Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN PINGKI

Teknologi produksi minyak atsiri yang banyak digunakan adalah destilasi uap
yang dapat dilakukan dengan tiga macam teknik yaitu hidrodestilasi, destilasi
dengan uap basah (destilasi uap-air) dan dengan uap “kering” (dry steam).
Hidrodestilasi adalah teknik yang paling sederhana dan oleh sebab itu banyak
produsen minyak atsiri yang menggunakan teknik tersebut. Destilasi uap-air
adalah pernyempurnaan teknik hidrodestilasi. Destilasi dengan uap kering adalah
teknik yang paling lanjut, dan paling hemat energi (Axtell, 1992 dalam Inggrid H.,
2008). Uap yang diperlukan untuk destilasi diperoleh dari suatu generator yang
tempatnya terpisah dari ketel tempat berlangsungnya proses destilasi. Teknik
destilasi dengan uap kering belum banyak digunakan untuk proses produksi
minyak atsiri di Indonesia. Hal ini disebabkan sistem destilasi dengan uap kering
lebih rumit daripada dua sistem destilasi uap yang lain. Pemanfaatan teknik yang
lebih hemat energi tetapi lebih rumit tersebut sulit dilaksanakan oleh pelaku
produksi minyak atsiri yang sebagian besar terdiri atas petani atau pengrajin di
pedesaan dalam bentuk industri kecil. Umumnya mereka awam mengenai
teknologi produksi minyak atsiri. Itulah sebabnya upaya peningkatan mutu dan
ekspor minyak atsiri memerlukan waktu yang cukup panjang. (Inggrid H., 2008)

1. Metode Destilasi (Hydrodistillation)


Bahan yang dibutuhkan :
a. Kulit batang kayu manis
b. Aquadest
c. Pelarut petroleum eter
d. Natrium Sulfat Anhidrat
Prosedur :
Kulit batang Cinnamomum Burmannii (kayu manis) disiapkan dalam
keadaan kering, dibersihkan, dan dipotong-potong kemudian dimasukkan dalam
labu distilasi. Aquades ditambahkan ke dalam labu distilasi sampai bahan
terendam. Aquades berfungsi sebagai penyalur energi panas ke seluruh bagian
bahan tanaman sehingga minyak atsiri dapat terkondensasi bersama uap air.
Peralatan hidrodistilasi di set. Aquades ditambahkan ke dalam labu melalui ujung
kolom kemudian dimasukkan petroleum eter. Petroleum eter berfungsi sebagai
pelarut organik yang mengikat minyak atsiri karena berat jenis minyak atsiri yang
akan diambil lebih besar dari air. Mantel pemanas dinyalakan dan distilasi
dilakukan selama 6 jam yang dihitung setelah distilat pertama turun.
Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat dan dikeringkan di dalam oven
selama 3 jam pada suhu 105-110 oC. Tujuan penambahan natrium sulfat anhidrat
berfungsi untuk menarik air dari minyak atsiri. Dengan penambahan natrium
sulfat anhidrat diharapkan kadar air yang terkandung dalam minyak dapat
berkurang. Selanjutnya minyak atsiri yang telah bebas dari air dipindahkan ke
dalam botol vial. Petroleum eter yang masih tercampur dengan minyak atsiri
diuapkan pada suhu kamar sehingga diperoleh minyak atsiri yang telah bebas dari
pelarut petroleum eter. Analisa lebih lanjut terhadap minyak atsiri yang diperoleh
dengan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KGSM). Adapun hasil randemen
minyak atsiri yang dihasilkan berkisar 0.5% (Wijayanti,2009).

