliki antusiasme yang besar untuk dapat meningkatkan kemampuan
mereka masing-masing dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang efektif.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 10
Agustus 2018

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan Penelitian
Dari Proses Penelitian Tindakan sekolah yang di lakukan di SMAN 2 Monta
Bima yang berjudul Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru non Akademik
dalan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui Supervisi Akademik
Kepala sekolah dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada komponen Perumusan indikator tujuan pembelajaran, terlihat peningkatan
dari 40 % pada kemampuan awal, menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat
menjadi 70% pada akhir kegiatan.
2. Pada Komponen Penentuan bahan dan materi pembelajaran, terdapat peningkatan
kemampuan dari 65% menjadi 70% setelah siklus 1 dan lebih menguat menjadi
80%.
3. Dalam Komponen Pemilihan Strategi dan metoda pembelajaran, yang
didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran dan penentuan alokasi waktu
yang digunakan,terlihat adanya peningkatan yang signifikan dari yang semula
hanya 40% menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 75% setelah
siklus 2.
4. Meskipun tidak terlihat adanya peningkatan yang cukup tajam, dalam komponen
pemilihan Media dan alat pembelajaran juga terdapat adanya peningkatan dari
60% pada awal kegiatan dan setelah siklus 1, menjadi 80% setelah siklus 2.
5. Peningkatan yang cukup signifikan juga dapat kita lihat pada komponen
perencanaan evaluasi pembelajaran. Dari yang semula hanya 40% pada awal
kegiatan, menjadi 60% pada akhir siklus 1 dan berhasil mencapai 70% pada akhir
siklus 2.
6. Melihat data perolehan hasil penelitian dalam kegiatan penelitian tindakan
sekolah ini, dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik yang dilakukan oleh
kepala sekolah terhadap 5 orang guru yang tidak memiliki latar belakang
pendidikan keguruan tersebut, berhasil meningkatkan kompetensi pedagogik
mereka dalam menyusun Perencanaan Pembelajaran.
Saran
1. Kegiatan supervisi akademik sangat baik dilakukan untuk membina guru
meningkatkan kompetensinya. Sebaiknya kegiatan ini dilaksanakan secara
terencana dan berkesinambungan.
2. Sebaiknya pembinaan ini dilanjutkan dengan supervisi akademik dalam
pelaksanaan pembelajaran untuk mengukur kemampuan guru dalam
mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusunnya.
3. Sebaiknya supervisi juga dilakukan terhadap semua guru secara bergilir dan
menyangkut seluruh aspek kemampuan/ kompetensi guru seperti yang
disyaratkan dalam permendiknas no 16 tahun 2007.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 11
Agustus 2018

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982. Alat Penilaian Kemampuan
Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

______. 1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru.Jakarta: Proyek


Pengembangan Pendidikan Guru.

______. Alat Penilaian Kemampuan Guru: Hubungan antar Pribadi.Buku III.


Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

______. Alat Penilaian Kemampuan Guru: Prosedur Mengajar. Buku II. Jakarta:
Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

Suhardjono, A. Azis Hoesein, dkk (1995). Pedoman penyusunan KTI di Bidang


Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Digutentis,
Jakarta : Diknas.

Suhardjono. 2005. Laporan Penelitian Eksperimen dan Penelitian Tindakan Kelas


sebagai KTI, makalah pada Pelatihan Peningkatan Mutu Guru di LPMP
Makasar, Maret 2005.

Suhardjono. 2009. Tanya jawab tentang PTK dan PTS, naskah buku.

Suharsimi, Arikunto. 2002. Penelitian Tindakan Kelas, Makalah pada Pendidikan dan
Pelatihan (TOT) Pengembangan Profesi bagi Jabatan Fungsionla Guru, 11-20
Juli 2002 di Balai penataran Guru (BPG) Semarang.

Suharsimi, Suhardjono dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT


Bumi Aksara.

Supardi. 2005. Penyusunan Usulan, dan Laporan Penelitian Penelitian Tindakan


Kelas, Makalah disampaikan pada “Diklat Pengembangan Profesi
Widyaiswara”, Ditektorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 12
Agustus 2018

Penggunaan Media Karikatur untuk Meningkatkan


Keterampilan Menulis Narasi pada Siswa Kelas X
SMAN 1 Langgudu Bima
Tahun Pelajaran 2016/2017
Ahmad Yani, S.Pd, M.Pd
(Kepala Sekolah pada SMAN 1 Langgudu Bima)

Abstrak: Penelitan ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran menulis


narasi dengan menggunakan media karikatur pada siswa kelas X IBB SMAN 1
Langgudu Bima. Mengetahui hasil peningkatan kemampuan siswa dalam menulis narasi
dengan menggunakan media karikatur.Mengetahui sejauhmanakah persepsi dan kesan
siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan media
karikatur. Kesimpulan hasil penelitian ini yakni terdapat peningkatan kualitas
pembelajaran (baik proses maupun hasil) keterampilan menulis narasi pada siswa kelas
X IBB SMAN 1 Langgudu Bima. Hal tersebut terlihat pada hasil penelitian berikut ini:
Pada siklus I, guru mengaplikasikan rancangan tindakan yang telah disepakati bersama
peneliti dengan menggunakan media karikatur untuk meningkatkan keterampilan
menulis narasi siswa. Pada siklus II, peneliti dan guru mengembangkan program
rancangan tindakan untuk mengatasi kekurangan/ kelemahan yang ada pada siklus I.
pengembangan program yang disepakati antara peneliti dan guru sebagai upaya
mengatasi kelemahan pada siklus sebelumnya adalah dengan memberikan materi
tambahan berupa EYD, kalimat, dan paragraf. Guru berusaha memberikan perhatian
menyeluruh kepada siswa dengan melakukan rotasi posisi untuk melakukan pencekan
terhadap siswa selama proses KBM berlangsung. Stimulus diberikan untuk memotivasi
siswa agar aktif bertanya, menjawab pertanyaan dari guru, dan aktif selama KBM. Guru
bersedia memberikan nilai tambah. Berkaitan dengan simpulan di atas, peneliti
menyarankan kepada siswa agar selalu berusaha aktif dan responsif terhadap setiap
pembelajaran di kelas. Siswa yang kurang paham terhadap materi yang diusampaikan
oleh guru, hendaknya berani mengajukan pertanyaan. Siswa juga diharapkan agar selalu
memberikan kritikan dan saran terhadap cara mengajar guru, sehingga dapat
memperbaiki proses dan hasil KBM.

Keywords: media karikatur, ketrampilan menulis narasi

Keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa meliputi empat aspek
dasar, yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini
harus ada di dalam diri setiap siswa, karena merupakan kesatuan yang saling
melengkapi. Kemampuan berbahasa yang baik sangat berperan penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Kemampuan berbahasa yang baik dapat menentukan keberhasilan
komunikasi dalam kehidupan masyarakat yang serba modern dan seperti sekarang
ini.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 13
Agustus 2018

Keterampilan menulis mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan,


ia dapat menunjang kesuksesan hidup seseorang, dengan keterampilan menulis,
seseorang dapat melibatkan diri dalam persaingan global yang saat ini terjadi. Pada
era globalisasi yang serba canggih ini, semua informasi disajikan secara instan
dengan media yang beragam, termasuk media cetak. Melalui karya tulis seseorang
dapat mengaktualisasikan diri dan ikut menjadi bagian kemajuan zaman.
Tanpa meremehkan ketiga keterampilan berbahasa yang lain, menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang paling penting dan sulit dikuasai. Namun
demikian, pembelajaran menulis di sekolah ternyata belum mempunyai tempat yang
cukup. Pembelajaran menulis hanya mendapatkan porsi waktu yang kurang
dibanding dengan pembelajaran kebahasaan yang lain seperti berbicara, membaca
dan menyimak.
Selain itu, guru hanya berorientasi untuk melihat hasil tulisan siswa tanpa
membelajarkan proses menulis pada siswa. Akhirnya, tujuan pembelajaran menulis
hanya mengarah pada pencapaian kemampuan menulis siswa, dengan kata lain siswa
hanya dituntut untuk cerdas serta intelektual saja. Hal inilah yang menjadikan
menulis sebagai suatu beban (Kusmiatun, 2005: 133).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis
memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam dunia pendidikan, khususnya
dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karenanya, perlu adanya
upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Keterampilan dalam menulis
siswa harus dibina dan dikuasai sejak dini sebagai salah satu keterampilan berbahasa,
untuk meningkatkan keterampilan menulis perlu melalui pelatihan yang kontinyu
untuk mengembangkan suatu tulisan dengan baik. oleh karena itu, seseorang harus
menguasai kemampuan dasar dalam menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah
pilihan kata, efektivitas kalimat, dan penalaran (Akhadiah, dkk, 1996: 71).
Kegiatan menulis memang tidaklah mudah. Akhadiah (1996: 1)
mengemukakan bahwa banyak orang yang menganggap kegiatan menulis sebagai
beban berat. Anggapan tersebut timbul karena kegiatan menulis meminta banyak
tenaga, waktu, serta perhatian yang sungguh-sungguh. Upaya membina kemampuan
menggunakan bahasa siswa sudah dirintis sejak dulu, dengan menerapkan kurikulum
yang menitikberatkan pada penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam
semua kurikulum yang pernah diterapkan tersebut, pada hakikatnya kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi dengan bahasa dan sastra secara baik dan benar, baik secara
lisan maupun tulisan.
Keterampilan menulis yang dimiliki seseorang, diperoleh dengan
latihan yang intensif. Kemampuan menulis bukanlah keterampilan yang diwariskan
secara turun temurun, tetapi merupakan hasil proses belajar dan ketekunan berlatih.
Untuk memiliki keterampilan menulis tidak cukup dengan mempelajari pengetahuan
tentang teori menulis, ataupun hanya melafalkan definisi yang terdapat dalam bidang
menulis, tetapi diperlukan proses berlatih secara terus menerus dan berkelanjutan.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 14
Agustus 2018

Oleh karena itu, pembinaan terhadap kemampuan dan keterampilan berbahasa


di sekolah hendaknya dilakukan secara terprogram dan berorientasi pada
pengembangan dan peningkatan kompetensi siswa. Mengingat semua jenis dan
jenjang pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
(Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) maka,
penguasaan keterampilan bahasa Indonesia menjadi kunci keberhasilan pendidikan di
Indonesia.
Bagian dari faktor penyebab ketidakberhasilan sekolah dalam menjalankan
misi sebagai agen pembaharu, pada pemahaman sikap hidup untuk menjadikan
menulis sebagai suatu budaya atau tradisi baik bagi siswa maupun guru, yakni
kesulitan siswa dalam melakukan aktivitas menulis di sekolah maupun
kekurangtepatan guru dalam memilih strategi dan memanfaatkan media dalam
pembelajaran menulis. Bahkan sangat mungkin pelajaran menulis menjadi hal yang
ditakuti dan dianggap membosankan bagi siswa. Berbagai hal yang muncul tersebut
terkait tentang kesulitan yang dihadapi dalam pelajaran menulis, maka perlu
diterapkan penggunaan suatu media pembelajaran yang efektif sehingga dapat
menunjang kegiatan pembelajaran.
Media pembelajaran yang bermacam-macam mengharuskan guru untuk selektif
dalam memilih media pembelajaran yang hendak digunakan. Media pembelajaran
yang efektif untuk pengajaran suatu materi tertentu belum tentu efektif juga untuk
mengajarkan materi yang lainnya. Dengan demikian setiap materi ternyata memiliki
karakteristik tersendiri yang ikut menentukan media apa yang dapat dipergunakan
untuk menyampaikan materi tersebut. Begitu juga dalam pembelajaran menulis, guru
harus mampu memilih dan menggunakan media yang sesuai dengan materi yang
akan disampaikan sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Memerhatikan uraian di atas, seorang guru dituntut untuk mempunyai
kecerdasan dan ketepatan dalam memilih strategi dan memanfaatkan media dalam
pembelajaran menulis. Alasan karikatur dijadikan media pembelajaran karena gambar
karikatur berfungsi untuk menyampaikan pesan kepada pembacanya secara tepat dan
ringkas dalam menyikapi suatu kejadian-kejadian tertentu (Sadiman, dkk., 1996:49).
Salah satu media pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kualitas dan memudahkan siswa dalam menulis narasi adalah melalui media karikatur
di media massa. Langkah ini akan memberikan deskripsi kepada siswa untuk menulis
serta meningkatkan keterampilan siswa dalam hal kelancaran berkomunikasi baik
dalam hal mencurahkan ide, penalaran atau gagasan informasi. Dengan pertimbangan
tersebut, maka penulis mengangkat judul “Penggunaan Media Karikatur untuk
Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi pada Siswa Kelas X IBB SMAN 1
Langgudu Bima ”.
Permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah proses
peningkatan menulis narasi dengan menggunakan media karikatur pada siswa kelas
X IBB SMAN 1 Langgudu Bima ? (2) Bagaimanakah hasil peningkatan kemampuan
siswa dalam menulis narasi dengan menggunakan media karikatur? (3)
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 15
Agustus 2018

Bagaimanakah persepsi dan kesan siswa terhadap pembelajaran menulis narasi


dengan menggunakan media karikatur?
Penelitian ini dibatasi pada penggunaan karikatur dari media massa. Media
massa yang dijadikan referensi pada penelitian ini adalah koran Kompas, edisi Senin
14 Maret 2013, dan Koran Harian Joglo Semar, edisi Kamis 25 Aprilt 2013. Dalam
penelitian ini juga dibatasi pada pelaksanaan KBM semester genap (semester II)
Penelitan ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan proses pembelajaran
menulis narasi dengan menggunakan media karikatur pada siswa kelas X IBB SMAN
1 Langgudu Bima, (2) Mengetahui hasil peningkatan kemampuan siswa dalam
menulis narasi dengan menggunakan media karikatur, (3) Mengetahui
sejauhmanakah persepsi dan kesan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran menulis
narasi dengan menggunakan media karikatur.
Manfaat secara praktis maupun teoritis penelitian ini adalah (1) Manfaat
Teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah
ilmu pengetahuan kebahasaan, terutama dalam keterampilan menulis narasi. Manfaat
Praktis, Bagi Guru (1) Sebagai upaya untuk menawarkan inovasi baru cara
pembelajaran menulis narasi, (2) Upaya memotivasi siswa dalam kegiatan menulis,
(3) Upaya meningkatkan prestasi belajar, khususnya mata pelajaran bahasa
Indonesia.. Bagi siswa, untuk memudahkan siswa dalam berlatih dan belajar
keterampilan menulis narasi dengan memanfaatkan media karikatur di media massa.
Dengan menggunakan media karikatur dalam pembelajaran menulis narasi akan
membantu siswa dalam kegiatan menulis narasi, sehingga dapat meningkatkan
keterampilan menulis narasi siswa. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis
bahwa penggunaan media karikatur dapat meningkatkan keterampilan menulis
narasi.

METODE
Penelitian ini dilakukan di kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima ini
memiliki 30 ruang kelas (ruang kelas X, 10 lokal, ruang kelas XI, 10 lokal, dan
ruang kelas XII, 10 lokal. Penelitian ini dilaksanakan di ruang kelas X IBB SMAN 1
Langgudu Bima , dan dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei
2013. Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (classroom action
research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan bentuk penelitian yang
kolaboratif dan partisipasif. Artinya, peneliti tidak melakukan penelitian ini secara
sendiri, akan tetapi berkolaborasi dan berpartisipasi dengan guru, siswa, dan staf
sekolah untuk menciptakan suatu kinerja yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru dalam
pembelajaran menulis narasi di sekolah dan untuk memberikan alternatif usaha guna
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif yang bertujuan menjelaskan atau menggambarkan realita atau
kenyataan yang ada. Suharsimi dan Arikunto (2008: 16) mengemukakan bahwa
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 16
Agustus 2018

dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki empat tahapan, yakni: (a) tahap
perencanaan, (b) tahap pelaksanaan, (c) tahap pengamatan, dan (d) tahap refleksi.
Tahapan PTK dapat dijelaskan pada gambar1 berikut:

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Media karikatur

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Media karikatur

Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

Dari Gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa alur PTK meliputi tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Rencana (Planning)
Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana,
oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Kegiatan ini meliputi
identifikasi masalah, identifikasi penyebab masalah, dan pengembangan interverensi
atau solusi.
2. Tindakan (Acting)
Merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenaka
tindakan di kelas. Pada tahap tindakan, apa yang dilakukan guru dan peneliti sebagai
upaya memperbaiki peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
3. Observasi (Observing)
Adalah mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau
dikenakan kepada siswa. Peneliti mencatat hasil pengamatan yang berkaitan dengan
ha-hal penting dalam pelaksanaan tindakan agar memeroleh data yang akurat untuk
perbaaikan siklus berikutnya.
4. Refleksi (Reflecting)
Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan,
mengevaluasi, melakukan revisi/ perbaikan terhadap pelaksanaan tindakan.
Keempat tahap tersebut merupakan unsur untuk membentuk sebuah siklus,
yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dan merupakan langkah-langkah yang yang
harus ditempuh setiap peneliti yang akan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 17
Agustus 2018

Ada tiga sumber data penting yang dijadikan sebagai sasaran eksplorasi dan
pengumpulan data serta informasi dalam penelitian ini. Sumber data tersebut
meliputi:
a. Tempat dan peristiwa yang mejadi sumber data dalam penelitian
ini, yaitu berbagai kegiatan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan
media karikatur yang berlangsung di dalam kelas X IBB SMAN 1 Langgudu
Bima , pada tanggal 18 Pebuari 2013 sampai dengan tanggal 25 April 2013.
b. Informan dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia dan
siswa kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima .
c. Dokumen yang berupa karikatur yang diambil dari artikel media
massa, hasil tes siswa, dan foto kegiatan selama proses belajar mengajar.
Sasaran tindakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IBB SMAN 1
Langgudu Bima . Sebagai upaya untuk memperbaiki proses dan hasil KBM menulis
narasi dengan meningkatkan keterampilan menulis narasi dengan menggunakan
media karikatur. Sesuai dengan tujuan penelitian di muka, metode dan jenis sumber
data yang digunakan, teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi:
1. Observasi
Teknik ini digunakan untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang
berlangsung di kelas. Observasi bertujuan untuk mengamati perkembangan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Observasi terhadap guru
difokuskan pada kemampuan guru dalam mengelola kelas, membangkitkan minat
siswa, dan memancing keaktifan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan observasi
terhadap siswa difokuskan pada keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan
minat siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran menulis narasi. Observasi ini
dilakukan dengan cara peneliti bertindak sebagai partisipan pasif. Peneliti mengambil
posisi di tempat duduk paling belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran.
2. Wawancara Mendalam
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dari informan tentang
pelaksanaan pembelajaran menulis narasi di dalam kelas, berbagai informasi
mengenai kesulitan yang dialami guru dalam pembelajaran menulis narasi, serta
faktor-fator penyebabnya.
3. Tes / Pemberian Tugas
Untuk mengetahui hasil dari kegiatan pembelajaran menulis narasi yang
dilaksanakan oleh siswa, guru melaksanakan dua kali pentahapan tes/ pemberian
tugas yaitu pretes dan postes. Pemberian tugas pada pretes, dilakukan dengan cara
memberikan tugas menulis karangan narasi, dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa dalam menulis narasi, serta postes untuk mengetahui
kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan
menggunakan media karikatur. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti
dalam pengambilan data dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan
perangkat bahan tes dan menilai, serta mengolah data dari hasil kegiatan
pembelajaran. Hasil/ nilai tes ini digunakan peneliti dan guru untuk mengukur aspek
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 18
Agustus 2018

kognitif siswa. Dalam uji validitas data, peneliti menggunakan teknik Triangulasi
Sumber Data yaitu memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, atau analisis
(Syamsudin dan Damaianti, 2006: 242). Selain itu juga digunakan Review Informan
atau member check, teknik ini digunakan untuk menanyakan kembali kepada
informan, apakah data yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum
(Syamsudin dan Damaianti, 2006: 242).
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi,
mengelompokkan data (Mahsun, 2005: 229). Teknik analisis data dalam penelitian ini
adalah Reduksi data, pada tahap reduksi data, data ditulis dan diketik dalam bentuk
uraian atau laporan yang terperinci, sehingga mempermudah peneliti untuk mencari
kembali data yang sekiranya penting dalam pelaksanaan penelitian. Kemudian
Display data, pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau
penampilan (display) dari data yang telah dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.
Syamsudin dan Damaianti (2006: 112) mengemukakan bahwa display adalah format
yang menyajikan informasi secara sistematis kepada pembaca. Teknik analisis
selanjutnya adalah penarikan simpulan.Pada tahap ini, peneliti menyimpulkan hasil
penelitian berdasarkan semua data yang terkumpul, kemudian diolah dan ditampilkan
dalam suatu gambar yang singkat tetapi jelas. Setelah ditarik suatu simpulan, peneliti
melakukan verifikasi untuk memastikan bahwa semua data yang dikumpulkan sudah
valid.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Kegiatan observasi awal dilaksanakan sebelum peneliti mengadakan
pelaksanaan tindakan. Pada kegiatan pretes (pratindakan) ini, peneliti bersama guru
bidang studi Bahasa Indonesia, bersepakat akan melaksanakan proses kegiatan
belajar-mengajar (KBM) seperti biasa, dan peneliti berperan sebagai partisipan pasif
yang akan meangamati jalannya proses KBM dan menempati posisi duduk di kursi
paling belakang. Guru menyiapkan rencana pembelajaran (RP) yang disusun sesuai
dengan silabus yang telah ditetapkan pihak sekolah.
Setelah selesai menyampaikan materi tentang narasi, guru memberi
penugasan/ tes kepada siswa untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam
keterampilan menulis narasi. Guru menugasi siswa untuk menulis karangan narasi
dengan tema “Kesehatan Lingkungan” tanpa menggunakan media apapun.
Dapat diketahui dari hasil tulisan siswa yang menunjukkan bahwa
keterampilan menulis narasi siswa kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima tergolong
rendah. Nilai tes yang diperoleh siswa pada kegiatan pretes tidak memuaskan. Lebih
banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah standar Kriteria Ketuntasan Belajar
Minimal (KKM). Pihak sekolah telah menentukan standar nilai KKM pada aspek
keterampilan berbicara, membaca, dan aspek keterampilan menulis adalah 75. Nilai/
hasil tulisan siswa yang rendah terindikatori oleh rendahnya pula kemampuan siswa
untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan pendapat melalui tulisan narasi, variasi
kosakata yang dimiliki siswa terbatas, siswa kurang mampu mengembangkan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 19
Agustus 2018

gagasan menjadi paragraf yang padu, serta siswa belum mampu menulis dengan
memerhatikan penggunaan EYD. Hasil tulisan siswa dengan nilai terendah adalah 64
diperoleh responden 16, dengan judul “Taman Penuh Sampah”. Hasil tulian dapat
dilihat pada data 1 berikut ini:
Data 1 “Demi Allah saya tidak terima duit.” Hal ini cukup membuat
saya miskin, karena menurut sya tidak semua yang
bersumpah tidak menerima duit bahkan ada tang menerima
duit dengan gampangnya ia bersumpah. Hal ini menyedihkan
yang menjadi gambaran di neagara ini akibat dari korupsi.
Pemimpin di minta untuk memberiakn kesaksian , bukan
bagian yang melakukan koripsi(Paragraf 1)
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesesuaian isi dengan
judul karangan. Responden 16 tidak menceritakan kronologis kejadian, menggunakan
percakapan yang tidak sinkron dengan judul, dan belum mampu menulis
menggunakan EYD, huruf depan tidak menggunakan huruf kapital, serta tidak ada
kepaduan antar satu paragraf yang satu dengan paragraf yang lain. Nilai tertinggi
yang diperoleh dari responden 24, dengan judul “Kerja Bakti” hasil tulisan dapat
dilihat pada data 2 berikut ini:
Data 2 “Menggambarkan sikap seorang anak yang ingin membeli
sepatu, padahal masih ada orang-orang yang tidak berkaki.
Kita tidak boleh membuang-buang uang karena banyak orang
di luar sana yang membutuhkan uang sedangkan kita selalu
minta kepada orang tua agar dibelikan HP, baju baru
sedangkan di luar sana masih banyak orang yang makan
sekali dalam sehari, adaa yang menahan lapar, merekapun
memakai baju yang sobek. Maka dari itu kita tidak boleh
membuang uang”. (Paragraf 1).
Dari data 2 diatas dapat disimpulkan bahwa isi tulisan responden 24
memiliki kepaduan antar paragraf, isi cerita menunjukkan kronologis kejadian
berdasrkan urutan tempat dan waktu, penggunaan EYD sudah diterapkan
dengan baik. Dari aspek isi tulisan sudah sesuai dengan tema dan judul. Dari
hasil kegiatan observasi pada tahap pretes terhadap proses KBM diperoleh
deskripsi tentang aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Siswa
yang aktif dalam penjelasan materi sebanyak 18 siswa (28%), sedangkan 21
siswa (72%) yang lainnya tampak berbicara sendiri dengan teman sebangku.
Siswa yang aktif dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru
sebanyak 4 siswa (14%), sedangkan 25 siswa (86%) lainnya terlihat pasif dan
terkesan mengacuhkan pertanyaan guru. Siswa yang aktif dalam mengerjakan
tugas dalam menulis narasi sebanyak 11 siswa (38%), sedangkan 18 siswa
(62%) terlihat enggan mengerjakan perintah dan tugas yang diberikan guru.
Siswa yang mampu menulis narasi dengan baik pada tahap pretes sebanyak 6
siswa (21%), dan siswa yang belum mampu menulis dengan baik sebanyak 23
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 20
Agustus 2018

siswa atau sekitar 79%. Berdasarkan survai awal tersebut, peneliti dan guru
mengidentifikasi permasalahan dan sepakat untuk berkolaborasi untuk
menemukan solusi alternatif dengan melaksanakan tindakan siklus I dan
siklus berikutnya.
1. Proses Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Menggunakan
Media Karikatur pada Siswa Kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima
Proses penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang maasing-masing
terdiri atas empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4)
refleksi.
a. Siklus I
1) Perencanaan (Planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti dan guru berdiskusi mengidentifikasi
masalah dari hasil kegiatan pretes. Masalah yang dihadapi adalah rendahnya
keaktifan siswa dalam proses KBM, dan banyaknya siswa yang memperoleh nilai
di bawah standar Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KKM).
Tahap perencanaan tindakan siklus I meliputi kegiatan sebagai berikut:
a) Peneliti dan guru merancang skenario pembelajaran menulis narasi
dengan media karikatur, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Guru memberikan pemahaman awal (apersepsi) dengan
menggali pengalaman siswa yang berkaitan dengan menulis narasi.
(2) Guru menjelaskan materi menulis narasi. Materi narasi
meliputi: hakikat narasi, ciri-ciri narasi, langkah-langkah menulis narasi, dan
contoh bentuk tulisan narasi.
(3) Guru menjelaskan penggunaan media karikatur dalam
pembelajaran menulis narasi.
(4) Guru memberi pertanyaan kepada siswa mengenai isi/
pesan yang terkandung dalam karikatur
(5) Guru menugasi siswa untuk menulis narasi menggunakan
media karikatur.
(6) Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap
pembelajaraan yang telah dilaksanakan. Refleksi berupa komentar siswa
mengenai isi karikatur.
b) Peneliti dan guru menyusun rencana pembelajaran (RP) sesuai
silabus yang telah ditetapkan sekolah.
Kompetensi dasar yang ditetapkan adalah menulis narasi dengan menggunakan
bahasa yang baik dan benar, serta memerhatikan penggunaan EYD. Strategi
pembelajaran yang digunakan adalah tanya jawab, diskusi, refleksi dan
penugasan. Peneliti dan guru merancang evaluasi dengan menetapkan skor
penulisan berdasarkan isi tulisan, koherensi antarparagraf, dan ejaan. Tindakan
siklus I dilaksanakan dalam satu kali pertemuan dengan alokasi waktu dua jam
pelajaran (2x45 menit).

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 21
Agustus 2018

c) Peneliti dan guru menyiapkan media pembelajaran berupa gambar


karikatur (sumber: koran lombol Pos, edisi Sabtu, 22 April 2012 dan kopi dari
internet Maret 2013).
d) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes.
Instrumen tes dinilai dari hasil pekerjaan siswa dalam menulis narasi.
2) Tindakan (Acting)
Pada tahap pelaksanaan, guru melaksanakan proses KBM sesuai rencana
pembelajaran yang telah disepakati. Guru memberikan pemahaman awal
(apersepsi) tentang pelajaran menulis yang berkaitan dengan pengalaman siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian apersepsi ini dilakukan guru untuk
mengetahui sejauhmanakah pengetahuan siswa tentang menulis. Untuk ini, guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa . Misalnya, “pernahkah kalian membaca
novel?”, “siapakah nama pengarangnya?”, “apakah kalian ingin menjadi terkenal
seperti mereka karena hasil tulisannya?”, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut bertujuan memberi stimulus kepada siswa, agar suasana pembelajaran
tidak terkesan menegangkan.
Guru menjelaskan mengenai pembelajaran menulis narasi, meliputi
hakikat narasi, ciri-ciri narasi, struktur narasi, langkah-langkah menulis narasi,
dan contoh tulisan narasi. Setelah menjelaskan materi, guru membagikan
karikatur kepada siswa dan menyuruh siswa untuk mengamatinya. Guru
memberikan pertanyaan kepada siswa tentang isi atau pesan yang terkandung di
dalam karikatur. Kemudian guru menugasi siswa untuk menulis narasi
menggunakan media karikatur yang telah disediakan. Siswa diberi kebebasan
dalam menentukan judul untuk tulisan, tetapi guru menekankan kepada siswa
agar memilih judul yang sesuai dengan gambar karikatur. Sesuai dengan
rancangan tindakan yang telah disepakati peneliti dengan guru, pelaksanaan
tindakan siklus I dilaksanakan di kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima , dengan
alokasi waktu dua jam pelajaran (2x45 menit).
3) Pengamatan (Observing)
Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama proses KBM berlangsung,
diperoleh deskripsi tentang keaktifan dan aktivitas siswa, yakni sebagai berikut:
a) Siswa yang aktif selama guru menjelaskan materi sebanyak
13 siswa atau sekitar 45%. Siswa yang lain tampak terlihat diam, bercanda
dengan teman sebangku,dan ada pula siswa yang menelungkupkan kepalanya di
atas meja, sebanyak 16 siswa atau 55%.
b) Siswa yang aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan lisan
yang diberikan oleh guru mengenai materi menulis narasi sebanyak 9 siswa atau
sekitar 31%. Siswa lain yang terkesan mengacuhkan pertanyaan dari guru
sebanyak 20 siswa atau 69 %.
c) Siswa yang antusias mengerjakan tugas dari untuk menulis
narasi sebanyak 14 siswa atau sekitar 48%. Sedangkan 14 siswa atau 52% siswa
yang lainnya terlihat enggan dan malas mengerjakan. Bahkan ada siswa yang
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 22
Agustus 2018

membiarkan lembar kerjanya belum terisi tulisan, karena sengaja menunggu hasil
pekerjaan temannya dengan maksud dapat mencontoh hasil pekerjaan temannya
tersebut.
d) Berdasarkan hasil pekerjaan siswa didapat 16 atau sekitar
55% siswa yang berhasil menulis narasi dengan baik. Siswa yang belum mampu
menulis dengan baik berdasarkan isi, kepaduan antarparagraf dan ejaan sebanyak
13 siswa atau 45%. Hal ini menunjukkan bahwa ada kenaikan jumlah dan
persentase tulisan narasi siswa dari tulisan sebelumnya, pada kegiatan pretes.
Pada tahap pretes, siswa yang sudah mampu menulis narasi dengan baik
berdasarkan isi tulisan, kepaduan antarparagraf, dan ejaan sebanyak 6 siswa atau
21%. Siswa yang belum mampu menulis narasi pada tahap pretes sebanyak 23
siswa atau 79%.
Dari hasil pengamatan peneliti, guru telah melaksanakan rancangan
tindakan yang telah disepakati bersama dengan peneliti. Guru juga telah
menerapkan rencana pembelajaran (RP) yang telah disusun bersama peneliti.
4) Refleksi (Reflecting)
Berdasarkan hasil observasi tersebut, peneliti dan guru melakukan
refleksi. Kekurangan yang terjadi pada siklus I adalah kurangnya pemahaman
siswa terhadap penggunaan dan penerapan EYD dan koherensi antarparagraf.
Kelemahan lainnya adalah kurangnya perhatian siswa terhadap pelajaran menulis
narasi. Untuk mengatasi kekurangan yang terjadi selama proses tindakan siklus I,
guru akan memberikan stimulus kepada siswa berupa pemberian nilai tambah,
pemberian stimulus ini diharapkan akan mejadi motivator bagi siswa, sehingga
siswa akan memberikan feed back (umpan balik) terhadap proses KBM. Guru
juga berusaha memberikan perhatian kepada siswa secara menyeluruh, dengan
melakukan rotasi pengecekan terhadap siswa ketika mengerjakan tugas menulis
narasi selama KBM berlangsung. Untuk menambah pemahaman siswa terhadap
materi, guru akan memberikan materi tambahan berupa EYD dan paragraph.
Kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya sudah dapat diatasi. Meskipun
terjadi peningkatan hasil tulisan, namun ada beberapa siswa yang masih
mengabaikan penerapan penggunaan EYD.
Aspek yang dinilai dalam penulisan pada siklus II sama dengan aspek-
aspek yang diterapkan pada tahap pretes, yakni penilaian berdasarkan isi,
kepaduan antarparagraf, dan ejaan (EYD). Hasil nilai yang dicapai siswa pada
siklus I nilai terendah adalah responden 16 dengan nilai 64 dengan judul
“Penebangan pohon secara liar”.
Hasil tulisan responden 16 dapat dilihat pada data 3 berikut ini:
Data 3 “Penebangan pohon secara liar terus berlanjut. Manusia yang
rakus dengan uang, selalu melakukan penebangan pohon secara tidak
illegal deni kepuasan mereka sendiri tampa memikirkan dampak bagi
semua orang, kejadian ini terus berlangsung. Senatara para aparat
keamanan hanya memberikan sanksi yang diberikan alias tidak kapok.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 23
Agustus 2018

Nah pertanyaannya, selain para aparat keamanan itu sendiri, apakah


masyarakat setempat bekerja sama dengan aparat yang ada? Jawaban ini
pasti kita sudah tahu. Ya? Hamper semua orang buta dengan uang”.
(Paragraf 1)
Dari data di atas menunjukkan bahwa kemampuan menulis responden 16
sangat rendah. Judul karangan sudah sesuai denan isi paragraf, tetapi belum
mampu menerapkan EYD dengan tepat. Hasil tulisan responden tidak
menggunakan huruf kapital pada setiap awal kalimat, dan menggunakan kalimat
yang tidak tepat.
Nilai tertinggi pada siklus I adalah 88, yang dicapai oleh responden 24
dengan judul “Sama-sama penjahat beda gestur”.
Hasil tulisan responden 24 dapat dilihat pada data 4 berikut ini:
Data 4 “Siapa yang tidak tahu, bagaiman perlakuan hokum terhadap
narapidana rakyat biasa dan narapidana kasus korupsi. Dimana tahanan
kasus korupsi menerima perlakuan khusus. Bilaman mereka ingin mandi,
merka tinggal memutar shower, mau nonton senetron, atau berita pagi
mereka dipersilakan menyalakan televise di kamar masing-masing. Jika
para penyakitan itu ingin meneruskan kulian diperguruan tinggi, itu bisa
diatur.” (Paragraf 1).