2. Metode Ekstraksi
Bahan yang digunakan :
a. Kayu manis
b. Pelarut Metanol
Prosedur :
1) Tahap persiapan dan pengecilan ukuran kayu manis
Kayu manis (Cinnamomum burmannii ) yang didapat masih berupa quill
atau gulungan. Sebelum ditepungkan kayu manis dikeringanginkan untuk
mengurangi kadar air. Proses pengeringan pada sampel kayu manis ini dihentikan
sampai kayu manis bisa dipatahkan. Selanjutnya dipotong menjadi ukuran lebih
kecil yang bertujuan mempermudah proses penepungan. Pengurangan kadar air
pada kayu manis ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pelarut dalam
mengekstrak kayu manis. Salah satu parameter utama untuk menentukan kualitas
bubuk kayu manis adalah dengan menentukan kadar airnya.
2) Tahap penepungan dan pengayakan
Proses penepungan kayu manis kering dilakukan dengan menggunakan
mesin penepung untuk menghasilkan bubuk kayu manis. Selanjutnya bubuk kayu
manis dilakukan proses pengayakan dengan ayakan berukuran 38 mesh dengan
menggunakan mesin pengayak.
3) Tahap Ekstraksi
Ekstrasi kayu manis dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan
suhu 55°C dan waktu kontak 4 jam. Pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi bubuk kayu manis adalah metanol dengan perbandingan 1:6.
4) Penyaringan
Penyaringan digunakan untuk memisahkan antara ampas (endapan) dan
filtrat. Proses penyaringan menggunakan kertas saring dan corong.
5) Evaporasi
Proses evaporasai menggunakan alat rotary vacuum evaporator pada suhu
55oC dengan kecepatan yang konstan dan proses ini dihentikan setelah pelarut
metanol teruapkan (Widiyanto,2013).
BAGIAN KURNIA
Pembahasan
Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah
menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun,
kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan tertentu. Bagian kayu manis yang
dapat diambil minyak atsirinya adalah kulit batang dan daunnya, tetapi yang
banyak digunakan adalah kulit batangnya.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat dua proses untuk
memperoleh minyak atsiri dari kayu manis. Pada metode destilasi, dilakukan
pemotongan pada batang kayu manis yang bertujuan untuk memaksimalkan
kelenjar minyak pada kulit batang agar dapat terbuka sebanyak mungkin,
sehingga memudahkan minyak untuk keluar saat proses destilasi. Metode destilasi
dilakukan dengan menambahkan petroleum eter, dimana petroleum eter berfungsi
sebagai pelarut organik yang mengikat minyak atsiri karena berat jenis minyak
atsiri yang akan diambil lebih besar dari air. Berat jenis merupakan salah satu
kriteria penting dalam menentukan mutu kemurnian minyak atsiri. Berat jenis
sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen yang terkandung didalamnya.
Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar
pula nilai berat jenisnya. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh
Zulnely(2004) menyatakan bahwa metode penyulingan uap air dan destilasi air
tidak berpengaruh terhadap berat jenis minyak atsiri.
Ada pula penambahan natrium sulfat anhidrat yang berfungsi untuk
menarik air dari minyak atsiri. Dengan penambahan natrium sulfat anhidrat
diharapkan kadar air yang terkandung dalam minyak dapat berkurang. Kadar air
merupakan salah satu parameter penting untuk menghasilkan rendemen minyak
atsiri. Menurut Rahmi (2012), kadar air yang terdapat pada sampel dapat
mempengaruhi hasil rendemen minyak. Minyak atsiri dalam tanaman tersimpan
pada jaringan yang terlindungi oleh air sehingga jika kadar air terlalu besar
minyak akan sulit menguap saat destilasi. Akan tetapi, jika kadar air terlalu
rendah, minyak atsiri akan ikut menguap dalam proses pengeringan. Pada
penelitian Rahmi daun nilam dipertahankan kadar airnya antara 10-20% dan SNI
01-3714-1995 untuk Kulit Kayu Manis Bubuk kadar air bubuk kayu manis
maksimal 12% (Widiyanto, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Wijayanti (2009), hasil rendemen minyak atsiri yang diperoleh dari proses
penyulingan berkisar 0.5%.
Pada metode ekstraksi, dilakukan pengeringan kulit batang kayu yang
bertujuan untuk mengurangi kadar airnya. Untuk mengukur kadar air kayu manis
tersebut diperlukan suatu indikator yang berupa penghentian proses pengeringan.
Proses pengeringan pada sampel kayu manis ini dihentikan sampai kayu manis
bisa dipatahkan. Menurut Cahyono (2007) dalam Widiyanto (2013) bahwa pada
umumnya indikator penghentian proses pengeringan yang digunakan oleh para
petani dalam memperoleh gambaran mengenai kadar air simplisia jika simplisia
tersebut bisa dipatahkan. Umumnya kadar air simplisia yang bisa dipatahkan kira-
kira antara 10 – 12%. Pengurangan kadar air pada kayu manis ini bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas pelarut dalam mengekstrak kayu manis. Proses ekstraksi
dilakukan pada suhu lebih kurang 55°C dimana Menurut Sujarwadi (1996) dalam
Widiyanto (2013) ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi.
Menurut Guanther (2006) dalam Jailani (2015), minyak atsiri adalah
senyawa organik yang diperoleh dari hasil metabolit sekunder tergantung pada
jenis tumbuhan, suhu, daerah tempat tumbuh, iklim dan bagian yang diambil
minyaknya. Menurut Wijayanti dkk (2009), hal ini terjadi disebabkan karena
enzim yang terdapat dalam masing-masing tumbuhan, dimana kerja enzim
tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perbedaan ini diakibatkan oleh
perbedaan iklim, lingkungan alam, lingkungan dengan kecepatan angin yang
berbeda, kandungan organik dan anorganik yang ada dalam tanah tempat tumbuh.
Selain itu, perbedaan jumlah komponen dan senyawa penyusun minyak atsiri pada
masingmasing tipe, dipengaruhi oleh faktor lingkungan dalam proses metabolit
sekunder pada tumbuhan. Aroma dan flavor kayu manis ditentukan dari minyak
atsiri yang terkandung di dalamnya. Menurut Farrell (1990) karakteristik minyak
atsiri adalah steril, bebas dari zat asing, dapat teremulsi dalam pelarut dan
mengandung antioksidan alami rempah (Sutianik, 1999). Hasil penelitian
Widiyanto (2013) menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri oleoresin kayu manis
sebesar 25,95%. Hasil tersebut memenuhi spesifikasi jumlah minimal minyak
atsiri dalam oleoresin menurut FDA. Dalam Sundari (2001) salah satu spesifikasi
oleoresin dalam Food Drug Administration (FDA) kadar minyak atsiri oleoresin
minimal 25%.
Kesimpulan
Dari hasil analisa yang telah dilakukan, maka dapat disumpulkan bahwa
1. Metode yang lebih baik untuk pengolahan minyak atsiri dari kayu manis
adalah dengan metode
2. Hasil rendemen yang dihasilkan dari metode destilasi sebesar 0.5 %
3. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin
besar pula nilai berat jenis rendemen yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