“Hal ini berbanding terbalik dengan narapidana biasa, mereka dapat


menghuni satu hingga lebih dari satu orang dalam sel. Keadilan masih
dipertanyakan, di mana letak keadilan di Negara ini? Baimana bisa
seorang koruptor dapat hidup dengan fasilitas vip walaupun di dalam sel
sekalipun. Keadilan harus ditegakan tidak memandang bulu siapa yang
dihukum. Jangan orang miskin yang tidak punya jabatan dan harta harus
berjuang untuk mendapatkan keadilan. Sedangkan orang kaya dan memilki
jabatan bisa dengan mudahnya memanipulasi hokum dan bertindak dengan
sesuka mereka”. (Paragraf 2)

Dari hasil tulisan responden 24, disimpulkan bahwa sudah ada relevansi
antara isi tulisan dengan tema dan judul, responden 24 juga sudah menerapkan
EYD, yang meliputi penggunaan tanda baca titik dan koma secara tepat,
menggunakan bahasa yang baku, dan terdapat kepaduan antara paragraf yang satu
dengan paragraf yang lain.
Berdasarkan hasil nilai yang dicapai siswa, ternyata masih banyak siswa
yang memeroleh nilai di bawah standar KKM. Untuk mengatasinya, peneliti dan
guru menyepakati perlu adanya pengembangan program pada tindakan siklus
selanjutnya untuk memperbaiki proses dan hasil KBM.
b. Siklus II
1) Perencanaan (Planning)

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 24
Agustus 2018

Pada tahap perencanaan ini, peneliti dan guru berdiskusi dalam upaya
pencarian solusi permasalahan yang dihadapi. Peneliti dan guru berupaya
mengembangkan program yang akan dilaksanakan pada tindakan berikutnya.
Peneliti dan guru mendiskusikan rancangan tindakan yang akan
dilaksanakan dalam proses penelitian selanjutnya. Rancangan tindakan siklus II
meliputi penyusunan rencana pembelajaran menulis narasi menggunakan media
karikatur, yang berbeda dari siklus sebelumnya. Rencana pembelajaran
dikembangkan dengan menambahkan materi tambahan berupa EYD. Guru akan
memberikan stimulasi berupa penambahan nilai bagi siswa yang aktif selama
proses KBM di kelas.
Sebagai upaya mengatasai kelemahan/ kekurangan dari segi media, telah
disepakati dengan meggunakan karikatur yang dicetak pada kertas HVS warna,
karena sebelumnya hanya menggunakan kertas buram dengan alasan efisiensi
dana peneliti. Peneliti dan guru merumuskan tahap perencanaan siklus II meliputi
tahap-tahap sebagai berikut:
a) Peneliti dan guru merancang skenario pembelajaran dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Guru memberikan pemahaman awal (apersepsi)
dengan menggali pemahaman dan ingatan siswa mengenai pembelajaran
narasi.
(2) Guru menambahkan materi pembelajaran berupa EYD,
dan paragaf yang padu.
(3) Guru membagikan media karikatur yang telah dicetak
pada kertas HVS warna, serta lembar kerja siswa berupa kertas folio.
(4) Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan lisan yang
diajukan oleh guru tentang isi/ pesan yang terdapat dalam gambar karikatur.
(5) Guru menugasi siswa untuk menulis narasi dengan
menekankan penggunaan EYD dan kepaduan antarparagraf di kertas folio
yang telah disediakan.
(6) Guru dan siswa mengadakan refleksi pembelajaran.
b) Peneliti dan guru menyusun rencana pembelajaran (RP)
untuk materi menulis narasi. Peneliti dan guru menetapkan kompetensi dasar
menulis narasi dengan baik dan benar berdasarkan EYD, dan kepaduan
antarparagraf. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah metode diskusi,
tanya jawab, refleksi dan penugasan. Peneliti dan guru juga menetapkan
rancangan evaluasi hasil tes berdasarkan aspek isi, kepaduan antarparagraf, dan
ejaan (EYD). Pada siklus II akan dilaksanakan selama satu kali pertemuan
dengan alokasi waktu dua jam pelajaran (2x45 menit).
c) Peneliti dan guru menyiapkan media pembelajaran berupa
karikatur (sumber: Koran harian Lombok Pos, edisi Senin 16 Mei 2012 dan dari
kopi dari internet Mei 2013), serta lembar kerja berupa kertas folio.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 25
Agustus 2018

d) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa soal


tes. Instrumen penelitian terlampir.
2) Tindakan (Acting)
Pada tahap pelaksanaan, guru mengaplikasikan solusi yang telah
disepakati dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan yang ada pada siklus
sebelumnya. Guru melaksnakan proses KBM sesuai dengan rencana
pembelajaran yang sebelumnya telah direvisi dan disepakati bersama peneliti.
Siklus II selama dilaksanakan satu kali pertemuan dengan alokasi waktu dua jam
pelajaran (2x40 menit).
Ketika siklus II dilaksanakan, guru dan siswa terlihat berbeda dari siklus
sebelumnnya. Siswa terlihat aktif ketika guru menjelaskan materi tentang narasi.
Materi yang disampaikan oleh guru pada siklus II sudah disesuaikan pada siklus
I, tetapi pada siklus II ini, guru memberikan pemahaman secara mendalam
tentang EYD dan penyusunan paragraf yang padu. Guru mengadakan tanya
jawab kepada siswa mengenai mataeri menulis narasi. Materi tentang narasi
berupa pengertian narasi, ciri-ciri narasi, dan langkah-langkah menulis narasi.
Setelah guru mengadakan tanya jawab, guru menugasi siswa untuk menulis
narasi menggunakan media karikatur, dengan alokasi waktu mengerjakan 45
menit. Siswa mengerjakan tugas menulis narasi menggunakan langkah-langkah
menulis narasi yang telah dijelaskan oleh guru. Langkah-langkah menulis narasi
diantaranya adalah (1) menentukan tema, (2) merumuskan tujuan, (3) menyusun
kerangka karangan, dan (4) mengembangkan kerangka karangan. Setelah siswa
selesai mengerjakan, guru meminta hasil pekerjaan siswa. Guru menggunakan
sisa waktu untuk menganalisis salah satu pekerjaan siswa, kemudian guru
mengajak siswa untuk bersama-sama membahasnya. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya dan berkomentar tentang isi/ pesan
yang terdapat di dalam karikatur
3) Observasi (Observing)
Peneliti mengamati proses KBM di kelas dengan materi keterampilan
menulis narasi. Dari hasil pengamatan diperoleh gambaran suasana kelas yang
mulai terlihat hidup ketika guru mencatat nama siswa yang bersedia merespon
pertanyaan guru dan memberikan nilai tambah. Pada siklus II ini, siswa tampak
berperan aktif dalam pembelajaran. Banyak siswa yang termotivasi dengan nilai
tambah yang akan diberikan, karena mengingat tes kenaikan kelas akan segera
dihadapi. Tentunya nilai tambah tersebut berpengaruh terhadap nilai Bahasa
Indonesia, khususnya pada aspek keterampilan menulis.
Terlihat dengan jelas adanya interaksi antara guru dan siswa. Siswa
berlomba-lomba agar dapat menjawab pertanyaan dari guru dan berusaha
mengerjakan tugas sebaik mungkin dengan harapan akan mendapatkan nilai
tambah.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 26
Agustus 2018

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, guru mampu menggunakan


karikatur sebagai media pembelajaran dalam KBM menulis narasi. Siswa juga
mulai tertarik dengan media karikatur yang diberikan oleh guru.
Hasil pengamatan terhadap proses KBM dapat dinyatakan bahwa:
a) Siswa yang aktif selama menerima penjelasan dari guru
sebanyak 21 siswa atau sekitar 72%. Sebanyak 8 Siswa lainnya atau 28% tampak
diam dan masih ada siswa yang berbicara dengan teman sebangku.
b) Siswa yang aktif menjawab pertanyaan guru sebanyak 17
siswa atau sekitar 58%, sedangkan 12 siswa atau 42% siswa yang lain masih
tampak ragu dan takut salah ketika hendak menjawab pertanyaan.
c) Siswa yang antusias mengerjakan tugas untuk menulis narasi
sebanyak 24 siswa atau sekitar 83%. Sebanyak 5 siswa atau 17% siswa lainnya
masih menunjukkan sikap malas dan enggan mengerjakan. Mereka masih
menggantungkan hasil pekerjaan siswa lainnya kemudian dicontoh.
d) Berdasarkan hasil pekerjaan siswa didapat 21 siswa atau
sekitar 72% siswa yang telah mampu menulis narasi dengan baik dan
memuaskan. Sedangkan 8 siswa atau sekitar 28% siswa masih perlu
meningkatkan keterampilannya menulis narasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
nilai hasil tes siswa pada siklus II.
4) Refleksi (Reflecting)
Proses pembelajaran menulis narasi menggunakan media karikatur di
kelas X IBB pada siklus II berjalan lancar dan siswa memberikan respon positif.
Keantusiasan siswa dalam pembelajaran menulis narasi meningkat. Hal tersebut
ditunjukkan ketika mereka menjawab pertanyaan dari guru dan keaktifan siswa
dalam mengerjakan tugas. Keaktifan sisiwa yang ditunjukan selama proses KBM
berlangsung memberikan dampak positif berupa hasil peningkatan kemampuan
menulis narasi.
Aspek penilaian hasil tes berdasarkan isi, kepaduan antarparagraf, dan
ejaan. Hasil/ nilai yang dicapai siswa pada siklus II nilai terendah adalah 74, yang
diperoleh dari responden 10 dengan judul “Demi Keadilan yang Buta Akan
Keadilan”. Hasil tulisan responden dapat dilihat pada data 5 berikut ini:
Data 5 “Hukum di Indonesia sangatlah tidak adil, contohnya sija kasus
yang menyeret nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu jati dan pemuda
yang mencuri sandal jepit. Mereka mendapatkan hukuman yang berat
dibandingkan dengan seorang koruptor yang menghabiskan uang Negara
untuk kepentingannya sendiri. Hal ini menunjukan bahwa aparat hokum
lebih berorientasi pada penegakan hokum ketimbang penegakan keadilan.
Jangan samoai hokum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas hanya karena
orang atas memiliki uang dan kekuasaan seenaknya saia dengan hokum
seakan mereka mempermainkan hokum dibandingkan dengan orang
bawah yang tidak memiliki uang, kekuasaan dan mereka berjuang untuk
mencari keadilan.”(Paragraf 1)
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 27
Agustus 2018

“Hukum di Indonesia terhadap koruptor benar-benar lemah, disaat Negara


lain memberikan hukuman berat seperti hokum gantung, tangan dipotong
bahkan hukuman potong kepala juga diberlakukan. Di Indonesia hanya
memberikan hukuman ringan bagi koruptor dan memberikan revisi bagi
koruptor sedangkan seorang nenek tua yang hanya mencuru kayu jati saja
dihukum dengan hukuman yang berat. Di mana letak keadilan di negara
ini”. (Paragraf 2)
Dari data 5 tersebut, dapat disimpulkan bahwa sudah ada kesesuaian isi
tulisan dengan tema dan judul. Akan tetapi, responden 10 masih belum mampu
menggunakan EYD dengan tepat, responden belum menggunakan bahasa tata
bahasa baku.
Nilai tertinggi yang dicapai pada siklus II adalah 91, yang diperoleh dari
responden 24 dengan judul “Sindiran terhadap orang yang kalangan atas yang
memilki harta yang berlimpah”.
Hasil tulisan dapat dilihat pada data 6 berikut:
Data 6 “Sindiran terhadap orang yang kalangan atas yang memilki
harta yang berlimpah, apapun yang diinginkan bisa mereka mendapatkan.
Tetapi banyak orang dari kalangan atas yang sulit untuk mendapatkan
bahkan sampai diakhir hayatnya mereka tidak memiliki anak kandung.
Apalah artinya harta yang berlimpah itu kalau tidak mempunyai anak yang
merupakan sumber kebahagiaan bagi sebuah keluarga. Hal tersebut
terkandung makna para kalangan atas yang sangat sibuk bekerja dan tidak
mempunyai waktu luang bersama keluarga”. (Paragraf 1)

“Hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan kehidupan kalangan


bawah yang secara ekonomi tidak banyak memiliki harta dan cukup untuk
kehidupan sehari-hari saja dan terkadang banyak kebutuhan yang sulit
untuk mereka penuhi. Walaupun begitu mereka memiliki banyak anak
yang menjadi pelipur lara. Dan ada pemikiran banyak anak pasti banyak
rezeki”. (Paragraf 2)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa antara isi tulisan, tema, dan
judul sudah menunjukkan kesesuaian. Tanda baca sudah diterapkan secara tepat.
Responden 24 sudah mampu menulis narasi dengan baik berdasarkan EYD,
menggunakan pilihan kata yang tepat, dan mampu menyusun koherensi paragraf.
Setelah pelaksanaan tindakan siklus II ini, peneliti dan guru
menyimpulkan bahwa ada peningkatan proses dan hasil KBM.
Nilai rata-rata siswa yang dicapai pada siklus I adalah 73 setelah diadakan
tindakan siklus II, nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan yakni 81,28.
Berdasarkan hasil nilai tes siswa pada siklus II menunjukkan keberhasilan guru
dalam pembelajaran dengan menerapkan penggunaan media karikatur untuk

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 28
Agustus 2018

meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa kelas X IBB SMAN 1


Langgudu Bima . Guru juga sangat responsif terhadap penggunaan karikatur
sebagai media pembelajaran menulis narasi, dan bersedia menerapkan
penggunaan media karikatur pada pembelajaran menulis berikutnya.

Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan guru dan peneliti,


guru berhasil melaksanakan pembelajaran yang mampu menarik minat dan
perhatian siswa yang berakibat pada meningkatnya keterampilan menulis narasi
siswa. Keberhasilan penggunaan media karikatur dalam upaya meningkatkan
keterampilan menulis narasi dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
a. Siswa terlihat aktif mengikuti pembelajaran menulis
Setelah dilakukan tindakan, yaitu dengan menggunakan karikatur sebagai
media dalam pembelajaran, siswa menjadi terarik untuk mengikuti pembelajaran
menulis. Siswa terlihat memerhatikan penjelasan dari guru, serta mengamati
dengan seksama karikatur yang telah disediakan. Selain itu siswa mulai bersedia
ikut aktif dan berperan serta dalam proses pembelajaran yang sedang
berlangsung, seperti mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
guru.
Keaktifan siswa selama KBM pada tahap pretes, siklus I, dan siklus II
mengalami peningkatan. Peningkatan kegiatan KBM siswa yang terendah adalah
keaktifan menjawab pertanyaan lisan. Pada tahap pretes siswa yang aktif
menjawab pertanyaan ada 4 siswa (14%). Pada siklus I ada 9 (21%), dan pada
siklus II ada 17 siswa (58%). Rendahnya keaktifan siswa disebabkan karena
masih ada siswa yang merasa takut salah dalam menjawab.
Data yang diperoleh dari pengamatan proses KBM di kelas. Peneliti
melakukan proses pengamatan tersebut tanpa diketahui siswa. Hasil persentase
diperoleh dari penghitungan jumlah siswa kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima
dikali 100%.
b. Siswa mengalami kemajuan dalam pelajaran menulis narasi
Sebelum diadakan tindakan, siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti
pelajaran. Siswa juga merasa kesulitan dalam menuangkan gagasannya ke dalam
bentuk tulisan secara runtut, dan kebanyakan siswa belum menggunakan EYD
dengan tepat.
Setelah diadakan tindakan, kemampuan menulis narasi siswa meningkat.
Hal ini dapat dilihat dari hasil/ nilai siswa yang mengalami kenaikan pada setiap
siklusnya. Dengan menggunakan media karikatur, hasil tulisan siswa menjadi
lebih teratur. Susunan kalimat dan paragrafnya cukup baik. Dalam hal ini gurulah
yang berperan aktif mengingatkan siswa untuk selalu memerhatikan penggunaan
EYD dalam penulisan narasi.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 29
Agustus 2018

c. Nilai yang diperoleh siswa meningkat pada setiap siklusnya


Proses penilaian dalam penelitian ini menekankan pada aspek isi,
kepaduan antar paragraf dan ejaan. Batas minimal kelulusan yang ditetapkan
sekolah sebesar 75. Nilai rata-rata pada siklus I sebesar 73 sedangkan pada siklus
II mengalami peningkatan sebesar 81,28. Daftar hasil/ nilai siswa selama
tindakan siklus I dan siklus II terlampir.
Peningkatan proses dan hasil nilai yang dicapai siswa dalam setiap
siklusnya mengindikasikan efektifitas penggunaan dan implikasi media karikatur
dalam pembelajaran yang diungkapkan oleh Yustiniadi (1996: 89) yakni: (1)
penggunaan karikatur dapat merangsang minat dan perhatian siswa, (2) gambar
yang dipilih secara tepat membantu siswa memahami dan mengingat isi informasi
bahan-bahan verbak yang menyertainya, dan (3) isyarat yang bersifat nonverbal
atau simbol-simbol atau pesan pada gambar karikatur dapat memperjelas pesan
yang ingin disampaikan.
3. Persepsi dan kesan siswa kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima terhadap
pembelajaran menulis narasi menggunakan media karikatur.
Setelah peneliti dan guru menyelesaikan tindakan siklus I, diperoleh
beberapa tanggapan dari siswa mengenai pembelajaran menulis narasi
menggunakan media karikatur sangat beragam.
Dari hasil wawancara peneliti dengan siswa, didapat beberapa persepsi
dan kesan dari masing-masing siswa.
Persepsi siswa mengenai pembelajaran menulis narasi menggunakan media
karikatur dapa dilihat pada kutipan wawancara berikut:
“Sangat menyenangkan Mbak, menulis pakai media ternyata
memudahkanku untuk menuangkan gagasan. Apalagi karikatur gambarnya
lucu dan menarik. membuatku semangat untuk menulis. Situasi kejadian
yang terdapat dalam karikatur benar-benar terjadi dan sedang aktual”.
(sumber: wawancara terstruktur)

Dari kutipan wawancara di atas, diperoleh tanggapan yang positif terhadap


pembelajaran menulis narasi yang telah dilakukan. Menurutnya, pembelajaran
menulis dengan menggunakan media karikatur sangat menyenangkan, karena
dalam gambar karikatur terdapat gambar-gambar yang lucu dan menarik, dan
biasanya menceritakan kejadian yang sedang aktual. Gambar karikatur
memudahkannya dalam menceritakan kembali isi yang terkandung di dalamnya
dengan urutan waktu dan tempat kejadian. Dalam hal ini tentunya berkaitan
dengan tulisan narasi yang menceritakan sesuatu berdasarkan urutan kronologis
waktu dan tempat kejadian.
Sependapat dengan tanggapan siswa di atas diungkapkan pula oleh siswi
yang selalu terlihat aktif dalam proses KBM berlangsung.
Persepsi siswa dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 30
Agustus 2018

“Menurutku, menulis memakai media karikatur adalah cara baru untuk


memudahkanku untuk menulis dan mengungkapkan ide dalam bentuk
tulisan narasi. Dari dulu guruku belum pernah ada yang pakai media
apapun saat pelajaran menulis. Semua guru biasanya nyuruh nulis dengan
tema yang sudah ditentukan. Aku sangat kesulitan sebelumnya, tapi
sesudah pakai media ternyata menulis menjadi menyenangkan”.
(sumber: wawancara terstruktur)
Kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan media karikatur, ia dapat menuangkan idenya dengan mudah ke
dalam bentuk tulisan. Sebelumnya ia sangat merasa kesulitan dalam menuangkan
gagasannnya karena selama ini setiap guru baik di SD, bahkan sampai duduk di
kelas X sekarang pun belum pernah menggunakan media apapun dalam pelajaran
menulis. Kebanyakan guru menyuruhnya untuk mengarang narasi atau pun jenis
tulisan yanga lain, seperti: argumentasi, persuasi, maupun deskripsi dengan
menggunakan tema yang telah ditentukan oleh guru dan tanpa meanggunakan
media yang menarik. Hal itulah yang menyebabkan pelajaran menulis tidak
diminati oleh sebagian besar siswa, karena dianggap sebagai pelajaran yang
membosankan.
Hal serupa juga diungkapkan oleh sekretaris kelas, yang menyatakan
antusiasmenya terhadap pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan
media karikatur yang telah dilakukan.
Hasil wawancara dengan siswa dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Aku sangat antusias dengan pelajaran menulis kalau pakai media
karikatur Mbak. Media karikatur memberiku suasana baru. Menurutku
pelajaran menulis itu membosankan, karena sulit Mbak. Tapi setelah pakai
karikatur membuatku mudah dalam menulis narasi. Aku tidak merasa
jenuh lagi ketika menulis”.
(sumber: wawancara terstruktur)

Dari kutipan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa selama ini ia
sangat tidak menyukai pelajaran menulis yang menurutnya sangat sulit dan
membosankan. Tetapi dengan pemberian suasana baru menggunakan media
karikatur, ia mengaku bahwa tidak ada lagi rasa jenuh terhadap pelajaran menulis.
Dari berbagai tanggapan siswa yang telah dikemukakan di atas, masih
ada beberapa siswa yang mengeluh saat diminta untuk menulis.
Persepsi siswa tersebut terdapat pada kutipan wawancara berikut:
“Saya merasa dibantu dengan adanya media karikatur dalam pelajaran
menulis narasi, tapi saya merasa jenuh ketika diharuskan menulis narasi
sebanyak tiga kali, yaitu pada tahap pretes, siklus I dan pada siklus II”.
(sumber: wawancara terstruktur)

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 31
Agustus 2018

Dari kutipan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan


mereka merasa jenu karena diharuskan menulis narasi sebanyak tiga kali berturut-
turut. Hal inilah yang menjadi kekurangsempurnaan dalam penelitian ini sehingga
dapat dijadikan sumber referensi dan identifikasi masalah bagi peneliti selanjutnya
untuk mengatasi segala bentuk kelemahan dalam penelitian ini.
Pelaksanaan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan media
karikatur merupakan pengalaman pertama siswa kelas X IBB SMAN 1 Langgudu
Bima . Sebelumnya guru tidak pernah menggunakan media apapun dalam
pembelajaran menulis. Pada awal pelaksanaan pembelajaran menulis dengan media
karikatur, masih didapat beberapa kendala yaitu rendahnya motivasi siswa mengikuti
pembelajaran dan masih banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah standar
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Setelah diadakan siklus yang kedua, situasi
KBM di kelas menjadi lebih berbeda. Siswa lebih antusias dan aktif selama
pembelajaran berlangsung. Hal ini terjadi setelah guru memberi stimulus berupa nilai
tambah dan materi tambahan berupa EYD dan koherensi paragraf. Guru juga
berperan aktif dalam pengecekan terhadap proses kegiatan menulis yang dilakukan
siswa.
Dari penjelasan di atas sudah dapat diketahui bahwa ada peningkatan
keterampilan menulis dengan menggunakan media karikatur. Adanya peningkatan
tersebut juga dapat diketahui dari hasil nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada
siklus I yaitu 73 dan pada siklus ke 2, 81,28. Hal ini membuktikan adanya tanggapan
siswa yang cukup baik selama pembelajaran menulis narasi menggunakan media
karikatur.
Hasil penelitian ini berupa peningkatan keaktifan siswa dalam KBM dan
peningkatan nilai menulis siswa pada setiap siklusnya. Sedangkan penelitian
Wijayanti (2007) lebih menekankan pada hubungan kelebihan media cergam (cerita
bergambar) sebagai media pembelajaran dengan peningkatan kemampuan siswa
dalam menyusun cerita, memadukan kalimat dengan kata sambung, ejaan, dan tanda
baca secara tepat.
Hasil penelitian antara peneliti dengan Astuti (2007) hampir sama. Dalam
pembelajaran menulis sisiwa diharapkan mampu menulis dengan baik berdasarkan isi
tulisan, kepaduan antarparagraf, ejaan, dan tanda baca. Penulis dapat menyimpulkan
bahwa tingkat kemampuan menulis narasi siswa dan antusiasme KBM dapat
diketahui setelah dilakukan dengan menggunakan media karikatur yang sebelumnya
tidak menggunakan media. Penggunaan media komik pada penelitian Astuti juga
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan perbedaan antara penelitian
ini dengan penelitian Astuti adalah penggunaan media dalam pembelajaran. Penulis
menggunakan media karikatur, sedangkan Astuti menggunakan komik sebagai media
pembelajaran.
Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa dengan menggunakan media
karikatur dapat memotivasi siswa untuk menuangkan gagasannya ke dalam bentuk
tulisan narasi. Sedangkan dalam penelitian Aminudin (2006) dikemukakan bahwa
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 32
Agustus 2018

dengan menggunakan teks wacana dialog dapat mengurangi kesalahan siswa dalam
penggunaan diksi, kesalahan ejaan, dan pengembangan isi.
Peneliti memiliki pendapat yang sama dengan Ristanti (2007) bahwa
penggunaan media yang menarik dapat memotivasi siswa untuk menuangkan
gagasan ke dalam bentuk tulisan. Sedangkan yang membedakan antara penelitian ini
dengan penelitian Ristanti adalah penggunaan media pembelajaran. Upaya
peningkatan keterampilan menulis narasi pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan media karikatur. Sedangkan dalam penelitian Ristanti menggunakan
media cergam (cerita bergambar) sebagai upaya meningkatkan keterampilan menulis
narasi.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa media karikatur, komik, cergam (cerita
bergambar), dan media teks wacana dialog memiliki tujuan yang sama yaitu
memotivasi siswa untuk menulis. Media-media tersebut dimaksudkan untuk
memberikan stimulus kepada siswa agar menarik minat siswa untuk menuangkan ide,
gagasan, maupun pendapat ke dalam bentuk tulisan narasi.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Secara singkat simpulan hasil penelitian ini yakni terdapat peningkatan
kualitas pembelajaran (baik proses maupun hasil) keterampilan menulis narasi pada
siswa kelas X IBB SMAN 1 Langgudu Bima. Hal tersebut terlihat pada hasil
penelitian berikut ini:
1. Proses penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus
penelitian diawali dengan pre-tes sebagai tindakan survei awal untuk mengetahui
kondisi di lapangan. Pada tahap pretes, guru melaksanakan KBM menulis seperti
biasa, tanpa menggunakan media apapun. Dasri hasil nilai siswa pada tahap pre-
tes menunjukkan bahwa keterampilan menulis narasi siswa tergolong rendah.
Berdasarkan identifikasi masalah pada tahap pretes, peneliti dan guru
berkolaborasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan melaksanakan
tindakan siklus I. Pada siklus I, guru mengaplikasikan rancangan tindakan yang
telah disepakati bersama peneliti dengan menggunakan media karikatur untuk
meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa. Pada siklus II, peneliti dan guru
mengembangkan program rancangan tindakan untuk mengatasi kekurangan/
kelemahan yang ada pada siklus I. pengembangan program yang disepakati antara
peneliti dan guru sebagai upaya mengatasi kelemahan pada siklus sebelumnya
adalah dengan memberikan materi tambahan berupa EYD, kalimat, dan paragraf.
Guru berusaha memberikan perhatian menyeluruh kepada siswa dengan
melakukan rotasi posisi untuk melakukan pencekan terhadap siswa selama proses
KBM berlangsung. Stimulus diberikan untuk memotivasi siswa agar aktif
bertanya, menjawab pertanyaan dari guru, dan aktif selama KBM. Guru bersedia
memberikan nilai tambah.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 33
Agustus 2018

2. Hasil penelitian ini berupa peningkatan minat siswa dalam


mengikuti pelajaran yang terindikasikan oleh keaktifan siswa dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan lisan yang diajukan oleh guru selama proses KBM
berlangsung. Keterampilan menulis narasi siswa mengalami peningkatan yang
ditandai dengan meningkatnya penguasaan aspek-aspek menulis, yang meliputi
ejaan (EYD), tata kalimat, dan koherensi antarparagraf. Nilai yang dicapai siswa
dalam setiap siklusnya mengalami peningkatan. Nilai rata-rata siswa pada tahap
pretes 59,5 siklus I 73 dan pada siklus II 81,28.
3. Persepsi dan kesan siswa terhadap pembelajaran menulis
narasi dengan menggunakan media karikatur adalah berupa antusiasme dan
partisipasi yang tinggi. Dari hasil wawancara peneliti dengan siswa diperoleh
tanggapan positif. Menurut siswa, pembelajaran menulis adalah pelajaran yang
dirasa sulit bahkan dianggap membosankan. Selain harus menuangkan gagasan ke
dalam bentuk tulisan, guru selalu menuntut siswa untuk dapat menulis dengan
baik dan benar tanpa memberikan solusi dan inovasi pembelajaran baru.
Saran
Berkaitan dengan simpulan di atas, peneliti menyarankan kepada siswa agar
selalu berusaha aktif dan responsif terhadap setiap pembelajaran di kelas. Siswa
yang kurang paham terhadap materi yang diusampaikan oleh guru, hendaknya berani
mengajukan pertanyaan. Siswa juga diharapkan agar selalu memberikan kritikan dan
saran terhadap cara mengajar guru, sehingga dapat memperbaiki proses dan hasil
KBM. Bagi guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia disarankan agar
melakukan perencanaan yang matang sebelum mengajar, guru harus berusaha
meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan materi, menyampaikan materi
dengan media maupun metode yang inovatif, dan mampu mengelola kelas. Hal ini
penting untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil KBM.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Maidar. G. Arsyad dan Sakura Ridwan. 1996. Pembinaan
Kemampuan Menulis. Jakarta: Erlangga.

Aminudin, Asep. 2006. “Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan


Menggunakan Media Teks Wacana Dialog sebagai Upaya Meningkatkan
Keterampilan Menulis (Penelitin Tindakan Kelas VII Siswa SMAN 22
Bandung Tahun Ajaran 2005/2006)”. Skripsi. Universitas Pendidikan
Indonesia, dapat diakses di http//222.124.158.89/pasca/available/etd-
0426106-092510/. diakses tanggal 19 Maret 2008.

AR. Syamsudin, dan Damaianti, Vismaia. 2006. Metode Penelitian Bahasa.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 34
Agustus 2018

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono dan Supandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.


Jakarta: Bumi Aksara.

Arsyad, Azhar. 2005. Media Pengajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Astuti, Hartanti. 2007. “Pemanfaatan Media Komik dalan Upaya Meningkatkan


Keterampilan Menulis Narasi (Penelitian Tindakan Kelas VII B SMAN 24
Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007)”. Skripsi. Surakarta:UNS.

Djuroto, Totok. 2001. Karikatur dan Pers. Bandung: Rosdakarya.

Eman, S. Yayan. 2005. Ajarkan Siswa Menulis. Dalam (www.pikiran-


rakyat.com/cetak/2005/1205/23/1105.htm-18k-), diakses tanggal 20 Maret
2008.

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Husein, Akhlan dan Rahman. 1996. Perencanan Pengajaran Bahasa Indonesia.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek
Penataran Guru SLTP Setara D III tahun 1996/1997.

Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.

Kusmiatun, Ari. 2005. Harmoni Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual


dalam Pembelajaran Menulis. “ Dalam Menuju Budaya Menulis Suatu
Bunga Rampai”. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Marahimin, Ismail. 1999. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Mujiyanto, Yant., Setyawan, Budhi., dan Edi Suryanto. 2000. Puspa Ragam Bahasa
Indonesia (BPK). Surakarta: UNS Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra


Indonesia. Yogykarta: BPFE.

Ristanti, Widya. 2007. “Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi pada Siswa


Kelas VII A SMA Islam ALHADI Sukoharjo Menggunakan Media Cerita
Bergambar (Penelitian Tindakan Kelas)”. Skripsi. Surakarta: UNS.

Sadiman, Arif., R. Rahardjito, Anung Haryono. 1996. Media Pendidikan: Pengertian,


Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 35
Agustus 2018

Suparno dan Yunus, Muhammad. 2004. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Suriamihardja, Agus. Husen, Akhlan dan Nunuy Nurjannah. 1996. Menulis. Jakarta:
Depdiknas.

Wibawa, Basuki dan Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV Maulana.

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan


Metode Kerja Kelompok pada Siswa Kelas IV SD Negeri
32 Panggi Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018
Marsyah
(Guru pada SD Negeri 32 Panggi Kota Bima)

Abstrak: Masalah utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1) apakah
penerapan metode kerja kelompok dapat meningkatkan keaktifan belajar pada siswa kelas
IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima Tahun pelajaran 2017/2018, dan (2) apakah
penerapan metode kerja kelompok dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada
siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian ini
menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan metode kerja
kelompok. Subjek penelitianya adalah seluruh siswa kelas kelas IV SD Negeri 32 Panggi
Kota Bima dengan materi pokok keliling dan luas jajar genjang. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan dapat diketahui, dengan menggunakan metode kerja kelompok
pada pokok bahasan keliling dan luas bangun datar jajargenjang dapat meningkatnya
keaktifan belajar siswa yang ditunjukkan pada siklus I siswa yang kurang aktif (63,16%),
cukup (26,31%), baik (10,53%). Pada siklus II, siswa yang kurang aktif (15,79%), cukup
(31,58%), baik (52,63%). Siklus III, siswa yang kurang (5,26%), cukup (15,79%), baik
(78,95%). Peningkatan hasil belajar siswa yang ditunjukkan pada siklus I (36,84%), pada
siklus II menjadi (73,68%) dan siklus peningkatannya menjadi III (89,47%). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode kerja
kelompok dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota
Bima Tahun Pelajaran 2017/2018, sehingga pengembangan pembelajaran Matematika
dengan metode kerja kelompok diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif
pembelajaran.

Keywords: Hasil Belajar matematika, metode kerja kelompok

Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan harus mampu


melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata lain,
sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi
(proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik dan mengajar),
proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik), dan wadah

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 36
Agustus 2018

proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik atau
lebih maju).
Masalah proses belajar mengajar pada umumnya terjadi di kelas. Kelas
dalam hal ini dapat berarti segala kegiatan yang dilakukan guru dan anak
didiknya di suatu ruangan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM).
Proses pembelajaran melalui interaksi guru dan siswa, siswa dan siswa, dan siswa
dengan guru, secara tidak langsung menyangkut berbagai komponen lain yang
saling terkait menjadi satu sistem yang utuh. Perolehan hasil belajar sangat
ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan dan pembelajaran selama program
pendidikan dilaksanakan di kelas yang pada kenyataannya tidak pernah lepas dari
masalah.
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas
IV di SD Negeri 32 Panggi Kota Bima menunjukkan bahwa pencapaian hasil
belajar mata pelajaran matematika siswa kurang optimal. Pada umumnya siswa
menyukai matematika karena faktor pola pengajaran guru yang menyenangkan dan
kreatif. Penyebab pencapaian kompetensi mata pelajaran matematika siswa kurang
optimal adalah pemilihan metode pembelajaran dan kurangnya peran serta
(keaktifan) siswa dalam KBM. Proses belajar mengajar matematika masih terfokus
pada guru dan kurang terfokus pada siswa. Hal ini mengakibatkan kegiatan belajar
mengajar (KBM) lebih menekankan pada pengajaran daripada pembelajaran.
Metode pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-siswa tertentu
saja. Peran serta siswa belum menyeluruh sehingga menyebabkan diskriminasi
dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif dalam KBM cenderung lebih
aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang
lain sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi.
Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam KBM, mereka hanya menerima
pengetahuan yang datang padanya sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang
lebih rendah.
Tanpa disadari matematika menjadi bagian dalam kehidupan anak yang
dibutuhkan dimana saja sehingga menjadi hal yang sangat penting (Uno, 2009:120).
Untuk menyajikan matematika dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa
termotivasi untuk belajar matematika beberapa upaya yang dapat dilakukan guru
untuk menarik perhatian dan motivasi siswa dalam belajar matematika. Berdasarkan
pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang
mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga kegiatan
belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Selain
itu, melalui pemilihan metode pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi
yang diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan
peran serta (keaktifan siswa) dan hasil belajar dalam mempelajari dan menelaah
ilmu yang ada terutama mata pelajaran matematika.
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah
metode kerja kelompok. Dalam metode kerja kelompok lebih menitikberatkan pada
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 37
Agustus 2018

proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok.
Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan
membangun sendiri pemahaman mereka tentang materi pelajaran.
Para siswa dalam kelompok belajar bersama-sama dan memastikan bahwa
setiap anggota kelompok telah benar-benar menguasai konsep yang telah
dipelajari, karena keberhasilan mereka sebagai kelompok bergantung dari
pemahaman masing-masing anggota. Dengan kerja kelompok siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka
dapat mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul
penelitian sebagai berikut: “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan
Metode Kerja Kelompok Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima
Tahun Pelajaran 2017/2018”. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka
masalah penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah penerapan
metode kerja kelompok dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika pada
siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018?, (2)
Apakah penerapan metode kerja kelompok dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima Tahun Pelajaran
2017/2018? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Penerapan metode
kerja kelompok dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika pada siswa kelas
IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018, (2) Penerapan
metode kerja kelompok dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa
kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018.

METODE
A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang istilah dalam bahasa inggrisnya adalah Classroom Action Research
(CAR). Penelitian Tindakan Kelas adalah pencermatan dalam bentuk tindakan
terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersamaan (Suyadi, 2011:18).
Terdapat empat tahap yang digunakan secara sistematis dalam prosedur
penelitian dan diterapkan dalam tiga siklus yaitu proses tindakan siklus I, siklus II,
dan Siklus III. Adapun keempat tahapan yang digunakan dalam setiap siklus yaitu
perencanaan (planning), tindakan (action), obervasi (observation), dan refleksi
(reflection).

B. Subjek Penelitian

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 38
Agustus 2018

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima,
yang berjumlah 19 siswa Tahun Pelajaran 2017/2018. Terdiri dari 10 siswa laki-
laki dan 9 orang siswa perempuan.

C. Waktu pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas IV semester I tahun 2 0 1 4 di SD
Negeri 32 Panggi Kota Bima tahun 2017/2018, mulai tanggal 20 Oktober 2014
sampai dengan selesai.
D. Langkah-langkah
Arikuntoro (2008:20) mengemukakan bahwa tahap-tahap dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari empat tahapan penting, meliputi; (1) Planning
(rencana), (2) Action (tindakan), (3) Observation (pengamatan) dan (4) Reflektion
(refleksi). Lebih jelasnya sebagai berikut:

Gambar 3.1 Tahap-tahap penelitian tindakan kelas


(Arikunto, 2008:74)

1. Perencanaan (planning)
Proses penelitian tindakan kelas siklus I dilaksanakan 2 jam pelajaran (2 x 35
menit). Pada tahap perencanaan dilaksanakan berdasarkan refleksi awal sebelum
melakukan penelitian. Hasilnya dalam memahami tingkat penguasaan kompetensi
siswa dalam pembelajaran masih kurang. Kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan tindakan I yang diawali dengan: (a) Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sebagai dasar untuk memecahkan segala permasalahan yang
ditemukan dengan adanya perencanaan tindakan pembelajaran, (b) Menyusun
lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menggunakan metode
kerja kelompok. Menyusun tes formatif untuk siswa.

2. Tindakan (Action)
Pada tahap ini adalah menerapkan apa yang telah direncanakan, tindakan

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 39
Agustus 2018

harus sesuai dengan rencana. Penerapan pembelajaran sesuai dengan skenario


pembelajaran yang tertulis pada RPP dalam tahap perencanaan.
3. Pengamatan (Observation)
Peneliti menggunakan pedoman observasi yang telah direncanakan dalam
melaksanakan pengamatan pembelajaran yaitu terhadap keaktifan dan hasil belajar
siswa.
4. Refleksi (reflektion)
Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang
telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan
evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya (Arikunto, 2008:80).
E. Instrumen Penelitian
1. Lembar observasi
Lembar observasi, alat yang digunakan dalam mengobservasi yaitu
pedoman observasi (Sam’s, 2010:92). Pedoman observasi berisikan indikator yang
didesain berdasarkan fokus penelitian. Berkaitan dengan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran.
2. Tes tertulis
Tes hasil belajar berupa tes tertulis mengenai materi yang telah diberikan
selama proses pembelajaran. Perangkat tesnya berupa soal uraian yang berkaitan
dengan materi. Tes tertulis digunakan untuk mendapat data kuantitatif berupa nilai
yang menggambarkan pencapaian target kompetensi (Sam’s, 2010:92).

F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Tes
Mengadakan tes atau evaluasi terhadap siswa melalui tes formatif untuk
mengetahui hasil belajar siswa mengenai materi yang telah diberikan dalam proses
pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok.
2. Observasi
Melakukan pengamatan terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung
untuk mengetahui keaktifan siswa dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan metode kerja kelompok.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dalam arti sempit dapat diartikan sebagai kumpulan data
verbal yang berbentuk tulisan, sedang dalam arti luas dokumentasi berupa sertifikat,
foto, dan lain-lain.
G. Analisis Data
Penulis menganalisa data dengan menyusun dan mengolah data yang
terkumpul melalui hasil tes dan catatan observasi. Adapun metode analisis data yang
dipergunakan yaitu analisis data kuantitatif. Untuk itu diperlukan dua teknik
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 40
Agustus 2018

analisis data pula. Pelaksanaan analisis dilakukan secara terus-menerus pada saat
penelitian sedang berlangsung hingga pembuatan laporan penelitian akan
menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Data yang
diperoleh diolah dengan mencari presentase tiap-tiap kegiatan dengan menggunakan
rumus presentase (Sudijono, 2010:43). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

Keterangan :
P = jumlah nilai dalam persen
f = jumlah siswa
N = jumlah seluruh siswa
Sedangkan untuk data yang bersifat kuantitatif, nilai ulangan harian siswa di
analisis menggunakan rata-rata kemudian dikelompokkan sesuai tingkatan di atas
rata-rata, rata-rata dan di bawah rata-rata.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 41
Agustus 2018

HASIL
A. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas yang direncanakan menggunakan 3 siklus, dengan
Kompetensi Dasar menggunakan konsep keliling luas bangun datar sederhana
dalam memecahkan masalah. Siklus pertama, ke dua dan ke tiga menguraikan sub
pokok bahasan yang sama yaitu keliling dan luas bangun datar jajargenjang, 2 x 35
menit (2 jam pelajaran) dalam 1 kali pertemuan.
Dalam penelitian ini setiap pembelajaran di gunakan lembar observasi dan soal
tes untuk mengukur sejauh mana keaktifan siswa dan hasil belajar siswa setelah
mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan metode kerja kelompok.
Adapun hasil dari penelitian yang telah penulis lakukan adalah sebagai berikut:
1. Hasil Penelitian Siklus I
Pada tahap ini, peneliti bertindak sebagai guru. Peneliti menyajikan materi
mencari luas dan keliling bangun datar jajargenjang dengan dengan menggunakan
metode kerja kelompok. Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran. Melalui pengamatan selama proses pembelajaran tersebut, observasi
terhadap siswa dilakukan pengamatan terhadap dua aspek yaitu: (a) Keaktifan
siswa, (b) Hasil belajar. Berikut adalah tabel pengamatan terhadap siswa:
Tabel 4.1 Keaktifan Siswa pada Siklus I
No. Keaktifan Siswa Jumlah Siswa Prosentase (%)
1 Kurang 12 63,16
2 Cukup 5 26,31
3 Baik 2 10,53
Jumlah 19 100
Data di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode kerja
kelompok dalam pembelajaran matematika, dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan
siswa masih banyak yang kurang. Perlu adanya peningkatan dari aspek keaktifan
tersebut pada siklus selanjutnya. Hal ini terjadi karena siswa belum terbiasa
dengan penerapan metode kerja kelompok. Kesiapan siswa dalam pembelajaran
juga masih kurang. Mereka juga belum berani untuk menjawab ataupun
mengajukan pertanyaan.
Peneliti juga memberikan tes formatif sebagai pengukuran hasil belajar siswa.
Adapun dari hasil tes formatif pada siklus I ini didapatkan hasil dimana
ketuntasan mencapai: 7 siswa (36,84%), dan Tidak Tuntas: 12 siswa (63,16%)
Data tersebut dapat dilihat bahwa ketuntasan individu masih rendah, hanya 7
siswa atau 36,84% yang sudah tuntas sedangkan sisanya masih mendapatkan nilai
di bawah kriteria ketuntasan Minimal (KKM). Rata-rata ketuntasan klasikal siswa
mencapai 51,05 yang berarti bahwa secara klasikal pembelajaran matematika belum
tuntas.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 42
Agustus 2018

2. Hasil Penelitian Siklus II


Pada tahap ini, peneliti bertindak sebagai guru. Peneliti menyajikan materi
jajargenjang dengan dengan menggunakan metode kerja kelompok. Dengan
menerapkan ide perbaikan pada siklus II yaitu mengajak siswa bernyanyi.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran. Melalui pengamatan
selama proses pembelajaran tersebut, observasi terhadap siswa dilakukan pengama-
tan terhadap dua aspek yaitu: (a) Keaktifan siswa, dan (b) Hasil belajar. Berikut
adalah tabel pengamatan terhadap siswa:
Tabel 4.2 Keaktifan Siswa pada Siklus II
No. Keaktifan Siswa Jumlah Siswa Prosentase (%)
1 Kurang 3 15,79
2 Cukup 6 31,58
3 Baik 10 52,63
Jumlah 19 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa
cukup baik dan meningkat daripada siklus sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa melalui metode kerja kelompok mampu membuat siswa aktif dan
memperhatikan materi yang sedang dipelajari serta mampu menjawab pertanyaan
yang diberikan. Walaupun masih ada beberapa siswa saja yang masih kurang.
Diharapkan pada siklus selanjutnya lebih baik dan lebih meningkat.
Seperti pada tindakan kelas siklus I peneliti juga memberikan tes formatif
sebagai pengukuran hasil belajar siswa. Adapun dari hasil tes formatif pada siklus II
ini didapatkan hasil siswa yang dinatakan tuntas sebanyak 14 siswa (73,68%) dan
dinyatakan tidak Tuntas sebanyak 5 siswa (26,32%).
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa ketuntasan individu
meningkat, terdapat 14 siswa atau 73,68% yang sudah tuntas sedangkan sisanya
masih mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan Minimal (KKM). Rata-rata
ketuntasan klasikal siswa mencapai 63,16 yang berarti bahwa secara klasikal
pembelajaran matematika tuntas. Akan tetapi peneliti masih perlu melanjutkan
penelitian pada tindakan kelas siklus III untuk mengetahui peningkatan keaktifan
siswa dan hasil belajar. Berdasarkan data yang telah diperoleh pada siklus I dan II,
pada aspek keaktifan mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu:
Tabel 4.3 Data Perbandingan Keaktifan Siswa Siklus I dan Siklus II
No. Kemampuan Sesudah Tindakan
Siswa Siklus I Siklus II
1. Kurang 63,16% 15,79%
2. Cukup 26,31% 31,58%
3. Baik 10,53% 52,63%
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 43
Agustus 2018

Berdasarkan data tabel diatas dapat dilihat bahwa ada peningkatan keaktifan
siswa pada pelajaran matematika menggunakan metode kerja kelompok. Dilihat dari
siklus I siswa yang kurang aktif (63,16%) pada siklus II menjadi (15,79%), siswa
yang cukup aktif siklus I (26,31%) pada siklus II (31,58%), dan siklus I mempunyai
keaktifan baik (10,53%) pada siklus II menjadi (52,63%).
Berdasarkan data yang telah diperoleh pada siklus I dan II, pada aspek hasil
belajar mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu:

Table 4.4 Data Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Indikator Pencapaian Siklus I Siklus II
Kurang dari KKM yaitu ≤55 12 siswa (63,16%) 5 siswa (26,32%)

Mencapai KKM yaitu ≥ 55 7 siswa (36,84%) 14 siswa (73,68%)

Berdasarkan data tabel diatas dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil
belajar siswa pada pelajaran matematika menggunakan metode kerja kelompok.
Dilihat dari siklus I siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 12 siswa (63,16%)
pada siklus II menjadi 5 siswa (26,32%). Siswa yang sudah mencapai KKM pada
siklus I sebanyak 7 siswa (36,84%) pada siklus II menjadi (73,68%).
3. Hasil Penelitian Siklus III
Pada tahap ini, peneliti bertindak sebagai guru. Peneliti menyajikan materi
jajargenjang dengan dengan menggunakan metode kerja kelompok. Pada siklus III
menerapkan ide perbaikan berupa mengubah formasi kelompok dan menggunkan
yel-yel antar kelompok Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran. Melalui pengamatan selama proses pembelajaran tersebut, observasi
terhadap siswa dilakukan pengamatan terhadap dua aspek yaitu: (a) Keaktifan
siswa, (b) Hasil belajar. Berikut adalah tabel pengamatan terhadap siswa:
Tabel 4.5 Keaktifan Siswa pada Siklus III
No. Keaktifan Siswa Jumlah Siswa Prosentase (%)
1 Kurang 1 5,26
2 Cukup 3 15,79
3 Baik 15 78,95
Jumlah 19 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan tingkat keaktifan siswa meningkat


lebih baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui metode kerja kelompok
mampu membuat siswa aktif dan memperhatikan materi yang sedang dipelajari
serta mampu menjawab pertanyaan yang diberikan.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 44
Agustus 2018

Seperti pada tindakan kelas siklus I dan siklus II peneliti juga memberikan tes
formatif sebagai pengukuran hasil belajar siswa. Adapun dari hasil tes formatif pada
siklus III ini didapatkan hasil dimana siswa yang tuntas sebanyak 17 siswa
(89,47%), dan siswa tidak tuntas sebanyak 2 siswa (10,53%).
Berdasarkan data tersebut di atas dapat dilihat bahwa ketuntasan individu
tinggi, terdapat 17 siswa atau 89,47% yang sudah tuntas sedangkan sisanya masih
mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan Minimal (KKM). Rata-rata
ketuntasan klasikal siswa mencapai 74,21 yang berarti bahwa secara klasikal
pembelajaran matematika tuntas. Peneliti merasa tidak perlu untuk melanjutkan ke
tindakan selanjutnya.
Berdasarkan data yang telah diperoleh pada siklus II dan III, pada aspek
keaktifan mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu:
Tabel 4.6 Data Perbandingan Keaktifan Siswa Siklus II dan Siklus III
No. Kemampuan Sesudah Tindakan
Siswa Siklus II Siklus III
1. Kurang 15,79% 5,26%
2. Cukup 31,58% 15,79%
3. Baik 52,63% 78,95%

Berdasarkan data tabel diatas dapat dilihat bahwa ada peningkatan keaktifan
siswa pada pelajaran matematika menggunakan metode kerja kelompok. Dilihat
dari siklus II siswa yang kurang aktif (15,79%) pada siklus III menjadi (5,26%),
siswa yang cukup aktif siklus II (31,58%) pada siklus III (15,79%), dan siklus II
mempunyai keaktifan baik (52,63%) pada siklus III menjadi (78,95%).
Data yang telah diperoleh pada siklus I dan II, pada aspek hasil belajar
mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu:

Table 4.7 Data Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus II dan Siklus III

Indikator Pencapaian Siklus II Siklus III


Kurang dari KKM yaitu ≤55 5 siswa (26,32%) 2 siswa (10,53%)
Mencapai KKM yaitu ≥ 55 14 siswa (73,68%) 17 siswa (89,47%)

Berdasarkan data tabel diatas dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil
belajar siswa pada pelajaran matematika menggunakan metode kerja kelompok.
Dilihat dari siklus II siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 5 siswa
(26,32%) pada siklus III menjadi 2 siswa (10,53%). Siswa yang sudah mencapai

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 45
Agustus 2018

KKM pada siklus II sebanyak 14 siswa (73,68%) pada siklus III menjadi 17 siswa
(89,47%).

B. Pembahasan
1. Peningkatan Keaktifan Siswa
Tabel 4.11 Data Peningkatan Keaktifan Siswa
No. Kemampuan Sesudah Tindakan
Siswa
Siklus I Siklus II Siklus III
1. Kurang 63,16% 15,79% 5,26%
2. Cukup 26,31% 31,58% 15,79%
3. Baik 10,53% 52,63% 78,95%

Berdasarkan tabel peningkatan observasi siswa di atas dapat kita lihat bahwa
keaktifan siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode kerja
kelompok dari setiap siklus mengalami peningkatan. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa indikator keaktifan siswa dari setiap putaran mengalami
peningkatan secara bertahap dan cukup baik dibandingkan sebelum digunakannya
metode kerja kelompok. Ini menunjukkan bahwa metode kerja kelompok dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika.

2. Peningkatan Hasil Belajar


Table 4.12 Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Indikator Pencapaian Siklus I Siklus II Siklus III

Kurang dari KKM yaitu 12 siswa 5 siswa 2 siswa


≤55 (63,16%) (26,32%) (10,53%)

7 siswa 14 siswa 17 siswa


Mencapai KKM yaitu ≥ 55
(36,84%) (73,68%) (89,47%)

Tabel peningkatan hasil belajar siswa di atas dapat kita lihat bahwa hasil
belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode kerja kelompok
dari setiap siklus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Data yang
diperoleh dari hasil pengerjaan tes yang berupa tes formatif dari guru
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari setiap putaran mengalami peningkatan
secara bertahap dan cukup baik dibandingkan sebelum menggunakan metode kerja
kelompok.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 46
Agustus 2018

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelas IV SD Negeri 32 Panggi
Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018 melalui metode kerja kelompok dalam
pembelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa:
1. Keaktifan belajar siswa IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima meningkat
signifikan itu terlihat dari hasil pengamatan keaktifan siswa pada siklus I, siklus
II, dan siklus III. Peningkatan pada aspek keaktifan siswa ini ditunjukkan pada
siklus I yang kurang aktif 12 siswa (63,16%), cukup 5 siswa (26,31%), baik 2
siswa (10,53%). Pada siklus II yang kurang aktif 3 siswa (15,79%), cukup 6
siswa (31,58%), baik 10 siswa (52,63%). Dan siklus III yang kurang 1 siswa
(5,26%), cukup 3 siswa (15,79%), baik 15 siswa (78,95%).
2. Hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima meningkat
signifikan, itu terlihat dari nilai hasil tes formatif yang mencapai KKM dari
siklus I, siklus ke II dan siklus III. Peningkatan ini ditunjukkan pada siklus I 7
siswa (36,84%), pada siklus II menjadi 14 siswa (73,68%) dan siklus III
peningkatannya menjadi 17 siswa (89,47%). Jadi pembelajaran Matematika
dengan menggunakan metode kerja kelompok dapat meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 32 Panggi Kota Bima Tahun Pelajaran
2017/2018.

B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian tindakan kelas maka saran-
saran yang ingin disampaikan adalah:
1. Metode kerja kelompok sebagai metode pembelajaran merupakan salah satu
alternatif terbaik bagi guru yang dapat dipergunakan dalam menunjang berbagai
proses belajar mengajar.
2. Bagi siswa hendaknya pada saat proses belajar mengajar berlangsung lebih aktif
dan lebih memperhatikan pelajaran serta lebih disiplin supaya waktu proses
pembelajaran lebih efisien.
3. Diharapkan kepada peneliti lain untuk dapat melaksanakan penelitian dengan
lingkup yang lebih luas dalam skripsi ini, sehingga dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan umumnya dan bidang studi matematika khususnya.

DAFTAR RUJUKAN
Aisyah, Nyimas. 2007. Pembelajaran Matematika di SD. Jakarta: Depdiknas.
Anni, Chatarina Tri. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press.
Aqib, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 47
Agustus 2018

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Aunurrahman, dkk. 2009. Penelitian Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Awaludin, dkk. Statistika Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Herrhyanto, Hamid. Statistika Dasar. 2008. Jakarta : Universitas terbuka.
Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar.
Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Istiarini, Eka (2008) Upaya Peningkatan Minat Belajar Matematika melalui
Pembelajaran Remedial Kerja Kelompok (PTK Pembelajaran Matematika
Kelas V SD Negeri 1 Bangsalan). Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 48
Agustus 2018

Peningkatan Kemampuan Membaca dengan


Menggunkana Media Gambar Di TK.TA
Darul Hikmah Kota Bima
Tahun Pelajaran 2017-2018

ST. Saripa Goa, SE


(Guru pada TK.TA Darul Hikmah Kota Bima)

Abstrak: Tujuan diadakan penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini adalah untuk
Menggambarkan pembelajaran membaca di Taman Kanak-Kanak dengan media gambar
secara klasikal, menggambarkan pembelajaran membaca di Taman Kanak-Kanak dengan
media gambar secara kelompok dan menemukan terjadinya peningkatan kemampuan
siswa dalam membaca setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media
gambar. Penelitian tindakan ini dilakukan dalam 2 siklus. Dari hasil tindakan yang
dilakukan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan mencapai standar ideal.
Dari Siklus I ada beberapa anak tidak berani maju ke depan kelas untuk melaksanakan
tugas lalu guru mendekatinya untuk menghubungkan kartu kata dengan gambar, namun
anak belum begitu familiar dengan metode tersebut kemudian pada Siklus II kegiatan
dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakkan secara kelompok,
kesempatan tersebut mendapat respon yang baik dari siswa dan siswa dengan mudah
mencocokan kartu kata dengan gambar serta lancar dalam membaca kartu kata. Hasil
penelitian tindakan ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan
menggunakan Media Gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa TK. RA Darul
Hikmah Kota Bima dengan ketuntasan mencapai 100 %, dengan demikian penerapan
model pembelajaran menggunakan Media Gambar efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.

Keywords: kemapuan membaca, media gambar

Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan pra


sekolah yang terdapat di jalur pendidikan sekolah (PP No. 27 Tahun 1990). Sebagai
lembaga pendidikan pra-sekolah, tugas utama Taman Kanak-Kanak adalah
mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap perilaku,
keterampilan dan intelektual agar dapat melakukan adaptasi dengan kegiatan belajar
yang sesungguhnya di Sekolah Dasar.
Pandangan ini mengisyaratkan bahwa Taman Kanak-Kanak merupakan
lembaga pendidikan pra-sekolah atau pra-akademik. Dengan demikian Taman
Kanak-Kanak tidak mengemban tanggung jawab utama dalam membina kemampuan
akademik anak seperti kemampuan membaca dan menulis. Substansi pembinaan
kemampuan akademik atau skolastik ini harus menjadi tanggung jawab utama
lembaga pendidikan Sekolah Dasar.
Alur pemikiran tersebut tidak selalu sejalan dan terimplemen-tasikan dalam
praktik kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Indonesia.
Pergeseran tanggung jawab pengembangan kemempuan skolastik dari Sekolah Dasar
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 49
Agustus 2018

ke Taman Kanak-Kanak terjadi di mana-mana, baik secara terang-terangan maupun


terselubung. Banyak Sekolah Dasar seringkali mengajukan persyaratan atau tes
“membaca dan menulis”. Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar seperti ini sering pula
di anggap sebagai lembaga pendidikan “berkualitas dan bonafide”.
Peristiwa praktik pendidikan seperti itu mendorong lembaga pendidikan
Taman Kanak-Kanak maupun orang tua berlomba mengajarkan kemampuan
akademik membaca dan menulis dengan mengadapsi pola-pola pembelajaran di
Sekolah Dasar. Akibatnya, tidak jarang Taman Kanak-Kanak tidak lagi menerapkan
prinsip-prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain, sehingga Taman
Kanak-Kanak tidak lagi taman yang indah, tempat bermain dan berteman banyak,
tetapi beralih menjadi “Sekolah” Taman Kanak-Kanak dalam makna menyekolahkan
secara dini pada anak-anak. Tanda-tandanya terlihat pada pentargetan kemampuan
akademik membaca dan menulis agar bisa memasukkan anaknya ke Sekolah Dasar
favorit.
Mengajarkan membaca dan menulis di Taman Kanak-Kanak dapat
dilaksanakan selama batas-batas aturan pengembangan pra-sekolah serta
mendasarkan diri pada prinsip dasar hakiki dari pendidikan Taman Kanak-Kanak
sebagai sebuah taman bermain, sosialisasi, dan pengembangan berbagai kemampuan
pra-skolastik yang lebih substansi yaitu bidang pengembangan kemampuan dasar
yang meliputi kemampuan berbahasa atau membaca kognitif, fisik-motorik dan seni.
Mencermati kondisi kegiatan pembelajaran membaca dan menulis di Taman
Kanak-Kanak yang berlangsung sebagaimana digambarkan di atas, perlu dilakukan
penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu yang
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi. Dengan serangkaian tindakan itu
diharapkan dapat mengubah suasana pembelajaran ke arah pembelajaran yang lebih
memungkinkan siswa terlibat secara aktif dan menyenangkan. Hal itu dapat dicapai
dengan melalui pembelajaran menggunakan media gambar. Media gambar adalah
penyajian visual 2 dimensi yang dibuat berdasarkan unsur dan prinsip rancangan
gambar, yang berisi unsur kehidupan sehari-hari tentang manusia benda-benda,
binatang, peristiwa, tempat dan sebagainya (Taufik Rachmat, 1994).
Gambar banyak digunakan guru sebagai media dalam proses belajar
mengajar, sebab mudah diperoleh tidak mahal dan efektif, serta menambah gairah
dalam motivasi belajar siswa.
Agar penelitian tindakan ini dapat lebih terarah, maka secara operational
permasalahan penelitian ini difokuskan pada media gambar dan guru dalam
pelaksananaan proses belajar mengajar, membaca di Kelompok B TK.RA. Darul
Hikmah Kota Bima Secara rinci permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimanakah gambaran
pembelajaran membaca dengan media gambar di Taman Kanak-Kanak secara
klasikal?, (2) Bagaimanakah gambaran pembelajaran membaca di Taman Kanak-
Kanak dengan media gambar secara kelompok?, (3) Apakah terjadi peningkatan
kemampuan siswa dalam membaca setelah mereka mengikuti pembelajaran
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 50
Agustus 2018

membaca dan menulis dengan menggunakan media gambar? Penelitian ini secara
umum bertujuan untuk menemukan terjadinya peningkatan kemampuan membaca
dan menulis dengan menggunakan media gambar. Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk : (1) Menggambarkan pembelajaran membaca di Taman Kanak-
Kanak dengan media gambar secara klasikal, (2) Menggambarkan pembelajaran
membaca di Taman Kanak-Kanak dengan media gambar secara kelompok, (3)
Menemukan terjadinya peningkatan kemampuan siswa dalam membaca setelah
menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media gambar.
Lingkup penelitian yang menjadi batasan materi dalam penelitian adalah
kemampuan berbahasa dengan media gambar di Taman Kanak-Kanak Kelompok B.
penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelompok B TK.RA. Darul Hikmah Kota
Bima.
Untuk mendapatkan kesamaan arti pada penelitian ini dipertukarkan
pendefinisian istilah: (1) Kemampuan berbahasa yang diajarkan di Taman Kanak-
Kanak kelompok B pada penelitian ini sesuai dengan materi yang terdapat pada
kurikulum Taman Kanak-Kanak yaitu kemampuan membaca permulaan (pra
membaca), sedangkan pelaksanaannya menggunakan pendekatan tematik dan
pembelajaran yang berorientasi pada prinsip bermain sambil belajar atau belajar
seraya bermain, (2) Yang dimaksud siswa mampu membaca permulaan (pra
membaca) adalah siswa dapat menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana
dengan simbol yang melambangkannya atau media gambarnya. Penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat bagi : (1) Siswa Taman Kanak-Kanak, agar mereka
terbiasa dalam suasana kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yang
menyenangkan dan tidak menakutkan, (2) Bagi guru Taman Kanak-Kanak, dengan
penerapan media gambar, guru memperoleh pengalaman baru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran kemampuan berbahasa di Taman Kanak-Kanak yang berpusat
pada anak, (3) Bagi peneliti, dapat membantu guru dalam mengatasi masalah dalam
pembelajaran kemampuan berbahasa di Taman Kanak-Kanak.

METODE
A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,
penelitian ini berangkat dari masalah yang di dapat di lapangan, kemudian
direfleksikan dan dianalisis berdasarkan teori yang menunjang, kemudian
dilaksanakan tindakan di lapangan. Kesimpulan yang diperoleh tidak dapat
digeneralisasikan pada ruang lingkup yang lebih luas, karena untuk kondisi dan
situasi yang berbeda hasilnya dapat berbeda. Penelitian ini dapat dijadikan model
untuk memberikan rekomendasi pada situasi yang lain (Arifin Imron, 1990:4).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian berusaha untuk memahami
makna peristiwa dari interaksi yang terjadi selama penelitian berlangsung.
A. Model Penelitian
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 51
Agustus 2018

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, karena penelitian ini


dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah pada penelitian tindakan yang meliputi
penyusunan rencana, melaksanakan tindakan, mengobservasi, melakukan analisis dan
refleksi terhadap hasil observasi dari hasil analisis dan refleksi setiap akhir kegiatan
dilakukan tindakan perbaikan pada siklus yang berikutnya berdasarkan hasil analisis
dan refleksi yang dibuat sebelumnya.
Pada model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini pembelajaran
kemampuan membaca melalui penerapan media gambar.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam dua siklus kegiatan yaitu siklus 1
dan siklus 2. Masing-masing siklus terdiri 4 tahap kegiatan yaitu: (1) Menyusun
rencana tindakan, (2) Melaksanakan tindakan, (3) Melakukan observasi, dan (4)
Membuat analisis dilanjutkan refleksi. Pada penelitian ini yang melaksanakan
kegiatan mengajar adalah Kepala Taman Kanak-Kanak bersama-sama dengan guru
kelompok B sekaligus sebagai observer

SIKLUS – 1
a. Penyusunan rencana tindakan 1
Pada tahap ini Kepala Taman Kanak-Kanak menyusun rencana pembelajaran
berdasarkan pokok bahasan dan tema yang akan diajarkan yaitu kemampuan
membaca meliputi merumuskan tujuan pembelajaran, menyusun langkah-langkah
pembelajaran, merencanakan alat peraga (media) apa yang sesuai pokok bahasan
yang akan diajarkan dari bagaimana menggunakannya, serta menyusun alat evaluasi
yang sesuai dengan tujuan.

b. Pemberian tindakan 1
Guru melaksanakan pengajaran dengan menggunakan media gambar sesauai
dengan perencanaan yang telah disusun. Pada kegiatan awal pembelajaran guru
melakukan kegiatan berbagi dan bertanya serta tanya jawab tentang benda-benda di
sekitar anak, siswa di bentuk tiga kelompok yang terdiri dari 7 – 8 anak, siswa,
masing-masing kelompok di beri tugas untuk mengamati dan melihat gambar-gambar
benda yang telah disediakan, kemudian siswa diminta menghubungkan antara tulisan
(kata) dengan gambar benda yang melambangkan. Dengan memberikan tugas-tugas
diharapkan siswa mendapat pemahaman tentang konsep kemampuan membaca
permulaan dengan menggunakan media gambar dan kartu kata yang telah disediakan.
c. Melakukan observasi
Pada waktu kegiatan pembelajaran berlangsung, Kepala Taman Kanak-Kanak
bersama guru kelompok B melakukan observasi dan mencatat kejadian-kejadian
selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang nantinya dapat bermanfaat untuk
pengambilan keputusan apakah guru dapat menggunakan kalimat dengan tepat atau

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 52
Agustus 2018

perlu diadakan. Apakah tugs-tugas dan pertanyaan yang diajukan guru sudah
mencerminkan pembelajaran kemampuan berbahasa (pra membaca)
d. Pembuatan analisis dan refleksi
Dari hasil observasi dilakukan analisis pada tindakan 1 kemudian dilanjutkan
dengan refleksi. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi yang dilakukan bersama-sama
ini, direncanakan perbaikan dengan melakukan tindakan 2 terhadap permasalahan-
permasalahan yang masih ada. Untuk mengetahui apakah guru dapat menyusun
rencana pembelajaran yang mencerminkan pembelajaran kemampuan berbahasa (pra
membaca) dapat dilihat dan komponen-komponen yang terdapat pada rencana
pembelajaran yang telah disusunnya.

SIKLUS – 2
a. Penyusunan rencana tindakan 2
Rencana tindakan 2 disusun berdasarkan hasil analisis dan refleksi selama
siklus 1.

b. Pembelajaran tindakan 2
Tindakan 2 ini dilakukan terhadap permasalahan yang masih aa pada siklus 1.
Diharapkan pada akhir tindakan 2, permasalahan guru dan siswa dalam pembelajaran
kemampuan berbahasa (pra membaca) dapat diatasi.

c. Pelaksanaan observasi
Pada akhir tindakan 2 dilakukan analisis dan refleksi terhadap kegiatan yang
telah dilakukan. Dan hasil analisis dan refleksi ini disusun kesimpulan dan saran dari
seluruh kegiatan pada siklus 2.
d. Data dan sumber data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa catatan-catatan, rencana
persiapan mengajar, hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran dan hasil tugas
atau pekerjaan siswa. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa
kelompok B TK.RA. Darul Hikmah Kota Bima tahun pelajaran 2017 / 2018
berjumlah 23 anak. Jumlah tersebut terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 9 siswa
perempuan. Untuk memperolah data yang akurat dilakukan triaguliasi Kepala Taman
Kanak-Kanak dan guru selama berlangsungnya penelitian.
e. Teknik analisis data
Memperhatikan jenis data yang dikumpulkan, teknik data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap
data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap siswa dan hal-hal lain
yang nampak selama berlangsungnya penelitian.
Demikian juga aktivitas dan antusias siswa dalam pembelajaran juga
didasarkan pada banyaknya indikator yang muncul. Selanjutnya dari hasil catatan
dalam penelitian dilengkapi dengan hasil observasi, wawncara dan dokumentasi
dilakukan analisis kualitatif.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 53
Agustus 2018

f. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian tindakan ini adalah Taman Kanak-Kanak Negeri TK.RA.
Darul Hikmah Kota Bima. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi ini karena Taman
Kanak-Kanak merupakan tempat saya ditugaskan sebagai Guru Taman Kanak-
Kanak, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian ini.
HASIL
Melihat dari permasalahan yang terdapat dalam pembelajaran kemampuan
berbahasa sebelum penelitian ini dilaksanakan yaitu tidak jarang sebagai guru taman
kanak-kanak dalam pelajaran ini kurang menarik dan menyenangkan siswa. Guru ini
biasanya mengajarkan kemampuan membaca dengan mengeja yaitu cara lama yang
sering dipakai orang tua untuk mengajar membaca, caranya dengan memperkenalkan
huruf satu persatu terlebih dahulu dan menghafalkan bunyinya. Langkah selanjutnya
adalah menghafal bunyi rangkaian menjadi sebuah suku kata. Dengan cara ini siswa
Taman Kanak-Kanak sulit merangkaikan bunyi huruf yang satu dengan yang lain,
bahkan pembelajaran seperti ini yang terkadang membuat siswa takut untuk sekolah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut disusunlah suatu pembelajaran
dengan mengunakan media gambar dengan mengunakan penelitian tindakan kelas
yang terdiri 2 siklus pembalajaran.

A. SIKLUS I
1. Persiapan Tindakan
Sebelum pembelajaran, peneliti (guru) membuat rancangan
pembelajaran kemampuan berbahasa dengan mengunakan media gambar dan
melaksanakan observasi dikelas untuk lebih mengenal karakter siswa sebelum
melaksanakan akan pengajaran kemampuan berbahasa dengan indikator
menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang
melambungkannya (bahasa 16) serta disesuaikan dengan tema tugas-tugas
yang diberikan pada siswa dapat berupa tugas perorangan maupun kelompok.