B. L. Axtell. 1992. “Distillation of Essential Oil, FAO Agricultural Services


Bulletin No. 94.” http://www.erowid.org/archive/rhodium/chemistry
/3base/safrole.plant
Guenther E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid 1, penerjemah Ketaren S. Penerbit UI
Press. Jakarta
Inggrid H., Maria dan H. Djojosubroto. 2008.”Destilasi Uap Minyak Atsiri Dari
Kulit dan Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Vol 1. Bandung :
Universitas Katolik Parahyangan.
Jailani, Ahmad dkk. 2015. “Karakteristik Minyak Atsiri Daun Kayu Manis
(Cinnamomum burmanii (Ness & Th. Ness)). Riau : Universitas Riau.
Rahmi, Aprina Utami. 2012. Pengaruh Tempat Tumbuh Terhadap Kualitas
Minyak Atsiri (Pogostemon Cablin Benth) dan Aktifitas biologinya.
http://maduramandiri.wordpress.com.
Sudarmadji S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian (Edisi Keempat). Liberty. Yogyakarta.
Sundari, Elmi. 2002. [Tesis Magister] Pengambilan Minyak Atsiri dan Pleoresin
dari Kulit Kayu Manis. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Sutianik. 1999. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Ukuran Bahan Terhadap
Rendemen Dan Mutu Oleoresin Jahe (Zingiber officinale, Roscoe) Skripsi.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Wijayanti, Wahyu Agustina. Zetra,Yulfi. Dan Burhan,Perry.2009.” Minyak Atsiri
Dari Kulit Batang Cinnamomum Burmannii (Kayu Manis) Dari Famili
Lauraceae Sebagai Insektisida Alami, Antibakteri, Dan Antioksidan”.
Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Widiyanto, Ivan. Anandito, Baskara Katri. Khasanah, dan Lia Umi.2013.” The
Extraction Of Cinnamon (Cinnamomum Burmannii) Oleoresin: The Yield
Optimization And The Examination Of Quality Characteristics”. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret.

Anda mungkin juga menyukai