2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan dilakukan secara klasifikal dan kelompok :
a. Pada kegiatan awal pembelajaran guru meminta satu siswa untuk
menceritakan kejadian atau peristiwa yang dilihat dalam perjalanan
berangkat dari rumah ke Taman Kanak-Kanak melalui kegiatan berbagi
dn bertanya. Dari cerita ini, guru menanyakan pada siswa apa saja yang
dapat diperoleh dari cerita tersebut.
b. Guru mengajak siswa untuk mengamati benda-benda disekitar kelas dan
guru menanyakan benda-benda yang dibutuhkan anak saat sekolah.
c. Guru mengajarkan membaca dengan media gambar dan kartu kata dengan
permainan menghubungkan atau mencocokkan kartu kata dengan gambar,
guru meminta anak membaca kartu kata tersebut.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 54
Agustus 2018

d. Setiap siswa diberi tugas untuk memcocokkan gambar dengan kartu kartu
kata yang ditunjukan guru secara ajak dan diminta untuk membaca kartu
kata itu.
3. Observasi pada Siklus I
a. Pada waktu siswa bercerita tentang kejadian yang dilihat dalam perjalanan
dari dari rumah ke Taman Kanak-Kanak, semua siswa nampak
memperhatikan dan sekali-kali menyebutkan hal-hal yang sama yang
diceritakan temannya.
b. Waktu guru menanyakan kebutuhan apa saja yang diperlukan saat sekola,
siswa dapat menyebutkan tas, buku, pensil, crayon, tempat minum, baju,
celana, topi, sepatu.
c. Pada saat siswa diminta membaca kartu kata itu, beberapa siswa dapat
membaca dengan benar.
d. Untuk tugas menghubungkan gambar dengan kartu kata, siswa dapat
mencocokan kata dengan benar dan membaca kartu kata dengan benar,
tetapi ada beberapa siswa yang tidak mau melaksanakan permainan
tersebut.
4. Analisis dan Refleksi Siklus I
a. Pada waktu kegiatan berbagi bertanya, bercerita tentang kejadian disekitar
anak, merupakan pengalaman bermanfaat bagi anak untuk menyampaikan
sesuatu dengan bahasanya sendiri.
b. Pada waktu guru meminta membaca kartu kata dibawa gambar, ada
beberapa siswa membaca dengan benar, guru memberikan pujian kepada
siswa.
c. Karena media gambar dan kartu kata sedia dengan menaati, semua siswa
nampak semangat terlihat dalam kegiatan ini.
d. Setelah siswa bergantian menghubungkan kartu kata dengan gambar
didepan kelas, ada beberapa anak tidak mau maju kedepan kelas untuk
melaksanakan tugas itu, guru mendekati daan mengajak anak tersebut
menghubungkan kartu kata dengan gambar yang disediakan.

B. SIKLUS II
Kegiatan pada siklus kedua merupakan tindak lanjut dari kegiatan pada siklus
pertama dalam kegiatan ini, guru mengingatkan kepada siswa tentang kegiatan yang
telah dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya yaaitu permainan mencocokan kartu
kata dengan gambarnya.
Kegiatan dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan permainan secara kelompok, kesempatan tersebut mendapat respon yang
baik dari siswa. Hal ini terlihat minat anak melakukan permainan ini secara
kelompok dan siswa dengan mudah mencocokan kartu kata dengan gambar serta
lancar dalam membaca kartu kata.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 55
Agustus 2018

Hasil tindakan pada siklus kedua ini diperoleh suatu perubahan, ternyata
siswa ada peningkatan kemampuan dalam membaca kartu kata dalam permainan
kelompok ini.
Berdasarkan hasil observasi selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran
kemampuan berbahasa (PRA membaca) kelompok B Taman Kanak-Kanak RA. Darul
Hikmah Kota Bima dengan menggunakan media gambar dan kartu kata terlihat
bahwa pengalaman belajar dengan bermainan siswa menjadi termotivasi untuk
berkembang dan berkreasi. Siswa cenderung lebih semangat belajar membaca
melalui permainan mengunakan gambar dan kartu kata. Hal ini sejalan dengan
metode sintesa (montessoni) permainan membaca dilakukan dengan mengunakan
bantuan gambar pada setiap memperkenalkan huruf atau kata, misalnya a disertai
gambar ayam, atau apel. Begitu juga memperkenalkan kata buku disertai gambar
buku.
Gambaran hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa diatas menunjukan
bahwa sebenarnya siswa atau anak mempunyai kemampuanlebih dalam, kemampuan
membaca dengan bantuan gambar. Guru diharapkan secara kreatif dan inovatif
menggembangkan sendiri berbagai bentuk permainan membaca permulaan yang
lebih menarik dan menyenangkan anak.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Dari hasil-hasil penelitian dilakukan pembelajaran kemampuan membaca
permulaan (pra membaca) dengan menggunakan media gambar secara khusus
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan menggunakan media gambar lebih meningkatkan
kualitas pembelajaran pengembangan membaca permulaan.
2. Penggunaan media gambar membuat kegiatan pembelajaran lebih menyenang
dan siswa terlibat aktif.
3. Penguasaan siswa terhadap pembelajaran membaca permulaan ini setelah
siklus kedua > 80%, hal ini dapat dibuktikan dari kegiatan yang dilakukan siswa
dalam mencocokkan kartu kata dengan gambar yang tersedia.

B. Saran-Saran
1. Berdasarkan pengalaman melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
media gambar ini diharapkan guru dapat mengembangkan model
pembelajaran serupa untuk indikator-indikator atau pokok bahasan lainnya
serta dapat menstransfer pengalamannya dengan guru yang lain.
2. Supaya siswa TK mempunyai pengalaman dalam pembelajaran kemampuan
berbahasa (pra membaca), yang menarik dan menyenangkan hendaknya
Taman Kanak-Kanak menyediakan berbagai macam media gambar dan kartu
kata.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 56
Agustus 2018

DAFTAR RUJUKAN
Dekdikbud, 1997. Media Dalam Proses Pembelajaran I. Pusat Pengembangan
Penataran Guru IPS dan PMP Malang
Depdiknas 2000. Permainan Membaca dan Menulis Di Taman Kanak-Kanak.
Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Taman Kanak-Kanak dan Roudlatul Athfal.
Jakarta
Harti Kartini Dkk, 2003. Peningkatan Kemampuan Bertanya Siswa SD Dalam
Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Interaktif
Nurhakiki, Rini Dkk, 2004. Implementasi Pendidikan Matematika Realistik Pada
Pokok Bahasan Pengukuran di Kelas III SD Dalam Rangka Sosialisasi
Kurikulum 2004, FMIP. A UM 2004
Nurani Musta’in, 2004. Anak Islam Suka Membaca, Surakarta: Penerbit Pusaka
Anamah
Wina Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan
Jakarta. Penerbit Kencana Prenada Media.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 57
Agustus 2018

Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar


Biologi Materi Sel Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Picture And Picture Pada Siswa Kelas
XI-MIA2
SMAN 1 Kota Bima Tahun 2017/2018

Hardono, STP, M.Pd


(Guru Biologi dan Prakarya pada SMAN 1 Kota Bima)
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktifitas dan hasil
belajar biologi materi Sel melalui penggunaan picture and picture pada siswa kelas XI
MIA2 SMAN 1 Kota Bima tahun pelajaran 2017/2018. Hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah penggunaan picture and picture dapat meningkatkan aktifitas dan
hasil belajar biologi materi Sel pada siswa kelas XI MIA2 SMAN 1 Kota Bima tahun
pelajaran 2017/2018. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada siswa kelas XI
MIA2 SMAN 1 Kota Bima dengan jumlah siswa 34 orang 9 orang siswa laki-laki dan 25
perempuan dengan kemampuan kognitif yang relatif heterogen. Penelitian dilaksanakan
pada semester 1 tahun pelajaran 2012. Kesimpulan penelitian ini adalah prestasi belajar
siswa pada materi Sel menggunakan picture and picture dengan pendekatan kooperatif
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMAN 1 Kota Bima. Aktivitas belajar siswa
meningkat dari siklus I hanya mencapai 20% meningkat menjadi 80% pada siklus II.
Aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus I hanya 38% meningkat menjadi
92% pada siklus II. Prestasi belajar siswa pada siklus I baru mencapai rata-rata kelas
73,56 dengan ketuntasan 8,82% meningkat menjadi rata-rata kelas 85,91 dengan
ketuntasan belajar 94,12% pada siklus II berarti pencapaian ketuntasan klasikal sudah
terpenuhi yaitu minimal ≥ 85%. Disarankan perlu diupayakan penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi, di-antaranya gabungan pembelajaran menggunakan
picture and picture dan pendekatan kooperatif yang dapat melibatkan siswa secaraaktif
dalam proses pembelajaran.
Keywords: Aktifitas, hasil belajar biologi, sel, picture and picture

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan


yang sangat signifikan terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Jalur yang tepat untuk
meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan. Menurut
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan masyarakat bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Melalui proses pendidikan diharapkan peserta didik dapat
mengalami perubahan yang lebih baik serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
dan dapat menerapkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupannya baik sebagai
pribadi maupun sosial.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 58
Agustus 2018

Pendidikan merupakan sarana terbaik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,


maka setiap individu yang terlibat dalam dunia pendidikan dituntut berperan secara
maksimal guna meningkatkan mutu pendidikan salah satu upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan dengan menggunakan strategi pembelajaran yang efektif yang
sesuai dengan pendekatan cara belajar peserta didik aktif.
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai
akhir hayat. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dengan
berbagai bentuk seperti dalam konteks pengetahuan, pemahaman sikap, tingkah laku,
keterampilan, kecakapan dan lain-lain yang ada atau terjadi pada individu.
Dalam belajar sangat diperlukan adanya, aktivitas tanpa aktivitas belajar tidak
mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam belajar biologi hami sebagai
serangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik, menuju perkembangan individu yang
menyangkut unsur cipta (kognitif), rasa (efektif) dan karsa (psikomotor).
Aktivitas guru dan peserta didik sebagai pelaku utama dalam kegiatan belajar
mengajar mutlak diperlukan demi terciptanya tujuan belajar. Aktivitas guru yang
mampu membangkitkan aktivitas dan mampu memancing kreatifitas peserta didik,
sehingga kegiatan belajar mengajar dinamis. Peserta didik yang aktif mendengar,
berfikir, bertanya, menjawab, menanggapi pertanyaan merupakan indikator siswa
aktif.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Biologi bukan
hanya sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Proses pembelajarannya menitik beratkan pada pemberian pengalaman langsung
kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara alamiah. Biologi pada hakekatnya merupakan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), oleh karena itu seorang guru dalam penyampaian materi
pelajaran biologi haruslah mengetahui metode dan model pembelajaran yang kreatif
dan inovatif.
Salah satu materi biologi yang dianggap sulit adalah materi pokok sel.
Mengingat bervariasinya kemampuan peserta didik dalam menerima pelajaran maka
perlu adanya dukungan berupa model-model pembelajaran. Jika dalam penyampaian
materi digunakan dengan menggunakan metode konvensional (ceramah) tanpa
adanya variasi, peserta didik menjadi bosan dan kurang aktif terlibat dalam
pembelajaran, peserta didik akan lebih senang jika model pembelajaran yang
digunakan bukan hanya sebagai alat untuk menyampaikan informasi saja. Melainkan
dapat mendorong peserta didik aktif terlibat secara langsung dalam pembelajaran,
karena tidak semua materi biologi dapat dengan mudah biologi hami oleh peserta
didik.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 59
Agustus 2018

Di SMA Negeri 1 Kota Bima proses pembelajaran biologi masih sering


menggunakan metode pembelajaran konvensional (ceramah). Hal ini menyebabkan
peserta didik jenuh (bosan) dan kurang aktif dalam proses pembelajaran.
Agar pemahaman peserta didik terhadap materi sel mengalami peningkatan
dan kegiatan belajar mengajar berjalan lebih efektif. Maka salah satu alternatif yang
diambil adalah melalui penggunaan model pembelajaran Picture and Picture, model
pembelajaran ini menyajikan materi serta memperlihatkan gambar yang berkaitan
dengan materi.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan
judul: Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Sel Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture And Picture Pada Siswa Kelas XI-MIA2
SMA Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan di
bahas penelitian ini adalah: Apakah model pembelajaran Kooperatif tipe Picture and
Picture dapat meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Biologi Materi Sel Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture And Picture Pada Siswa Kelas XI-MIA2
SMA Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui peningkatan aktifitas dan hasil belajar biologi Materi Sel melalui
model pembelajaran Kooperatif tipe Picture and Picture pada Siswa Kelas XI-MIA2
SMA Negeri 1 Kota Bima Tahun Pelajaran 2017/2018.
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran Kooperatif tipe Picture and Picture dapat meningkatkan aktifitas dan
hasil belajar biologi materi Sel pada Siswa Kelas XI-MIA2 SMA Negeri 1 Kota Bima
Tahun Pelajaran 2017/2018. Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat antara lain: bagi siswa (1) Dengan menggunakan model
pembelajaran Picture anda Picture diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berfikir siswa secara kreatif inovatif, (2) Dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe Picture and Picture diharapkan aktivitas dan hasil belajar peserta
didik dapat meningkat. Bagi guru dapat memberi informasi tentang model
pembelajaran yang aktif dan kreatif dan meningkatkan aktivitas belajar dan hasil
belajar siswa. Bagi Sekolah dapat dijadikan bahan kajian bersama agar dapat
meningkatkan kualitas sekolah. Bagi Peneliti dapat menambah pengalaman yang
baru, yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dimasa mendatang.
METODE
A. Subyek, Lokasi, Dan Waktu Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 2 SMAN 1 Kota Bima
dengan jumlah siswa 34 orang 9 orang siswa laki-laki dan 25 perempuan dengan
kemampuan kognitif yang relatif heterogen. Penelitian dilaksanakan pada semester 1
tahun pelajaran 2017/2018.
B. Prosedur Penelitian

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 60
Agustus 2018

Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas dengan alur kegiatan setiap
siklus terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu: rencana tindakan (plan), pelaksanaan
tindakan (action), observasi atau evaluasi (observation/evaluation), dan refleksi
(reflection). Alur kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan dalam 2
siklus.Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yang harus dijalani, yaitu perencanaan,
pelaksanaan/ tindakan, pengamatan dan refleksi.
1. Siklus I
a. Perencanaan
1) Guru menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan.
2) Merancang pembuatan rencana pengajaran.
3) Merancang pembelajaran model Picture and Picture.
4) Merancang membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan lembar
kerja siswa
5) Merancang pelatihan soal secara individual.
b. Pelaksanaan
1) Guru menyusun rencana pengajaran.
2) Melaksanakan pembelajaran model Picture and Picture.
3) Dengan metode tanya jawab, guru mengamati pemahaman konsep yang telah
dikuasai siswa.
4) Membentuk kelompok-kelompok kecil berdasarkan urutan nomor pada absensi
siswa untuk mengerjakan lembar kerja siswa
5) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan.
6) Siswa latihan soal secara individual.
c. Pengamatan
1) Peneliti berkolaborasi dengan teman seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan menilai kemampuan guru dalam
mengelola kelas, kelompok serta menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan
lembar kerja siswa.
3) Melakukan penilaian hasil latihan soal yang dikerjakan siswa secara individu.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 61
Agustus 2018

d. Refleksi
Hasil dari tahap pengamatan dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi
oleh peneliti, kemudian peneliti dapat mereflesi diri tentang berhasil tidaknya yang
dilakukan.Hasil dari siklus I digunakan untuk perbaikan pada siklus 2 .
2. Siklus 2
a. Perencanaan
1) Guru menentukan kembali pokok bahasan yang akan diajarkan berdasarkan pada
refleksi.
2) Merancang kembali rencana pengajaran.
3) Merancang kembali pembelajaran model Picture and Picture.
4) Merancang kembali pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan
lembar kerja siswa
5) Merancang latihan soal secara individual
b. Pelaksanaan
Adapun langkah-langkah dari pelaksanaan Picture and Picture ini menurut
Asmani terdapat tujuh langkah yaitu:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apa yang menjadi
Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa
dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru
juga harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai
dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini
guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses
pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang
menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik
yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh
tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan
materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajak siswa ikut terlibat aktif dalam
proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru
atau oleh temannya. Dengan gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan
lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya
sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video
atau demontrasi yang kegiatan tertentu.
4. Guru menunjuk/ memanggil siswa secara bergantian untuk memasang/
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara
langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah
dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 62
Agustus 2018

diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan,
dibuat, atau di modifikasi.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran dari urutan gambar tersebut.
Siswa dilatih untuk mengemukan alasan pemikiran atau pendapat tentang
urutan gambar tersebut. Dalam langkah ini peran guru sangatlah penting sebagai
fasilitator dan motivator agar siswa berani mengemukakan pendapatnya.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut, guru mulai menanamkan konsep atau materi,
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal
ingin dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk
lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian
KD dan indikator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai
indikator yang telah ditetapkan.
7. Siswa diajak untuk menyimpulkan/merangkum materi yang baru saja diterimanya.
Kesimpulan dan rangkuman dilakukan bersama dengan siswa. Guru
membantu dalam proses pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Apabila siswa
belum mengerti hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam pengamatan gambar
tersebut guru memberikan penguatan kembali tentang gambar tersebut.
c. Pengamatan
1) Peneliti berkolaborasi dengan teman seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan menilai kemampuan guru dalam
mengelola kelas, kelompok serta menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan
lembar kerja siswa
3) Melakukan penilaian latihan soal yang dikerjakan siswa secara individual.
d. Refleksi
Hasil pada tahap pengamatan disimpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi
oleh peneliti, kemudian peneliti dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya
tindakan yang dilakukan. Hasil siklus I digunakan untuk perbaikan-perbaikan pada
siklus 2 .

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 63
Agustus 2018

C. Teknik Pengumpulan Data


1. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah semua siswa XI MIA2 SMAN 1 Kota Bima
dan bersama tim observer guru Biologi SMAN 1 Kota Bima.
2. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah di
susun peneliti.
b. Data hasil observasi motivasi belajar
c. Data hasil pengamatan perilaku guru dan siswa waktu
pelaksanaan pembelajaran.
d. Data tes prestasi belajar siswa.
3. Cara Pengambilan Data
Lembar Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan
prsoses pembelajaran, sedangkan tes digunkan untuk memperoleh data tentang
prestasi belajar atau prestasi belajar siswa terhadap materi pembelajaran yang
dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini.
D. Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang ingin dicapai penulis adalah harapan
terjadinyapeningkatan hasil tes formatif siswa dalam proses pembelajaran
yangditunjukkan dengan adanya kenaikan nilai prestasi belajar siswa di atas KKM
atau sama dengan KKM yaitu 75 dan target ketuntasan belajar 85%.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan,
dikembangkan selama proses refleksi sampai dengan proses penyusunan laporan.
Ada dua jenis data yang dipakai oleh penulis yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kualitatif dianalisis dengan diskriptif kualitatif. Untuk lebih jelasnya diuraikan
sebagai berikut:

1) Motivasi siswa
Data motivasi belajar siswa dapat dianalisis dengan rumus sebaai berikut:

As=

Keterangan:
As = Skor rata-rata aktivitas belajar siswa
∑x = Jumlah skor aktivitas siswa masing-masing indikator
ni = Banyaknya item
2) Aktivitas Guru
Mengenai hasil aktivitas guru akan dianalisa dengan rumus sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 64
Agustus 2018

Ag =

Keterangan:
Ag = Skor rata-rata aktivitas guru
x = Skor masing-masing indikator
i = Banyaknya indikator
3) Ketuntasan Klasikal
Untuk mengetahui prestasi belajar yang diperoleh siswa secara klasikal
selama proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
p
KB  x100%
N
Dimana :
KB= Ketuntasan belajar
P= banyaknya siswa yang memperoleh nilai > 65
N=banyaknyasiswa
Ketuntasan belajar dikatakan tercapai jika KB > 85% (Sudjana, 2008).
HASIL
A. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di XI MIA2 SMAN 1 Kota Bima. Penelitian ini
berusaha mencari tahu tentang penerapan penggunaan strategi belajar gambar sel
melalui belajar dengan menggunakan pendekatan kooperatif mata pelajaran Biologi
materi sel pada Siswa Kelas XI MIA2 SMAN 1 Kota Bima Tahun Pelajaran
2017/2018. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan materi sel. Berikut
ini akan dijelaskan data tiap siklus.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Sebelum proses belajar dimulai pada siklus I, peneliti telah mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
memyiapkan lembar observasi atau instrumen penelitian, menyaiapkan alat evaluasi
dan menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I telah dimulai pada bulan Agustus 2017, yang
terdiri dari dua kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali untuk eveluasi.
Pertemuan pertama membahas mengenai materi Sel. Sebagai pelaksana pembelajaran
adalah peneliti sendiri, sedangkan observer melibatkan guru sejawat.
c. Observasi dan Evaluasi
1. Hasil Observasi Keaktifan Siswa
Untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran picture and picture pada siklus I dapat dilihat
pada lampiran 2. Berdasarkan lampiran 2 pada siklus I baru 20% dengan kriteria
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 65
Agustus 2018

sangat tidak aktif dalam proses pembelajaran menggunakan gambar sel melalui
model pembelajaran picture and picture. Artinya lebih banyak siswa yang tidak aktif
yaitu 80% (sangat tidak aktif) pada siklus I.
2. Hasil Observasi Aktivitas Guru
Proses observasi dilaksanakan oleh guru Biologi selama proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar observasi yang telah di siapkan untuk memantau
jalannya proses belajar mengajar. Data hasil aktivitas guru siklus I dapat disajikan
pada lampiran 4.
Berdasarkan lampiran 4 aktivitas guru dalam menerapakan gambar sel pada
siklus I baru dilaksanakan 38% dan belum dilaksanakan 62%. Karena indikator
kinerja yang ditentukan dalam proses pembelajaran aktivitas guru adalah 85% maka
pada disiklus I ini belum mencapai indikator kinerja yang direncanakan.
3. Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa pada siklus I dapat dilihat lampiran 6. Dari data tersebut
pada siklus I siswa yang belum tuntas belajar masih ada 31 orang atau 91,18%
(cukup banyak) sedangkan yang sudah tuntas belajar baru 3 orang atau 8,82% (cukup
banyak yang belum tuntas). Berdasarkan data tersebut maka berdasarkan KKM
Biologi di SMAN 1 Kota Bima bahwa ketuntasan individual 75% dan klasikal
apabila telah mencapai 85%.
d. Refleksi
Setelah selesai siklus I maka diadakan refleksi dan diskusi dengan guru
Biologi .Beberapa hal yang direfleksi adalah dari aspek keaktifan belajar siswa,
aktivitas guru dan prestasi belajar siswa. Dari aspek keaktifan siswa sebagian besar
masih belum mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan dimana keaktifan
siswa harus mencapai 85%.
Baru dua aspek yang muncul pada siklus 1 dilihat dari tingkat keaktivan siswa
yaitu aspek siswa termotivasi belajar dengan menerapkan model pembelajaran
picture and picture materi sel, dan siswa juga siswa sudah menunjukkan ketertarikan
terhadap materi biologi yang diajarkan. Kedua hal tersebut sudah muncul pada siklus
1. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada siklus 1 masih banyak yang
kelemahan yang ditemukan. Beberapa kelemahan itu seperti pada aspek sebagai
berikut: aktivitas peserta didik dalam belajar dengan menerapkan pembelajaran
picture and picture materi sel, efektifitas pembelajaran picture and picture materi sel
dalam meningkatkan keaktifan peserta didik, siswa aktif mencari materi pendukung
selain buku ajar yang wajib dimiliki siswa (buku perpustakaan, internet), termasuk
rasa senang peserta didik dalam belajar melalui penerapan model pembelajaran
gambar sel melalui model pembelajaran picture and picture, tantangan yang
dirasakan peserta didik dalam belajar dengan menerapkan model pembelajaran
picture and picture materi sel, kerjasama siswa dalam menyelesaikan tugas
kelompok, kemampuan siswa dalam bertanya, menanggapi, menyanggah materi
dalam diskusi tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. artinya pada
siklus 1 baru mencapai 20% keberhasilan.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 66
Agustus 2018

Dari aspek aktivitas yang dilakukan guru pada siklus I guru baru mencapai
38% tergolong sangat tidak aktif. Dari aspek prestasi belajar siswa pada siklus I
masih banyak siswa yang belum tuntas belajar. Data prestasi belajar siswa
menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal baru mencapai 8,82% dari 85% yang
diharapkan.
Berdasarkan refleksi terhadap keaktifan belajar, aktivitas yang dilakukan
guru dan prestasi belajar siswa yang telah dilaksanakan pada siklus I ternyata masih
belum mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan dan KKM yang ditentukan
oleh karena itu masih perlu dilanjutkan pada siklus 2 untuk melakukan perbaikan
terhadap kendala-kendala yang terjadi pada siklus I.
2. Siklus 2
a. Perencanaan
Sama seperti pada siklus I, sebelum proses belajar dimulai pada siklus 2 ,
peneliti terlebih dahulu mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar observasi dan lembar kerja siswa
(LKS). Persiapan pada saat perencanaan tentunya melakukan revisi seperlunya
setelah melihat kelemahan pada siklus I.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 dilakukan pada bulan Agustus 2017.
Materi diajarkan sama seperti siklus 1 yaitu tentang materi Sel. Guru sebagai
observer menyiapkan lembar observasi dan LKS yang akan dikerjakan dengan
strategi gambar sel melalui model pembelajaran picture and picture.
c. Observasi dan Evaluasi
1) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Pada siklus 2 ini hasil observasi tentang aktivitasbelajar siswa dapat dilihat
pada lampiran 3.
Berdasarkan data yang disajikan pada lampiran 4 menunjukkan aktivitas
belajar siswa pada siklus 2 mencapai 90% berarti sudah mencapai indikator kinerja
yang ditetapkan sebesar 85%. Tingginya aktivitas belajar siswa pada siklus 2 karena
siswa merasa dengan membuat gambar sel merasa senang belajar karena merasa
tertantang untuk belajar dalam mengerkan gambar sel materi tentang sel. Aktivitas
siswa yang ringgi juga disebabkan karena siswa disuruh melakukan diskusi dengan
model pembelajaran picture and picture dengan materi sel dalam kegiatan
mengurutkan gambar-gambar dalam urutan yang logis.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Hasil observasi yang dilakukan terhadap aktivitas guru siklus 2 menunjukkan
bahwa semua aspek sudah dilaksanakan oleh guru dengan sangat baik hal ini dapat
dilihat bahwa hampir semua aspek telah dilaksanakan oleh guru kecuali guru belum
memberikan penghargaan mingguan pada siswa. Secara keseluruhan persentase
capaian dari aktivitas guru dalam proses pembelajaran adalah mencapai 92%.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.
3) Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 67
Agustus 2018

Prestasi belajar siswa pada siklus 2 mengalami peningkatan yang cukup


berarti. Dari 34 orang siswa hanya 2 orang siswa yang belum tuntas belajar pada
siklus 2 atas nama Cindy Disha Prayatama dengan nilai 72 dan W. Firdaus Mujahid
juga dengan nilai 74 sedangkan KKM mata pelajaran biologi di SMAN 1 Kota Bima
75. Selebihnya yaitu 32 orang atau 94,12% siswa sudah tuntas belajar. Walaupun
masih ada 2 orang siswa yang belum tuntas pada siklus 2 namun rata-rata kelas pada
siklus 2 cukup tinggi yaitu 85,91dan persentase ketuntasan 94,12%. Prestasi belajar
siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada Lampiran 7.
d. Refleksi
Pada akhir siklus 2 peneliti dan guru Biologi di kelas XI MIA2 melakukan
refleksi tentang proses pembelajaran yang telah berlangsung di siklus 2 . Refleksi
dilakukan terhadap proses pembelajaran dan aspek yang diobservasi seperti aspek
keaktifan belajar, aktivitas guru dan prestasi belajar. Persentase ketercapaian dari
tiga hal tersebut pada siklus 2 adalah sebagai berikut: keaktifan belajar persentase
ketercapaiannya mencapai 90%, aktivitas guru 92%, dan prestasi belajar rata-rata
kelas 85,91dan presentase ketuntasan 94,12%.
Berdasarkan refleksi terhadap proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan pada siklus 2 dapat dijelaskan bahwa dari aktivitas siswa cukup tinggi
yaitu 90%, demikian juga aktivitas guru juga sangat tinggi yaitu 92%. Prestasi belajar
siswa mencapai rata-rata 85. Dengan perincian hanya 2 orang siswa yang belum
tuntas pada siklus 2 dan ketuntasan mencapai 94,12%. Berdasarkan uraian di atas
maka tidak dilakukan lagi perbaikan pada siklus berikutnya, dengan kata lain
pelaksanaan pembelajaran ini tidak dilanjutkan pada siklus ke-III.

B. Pembahasan
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pada siklus I aktivitas siswa masih
rendah yaitu baru mencapai 20% dan meningkat menjadi 80% pada siklus 2 .
Demikian pula hasil pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh guru pada
siklus I baru mencapai 38% meningkat menjadi 92% pada siklus 2 .
Dilihat dari prestasi belajar siswa dapat diketahui pada siklus I belum tercapai
ketuntasan seperti yang diharapkan. Tidak tercapainya ketuntasan belajar pada siklus
I disebabkan beberapa hal diantaranya masih kurangnya keaktifan guru dalam
membimbing dan mengarahkan kelompok siswa dalam membuat rangkuman materi
sendiri dari penjelasan yang dilakukan, kurangnya aktivitas siswa dari tiap kelompok
dalam mengikuti pelajaran. Pada siklus I ketuntasan belajar yang dicapai baru 8,82%
artinya baru 3 orang siswa yang tuntas belajar dari 34 orang siswa, dan 91,18% siswa
atau 31 orang siswa yang belum tuntas belajar. Hal ini masih jauh dari ketuntasan
individual 75% dan klasikal 85% yang diharapkan. Pada siklus 2 siswa yang
mencapai ketuntasan belajar 32 orang atau mencapai 94,12% artinya hanya 2 orang
siswa atau 5,88% saja siswa yang belum tuntas belajar.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kurangnya aktivitas belajar dan
rendahnya prestasi belajar Biologi pada siklus I, salah satunya adalah ketidaktepatan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 68
Agustus 2018

penggunaan media pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Hasil observasi dan
pengalaman peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih menggunakan
model pembelajaran yang bersifat konvensional yakni ceramah, tanya jawab,
pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru dan sedikit
melibatkan siswa, akibatnya interaksi antara siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung sangat minim.
Oleh karena itu diperlukan media pembelajaran Biologi yang inovatif dan
kreatif, sehingga kegiatan pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan
menyenangkan sehingga siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran
yang kaku, monoton, dan membosankan. Model pembelajaran gambar sel dengan
menggunakan model pembelajaran picture and picture merupakan salah satu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran,
dan pada akhirnya juga berimbas pada meningkatnya prestasi belajar Biologi siswa.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar sangatlah penting yaitu
bagaimana memotifasi siswa. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan
siswa. Siswa akan lebih tekun lebih giat dan bersemangat dalam belajar. Dalam
interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan pada siswa, untuk
dapat menyelidiki, mengamati, belajar, mencari pemecahan masalah sendiri. Hal ini
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang dikerjakan,
dan kepercayaan pada diri sendiri, sehinnga siswa tidak selalu menguntungkan diri
pada orang lain (Citriadin, 2007).
Pada siklus 2 hasil evaluasi yang diperoleh tidak tuntas, hal ini disebabkan
karena siswa dari tiap kelompok masih kurang aktif dalam menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti, kurangnya kesiapan siswa dalam menerima pelajaran, dan
kurangnya penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan. Hasil yang diperoleh
pada siklus 2 adalah 90%. Karena capaian ketuntasan ini melampaui di atas KKM
dan indikator kinerja maka tidak perlu lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, memberikan petunjuk
bahwa penggunaan model pembelajaran picture and picture dengan gambar sel
prestasi belajar siswa lebih baik. Hal ini disebabkan, belajar dengan menggunkan
gambar sel berarti siswa tidak belajar untuk sesaat saja tetapi siswa akan belajar
dengan bermakna. Sesuai dengan pendapat Sujanem (1999), bahwa dengan membuat
gambar sel wawasan siswa akan lebih bertambah, pengetahuan yang didapat lebih
lama diingat, karena dalam pembelajaran model picture and picture guru
menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajak siswa ikut terlibat aktif dalam
proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru
atau oleh temannya. Dengan gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan
lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya
sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video
atau demontrasi yang kegiatan tertentu. Guru menunjuk/memanggil siswa secara
bergantian untuk memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 69
Agustus 2018

Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara
langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah
dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus
diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan,
dibuat, atau di modifikasi.
Peningkatan prestasi belajar dengan menggunakan model pembelajaran
picture and picture karena guru menanyakan alasan/dasar pemikiran dari urutan
gambar tersebut. Dalam kegiatan ini siswa dilatih untuk mengemukan alasan
pemikiran atau pendapat tentang urutan gambar tersebut. Dalam langkah ini peran
guru sangatlah penting sebagai fasilitator dan motivator agar siswa berani
mengemukakan pendapatnya. Dari alasan/urutan gambar tersebut, guru mulai
menanamkan konsep atau materi, sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses ini guru memberikan penekanan-penekanan pada hal ingin dicapai
dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan
tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan
indikator yang telah ditetapkan. Guru juga memastikan bahwa siswa telah menguasai
indikator yang telah ditetapkan.
Siswa diajak untuk menyimpulkan/merangkum materi yang baru saja
diterimanya. Dalam model pembelajaran picture and picture kesimpulan dan
rangkuman dilakukan bersama dengan siswa. Guru membantu dalam proses
pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Apabila siswa belum mengerti hal-hal apa
saja yang harus diperhatikan dalam pengamatan gambar tersebut guru memberikan
penguatan kembali tentang gambar tersebut.
Temuan penelitian ini tentu saja memperlihatkan adanya kelebihan dan
kekurangannya, kelebihan dan kelemahan model pembelajaran picture and picture
adalah. Kelebihan model pembelajaran picture and picture seperti materi yang
diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi
yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu. Siswa lebih cepat
menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar mengenai materi
yang dipelajari. Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa
disuruh guru untuk menganalisa gambar yang ada. Dapat meningkatkan tanggung
jawab siswa, sebab guru menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar.
Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang
telah dipersiapkan oleh guru.
Tidak saja kelebihan temuan penelitian ini juga memperlihatkan adanya
kelemahan model pembelajaran picture and picture seperti: Sulit menemukan
gambar-gambar yang bagus dan berkulitas serta sesuai dengan materi pelajaran. Sulit
menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa
yang dimiliki. Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar
sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pelajaran. Tidak tersedianya dana
khusus untuk menemukan atau mengadakan gambar-gambar yang diinginkan.
Sebagaimana dipahami bahwa model pembelajaran picture and picture merupakan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 70
Agustus 2018

salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran picture and


picture ini dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan tentunya dengan
kemasan dan kreatifitas guru. Sejak di populerkan sekitar tahun 2002, model
pembelajaran ini mulai menyebar di kalangan guru di Indonesia. Dengan
menggunakan model pembelajaran tertentu, maka pembelajaran menjadi
menyenangkan. Selama ini hanya guru sebagai aktor di depan kelas, dan seolah-olah
gurulah sebagai satu-satunya sumber belajar.
Model pembelajaran picture and picture merupakan sebuah model dimana
guru menggunakan alat bantu atau media gambar untuk menerangkan sebuah materi
atau memfasilitasi siswa untuk aktif belajar. Dengan menggunakan alat bantu atau
media gambar, diharapkan siswa mampu mengikuti pelajaran dengan fokus yang baik
dan dalam kondisi yang menyenangkan. Sehingga apapun pesan yang disampaikan
bisa diterima dengan baik dan mampu meresap dalam hati, serta dapat diingat
kembali.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan.
Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan
selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus
menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat
menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metode, teknik atau cara yang
dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Gambar yang baik digunakan dalam pembelajaran adalah gambar yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, terdapat tiga syarat yang harus
dipenuhi, yaitu gambar sel yang dipergunakan haruslah yang otentik.
Gambar tersebut haruslah secara jujur melukiskan situasi seperti melihat
benda sebenarnya. Selain itu gambar sel perlu yang sederhana. Komposisi hendaknya
cukup jelas dalam menunjukkkan poin-poin pokok yang terdapat pada gambar.
Gambar juga memiliki nilai seni, artinya sebagai media yang baik, gambar hendaklah
bagus dari sudut seni.
Menurut Johnson & Johnson, prinsip dasar dalam model pembelajaran
kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut: Setiap anggota kelompok
(siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi
tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. Setiap anggota
kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung-
jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses
pembelajaran yaitu dengan cara memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi
urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan
logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 71
Agustus 2018

Dalam setiap model pembelajaran tentu ada kelebihan dan kekurangannya,


kelebihan dan kekurangan model pembelajaran picture and picture adalah: Kelebihan
model pembelajaran picture and picture: Materi yang diajarkan lebih terarah karena
pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi
secara singkat terlebih dahulu. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru
menunjukkan gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari. Dapat meningkat
daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa disuruh guru untuk menganalisa
gambar yang ada. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru
menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar.
Pembelajaran dengan model picture and picture lebih berkesan, sebab siswa
dapat mengamati langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru. Kekurangan
model pembelajaran picture and picture: Sulit menemukan gambar-gambar yang
bagus dan berkulitas serta sesuai dengan materi pelajaran. Sulit menemukan gambar-
gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa yang dimiliki. Baik
guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan
utama dalam membahas suatu materi pelajaran. Tidak tersedianya dana khusus untuk
menemukan atau mengadakan gambar-gambar yang diinginkan.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka pada bagian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pembelajaran biologi materi tentang Sel menggunakan model
pembelajaran picture and picture dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa kelas XI MIA2 SMAN 1 Kota Bima.
2. Aktivitas belajar siswa meningkat dari siklus 1 hanya mencapai 20%
meningkat menjadi 80% pada siklus 2.
3. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus 1 hanya 38%
meningkat menjadi 92% pada siklus 2.
4. Hasil belajar siswa pada siklus 1 baru mencapai rata-rata kelas 73,56
dengan ketuntasan 8,82% meningkat menjadi rata-rata kelas 85,91dengan
ketuntasan belajar 94,12% pada siklus 2 berarti pencapaian ketuntasan klasikal
sudah terpenuhi yaitu minimal ≥ 85%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas,
maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu diupayakan penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi, di-
antaranya gabungan pembelajaran dengan menggunakan model picture and
picture tentang materi sel dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 72
Agustus 2018

2. Kepada para guru diharapkan dapat mengetahui, memahami dan menerapkan


model pembelajaran kooperatif khususnya tipe picture and picture dalam upaya
peningkatan aktivitas dan hasil belajar Biologi pada siswa utamanya materi Sel.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe picture and picture sedapat mungkin mampu mengelola alokasi waktu, dan
fasilitas pendukung termasuk media pembelajaran dalam pembelajaran Biologi
di SMA untuk materi Sel.
4. Untuk meningkatkan kesahihan dan kesempurnaan dalam penelitian ini,
maka perlu upaya penelitian lanjutan untuk mengamati kegiatan proses
pembelajaran kooperatif baik tipe picture and picture maupun tipe lainnya secara
lebih konprehensif, dan dengan persepsi siswa yang secara positif terhadap
penggunaan model pembelajaran picture and picture, maka disarankan kepada
guru biologi untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan
disesuaikan dengan materi yang disampaikan.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edukasi III. Jakarta: Balai Pustaka
Aman, K. 2000.Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Geografi di SLTP
Kelas 1 Cawu 1.Buletin Pelangi Pendidikan, 3 (3): 14-19.
Amien, M. 1990. Pemetaan Konsep Suatu Teknik untuk Meningkatkan Belajar yang
Bermakna.Majalah Mimbar Pendidikan, 2: 24-31.
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.
Arjudin, Sri Patmi dan Kadarillah. 2004. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Pada
Siswa Kelas II B SMAN 2 Mataram Tahun Ajaran 2004/2005. Mataram:
FKIP UNRAM
Astuti, R.N. 2003.Keefektivan Strategi Menggunakan Gambar sel dalam Pengajaran
Ditinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 4
Malang pada Materi Laju Reaksi.Tesis Tidak Diterbitkan, PPS UM Malang.
Azizah, U. 2003. Penerapan Model Kooperatif melalui Pengembangan Bahan
Pembelajaran Biologi Dasar.Jurnal MBIOLOGI , dan Pengajarannya, 32
(2): 218-220.
Bahri Djamarah. 1991. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional
Dahar, R.W. 1988.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Depdikbut.
Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Pengetahuan Sosial. Mataram
Dimyati.,& Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 73
Agustus 2018

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2002. Konsep Pendidikan Berorientasi


Kecakapan Hidup (Life Skill). Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis
Luas (BBE) Buku I. Jakarta: Depdiknas.
Erlin Rosani. 2001. Portofolio dan Paradigma Baru Dalam Penilaian Matematika.
Jakarta: Rineka Cipta
Fajaroh, F., Mardianto.,& Kartini, R. 2001. Penggunaan Gambar sel untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Mol Siswa Kelas I SMU Laboratorium
Malang.Media Komunikasi Biologi , Edisi Bulan Pebruari, Hal 59-62.
Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo
Hadi, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo
Hamalik, O.1991. Pendekatan Baru Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA.Bandung:
Sinar Baru.
Hamdun. 2003. Penerapan Picture and Picture Model Group Investigation (GI)
dalam Peningkatan Keefektifan Proses dan Hasil Pembelajaran.
JurnalTeknologi Pembelajaran, 4 (2): 151-152.
Horton, & Philip, B.1993. An Investigation of Efectiveness of Concept Mapping as
an Instructional Tool.Science Education, 77(1): 95–115.
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud P2LPTK.
Hudoyo. 1979. Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Usaha Nasional
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Press.
Irawan, P.S., & Wardani, I.G.A.K. 1997. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan
Mengajar. Jakarta: PAU-PPAI.
Jailani.2001. Pengaruh Strategi Belajar dengan Menggunakan Gambar sel melaui
Belajar Kelompok terhadap Hasil Belajar Biologi Pada SMU Diponegoro
Tumpang Kabupaten Malang. Tesis Tidak Diterbitkan, PPS UM Malang.
Jufri.2000. Keefektifan Penggunaan Metoda Belajar Kelompok (Model STAD) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada SMU Negeri 2 Ingin Jaya (Ulee
Kareeng) Aceh Besar. Tesis Tidak Diterbitkan, PPS UM Malang.
Lilik M. 2001. Pembelajaran Dengan Menggunakan Teknik Gambar sel Suatu
Upaya untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep-Konsep Fisika. Buletin
Pelangi Pendidikan, 4 (1): 18.
Lisnawati. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Noornia, A. 1997.Penerapan Belajar Kooperatif dengan Metode STAD pada
Pengajaran Persen di Kelas 5 SD Islam Almaarif 02 Singosari. Tesis Tidak
Diterbitkan, PPS IKIP Malang.
Novrianto, A. 2000.Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Gambar sel di
Tinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 7
Malangp pada Materi Senyawa Karbon.Tesis Tidak Dipublikasikan, PPS
UM Malang.
Nur, M., & Wikandari, P.R. 1988.Pendidikan Konstruktivistik dalam
Pembelajaran.Surabaya: IKIP Surabaya.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 74
Agustus 2018

Rahayu, S. 1996. Pembelajaran Kooperatif dalam Pelajaran BIOLOGI , Jurnal


MBIOLOGI , dan Pengajarannya, 27(2): 153-169.
Sastrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi.Jakarta:
Depdikbud.
Sujana. 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.
Sukarminata, N.S. 2001. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius.
Surapranata. 2004. Penilaian Portofolio Impelementasi Kurikulum 2004. Bandung.
PT Remaja Rosdakarya
Susilo, H. 2000. Penggunaan Gambar sel untuk Pembelajaran Fisiologi Tumbuhan
di PSSJ Pendidikan Biologi PPS Universitas Negeri Malang.Laporan
Penelitian Malang Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Susilo, H. 2001. Pembelajaran Konstektual untuk Peningkatan Pemahaman Siswa.
Disampaikan Pada Seminar Sehari di Jombang. Tanggal 22 September.
Depdiknas: Lembaga Penelitian Malang.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 75
Agustus 2018

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group


Investigation (GI) dalam Menigkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Biologi Materi Sistem Reproduksi
Manusia
Kelas XI IPA6 SMAN1 Kota Bima
Tahun Pelajaran 2016/2017
Dra. Faridah
(Guru biologi pada SMAN 1 Kota Bima)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran


Kooperatif Tipe IK (Investigasi Kelompok) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP Negeri 6 Kota Bima Tahun Pelajaran 2016/2017.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar
siswa dari siklus ke siklus, dengan mengimplementasikan pembelajaran kooperatif tipe IK
(Investigasi Kelompok). Peningkatan aktivitas belajar siswa terlihat pada hasil observasi
siklus I dengan hasil yang kurang baik, kemudian meningkat menjadi baik pada siklus II.
Hal ini dilihat dari nilai rata-rata kelas 76.45 atau persentase ketuntasan mencapai 74.19%
pada siklus I dan pada siklus ke II meningkat dengan nilai rata-rata siswa 86.32, atau
persentase ketuntasan mencapai 93.55%. Sementara peningkatan rata-rata skor aktivitas
belajar siswa, yaitu 3,50 (kategori cukup aktif) pada siklus I menjadi 4,74 (kategori aktif)
pada siklus II, demikian juga dengan skor rata-rata aktivitas guru mengalami peningkatan,
yaitu yaitu 4,42 (kategori cukup baik) pada siklus I menjadi 4,60 (kategori sangat baik)
pada siklus II sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe IK (Investigasi Kelompok) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
Bahasa Inggris pada siswa Kelas VII SMP Negeri 6 Kota Bima Tahun Pelajaran
2016/2017.
Keywords: Hasil belajar, aktivitas, pembelajaran kooperatif, investigasi kelompok

Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, dapat berasal dari
diri siswa maupun dari guru sebagai pengajar. Seorang guru antara lain harus
memiliki kompetensi yang cukup sebagai pengelola pembelajaran. Seorang guru
yang memiliki kompetensi diharapkan akan lebih baik, dan mampu menciptakan
suasana dan lingkungan belajar yang efektif, sehingga hasil belajar siswa akan
optimal. Hal ini dijelaskan oleh Ruseffendi (1998) bahwa di samping faktor
penyebab yang sebagian tergantung pada siswa, terdapat pula faktor yang berasal dari
guru, antara lain kemampuan (kompetensi), suasana belajar dan kepribadian guru
sebagai manusia model.
Model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar
diantaranya adalah model cooperative learning. Cooperative learning merupakan
model pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan
tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil
(Saptono, 2003). Zakaria dan Zanaton (2007) menyatakan penggunaan model
pembelajaran cooperative pada biologi sangat efektif. Banyak tipe model
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 76
Agustus 2018

pembelajaran cooperative, diantaranya yaitu: Group investigation (GI). Model


pembelajaran cooperative yang digunakan untuk membelajarkan biologi
Diantaranya adalah GI. Dengan pembelajaran cooperative model GI siswa belajar
bersama, saling membantu, dan berdiskusi bersama-sama dalam menemukan dan
menyelesaikan masalah. Dalam pembelajaran cooperative, model GI adalah tipe
belajar yang paling sulit diterapkan bila dibandingkan dengan tipe cooperative
lainnya, seperti Student Team Achievement Division (STAD) ataupun Jigsaw. Pada
model pembelajaran GI, mengharuskan guru menyiapkan masalah untuk sekelompok
siswa pada jenjang kemampuan tertentu. Siswa menghadapi masalah yang kemudian
diarahkan kepada menemukan konsep atau prinsip. Karena siswa secara bersama-
sama menemukan konsep atau prinsip, maka diharapkan konsep tersebut tertanam
dengan baik pada diri siswa yang pada akhirnya siswa menguasai konsep atau prinsip
yang baik pula.
Di samping ketepatan penggunaan model pembelajaran, kemandirian belajar
siswa akan menentukan keberhasilan studi siswa. Kebanyakan dari siswa belum
mampu secara mandiri untuk menemukan, mengenal, memerinci hal-hal yang
berlawanan dan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari masalahnya.
Sebab siswa awalnya hanya menurut yang disajikan oleh guru atau masih bergantung
pada guru. Keberhasilan belajar tidak boleh hanya mengandalkan kegiatan tatap
muka dan tugas terstruktur yang diberikan oleh guru, akan tetapi terletak pada
kemandirian belajar.
Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapai hendaknya tidak
dBiologi ndang sebagai kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bisa
disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau oleh kesalahan
strategi dalam melaksanakan program tersebut. Misalnya kekurang tepatan dalam
memilih dan menggunakan metode mengajar dan alat bantu pengajaran (Sudjana,
2006). Adapun dalam penggunaan suatu metode hendaknya guru dapat membawa
suasana interaksi pengajaran yang efektif, menumbuhkan dan mengembangkan minat
belajar serta membangkitkan semangat belajar dapat meningkatkan hasil belajar dan
menghidupkan proses pengajaran yang sedang berlangsung (Rohani, 2004).
Disinyalir dan didukung oleh beberapa hasil penelitian bahwa kebanyakan
guru hanya menyampaikan bahan sesuai dengan urutan-urutan dan ruang lingkup
yang ada dalam buku teks, ini yang harus diubah, masalahnya sekarang bagaimana
merubah persepsi dan pola pikir guru terhadap tugas pokoknya mengajar, bahwa
mengajar bukan semata-mata menyampaikan bahan sesuai dengan urutan buku teks,
tetapi yang paling penting bagaimana memberikan kemudahan belajar kepada peserta
didik sehingga bangkit semangat belajar dan terjadilah proses belajar tenang dan
menyenangkan. Untuk kepentingan tersebut perlu dikondisikan lingkungan yang
kondusif dan menantang rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran
akan berlangsung secara efektif (Mulyasa, 2007).
Untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, ini
salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan metode
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 77
Agustus 2018

Cooperatif Learning (CL). Metode Cooperatif Learning adalah metode pembelajaran


yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan siswa
dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih lanjut dijelaskan bahwa metode ini
memiliki keistimewaan yang lebih dengan metode yang lainnya dilihat dari segi
suasana belajar, motivasi belajar secara aktif yang dapat dilakukan siswa. Hal ini
dikarenakan bahwa metode ini merupakan metode belajar kelompok yang memiliki 5
unsur dasar yang ada dalam pelaksanaannya, antara lain saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antara anggota, dan
evaluasi proses kelompok (Lie, 2007).
Model pembelajaran yang mampu mengajak siswa bekerja secara bersama-
sama dan menyebabkan siswa lebih efektif bekerja adalah model pembelajaran
Kooperatif. Disisi lain Ibrahim (2002) menyebutkan pembelajaran Kooperatif
mencerminkan pandangan. Pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman
mereka dari partisBiologi si aktif dari kelompok kecil, membantu siswa dalam belajar
keterampilan sosial yang penting sementara itu secara bersama-sama
mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis.
Biologi atau ilmu hayal merupakan salah satu cabang biologi yang
mempelajari mahluk hidup. Menurut Winarta Sasmita dan Sukarno (1995) Biologi
sebagai Ilmu Pengetahuan Alam, lahir dan berkembang melalui pengamatan dan
eksperimen. Berdasarkan Permen Diknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar
kopetensi lulusan, konsep dan penerapan sains Biologi menekan pada pemberian
pengalaman belajar kepada siswa. Keterampilan pada proses ini meliputi
keterampilan mengamati dengan menggunakan alat-alat indera, menggunakan alat
dan bahan penelitian, mengajukan pertanyaan dan hipotesis, menggolongkan dan
menafsirkan data, serta menggali dan memilih informasi yang relevan untuk
memecahkan masalah sehari-hari (Haryati, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, dalam ragka untuk meningkatkan hasil belajar
khususnya pada mata pelajaran Biologi perlu dilakukan penelitian tentang:
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dalam
menigkatkan motivasi dan prestasi belajar biologi materi sistem reproduksi pada
manusia siswa kelas XI IPA6 SMAN 1 Kota Bima tahun pelajaran 2016/2017.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini dapat diru-
muskan sebagai berikut: bagaimana upaya peningkatan motivasi dan prestasi belajar
biologi materi sistem reproduksi pada manusia menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada siswa kelas XI PA6 SMAN 1 Kota
Bima tahun pelajaran 2016/2017? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan peningkatan motivasi dan prestasi belajar biologi materi sistem
reproduksi pada manusia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation (GI) pada siswa kelas XI IPA6 SMAN 1 Kota Bima tahun pelajaran
2016/2017. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat menigkatkan motivasi
dan prestasi belajar biologi materi sistem reproduksi pada manusia siswa kelas XI
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 78
Agustus 2018

IPA6 SMAN 1 Kota Bima tahun pelajaran 2016/2017. Hasil dari pelaksanaan
penelitian tindakan kelas ini akan memberikan manfaat yang berarti pada pihak-pihak
sebagai berikut (1) Bagi siswa, agar tercipta kebiasaan positif, keaktifan dalam
pembelajaran, berpikir kritis dan dapat menerapkan belajar yang bermakna, (2) Bagi
guru dan peneliti untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pema-haman
dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dapat mengembangkan penggunaan peta
konsep dalam pembelajaran biologi sebagai alternatif model pembelajaran yang
dipilih dalam rangka meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar biologi, (3) Bagi
sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan terutama dalam memperbaiki
kualitas pembelajaran biologi di sekolah.

METODE
A. Subyek, Lokasi, Dan Waktu Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA6 SMAN 1 Kota Bima dengan
jumlah siswa 34 orang 9 orang siswa laki-laki dan 25 perempuan dengan kemampuan
kognitif yang relatif heterogen. Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun
pelajaran 2016/2017.
B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas dengan alur kegiatan setiap
siklus terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu: rencana tindakan (plan), pelaksanaan
tindakan (action), observasi atau evaluasi (observation/evaluation), dan refleksi
(reflection). Alur kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan dalam 2


siklus.Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yang harus dijalani, yaitu perencanaan,
pelaksanaan/ tindakan, pengamatan dan refleksi.
3. Siklus I
a. Perencanaan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 79
Agustus 2018

6) Guru menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan.


7) Merancang pembuatan rencana pengajaran.
8) Merancang pembelajaran model cooperative learning tipe Group Investigation
(GI).
9) Merancang membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan lembar
kerja siswa
10) Merancang pelatihan soal secara individual.
c. Pelaksanaan
1) Guru menyusun rencana pengajaran.
2) Melaksanakan pembelajaran model cooperative learning tipe Group Investigation
(GI).
3) Dengan metode tanya jawab, guru mengamati pemahaman konsep yang telah
dikuasai siswa.
4) Membentuk kelompok-kelompok kecil berdasarkan urutan nomor pada absensi
siswa untuk mengerjakan lembar kerja siswa
5) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan.
6) Siswa latihan soal secara individual.
c. Pengamatan
4) Peneliti berkolaborasi dengan teman seprofesi untuk melakukan pengamatan.
5) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan menilai kemampuan guru dalam
mengelola kelas, kelompok serta menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan
lembar kerja siswa.
6) Melakukan penilaian hasil latihan soal yang dikerjakan siswa secara individu.
d. Refleksi
Hasil dari tahap pengamatan dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi
oleh peneliti, kemudian peneliti dapat mereflesi diri tentang berhasil tidaknya yang
dilakukan.Hasil dari siklus I digunakan untuk perbaikan pada siklus II.
4. Siklus II
a. Perencanaan
6) Guru menentukan kembali pokok bahasan yang akan diajarkan berdasarkan pada
refleksi.
7) Merancang kembali rencana pengajaran.
8) Merancang kembali pembelajaran model cooperative learning tipe Group
Investigation (GI).
9) Merancang kembali pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan
lembar kerja siswa
10) Merancang latihan soal secara individual.
b. Pelaksanaan
1) Guru menyusun kembali rencana pengajaran.
2) Melaksanakan kembali pembelajaran model cooperative learning tipe Group
Investigation (GI).
3) Dengan metode tanya jawab, guru kembali mengamati pemahaman konsep yang
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 80
Agustus 2018

telah dikuasai siswa.


4) Membentuk kembali kelompok-kelompok kecil berdasarkan tempat duduk yang
berdekatan untuk membahas lembar kerja siswa.
5) Siswa dengan bimbingan guru membuat simpulan.
6) Siswa latihan soal secara individual.
c. Pengamatan
1) Peneliti berkolaborasi dengan teman seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan menilai kemampuan guru
dalam mengelola kelas, kelompok serta menilai kemampuan siswa dalam
mengerjakan lembar kerja siswa
3) Melakukan penilaian latihan soal yang dikerjakan siswa secara individual.
d. Refleksi
Hasil pada tahap pengamatan disimpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi
oleh peneliti, kemudian peneliti dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya
tindakan yang dilakukan. Hasil siklus I digunakan untuk perbaikan-perbaikan pada
siklus II.

2. Teknik Pengumpulan Data


1. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah semua siswa XI IPA6 SMAN 1 Kota Bima
dan bersama tim observer atau guru Biologi SMAN6 Kota Bima.
2. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
e. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah di
susun peneliti.
f. Data hasil observasi motivasi belajar
g. Data hasil pengamatan perilaku guru dan siswa waktu
pelaksanaan pembelajaran.
h. Data tes prestasi belajar siswa.
3. Cara Pengambilan Data
Lembar Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan
prsoses pembelajaran, sedangkan tes digunkan untuk memperoleh data tentang
prestasi belajar atau prestasi belajar siswa terhadap materi pembelajaran yang
dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini.

3. Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang ingin dicapai penulis adalah harapan terjadinya
peningkatan hasil tes formatif siswa dalam proses pembelajaran yangditunjukkan
dengan adanya kenaikan nilai prestasi belajar siswa di atas KKM atau sama dengan
KKM yaitu 75 dan target ketuntasan belajar 85%.
4. Teknik Analisis Data

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 81
Agustus 2018

Analisis data dilakukan sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan,


dikembangkan selama proses refleksi sampai dengan proses penyusunan laporan.
Ada dua jenis data yang dBiologi kai oleh penulis yaitu data kuantitatifdan data
kualitatif. Data kualitatif dianalisis dengan diskriptif kualitatif. Untuk lebih jelasnya
diuraikan sebagai beriku:
1) Motivasi siswa
Data motivasi belajar siswa dapat dianalisis dengan rumus sebaai berikut:

As=

Keterangan:
As = Skor rata-rata aktivitas belajar siswa
∑x = Jumlah skor aktivitas siswa masing-masing indikator
ni = Banyaknya item
2) Aktivitas Guru
Mengenai hasil aktivitas guru akan dianalisa dengan rumus sebagai berikut:

Ag =

Keterangan:
Ag = Skor rata-rata aktivitas guru
x = Skor masing-masing indikator
i = Banyaknya indikator
3) Ketuntasan Klasikal
Untuk mengetahui prestasi belajar yang diperoleh siswa secara klasikal
selama proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
p
KB  x100%
N
Dimana :
KB= Ketuntasan belajar
P= banyaknya siswa yang memperoleh nilai > 65
N=banyaknyasiswa
Ketuntasan belajar dikatakan tercapai jika KB > 85% (Sudjana, 2008).

HASIL
A. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di XI IPA6 SMAN 1 Kota Bima. Penelitian ini
berusaha mencari tahu tentang penerapan penggunaan strategi belajar peta konsep
melalui belajar dengan menggunakan pendekatan kooperatif mata pelajaran Biologi
materi sistem peredaran darah pada Siswa Kelas XI IPA6 SMAN 1 Kota Bima Tahun
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 82
Agustus 2018

Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan materi
sistem peredaran darah. Berikut ini akan dijelaskan data tiap siklus.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Sebelum proses belajar dimulai pada siklus I, peneliti telah mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
memyiapkan lembar observasi atau instrumen penelitian, menyaiapkan alat evaluasi
dan menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I telah dimulai pada bulan September 2012,
yang terdiri dari dua kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali untuk eveluasi.
Pertemuan pertama membahas mengenai materi sistem peredaran darah. Sebagai
pelaksana pembelajaran adalah peneliti sendiri, sedangkan observer melibatkan guru
sejawat.
c. Observasi dan Evaluasi
1. Hasil Observasi Kektifan Siswa
Untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kolaboratif pada siklus I dapat dilihat pada pada
lampiran 2. Berdasarkan lampiran 2 pada siklus I baru 20% dengan kriteria sangat
tidak aktif dalam proses pembelajaran menggunakan peta konsep melalui model
pembelajaran koopertif. Artinya lebih banyak siswa yang tidak aktif yaitu 80%
(sangat tidak aktif) pada siklus I.
2. Hasil Observasi Aktivitas Guru
Proses observasi dilaksanakan oleh guru Biologi selama proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar observasi yang telah di siapkan untuk memantau
jalannya proses belajar mengajar. Data hasil aktivitas guru siklus I dapat disajikan
pada lampiran 4.
Berdasarkan lampiran 4 aktivitas guru dalam menerapakan peta konsep pada
siklus I baru dilaksanakan 38% dan belum dilaksanakan 62%. Karena indikator
kinerja yang ditentukan dalam proses pembelajaran aktivitas guru adalah 85% maka
pada disiklus I ini belum mencapai indikator kinerja yang direncanakan.
3. Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa pada siklus I dapat dilihat lampiran 6. Dari data tersebut
pada siklus I siswa yang belum tuntas belajar masih ada 31 orang atau 91,18%
(cukup banyak) sedangkan yang sudah tuntas belajar baru 3 orang atau 8,82% (cukup
banyak yang belum tuntas). Berdasarkan data tersebut maka berdasarkan KKM
Biologi di SMAN 1 Kota Bima bahwa ketuntasan individual 75% dan klasikal
apabila telah mencapai 85%.
d. Refleksi
Setelah selesai siklus I maka diadakan refleksi dan diskusi dengan guru
Biologi .Beberapa hal yang direfleksi adalah dari aspek keaktifan belajar siswa,
aktivitas guru dan prestasi belajar siswa. Dari aspek keaktifan siswa sebagaian besar
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 83
Agustus 2018

masih belum mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan dimana keaktifan
siswa harus mencapai 85%. Beberapa aspek yang belum mencapai target indikator
kinerja adalah aktif melakukan konfirmasi tentang tugas dalam kelompok asal, siswa
juga belum aktif mencari bahan untuk mendalami materi yang ditugaskan dalam
kelompok ahli. Selain itu siswa juga belum terkeaktifan mengajukan pertanyaan
kepada guru atau teman apabila ada materi yang tidak dimengerti. Keaktifan siswa
dalam memberikan penguatan atau sanggahan pada saat diskusi dan memberikan
pertanyaan pada siswa yang presentasi masih belum terlihat pada siklus I. Walaupun
demikian persentase keaktifan untuk aspek mendengarkan dan memperhatikan
petunjuk atau penjelsan guru, selalu menujukkan sikap ingin tahu dengan
mengajukan pertanyaan, dan aspek menunjukkan sikap senang berdiskusi. Pada
siklus I aktivitas siswa baru mencapai 20%.
Dari aspek aktivitas yang dilakukan guru pada siklus I guru baru mencapai
38% tergolong sangat tidak aktif. Dari aspek prestasi belajar siswa pada siklus I
masih banyak siswa yang belum tuntas belajar. Data prestasi belajar siswa
menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal baru mencapai 8,82% dari 85% yang
diharapkan.
Berdasarkan refleksi terhadap keaktifan belajar, aktivitas yang dilakukan
guru dan prestasi belajar siswa yang telah dilaksanakan pada siklus I ternyata masih
belum mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan dan KKM yang ditentukan
oleh karena itu masih perlu dilanjutkan pada siklus II untuk melakukan perbaikan
terhadap kendala-kendala yang terjadi pada siklus I.
2. Siklus II
1. Perencanaan
Sama seperti pada siklus I, sebelum proses belajar dimulai pada siklus II,
peneliti terlebih dahulu mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar observasi dan lembar kerja siswa
(LKS). Persiapan pada saat perencanaan tentunya melakukan revisi seperlunya
setelah melihat kelemahan pada siklus I.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilakukan pada bulan Oktober 2012.
Materi diajarkan sama seperti siklus I yaitu tentang materi sistem peredaran darah.
Guru sebagai observer menyiapkan lembar observasi dan LKS yang akan dikerjakan
dengan strategi peta konsep melalui model pembelajaran koopertif.

3. Observasi dan Evaluasi


1. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Pada siklus II ini hasil observasi tentang aktivitasbelajar siswa dapat dilihat
pada lampiran 3.
Berdasarkan data yang disajikan pada lampiran 4 menunjukkan aktivitas
belajar siswa pada siklus II mencapai 90% berarti sudah mencapai indikator kinerja
yang ditetapkan sebesar 85%. Tingginya aktivitas belajar siswa pada siklus II karena
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 84
Agustus 2018

siswa merasa dengan membuat peta konsep merasa senang belajar karena merasa
tertantang untuk belajar dalam mengerkan peta konsep materi system peredaran
darah. Aktivitas siswa yang ringgi juga disebabkan karena siswa disuruh melakukan
diskusi dengan pembelajaran kooperatif dengan temannya dalam menyusun peta
konsep.
2. Hasil Observasi Aktivitas Guru
Hasil observasi yang dilakukan terhadap aktivitas guru siklus II menunjukkan
bahwa semua aspek sudah dilaksanakan oleh guru dengan sangat baik hal ini dapat
dilihat bahwa hampir semua aspek telah dilaksanakan oleh guru kecuali guru belum
memberikan penghargaan mingguan pada siswa. Secara keseluruhan persentase
capaian dari aktivitas guru dalam proses pembelajaran adalah mencapai 92%.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.
3. Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan yang cukup
berarti. Dari 34 orang siswa hanya 2 orang siswa yang belum tuntas belajar pada
siklus II atas nama Muh. Apriansyah dengan nilai 74 dan W. Firdaus Mujahid juga
dengan nilai 74 sedangkan KKM mata pelajaran biologi di SMAN 1 Kota Bima 75.
Selebihnya yaitu 32 orang atau 94,12% siswa sudah tuntas belajar. Walaupun masih
ada 2 orang siswa yang belum tuntas pada siklus II namun rata-rata kelas pada siklus
II cukup tinggi yaitu 85,91dan persentase ketuntasan 94,12%. Prestasi belajar siswa
pada siklus II dapat dilihat pada Lampiran 7.
4. Refleksi
Pada akhir siklus II peneliti dan guru Biologi di kelas XI biologi melakukan
refleksi tentang proses pembelajaran yang telah berlangsung di siklus II. Refleksi
dilakukan terhadap proses pembelajaran dan aspek yang diobservasi seperti aspek
keaktifan belajar, aktivitas guru dan prestasi belajar. Persentase ketercapaian dari
tiga hal tersebut pada siklus II adalah sebagai berikut: keaktifan belajar persentase
ketercapaiannya mencapai 90%, aktivitas guru 92%, dan prestasi belajar rata-rata
kelas 85,91dan presentase ketuntasan 94,12%.
Berdasarkan refleksi terhadap proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan pada siklus II dapat dijelaskan bahwa dari aktivitas siswa cukup tinggi
yaitu 90%, demikian juga aktivitas guru juga sangat tinggi yaitu 92%. Prestasi belajar
siswa mencapai rata-rata 85. Dengan perincian hanya 2 orang siswa yang belum
tuntas pada siklus II dan ketuntasan mencapai 94,12%. Berdasarkan uraian di atas
maka tidak dilakukan lagi perbaikan pada siklus berikutnya, dengan kata lain
pelaksanaan pembelajaran ini tidak dilanjutkan pada siklus ke-III.

B. Pembahasan
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pada siklus I aktivitas siswa masih
rendah yaitu baru mencapai 20% dan meningkat menjadi 80% pada siklus II.
Demikian pula hasil pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh guru pada
siklus I baru mencapai 38% meningkat menjadi 92% pada siklus II.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 85
Agustus 2018

Dilihat dari prestasi belajar siswa dapat diketahui pada siklus I belum tercapai
ketuntasan seperti yang diharapkan.Tidak tercapainya ketuntasan belajar pada siklus I
disebabkan beberapa hal diantaranya masih kurangnya keaktifan guru dalam
membimbing dan mengarahkan kelompok siswa dalam membuat rangkuman materi
sendiri dari penjelasan yang dilakukan, kurangnya aktivitas siswa dari tiap kelompok
dalam mengikuti pelajaran. Pada siklus I ketuntasan belajar yang dicapai baru 8,82%
artinya baru 3 orang siswa yang tuntas belajar dari 34 orang siswa, dan 91,18% siswa
atau 31 orang siswa yang belum tuntas belajar. Hal ini masih jauh dari ketuntasan
individual 75% dan klasikal 85% yang diharapkan. Pada siklus II siswa yang
mencapai ketuntasan belajar 32 orang atau mencapai 94,12% artinya hanya 2 orang
siswa atau 5,88% saja siswa yang belum tuntas belajar.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kurangnya aktivitas belajar dan
rendahnya prestasi belajar Biologi pada siklus I, salah satunya adalah ketidaktepatan
penggunaan media pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Hasil observasi dan
pengalaman peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih menggunakan
model pembelajaran yang bersifat konvensional yakni ceramah, tanya jawab,
pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru dan sedikit
melibatkan siswa, akibatnya interaksi antara siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung sangat minim.
Oleh karena itu diperlukan media pembelajaran Biologi yang inovatif dan
kreatif, sehingga kegiatan pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan
menyenangkan sehingga siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran
yang kaku, monoton, dan membosankan. Model pembelajaran peta konsep dengan
kooperati merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan pada akhirnya juga berimbas pada
meningkatnya prestasi belajar Biologi siswa.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar sangatlah penting yaitu
bagaimana memotifasi siswa. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan
siswa. Siswa akan lebih tekun lebih giat dan bersemangat dalam belajar. Dalam
interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan pada siswa, untuk
dapat menyelidiki, mengamati, belajar, mencari pemecahan masalah sendiri. Hal ini
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang dikerjakan,
dan kepercayaan pada diri sendiri, sehinnga siswa tidak selalu menguntungkan diri
pada orang lain (Citriadin, 2007).
Pada siklus II hasil evaluasi yang diperoleh tidak tuntas, hal ini disebabkan
karena siswa dari tiap kelompok masih kurang aktif dalam menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti, kurangnya kesiapan siswa dalam menerima pelajaran, dan
kurangnya penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan. Hasil yang diperoleh
pada siklus II adalah 90%.Karena capaian ketuntasan ini melampaui di atas KKM
dan indikator kinerja maka tidak perlu lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, memberikan petunjuk
bahwa pembelajaran dengan peta konsep dan pendekatan kooperatif prestasi belajar
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 86
Agustus 2018

siswa lebih baik. Hal ini disebabkan, belajar dengan menggunkan peta konsep berarti
siswa tidak belajar untuk sesaat saja tetapi siswa akan belajar dengan bermakna.
Sesuai dengan pendapat Sujanem (1999), bahwa dengan membuat peta konsep
wawasan siswa akan lebih bertambah, pengetahuan yang didapat lebih lama diingat,
karena siswa sendiri yang mencari konsep-konsep dan mengaitkan antar konsep yang
satu dengan lain. Dengan sendirinya belajar dapat lebih bermakna sehingga siswa
optimis akan hasil yang lebih baik. Disamping itu Hudoyo (1998) menegaskan bahwa
jika siswa sudah terbiasa belajar dengan menghubung-hubungkan konsep baru
dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya melalui peta konsep, maka
terjadilah belajar bermakna. Belajar bermakna akan menguatkan ingatan siswa dan
transfer belajar mudah tercapai.
Kemudian dalam pembelajaran kooperatif siswa diberikan kesempatan
secara aktif terlibat dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Sehingga dalam
pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok memiliki peluang untuk
mengklarifikasi, mengelaborasi, mendeskripsikan, membandingkan, dan menego-
siasikan pengertian yang telah dikonstruksi dalam fikirannya untuk memperoleh
konsesus tentang berlaku tidaknya pengertian tersebut. Disamping itu dengan
pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil siswa belajar dan bekerja sama untuk
sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun
pengalaman kelompok.
Selanjutnya dalam pembelajaran kooperatif Johnson dan Johnson, 1996; dan
Cooper, 1995 (dalam Rahayu, 1998) menjelaskan, bahwa (a) siswa bertanggung
jawab terhadap proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebih
besar untuk berprestasi, (b) siswa mengembangkan keterampilan berfikir tingkat
tinggi dan berfikir kritis. Siswa yang secara aktif terlibat dalam pembelajaran
kooperatif memiliki konsentrasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
hanya mendengarkan ceramah.Hal ini disebabkan karena waktu mereka lebih banyak
digunakan untuk mengsintesis dan mengintegrasikan berbagai konsep yang terdapat
dalam meteri pelajaran, dan (c) hubungan yang lebih positif antar siswa.Hal ini
mencakup dukungan akademik secara perorangan dan kelompok, menghormati
perbedaan pandangan antar siswa. Hal tersebut tidak didapat dalam belajar secara
konvensional, karena dalam belajar secara konvensional siswa hanya menghafal
fakta-fakta atau konsep-konsep, dan tidak mengaitkan fakta-fakta atau konsep-
konsep tersebut dengan fakta-fakta atau konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitifnya, sehingga tidak akan terjadi belajar bermakna dan fakta-fakta atau
konsep-konsep tersebut tidak lama diingat oleh siswa.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kooperatif dapat merangsang siswa belajar supaya memenangkan
kompetisi antar kelompok.Agar tujuan ini tercapai, tiap siswa harus belajar dengan
baik agar bersama-sama dapat menyumbangkan nilai untuk kelompok, karena nilai
kelompok ditentukan oleh nilai individu siswa dalam kelompok tersebut. Selain itu
juga untuk meningkatkan pemahaman individu dalam kelompok, sehingga akan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 87
Agustus 2018

terjadi tutor sesama teman dan sikap saling menolong dalam kelompok. Interaksi
yang efektif antar siswa dalam kelompok tersebut dapat membantu siswa yang
kurang kemampuannya untuk memahami konsep dengan lebih baik. Dengan
demikian tiap siswa dalam kelompok akan berusaha memahami konsep dengan lebih
baik agar memperoleh nilai kuis yang baik yang akan mempengaruhi nilai kelompok.
Uraian di atas didukung oleh hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam
penelitian ini yaitu penggunaan pembelajaran peta konsep dan pendekatan kooperatif,
proses pembelajaran peta konsep dan pendekatan kooperatif berjalan cukup baik.
Penggunaan pembelajaran peta konsep dan pendekatan kooperatif, dan
penggunaan pembelajaran peta konsep pesepsi setuju (positif), artinya siswa
merespon secara positif terhadap penggunaan pembelajaran tersebut, dan bukan
hanya untuk materi biologi sistem peredaran darah tetapi juga baik digunakan untuk
materi pelajaran yang lain. Selain itu persepsi siswa yang belajar dengan peta konsep
dan pendekatan kooperatif menunjukkan skor yang lebih tinggi dibandingkan
persepsi siswa yang belajar dengan pembelajaran yang lain, dan juga untuk beberapa
nomor soal persepsi sebagian siswa memilih alternatif jawaban sangat setuju untuk
pembelajaran peta konsep dan pendekatan kooperatif.
Paparan di atas sangat sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang telah
dilakukan, menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep sebagai alat belajar dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian yang telah dilakukan tentang
penggunaan peta konsep dalam pengajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
antara lain, Cliburn (1990), Horton, (1993), Susilo (2000), dan Novrianto (2000)
semua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep dalam
pengajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dibanding tanpa peta konsep.
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Briscoe dan Lamaster
(dalam Susilo, 2000) menyimpulkan bahwa peta konsep telah membantu siswa
menata informasi dan meningkatkan pemahaman akan isi suatu pelajaran. Selain itu
dengan merivisi peta konsep, maka tidak hanya meningkatkan pemahaman akan isi
pelajaran tetapi juga meningkatkan ingatan akan konsep tersebut.
Kemudian beberapa hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan
pembelajaran pendekatan kooperatif. Sebagaimana telah diuraikan dalam kajian
pustaka, bahwa pendekatan belajar kooperatif mempunyai beberapa kelebihan yang
tidak dimiliki pendekatan pembelajaran yang lain, yaitu: (1) siswa dapat saling
berkomunikasi dengan temannya, (2) dapat mengembangkan motivasi siswa, (3)
dapat mengembangkan kemampuan kelompok, (4) dapat meningkatkan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran, dan (5) dapat mengembangkan pemahaman dan
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hortman (dalam
Rahayu,1998), menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan
pendekatan kooperatif secara heterogen dapat meningkatkan prestasi siswa yang
berkemampuan rendah dengan mendekati 50%. Kemudian hasil penelitian Cooper
(1995) juga menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 88
Agustus 2018

pendekatan kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajarnya secara konsisten baik


bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, maupun rendah dan
meningkatkan retensi terhadap materi pelajaran lebih lama.
Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Noornia (1997) yang
menyatakan, bahwa pembelajaran kooperatif secara signifikan memperlihatkan hasil
tes belajar yang lebih baik dibandingkan dengan hasil tes belajar tradisional
(ceramah).Hal senada juga dikemukakan oleh Tek (1998) yang menyimpulkan bahwa
prestasi belajar siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif secara signifikan
lebih baik dari pada prestasi belajar siswa yang terlibat dalam pembelajaran
tradisional (ceramah).Hasil penelitian ini mendukung temuan Albert (dalam Slavin,
1995) mengemukakan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif membuat
peningkatan yang signifikan pada skor tes pebelajar.
Berdasarkan uraian di atas baik yang berkenaan dengan hasil penelitian yang
menggunakan peta konsep maupun hasil penelitian yang berkenaan dengan
pembelajaran kooperatif, semuanya menunjukkan prestasi belajar yang lebih baik.
Dengan demikian secara logika apabila kedua strategi ini dBiologi dukan secara
simultan, maka akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep dan pendekatan kooperatif
dapat membantu siswa menata informasi dan meningkatkan pemahaman akan isi
suatu pelajaran, transfer belajar mudah tercapai, pengetahuan lebih lama diingat dan
menjadikan belajar akan lebih bermakna.
Selanjutnya siswa secara aktif terlibat dalam proses berfikir dalam kegiatan
belajar, sehingga setiap anggota kelompok memiliki peluang untuk mengklarifikasi,
mengelaborasi, mendeskripsikan, membandingkan, dan menegosiasikan pengertian
yang telah dikonstruksi dalam fikirannya untuk memperoleh konsesus tentang
berlaku tidaknya pengertian tersebut. Kemudian siswa bertanggung jawab terhadap
proses belajarnya, mengembangkan berfikir tingkat tinggi dan berfikir kritis, dan
hubungan yang lebih positif antar siswa menjadi lebih besar. Selain itu siswa dapat
berkomunikasi dengan teman, mengembangkan motivasi, mengembangkan
kemampuan kelompok, dan mengembangkan pemahaman untuk meningkatkan
prestasi.
Kemudian proses dan persepsi siswa terhadap penggunaan pembelajaran peta
konsep dan pendekatan kooperatif berjalan secara positif, artinya proses
pembelajaran peta konsep dan pendekatan kooperatif berlangsung secara baik, dan
persepsi siswa terhadap penggunaan pembelajaran peta konsep dan pendekatan
kooperatif merespon secara positif.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 89
Agustus 2018

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dBiologi parkan


pada bab sebelumnya, maka pada bagian ini dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
5. Prestasi belajar siswa pada materi sistem peredaran darah mengguna-
kan peta konsep dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa SMAN 1 Kota Bima.
6. Aktivitas belajar siswa meningkat dari siklus I hanya mencapai 20%
meningkat menjadi 80% pada siklus II.
7. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus I hanya 38%
meningkat menjadi 92% pada siklus II.
8. Prestasi belajar siswa pada siklus I baru mencapai rata-rata kelas
73,56 dengan ketuntasan 8,82% meningkat menjadi rata-rata kelas 85,91dengan
ketuntasan belajar 94,12% pada siklus II berarti pencapaian ketuntasan klasikal
sudah terpenuhi yaitu minimal ≥ 85%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas,
maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu
diupayakan penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi, di-antaranya
gabungan pembelajaran menggunakan peta konsep dan pendekatan kooperatif
yang dapat melibatkan siswa secaraaktif dalam proses pembelajaran.
2. Kepada para guru
diharapkan dapat mengetahui, memahami dan menerapkan model pembelajaran
kooperatif dalam upaya peningkatan prestasi belajar Biologi pada siswa
utamanya materi sistem peredaran darah.
3. Bagi peneliti selanjutnya
yang ingin menerapkan model pembelajaran kooperatif ini sedapat mungkin
mampu mengelola alokasi waktu, dan fasilitas pendukung termasuk media
pembelajaran dalam pembelajaran Biologi di SMA untuk mteri sistem peredaran
darah.
4. Untuk meningkatkan
kesahihan dan kesempurnaan dalam penelitian ini, maka perlu upaya penelitian
lanjutan untuk mengamati kegiatan proses pembelajaran kooperatif secara
lebih konprehensif, dan dengan persepsi siswa yang secara positif terhadap
penggunaan strategi peta konsep dan pendekatan kooperatif, maka disarankan
kepada guru biologi untuk mengguna-kan pendekatan pembelajaran yang inovatif
dan disesuaikan dengan materi yang disampaikan.

DAFTAR RUJUKAN
Alwi. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edukasi III. Jakarta: Balai Pustaka

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 90
Agustus 2018

Aman, K. 2000.Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Geografi di SLTP


Kelas 1 Cawu 1.Buletin Pelangi Pendidikan, 3 (3): 14-19.
Amien, M. 1990. Pemetaan Konsep Suatu Teknik untuk Meningkatkan Belajar yang
Bermakna.Majalah Mimbar Pendidikan, 2: 24-31.
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.
Arjudin, Sri Patmi dan Kadarillah. 2004. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Pada
Siswa Kelas II B SMAN 2 Mataram Tahun Ajaran 2004/2005. Mataram:
FKIP UNRAM
Astuti, R.N. 2003.Keefektivan Strategi Menggunakan Peta Konsep dalam
Pengajaran Ditinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU
Negeri 4 Malang pada Materi Laju Reaksi.Tesis Tidak Diterbitkan, PPS
UM Malang.
Azizah, U. 2003. Penerapan Model Kooperatif melalui Pengembangan Bahan
Pembelajaran Biologi Dasar.Jurnal MBIOLOGI , dan Pengajarannya, 32
(2): 218-220.
Bahri Djamarah. 1991. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional
Dahar, R.W. 1988.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Depdikbut.
Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Pengetahuan Sosial. Mataram.
Dimyati & Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2002. Konsep Pendidikan Berorientasi
Kecakapan Hidup (Life Skill). Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis
Luas (BBE) Buku I. Jakarta: Depdiknas.
Erlin Rosani. 2001. Portofolio dan Paradigma Baru Dalam Penilaian Matematika.
Jakarta: Rineka Cipta
Fajaroh, F., Mardianto.,& Kartini, R. 2001. Penggunaan Peta Konsep untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Mol Siswa Kelas I SMU Laboratorium
Malang.Media Komunikasi Biologi , Edisi Bulan Pebruari, Hal 59-62.
Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo
Hadi, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo
Hamalik, O.1991. Pendekatan Baru Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA.Bandung:
Sinar Baru.
Hamdun. 2003. Penerapan Cooperative Learning Model Group Investigation (GI)
dalam Peningkatan Keefektifan Proses dan Hasil Pembelajaran.
JurnalTeknologi Pembelajaran, 4 (2): 151-152.
Horton, & Philip, B.1993. An Investigation of Efectiveness of Concept Mapping as
an Instructional Tool.Science Education, 77(1): 95–115.
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud P2LPTK.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 91
Agustus 2018

Hudoyo. 1979. Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Usaha Nasional


Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Press.
Irawan, P.S., & Wardani, I.G.A.K. 1997. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan
Mengajar. Jakarta: PAU-PPAI.
Jailani.2001. Pengaruh Strategi Belajar dengan Menggunakan Peta Konsep melaui
Belajar Kelompok terhadap Hasil Belajar Biologi Pada SMU Diponegoro
Tumpang Kabupaten Malang. Tesis Tidak Diterbitkan, PPS UM Malang.
Jufri.2000. Keefektifan Penggunaan Metoda Belajar Kelompok (Model STAD) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada SMU Negeri 2 Ingin Jaya (Ulee
Kareeng) Aceh Besar. Tesis Tidak Diterbitkan, PPS UM Malang.
Lilik M. 2001. Pembelajaran Dengan Menggunakan Teknik Peta Konsep Suatu
Upaya untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep-Konsep Fisika. Buletin
Pelangi Pendidikan, 4 (1): 18.
Lisnawati. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Noornia, A. 1997.Penerapan Belajar Kooperatif dengan Metode STAD pada
Pengajaran Persen di Kelas 5 SD Islam Almaarif 02 Singosari. Tesis Tidak
Diterbitkan, PPS IKIP Malang.
Novrianto, A. 2000.Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Peta Konsep di
Tinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 7
Malangp pada Materi Senyawa Karbon.Tesis Tidak Dipublikasikan, PPS
UM Malang.
Nur, M., & Wikandari, P.R. 1988.Pendidikan Konstruktivistik dalam
Pembelajaran.Surabaya: IKIP Surabaya.
Rahayu, S. 1996. Pembelajaran Kooperatif dalam Pelajaran BIOLOGI , Jurnal
MIPA dan Pengajarannya, 27(2): 153-169.
Sastrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi.Jakarta:
Depdikbud.
Sujana. 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

Sujanem, R. 1999. Implimentasi Model Advence Organizer dengan Peta Konsep


dalam Pembelajaran Listrik Statis dan Rangkaian Listrik Searah Pada
Siswa Kelas II SMU Laboratorium STKIP Singaraja. Majalah Aneka Widya
STKIP Singaraja, Edisi Khusus Bulan September: 156-166.
Sukarminata, N.S. 2001. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius.
Surapranata. 2004. Penilaian Portofolio Impelementasi Kurikulum 2004. Bandung.
PT Remaja Rosdakarya
Susilo, H. 1997. Implementasi Pendidikan Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Sains. Jurnal MIPA dan Pengajarannya, 26(2): 226-229.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 92
Agustus 2018

Susilo, H. 2000. Penggunaan Peta Konsep untuk Pembelajaran Fisiologi Tumbuhan


di PSSJ Pendidikan Biologi PPS Universitas Negeri Malang. Laporan
Penelitian Malang Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Susilo, H. 2001. Pembelajaran Konstektual untuk Peningkatan Pemahaman Siswa.
Disampaikan Pada Seminar Sehari di Jombang. Tanggal 22 September.
Depdiknas: Lembaga Penelitian Malang.
Widyastuti, D. 1997. Perbedaan Prestasi Belajar Konsep Laju Reaksi antara siswa
yang Diajar dengan Menggunakan Media Peta Konsep dan yang Diajar
tanpa Menggunakan Media Peta Konsep. Tesis Tidak Diterbitkan, PPS IKIP
Malang

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 93
Agustus 2018

Upaya Meningkatkan Minat Dan Keterampilan Bermain


Gitar Dengan Menggunakan Metode Jigsaw Pada Siswa
Kelas VIIId Di SMPN 2 kota Bima tahun ajaran
2015/2016
Sipit, S.Pd
(Guru kesenian pada SMPN 2 Kota Bima)
Abstrak: Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut: (1)
Mendeskripsikan penggunaan metode jigsaw terhadap minat siswa kelas VII/A SMP
Negeri 2 Kota Bima, (2) Mendeskripsikan penggunaan metode jigsaw dalam
meningkatkan keterampilan siswa kelas VII/A dalam bermain gitar. Penelitian terhadap
pembelajaran bermain gitar dengan metode jigsaw merupakan penelitian tindakan kelas
(PTK). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian berjudul “Penggunaan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Materi Bermain Gitar Untuk meningkatkan Minat dan
Keterampilan Belajar Siswa Kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima Penelitian ini pada
semester ganjil antara bulan Agustus sampai September 2018. model pembelajaran
Jigsaw juga dapat meningkatkan keterampilan bermain gitar siswa kelas VII/A SMP
Negeri 2 Kota Bima. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes bermain gitar pada masing-masing
aspek yang diteliti. Dari 31 orang siswa, diperoleh data prosentase awal tes bermain gitar
sebanyak 60% siswa mendapat nilai kurang, 30% siswa mendapat nilai sedang dan
10% siswa mendapat nilai baik pada kegiatan pra siklus, sebanyak 21% siswa nilai
kurang, 60% siswa nilai sedang, dan 18% siswa nilai baik pada siklus I, dan sebanyak
7,5% siswa nilai kurang, 39% siswa nilai sedang, dan 52% siswa nilai baik pada siklus II.
Setelah semua siklus selesai dilakukan, nilai tes bermain gitar siswa meningkat
sebanyak 49% dari kegiatan prasiklus.

Keywords: kemapuan membaca, media gambar

Pendidikan seni memiliki peranan dalam pengembangan keterampilan,


kepekaan rasa inderawi, serta kreativitas musik, misalnya seseorang dapat
memainkan suatu karya musik dengan alat musik ritmis, melodis dan harmonis, baik
dalam bentuk sederhana maupun variatif. Dalam bermain alat musik, seorang
pemain musik hendaknya diberi keterampilan sejak dini, karena dengan
pengenalan lebih dini diharapkan akan terus mengasah bakatnya dibidang musik.
Musik sebagai salah satu cabang seni yang dijarkan di sekolah, mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pengembangan bakat, kemampuan
berfikir logis dan kemampuan pengembangan potensi diri yang terus menerus
digali dan dikembangkan berdasarkan bakat dan keterampilan seseorang.
Akan tetapi, pembelajaran seni budaya di sekolah belum bisa dikatakan
maksimal. Menurut pengamatan yang dilakukan peneliti yang dimulai sejak bulan
Agustus sampai Oktober di SMP Negeri 2 Kota Bima, pembelajaran seni budaya di
SMP Negeri 2 Kota Bima (khususnya bermain gitar) belum bisa dikatakan
maksimal, hal ini ditandai dengan siswa yang terlihat malas dan kurang bersemangat
dalam mengikuti pelajaran seni budaya. Adapun siswa yang kurang aktif dalam
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 94
Agustus 2018

mengikuti pelajaran seni budaya, jam pelajaran sering digunakan untuk bersantai,
membaca komik, dan ironisnya digunakan untuk mengerjakan tugas pelajaran
lainnya. Siswa lebih suka dan lebih semangat dalam mengikuti pelajaran sains
dibandingkan mengikuti pelajaran seni budaya, hal itu menunjukkan betapa
rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran seni budaya. Selain itu, alasan
siswa tidak suka dan tidak berminat mengikuti pelajaran seni budaya dikarenakan
adanya perasaan malu dalam bermain musik, merasa tidak bisa dalam memainkan
alat musik, dan adanya pikiran bahwa bermain alat musik itu tidak bermanfaat
bagi kehidupan.
Dalam pelaksanaan pelajaran seni budaya, siswa kurang serius untuk
mengikuti pelajaran seni budaya. Hal ini diperjelas dengan pembelajaran seni musik
pada siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima, khususnya KD (kompetensi
dasar) bermain gitar tidak sesuai dengan KKM. Jumlah siswa sebanyak 33 siswa
dalam 1 kelas yang dapat memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum)
baru mencapai 30% dari KKM (Kriteria Ketuntasa Minimum) yang ditentukan
yaitu sebesar 75, dengan kata lain dari 33 siswa hanya terdapat 11 siswa yang
mencapai KKM.
Dalam pembelajaran gitar, siswa diharapkan dapat menguasai KD
(kompetensi dasar) bermain gitar. Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak semua
kompetensi dapat dicapai dengan baik. Pada proses pembelajaran gitar guru hanya
memberikan materi, kemudian siswa hanya mempraktikkannya. Tetapi dalam
pelaksanaan praktiknya, siswa belum mampu memainkan akord lagu dan
meletakkan posisi penempatan jari tangan saat bermain gitar. Bahkan, menurut
anggapan orang tua siswa dirumah jadwal latihan yang seharusnya digunakan untuk
latihan gitar hanya digunakan siswa untuk bermain. Sesekali berlatih gitar, siswa
hanya menomorduakan bermain gitar dan lebih fokus untuk bermain handphone.
Siswa menganggap bermain gitar itu tidak penting. Sesekali dalam seminggu ada
pelajaran gitar, sebanyak 12 siswa tidak membawa gitar dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 36. Bahkan, waktu pelajaran seni budaya yang hanya 2 jam habis untuk
melatih materi pertemuan sebelumnya.
Disamping itu, minat belajar yang ditunjukkan siswa juga mempengaruhi
pembelajaran.Menurut pengamatan yang dilakukan yang dimulai sejak bulan
Agustus sampai Oktober di SMP Negeri 2 Kota Bima, siswa kurang berminat dan
kurang antusias dalam menerima materi dari guru, hal itu ditandai dengan adanya
sejumlah 12 siswa yang tidak memperhatikan materi pelajaran saat pembelajaran
berlangsung, mereka lebih asyik berbicara sendiri tanpa menghiraukan materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru, tidak ada proses tanya jawab dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran bersifat sentris, yaitu pembelajaran hanya
berpusat pada guru.Hal tersebut ditandai juga dari jumlah keseluruhan 33 siswa dan
hanya terdapat 12 siswa enggan bertanya jawab dengan guru mengenai materi yang
belum dipahami.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 95
Agustus 2018

Setelah menekan senar pada gitar, siswa bisa langsung mengenal chord. Chord
merupakan tiga nada yang dimainkan secara terpisah atau bersamaan. Chord disini
berfungsi untuk mengiringi sebuah lagu agar terdengar harmonis. Dalam belajar
gitar, paling tidak siswa mampu membaca akord dasar (mayor/ minor) serta mampu
memainkannya.
Setelah mengenal chord dasar, siswa bisa langsung belajar padalatihan
memindahkan chord. Pada tahap ini mungkin siswa akan kesulitan karena jari-jari
yang digerakkan harus cepat. Oleh sebab itu, dibutuhkan latihan sesering
mungkin agar siswa bisa memindahkan chord tanpa kesulitan dan tetap bisa
mempertahankan suara senar yang dihasilkan dengan baik. Siswa bisa melakukan
latihan pertama dengan memindahkan dua chord yang berlainan. Setelah siswa
merasa benar- benar bisa memindahkan dua chord tersebut, tambahkan lagi dua
chord lainnya untuk berlatih. Jika sudah lancar memindahkan chord dengan cepat,
siswa bisa langsung memetik senar pada chord-chord dasar. Pemetikan dilakukan
dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari sampai suara yang dihasilkan
berbunyi jernih dan lancar.
Dalam pembelajaran gitar, siswa diharapkan dapat menguasai kompetensi
dasar yang akan dicapai. Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak semua
kompetensi dapat dicapai dengan baik. Pada proses pembelajaran gitar guru
hanya memberikan materi, kemudian siswa hanya mempraktikkannya. Tetapi
dalam pelaksanaan praktiknya, siswa belum mampu memainkan lagu dan
meletakkan posisi penempatan jari tangan saat bermain gitar. Rasa sakit pada jari
siswa mengakibatkan siswa malas untuk berlatih. Bahkan, menurut anggapan
orang tua siswa jadwal latihan yang seharusnya digunakan untuk latihan gitar hanya
digunakan siswa untuk bermain. Sesekali berlatih gitar, siswa hanya
menomorduakan bermain gitar dan lebih fokus untuk bermain handphone. Siswa
menganggap bermain gitar itu tidak penting. Sesekali dalam seminggu ada pelajaran
gitar, sebanyak 12 siswa tidak membawa gitar dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 33. Bahkan, waktu pelajaran seni budaya yang hanya 2 jam habis untuk
melatih materi pertemuan sebelumnya.
Dari uraian latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah
metode jigsaw dapat meningkatkan minat siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota
Bima? (2) Apakah metode jigsaw dapat meningkatkan keterampilan bermain gitar
siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima? Penelitian ini mempunyai beberapa
tujuan, yaitu sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan penggunaan metode jigsaw
terhadap minat siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima, (2) Mendeskripsikan
penggunaan metode jigsaw dalam meningkatkan keterampilan siswa kelas
VII/A dalam bermain gitar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Secara teoritis penelitian
ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan minat dan mengembangkan teori
pembelajaran musik gitar, sehingga dapat memperbaiki mata pendidikan dan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 96
Agustus 2018

mempertinggi interaksi belajar mengajar melalui metode jigsaw, serta hasil


penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan baru pada penelitian berikutnya.
Secara praktis, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut (1) Bagi siswa adalah sebagai informasi bahan bacaan referensi, (2) Bagi
peneliti adalah dapat menambah wawasan mengenai penggunaan metode jigsaw
sebagai metode pembelajaran memainkan alat musik gitar, (3) Bagi guru adalah
dapat menambah wawasan dan pengetahuan guru dalam bidang pendidikan
untuk meningkatkan profesionalisme, terutama dalam pembelajaran seni budaya
khususnya KD (kompetensi dasar) bermain gitar dengan menggunakan metode
jigsaw.
A. Desain Penelitian
Penelitian terhadap pembelajaran bermain gitar dengan metode jigsaw
merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian berjudul “Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Materi
Bermain Gitar Untuk meningkatkan Minat dan Keterampilan Belajar Siswa Kelas
VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima adalah pendekatan psikologi, musikologi,
pendagogis, karena penelitian dilakukan pada pembelajaran dikelas dengan jalan
merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
partisipasif dengan tujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
terjadi selama pembelajaran.
Dalam penelitian ini berisi refleksi awal dan perencanaan umum.
Refleksi awal berisi suatu renungan sehingga dapat menemukan kelemahan-
kelemahan yang nantinya dapat diperbaiki dan diperoleh manfaat berupa
perubahan yang dialami siswa.
Penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu: siklus I dan siklus II. Dalam setiap
siklus terdiri dari empat tahap yaitu 1) perencanaan, 2)tindakan, 3) observasi,
4) refleksi.Siklus I dipakai sebagai dasar perbaikan tindakan pada siklus II.
Pada siklus I, akan dikaji kondisi awal siswa mengenai kemampuan siswa
dalam pembelajaran bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw. Sementara
itu siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil yang diperoleh siswa
setelah dilakukan perbaikan yang didasarkan pada refleksi siklus. Penelitian ini
berupa permainan gitar yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan.
Tahap pertama pada desain PTK yaitu perencanaan, yaitu rencana tindakan
yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Tahap yang kedua yaitu
tindakan, yaitu suatu langkah yang dilakukan oleh peneliti sebagai suatu upaya
perbaikan atau solusi. Tahap yang ketiga yaitu observasi atau pengamatan terhadap
hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan terhadap hasil dari tindakan yang telah
dilaksanakan siswa, kesulitan yang dialami siswa, tanggapan siswa di
dokumentasikan untuk dijadikan pertimbangan dalam perencanaan siklus
berikutnya. Tahap yang keempat atau yang terakhir yaitu refleksi, yakni kegiatan
mengulas hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil refleksi
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 97
Agustus 2018

peneliti dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal untuk siklus


berikutnya.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini pada semester ganjil antara bulan Agustus sampai September
2018. Alasan peneliti memilih bulan Agustus 2018 sampai September 2018 ini
adalah karena peneliti menyesuaikan jadwal pembelajaran seni musik pada siswa
kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima, khususnya KD (kompetensi dasar)
bermain gitar yang dilaksanakan pada bulan tersebut.
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima.
Alasan peneliti memilih kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima ini adalah karena
pembelajaran seni budaya di SMP Negeri 2 Kota Bima (khususnya bermain gitar)
belum bisa dikatakan maksimal. Jumlah siswa sebanyak 33 siswa dalam 1 kelas
yang dapat memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) baru mencapai 30%
dari KKM yang ditentukan yaitu sebesar 75, dengan kata lain dari 33 siswa hanya
terdapat 11 siswa yang mencapai KKM. Sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui faktor penyebab tidak tercapainya KKM pelajaran seni
budaya.

C. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah: Siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima.
Alasan peneliti memilih kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima ini adalah karena
pembelajaran seni budaya di SMP Negeri 2 Kota Bima (khususnya bermain gitar)
belum bisa dikatakan maksimal. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui faktor penyebab tidak tercapainya KKM pelajaran seni budaya.
1. Sasaran Kajian
Sasaran kajian atau fokus penelitian ini adalah upaya mening-katkan minat
dan keterampilan siswa dalam pembelajaran gitar di SMP Negeri 2 Kota Bima
menggunakan metode jigsaw.
2. Tahap Prasiklus
Tahap prasiklus merupakan kegiatan awal sebelum diberlakukan
pembelajaran bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw. Di dalam tahap
prasiklus ini, peneliti membagikan angket kepada siswa dan melakukan
wawancara. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kondisi awal dari
siswa.
Selain digunakan untuk mengetahui kondisi awal, tahap prasiklus ini
digunakan untuk membandingkan dan menentukan standar ketuntasan pada siklus I
dan siklus II. Pada siklus I dan siklus II ini terdiri dari empat tahap yakni
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 98
Agustus 2018

Gambar 3.1: Skema prosedur penelitian model Kemmis dan McTaggart.


Prosedur Tindakan Sikus II
Tindakan siklus II ini merupakan tindak lanjut dari refleksi siklus I.
Semua kekurangan dalam siklus I akan diperbaiki pada siklus II. Dalam siklus II
ini juga terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi.
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan siklus II ini, peneliti hanya melakukan perbaikan
demi penyempurnaan siklus I. Hal-hal yang dilakukan dalam siklus II adalah 1)
mengidentifikasi hal-hal yang membutuhkan perbaikan berdasarkan hasil
observasi siklus I, 2) menentukan langkah-langkah perbaikan yang diwujudkan
dalam rencana dan pelaksanaan pengajaran cara bermain gitar dengan menggunakan
metode jigsaw, 3) memperbaiki instrumen tes dan nontes, meliputi uji kompetensi
siswa, observasi siswa, dan catatan lapangan, dan 4) menyusun rancangan evaluasi
program. Pada perencanaan siklus II guru mata pelajaran hanya memberikan
saran tentang kesiapan siswa untuk berlatih bermain gitar melalui metode
jigsaw.
2. Tindakan
Tindakan pada siklus II merupakan perbaikan tindakan siklus I. Tindakan yang
dilakukan peneliti pada siklus II berbeda dengan siklus I. Ada beberapa perubahan
tindakan, antara lain sebelum siswa bermain gitar dijelaskan terlebih dahulu
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada siklus I. Guru juga memberikan bimbingan
dan arahan kepada siswa agar pelaksanaan kegiatan bermain gitar pada siklus II
menjadi lebih baik. Tindakan yang dilakukan peneliti dalam siklus II terdiri atas tiga
tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup.Pada tahap pendahuluan siswa
dikondisikan untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Guru bertanya jawab
dengan siswa tentang materi gitar. Guru mengingatkan kembali mengenai
pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan penjelasan kepada
siswa tentang tujuan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan manfaat

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 99
Agustus 2018

yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Guru


menyampaikan metode sebagai cara mengajar yang akan digunakan oleh guru.
Pada tahap inti yaitu guru membagi siswa menjadi enam kelompok asal yang
masing-masing kelompok terdiri atas 5-7 orang.Masing- masing kelompok
memperoleh materi bermain gitar. Guru memberikan pelajaran seni budaya
khususnya materi tentang teknik dasar memetik gitar yang meliputi: teknik
apoyando, teknik tirando, cara menyetem gitar. Guru memberi contoh cara
memetik gitar, cara menyetem gitar,dan memainkan nada lagu pada gitar guna
meningkatkan minat siswa pada pembelajaran seni musik. Siswa mendiskusikan
materi yang didapaparkan bersama dengan kelompok masing-masing. Setelah itu,
kelompok asal memisah untuk membentuk kelompok ahli. Materi yang ada dalam
kelompok ahli berasal dari kelompok asal. Setelah itu masing-masing kelompok ahli
menguasai materi yang mereka pelajari, mereka kembali lagi ke kelompok asal. Guru
memilih kelompok untuk menyajikan materi gitar yang telah didiskusikan di depan
kelas. Pada saat kelompok satu maju kelompok lain memperhatikan dan memberi
tanggapan.
Pada tahap penutup, guru bersama siswa membuat simpulan terhadap
pembelajaran yang telah berlangsung dan merefleksikannya.
3. Observasi
Observasi yang dilakukan pada siklus II juga masih sama dengan observasi
pada siklus I. Observasi pada siklus II dilakukan terhadap perubahan hasil tes
bermain gitar oleh siswa, perubahan aktivitas belajar, serta sikap siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Peneliti melakukan observasi dengan mengambil
data tes dan nontes. Data tes dilakukan dengan mengevaluasi penyajian
bermain gitar oleh siswa. Sementara itu, data nontes dilakukan untuk mengetahui
perubahan minat siswa bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw. Data
nontes diambil pada saat pembelajaran berlangsung dan setelah pembelajaran
berakhir. Data nontes meliputi pengamatan aktivitas belajar, catatan lapangan,
wawancara, dan dokumentasi foto. Pengamatan aktivitas belajar dilakukan selama
proses pembelajaran berlangsung. Peneliti mengamati sikap siswa selama proses
pembelajaran.
4. Refleksi
Refleksi II merupakan tahap akhir dalam penelitian tindakan kelas ini.
Refleksi ini dilakukan dengan menganalisis hasil data tes dan nontes siklus II
untuk mengetahui kendala guru selama pembelajaran serta keberhasilan pelaksanaan
perbaikan tindakan pada siklus II mengenai hasil tes siswa, bagaimana
perubahan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan seberapa besar
peningkatan keterampilan bermain gitar dengan metode jigsaw. Analisishasil
nontes dilakukan dengan menganalisis lembar pengamatan aktivitas belajar, lembar
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi foto. Kekurangan- kekurangan yang
terjadi pada siklus II ini seharusnya diperbaiki pada sikus berikutnya. Namun,
mengingat keterbatasan waktu, perbaikan-perbaikan kekurangan pada siklus ini
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 100
Agustus 2018

terpaksa dilakukan diluar penelitian ini. Kelebihan yang diperoleh dapat


dikembangkan lagi pada kegiatan pembelajaran sejenis dalam kegiatan belajar
mengajar berikutnya.

D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel peningkatan kemampuan
bermain gitar,dan variabel metode jigsaw.
Variabel Peningkatan Bermain Gitar
Variabel kemampuan bermain gitar adalah kemampuan siswa dalam
memainkan petikan apoyando, tirando sesuai teknik yang benar. Target yang
diharapkan adalah siswa mampu bermain gitar sesuai dengan aspek penilaian dan
memenuhi batas ketuntasan minimal, yaitu 70. Aspek-aspek yang menjadi kriteria
adalahkelancaran dalam memetik gitar, penjarian ketika menekan nada tertentu
pada gitar. Dengan pembelajaran bermain gitar ini diharapkan dapat memenuhi
target keterampilan bermain gitar.
Variabel Metode Jigsaw
Variabel Metode Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif yang menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan dalam bentuk kelompok. Metode
jigsaw ini dapat dilaksanakan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok utama (4 sampai 5 siswa) yang selanjutnya dinamakan kelompok awal
(home teams). Setiap siswa dalam kelompok awal mempelajari satu bagian dari
keseluruhan bahan akademik yang disediakan. Para anggota dari masing-masing
kelompok yang bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bahan akademik
yang sama selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bahan tersebut.
Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok ahli (expert group). Setelah selesai
mengkaji bahan akademik yang menjadi bagian masing-masing, siswa dalam
kelompok pakar kemudian kembali ke kelompok awal (home teams) untuk
mendiskusikan dan mengajari teman-teman dalam kelompok awal tentang materi
yang dikaji dalam kelompok pakar. Selanjutnya siswa dievaluasi secara individual
mengenai keseluruhan bahan akademik yang dipelajari.
E. Indikator Kerja
Indikator kinerja pada penelitian ini terdiri atas indikator minatbelajar
gitar dan indikator hasil belajar gitar.
1)Indikator Minat Belajar Gitar
Indikator keberhasilan dalam minat belajar siswa merupakan indikator kinerja
yang tercemin dari tercapainya tujuan penelitian dengan metode jigsaw, yaitu
meningkatkan minat belajar siswa ke arah yang lebih baik.
2) Indikator Hasil Belajar Gitar
Indikator Hasil Belajar Gitar merupakan indikator untuk mencapai
keberhasilan penerapan metode jigsaw dalam pembelajaran gitar. Hal ini dapat
diketahui apabila adanya peningkatan keterampilan siswa dalam bermain gitar
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 101
Agustus 2018

dengan menggunakan metode jigsaw. Peningkatan keterampilan siswa dinyatakan


memenuhi target apabila diketahui sebanyak 75% dari jumlah siswa dinyatakan
sudah mencapai target ketuntasan yang ditentukan yaitu sebesar 70.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Tes
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan tes yang dilakukan
sebanyak dua kali. Tes ini berupa tes tertulis tentang teknik bermain gitar dan tes
praktik tentang aspek memetik dan penempatan jari.Tes ini dijadikan sebagai acuan
untuk melakukan perbaikan tindakan siklus II. Tes yang kedua dilaksanakan setelah
pembelajaran pada siklus II. Tes diberikan setelah siswa melakukan kegiatan
memainkan gitar yang disertai dengan upaya perbaikan pembelajaran oleh peneliti.
Tes ini dijadikan sebagai tolok ukur peningkatan keberhasilan siswa dalam bermain
gitar setelah dilakukan pembelajaran melalui metode jigsaw.
Hasil tes siklus I dianalisis untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
yang selanjutnya akan diperbaiki dalam siklus II. Hasil siklus II akan dianalisis
untuk mengetahui peningkatan siswa dalam bermain gitar.
2. Teknik Nontes
Teknik nontes digunakan untuk mengetahui sejauh mana perubahan aktivitas
belajar, minat belajaryang ditunjukkan oleh siswa setelah diadakan pembelajaran
bermain gitar dengan metode jigsaw. Teknik nontes meliputi pedoman angket,
pengamatan aktivitas belajar, catatan lapangan/ anekdot, pedoman wawancara,
dan dokumentasi foto.
a) Angket
Kelebihan metode angket adalah dalam waktu yang relatif singkat dapat
memperoleh data yang banyak, tenaga yang di perlukan sedikit dan responden dapat
menjawab dengan bebas tanpa pengaruh orang lain. Sedangkan kelemahan angket
adalah angket bersifat kaku karena pertanyaan yang telah di tentukan dan responden
tidak memberi jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya, hanya sekedar
membaca kemudian menulis jawabannya.
Angket menurut Arikunto (2006:152) dapat di beda-bedakan atas beberapa
jenis, tergantung pada sudut pandangnya, yaitu :
1. Dipandang dari cara menjawab
a. Koesioner terbuka, yang memberikan kesimpulan kepada responden
dengan kalimatnya sendiri.
b. Koesiner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih.
2. Dipandang dari jawaban yang diberikan
a. Koesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya.
b. Koesioner tidak langsung, yaitu jika responden menjawab tentang orang
lain.
3. Dipandang dari bentuknya

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 102
Agustus 2018

a. Koesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan


koesioner tertutup.
b. Koesioner isian,yang dimaksud adalah koesioner terbuka.
c. Check list sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda
check pada kolom yang sesuai.
d. Ratting-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-
kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya mulai dari sangat
setuju, sampai ke sangat tidak setuju.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis angket tertutup karena untuk
memudahkan responden dalam menjawab sesuai kondisi dirinya. Peneliti
membagikan angket kepada siswa dan hasil angket tersebut digunakan untuk
mengetahui besarnya minat bermain gitar.
b) Pengamatan Aktivitas Belajar
Pengamatan aktivitas belajar digunakan untuk mengungkapkan data keaktifan
siswa selama pembelajaran bermain gitar menggunakan metode jigsaw. Adapun
tahap pengamatannya, adalah 1) mempersiapkan lembar pengamatan aktivitas yang
berisi butir-butir sasaran amatan tentang keaktifan dan antusias siswa ketika
berdiskusi dengan teman sekelompok, dan keaktifan siswa dalam menampilkan
penampilannya didepan kelas, 2) melaksanakan pengamatan mengenai aktivitas
belajar siswa selama proses pembelajaran dari awal kegiatan sampai akhir, dan 3)
mencatat hasil pengamatan dengan mengisi lembar pengamatan aktivitas yang
telah dipersiapkan. Melalui pengamatan aktivitas belajar dapat diketahui
beberapa siswa yang bersikap positif dan negatif selama kegiatan bermain gitar
dilaksanakan.
c) Catatan Lapangan/ Anekdot
Catatan lapangan merupakan bentuk catatan yang ditulis siswa setelah
pembelajaran selesai. Pada awal pembelajaran, siswa sudah diberitahu bahwa
pada akhir pembelajaran seluruh siswa wajib menjawab pertanyaan dalam lembar
catatan lapangan. Guru menjelaskan bahwa pengisian catatan lapangan sesuai
dengan pendapat siswa sendiri, siswa bebas menuliskan pendapatnya, pesan dan
kesan selama mengikuti pembelajaran bermain gitar dengan menggunakan metode
jigsaw.
d) Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen artinya barang-barang tertulis, dalam
pengertian luas dokumentasi bukan hanya berwujud tulisan saja tetapi, dapat
berupa benda-benda peninggalan, seperti prasasti, simbol-simbol. Dokumen
penelitian ini adalah silabus, RPP, foto-foto yang sudah ada yang berasal dari
sekolah, lagu hasil dari siswa mengajar, dan lain-lain. Dokumentasi ini dapat
memudahkan peneliti dalam menganalisis aktivitas belajar siswa pada siklus I dan
II. Dokumentasi ini juga digunakan sebagai penguat data-data baik data angket,
tes, maupun data nontes serta menambah pengumpulan data pada saat penelitian.
G. Indikator Keberhasilan
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 103
Agustus 2018

1. Adanya peningkatan minat siswa yang ditunjukkan dengan hasil angket


hingga mencapai rata-rata >75% setelah dilakukan tindakan selama 2 siklus.
2. Adanya peningkatan keterampilan siswa dalam bermain gitar dengan
menggunakan metode jigsaw yang ditunjukkan dengan hasil tes bermain
gitar.

HASIL
Berdasarkan data angket informasi awal yang diperoleh, sebagian besar siswa
menyukai pembelajaran seni budaya, namun kegemaran mereka dalam pelajaran
seni budaya tidak menjamin kegemaran mereka dalam bermain gitar. Sebagian
siswa menganggap bahwa pembelajaran bermain gitar kurang
menyenangkan. Pernyataan tersebut diperkuat dari prosentase bahwa sebanyak 14
(45,16%) siswa kurang menyukai pembelajaran gitar, 8 ( 25,80%) siswa menyukai
pembelajaran gitar, dan sebanyak 9 (29,03%) siswa sangat menyukai
pembelajaran bermain gitar. Melalui hasil prosentase tersebut, dapat diketahui
bahwa tingkat kesukaan siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima dalam
pembelajaran bermain gitar masih cukup rendah.
Ada beberapa alasan mengapa siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima
memiliki tingkat kesukaan dalam bermain gitar cukup rendah. Hal ini dapat
dilihat dari pertanyaan pada butir 10, yakni saya pernah bermain gitar.
Sebanyak 2 (6,45%) siswa setuju, 13 (41,93%) siswa kurang setuju, dan sebanyak
16 (51,61%) siswa menyatakan tidak setuju. Melalui prosentase dapat diketahui
bahwa sebagian besar siswa di kelas tersebut belum mempunyai pengalaman
dalam bermain gitar dikarenakan sebagian besar dari mereka belum pernah mencoba
untuk bermain gitar. Penyebab mereka belum pernah mencoba untuk bermain gitar
adalah mereka beranggapan bahwa bermain gitar adalah satu hal yang tidak
gampang dan susah.
Berdasarkan data informasi awal yang diperoleh, kondisi pada proses
pembelajaran bermain gitar perlu dilakukan perubahan yang lebih baik. Salah satu
upaya untuk merubah hal tersebut dengan cara penggunaan metode pembelajaran
yang tepat agar mampu membangkitkan gairah belajar siswa agar lebih tertarik
terhadap pembelajaran bermain gitar. Metode Jigsaw menawarkan pembelajaran
bermain gitar yang bervariasi, menyenangkan dan lebih menarik. Metode ini
memiliki manfaat mempermudah mengajarkan bahan ajar dalam jumlah banyak
sehingga dapat lebih cepat dipahami oleh siswa.Penggunaan model pembelajaran
jigsaw memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan metode
yang lain dalam pembelajaran kooperatif. Karakteristik jigsaw yang paling
menonjol adalah cara pembagian kelompok yang diikuti dengan pembagian
materi yang diajarkan.Metode jigsaw membagi kelompok menjadi dua macam,
pertama yaitu kelompok asal atau disebut home teams yang terdiri atas 4-6 siswa
dan kelompok kedua yaitu kelompok pakar atau disebut expert groups. Untuk
memudahkan siswa memahami materi yang diajarkan, metode jigsaw ini memberi
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 104
Agustus 2018

solusi yang berupa pembagian materi, dimana setiap bagian dari materi tersebut
dipelajari dalam suatu kelompok khusus yang dinamakan kelompok ahli atau
expert groups. Siswa yang telah belajar dalam kelompok pakar tersebut kemudian
kembali lagi dalam kelompok asal untuk berdiskusi dan saling mengajarkan
materi pada siswa lain dalam satu kelompok untuk selanjutnya membuat laporan
kelompok. Dengan menggunakan metode jigsaw, maka pembelajaran akan
semakin lebih hidup dan menyenangkan.
Pelaksanaan siklus I siswa diberi tindakan sebanyak tiga kali pertemuan.
Pelaksanaan siklus I diawali dengan tahap pendahuluan, siswa dikoordinasikan
untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Guru menyampaikan metode jigsaw
sebagai cara mengajar yang akan digunakan oleh guru. Dilanjutkan dengan guru
memperagakan bagaimana teknik bermain gitar yang baik, sesuai dengan teknik
memetik dan penempatan jari. Pada tahap inti yaitu guru membagi siswa menjadi
enam kelompok asal yang masing-masing kelompok terdiri atas 5-7 orang.
Masing-masing kelompok memperoleh materi bermain gitar. Siswa
mendiskusikan materi yang didapat bersama kelompok masing-masing. Setelah
itu, kelompok asal memisah membentuk kelompok ahli. Materi yang ada dalam
kelompok ahli berasal dari kelompok asal. Setelah masing-masing kelompok ahli
menguasai materi yang mereka pelajari, mereka kembali lagi ke kelompok asal.
Guru juga memotivasi siswa. Pembelajaran diakhiri dengan salam. Di dalam metode
jigsaw, setiap anggota tim bertanggung jawab untuk mendalami materi
pembelajaran yang ditugaskan kepada tiap-tiap siswa kemudian tugas siswa
selanjutnya adalah mengajarkan materi tersebut kepada teman sekelompoknya
yang lain Ibrahim dkk (2000:22).
Berdasarkan pengamatan dan hasil angket yang dilakukan pada siklus I,
bahwa pembelajaran bermain gitar dengan menggunakkan model pembelajaran
jigsaw dapat meningkatkan minat belajar.Peningkatan minat dapat dilihat dari
data angket pascatindakan, dari data tersebut diketahui bahwa penerapan metode
jigsaw dalam pembelajaran bermain gitar dapat diterima oleh siswa. Model
pembelajaran ini dapat menciptakan suasana belajar mengajar menjadi lebih
menyenangkan dalam pelaksanaanya dan mudah dimengerti. Hal ini dapat dilihat
dari mayoritas siswa memberikan tanggapan yang positif pada tiap-tiap
pertanyaan.
Alasan yang menunjukkan bahwa siswa menerima metode yang
diajarkan ada pada butir 7 angket pascatindakan bermain gitar. Butir tersebut
menyatakan bahwa siswa menginginkan pembelajaran dengan metode jigsaw
untuk terus dilakukan agar siswa memahami tentang pembelajaran bermain gitar.
Pada butir tersebut sebanyak 18 (85,06%) siswa menjawab sangat setuju
pembelajaran dengan metode jigsaw untuk terus dilakukan dan sebanyak 13
(41,93%) siswa menyatakan setuju pembelajaran dengan metode jigsaw untuk
terus dilakukan. Walaupun pada siklus I siswa sudah menerima metode yang

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 105
Agustus 2018

diajarkan, namun peneliti masih merasa perlu meningkatkan minat, agar


peningkatan minat siswa pada siklus I menuju siklus II bisa lebih maksimal.
Pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan pelaksanaan siklus I, pada
siklus II dijelaskan terlebih dahulu kesalahan-kesalahan yang terjadi pada siklus I.
Berdasarkan pengamatan dan hasil angket yang dilakukan pada siklus II, dapat
dikatakan metode jigsaw berhasil meningkatkan minat belajar siswa, serta dapat
menambah pemahaman siswa khususnya dalam bermain gitar dan memberikan
motivasi bagi siswa. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas siswa memberikan
tanggapan yang positif untuk setiap pernyataan.
Alasan yang menunjukkan bahwa penerapan metode jigsaw mampu
menambah pemahaman siswa dalam bermain gitar terdapat pada butir 2 angket
pascatindakan bermain gitar. Butir tersebut menyatakan bahwa adanya
pembelajaran dengan metode jigsaw membuat siswa semakin memahami
keterampilan bermain gitar, sebanyak 16 (51,61%) siswa sangat setuju bahwa
pembelajaran dengan metode jigsaw ini membuat siswa semakin memahami
keterampilan bermain gitar,15 (48,38%) siswa setuju bahwa pembelajaran dengan
metode jigsaw ini membuat siswa memahami tentang keterampilan bermain gitar, 0
siswa kurang dan 0 siswa tidak setuju.
Pernyataan bahwa penerapan metode jigsaw mampu menambah pemahaman
siswa dalam bermain gitar diperkuat juga pada butir 4 dan 6 angket pascatindakan
bermain gitar. Butir 4 menyatakan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode
jigsaw dapat membantu siswa agar dapat bermain gitar dengan lebih baik, sebanyak
12 (38,70%) siswa menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw dapat membantu siswa bisa bermain gitar dengan lebih
baik, 19 (61,29%) siswa setuju bahwa pembelajaran dengan metode jigsaw dapat
membantu siswa agar bisa bermain gitar lebih baik, 0 siswa menyatakan kurang
setuju dan 0 siswa menyatakan tidak setuju. Pada butir 6 angket pascatindakan
bermain gitar menyatakan bahwa melalui pembelajaran dengan penerapan metode
jigsaw siswa dapat mengetahui persiapan pemain musik dalam bermain gitar,
sebanyak 10 (32,25%)siswa menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw siswa dapat mengetahui persiapan pemain musik dalam
bermain gitar, 21 (67,74%)siswa menyatakan setuju bahwa pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw siswa dapat mengetahui persiapan pemain musik dalam
bermain gitar, sebanyak 0 siswa kurang setuju dan 0 siswa tidak setuju.
Pernyataan yang memperkuat bahwa penerapan metode jigsaw mampu
memberikan motivasi kepada siswa dalam pembelajaran bermain gitar ada pada
butir 9 angket pascatindakan yang menyatakan bahwa melalui pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw siswa menjadi lebih kreatif, lebih percaya diri, dan lebih
mengerti ketika menjelaskan materi bermain gitar kepada teman- temannya.
Sebanyak 11 (35,48%) siswa menyatakan sangat setuju bahwa melalui pembelajaran
dengan penerapan metode jigsaw siswa menjadi lebih kreatif, lebih percaya diri, dan
lebih mengerti ketika menjelaskan materi bermain gitar kepada teman-temannya,
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 106
Agustus 2018

20 (64,51%) siswa setuju melalui pembelajaran dengan penerapan metode


jigsaw siswa menjadi lebih kreatif, lebih percaya diri, dan lebih mengerti ketika
menjelaskan materi bermain gitar kepada teman-temannya.
Dari tiga tahap pembelajaran, yaitu pra siklus, siklus 1 dan siklus 2,
terjadi perubahan yang diinginkan oleh guru maupun peneliti. Untuk lebih jelas
melihat perubahan minat belajar yang terjadi pada setiap siklus, maka data
tersebut disajikan kembali dalam bentuk tabel dan diagram minat belajar siswa
tiap siklus di bawah ini:
Tabel 1 peningkatan minat belajar tiap siklus
No Kategori
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Minat
1. Rendah 14 (45,16%) 0 (0%) 0 (0%)
2. Sedang 8 (25,80%) 20 (64,51%) 10 (32,25%)
3. Tinggi 9 (20,03%) 11 (35,48%) 21 (67,74%)

Dengan melihat table dapat diketahui minatbelajar bermain gitarmeningkat


setelah menggunakan model pembelajaran jigsaw. Pemilihanmodel pembelajaran
yang tepat memang sangat mempenga-ruhi kegiatan belajar dan mengajar yang
terjadi dalam suatu kelas.
Dari proses siklus-siklus yang telah dilaksanakan, terjadi peningkatan pada
tiap-tiap siklus. Dari 14 (45,16%) anak yang berminat rendah pada pra siklus
berubah menjadi 0 anak atau tidak ada anak yang berminat rendah pada siklus I,
pada siswa yang berminat sedang yang awalnya pada pra siklus 8 (25,80%) anak
berubah menjadi 20 (64,51%) anak pada siklus I, dan dari 9 (29,03%) anak yang
berminat tinggi pada pra siklus berubah menjadi 11 (35,48) pada

siklus I.
Melalui prosentase tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan
minat siswa dalam bermain gitar pada pra siklus menuju siklus I sebesar 38,70%.
Siswa terlihat lebih semangat saat mengikuti pembelajaran gitar menggunakan
metode jigsaw.
Pada siklus II, jumlah siswa yang bermainat rendah sebanyak 0 (0%) anak
pada siklus I berubah menjadi 0 anak atau tidak ada anak yang berminat rendah
pada siklus II, pada siswa yang berminat sedang yang awalnya pada siklus I, 20
(64,51%) anak berubah menjadi 10 (32,25%) anak pada siklus II, dan dari 11
(35,48%) anak yang berminat tinggi pada siklus I berubah menjadi 21
(67,74%) anak pada siklus II. Pada siklus I menuju siklus II terjadi peningkatan
minat belajar sebanyak 32,26%.
Berdasarkan data informasi awal yang diperoleh, keterampilan siswa dalam
bermain gitar belum dilaksanakan secara maksimal. Hasil wawancara dengan guru
menunjukkan bahwa pembelajaran bermain gitar yang dilakukan belum
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 107
Agustus 2018

menggunakan metode yang tepat. Dalam pembelajaran bermain gitar yang biasa
dilakukan oleh guru, siswa hanya diberi materi tentang keterampilan bermain
gitar dan siswa diminta untuk mempraktikkannya. Akibatnya, permainan gitar siswa
kurang maksimal dan kurang memuaskan.
Pada awal siswa bermain gitar, diperoleh data hasil tes bermain gitar
siswa sebelum menggunakan metode jigsaw. Pada aspek memetik gitar sebanyak
20 siswa masih memperoleh nilai kurang, 9 siswa nilai sedang dan 2 siswa
memperoleh nilai baik. Pada aspek ketepatan penempatan jari sebanyak 21 siswa
masih memeroleh nilai kurang, 9 siswa nilai sedang, dan 1 siswa nilai
baik.Apabila diprosentasekan, nilai kurang: 60%, nilai sedang: 25%, nilai baik:
15%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa keterampilan bermain
gitar siswa kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima dalam bermain gitar masih
kurang.
Berdasarkan data informasi awal bermain gitar, kondisi pada praktik bermain
gitar pada proses pembelajaran perlu dilakukan perubahan yang lebih baik.
Salah satu upaya untuk merubah hal tersebut dengan cara penggunaan metode
pembelajaran yang tepat agar mampu mengembangkan variasi pembelajaran yang
mampu membangkitkan gairah belajar siswa agar lebih tertarik terhadap
pembelajaran bermain gitar. Metode jigsaw menawarkan pembelajaran yang
bervariasi, menyenangkan dan lebih menarik. Metode ini didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya yang lain.
Pada kegiatan ini, guru menerapkan model pembelajaran tersebut dalam
pembelajaran bermain gitar di siklus I dan siklus II. Alat ukur yang digunakan
untuk mengetahui peningkatan keterampilan bermain gitar siswa berupa lembar
pengamatan penilaian bermain gitar. Penilaian hasil bermain gitar meliputi 2
aspek yaitu: aspek memetik, dan aspek penempatan jari.
Pelaksanaan siklus I siswa diberi tindakan sebanyak tiga kali pertemuan.
Pelaksanaan siklus I diawali dengan tahap pendahuluan, siswa dikoordinasikan
untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Guru menyampaikan metode jigsaw
sebagai cara mengajar yang akan digunakan oleh guru. Dilanjutkan dengan guru
memperagakan bagaimana teknik bermain gitar yang baik, sesuai dengan teknik
memetik dan penempatan jari. Pada tahap inti yaitu guru membagi siswa menjadi
enam kelompok asal yang masing-masing kelompok terdiri atas 5-7 orang.
Masing-masing kelompok memperoleh materi bermain gitar. Siswa
mendiskusikan materi yang didapat bersama kelompok masing-masing. Setelah
itu, kelompok asal memisah membentuk kelompok ahli. Materi yang ada dalam
kelompok ahli berasal dari kelompok asal. Setelah masing-masing kelompok ahli
menguasai materi yang mereka pelajari, mereka kembali lagi ke kelompok asal.
Guru juga memotivasi siswa. Pembelajaran diakhiri dengan salam.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 108
Agustus 2018

Pada pertemuan selanjutnya guru mengulas kembali pembelajaran


sebelumnya serta menjelaskan pelajaran pada hari itu. Guru menjelaskan tujuan
dan manfaat pembelajaran. Guru kembali memaparkan metode atau cara belajar
yang akan digunakan oleh guru.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas melalui metode jigsaw dalam
pembelajaran bermain gitar di kelas VIII-H dapat dikatakan berhasil
meningkatkan keterampilan bermain gitar. Peningkatan keterampilan bermaingitar
dapat dilihat pada hasil tes pada masing-masing aspek dari siklus I hingga siklus
II. Pada siklus I keterampilan bermain gitar siswa mengalami peningkatan pada
aspek memetik, dan aspek penempatan jari. Sebagian siswa sudah bisa memetik
gitar, walaupun masih kurang maksimal. Kualitas suara petikan yang dihasilkan
siswa terdengar sudah jernih, namun terkadang ada suara nada lain akibat dari jari
siswa yang menyentuhsenar lainnya. Siswa terlihat semangat saat mempelajari
aspek memetik gitar yang diajarkan oleh guru. Pada aspek penempatan jari, siswa
terlihat mulai mengetahui posisi jari ketika memainkan nada tertentu. Siswa terus
mencoba untuk memainkan nada lagu dan meletakkan jarinya ke freetboard gitar
secara perlahan-lahan.
Berikut hasil tes pada aspek memetik gitar, dan penempatan jari pada siklus I
dengan menggunakan metode jigsaw: untuk aspek memetik kategori kurang
sebanyak 8 siswa, sedang 17 siswa, baik 6 siswa, untuk aspek penempatan jari
menunjukkan: kategori kurang sebanyak 4 siswa, sedang 19 siswa, baik 8 siswa.
Apabila diprosentasekan, nilai kurang: 21%, nilai sedang: 60%, nilai baik: 18%.
Berdasarkan hasil pelaksanaan siklus I tersebut dapat diketahui bahwa masih
perlu dilakukan perbaikan pada siklus II agar peningkatan keterampilan bermain
gitar lebih maksimal. Pelaksanaan siklus II, merupakan perbaikan pelaksanaan
siklus I, pada siklus II dijelaskan terlebih dahulu kesalahan-kesalahan yang terjadi
pada siklus I, Setelah diberikan tindakan pada siklus II, dapat diketahui bahwa
sebagian besar siswa terlihat terampil dalam bermain gitar. Siswa sudah bisa
memetik gitar. Kualitas suara petikan yang dihasilkan siswa terdengar sudah
jernih. Siswa terlihat semangat saat mempelajari aspek memetik gitar yang
diajarkan oleh guru. Pada penempatan jari, siswa terlihat sudah mengetahui posisi
jari ketika memainkan nada tertentu. Siswa meletakkan jarinya ke freetboard gitar
dengan santai dan rileks. Berikut hasil tes pada aspek memetik gitar, dan
penempatan jari pada siklus II dengan menggunakan metode jigsaw: untuk aspek
memetik kategori kurang sebanyak 0 siswa, sedang 13 siswa, baik 18 siswa,
untuk aspek penempatan jari menunjukkan: kategori kurang sebanyak 4 siswa,
sedang 13 siswa, baik 14 siswa. Apabila diprosentasekan, nilai kurang: 7,5%,
nilai sedang: 39%, nilai baik: 52%. Pada siklus II ini semua aspek mengalami
peningkatan dan menunjukkan hasil yang lebih baik dari pertemuan sebelumnya.
Pembelajaran bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw
ternyata juga mampu membuat suasana dan proses pembelajaran lebih baik dari
sebelumnya. Pada kondisi awal sebelum digunakan metode jigsaw siswa terlihat
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 109
Agustus 2018

kurang aktif, tidak serius mengikuti pembelajaran, dan kurang antusias terhadap
pembelajaran bermain gitar. Kondisi ini semakin membaik dengan adanya metode
jigsaw, siswa terlihat lebih aktif, berani, dan lebih antusias dengan pembelajaran
bermain gitar.
Dari tiga tahap pembelajaran, yaitu pra siklus, siklus I dan siklus II,
terjadi perubahan yang diinginkan oleh guru maupun peneliti. Untuk lebih jelas
melihat perubahan keterampilan bermain gitar siswa yang terjadi pada setiap
siklus, maka data tersebut disajikan kembali dalam bentuk tabel dan diagram
keterampilan bermain gitar pada masing-masing aspek di bawah ini:
Tabel 2 peningkatan keterampilan bermain gitar siswa tiap siklus

Dari proses siklus-siklus yang telah dilaksanakan, terjadi peningkatan pada


pra siklus menuju siklus I sebesar 35%, peningkatan dari pra siklus menuju siklus
I dikatakan masih belum maksimal sehingga perlu dilakukan perbaikan pada
siklus II. Setelah diberikan tindakan pada siklus II keterampilan bermain gitar
siswa meningkat dari siklus I menuju siklus II sebesar 34%. Peningkatan hasil
tes praktik bermain gitar yang terjadi dari pra siklus menuju siklus I serta siklus I
menuju siklus II disebabkan oleh proses latihan bermain gitar secara rutin yang
dilakukan siswa. Dengan adanya latihan bermain gitar dengan metode jigsaw
secara rutin, dapat meningkatkan keterampilan bermain gitar siswa.
Siklus I
1. Perencanaan
Tahap-tahap pembelajaran yang akan dilaksanakan harus direncanakan
secara sistematis, dengan harapan siswa dapat secara mudah memahami materi yang
disampaikan. Pada tahap ini, guru mata pelajaran mempersiapkan bahan ajar seperti
menyusun rencana pembelajaran dengan kompetensi dasar bermain gitar, dan
peneliti menyiapkan instrument penelitian berupa angket minat untuk mengetahui
sejauh mana minat siswa saat mengikuti pembelajaran bermain gitar menggunakan
metode jigsaw pada siklus I serta foto untuk dokumentasi, dan mempersiapkan
perangkat tes. Peneliti dan guru bersama-sama berdiskusi tentang pembelajaran
bermain gitar agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan sesuai apa yang
diinginkan. Peneliti dan guru menyampaikan pembelajaran menggunakan metode
jigsaw agar siswa lebih tertarik dan berminat mengikuti pembelajaran bermain gitar
sehingga minat dan keterampilan siswa dapat meningkat.
2. Tindakan
Pelaksanaan siklus I dilaksanakan di kelas VII/A dengan jumlah 31
siswa. Guru mengawali kegiatan dengan menanyakan kabar siswa serta
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 110
Agustus 2018

mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Setelah semua


terkondisi guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai tujuan dan
manfaat pembelajaran yang akan diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada siklus I adalah:
a. Guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai tujuan serta manfaat
pembelajaran yang akan diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
b. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok masing-masing kelompok terdiri atas
5-7 orang.
c. Guru memberikan pelajaran seni budaya khususnya materi bermain gitar dengan
memberi contoh menyetem gitar, memetik apoyando.
d. Siswa mendiskusikan materi yang didapatkan bersama masing-masing
kelompok.
e. Setelah itu, kelompok asal memisah untuk membentuk kelompok ahli untuk
mendiskusikan materi yang berasal dari kelompok asal.
f. Setelah kelompok ahli menguasai materi, mereka kembali lagi ke kelompok
asal.
g. Guru memilih kelompok untuk menyajikan materi petikan yang telah
didiskusikan.
3. Observasi
Berdasarkan pengamatan dan hasil angket yang dilakukan pada siklus I,
peningkatan minat siswa terhadap pembelajaran bermain gitar sudah ada namun
belum maksimal. Dari 14 (45,16%) anak yang berminat rendah pada pra siklus
berubah menjadi 0 anak atau tidak ada anak yang berminat rendah pada siklus I,
pada siswa yang berminat sedang yang awalnya pada pra siklus 8 (25,80%) anak
berubah menjadi 20 (64,51%) anak pada siklus 1, dan dari 9 (29,03%) anak yang
berminat tinggi pada pra siklus berubah menjadi 11 (35,48) pada siklus I. Melalui
prosentase tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan minat dalam
mengikuti pembelajaran bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw.
Siswa terlihat lebih semangat saat mengikuti pembelajaran gitar menggunakan
metode jigsaw. Siswa yang masih kesulitan dalam mengikuti pembelajaran tidak
enggan dalam bertanya. Berikut rincian hasil angket minat siswa pada kegiatan
siklus I dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 3 hasil angket minat belajar siswa siklus I
Kategori kesukaan/
No Jumlah
minat
1. Rendah 0 (0)% anak
2. Sedang 20 (64,51)% anak
3. Tinggi 11 (35,48)% anak
Pada aspek penempatan jari, siswa terlihat mulai mengetahui posisi jari
ketika memainkan nada tertentu. Siswa terus mencoba untuk memainkan nada
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 111
Agustus 2018

lagu dan meletakkan jarinya ke freetboard gitar secara perlahan-lahan. Berikut


hasil tes pada aspek memetik gitar, dan penempatan jari pada siklus I dengan
menggunakan metode jigsaw: untuk aspek memetik kategori kurang sebanyak 8
siswa, sedang 17 siswa, baik 6 siswa, untuk aspek penempatan jari menunjukkan:
kategori kurang sebanyak 4 siswa, sedang 19 siswa, baik 8 siswa. Apabila
diprosentasekan, nilai kurang: 21%, nilai sedang: 60%, nilai baik: 18%. Berikut
adalah data hasil tes praktek bermain gitar siklus I pada masing-masing aspek
yang diteliti.
Tabel 4 hasil tes bermain gitar siklus I

Walaupun pada siklus I telah terjadi peningkatan, namun peneliti masih


merasa perlu meningkatkan minat dan keterampilan siswa, agar peningkatan
minat dan keterampilan bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw siswa
lebih maksimal, sehingga materi keterampilan bermain gitar dengan metode
Jigsaw benar-benar dipahami siswa.
4. Refleksi
Setelah dilakukan tindakan serta pembagian angket dan tes tertulis pada siklus
I, peneliti melakukan refleksi, peneliti melakukan refleksi, terdapat beberapa
kelemahan seperti:metode jigsaw yang digunakan dalam pembelajaran bermain
gitar membuat siswa ramai karena pada pelajaran sebelumnya siswa belum
pernah diperlakukan saat penelitian berlangsung. Untuk hasil tes metode ini
masih belum sepenuhnya meningkatkan nilai masing-masing aspek. Selain terdapat
kekurangan, metode ini juga mempunyai kelebihan. Kelebihan yang dimiliki
metode jigsaw pada saat pembelajaran berlangsung siswa lebih aktif berinteraksi
dengan teman sekelompoknya dan guru.
Berdasarkan hasil angket dan tes praktik pada siklus I dapat diketahui telah
terjadi peningkatan minat belajar dan sudah adanya keterampilan yang ditunjukkan
oleh siswa, namun masih merasa perlu dilakukan perbaikan untuk tindakan siklus II,
peneliti akan melakukan perbaikan pada siklus II. Perbaikan yang dilakukan antara
lain: 1) memberikan motivasi kepada siswa dengan memberi gambaran menjadi
siswa yang terampil dengan bermain gitar, 2) guru menanyakan kesulitan yang
dihadapi siswa selama proses pembelajaan, 3) guru memberi bimbingan secara
bertahap dan merata dengan penuh kesabaran, sehingga diharapkan pada
pelaksanaan kegiatan siklus II dapat mendapatkan hasil yang maksimal, 4) pada
pertemuan berikutnya guru memberikan tes praktik dan angket guna
meningkatkan kemampuan dan minat belajar bermain gitar dengan menggunakan
metode jigsaw.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 112
Agustus 2018

Siklus 2
1. Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, peneliti dan guru mata pelajaran
mempersiapkan bahan ajar yang merupakan perbaikan terhadap pembelajaran pada
siklus I, seperti:
a. Menyusun rencana pembelajaran dengan materi bermain gitar.
b. Mengidentifikasi hal-hal yang membutuhkan perbaikan berdasarkan hasil
observasi siklus I
c. Mengatur waktu pembelajaran agar dapat berjalan lebih efektif sehingga,
siswa merasa senang mengikuti pembelajaran bermain gitar dengan
menggunakan metode jigsaw.
d. Menyiapkan instrumen penelitian berupa angket minat untuk mengetahui
sejauh mana minat siswa saat mengikuti pembelajaran bermain gitar dengan
menggunakan metode jigsaw serta foto untuk dokumentasi, danmempersiapkan
perangkat tes praktik bermain gitar untuk mengetahui peningkatan keterampilan
yang terjadi pada siklus II.
2. Tindakan
Pada tahap tindakan pada siklus II merupakan bentuk aplikasi dari tahap
perencanaan dengan harapan terjadi peningkatan minat dan keterampilan siswa yang
maksimal. Guru mengawali kegiatan dengan mengkondisikan siswa untuk siap
mengikuti proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada
siklus II adalah:
a. Guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai tujuan serta manfaat
pembelajaran yang akan diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
b. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok masing-masing kelompok terdiri
atas 5-7 orang.
c. Guru memberikan pelajaran seni budaya khususnya materi bermain gitar
dengan memberi contoh menyetem gitar, pemetikan apoyando, dan memainkan
nada tertentu.
d. Siswa mendiskusikan materi yang didapatkan bersama masing-masing
kelompok.
e. Setelah itu, kelompok asal memisah untuk membentuk kelompok ahli untuk
mendiskusikan materi yang berasal dari kelompok asal.
f. Setelah kelompok ahli menguasai materi, mereka kembali lagi ke kelompok asal.
g. Guru memilih kelompok untuk menyajikan materi petikan yang telah
didiskusikan.
h. Pada saat kelompok satu maju kelompok lain memperhatikan dan memberi
tanggapan.
i. Guru bersama siswa membuat simpulan terhadap pembelajaran yang telah
berlangsung.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 113
Agustus 2018

3. Observasi
Pada siklus II, semangat siswa dalam memperhatikan materi yang
disampaikan guru semakin baik, siswa telihat semakin berminat dan merasa
senang mengikuti pembelajaran bermain gitar menggunakan metode jigsaw pada
siklus II. Pembelajaran gitar dengan menggunakan metode jigsaw membuat
pembelajaran tidak membosankan serta peningkatkan minat dan keterampilan siswa
menjadi maksimal. Berdasarkan hasil angket dan tes praktik pada siklus II, dapat
diketahui bahwa dari 0 (0%) anak yang berminat rendah pada siklus I berubah
menjadi 0 anak atau tidak ada anak yang berminat rendah pada siklus II, pada siswa
yang berminat sedang yang awalnya pada siklus I, 20 (64,51%)anak berubah
menjadi 10 (32,25%) anak pada siklus II, dan dari 11 (35,48%) anak yang berminat
tinggi pada siklus I berubah menjadi 21 (67,74%) anak pada siklus II. Melalui
prosentase tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan minat dalam
mengikuti pembelajaran bermain gitar dengan menggunakan metode jigsaw.
Siswa terlihat lebih bersemangat saat mengikuti pembelajaran bermain gitar
dengan menggunakan metode jigsaw. Siswa yang masih kesulitan dalam mengikuti
pembelajaran tidak enggan dalam bertanya. Berikut rincian hasil angket minat siswa
pada kegiatan siklus II dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 5 hasil angket minat belajar siklus II
No Kategori kesukaan/ minat Ju
1. Rendah 0 (0%)
2. Sedang 10 (32,25%)
3. Tinggi 21 (67,74%)
Pada pembelajaran siklus II, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
terlihat terampil dalam bermain gitar. Siswa sudah bisa memetik gitar. Kualitas
suara petikan yang dihasilkan siswa terdengar sudah jernih. Siswa terlihat
semangat saat mempelajari aspek memetik gitar yang diajarkan oleh guru.
Pada aspek penempatan jari, siswa terlihat sudah mengetahui posisi jari
ketika memainkan nada tertentu. Siswa memainkan nada lagu dan meletakka
jarinya ke freet gitar dengan santai dan rileks.Namun, ada siswa yang masih malu-
malu dan masih ragu saat disuruh menampilkan petikan apoyandodan memainkan
nada lagukedepan kelas. Kemudian peneliti dan guru memberi arahan kepada
siswa tersebut agar untuk memetik gitar dengan rileks dan santai. Akhirnya siswa
tersebut mau menampilkan petikan apoyando kedepan kelas. Berikut hasil tes
pada aspek memetik gitar, dan penempatan jari pada siklus II dengan
menggunakan metode jigsaw: untuk aspek memetik kategori kurang sebanyak 0
siswa, sedang 13 siswa, baik 18 siswa, untuk aspek penempatan jari
menunjukkan: kategori kurang sebanyak 4 siswa, sedang 13 siswa, baik 14 siswa.
Apabila diprosentasekan, nilai kurang: 7,5%, nilai sedang: 39%, nilai
baik:52%.Berikut adalah data hasil tes praktek bermain gitar siklus II pada
masing-masing aspek yang diteliti.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 114
Agustus 2018

Tabel 6 hasil tes bermain gitar siklus II

4. Refleksi
Berdasarkan hasil angket, tes praktik serta pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti dapat dilihat bahwa pelaksanaan pembelajaran pada siklus II berjalan
dengan baik, semangat siswa dalam memperhatikan materi yang disampaikan
guru semakin baik, siswa terlihat semakin berminat dan merasa senang mengikuti
pembelajaran bermain gitar dengan materi memetik gitar, dan menempatkan jari
pada siklus II. Dengan pemberian materi pembelajaran bermain gitar dengan
menggunakan metode jigsaw membuat pembelajaran tidak membosankan serta
peningkatan minat dan keterampilan siswa menjadi maksimal. Peningkatan
keterampilan siswa dalam bermain gitar terlihat dari permainan gitar yang dilakukan
siswa hingga siklus II.
Dari data angket minat pascatindakan, dapat diketahui bahwa penerapan
metode jigsaw dalam pembelajaran bermain gitar dapat diterima oleh siswa,
menambah pemahaman siswa khususnya dalam bermain gitar serta memberikan
motivasi bagi siswa. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas siswa memberikan
tanggapan yang positif untuk setiap pernyataan.
Alasan yang menunjukkan bahwa siswa menerima metode yang
diajarkan ada pada butir 7 angket pascatindakan bermain gitar. Butir tersebut
menyatakan bahwa siswa menginginkan pembelajaran dengan metode jigsaw
untuk terus dilakukan agar siswa lebih memahami tentang pembelajaran bermain
gitar. Pada butir tersebut sebanyak18 (85,06%) siswa menjawab sangat setuju
pembelajaran dengan metode jigsaw untuk terus dilakukan dan sebanyak 13
(41,93%) siswa menyatakan setuju pembelajaran dengan metode jigsaw untuk
terus dilakukan.
Alasan yang menunjukkan bahwa penerapan metode jigsaw terdapat
pada butir 2 angket pascatindakan bermain gitar. Butir tersebut menyatakan
bahwa adanya pembelajaran dengan metode jigsaw membuat siswa semakin
memahami keterampilan bermain gitar, sebanyak 16 (51,61%) siswa sangat setuju
bahwa pembelajaran dengan metode jigsaw ini membuat siswa semakin
memahami keterampilan bermain gitar,15 (48,38%) siswa setuju bahwa
pembelajaran dengan metode jigsaw ini membuat siswa memahami tentang
keterampilan bermain gitar, 0 siswa kurang dan 0 siswa tidak setuju.
Pernyataan bahwa penerapan metode jigsaw mampu menambah pemahaman
siswa dalam bermain gitar diperkuat juga pada butir 4 dan 6 angkepascatindakan
bermain gitar. Butir 4 menyatakan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 115
Agustus 2018

jigsaw dapat membantu siswa agar dapat bermain gitar dengan lebih baik, sebanyak
12 (38,70%) siswa menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw dapat membantu siswa bisa bermain gitar dengan lebih
baik, 19 (61,29%) siswa setuju bahwa pembelajaran dengan metode jigsaw dapat
membantu siswa agar bisa bermain gitar lebih baik, 0 siswa menyatakan kurang
setuju dan 0 siswa menyatakan tidak setuju. Pada butir 6 angket pascatindakan
bermain gitar menyatakan bahwa melalui pembelajaran dengan penerapan metode
jigsaw siswa dapat mengetahui persiapan pemain musik dalam bermain gitar,
sebanyak 10 (32,25%)siswa menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw siswa dapat mengetahui persiapan pemain musik dalam
bermain gitar, 21 (67,74%)siswa menyatakan setuju bahwa pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw siswa dapat mengetahui persiapan pemain musik dalam
bermain gitar, sebanyak 0 siswa kurang setuju dan 0 siswa tidak setuju.
Pernyataan yang memperkuat bahwa penerapan metode jigsaw mampu
memberikan motivasi kepada siswa dalam pembelajaran bermain gitar ada pada
butir 9 angket pascatindakan yang menyatakan bahwa melalui pembelajaran dengan
penerapan metode jigsaw siswa menjadi lebih kreatif, lebih percaya diri, dan lebih
mengerti ketika menjelaskan materi bermain gitar kepada teman- temannya.
Sebanyak 11 (35,48%) siswa menyatakan sangat setuju bahwa melalui pembelajaran
dengan penerapan metode jigsaw siswa menjadi lebih kreatif, lebih percaya diri,
dan lebih mengerti ketika menjelaskan materi bermain gitar kepada teman-
temannya, 20 (64,51%) siswa melalui pembelajaran dengan penerapan metode
jigsawsiswa menjadi lebih kreatif, lebih percaya diri, dan lebih mengerti ketika
menjelaskan materi bermain gitar kepada teman-temannya.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode jigsaw dapat
meningkatkan minat dan keterampilan bermain gitar pada siswa SMP Negeri 2 Kota
Bima. Peningkatan minat dan keterampilan siswa dalam bermain gitar tampak pada
kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh aktivitas siswa ketika
melakukan proses diskusi dan praktik bermain gitar sehingga dapat menciptakan
suasana diskusi dan praktik bermain gitar yang menyenangkan. Siswa merasa
tidak bosan karena mereka harus terlibat aktif dan bertanggung jawab terhadap
pembelajaran sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Dalam hal ini siswa menjadi
lebih mandiri dan tidak terlalu banyak bergantung pada guru.
Hasil peningkatan minat belajar bermain gitar dapat dilihat dari 31 orang
siswa, diperoleh data prosentase awal minat bermain gitar sebanyak 14 (45,16%)
siswa kategori minat rendah, 8 (25,80%) siswa kategori minat sedang, 9 (20,03%)
siswa kategori minat tinggi pada kegiatan pra siklus, sebanyak 0 (0%) siswa
kategori minat rendah, 20 (64,51%) siswa kategori minat sedang, 11 (35,48%) siswa
kategori minat tinggi pada siklus I, dan sebanyak 0 (0%) siswa kategori minat
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 116
Agustus 2018

rendah, 10 (32,25%) siswa kategori minat sedang, 21 (67,74%) siswa kategori minat
tinggi pada siklus II. Setelah semua siklus selesai dilakukan, minat belajar siswa
meningkat sebanyak 13 (41,93%) dari kegiatan pra siklus. Selain itu, model
pembelajaran Jigsaw juga dapat meningkatkan keterampilan bermain gitar siswa
kelas VII/A SMP Negeri 2 Kota Bima. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes bermain
gitar pada masing-masing aspek yang diteliti. Dari 31 orang siswa, diperoleh data
prosentase awal tes bermain gitar sebanyak 60% siswa mendapat nilai kurang, 30%
siswa mendapat nilai sedang dan 10% siswa mendapat nilai baik pada kegiatan
pra siklus, sebanyak 21% siswa nilai kurang, 60% siswa nilai sedang, dan 18%
siswa nilai baik pada siklus I, dan sebanyak 7,5% siswa nilai kurang, 39% siswa
nilai sedang, dan 52% siswa nilai baik pada siklus II. Setelah semua siklus selesai
dilakukan, nilai tes bermain gitar siswa meningkat sebanyak 49% dari kegiatan
prasiklus.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan tindak lanjut diatas, maka peneliti dapat
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi guru Seni budaya SMP Negeri 2 Kota Bima, karena terbukti meningkatkan
minat dan keterampilan bermain gitar siswa, guru disarankan agar
menggunakan metode tersebut.
2. Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untukmeningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah.
3. Bagi mapel lain, disarankan untuk melakukan penelitian pada mapel lain
untukmengetahui peningkatan kemampuan pada aspek pembelajaran yang
lain danpopulasi yang lain agar peningkatan yang tercapai sesuai dengan target
yang ingin dicapai.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Pengajaran SecaraManusiawi. Jakarta:


Rineka Cipta.
Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-III Jakarta: Balai
Pustaka.
Djali. 2007. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Herwin. 2009. tentang Kreativitas Dalam Pembelajaran Musik. Cakrawala
Pendidikan (Jurnal.uny.ac.id/index.php). Universitas Negeri Yogyakarta.
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University
Press.
Jamalus. 1988. Pengajaran Musik melalui Pengalaman Musik. Jakarta:
Depdikbud.
Joseph, Wagiman. 2006. Teori Musik I. Semarang: Fakultas Bahasa dan Seni
Unnes.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 117
Agustus 2018

Kodijah. 1983. Istilah-Istilah Musik.Yogyakarta: Djambatan. Mappiare, A. 1982.


Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Ketrampilan anak Berbakat.
Jakarta:Rineka Cipta.
Nurhadi, Agus. 2003. Pembelajaran Kontekstual. Malang: UMM Press.
Poerwadarminta, WJS. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rahadyan, Shalat. 2013. 1 Jam Pintar Bermain Gitar. Bandung: Padi.
Sandy, Paulus. 2009. Tentang Laras Pelog Sebagai Dasar Komposisi Empat
Bagatelles Untuk Ansambel Gitar. (Jurnal Ilmiah Seni Musik), vol. 1. no.1
Universitas Kristen Satya Wacana.
Siberman, Melvin L. 2004. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif.
Bandung:Nusamedia.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta:Rineka Cipta.
.1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Cet. II;
Jakarta:RinekaCipta.
Soelaiman, Darwis. 1979. Pengantar dan Teori pada Praktik Pengajaran.
Semarang: IKIP Prees.
Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, 2006. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beroriantasi Konstruktif.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Witherington, H, C. 1999. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru.
Yudha Pramyudha, 2013. Kursus Otodidak Gitar Langsung Pintar. Jakarta:
FlashBook.

Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran PAI Materi


Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa
Abbasiyah Dengan Metode Jigsaw Pada Siswa Kelas IX-
B SMP Negeri 3 Kota Bima Tahun Pelajaran 2016/2017

Dra. Nurhaidah
(Guru Bahasa Indonesia pada SMPN 3 Kota Bima)
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 118
Agustus 2018

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran
PAI materi Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah pada siswa kelas IX-
B semester II SMP Negeri 3 Kota Bima Tahun Pelajaran 2016/2017. Obyek penelitian ini
adalah siswa dikelas IX.B tahun pelajaran 2016/20107 semester genap dengan jumlah
siswa sebanyak 40 siswa.Di dalam kelas, siswa cenderung pasif dan tidak percaya diri
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pemilihan kelas ini bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di kelas IX.B SMPN 03 Kota Bima
khususnya pembelajaran PAI. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa metode jigsaw
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran PAI materi Sejarah
Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah, dengan menggunakan metode jigsaw
siswa dapat bekerja sama dengan siswa yang lain dalam satu kelompoknya hingga ke
kelompok lainnya yang dilaksanakan pada siswa kelas 8. A semester II SMPN 03 Kota
Bima Tahun Pelajaran 2016/2017. Peningkatan KKM dapat dilihat pada siklus II = 85 %
(KKM Kelas) dari 40 peserta didik yang mencapai KKM sebanyak 34 peserta didik dan
PTK ini dinyatakan berhasil.

Keywords: Prestasi Belajar, Pelajaran PAI, Masa Abbasiyah,


Metode Jigsaw

Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam


situasi yang bertujuan memberdayakan diri (Soyomukti, 2010:7) dengan adanya
lembaga pendidikan menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan potensi
yang ada dalam diri siswa. Setiap individu memiliki bakat, minat, serta
karakteristik yang berbeda-beda.
Dalam proses pembelajaran akan mengantarkansiswa kepada berbagai
kompetensi yang diperlukan untuk kehidupannya. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Undang-Undang RI Nomor 20, 2003:9).
Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar dan terencana untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau
latihan(Nazarudin,2007:17).Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan
pengalaman ajaran agama Islam peserta didik, mampu memancar keluar dalam
hubungan keseharian (hablum minanaas) dengan manusia lainnya bermasyarakat
baik yang seagama maupun yang tidak seagama serta dalam berbangsa dan
bernegara.
Guru seyogyanya mampu menentukan metode pembelajaran
yangdipandang dapat membelajarkan siswa secara aktif melalui
prosespembelajaran yang dilaksanakan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapaisecara efektif dan hasil belajarpun dapat lebih ditingkatkan. Hal
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 119
Agustus 2018

terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah terjadinya proses belajar pada diri
siswa.
Masalah yang dihadapi siswa saat ini adalah sedikitnya minat untuk
belajar sehingga masih jarang siswa yang mempunyai prestasi belajar
tinggi.Demikian halnya yang terjadi dalam proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam materi tentang Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa
Abbasiyah merupakan salah satu sub bab mata pelajaran yang terhimpun dalam
pendidikan Agama Islam yang diajarkan diberbagai jenjang pendidikan yang
bernafaskan Islam selain itu dalam pembelajaran sejarah juga memiliki peranan
yang penting dalam kehidupan dengan sejarah kita dapat mengetahui keadaan
masa lalu, khususnya kebudayaan Islam.
Dalam penyampaian materi, yang kurang memotivasi peserta didik dan
model pembelajaran yang digunakan guru juga kurang variatif, sehingga
membosankan peserta didik. Proses pembelajaran PAI yang terjadi di SMP IT Al-
Ma‟ruf, guru lebih banyak mendominasi kelas sedangkan peserta didik hanya
dilibatkan sekadarnya, misalnyahanya disuruh membaca halaman sekian lalu
guru yang banyak menjelaskan. Penggunaan alat atau media pembelajaran juga
kurang memadai, akibatnya guru hanya mampu untuk menjelaskan dengan cara
ceramah saja. Dalam hal ini, diperlukan guru yang kreatif yang dapat membuat
pembelajaran lebih menarik peserta didik.Suasana kelas perlu dirancang dan
ditata sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat,
agar peserta didik dapat mudah memahami materi pembelajaran.
Melihat realita tersebut sangat diperlukan cara atau solusi untuk mencapai
prestasi belajar PAI sesuai yang diharapkan yaitu 85 % pencapaian nilai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal). Cara tersebut berkaitan dengan metode yang
digunakan guru saat pembelajaran, agar menarik dan motivasi peserta didik
mengikuti pembelajaran. Dengan adanya motivasi belajar, maka peserta didik
akan lebih memahami materi pelajaran. Berkaitan penggunaan metode,
diharapkan peserta didik yang lebih aktif untuk memecahkan materi pelajaran,
dan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator yang menyediakan berbagai
bahan penunjang pembelajaran peserta didik di kelas.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran PAI adalah melalui metode Jigsaw.Karena metode pembelajaran
tipe Jigsaw lebih efektif untuk meningkatkan aktivitas peserta didik dalam
bekerja sama dan ketrampilan peserta didik dalam memecahkan masalah materi
pelajaran.
Masalah penelitian ini adalah Apakah penerapan metode jigsawdapat
meningkatkan prestasibelajar mata pelajaran PAI materi Sejarah Pertumbuhan
Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 3 Kota
Bima Tahun Pelajaran 2016/2017?” tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran PAI materi Sejarah Pertumbuhan

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 120
Agustus 2018

Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah pada siswa kelas IX-B semester II SMP
Negeri 3 Kota Bima Tahun Pelajaran 2016/2017.
Dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat
memberikan manfaat diantaranya: (1) Bagi siswa, akan memperoleh pengalaman
pembelajaran yang lebih baik dan menarik sehingga memudahkan untuk
pemahamannya sehingga dapat menumbuhkan semangat belajar yang tinggi, (2)
Bagi guru, akan membantu permasalahan pendidikan yang dihadapi dan
mendapat tambahan wawasan serta ketrampilan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) Bagi sekolah, akan dapat memberikan
sumbangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, dan (4) Bagi
peneliti, akan menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan.
.
METODE
A. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah siswa dikelas IX.B tahun pelajaran 2016/20107
semester genap dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa.Di dalam kelas, siswa
cenderung pasif dan tidak percaya diri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pemilihan kelas ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses
pembelajaran di kelas IX.B SMPN 03 Kota Bima khususnya pembelajaran PAI.
B. Pelaksanaan Penelitian
Dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada masing-masing
siklus, maka peneliti akan menyajikan definisi dari masing-masing siklus.
1. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I
Pada siklus I dilaksanakan pada hari Senin 8 Mei 2017 dengan materi
pokok menceritakan sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam pada masa Bani
Abbasiyah.
Tahapan dan langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
a. Siklus I
1) Perencanaan
a) Membuat RPP
b) Guru merancang kelompok kooperatif yaitu kelompok asal dan kelompok
ahli.
c) Guru menerangkan metode belajar tipe Jigsaw kepada peserta didik.
d) Menyusun lembar evaluasi
2) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan Pendahuluan
a) Guru mengucapkan salam
b) Menyuruh siswa berdo‟a, dan absensi
c) Appersepsi dan motivasi dengan Tanya jawab materi Sejarah pertumbuhan
lmu pengetahuan Masa Abasiyyah.
d) Menyetting kelas
e) Guru memberikan informasi awal tentang jalannya proses pelaksanaan
metode Jigsaw.
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 121
Agustus 2018

e. Guru menyiapkan materi diskusi yang dibagikan kepada siswa.


f. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (kelompok asal)
g. Guru memberikan materi kepada setiap kelompok asal untuk membaca,
memahami, mendiskusikan, serta meringkas materi pembelajaran. Guru
berkeliling sambil mengecek pemahaman masing-masing kelompok
dengan memberikan pertanyaan.
h. Masing-masing dari perwakilan kelompok mengirimkan peserta didik
ke kelompok lainnya untuk berdiskusi memberikan informasi tentang
materi yang telah diperoleh di kelompok asal.
i. Guru mengembalikan peserta didik sesuai dengan kelompok asalnya lalu
masing-masing peserta didik menyampaikan hasil yang diperoleh selama
di kelompok ahli kepada kelompok asalnya.
j. Guru melakukan klarifikasi terhadap materipelajaran
k. Guru memberikan kuis berupa soal essay.
3) Observasi dengan melakukan format observasi selanjutnya menganalisa hasil
tes siklus I
4) Refleksi
a) Menganalisis hasil pengamatan untuk membuat kesimpulan sementara
terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
b) Mendiskusikan hasil analisis untuk tindakan perbaikan pada pelaksanaan
kegiatan penelitian dalam siklus II.
b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II
1) Perencanaan
a) Membuat RPP
b) Guru merancang kelompok kooperatif yaitu kelompok asal dan kelompok
ahli.
c) Guru menerangkan metode belajar tipe Jigsaw kepada peserta didik
sampai mereka benar-benar mengerti.
d) Menyusun lembar evaluasi.
2) Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan Pendahuluan
a) Guru mengucapkan salam, menyuruh siswa berdo‟a, dan absensi
b) Appersepsi dan motivasi.
c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyetting kelas
d) Guru menyiapkan materi diskusi yang diberikan kepada siswa
e) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (kelompok asal)
f) Guru memberikan materi kepada setiap kelompok asal untuk membaca,
memahami, mendiskusikan, serta meringkas materi pembelajaran. Guru
berkeliling sambil mengecek pemahaman masing-masing kelompok
dengan memberikan pertanyaan.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 122
Agustus 2018

g) Masing-masing dari perwakilan kelompok mengirimkan peserta


didik ke kelompok lainnya untuk berdiskusi memberikan informasi tentang
materi yang telah diperoleh di kelompok asal.
h) Guru mengembalikan peserta didik sesuai dengan kelompok asalnya lalu
masing-masing peserta didik menyampaikan hasil yang diperoleh selama
di kelompok ahli kepada kelompok asalnya.
i) Salah satu dari Peserta didik dari kelompok menanggapi pendapat, kritik
dan saran dari kelompok lain.
j) Guru melakukan klarifikasi terhadap materi pelajaran
k) Guru memberikan kuis berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 soal.
3) Pengamatan
Observasi dengan melakukan format observasi, selanjutnya menganalisa hasil
tes siklus II.
4) Refleksi
Menganalisis hasil pengamatan untuk membuat kesimpulan sementara
terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II.

HASIL
A. Hasil Penelitian
1. Siklus 1
Pada siklus I peneliti mencoba menggunakan metode Jigsaw pada proses
pembelajaran PAI materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah,
yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 8 Mei 2017. Beberapa tahap
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
1) Membuat RPP
2) Guru merancang kelompok kooperatif yaitu
3) kelompok asal dan kelompok ahli.
4) Guru menerangkan metode belajar tipe Jigsaw.
5) Menyusun lembar evaluasi
b. Tindakan
Tindakan dengan menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario
diantaranya:
1) Guru memasuki kelas dengan mengucapkan salam
2) Menyuruh siswa berdo‟a, dan absensi
3) Apersepsi
4) Menyetting kelas
5) Guru memberikan informasi awal tentang jalannya
6) proses pelaksanaan metode Jigsaw.
7) Guru menyiapkan materi diskusi yang dibagi menjadi 2 topik diskusi.
8) Guru membagi kelompok menjadi 8 kelompok, dengan menyuruh peserta didik
menghitung 1sampai 8. Karena masing-masing kelompok terdiri dari 5 peserta
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 123
Agustus 2018

didik (kelompok asal). Pembagian kelompok berdasarkan pandai tidaknya peserta


didik.
9) Guru memberikan materi kepada setiap kelompok asal untuk membaca,
memahami, mendiskusikan, serta meringkas materi pembelajaran. Guru
berkeliling sambil mengecek pemahaman masing-masing kelompok ahli dengan
memberi pertanyaan.
10) Masing-masing kelompok asal mengirimkan 1peserta didik ahli ke kelompok asal
lainnya untukberdiskusi dan memberikan informasi tentang materiyang telah
diperoleh di kelompok asal.
11) Guru mengembalikan peserta didik sesuai dengan kelompok asalnya lalu masing-
masing peserta didik menyampaikan hasil yang diperoleh selama di kelompok
ahli kepada kelompok asalnya.
12) Guru melakukan klarifikasi terhadap materi pelajaran
13) Guru memberikan kuis berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 soal.
14) Peserta didik mengumpulkan soal
15) Guru mengajak peserta didik berdo‟a bersama dan salam.
Untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran, pada
kegiatan akhir peneliti mengadakan evaluasi. Dari data hasil evaluasi menunjukan
bahwa pada siklus I prestasi belajar peserta didik hanya ada 13 peserta didik atau 33
% yang tidak tuntas, dan yang tuntas ada 27 peserta didik atau 67 %. Hasil tersebut
belum mencapai indikator pencapaian nilai yaitu dengan KKM 70 sebanyak 85 %
dari jumlah peserta didik.
c. Observasi
Dari pengamatan peneliti selama proses pembelajaran siklus 1 diperoleh sebagai
berikut :
1) Guru kurang variatif dalam memberikan penjelasan kepada peserta didik
mengenai materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan masa abbasiyah.
2) Guru kurang jelas dalam menerangkan metode Jigsaw kepada peserta didik
sehingga peserta didik belum memahami bagaimana pelaksanaan metode
Jigsaw yang sebenarnya.
d. Refleksi
Selanjutnya, guru melakukan refleksi dengan mengevaluasi kegiatan yang ada
di siklus I yaitu dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Guru menerangkan metode Jigsaw kepada peserta didik sampai mereka benar-
benar paham.
2) Guru lebih sering mengelilingi peserta didik dan mengecek pemahaman mereka.
3) Guru mengacak peserta didik ke dalam kelompok asal yaitu mencampur peserta
didik yang mampu (pandai) dengan yang kurang mampu (tidak pandai).
Refleksi di atas dilakukan pada siklus II sebagai upaya perbaikan pada siklus
I.
2. Siklus II

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 124
Agustus 2018

Sesuai dengan refleksi pada siklus I, maka pada siklus II ini peneliti
memperbaiki pelaksanaan metode Jigsaw yang dilakukan pada Rabu , 10 Mei 2017
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Perencanaan
1) Membuat RPP
2) Guru merancang kelompok kooperatif yaitu kelompok asal dan kelompok ahli.
3) Guru menerangkan metode belajar tipe Jigsaw.
4) Menyusun lembar evaluasi
b. Tindakan
Tindakan dengan menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario
diantaranya:
1) Guru memasuki kelas dengan mengucapkan salam
2) Menyuruh siswa berdo‟a, dan absensi
3) Apersepsi
4) Menyetting kelas
5) Guru memberikan informasi awal tentang jalannya proses pelaksanaan metode
Jigsaw.
6) Guru menyiapkan materi diskusi yang dibagi menjadi 2 topik diskusi.
7) Guru membagi kelompok menjadi 8 kelompok, dengan menyuruh peserta didik
menghitung 1 sampai 8. Karena masing-masing kelompok terdiri dari 5 peserta
didik (kelompok asal). Pembagian kelompok berdasarkan pandai tidaknya
peserta didik.
8) Guru memberikan materi kepada setiap kelompok asal untuk membaca,
memahami, mendiskusikan, serta meringkas materi pembelajaran. Guru
berkeliling sambil mengecek pemahaman masing-masing kelompok ahli dengan
memberi pertanyaan.
9) Masing-masing kelompok asal mengirimkan 1 peserta didik ahli ke kelompok
asal lainnya untuk berdiskusi dan memberikan informasi tentang materi yang
telah diperoleh di kelompok asal.
10) Guru mengembalikan peserta didik sesuai dengan kelompok asalnya lalu
masing-masing peserta didik menyampaikan hasil yang diperoleh selama di
kelompok ahli kepada kelompok asalnya.
11) Guru melakukan klarifikasi terhadap materi pelajaran.
12) Guru memberikan kuis berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 soal.
13) Peserta didik mengumpulkan soal.
14) Guru mengajak peserta didik berdo‟a bersama dan salam
Dari data hasil evaluasi menunjukkan bahwa pada siklus II prestasi belajar
peserta didik ada 34 peserta didik atau 85 % yang tuntas, dan yang tidak tuntas ada 6
peserta didik atau 15 %. Hasil tersebut sudah mencapai indikator pencapaian nilai
yaitu > 85 % dengan KKM 70 sebanyak 85 % dari jumlah peserta didik.
c. Observasi

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 125
Agustus 2018

Dari pengamatan peneliti selama proses pembelajaran siklus II diperoleh


sebagai berikut :
1) Guru sudah menjelaskan skenario pembelajaran dengan menggunakan metode
Jigsaw kepada peserta didik.
2) Guru menerangkan materi dengan baik.
3) Guru dapat mengelola kelas dengan baik.
d. Refleksi
Dari penjelasan di atas menunjukkan metode Jigsaw bisa meningkatkan hasil
belajar peserta didik yang ditandai dengan rata-rata nilai hasil soal dengan KKM 70
sebanyak 85% peserta didik.Selanjutnya peneliti menganggap peningkatan sudah
baik karena telah mencapai target KKM kelas yaitu 85 %. PTK dinyatakan berhasil.

B. Pembahasan Hasil Penelitian


1. Prestasi belajar
Hasil prestasi belajar peserta didik terutama dilihat dari soal yang dijawab
peseta didik setelah melakukan tindakan telah mengalami kenaikan tiap siklusnya,
dimana pada siklus I ada 27 peserta didik atau 68 % yang tuntas sedangkan ada 13
peserta didik atau 32 % yang tidak tuntas, dan siklus II ada 34 peserta didik atau 85
% yang tuntas sedangkan ada 6 peserta didik atau 15 % yang tidak tuntas.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti dalam menggunakan metode jigsaw pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam materi Sejarah Pertumbuhan Ilmu
Pengetahuan Masa Abbasiyah.Di uraikan bahwa dalam tahap pelaksanaan dari siklus
I ke siklus II pengalami peningkatan yang terjadi dalam prestasi belajar siswa kelas
8.A semester II di SMPN 03 Kota Bima Tahun Pelajaran 2016/2017 yang telah
membuat peserta didik aktif dalam mengikuti pembelajaran dikelas sesuai dengan
indikator ketuntasan nilai belajar siswa KKM yaitu 70.Hal tersebut berarti
menunjukan bahwa peneliti berhasil dalam menerapkan pembelajaran menggunakan
metode jigsaw.
Jadi berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan siklus I ke siklus pengalami
kenaikan yang baik dari awal pembelajaran pada saat pengenalan metode jigsaw pada
pelajaran PAI materi Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah,
dalam pelaksanaan hasil siklus I hingga siklus II dengan hasil yang di perolehbaik
dibandingkan dengan hasil siklus I, dengan begitu menunjukan pemahaman siswa
dalam belajar sehingga memenuhi hasil rata-rata nilai prestasi belajar siswa sesuai
indikator keberhasilan siswa yang dicapai, sehingga peneliti dan guru memutuskan
tidak perlu diadakan siklus selanjutnya, karena PTK ini telah dinyatakan berhasil.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Metode jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran PAI
materi Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa Abbasiyah, dengan
menggunakan metode jigsaw siswa dapat bekerja sama dengan siswa yang lain dalam
Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 126
Agustus 2018

satu kelompoknya hingga ke kelompok lainnya yang dilaksanakan pada siswa kelas
8. A semester II SMPN 03 Kota Bima Tahun Pelajaran 2016/2017.
Penelitian pada siklus II = 85 % (KKM Kelas) dari 40 peserta didik yang
mencapai KKM sebanyak 34 peserta didik dan PTK ini dinyatakan berhasil.

B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan peneliti diatas serta simpulan, maka
peneliti akan mengajukan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Bagi kepala Sekolah
Hendaknya meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana agar proses
belajar mengajar berjalan dengan lancar, efektif, dan efisien sehingga akan terjadi
peningkatan mutu dan kualitas pembelajaran.
2. Bagi guru PAI
a. Guru hendaknya lebih banyak mencoba menggunakan metode-metode
pembelajaran yang baru sehingga siswa pada saat pembelajaran tidak merasa
bosan, jenuh bahkan malas mengikuti kegiatan pembelajaran dengan alasan
metode yang digunakan pada saat proses pembelajaran berlangsung selalu
sama dengan metode belajar yang digunakan pada hari-hari sebelumnya.
b. Sebaiknya guru banyak mencoba metode-metode pembelajaran yang baru
akan menambahkan keaktifan siswa sehingga prestasi belajar siswa dapat
meningkat dari yang sebelumnya.

DAFTAR RUJUKAN

Anggota IKAPI. 2017. Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VIII, Surakarta:
Putra Nugra.
Arikuto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Baharuddin. 2014. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Dawam, Ainurrofiq. 2010. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dari
Masa Ke Masa. Semarang: Pustaka Dunia.
Hamdayama, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Bogor : Ghalia Indonesia.
Hamalik, Oemar. 2012. Psikologi Belajar dan Mengajar.Bandung : Sinar Baru
Algensindo Offset.
Ismail.2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang:
Rasail Media Group.
Irham dan Wiyani Novan Ardy. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam
Proses Pembelajaran. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima
ISSN: 2407-5873 Tahun 2 Nomor 6 Juni- 127
Agustus 2018

Ismail.2013. PTK PAI: Konsep dan Contoh Praktis Penelitian Tindakan Kelas
Pendidikan Agama Islam , Semarang: IAIN Walisongo.
Nazarudin, Mgs. 2007.Manajemen Pembelajaran. Jogjakarta : Sukses Offset.
Syukur, Fatah. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Pendidikan.Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Sarbaini. 2014. Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial Guru danPrestasi
Belajar Siswa. Banjarmasin : Pustaka Banua.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sopiatin Popi dan Sahrani Sohari.2011. Psikologi Belajar dalam Persepektif
Islam.Bogor :Ghalia Indonesia.
Sabri, Ahmad. 2007. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Ciputat:
PT. Ciputat Press.
Usman, Basyiruddin. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta Selatan: Ciputat Press.
Undang-undang Republik Indonesia Nomer.20 Tahun.2003. Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Media Wacana Press
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal Pendidikan dan Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Yahya Bima

Anda mungkin juga menyukai